Moralitas dalam islam

advertisement
Makalah Pelajara Agama Islam (PAI)
Universitas Negeri Yogyakarta
“MORALITAS DALAM
ISLAM”
1
Daftar Isi
Pendahuluan ............................................................................................................ 2
Moralitas dalam Islam ........................................................................................... 3
Pengertian secara umum......................................................................................... 3
Pengertian berdasarkan Islam .............................................................................. 3
Prinsip-prinsip pembinaan akhlak ....................................................................... 4
Sumber Rujukan .................................................................................................... 4
Urgensi Transformasi nilai moral ......................................................................... 6
Perbandingan moral zaman sekarang dengan zaman Rosulullah ..................... 7
Kesimpulan ............................................................................................................. 10
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 11
2
Pendahuluan
Kita tahu bahwa sebelum Islam turun di kota Mekkah yang dibawakan oleh Rosulullah
Saw, berada dalam posisi kebodohan atau yang kita sebut masa jahiliyah. Timbul sebuah
pertanyaan, mengapa mereka disebut orang jahiliyah?
Jawabannya karena mereka berbuat seperti binatang, bertindak dan bertingkah laku seperti
hewan yang sudah sama sekali tidak memiliki aturan atau mereka sangat tidak bermoral.
Pada waktu itu, perempuan dianggap sebagai hewan rendah, pemuas nafsu bahkan kaum
laki-laki akan sangat malu jika memiliki anak seorang perempuan, karena dianggap
sebagai aib bagi keluarganya. Yang lebih parah adalah seorang ibu bisa saja dia kawini
atau memperistri ibunya setelah ayahnya meninggal dunia.
Bukan hanya itu, kepercayaan mereka pun sangat bodoh sekali, mereka menyembah
berhala, binatang, bintang-bintang dan sebagainya, yang menurut akal kita itu tidaklah
masuk akal. Bagaimana mungkin sebuah benda atau makhluk dapat memberikan berkah,
sedang mereka sendiripun tidak bisa berbuat apa-apa.
Judi, minuman keras, perzinahan, peperangan dan masih banyak lagi, semua itu adalah
kebiasaan orang jahiliyah.
Namun kebiasaan semacam itu, lambat laun hilang seiring dengan lahirnya Rosulullah
yang senantiasa mengajarkan ketauhidan dan moralias dalam kehidupan sehari-hari. Sejak
saat itulah bangsa arab menjadi bangsa yang besar. Bahkan ditulis dalam sejarah, mereka
bangsa arab yang menganut agama islam, menguasai 2/3 belahan bumi dan menguasai
berbagai ilmu pengetahuan.
MasyaAllah, begitu indah jika hidup ini seperti apa yang diajarkan Rosulullah. Salah
satunya adalah bagaimana kita berakhlak dengan baik, yaitu berakhlak sesuai dengan
tuntunan Qur’an dan Sunah. Kita harus bangga sebagai umat Rosulullah, karena
Rosulullah adalah kekasih Allah yang paling baik akhlaknya. Bahkan Allah pun berfirman
dalam surat Al-Ahzab 33 ayat 21 yang berbunyi :
    



   


   
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
Rosulullahpun bersabda, “ Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan
Akhak manusia”.
Maka dalam pembukaan ini, ingin sekali saya mengatakan, salah satu faktor yang
menyebabkan sebuah Negara ini mundur adalah karena moralitas yang dibangun tidak
baik, sehingga secara otomatis menurunkan derajat manusia dihadapan Allah. Jika derajat
sebuah bangsa itu sudah hancur di mata Allah, bagaimana mungkin sebuah Negara itu
akan dirahmati?
Mari kita bahas pada halaman berikutnya.
3
Moralitas dalam islam
A. Pengertian
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya,
maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah
produk dari budaya dan Agama.
Moral juga dapat diartikan sebagai sikap,perilaku,tindakan,kelakuan yang dilakukan
seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman,tafsiran,suara
hati,serta nasihat,dll.
Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait
dengan nilai-nilai baik dan buruk.
