BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Organisasi Kegiatan organisasi tidak pernah luput dari kegiatan komunikasi. Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan dan aktivitas komunikasi. Komunikasi organisasi sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unti-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan (Mulyana, 2001:78). Secara lengkap menurut Rogers (dalam Effendy, 2004:114) organisasi didefinisikan sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas. GoldHaber (dalam Fajar, 2009; 122) mengatakan Komunikasi organisasi adalah arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantungan satu sama lain. Komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi dalam kelompok formal maupun informal organisasi. Jika organisasi semakin besar dan semakin kompleks, maka demikian juga komunikasinya (De Vito 2011:340). 11 2.2. Pola Komunikasi Organisasi De Vito (2011:12) membagi pola komunikasi menjadi lima bentuk yaitu: komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi antar dua orang, komunikasi kelompok dan organisasi yaitu komunikasi dalam sekelompok kecil orang dan dalam organisasi formal, komunikasi di muka umum, komunikasi antar budaya dan komunikasi massa. Sedangkan Littlejohn (2002:14) mengklasifikasikan komunikasi dalam empat pola yaitu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Menurut Baird (De Vito, 2011:344) karena struktur hirarkinya yang ketat, jarak phisik yang jauh dari orang-orangnya, perbedaan yang besar dalam kompetensinya, dan berbagai tugas khusus yang harus diselesaikan, maka organisasi harus menciptakan sejumlah jaringan komunikasi yang beragam. Jaringan disini adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang yang lain. Menurut De Vito (2011: 382) ada lima struktur jaringan komunikasi kelompok, kelima struktur tersebut adalah: 1. Struktur Lingkaran. Struktur lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya. 12 2. Struktur Roda. Struktur roda memilki pemimpin yang jelas. Yaitu yang posisinya dipusat. Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. Orang yang berada ditengah (pemimpin) mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh untuk mempengaruhi anggotanya. Penyelesaian masalah dalam stuktur roda bisa dibilang cukup efektif tapi keefektifan itu hanya mencakup masalah yang sederhana saja. 13 3. Struktur Y. Struktur Y relatif kurang tersentralisasi di banding dengan strukrur roda tetapi lebih tersentralisasi dibandingkan dengan pola lainnya. Pada struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas tetapi semua anggota lain berperan sebagai pemimpin kedua. Anggota ini dapat menngirimkan dan menerima pesan dari dua orang lainnya. Ketiga anggota lainnya komunikasinya terbatas hanya dengan satu orang lainnya. Jaringan Y memasukkan dua orang sentral yang menyampaikan informasi kepada yang lainnya pda batas luar suatu pengelompokan. Pada jaringan ini, seperti pada jaringan rantai, sejumlah saluran terbuka dibatasi, dan komunikasi bersifat disentralisasi atau dipusatkan. Orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja. 4. Struktur Rantai. Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran kecuali bahwa para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terdapat disini. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang berada di 14 posisi lain. Dalam struktur ini, Sejumlah saluran terbuka dibatasi, orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi degan orang-orang tertentu saja. 5. Struktur semua saluran atau pola bintang. Hampir sama dengan struktur lingkaran, dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran, setiap anggota siap berkomunikasi dengan setiap anggota yang lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimum. Jaringan terpusat/sentralisasi dan desentralisasi memiliki kegunaan yang berbeda. Sebagai contoh, struktur desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara kreatif dan lebih bagus untuk pergerakan informasi secara cepat. (De Vito, 2011:382-384) 15 Penelitian terdahulu yang ditulis oleh Manoppo (2011) dengan judul Pola Komunikasi Komunitas Balap Mobil dalam Mempertahankan Solidaritas Kelompok. Penelitian ini mengangkat pola komunikasi komunitas dengan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa Bugs Indonesia memiliki karakteristik pola komunikasi yang tersusun secara sistematis dari komunikasi vertical dan juga komunitas Bugs juga terbangun pola komunikasi secara horizontal yang mengedepankan pentingnya opinion leader atau orang yang dituakan dalam komunitas tersebut pada saat terjadi permasalahan-permasalahan yang tidak dapat diselesaikan melalui komunikasi vertikal antar anggotanya. Penelitian terdahulu oleh Nurohman (2011) dengan judul Pola Komunikasi