Perangko Berlangganan No.11/PRKB/JKP/PENJUALAN IV/2014 ISSN : 0853-8344 Harga eceran Rp.9.000,- 204/Thn.XX/April 2014 e-mail: [email protected] / [email protected]; kardiovk; @kardio_vaskuler; tpkindonesia.blogspot.com The 7th APCHF in conjunction with the 23rd ASMIHA: Suksesnya Kolaborasi Antar-Negara di Pulau Dewata 7 th Asian Pacific Congress of Heart Failure (APCHF) yang diadakan bersamaan dengan 23rd Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA) di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali pada tanggal 17-19 April 2014 telah sukses diselenggarakan dan menuai banyak pujian dari berbagai kalangan baik dari dalam maupun luar negeri. Pada event ASMIHA kali ini, Indonesia kembali menjadi tuan rumah dari sebuah event kardiologi internasional, yaitu 7 th APCHF. Acara yang diketuai oleh Dr. dr. Anwar Santoso, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC sebagai ketua panitia dan Prof. Dr. dr. Bambang Budi Siswanto, Sp.JP(K), FIHA, FasCC, FAPSC sebagai ketua seksi ilmiah ini merupakan forum bagi para ahli kardiologi di seluruh dunia untuk mengupas lebih dalam dan menyeluruh tentang pencegahan dan tatalaksana dari sindroma kardiovaskular tahap akhir ini. Sesuai dengan temanya “Primary Prevention of Heart Failure Epidemic”, acara ini pada dasarnya menitikberatkan pada pencegahan primer dari epidemi gagal jantung. Fokus dari program ilmiah kali ini adalah pendekatan manajemen yang holistik dari gagal jantung, yang membahas pentingnya pendekatan multidisiplin untuk tatalaksana gagal jantung, mengidentifikasi kebutuhan dari terapi alat pada gagal jantung, dan lain-lain. Selain itu pada kongres ini dibahas pula biomarker diagnostik, alat dan obat-obatan terbaru untuk pengelolaan pasien dengan gagal jantung. ASMIHA yang merupakan acara tahunan rutin dari Indonesian Heart Association (IHA/ PP Perki) kali ini tidak kalah pamor dengan ASMIHA sebelumnya. Tema yang diusung yaitu “Recent Advances in Early Diagnosis and the Treatment of Cardiovascular Disease”. Karena diselenggarakan bersamaan dengan kongress gagal jantung skala Asia Pasifik, kali ini ASMIHA dibuat berbeda, bahasa pengantar yang digunakan dalam bahasa Inggris. Acara berskala internasional ini juga kedatangan banyak tamu dari luar negeri. Jumlah pembicara asing yang hadir mencapai lebih dari 40 orang yang merupakan ahli jantung ternama dari berbagai organidiologi papan atas dunia. Bersama dalam forum ini, mereka membagikan pengalaman tentang penyakit kardiovaskular di Acara Pembukaan The 7th APCHF & 23rd ASMIHA dipimpin oleh Prof. Sim Kui Hian, MD selaku Presiden APSC di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, didampingi Presiden ESC, Prof. Fausto Pinto, MD, PhD, Ketua PERKI Pusat, Prof. Dr. dr. Rochmad Romdoni, SpPD, SpJP(K), FIHA, FAsCC dan Ketua Panitia, Dr. dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHA, FAsCC. negaranya, antara lain: Prof. Fausto J. Pinto dari Portugal (President dari European Society of Cardiology), Prof. Leslie T. Cooper dari Mayo Clinic, Minnesota, USA (perwakilan American College of Cardiology), Dr. David Chew dari Institut Jantung Negara, Malaysia, Prof. Stefan D. Anker dari Jerman, Prof. Gerasimos Filippatos dari Yunani, Prof. Shunichi Miyazaki dari Japanese College of Cardiology, Dr. VK Chopra dari India, Dr. Prasart Laothavorn dari The Heart Association of Thailand, serta para ahli kardiologi dunia lainnya yang berasal dari berbagai negara antara lain Kanada, Prancis, Jerman, Australia, Korea, Hong Kong, Tiongkok, Singapore dan tak ketinggalan Filipina. Peserta yang hadir juga lebih dari 1500 orang dan berasal dari berbagai penjuru dunia. Acara ini diselengarakan selama tiga hari secara bersamaan di tiga ruangan symposium, satu ruangan untuk APCHF dan (Bersambung ke hal.5) Terapi Gagal Jantung dengan Dosis Tinggi Dihubungkan dengan Perbaikan Keluaran Pasien Post CRT PENGOBATAN modern gagal jantung kronik merupakan suatu pendekatan multi modalitas dengan terapi medis optimal dan penggunaan alat yang menjadi dasar manajemen pasien tersebut. Terapi resinkronisasi kardiak (CRT) merupakan pengobatan yang sudah terbukti untuk pasien gagal jantung kronik (CHF) dengan kompleks QRS lebar dan penurunan fungsi ventrikel kiri. CRT dihubungkan dengan perbaikan morbiditas dan mortalitas pasien CHF yang diterapi dengan medis optimal. Dampak optimalisasi medikasi CHF setelah pemasangan CRT belum secara komprehensif dievaluasi. Sehingga dilakukanlah studi oleh Schmidt et al. untuk mengetahui efek dosis medikasi CHF pada morbiditas dan mor- talitas pada pasien CHF setelah pemasangan CRT. Pengobatan CHF dinilai pada 185 pasien setelah pemasangan CRT. Selama rerata follow-up 44.6 bulan, 82 pasien mengalami hasil keluaran primer (kematian, transplantasi jantung, pemasangan alat bantu, atau hospitalisasi CHF ulangan). Pengobatan dosis tinggi penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE-I) atau penghambat reseptor angiotensin (ARBs) (p = 0.001) dan penghambat beta (p < 0.001) sama halnya penurunan dosis diuretic loop (p < 0.001) dihubungkan dengan penurunan risiko keluaran primer dan mortalitas oleh semua sebab. Ekokardiografi super-responder terha- dap CRT diterapi dengan dosis tinggi ACEI/ARB (68.1 vs 52.4%, p <0.01) dan penghambat beta (59 vs 42.4%, p < 0.01). Selama follow-up, dosis rerata diuretic loop mengalami penurunan 20% pada super-responder, tetapi mengalami peningkatan 30% pada non responder. Data studi ini mengindikasikan terdapat perbaikan terapi medis (peningkatan dosis penghambat neurohormonal dan penurunan diuretic) dihubungkan dengan perbaikan morbiditas dan mortalitas setelah CRT. Hasil studi ini juga mendemonstrasikan bahwa super-responder CRT yang diterapi dengan dosis tinggi ACE-I/ARB dan penghambat beta, dengan diuretic yang diturunkan dosisnya akan mendapatkan hasil yang baik. Dengan mengembalikan sinkronitas baik mekanik dan elektrik, CRT akan memperbaiki gejala gagal jantung dan tekanan darah. Hasilnya, pasien akan memberikan respon terhadap CRT akan mentoleransi peningkatan hambatan neurohormonal selama follow-up. Peningkatan dosis penghambat beta dan ACE-I/ARB nampaknya secara independen berhubungan dengan perbaikan keluaran dari studi ini. Efek langsung ACE-I/ARB pada ventricular reverse remodeling (seperti peningkatan LVEF) nampaknya tidak terdapat pada pemberian penghambat beta. (European Heart Journal 2014; 35: 1051–1060) SL Purwo 2 204/Thn.XX/April 2014 S Tabloid Profesi KARDIOVASKULER STT no. 2143/SK/Ditjen PPG/STT/1995 tanggal 30 Oktober 1995 ISSN : 0853-8344 SUSUNAN REDAKSI Ketua Pengarah: Prof.DR.Dr. Budhi Setianto, SpJP(K), FIHA Pemimpin Redaksi: Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP Redaksi Konsulen: Dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K) Prof.DR. Haris Hasan, SpPD, SpJP(K) Dr. Budi Bhakti Yasa, SpJP(K) Dr. Fauzi Yahya, SpJP(K) Dr. Antonia A. Lukito, SpJP(K) Tim Redaksi: Bidang Cardiology Prevention & Rehabilitation Dr. Basuni Radi, SpJP(K) Dr. Dyana Sarvasti, SpJP Bidang Pediatric Cardiology Dr. Indriwanto, SpJP(K) Dr. Radityo Prakoso, SpJP Bidang Cardiovascular Emergency Dr. Noel Oepangat, SpJP(K) Dr. Isman