PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit gagal jantung merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di negara-negara berkembang. Pada tahun 1999, penyakit gagal jantung di Indonesia menempati urutan ketiga sebagai penyakit penyebab kematian. Pada tahun tersebut, tercatat 86.942 pasien yang mengalami rawat inap dan 14.437 pasien di antaranya tidak dapat tertolong (Johari 2003). Penyakit gagal jantung memiliki morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi serta membutuhkan biaya pengobatan yang mahal. Penyakit gagal jantung ialah penyakit dengan kondisi jantung yang gagal memompakan darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Gejala utama gagal jantung biasanya ditandai dengan penurunan curah jantung dan pembendungan darah di vena. Pada kondisi kronis, gagal jantung dapat menyebabkan kongesti, hipertensi, dan edema paru-paru (Guyton 2006). Diuretik merupakan salah satu terapi awal yang dapat digunakan pada kejadian gagal jantung (Felker 2010). Diuretik adalah suatu sediaan yang dapat meningkatkan laju urinasi dan volume air seni (Guyton 2006). Penggunaan diuretik dalam pengobatan medis dilakukan untuk menurunkan volume cairan ekstraseluler, khususnya pada penyakit yang berhubungan dengan edema dan hipertensi. Diuretik juga dilaporkan dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites (Angeli 2009), sindrom nefritis, dan toksemia gagal ginjal (Agunu 2005). Sediaan diuretik dapat berasal dari senyawa kimia sintetik (buatan) dan alami (sumber hayati). Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah, yaitu memiliki sekitar 30 000 jenis tanaman dan sekitar 9 600 di antaranya berkhasiat obat. Sampai saat ini, jumlah tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat baru mencapai 300 jenis (Depkes 2007). Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Depkes 2 2010). Apabila digunakan secara tepat, penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman dibandingkan obat sintetik (Sari 2006). Salah satu tanaman yang berkhasiat diuretik ialah belimbing wuluh. Bagian tanaman belimbing wuluh yang berkhasiat ialah daun, bunga, dan buah. Buah belimbing wuluh dipercaya berkhasiat mengobati batuk rejan, gusi berdarah, sariawan, sakit gigi, jerawat, dan panu (Anonim 2005). Selain itu, menurut Duryatmo (2003), masyarakat Jawa dan Sumatera menggunakan buah belimbing wuluh sebagai pereda rasa sakit (analgesik) dan pelancar air seni (diuretik). Ekstrak etanol buah belimbing wuluh telah terbukti memiliki potensi sebagai sediaan diuretik (Andriyanto et al. 2011). Namun, penelitian tersebut baru mempelajari potensi awal ekstrak etanol buah belimbing wuluh sebagai diuretik alami dengan menggunakan hewan percobaan mencit secara berkelompok. Penelitian ini dirancang untuk melakukan kajian yang lebih mendalam mengenai potensi ekstrak etanol belimbing wuluh sebagai diuretik alami melalui pendekatan kerja diuretik, aktivitas diuretik, dinamika pH, kadar natrium, dan kalium urin. Tujuan Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui potensi kerja ekstrak etanol buah belimbing wuluh melalui pendekatan aktivitas diuretik, pH, kadar natrium, dan kalium dengan menggunakan tikus galur Sprague-Dawley dan mendapatkan dosis ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang tepat sebagai diuretik pada hewan coba tikus. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengobatan alternatif sebagai diuretikum di bidang kedokteran hewan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan obat diuretik alami sehingga dapat mengurangi ketergantungan obat diuretik sintesis.