Paguyuban Sapeda Baheula (PSB) dalam Mempertahankan Solidaritas Anggota Organisasinya di Bandung. Penelitian ini mengangkat pola komunikasi dengan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian tersebut disimpulkan.Arus Pesan yang terjadi pada anggota Paguyuban Sapeda Baheula (PSB) dalam mempertahankan Solidaritas Organisasinya di Cicadas-Bandung adalah komunikasi kebawah (downward), komunikasi ke atas (Upward), komunikasi horizontal, Tidak ada suatu batasan yang terjadi dalam berkomunikasi. Pola Komunikasi Paguyuban Sapeda Baheula (PSB) dalam mempertahankan Solidaritas Organisasinya di Cicidas-Bandung yaitu Pola komunikasi Y dan Pola komunikasi All Chanel (semua saluran) atau juga disebut Pola komunikasi Bintang. Pada penelitian ini selain pola komunikasi dilihat juga 16 jaringan dalam mempertahankan solidaritas dan hubungan dalam mempertahankan solidaritas. Penelitian yang peneliti lakukan ini lebih menekankan pada bagaimana pola komunikasi organisasi dalam menangani konflik di organisasi. 2.3. Manajemen Konflik Menurut Barker et. al (1991, dalam Curtis, dkk, 2002:156) mengemukakan bahwa pembuatan keputusan mengacu pada suatu proses yang ditaati oleh kelompok untuk menyeleksi pilihan-pilihan atau merencanakan jalannya tindakan. Pemecahan masalah adalah proses penanggulangan suatu rintangan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Proses penyelesaian terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendeskripsian masalah yang meliputi mendefinisikan dan membatasi masalah serta menganalisis masalah. Sedangkan tahap kedua yaitu tahap pemecahan masalah yang terdiri dari menghasilkan pemecahan yang menungkinkan, menilai pemecahan yang disarankan, memilih pemecahan yang terbaik, dan melaksanakan pemecahan. Beberapa peran tugas kepemimpinan harus dipikul oleh para anggota kelompok. Pemimpin mengharapkan para individu yang memiliki keahlian khusus untuk memikul peran tugas berikut ini (Benne dan Sheats, 1948 dalam Curtis et. al, 2002:194): 17 a. Pemrakarsa mengusulkan gagasan-gagasan baru atau pendekatanpendekatan terhadap pemecahan masalah kelompok. b. Pencari informasi meminta penjelasan atau saran-saran dan juga fakta atau informasi lain yang akan membantu kelompok menghadapi masalah. c. Pencari gagasan meminta penjelasan mengenai nilai dan gagasan yang diungkapkan oleh anggota kelompok. d. Pemberi informasi memberikan fakta, contoh, statistik, dan bukti lain yang membantu kelompok menyelesaikan tugas. e. Pemberi pendapat menawarkan pendapat mengenai gagasan-gagasan dalam diskusi. f. Pengurai memberikan contoh-contoh untuk menunjukkan bagaimana gagasan-gagasan atau saran-saran bekerja. g. Pengevaluasi berusaha menilai bukti dan kesimpulan yang disarankan kelompok. h. Pemberi energi berusaha menggairahkan kelompok untuk lebih produktif. Emirzon mendefinisikan manajemen konflik sebagai cara-cara yang berbeda di mana konflik dapat dikelola oleh para pihak sendiri Priliantini (2008:13). Hal ini berarti, para pihak yang terlibat konflik dapat menyelesaikan konflik yang terjadi tanpa melibatkan pihak luar. 18 Stoner (1982) menguraikan konflik organisasi sebagai perbedaan pendapat dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok karena harus membagi sumber daya yang langka atau aktifitas kerja dan/atau karena mereka mempunyai status tujuan, penilaian atau pandangan yang berbeda Suryadhana (1997:29). Dalam kenyataannya terdapat lima jenis konflik yaitu (Suryadhana, 1997:31): a. Konflik dalam diri individu yang timbul dari ketidakpastian mengenai apa yang harus dikerjakan dan diharapkan. b. Konflik antara individu yang biasanya diakibatkan dari perbedaan kepribadian dan tekanan-tekanan karena peranan (manajer bawahan). c. Konflik antara individu dan kelompok yang sering timbul karena tekanan kelompok-kelompok terhadap anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku. d. Konflik antar kelompok dalam suatu organisasi yang terjadi karena perbedaan kepentingan antar kelompok. e. Konflik antar organisasi yang timbul karena terjadinya persaingan dalam sistem perekonomian. Terdapat beberapa model manajemen konflik organisasi, seperti yang di ungkapkan Wijayati (2009:150) yaitu: Manajemen konflik organisasi dengan model stimulasi (stimulation). Konflik yang terjadi dapat berakibat fungsional atau disfungsional. 