Firdaus, SpJP Bidang Clinical Cardiology Dr. Sari Mumpuni, SpJP(K) Dr. Rarsari Soerarso, SpJP Bidang Interventional Cardiology Dr. Doni Firman, SpJP(K) Dr. Isfanudin, SpJP(K) Bidang Echocardiography Dr. Erwan Martanto, SpPD, SpJP(K) Dr. BRM. Ario Soeryo K., SpJP Bidang Cardiovascular Intensive Care Dr. Sodiqur Rifqi, SpJP(K) Dr. Siska Suridanda, SpJP Bidang Cardiovascular Imaging Dr. Manoefris Kasim, SpJP(K) Dr. Saskia D. Handari, SpJP Bidang Cardiac Surgery & Post-op Care Dr. Bono Aji, SpBTKV Dr. Pribadi Boesroh, SpBTKV Dr. Rita Zahara, SpJP Bidang Vascular Medicine Dr. Iwan Dakota, SpJP(K) Dr. Suko Ardiarto, PhD, SpJP Tim Editor: Dr. Sidhi Laksono Purwowiyoto Fotografer: Dr. M. Barri Fahmi Harmani Sekretaris/Keuangan: Endah Muharini Bagian Iklan: Bimo Sukandar Bagian Perwajahan: Asep Suhendar Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Wisma Harapan Kita Bidakara, Lt.2, RS Jantung Harapan Kita, Jln. S Parman Kav. 87, Jakarta 11420, Telp: 02170211013 atau Telp/Fax.: 5602475 atau 5684085-93 pes. 5011 e-mail : [email protected] atau [email protected] Penerbit: H&B Heart & Beyond PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia) Manajemen: Yayasan PERKI Pencetak: PT. Oscar Karya Mandiri, Jakarta Tabloid Profesi KARDIOVASKULER diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Tabloid unik ini memang bereda dengan media kedokteran lainnya. Tata letaknya sedikit konservatif tapi enak dipandang. Bukan media yang berkesan ilmiah, tetapi media ilmiah yang sangat terjaga akurasinya, ditulis dengan bahasa tutur yang enak dibaca. Tabloid KARDIOVASKULER memang merupakan sarana untuk menyampaikan setiap informasi kedokteran mutakhir --khususnya terkait bidang kardiovaskuler-bagi seluruh dokter Indonesia. Di era globalisasi, dikenal pemeo "so many journals, but so little time". Untuk itulah Tabloid KARDIOVASKULER hadir, membawa berita ilmiah kardiovaskuler terkini. Diedarkan terbatas khusus untuk dokter Indonesia. Infak ongkos cetak/kirim Rp150.000/tahun, transfer melalui Bank Mandiri acc: Tabloid Profesi Kardiovaskuler, RK no. 116-0095028024, Sandi Kliring: 008-1304 KK. Harapan Kita, Cab. S. Parman, Jakarta. Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP Pemimpin Redaksi alam Pembaca. Pembaca setia tabloid yang kami hormati, tak terasa waktu berlalu begitu cepat, tabloid yang ada di tangan pembaca ini sudah edisi ke 204, sudah 20 tahun kami berkiprah di bumi Indonesia tercinta ini. Semenjak dirintisnya tabloid ini oleh dr. Faisal Baraas pada bulan April 1995 dengan dukungan dari beberapa orang sejawat dan PERKI, roda penggeraknya mulai digulirkan dan berputar, berputar, terus berputar sampai saat ini tahun 2014. Dengan dukungan dari para sponsor, kontributor dan pembaca, tabloid ini mudah-mudahan rodanya akan terus berputar menjelajah masa yang akan datang. Kami atas nama redaksi mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Anda semua, hanya Allah SWT yang dapat membalas semua kebaikan itu. Pembaca yang kami hormati, pada edisi bulan April ini kami menyajikan sebagai headline adalah laporan dari APCHF-ASMIHA yang baru saja berlalu dengan judul Suksesnya Kolabo- rasi Antar-Negara di Pulau Dewata. Artikel selanjutnya yang menarik tentang terapi dosis tinggi pada pasien gagal jantung dengan CRT. Di halaman dua kami suguhkan Galeri Foto acara 7th APCHF-23rdASMIHA beserta daftar Fellowship of Indonesian Heart Association (FIHA) baru. Selanjutnya tulisan bersambung dari dr. Manoefris tentang Qalbu juga perlu untuk disimak. Sambungan dari artikel Rhabdomyoma miokard adalah informasi yang berharga untuk menambah pengetahuan kita tentang penyakit tersebut. Tidak pernah ketinggalan, kardiologi kuantum dari Profesor Budhi yang kali ini berjudul kucing schrodinger. Edisi kali ini ditutup dengan artikel tentang pentingnya mencapai gol terapi LDL-C dengan terapi statin pada pasien SKA yang merupakan oleh-oleh dari kegiatan 23rd ASMIHA. Selamat membaca* The 7th Asian Pacific Congress of Heart Failure (APCHF) in conjunction with the 23rd Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA); Nusa Dua Convention Center, Bali; 17-19 April 2014. SELAMAT KEPADA PARA DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH YANG BARU DIKONVOKASI PADA THE 23rd ASMIHA FK UI Dr. Wishnu Aditya Widodo, SpJP Dr. Edrian, SpJP Dr. I Made Putra Swi Antara, SpJP Dr. Hendra Ginting, SpJP Dr. Erwin Mulia, SpJP Dr. Ignatius Yansen Ng, SpJP Dr. Rendi Asmara, SpJP Dr. Bimo Bintoro, SpJP Dr. Haryadi, SpJP Dr. Kabul Priyantoro, SpJP Dr. Celly Anantaria, SpJP Dr. Ika Komar, SpJP Dr. Kornadi, SpJP Dr. Arwin Saleh Mangkuanom, SpJP Dr. Heru Sulastomo, SpJP Dr. Pramono Sigit, SpJP Dr. Arief Fadhila, SpJP Dr. Dian Andina Munawar, SpJP, MARS Dr. Andi Haryanto, SpJP Dr. Katrina Ruth Lilima Hutasoit, SpJP Dr. Elen, SpJP Dr. Prasetyo Edy, SpBTKV Dr. Arief Widya Taufiq, SpBTKV FK UNPAD Dr. Teddy Arnold Sihite, SpJP Dr. Mohammad Iqbal, SpJP Dr. Fanny Fauziah Abdullah, SpJP Dr. Doni Friadi, SpJP Dr. Asep Sopandiana Angga Saputra, SpJP Dr. Ibnu Adams, SpJP Dr. Ratna Nurmeliani, SpJP Dr. Andrade Almeida De Cruz Monteiro, SpJP Dr. Firizkita Dewi, SpJP Dr. Irwan Meidi Loebis, SpJP Prof. Dr. Suryapranata Haryanto, SpJP FK UNAND Dr. Isral, SpJP Dr. Eka Fithra Elfi, SpJP FK UNHAS Dr. Almudai, SpPD, SpJP FK UNDIP Dr. Sefri Noventi Sofia, SpJP Dr. Pipin Ardhianto, SpJP Dr. Novi Anggriyani, SpJP Dr. Victor Herlambang Soetantio, SpJP Dr. Aruman Yudanto Ariwibowo Binarso, SpJP FK UNAIR Dr. Rosi Amrilla Fagi, SpJP Dr. Dhani Tri Wahyu Nugroho, SpJP Dr. Ariadi Nugroho, SpJP Dr. Nurwahyudi, SpJP Dr. Trinandika Ardhana, SpJP Dr. Fauzal Aswad, SpJP Dr. Suhardi, SpJP Dr. Rerdin Julario, SpJP Dr. Meity Ardiana, SpJP Dr. Dewi Utari Djafar, SpJP Dr. Siti Irma Mashitah, SpJP Dr. Ardian Rizal, SpJP Dr. Defri Sumantha, SpJP Dr. Nelly Mulyaningsih, SpJP Dr. Niko Azhari Hidayat, SpBTKV Dr. Isabella Lalenoh, SpJP Dr. Ratih Rachmanyanti Pasah, SpJP Dr. Dian Fajarwati Warniningtyas, SpJP Dr. Mochamad Faishal Riza, SpJP FK USU Dr. Tri Adi Mylano, SpJP Dr. Tawanita Brahmana, SpJP Dr. Abdul Halim Raynaldo, SpJP Dr. Hilfan Ade Putra Lubis, SpJP Dr. Andi Khairul, SpJP Dr. Evi Supriadi, SpJP FK UGM Dr. Lidwina Tarigan, SpJP Dr. Perhentian Aruslit Ginting, SpJP 3 204/Thn.XX/April 2014 Kardiologi Kuantum (27) Kucing Schrödinger “At the very heart of quantum theory— which is used to describe how subatomic particles like electrons and protons behave—is the idea of a wave function. A wave function describes all of the possible states that such particles can have, including properties like energy, momentum, and position.” ~Erwin Schrödinger Salam Kardio. Seperti kita ketahui selama ini, fisika kuantum atau mekanika kuantum adalah cabang ilmu fisika yang mempelajari perilaku partikel-partikel dasar penyusun alam semesta pada skala yang lebih kecil dari ukuran atom. Di ranah itu, partikel-partikel tersebut berperilaku tak lazim karena hukum fisika klasik yang kita kenal di dalam kehidupan sehari-hari tidak berlaku lagi. Google telah menghormatinya dengan membuatkan Doodle bertemakan kucing untuk mengenang hari ulang tahun yang ke-126 (12 Agustus 2013) fisikawan unggul