Sumber : http://wikipedia.org
B. Pengertian moral menurut Islam
Dalam islam, moral disebut dengan akhlak atau perangai, sedang akhlak berasal dari
perkataan (al-akhlaku) yaitu kata jama’ daripada perkataan (al- khuluqu) berarti
tabiat,kelakuan, perangai, tingkah laku, matuah, adat kebiasaan. Perkataan (al-khulq) ini
di dalam Al- Quran hanya terdapat pada dua tempat saja, diantaranya:
Qs. Al-Qalam 68 :4
   

“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
Sementara perkataan (al-khalqu) berarti kejadian, ciptaan, dan juga bermaksud kejadian
yang indah dan baik. Apabila dirujuk kepada kejadian manusia, struktur tubuh yang indah
dan seimbang. Jika dirujuk kepada kejadian alam semesta, ia juga membawa arti kejadian
atau ciptaan yang indah, tersusun rapi, menurut undang-undang yang tepat. Di dalam AlQuran terdapat 52 perkataan (Al-khalqu) yang merujuk kepada kejadian manusia, alam
raya dan lain-lain kejadian. Antara lain firman Allah subhaanahu wa taaala:
Qs. Al-‘imran 3:190
   


  
  
“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”
Imam Ghazali RadiAllahuanhu mengatakan: akhlak ialah suatu keadaan yang tertanam di
dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa memerlukan
pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang terkeluar itu baik dan terpuji menurut
4
syarak dan akal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila keluar
perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.
Dengan demikian Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika Moral terbagi
kepada dua yaitu: :
a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik.
b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.
Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan- peraturan masyarakat yang
diwujudkan di luar kawalan individu (Dorothy Emmet,1979) mengatakan bahwa manusia
bergantung kepada tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama bagi membantu
menilai tingkahlaku seseorang. Akhlak dalam Islam menjadi penghubung yang erat
dengan fenomena keimanan seseorang Islam.
Sebagaimana maksud hadits berikut :
“Rasulullah telah ditanya oleh seseorang: “Siapakah orang mukmin yang paling afdhal
mempunyai kelebihan imannya? Jawab baginda: Orang yang paling baik akhlaknya”.
C. Prinsip-prinsip pembinaan akhlak / moral
Untuk mencapai cita-cita pembinaan akhlak dan rohaniah manusia, Islam
telah menggariskan beberapa prinsip utama; antaranya lainnya ialah:
a) Beriman kepada Allah
b) Membenarkan risalah Muhammad SAW dan mengamalkannya serta menjadikannya
uswah hasanah.
c) Membenarkan Al-Quran Al-Karim dan As-Sunnah dengan mengamalkan dan
berakhlak dengan perintah dan arahan keduanya.
d) Niat baik dan benar dalam melaksanakan tingkah laku yang baik
e) Senantiasa prihatin terhadap hukum halal haram
f) Berusaha mencari ilmu yang bermanfaat
g) Keadilan syarak
h) Beriman dengan kebangkitan dan hari akhirat
D. Sumber rujukan
Qs. Al-Ahzab 33 : 21
    
   



  
  
“ Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
Rasulullah SAW bersabda: ”sesungguhnya aku diutus untuk menyenpurnakan akhlaq.”
Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa Allah mengutus nabi Muhammad SAW adalah
untuk menegakkan akhlaq. Dari sini dapat ditarik sebuah pemahaman yang lebih luas
bahwa Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya tidak lain adalah untuk menegakkan
akhlaq atau moral manusia. Untuk memperlancar tugas suci ini Allah memberikan
tuntunan melalui wahyu yang kemudian disebut dengan kitab suci. Nabi Muhammad
5
SAW, sebagai nabi terakhir dituntun dan dibantu dengan Al-Quran sebagai panduan yang
dalam konteks ini adalah sebagai kitab pokok tuntunan moral, bukan karya ilmiah, bukan
juga kitab hukum, tidak juga kitab politik, pun juga bukan kitab ekonomi dan lain
sebagainya. Bahwa ada sebagian kecil ayat yang membicarakan masalah-masalah
tersebut, hanyalah prinsip-prinsip dasar yang harus dikembangkan oleh manusia sendiri
yang dikaruniai akal. Pesan dasarnya adalah bahwa semua kegiatan tersebut harus
dilakukan sesuai dengan pesan moral agama yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.