19 Disfungsional konflik akan mengarah pada perilaku yang dapat menghambat atau merintangi pencapaian tujuan karena satuan-satuan kerja terlalu lambar dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konflik rendah. Sedangkan intensitas konflik yang rendah perlu distimulasi dengan cara meningkatkan persaingan dengan penawaran insetif, menetapkan standar kinerja yang lebih tinggi, menyampaikan informasi yang bertentangan, penghargaan prestasi, dan memotivasi karyawan. Manajemen konflik organisasi dengan model pengurangan (reduce), model ini didasari oleh pemikiran bahwa konflik yang tinggi menunjukkan dinamika organisasi, dan ada indikasi perubahan yang sedang terjadi. Individu dan kelompok terlibat dalam pertentangan kepentingan alokasi sumber daya organisasi, perbedaan sifat individu yang tercermin dalam perilaku kerja, perbedaan pemahaman terhadap tugas-tugas yang ditetapkan, atau hubungan kerja antar bagian tidak sesuai dan cenderung saling menghambat. Akibat yang ditimbulkan oleh keadaan tersebut dapat mengarah kepada disfgungsional konflik, karena itu langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah menggabungkan unit yang terlibat konflik, mengadakan kegiatan bersama, mutasi/ rotasi jabatan, menetapkan peraturan baru, menghadapkan tantangan baru kepada dua pihak konflik, dan memfungsikan peran integrator/ pihak ketiga. 20 Jamil (2007) dalam Wijayati (2009:152) mengemukakan adalah lima gaya atau strategi manajemen konflik, yaitu: a. Menghindar Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang ditimbulkannya. Penghindaran memungkinakan pihak-pihak dengan akibat yang merupakan strategi yang berkonfrontasi untuk yang menenangkan diri. b. Mengakomodasi Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. c. Kompetisi Metode ini dapat memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan keamanan. d. Kompromi atau negosiasi Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta 21 meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak. e. Memecahkan masalah atau kolaborasi i. Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. ii. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lain. Peduli terhadap oragn lain Tinggi Gambar 1 Strategi Manajemen Konflik Mengikuti kemauan orang Kolaborasi lain (mengakomodasi) KOMPROMI Menghindari Mendominasi (kompetisi) Tinggi Rendah Mementingkan diri sendiri Sumber: Wijayanti, 2009:152) Ada kalanya konflik proses pemecahannya membutuhkan “campur tangan” pihak ketiga dapat dimanfaatkan dalam beberapa bentuk (Suryadhana, 1997:34-35), seperti: 22 a. Arbitrasi Sesuai dengan namanya keterlibatan pemecahan dalam proses pemecahan konflik yang terjadi adalah untuk bertindak sebagai “wasit” atau “hakim” yang akan memutuskan. Kepentingan tersebut dibuat setelah pihak ketiga mendengarkan dengan baik pendapat kedua belah pihak. b. Mediasi Tidak jarang terjadi bahwa dalam perkembangan terjadinya konflik, komunikasi justru terputus. Keadaan seperti ini jelas lebih mempersulit pemecahannya. Untuk membangun kembali komunikasi yang putus tersebut jasa pihak ketiga dapat dimanfaatkan, yaitu bertindak sebagai perantara. Dengan demikian pihak ketiga tidak berwenang langsung dalam pemecahannya sendiri. Ia semata-mata berfungsi sebagai mediator. c. Konsultasi antar pihak Pihak ketiga dalam kapasitasnya sebagai konsultan dan pengarah membantuk pihak-pihak yang sedang konflik dengan cara mengembangkan hubungan dan kemampuan mereka dalam memecahkan konflik yang terjadi Pada jurnal yang ditulis oleh Dalimunthe (2003) dengan judul Peranan Manajemen Konflik Pada Suatu Organisasi. Pada jurnal ini dikatakan bahwa orang menangani konflik dengan berbagai cara, tetapi hanya pendekatan 23 penyelesaian masalah yang dapat menghasilkan resolusi konflik yang murni. Berbagai strategi manajer konflik harus diketahui oleh seorang manager, sehingga dapat diputuskan strategi mana yang cocok untuk berbagai macam konflik yang dihadapi. Penelitian yang akan peneliti lakukan tidak hanya membahas dalam segi manajemen konflik saja akan tetapi lebih menekankan pada pola komunikasi dalam menangani konflik.di oganisasi. 2.4. Kerangka Pikir Penelitian Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian HMPA Mitra Gahana Konflik Teori Jaringan Komunikasi De Vito Teori Manajemen Konflik Pola Komunikasi Organisasi Konflik Teratasi atau Tidak 24 Penjelasan Kerangka Pikir: HMPA Mitra Gahana sebagai salah satu organisasi kemahasiswaan di Universitas Kristen Satya Wacana. Organisasi Mitra Gahana adalah salah satu organisasi aktif selama 20 tahun dan tidaklah mudah untuk sebuah organisasi mampu bertahan sampai dengan 20 tahun. Terlepas dari hal tersebut Mitra Gahana sebagai sebuah organisasi banyak konflik dalam internal organisasinya. Teori Manajemen konflik organisasi diperlukan sebagai strategi organisasi dalam menangani konflik yang terjadi di organisasi. Teori jaringan komunikasi De Vito sebagai teori inti digunakan dalam menganalisis Pola Komunikasi Organisasi Mitra Gahana, dengan begitu akan diketahui ciri pola komunikasi dalam Mitra Gahana sehingga dapat diketahui pola komunikasi organisasi mitra gahana dalam menangani konflik, baik konflik yang teratasi maupun tidak. 25