Erwin Schrödinger (12 August 1887 4 January 1961) atas teori eksperimen paradoksnya yang telah diajukan pada tahun 1935. Kucing (paradoks) Schrödinger sebenarnya adalah hasil penelitian penulisnya yang diolah di angan-angannya sendiri tentang kemungkinan yang terjadi di dalam fisika kuantum ketika itu partikel kuantum belum ditemukan. Ia ingin menunjukkan dua kemungkinan yang tidak mungkin terjadi di dunia kenyataan dalam satu skenario, namun diyakini terjadi dalam waktu yang bersamaan di dunia yang berbeda, dunia kuantum. Adalah seekor kucing rumahan yang dimasukkan kedalam boks metal yang berisi bahan (sumber) radioaktif, alat pendeteksi radioaktif Geiger, palu bertali yang terkait pada tuas Geiger tersebut, dan tepat dibawahnya terdapat botol kimia yang isinya racun yang dapat membunuh kucing di dalam boks tersebut. Boks metal tersebut tidak mungkin dan tidak boleh dibuka, karena kucingnya akan mati. Ketika bahan radio aktif tersebut memancarkan radiasinya ke semua arah, akan terdeteksi oleh alat Geiger tersebut. Tuasnya akan jatuh ketika pancaran radioaktifnya berkurang, menurun karena radioaktifnya menyampah (decay) dan palunya akan memecahkan botol racun di bawahnya dan kucingnya akan mati akibat racun tersebut. Tetapi segala kemungkinan harus dipikirkan, termasuk sebenarnya kucing tersebut masih hidup hanya kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalamnya, atau malah kucing tersebut sebenarnya sudah mati karena pancaran radioaktifnya. Sebenarnya percobaan imajiner yang digagas oleh Erwin Schrödinger (penerima Penghargaan Nobel Fisika 1933) tersebut membahas segala kemungkinan yang bisa terjadi di masa datang namun kita tidak bisa mengintipnya, bila dibuka kucingnya juga mati karena tuas akan turun dan palu akan memecahkan botol racun tersebut. Termasuk ketika kita kembali ke masa “lalu” adalah adanya kemungkinan kucing tersebut berada di dalam suatu status superposisi yaitu keadaan kebersamaan antara hidup dan mati, disinilah muncul istilah paradoks; terletak di antara status hidup dan mati sekaligus. Pengertian ini diterima oleh dunia kuantum yang berasaskan banyaknya dunia yang eksis dalam waktu yang bersamaan. Nah, dapat dikatakan bahwa kucing tersebut terbelah dalam dua dunia kuantum yang berbeda. Ketika pengamat pertama menemukan kucingnya masih hidup, berarti ia berada di dunia kuantum yang “kucingnya masih hidup”, sebaliknya pengamat kedua dapat saja berada di dunia kuantum lainnya yang “kucingnya sudah mati”. Menyampahnya zat radioaktif adalah suatu proses random yang para akhli fisika sendiri belum dapat memprediksi kapan akan terjadi. Mereka menyatakan atom berada di dalam status yang dikenal sebagai superposisi —sekaligus menyampah atau tidak eksis pada saat yang sama. Selama boks metal belum dibuka, pengamat tidak akan mengetahui apakah kucing itu hidup atau mati —yang menurut Schrödinger sendiri “hidup dan mati ...mendapatkan bagian yang sama” sampai terobservasi. Erick Martell, profesor fisika dan astronomi dari Universitas Millikin menjelaskan, “Jika anda mencoba memprediksi dan anda menganggap mengetahui status dari kucing, anda [mungkin] menuju ke kesalahan. Sebaliknya jika anda menganggap terjadinya semua status kemungkinan yang ada, anda mungkin benar.” Begitu boks tersebut dibuka menjadi jelas bahwa kucing Schrödinger ternyata hidup atau mati, tetapi tidak keduanya di dalam satu kenyataan. Menurut Martell, Schrödinger mengembangkan konsep paradoks untuk menjelaskan salah satu titik penting di dalam fisika kuantum yaitu tentang status partikel gelombang. Pada akhir 1800 dan awal 1900 telah ditemukan fenomena bahwa benda yang amat kecil tidak mengikuti Hukum Newton. Hukum yang berlaku untuk menghitung gerak bola, orang atau mobil tidak dapat menjelaskan bagaimana atom dan elektron bekerja. Jantungnya teori kuantum menjelaskan partikel subatomik seperti elektron dan proton memiliki fungsi sebagai gelombang. Fungsi gelombang menggambarkan kombinasi semua status kemungkinan yang ada bahwa partikel kuantum memiliki energi, momentum, dan posisi. Seluruh sistim fisika kuantum (1), dapat dideskripsikan menggunakan fungsi gelombang. Deskripsi sistimnya (2), bersifat probabilitas, karena fungsi gelombang itu sendiri melambangkan probabilitas. Niels Bohr berbeda pendapat dengan Albert Einstein karena meyakini (3) ketidakmungkinan mengetahui posisi dan momentum partikel secara akurat di satu waktu. Sementara itu asas ketidak pastian Heisenberg menyatakan (4) semakin banyak atom yang dimiliki suatu benda, maka efek kuantumnya akan semakin berkurang. Perilaku benda akan makin dekat dengan prinsip fisika klasik (makrokosmos). Heisenberg dianggap sebagai pemegang pilar kedua fisika kuantum setelah Schrödinger. Keempat “pilar” pemikiran tersebut dikenal sebagai tafsiran Kopenhagen (1927), (Bersambung ke hal.4) PERKI HOUSE Sekretariat: Jl. Danau Toba No.139 A-C, Bendungan HIlir, Jakarta Pusat, Telp: 021-57852940, Fax: 021-57852941, Email: [email protected], Website: http://www.acls-indonesia.com KEJADIAN henti jantung dapat terjadi di mana saja. Di Amerika Serikat, tercatat hampir 360.000 kejadian henti jantung terjadi di luar rumah sakit, atau bisa dikatakan hampir 1000 kasus per hari. Sedangkan henti jantung yang terjadi di rumah sakit memiliki insidens sekitar 209.000 kasus. Sayang data di Indonesia hingga saat ini belum tersedia. Namun demikian, diperkirakan kejadian henti jantung mendadak di Indonesia juga memiliki insidens yang cukup tinggi. Walaupun Amerika Serikat memiliki sistem dan sumber daya yang sudah maju, hanya sebagian kecil individu yang mengalami henti jantung mendadak yang dapat diselamatkan. Dari 360.000 kasus henti jantung di luar rumah sakit, sekitar 40% korban telah mendapatkan bantuan Resusitasi Jantung Paru (RJP) oleh penolong yang menemukan korban. Korban yang berhasil diselamatkan kurang lebih berjumlah 9.5%, suatu angka yang sebenarnya cukup besar mengingat cepatnya perburukan yang terjadi pada kasus henti jantung menjadi kematian yang ireversibel. Kasus henti jantung di rumah sakit memiliki angka keberhasilan pertolongan yang lebih tinggi, yaitu 23,9% pada dewasa dan 40,2% pada anakanak. Di Indonesia, dimana sistem pelayanan emergensi medis yang baik belum tersedia, hampir semua kasus henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit baru mendapat penanganan setelah korban dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit. Hal ini menyebabkan pertolongan biasanya terlambat. Kerusakan organ, terutama sistem saraf dan kardiovaskular, telah terjadi permanen dan berdasarkan pengamatan penulis memiliki angka keberhasilan pertolongan yang mendekati nol. Kunci dari keberhasilan pertolongan pada kasus henti jantung adalah penanganan yang cepat dan tepat, baik oleh penolong yang menemukan korban maupun tenaga kesehatan yang menolong selanjutnya. Korban harus segera mendapat akses ke sarana kesehatan, segera mendapat pertolongan RJP, segera mendapat defibrilasi (bila VF/VT), segera mendapat bantuan hidup lanjut, dan bila sirkulasi pasien dapat dikembalikan pasien mendapatkan perawatan pasca resusitasi dan tata laksana definitif terhadap penyebab