Adanya ayat-ayat hukum misalnya, ia dicantumkan sebagai ajaran untuk ditegakannya
hukum yang pada dasarnya adalah sebagai pengawal nilai moral yang ada dalam
Alqur’an. Dengan adanya aturan-aturan hukum maka manusia diharapkan dapat
menegakkan keadilan yang merupakan ajaran moral yang universal. Sebagai perangkat
untuk menciptakan keadilan, hukum, sebagaimana dinyatakan oleh H.L.A. Hart dalam
General Theory of Law and State (1965), harus meliputi tiga unsur nilai, yakni kewajiban,
moral dan aturan. Karenanya hukum tidak dapat dipisahkan dari dimensi moral, demikian
dikatakan juga oleh Jeffrie Murphy dan Jules Coelman dalam The Philosophy of Law
(1984).
Hukum adalah jaring terluar sebagai pengawal moral, artinya, minimal manusia
menjalankan yang diperintahkan oleh hukum dan meninggalkan hal yang dilarangnya.
Adapun maksimal adalah tidak terbatas, yaitu menjalankan moral-moral yang terekam
dalam barisan ayat-ayat Alqur’an dan Sunnah. Oleh karena itu wajar bila ada yang
mengatakan bahwa apabila masyarakat sudah bermoral maka ia tidak memerlukan hukum,
karena moral lebih tinggi dari hukum. Demikian juga dalam masalah-masalah lainnya,
politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.
Islam sebagai agama moral sudah kaya akan konsep-konsep, baik terkait dengan
ketuhanan maupun kemanusiaan, konsep relasi yang sehat secara vertikal dan horizontal;
seperti konsep tauhid, keadilan, persamaan, toleransi, sampai yang terkait dengan
kebersihan. Konsep-konsep ini diturunkan dan disyariatkan adalah sebagai ajaran moral
demi terciptanya relasi yang sakral vertikal antara manusia dengan Tuhannya dan relasi
harmonis, dinamis, dan konstruktif fungsional horizontal yang profan antara manusia
dengan manusia, serta dengan seluruh makhluk di muka bumi ini. Kedua relasi ini harus
berjalan secara seimbang, karena kalau tidak maka manusia akan merasakan kehinaan.
Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran [3] ayat 112:
  




    

“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”
Melihat fenomena sosial yang muncul dalam kehidupan sehari-hari kita, Islam seolah
tidak mempunyai konsep-konsep yang indah ini. Lalu apakah konsep hanya sekedar
konsep yang hanya tertulis dalam kertas? Atau apakah pada dasarnya umat Islam sudah
memahami konsep tersebut, akan tetapi membiarkannya mengendap dalam alam
pikirannya dan bersemayam di dalam kantongnya? Atau kita sudah memahaminya dan
melaksanakannya tapi hanya sekedar sebagai sarana untuk menciptakan keshalihan
6
spiitual individu dan tidak tertransfomasikan secara luas ke dalam kehidupan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari?
E. Urgensi Transformasi Nilai Moral
Akhir-akhir ini, kerusakan alam sekitar kita semakin parah. Kerusakan yang terjadi bukan
hanya kerusakan lahir, akan tetapi lebih dari itu, adalah kerusakan yang lebih parah, yaitu
kerusakan batin atau kerusakan moral. Kerusakan lahir misalnya kerusakan lingkungan
yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia, seperti penebangan hutan secara illegal
(illegal loging), penambangan yang tidak mengindahkan prosedur, dan pembuangan
sampah sembarangan yang mengakibatkan kerusakan besar yang sifatnya mikro yaitu
timbulnya bencana, seperti banjir, dan tanah longsor, atau yang sifatnya makro yaitu
pemanasan global. Pemanasan global telah menyebabkan perubahan cuaca dan iklim.
Belum lagi kerusakan antar sesama anggota masyarakat yang merugikan banyak orang
seperti korupsi, kolusi, suap dan lain sebagainya. Pun juga bentuk tindak kekerasan, dan
tindakan amoral yang terjadi antar sesama anggota masyarakat atau bahkan sesama
anggota keluarga. Hampir setiap hari kita disuguhi berita-berita tentang pembunuhan,
perampokan, pergaulan bebas, pencabulan, aborsi, penggunaan obat-obatan terlarang dan
lain sebagainya. Karena terlalu sering hal ini kta dengar sampai-sampai kita terbiasa dan
kita seakan menganggapnya legal dan sesuai dengan norma kesusilaan. Padahal kita hidup
dalam negara yang diklaim sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar sedunia.
Juga diklaim sebagai negara hukum, negara bermoral, Negara dengan masyarakatnya
yang religius, beradab dan klaim-klaim indah lainnya yang apabila didengar sangat
menjukkan hati.