henti jantung. Kesemua ini disebut sebagai ‘chain of survival’. Dapat dilihat bahwa rantai kehidupan ini mungkin melibatkan banyak orang dalam melakukan pertolongan pada korban henti jantung, mulai dari orang awam yang menemukan korban, paramedis/perawat, dokter emergensi dan dokter spesialis yang menangani kemudian. Semakin banyak anggota masyarakat yang mampu melakukan pertolongan pertama pada kasus henti jantung, semakin banyak korban henti jantung yang masih reversibel saat pertolongan datang/mencapai rumah sakit. Demikian juga semakin terlatih petugas kesehatan dalam melakukan bantuan hidup lanjut, semakin besar kemungkinan korban mencapai sirkulasi spontan. PERKI selaku perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular di Indonesia merasa berkewajiban untuk membantu mengatasi kekurangan sumber daya, terutama sumber daya manusia untuk menolong kasus-kasus henti jantung di Indonesia. Sejak tahun 1998, secara rutin PERKI mengadakan pelatihan bantuan hidup dasar untuk orang awam (Basic Life Support/BLS), untuk perawat (Basic Cardiovascular Life Support/BCLS) dan untuk dokter/perawat UGD-ICU-ICCU (Advanced Cardiovascular Life Support/ACLS PERKI). Dan pada tahun 2008, PERKI membuat suatu yayasan yang dinamakan Yayasan PERKI (IHA Foundation) untuk mengelola pelatih- an-pelatihan ini secara lebih profesional. Yayasan PERKI bekerja sama erat dengan PERKI-PERKI cabang di seluruh Indonesia sehingga pelatihan-pelatihan ini dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia dari Aceh hingga Papua. Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan PERKI bukanlah franchise dari pelatihan American Heart Association (AHA). Metode dan pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan nasional di bidang kegawatdaruratan kardiovaskular dan bukan semata-mata keterampilan mengatasi kasus henti jantung. Misalnya pada ACLS PERKI diberikan juga materi mengenai interpretasi EKG gawat darurat, gagal jantung akut dan sindroma koroner akut yang merupakan kasus sehari-hari di lapangan di mana dokter umum seringkali menjadi ujung tombak pelayanan. Materi yang disampaikan pada pelatihan mengacu pada beberapa guidelines resusitasi dan advanced life support internasional, terutama yang dikeluarkan oleh American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) dan European Resuscitation Council (ERC). Namun demikian, guidelines yang ada harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Tidak semua hal yang tercantum dalam guidelines Amerika atau Eropa dapat diaplikasikan di Indonesia yang memiliki sumber daya dan sistem kesehatan yang berbeda. Contoh diantaranya adalah ketersediaan obat-obatan. Tidak semua obat yang direkomendasikan guidelines ada di pasaran Indonesia, atau kalaupun ada beberapa diantaranya sangat sulit diperoleh. Contoh lain adalah ketiadaan sistem pelayanan emergensi medis (Emergency Medical Service/EMS) yang memadai. Guidelines Amerika disesuaikan dengan kondisi setempat dimana penolong yang menemukan korban dapat menelepon hotline emergensi (911) sehingga penolong dapat memperoleh panduan serta pertolongan berupa ambulans lengkap yang akan datang dalam waktu cepat. Hingga saat ini, kondisi ideal seperti ini masih belum dapat terlaksana di Indonesia. Pada kasus-kasus henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit, seringkali korban lah yang harus dibawa ke sarana kesehatan/rumah sakit akibat tidak tersedianya pelayanan emergensi yang mobile. Jadi, walaupun dikatakan bahwa korban henti jantung itu non-transportable, kadangkala tetap harus diajarkan bagaimana melakukan transportasi korban henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit. ACLS PERKI diakreditasi oleh Kementerian Kesehatan RI melalui PPSDM Kemenkes RI, yang merupakan badan tertinggi yang berwenang memberikan akreditasi pelatihan bidang kesehatan di Indonesia dan secara keilmuan diakreditasi oleh Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Indonesia.* 4 204/Thn.XX/April 2014 Qalbu dalam Perspektif Cardio Neuro Science : Spiritualitas berbasis Tauhid Mengaktifkan Otak Kanan (Bagian ke-3) Penelitian Armour dari Montreal Canada pada tahun 1991, sungguh mengejutkan dengan ditemukannya sel-sel saraf (NEURON) didalam jantung.(7,8) Keberadaan ini juga didukung oleh peneliti dari Lithuania, Neringa Pauziene dkk tahun 2000, dengan jelas terlihat keberadaan sel-sel saraf di dalam jantung melalui mata mikroskop elektron.(9) Lebih jauh Armour mengatakan dengan ditemukannya tidak kurang dari 40.000 sel neuron tersebut dan adanya sel saraf sensorik aferen yang memberikan informasi ke otak melalui aferen saraf simpatis menuju saraf sumsum tulang belakang, dan yang melalui aferen saraf parasimpatis nervus vagus menuju batang otak, yang semuanya diteruskan ke otak. Armour juga mengatakan bahwa ini adalah suatu otak tersendiri yang independen terhadap otak (dalam kepala), dia bisa melakukan fungsi merasakan dan rasa, bisa belajar learning, mengingat (recall memory), berfikir, cognition, dst.., dia menyebutnya LITTLE BRAIN IN THE HEART. Sel-sel saraf (neuron) didalam otot jantung ini memproduksi neuropeptide, suatu hormon namanya calmodulin yang mampu menyimpan proses learning dan memory, yang kemudian beredar melalui aliran darah dan informasinya ditangkap oleh otak (cranial brain). Calmodulin ini banyak ditemui di hyppocampus, cortex pre frontal.(10,11) Itulah mengapa ketika jantung dari donor yang atheist akan memindahkan sifat atheist tersebut kepada resipien, seperti contoh diatas, Graham yang akhirnya dia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri dengan menembakkan pistol kedalam mulutnya (committed suicide, atheist). Bukankah Allah mengatakan, Qalbu itu (jantung) menyimpan qode keimanan (Al Maidah (5): 52). Sains ilmu pengetahuan adalah hanya tools untuk membuktikan kebenaran Ilahiah, jangan dibalik, bisa-bisa pada gilirannya kita menjadi kufur. Janganlah terburu-buru menyalahkan Al Qur'an ketika sains bertentangan dengan Al Qur'an, itu karena ilmu kita belum sampai untuk memahaminya, atau salah dalam menterjemahkan atau menafsirkan kata/ayat tersebut seperti QALBu yang sudah dibahas, sama sekali tidak ada pertentangannya dengan sains. Itulah mengapa para saintis barat menemukan kebenaran Al Qur'an dan kemudian menyatakan keislamannya dengan mengucap dua kalimah shahadat. Seyogianya ilmuwan intelektual muslim menjadikan Al Qur'an untuk membangun hipotesis, dengan demikian direction dari penelitian menjadi terarah konvergen tidak divergen atau bizare ketika hanya mengandalkan akal semata seperti penelitian-penelitian di barat (al Maghribi). Seperti contohnya penelitian Neuro Science dalam bidang meditasi/kontemplasi yang akan dibahas berikut ini. Karena pendekatannya empirik deduktif, ketika hasil-hasil yang didapat sulit bagi mereka melihat benang merahnya dan akhirnya salah dalam mengambil kesimpulannya. Neuro Science adalah bidang ilmu yang mempelajari ilmu tentang otak manusia, dalam berbagai aktifitas kehidupan manusia, hubungan horisontal maupun vertikal sebagai refleksi mahluk ciptaan Tuhan. Andrew Newberg dari Pennsylvania, USA pada tahun 2001, meneliti 8 monk Tibetan Budhist dalam meditasi yang intens (Oneness to Universe) menunjukkan peningkatan aktifitas otak dengan meningkatnya aliran darah ke Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kanan, yang direkam dengan SPECT Brain HMPAO perfusion scan.(12) Kemudian Newberg meneliti kembali pada 3 Franciscan Nuns pada tahun 2003, prayer yang ditujukan pada one GOD phrase yang ada dibible, (bukan ROSARY prayer yang notabene TRINITY base). Hasilnya konsisten terlihat peningkatan aliran darah ke Cortex Pre Frontal Dorsolateral Kanan juga.(13) Nina Azari dari Dusseldorf Germany pada tahun 2001, meneliti 6 guru agama yang religius dari Evangelical Fundamentalist Community, dan 6 mahasiswa sebagai kontrol dari University of Dusseldorf. Grup religius berdoa dengan membaca Mazmur 23 ayat -1 (Psalm 23 verse-1), artinya Lord is my shep (Kardiologi.................... hal.3) sebagai “interface” antara ilmu Kardiologi Klasik dengan Kardiologi kuantum yang holistik-eklektik (mental-spiritual) berada diantara jantung yang fisik-kasar-nya terikat dengan ilmu anatomi-fisiologi kedokteran (berhubungan dengan ruangwaktu makrokosmos yang nyata, mengikuti Hukum Fisika Klasik) dengan ilmu jiwa, mental, atau fisik-halus yang terikat oleh fisika kuantum dengan teori gelombangnya: Mind, Ego-fisik halus, desire, passion, dan perasaan. Alam Sejati (spiritual) yang imateri, omnipotensi (mahakuasa) tempat bermukimnya Tripurusa (TreFoil): Suksma Kawekas (TheSource, sumber hidup, asal mula dan tujuan hidup); ialah sadar kolektif-statis. Suksma Sejati (TheForce) sebagai sadar kolektif-dinamis adalah utusan-Nya TheSource dan yang menghidupi atau yang menjadi Penuntun dan Gurunya Roh Suci (TheSelf) sebagai sadar-(kolektif)-terbatas; adalah “tuannya” sang-Aku-mentalnya manusia. Yang terakhir ini belum ada ilmu untuk menyelidikinya kecuali belief atau religi, ketika di akhir evolusinya manusia sinar kehidupan TheSelf ditarik kembali ke sumbernya, hancurlah seluruh subsistimnya (mental/jiwanya) yang masih terikat oleh ruang-waktu (fana). Begitu uniknya posisi “interface” dalam Kardiologi Kuantum yang ternyata masih sangat sulit dibedakan mana yang ilmu fisika klasik, fisika kuantum, filsafat terapan, kebudayaan, humaniora dan spiritual. Dr. semacam konsensus (interpretasi) pertama yang berlaku di dunia fisika kuantum. Nah, kelompok fisikawan unggul ini berpikiran positif logis terhadap Kucing Schrödinger yang dianggap penting adalah teramatinya kucing tersebut mati—atau hidup setelah kotak dibuka. Mengenai bagaimana sewaktu kucing masih di dalam boks metal sebelum dibuka tidaklah penting, mereka bersikap agnostik saja alias acuh-tak acuh, mati saja atau hidup saja, bahkan matisekaligus-hidup dalam satu status (superposisi) tidak menjadi persoalan, begitu saja kok repot, kira-kira begitulah. Penulis menempatkan Fisika Kuantum Transcendence to The Depth of The Heart and Beyond, adalah benang merah yang menghubungkan antara profesi penulis sebagai guru besar, dokter ahli jantung dan pembuluh darah dengan buku yang ditulisnya tentang Candra Jiwa Indonesia. Penulis berusaha melakukan introspeksi ke dalam dirisendiri, menuju kalbu yang terdalam. Dalam bahasa Indonesia pemahaman makna kata ’jantung’ terasa unik. Ketika berubah orientasi ke dalam dada, bersifat transendental, imanen dan esoteris, maka kata jantung dipahami sebagai hati, atau kalbu, misalnya hatiku berdebar, padahal jantungnya yang berdetak. Atau sembah kalbu, yang mengatur nafas seraya mengucap nama-Nya akan mengatur detak jantung secara teratur tenang. Padahal sebagai bahasa Arab (qalb) dan bahasa Inggris (heart) walaupun esoteris dan maknanya berubah, suku katanya tetap. Kalau Serat Centini, warisan budaya Jawa bercerita tentang kisah perjalanan di darat, termasuk kulinernya pada jaman dahulu. Maka Candra Jiwa Indonesia adalah warisan ilmiah Jawa kepada dunia tentang jiwa manusia serta peta perjalanannya menuju candra ideal sebagai batas akhir dari perkembangan kesadaran manusia. Sekiranya bintang, nur, cahaya yang bersinar di dada Garuda- Pancasila-NKRI, dari sila KeTuhan-an YME, maka Candra Jiwa Indonesia pas untuk memberi sumbangan makna ilmiah kepadanya. Karena konsep yang sudah teruji secara ilmiah di Universitas terkemuka di Eropa tersebut, memang kandungan asli dari bumi Indonesia, dari bangsa Indonesia, dan dipertahankan oleh orang Indonesia pula. Penulis berharap, buku ini membantu memperluas pengetahuan kita tentang jati diri manusia dalam pandangan ilmiah di perguruan tinggi. Walaupun sedikit-banyak menyentuh masalah keyakinan dan kepercayaan justru memberikan dasar pendidikan budi luhur, pembinaan mentalspiritual dan mempertajam empati secara luas kepada siapa saja terutama para mahasiswa. UNTUK TAHAP AWAL PENJUALAN HANYA DI REDAKSI TABLOID PROFESI KARDIOVASKULER Manoefris Kasim erd, Tuhan adalah gembalaku berulangulang, kemudian disuntikkan 15 Oxygen untuk melihat rCBF dibawah kamera PET (Positron Emission Tomography). Sedangkan grup kontrol menyanyikan lagu anak-anak yang gembira. Grup kontrol terlihat peningkatan aktifitas otak Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kiri. Dan grup religius terlihat peningkatan aktifitas otak Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kanan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian Azari ini adalah bahwa pengalaman religius ini merupakan fenomena Cognitive.(14) Herrington tahun 2005 membuktikan bahwa kata-kata yang indah menyenangkan akan mengaktifkan Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kiri saja.(15) Sedangkan Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kanan bila didisrupsi dengan stimulus magnet akan menjadi tidak berfungsi, dan keputusan yang diambil pada saat itu akan distorsi melanggar nilai-nilai moral, artinya Cortex Pre Frontal Dorso Lateral Kanan tersebut tempat aktifitas COGNITIVE barbasis moral.(16) (BERSAMBUNG) dr. Amiliana M. Soesanto SpJP, FIHA Ketua Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI yang baik hatinya itu masih mau menulis dalam semacam sambutan atas permintaan seniornya. Penulis tersebut telah mengulas makna jantung dari perspektif yang tidak lazim membuat “Kardiologi Kuantum” menjadi unik dan mungkin bagi sebagian orang dianggap eksentrik. Dengan halusnya masih ditambahkan katakata... Namun Bertrand Russell, penulis buku A History of Western Philosophy [juga] mengatakan ...Do not fear to be eccentric in opinion, for every opinion now accepted was once eccentric.... Dalam satu rapat yang dipimpinnya untuk intern Divisi Preventif dan Rehabilitasi Kardiovaskular (Rabu, 16 April 2014) diputuskan bahwa buku Kardiologi Kuantum yang berwarna “pinky” (secara bercanda ‘disebutkan’ oleh Dr. Basuni Radi) tersebut bukan seperti lazimnya buku ajar di Fakultas Kedokteran FKUI, tetapi sangat mungkin akan diterima di Fakultas Filsafat atau humaniora lainnya, untuk itu sama sekali tidak berhak mencantumkan nama Divisi, apalagi nama Departemen. Dr. Andang H. Joesoef yang gigih itu (Ketua Divisi sejak sebelum pensiun) menginginkan salah satu buku dari Oktalogi CJI agar dicap dengan nama Departemennya. Setelah rapat itu ia hanya bisa tersenyum: “Pemikiran anda masih terlalu jauh ke depan, memang belum saatnya untuk bisa diterima!” Penulisnya sendiri mengikuti pola metaforik-agnostik yang anti-stres...” Memang bukunya sendiri [2019] juga belum menghendakinya, ia sementara ini masih menjalani hidupnya sebagai penghias nusantara!”