Kerusakan-kerusakan ini semua terjadi pada dasarnya berpangkal pada kerusakan moral
atau akhlaq manusia. Hal ini terjadi salah satunya akibat manusia tidak menangkap pesan
moral yang dibawa oleh nabinya, pesan moral yang terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah.
Atau mereka sebenarnya menangkap pesan-pesan tersebut hanya saja menjadikannya
sebagai bahan kajian, sebagai mata pelajaran dan setelah itu dibiarkan mengendap di
dalam otak tanpa ditransformasikan dalam perilaku sehari-hari.
Aktifitas sehari-hari yang kita kerjakan sering terjebak dalam arus kepentingankepentingan pragmatis yang selalu disertai dengan sikap egois. Kita mengklaim telah
bermu’amalah sesuai dengan ajaran Alqur’an dan Sunnah, telah melaksanakan aktifitas
ekonomi sesuai dengan syari’at Islam, telah melakukan kegiatan politik sesuai dengan
ajaran nabi, atau telah mengembangkan kebudayaan sesuai dengan ajaran agama.
Klaim tersebut tidaklah sepenuhnya salah, namun sudah tentu tidak sepenuhnya benar.
Saat ini harus diakui banyak terjadi kezhaliman dan penzhaliman dalam aktifitas-aktifitas
tersebut. Dari aktivitas ekonomi, politik sosial, dan kebudayaan. Hal ini, sekali lagi,
terjadi karena kita melupakan pesan moral yang ada dalam ajaran agama dan terjebak
dalam kepentingan pragmatis kita, sehingga – misalnya – dalam kegiatan ekonomi
kadangkala kita bersikap seperti kapitalis dan menzhalimi saudara kita dan kita tetap
berdalih bahwa apa yang dilakukan telah sesuai dengan syari’at Islam. Atau dalam politik,
menggunakan ayat-ayat dan hadits serta simbol-simbol agama, padahal semuanya adalah
untuk kepentingan pragmatis pribadi dan golongan/ kelompok saja, jauh dari moralitas
Islam.
7
Penulis berpandangan bahwa banyaknya kerusakan yang terjadi adalah bukan karena
kegagalan agama dalam membangun masyarakat bermoral, melainkan kegagalan umat
memahami pesan moral agama dan kegagalan mentransformasikannya dalam kehidupan
sosial. Agama hanya dipahami sebagai aturan-aturan legal formal yang hanya
menyediakan pahala dan dosa, ganjaran dan hukuman, surga dan neraka, yang wujudnya
bersifat abstrak. Padahal, selain mengandung aturan legal formal (yang jumlahnya amat
sedikit), agama mempunyai ajaran moral yang merupakan inti, sebagai perangkat untuk
menciptakan masyarakat yang ideal, aman, tentram, tertib, dan membawa kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Dari sini juga dapat dipahami bahwa pada dasarnya syariat agama
hanya untuk kebaikan dan kepentingan manusia. Tuhan sama sekali tidak mempunyai
kepentingan sedikitpun akan syari’atnya, sebagaimana dikatakan “inna syari’ata mabnaha
wa asasuha mashalihul ‘ibadi fi dunyaahum wa ukhraahum, bahwa sesungguhnya syariat
itu dibangun dengan asas dan landasan kemaslahatan bagi manusia di dunia dan akhiat.
F. Perbandingan Moral Sekarang dengan zaman Rosulullah
Perhatikanlah berita terkait moralitas bangsa saat ini ?
Diambil dari surat kabar elektronik pada tahun 2009, 3 desember
Ingin Hidup Mewah, 25% Pelacur
Sukabumi adalah Siswi Sekolah!!
Desember 3, 2009
tags: gaya hidup, konsumerisme, pelacur, pelajar, siswi, siswi melacur
oleh nusantaraku
Sekitar 25 persen dari 239 wanita pekerja seks (WPS) langsung di Kota Sukabumi, Jawa
Barat, berasal dari kaum pelajar yang disebabkan oleh keinginan hidup mewah.
(Antaranews-Jakarta,2 Desember 2009)
Sebanyak 20 siswi sebuah SMP negeri di Tambora, Jakarta Barat,kerap mangkal menunggu
pria hidung belang di lokasi prostitusi liar. Para siswi ini nekat terjun ke dunia malam agar
memiliki uang dan handphone model terakhir.
(Kompas-Sukabumi, 27 Desember 2008.)