... Sejarah telah membuktikan, siapa saja yang tersenyum paling akhir, itulah yang paling berbahagia. Sebagai penulis tentu saja akan selalu mengingatkan kata-kata Albert Einstein: “A person who never made a mistake never tried anything new.” Kepada siapa saja untuk dengan gigih dan gagah menyampaikan pemikiran apa saja yang dianggap baru [kalau masih ada di dunia ini?] kepada masyarakat dengan penuh semangat, tanpa rasa takut sedikitpun untuk berbuat suatu kesalahan yang semestinya dapat diperbaiki dan disempurnakan di kemudian hari secara terus-menerus. Salam Kuantum. Budhi S. Purwowiyoto 5 204/Thn.XX/April 2014 SEJARAH DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FK UNIVERSITAS INDONESIA, JAKARTA (5) PADA tahun 1974 munculah sejarah kemanusiaan Dewi Sartika, gadis cilik berusia 9 tahun anak seorang karyawan PJKA Moch. Djukri yang memerlukan pacu jantung. Para dokter jantung jantungpun berkiprah untuk menolong gadis cilik tersebut. Untuk mengabadikan namanya pada tanggal 4 Oktober 1974 didirikan Yayasan Jantung Dewi Sartika dengan para pendiri dr. Sukaman, dr. Loethfi Oesman, dr. Lily I. Rilantono, dr. Boerman dan dr. Dede Kusmana. Yayasan ini banyak membantu kegiatan dan sarana pelayanan penyakit jantung disamping membantu upaya peningkatan kemampuan para ahli jantung. Untuk melanjutkan pengabdiannya secara nasional dan internasional pada tahun 1981 namanya dirubah menjadi Yayasan Jantung Indonesia. Perkembangan Ilmu Kedokteran bidang Kardiologi di FKUI/ RSCM, siapapun tidak ada yang bisa menentang takdir dan keberadaannya. Para senior (pejuang) secara defakto telah mendidik, meneliti dan mengadakan pelayanan kepada masyarakat serta telah menghasilkan kardiolog-kardiolog baru. Penguatan dengan SK baik di tingkat Fakultas, Rumah Sakit maupun di tingkat Menteri terus berjalan walaupun banyak pro-kontranya. Namun Tuhan berkehendak lain, setelah rapat Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang dihadiri oleh Rektor Universitas Indonesia tanggal 13 Juli 1976, pada tanggal 19 Juli 1976 Dekan FKUI Prof.dr. H. Djamaloeddin mengeluarkan SK no: 1353/II/A/FK/’76. tentang perubahan status Pusat Kardiologi FKUI/RSCM menjadi Bagian Kardiologi FKUI/RSCM yang dipimpin oleh seorang Kepala Bagian. Perubahan Status Pusat Kardiologi FKUI/ RSCM menjadi Bagian Kardiologi FKUI/ RSCM dikuatkan dengan Surat Keputusan Rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono no: 064/SK/R/UI/’76 tanggal 10 Nopember 1976 Dengan Keputusan Rektor tersebut, maka tanggal 10 Nopember 1976 ditetapkan sebagai hari kelahiran BAGIAN KARDIOLOGI. Selanjutnya pada tanggal 9 Pebruari 1977, Dekan FKUI dan Direktur RSCM mengeluarkan SK no: 188/II/A/FK/1977 dan no: 588/SK/TU/1977, menunjuk dr. Sukaman sebagai Pejabat Sementara Bagian Kardiologi FKUI/RSCM. Kemudian menyusul SK bersama Dekan FKUI dan Direktur RSCM tanggal 16 Juni 1977 no: 945/ II/A/FK/1977 dan no: 1878/SK/TU/1977 tentang pengangkatan dr. Sukaman sebagai Kepala Bagian Kardiologi FKUI/RSCM. Pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no: 134/Men.Kes/SK/ IV/78 Tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum, Unit Penyakit Jantung dan Sub Spesialisasinya menjadi Unit Pelaksana Fungsional di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo sebagai RS Kelas A yang ditandatangani Menkes dr. Suwardjono Surjaningrat. Sebagai Kepala Bagian Kardiologi FKUI/ RSCM yang pertama dr. Sukaman S, membentuk susunan Koordinator, yaitu: Koordinator Pendidikan dr.Asikin Hanafiah, Koordinator Penelitian dr. Tagor Gumanti Muda Siregar, Koordinator Pelayanan dr. Achmad Loethfi Oesman dan Kordinator Administrasi Keuangan dr. Lily I. Rilantono. Walaupun Bagian Kardiologi FKUI/ RSCM telah terbentuk, namun pihak-pihak yang tidak ingin adanya Bagian Kardiologi FKUI/RSCM berkembang, makin gencarnya untuk mempersempit ruang gerak pengembangan Bagian Kardiologi FKUI/ RSCM. Bahkan dr. Sukaman setelah mengadakan pertemuan dengan 18 orang Ahli Penyakit jantung di Bagian Kardiologi FKUI/ RSCM pada suratnya tanggal 8 Nopember 1978 no: 0476/BK/SK.D/78 memprotes Direktur RSCM (saat itu Prof.Dr.Rukmono) karena tidak mengikut sertakan Bagian Kardiologi FKUI/RSCM dalam mewujudkan pelaksanaan SK Menteri no.134/Men.Kes/ SK/V/78. Disusul dengan Pengembalian dr. Burman ke Depkes pada surat Direktur no: 011/RHS/TU/1978 tanggal 28 Desember 1978 karena protes-protesnya yang bersangkutan dalam pengembangan Cardiac Emergency. Dalam rangka koordinasi pelayanan kardiologi di lingkungan RSCM yang sesuai dengan SK 134 Tahun 1978 diatas, di- Profil Rhabdomioma, Tumor Jantung Janin yang Jarang (Bagian ke-2) Keberadaan rhabdomioma jantung (khususnya yang multipel) merupakan tanda sugestif kuat adanya TS.16 Retardasi mental, epilepsi, serta angiofibroma wajah menjadi tanda-tanda triad klasik kelainan ini dan rhabdomioma jantung multipel sering mengawali manifestasi neurokutan tersebut. Walaupun begitu, hasil pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir seringkali tak menunjukkan hasil bermakna. Hanya kadangkadang saja tanda-tanda seperti makula hipopigmentasi “mountain ash” dan tumor astrositik retina muncul. Ada beberapa tanda kelainan TS yang muncul kemudian hari yaitu: nodul subkutan, fibroma subungual, nevi epidermal yang linier, angiomiolipoma ginjal, serta pigmentasi café-au-lait. Kejang juga bisa muncul karena adanya tuber kortikal atau subependimal di otak. Modalitas diagnostik utama untuk rhabdomioma jantung janin adalah ekokardiografi prenatal serta Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pada ekokardiografi akan tampak gambaran bulat, berbatas tegas, hiperekoik, homogen. Kadang-kadang ditemukan lesi multipel di ventrikel dan dinding septum.7 Lesi multipel yang kecil bisa tampak seperti miokardium yang menebal. Apabila hasil ekokardiografi ternyata inkonklusif atau sedang direncanakan manajemen bedah secara agresif, MRI dapat digunakan. Pada pencitraan T1-weight- ed, intensitas sinyal pada lesi akan sama dengan pada miokardium. Sedangkan pada pencitraan T2-weighted, intensitas sinyal akan meningkat. MRI juga digunakan untuk mengevaluasi keberadaan TS di otak, ginjal, serta hati. Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk mendeteksi lesi tumor. Kriteria standar diagnostik didapat dari pemeriksaan biopsi endomiokardium dan pemeriksaan histologis. Gambaran makroskopis tumor adalah bundar atau berlobul dan berbatas tegas. Tumor ini mempunyai kisaran dimensi 1 mm—10 cm. Ia bisa tunggal atau multipel dimana tumor yang besar berpotensi mengobstruksi aliran darah intrakardiak. Kalsifikasi dan perdarahan jarang ditemui tetapi, pada sekitar 50% dari kasus, tumor meluas ke intrakavitas. batas tegas, tidak berkapsul, bersitoplasma jernih, dan berbeda dengan miokardium yang mengelilinginya. Lokasi nukleusnukleusnya ada di tengah atau eksentrik. Terdapat tanda patognomonis tumor ini yaitu sel-sel laba-laba (spider cells). Sel ini adalah suatu sel dengan septum-septum eosinofilik yang membentang dari membran sel menuju ke nukleus yang terletak di sentral. Sel ini merepresentasikan suatu sel otot jantung yang berdegenerasi dan dapat berkelompok membentuk grup-grup kecil atau menjadi satu grup besar (membentuk nodul yang lebih besar). Septum-septum dari sel laba-laba punya afinitas khusus terhadap ubiquitin. Jalur metabolisme ubiquitin akan menyebabkan degradasi miofilamen dan vakuolisasi glikogen intrasitoplasmik. Sel-sel laba-laba ini lalu akan mengalami apoptosis, degenerasi miksoid, dan regresi. Sel tumor tidak memiliki aktivitas mitotik dan kurang mampu untuk menyebar sehingga tidak ada staging system untuknya. Jarang terjadi fibrosis dan kalsifikasi. Di bawah mikroskop elektron akan tampak gambaran sitoplasma yang terisi dengan glikogen yang terikat pada membran, mitokondria kecil, sarkomer-sarkomer yang terfragmentasi, dan tubulus-tubulus T yang tidak terbentuk dengan baik. Taut-taut seluler yang menyerupai disRhabdomioma jantung yang tampak sebagai kus-diskus interkalatus mengelilingi tepian sel. nodul putih pada miokardium. Sel-sel rhabdomioma berasal dari otot dan ini ditunjukkan oleh adanya ekspresi yang kuat dari marker-marker otot seran lintang seperti aktin, mioglobin, vimentin, dan desmin. Marker-marker lain seperti ubiquitin, hamartin, dan tuberin juga ditemukan. Namun, tidak ada marker-marker proliferasi seperti MIB-1. Hal ini berkaitan dengan sifat tumor ini yang cenderung jiRhabdomioma di endokardium berupa nodul nak dan tidak bermetastasis. Secara mikroskopis, tumor Kelainan genetik dapat berhubungan Gambaran rhabdomioma jantung dari ekokardiografi: berbentuk nodul-nodul bundengan kelainan ini. (BERSAMBUNG) dar atau poligonal yang berAndy Kristyagita terdapat lesi bundar, berbatas tegas, dan homogen. keluarkan SK. Menkes nomor 41/Men. Kes/SK/II Tahun 1978 untuk pembentukan Instalasi Perawatan jantung di lingkungan RSCM. Selanjutnya untuk mendukung SK 134 tersebut, dikeluarkannya Instruksi Dirjen Pelayanan Kesehatan no: 797/Yan.Kes/PPL/1982 tanggal 9 Juni 1982 tentang pembentukan Unit penyakit Jantung dan Paru di Rumah Sakit Umum kelas A dan kelas B. Dan direspon oleh Dekan FKUI dalam suratnya ke Rektor UI dan CMS tanggal 9 Nopember 1982 no: 2569/XIV.B/FK/1982 yang memberitahukan bahwa secara kenyataan (de facto) di FKUI ada Unit kerja Bagian Pulmonologi, bagian Kardiologi dan mengajukan untuk dimasukan dalam Jurusan Ilmu Kedokteran Medik (Laboratorium Pulmonologi dan Laboratorium Kardiologi) dan Ilmu Kedokteran Bedah (Laboratorium Ilmu bedah Syaraf). Terlihat juga upaya Dekan FKUI Prof. R. Gandasoebrata dan Direktur RSCM Prof. Dr. Rukmono dalam Instruksi bersamanya no: 01/Tahun 1978, tanggal 13 Oktober 1978 yang mencoba untuk mengintegrasikan semua pelayanan kesehatan kardiologi oleh Bagian Kardiologi FKUI/ RSCM dan Sub-Bagian Kardiologi Penyakit dalam. Rupanya hikmah dari perseteruan/ ketidaknyamanan untuk mengembangkan Kardiologi di FKUI/RSCM....... (BERSAMBUNG) (Suksesnya.................... hal.3) dua ruangan untuk ASMIHA. Di hari pertama terdapat 13 symposium mulai dari pukul 09:00 – 17:05. Symposium pertama dimulai dengan Plenary Session yang diketuai oleh Prof. Sim Kui Hian, MD sebagai Presiden Asian Pacific Society of Cardiology (APSC) dan Dr. Anwar Santoso sebagai Ketua Panitia dari the 7th APCHF & 23rd ASMIHA dan President Elect dari Indonesian Heart Association (IHA). Topik pembuka pertama, “Heart Failure in the 21 Century: Where Do We Stand?” dibawakan oleh Prof. Alan Maisel dari USA, disusul dengan “Device Therapy for Heart Failure: From Cardiac Resynchronization Therapy to Cardiac Contractiliy Modulator “ yang dibawakan oleh Prof. Cheuk Man Yu dari Hong Kong selaku perwakilan dari Asian Pacific Heart Rhytm Society (APHRS). Topik lainnya yang menarik banyak peserta dan menuai pujian antara lain “New Era for the Management of Acute Heart Failure” yang membahas tentang AQUARETICS, golongan obat baru yang merupakan diuretik yang aman bagi pasien hiponatremia. Prestasi 7th APCHF dan 23rd ASMIHA tidak berhenti sampai di situ saja, acara lain seperti 10 Best Abstracts Presentation, Young Investigator Awards, free papers dan poster presentations juga berlangsung meriah dan diikuti sejumlah kalangan tidak hanya dari Indonesia tetapi juga dari berbagai penjuru dunia seperti Jepang, Korea, Rusia, Uzbekistan, Australia, Filipina, Thailand, Malaysia dan lain-lain. Jumlah abstrak ilmiah yang diterima setelah diseleksi cukup fenomenal mencapai angka 208 dan semuanya diterbitkan online sebagai supplemen di European Journal of Heart Failure (EJHF). Keseluruhan abstrak dari 7th APCHF dan 23rd ASMIHA dapat diakses online via website: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ ejhf.2014.16.issue-s1/issuetoc. Pujian datang dari berbagai pihak baik dari para peserta, pembicara maupun sponsor, selain penyelenggaraan acara ini yang berlangsung lancar, berkualitasnya bobot konten ilmiah yang disajikan, kota maupun venue simposium dengan pemandangan pantai yang indah dan nyaman juga memiliki daya tarik tersendiri. Salam sejawat! Sampai jumpa di ASMIHA tahun depan! Stephanie Salim 6 204/Thn.XX/April 2014 Pentingnya Mencapai Gol Terapi LDL-C dengan Terapi Statin pada Pasien SKA (Laporan dari 23rd ASMIHA 19 April 2014, Bali) SETIAP kenaikan 1% kadar kolesterol total akan meningkatkan 2% risiko PJK sebaliknya ketika dilakukan intervensi faktor risiko molekul, setiap 1% penurunan kadar kolesterol total akan menurunkan risiko PJK sebesar 2%. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa penurunan LDL-C dengan terapi statin memperbaiki angka morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien dengan dan tanpa penyakit kardiovaskular (primary and secondary prevention). Dalam kedua studi-studi pencegahan primer dan sekunder penurunan lebih besar pada LDL-C menghasilkan pengurangan besar dalam kejadian kardiovaskular. Pada sebuah lunch symposium 23rd ASMIHA yang lalu, Prof. DR. Dr. Teguh Santoso, Sp.PD-KKV, Sp.JP menyatakan bahwa “the lower you have the LDL cholesterol level, the better you will have the results in term of risk reduction in CHD or CV events”. Guideline terbaru dalam tatalaksana dislipidemia yaitu ACC/AHA 2013 fokus pada penggunaan terapi moderate atau high intensity statin pada empat grup utama pasien yang berisiko terhadap ASCVD (Atherosclerotic Cardiovascular Diseases). Ada beberapa perbedaan antara guideline ACC/AHA 2013 dengan ESC/EAS 2011, yang pertama yaitu ruang lingkup terapi. Seperti yang diketahui bahwa guideline ACC/AHA 2013 hanya mencakup bukti-bukti dari RCTs (randomized controlled trials), sedangkan guideline ESC/EAS 2011 mempertimbangkan semua bukti-bukti yang tersedia tidak hanya trials serta semua parameter lipid penting yang dapat memberikan pedoman praktis untuk kondisi-kondisi pada kisaran yang lebih luas termasuk pencegahan ASCVD dan dislipidemia. Kedua mengenai what to treat. Guideline ESC/EAS 2011 memberikan pengertian yang jelas tentang peran kadar LDL-C pada penilaian risiko kardiovaskular dan menentukan keberhasilan terapi