Dua berita di atas terjadi pada tempat dan tahun berbeda. Satu di ibukota pada 2008,
sedangkan satu lagi terjadi 2009 di sebuah kota yang terletak 115 km sebelah selatan Jakarta.
Kedua berita tersebut berbicara tentang prostitusi kalangan pelajar. Dan kedua motif
prostitusi pelajar tersebut sama yakni munculnya paradigma
“gaya hidup
mewah/konsumerisme mewah dan seks bebas“.
Paradigma ‘gaya hidup mewah/konsumerimse” ini begitu cepat merasuki generasi muda
terutama kaum pelajar yang berada di perkotaan, dan tidak tertutup kemungkinan di daerah
jauh dari perkotaan mengingat begitu cepatnya ‘sosialisasi’ paradigma ini melalui teknologi
multimedia (TV, majalah, internet). Meskipun Sukabumi berjarak 115 km dari Jakarta, toh
sudah ditemukan pelajar yang bertindak menyimpang. Bagaimana tidak, tidak hanya seks
bebas (free sex) yang menjadi hal biasa bagi sebagian kalangan remaja di perkotaan, namun
transaksi prostitusi sudah terang-terangan terjadi pada anak-anak dibawah umur (17 tahun).
8
Berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak bekerja sama dengan Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada 2007 diperoleh pengakuan remaja bahwa :
-Sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral
seks.
-Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan.-Sebanyak 21,2% remaja
SMA mengaku pernah melakukan aborsi. -Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah
melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan.
(Nusantaraku, Desember 2008.)
Pelacur*) Kalangan Pelajar, Melacur Karena Gaya Hidup Mewah
Kata PSK (Pezina Sesat karenanya) atau pekerja seks komersial selama ini dialamatkan bagi
mereka yang melacurkan diri karena faktor ekonomi atau sebagai profesi. Karena kondisi
ekonomi yang tertekan, maka banyak wanita yang melacurkan diri untuk menghidupi
keluarga atau ‘terpaksa’ karena tidak ada lapangan pekerjaan. Namun dari sekian banyak tipe
PSK ini, tidak sedikit dari mereka yang telah terjebak oleh mafia perdagangan manusia atau
mengalami frustasi luar biasa. Mereka ini menjadi korban ekonomi dan kejahatan
perdagangan manusia.
Bila PSK selama ini diasosiasikan sebagai pekerja demi memenuhi kebutuhan hidup
mendasar, namun beberapa tahun terakhir, menjadi PSK tidak semata-mata lagi karena faktor
ekonomi. Moti para siswi sekolah yang menjajahkan diri dengan harga beragam dari Rp
150.000 hingga beberapa juta mulai bergeser. Menurut Korlap Gerakan Narkoba dan AIDS
(GPNA) Kota Sukabumi, Den Huri, menyebutkan bahwa terjadi pergeseran motif, dari faktor
ekonomi menjadi gaya hidup mewah.
“Dulu, penyebab para pelajar menjadi WPS lantaran faktor ekonomi. Namun, saat ini mulai
bergeser menjadi gaya hidup mewah”
Den Huri, Korlap GNPA Sukabumi (Antaranews)
Menurut Den Huri, para pelajar yang kurang mampu tergiur dengan temannya yang memiliki
barang mewah, seperti handphone dan lainnya, sehingga mereka berkeinginan untuk menjadi
PSK. Aktivitas PSK para pelajar dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan menggunakan
fasilitas ponsel. Mereka tidak menjajakan dirinya secara terbuka seperti PSK lainnya.
Berdasarkan data yang ada, jumlah PSK di Kota Sukabumi mencapai 776, yang terdiri dari
PSK langsung sebanyak 239 orang dan PSK tidak langsung (sampingan) sebanyak 537 orang.
Dari 239 orang PSK langsung tersebut, 25% atau 60 orang PSK tersebut berasal berasal dari
kaum pelajar. Para pelajar ini melacurkan diri lebih disebabkan oleh keinginan hidup mewah.