dan kepatuhan pasien. Guideline ini juga menyediakan lebih banyak informasi mengenai peran fraksi lipid yang lain, hal tersebut tidak ditemukan pada guideline ACC/AHA 2013 yang hanya fokus pada grup utama yang berisiko terhadap ASCVD dan tidak mempertimbangkan data fraksi lipid yang muncul selain LDL-C. Ketiga mengenai siapa yang diterapi dan pencapaian target terapi, pada guideline ESC/EAS 2011 mengklasifikasikan pasien menjadi pasien dengan risiko sangat tinggi, risiko tinggi, dan risiko sedang. Dimana sebagai contoh pada pasien risiko sangat tinggi adalah mereka yang mempunyai CHD, CHD risk equivalent (DM tipe I dan II, CKD), dan mereka yang mempunyai risiko kardiovaskular menurut SCORE 10% atau lebih. Target terapi kadar LDL-C untuk pasien ini adalah kurang dari 70 mg/dL atau penurunan > 50%. Ini berbeda dengan guideline ACC/AHA 2013 yang hanya mengklasifikasikan pasien menjadi empat grup utama yang mungkin mendapatkan manfaat dari terapi statin, 1) Pasien yang secara klinis menderita ASCVD 2) Pasien dengan kadar LDL-C > 190 mg/dL 3) Penderita diabetes berumur 40-75 tahun, dengan kadar LDL-C 70-189 mg/dL 4) Pasien dengan estimasi risiko ASCVD 10-tahun mendatang >7.5% berumur 40-75 tahun, dengan kadar LDL-C 70-189 mg/dL (Estimasi menggunakan Pooled Cohort Risk Assessment Equations). Hal ini membuat grup pasien lain yang berisiko ASCVD diluar empat grup tersebut tidak dijelaskan pada guideline ini. Target terapi yang digunakan berbeda, menggunakan istilah low-high intensity therapy untuk grup tertentu seperti yang sudah dijelaskan dengan target menurunkan kadar LDLC sesuai persentase penurunannya. High intensity therapy penurunan LDL-C > 50%, moderate intensity therapy penurunan LDL-C 30% to 50%, dan low intensity therapy penurunan LDL-C < 30%. Keempat, perbandingan sistem penilaian risiko yang digunakan oleh kedua guideline tersebut. Dari hasil kalkulasi, terlihat bahwa sistem penilaian risiko yang digunakan oleh guideline ACC/ AHA 2013 menghasilkan 65% lebih banyak pasien yang menjadi memenuhi syarat untuk diberikan terapi statin. Hasil terapi dislipidemia di negara-negara Asia berdasarkan survei multisenter The CEntralized Pan-Asian survEy on tHE Undertreatment of hypercholeSterolaemia (CEPHEUS PAN-Asian) untuk terapi hiperkolesterolemia pada populasi Asia yang diikuti oleh 8 negara termasuk Indonesia yang diwakili oleh Dr. M. Munawar, SpJP(K), PhD adalah masih besar proporsi pasien hiperkolesterolemia di Asia yang tidak pada kadar LDLC yang direkomendasikan NCEP ATP III meskipun dalam terapi penurun lipid. Pencapaian terbaik adalah di Hongkong dengan 82,9% pasien yang mencapai target, sedangkan negara-negara lain termasuk Indonesia menunjukkan angka pencapaian target yang rendah berkisar 31,3-52,7%. Baik guideline Amerika maupun Eropa merekomendasikan terapi dislipidemia untuk mengelola risiko penyakit kardiovaskular yang utama adalah pasien dengan risiko sangat tinggi seperti pasien yang memiliki sindrom koroner akut (SKA) yang membutuhkan penurunan LDL-C lebih dari 50%. Berbagai golongan statin memiliki kemampuan pasien ACS yang masuk rumah sakit < 48 jam setelah onset gejala ACS dan pasien-pasien ACS yang direncanakan akan menjalani PCI (percutaneus coronary intervention) dalam waktu 4 hari, pasien dengan peningkatan kadar enzim miokard. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok rosuvastatin 20mg vs atorvastatin 80 mg dalam hal penurunan rasio apoB/apoA-1 pada bulan ke-3. Namun demikian persentase perubahan penurunan rasio apoB /apoA-1 paKepatuhan pasien dalam meminum obat tampaknya menjadi kendala da bulan ke-1 sebesar 44% pada utama di Indonesia. kelompok rosuvastatin 20 mg dibandingkan dengan keadaan awal sementara menurunkan kadar LDL-C yang berbeda-beda, pada kelompok atorvastatin 80 mg hanya 42% dengan mengetahui kemampuan menurunkan dibandingkan keadaan awal. Dalam hal ini Rosukadar LDL-C dari berbagai golongan statin, maka vastatin 20 mg memilki efek penuruan rasio seorang dokter dapat apoB/apoA-1 lebih baik secara bermakna dibanmemilih golongan stadingkan dengan atorvastatin 80 mg (p =0.02) tin yang tepat untuk pada bulan ke-1. Ini artinya rosuvastatin memenurunkan kadar miliki early effect dalam menurunkan rasio Apo LDL-C dari seorang B/Apo A secara bermakna. pasien dengan mengStudi statin pada pasien SKA yang lain yaitu hubungkan persenstudi LUNAR, penelitian ini bersifat prospektif, tase penurunan kadar multisenter, acak, open label, 3-arm, parallel-group, LDL-C yang ingin difase IIIb dan melibatkan 825 pasien yang diacak capai dengan persenpada 169 centres (166 di US, 2 di Costa Rica, 1 di tase penurunan kadar Panama) dengan kriteria inklusi terapi Pasien usia LDL-C yang dapat di18-75 tahun dengan coronary artery disease (CAD) capai oleh golongan dan dirawat karena SKA dalam 48 jam sejak statin tertentu (makin gejala iskemik, pasien SKA NSTEMI dan STEMI besar dosis statin, yang mendapatkan terapi reperfusi optimal (pemaka penurunan kangobatan dengan obat trombolitik dan primary PCI dar LDL juga semadalam 12 jam sejak onset gejala), pasien SKA UA/ kin besar). Terapi staNSTEMI yang direncanakan penanganan secara tin secara intensif dan konservatif, pasien dengan kadar LDL-C >70 mg/ dini pada pasien SKA dL dan kadar trigliserida puasa <500 mg/dL telah terbukti dapat dalam 72 jam sejak onset gejala. Obyektif primer mengurangi kejadian studi ini yaitu efikasi rosuvastatin 20 mg dan kematian dan kardiorosuvastatin 40 mg dibandingkan dengan atorvaskular. vastatin 80 mg dalam menurunkan kadar LDL-C Beberapa studi (pengukuran secara langsung) pada pengukuran mengenai statin pada minggu ke 6 dan 12. Hasil studi LUNAR menunpasien dengan SKA yaitu studi CENTAURUS, jukkan bahwa rosuvastatin 20 mg sama efeksebuah studi yang bersifat internasional, acak tifnya dengan atorvastatin 80 mg dalam menutersamar ganda, paralel, multisenter, phase IIIb runkan LDL-C dan parameter lipid penting laindengan obyektif primer membandingkan efikasi nya, seperti apoAI, LDL-C/ HDL-C, non HDL-C/HDLC, kolesterol total/HDL-C dan apoB/apoAI yang konsisten dengan data sebelumnya pada pasien tanpa SKA dan dengan penelitian SATURN pada pasien dengan stable coronary disease. Penelitian LUNAR juga menunjukkan bahwa rosuvastatin 40 mg lebih efektif dalam menurunkan LDLC, meningkatkan HDL-C dan memperbaiki parameter lipid darah lainnya dibandingkan atorvastatin 80 mg pada pasien rosuvastatin 20 mg dengan atorvastatin 80 mg SKA. dalam menurunkan rasio apoB/apoA-1 selama Statin memberikan manfaat dan menguntung3 bulan pada pasien dengan SKA. Studi ini melikan pasien SKA dengan dislipidemia, dalam batkan 101 centres di Belgia, Kanada, Estonia, Pemenurunkan LDL-C rosuvastatin 20 mg sama rancis, Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Portuefektifnya dengan atorvastatin 80 mg dan rosugal, Spanyol dan Tunisia. Sebanyak 753 pasien vastatin 40 mg lebih efektif dibandingkan atordievaluasi dalam penelitian dengan kriteria inklusi vastatin 80 mg. Rosuvastatin ditoleransi dengan yang utama yaitu pasien pria dan wanita berusia baik oleh pasien SKA dengan dislipidemia.* > 18 dengan diagnosis ACS tanpa elevasi ST,