Melacur Keperawanan, Siswi SMP Tambora dihargai Rp 2 Juta
Pernyataan dan data yang disampaikan Den Huri tersebut tidaklah jauh dari realitas yang
dialami oleh pelajar SMP pada akhir tahun 2008 silam. Sebanyak 20 siswi SMP Tambora
(umumnya kelas 3 SMP) yang sering mangkal daerah Kalijodo dapat dijaring setelah salah
satu siswi tertangkap basah oleh satpol PP DKI Jakarta bersama pihak-pihak terkait
(SuryaOnline). Setelah melalui penelusuran panjang, para pelajar ini akhirnya mengakui
bahwa mereka masuk ke dunia prostitusi karena “tidak tahan melihat” gaya hidup mewah dari
rekan-rekannya dari orang kaya. Para siswi ini nekat terjun ke dunia malam hanya karena
ingin memiliki uang, barang-barang mewah termasuk handphone model terakhir.
9
Hasrat yang tinggi untuk memiliki barang mewah tersebut disambut oleh para mucikari
sebagai ‘gayung bersambut’, menjadikan ini peluang emas meraup keuntungan. Transaksi
seks ABG ini dikoordinasi beberapa mucikari yang biasa beroperasi di Lokasari, Jakarta
Barat. Melalui mucikari inilah para siswi yang masih di bawah umur itu dipertemukan dengan
pria-pria hidung belang. Dari pengakuan beberapa siswi tersebut diketahui bahwa petualangan
mereka diawali dengan menjual keperawanan kepada pria hidung belang Rp 2 juta
(SuryaOnline). Setelah keperawan mereka terjual seharga Rp 2 juta, lalu para siswi 15-an
tahun ini meneruskannya menjadi penjaja seks dengan tarif setiap kencan Rp 300.000.
“Sekarang gue lagi jomblo. Sudah dua tahun putus. Sakit juga! Habis pacaran empat
tahun, dan sudah kayak suami-istri. Dulu, tiap kali ketemu, gejolak seks muncul begitu
saja. Terus ML (making love) deh. Biasanya kita lakuin kegiatan itu di hotel. Kadang di
rumah juga, kalau orang rumah lagi pergi semua. Kalau rumah nggak lagi sepi ya
paling cuma berani ciuman dan raba sana-sini. Buat gue, semua itu biasa. Gue
nglakuinnya karena merasa yakin doi bakal jadi suami gue. Gue nggak takut dosa. Kan
kita sama-sama mau..“
–Pengakuan Neila (nama samara), pelajar kelas sebuah SMA di Jakarta Timur sehabis
UAN– (Nusantaraku)
Peran Orangtua, Pendidik dan Media Massa
Belajar dari beberapa data dan berita diatas (kasus prostitusi siswi SMP di Jakarta dan
Sukabumi, seks bebas siswi SMA Jakarta serta survei Komnas PA bersama LPA), maka sudah
semestinya pemerintah bersama masyarakat melihat ini sebagai tantangan besar bagi bangsa
ini. Anak-anak dan remaja adalah generasi harapan penerus bangsa ini. Untuk menjadi
penerus bangsa yang akan mengisi perjuangan bangsa, tentulah diharapkan orang-orang yang
berwatak dan berintegritas. Orang-orang yang dididik dan ‘dibentuk’, cerdas sekaligus
bermoral. Ada orang yang sejak lahir memang memiliki jiwa pemimpin, namun pada
umumnya jiwa kepemimpinan dari para pemimpin dunia ini muncul setelah melalui proses
belajar yang panjang.
Apabila pemimpin itu dibentuk, bukan dilahirkan (Great Leader are Make, not Born), maka
setiap lika-liku kehidupan seorang calon pemimpin sangatlah penting. Bila sejak kecil mereka
memiliki masalah paradigma, maka kecil sekali kemungkinan mereka pada akhirnya menjadi
pemimpin yang visionerl. Bila sejak kecil mereka memiliki masalah moralitas, maka kecil
sekali kemungkinan mereka pada akhirnya menjadi pemimpin yang bermoral dan
berintegritas. Dan apabila, krisis moralitas seperti kasus diatas kita biarkan, maka tidaklah
mustahil bahwa nilai-nilai kultur positif nusantara hanya akan dapat ditemukan “museum
moral Indonesia”.
Sementara, aksi-aksi demoralisasi masih tetap santer terdengar dan bahkan lebih progresif.
Film porno kalangan remaja, siswa-siswi selalu menjadi berita nasional setidaknya tiap dua
minggu sekali. Setiap berita ini muncul, maka animo netter naik beratus-ratus persen. Dalam
salah satu kasus beberapa tahun yang lalu, ada seoraang anak SMP tega membunuh orang
tuanya sendiri. Di tempat lain seorang anak SD bunuh diri dengan alasan tidak sanggup
membayar SPP atau kisah anak SD lain yang bunuh diri hanya karena baju seragam hari itu
tidak bisa dipakai karena basah terkena hujan. Tawuran pelajar SMA meski sudah mulai
jarang kedengar, namun aksi pertikaian para mahasiswa kini menggantikan hot news.
Aksi dan aktivitas yang negatif ini tidak semata ditangani, namun harus dicegah. Aksi negatif
lebih mudah menjamur daripada aksi positif. Indonesia memang tidak kekurangan siswa-siswi
10
yang berprestasi hingga tingkat dunia dalam bidang sains, teknologi, seni, budaya, dan
olahraga. Kualitas dasar anak Indonesia sangatlah, dan memiliki potensi yang besar untuk
menjadi manusia yang berdaya manfaat tinggi bagi masyarakat dan lingkungannya. Oleh
karena itu, semua potensi ini haruslah dikembang, sehingga kita perlu mendidik agar mereka
tidak terjun ke gerbang kehancuran.
Siapakah yang paling bertanggungjawab dalam hal ini? Orang tua memiliki peranan nomor
wahid. Pendidikan moral dan pekerti sudah semestinya dididik anak sejak dini ketika masamasa terbesar hidup mereka berada di rumah bersama orang tua. Ketika mereka menginjak
remaja, maka porsir terbesar jatuh ketangan pihak sekolah/guru. Pendidikan sekolah menjadi
gerbang utama membentuk mindset, paradigma serta moralitas si anak ini. Hampir 1/2
‘kehidupan’ siswa-siswi SMP-SMA berada di sekolah (6-8 jam di sekolah, 1-2 jam di luar
sekolah, 6-8 jam di rumah, 7-9 jam tidur).
Pemuka agama seharusnya menjadi ‘pengawas moralitas’ masyarakat, namun banyak dari
mereka terjebat dalam konflik kepentingan, politik hingga sebatas ‘artis’ lip service. Disini,
peran pemerintah melalui media sangat penting dalam memproteksi anak-anak. Begitu juga,
sistem pendidikan kita hendaknya memikirkan hal ini. Jangan sampai sistem pendidikan
hanya dipandang sebagai mesin ‘produksi’ kelulusan kuantitatif. Seorang yang dinyatakan
lulus hendaknya memikirkan faktor logika dan etika. Bukan sebatas angka UN, lalu orang
lulus, namun moralitas diabaikan. Guru bukanlah mesin kelulusan, tapi guru adalah pendidik.
Bukan juga semata pengajar, tapi sekali lagi pendidik!
Terakhir, semoga para orang tua untuk memberi perhatian yang baik kepada anak-anaknya.
Jangan sampai anak-anak Anda masuk dalam daftar survei diatas. Karena berita diatas sangat
mungkin fenomena gunung es yang terekspos di media.
Salam Nusantaraku,
ech-wan, 3 Desember 2009
*) Media massa pada umumnya menggunakan kata PSK, kupu-kupu malam atau WTS
sebagai kata pelacur untuk terkesan halus, etis dan elegan.
Sumber : http://nusantaranews.wordpress.com
G. Kesimpulan
Sebagaimana Rosulullah telah bersabda, bahwa “Orang yang baik imannya adalah orang
yang paling baik akhlaknya”. Pernyataan ini harus menjadi acuan, bahwa moralitas itu
adalah salah satu syarat mutlak dalam beragama. Bagaiamana mungkin dia dikatakan
telah beragama, namun dalam kehidupan sehari-hari dia tidak menunjukan akhlak yang
baik. Jika kita seorang yang mengaku beragama islam, berarti sumber rujukan dari akhlak
kita adalah Alqur’an dan Assunah. Amalkan keduanya, maka insyaAllah secara otomatis
dia akan menjadikan dirinya berakhlak mulia. Jauhi pergaulan bebas dan hindari
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat serta jadikanlah diri kita sibuk dengan hal-hal
positif. Tidak terjebak dengan kemewahan dunia, karena ada yang lebih diutamakan, yaitu
kehidupan akhirat.
11
H. Daftar Pustaka
Ajat Sudrajat dkk, 2008, Din Al-islam, Yogyakarta, UNY Press Yogyakarta.
http://www.google.co.id
http://www.wikipedia.com
http://www.dudung.net
http://www.islammedia.com
http://nusantaranews.wordpress.com
12
Download