BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa. Anak juga merupakan titipan bagi masing-masing orangtua. Semua orangtua pasti menginginkan anak yang dibesarkan dan dirawatnya selalu sehat. Akan tetapi tidak selalu apa yang diharapkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Tidak ada satupun orangtua yang menginginkan anaknya sakit, terlebih sakit yang masuk ada kategori penyakit kronis. Salah satunya yaitu kanker. Kanker menjadi momok bagi siapapun yang mengalami maupun untuk keluarga si pasien. Berdasarkan data GLOBOCAN International Agency for Research on Cancer (IARC), diketahui bahwa tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia (http://www. depkes. go. id/ resources/download/pusdatin/buletin/buletinkanker.pdf/). Selain itu menurut data Kementrian Kesehatan, prevalensi penyakit kanker untuk penduduk semua umur di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebesar 1,4% atau sekitar 347.792 jiwa. Provinsi D.I. Yogyakarta menduduki tingkat tertinggi untuk prevalensi penyakit kanker, yaitu sebesar 4,1%. Urutan berikutnya menunjukkan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang memilki estimasi penderita kanker terbanyak (http://www .depkes .go. id/ resources /download /pusdatin/buletin/buletin-kanker.pdf/). Data WHO menyebutkan setiap tahunnya penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang, dari data tersebut 4% diantaranya adalah anak-anak. Setiap tahunnya diperkirakan ada 4.100 kasus baru di Indonesia untuk kasus kanker pada anak (http://ypkai.or.id/kanker-pada-anak/). Kasus terbanyak untuk kanker pada anak adalah kanker darah sebanyak 25-30% (http://ypkai.or.id/kanker-pada-anak/). 1 2 Kanker adalah suatu kondisi sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker bisa terjadi dari berbagai jaringan dalam berbagai organ, seperti sel kulit, sel hati, sel darah, sel otak, sel lambung, sel usus, sel paru, sel saluran kencing, dan berbagai sel tubuh lainnya (Ogden, 2004). Definisi lain kanker adalah kehadiran sel baru yang tumbuh dan menyebar tanpa kendali. Terdapat beberapa jenis kanker, yang banyak terjadi pada anak yaitu kanker darah (leukemia). Definisi leukemia adalah kanker darah, yakni sel-sel darah putih dapat diproduksi dalam jumlah berlebihan dan (http://kamuskesehatan.com/arti/leukemia/). tidak dapat Leukemia bekerja dengan baik merupakan penyakit akibat poliferasi (bertambah banyak atau multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistematik dan biasanya berakhir fatal (Nursalam, 2005). Definisi lain menyebutkan leukemia adalah poliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah (Suriadi, 2006). Leukemia merupakan poliferasi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat sistematik dan biasanya berakhir fatal (Ngastiyah, 2005). Ada beberapa macam leukemia, yakni leukemia Mielositik Akut (LMA) namun leukemia jenis ini jarang menyerang anak-anak. Kedua adalah Leukemia Limfositik Akut (LLA) leukemia ini adalah yang paling sering menyerang anak-anak. Ketiga adalah Leukemia Limfositik Kronis (LLA) dan yang terakhir adalah Leukemia Mielositik Kronis (LMK). Sampai saat ini penyebab pasti dari leukemia belum diketahui. Akan tetapi banyak penyebab-penyebab lain yang dapat mengakibatkan leukemia. Penyebab-penyebab tersebut antara lain, faktor genetik, pola makan yang buruk, gaya hidup, dll. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa, penyebab kanker pada anak bisa diakibatkan interaksi berbagai faktor, gabungan faktor genetik atau pengaruh lingkungan. 3 Gejala yang ditimbulkan oleh leukemia bermacam-macam terkadang penderita tidak menyadari gejala tersebut, sehingga saat diketahui mengidap leukemia stadiumnya sudah di atas stadium satu. Berikut ini adalah beberapa gejala yang muncul; pertama penderita akan mengalami anemia sehingga penderita akan mudah lelah dan pucat karena kekurangan sel darah merah. Kedua, penderita akan mudah terserang infeksi karena sel darah putih yang merupakan pelindung daya tahan tubuh manusia terbentuk dalam keadaan abnormal sehingga sel darah putih tidak berfungsi secara semestinya. Ketiga, penderita akan mengalami nyeri tulang, persendian, dan nyeri perut (Rizkiana, 2012). Anak-anak ketika mengalami gejala-gejala tersebut tentu tidak mudah. Tidak hanya anak yang merasakan kesakitan dari efek gejala-gejala tersebut, tetapi orangtua pun juga sama menderitanya melihat dan mendampingi anaknya dalam keadaan sakit. Jangankan leukemia hanya sakit demam saja orangtua akan merasa sedih dan ikut merasakan kesakitan anaknya, apalagi leukemia dengan gejala dan rasa sakit yang luar biasa orangtua akan lebih sedih. Selain itu pengobatan yang baik untuk anak penyandang kanker yaitu dengan pengobatan medis. Mereka harus ditempatkan di ruang steril yang dengan demikian pasien harus menjalani hospitalisasi. Keadaan seperti itu menjadikan anak jauh dari teman-temannya. Bukan hanya penderita yang akan jauh dari lingkungannya tetapi orangtua juga akan jauh dari lingkungannya karena harus mendampingi anaknya. Belum lagi orangtua harus berfikir untuk pengobatan dan dana yang tidak sedikit untuk melakukan pengobatan leukemia. Hal ini dapat memunculkan stres pada orangtua. Orangtua ketika mendapati diagnosis dokter bahwa anaknya mengidap leukemia akan timbul reaksi-reaksi baik dari anak maupun dirinya sendiri. Anak yang sudah paham kalau dirinya sakit mungkin akan sedih, menolak mengapa harus dirinya yang sakit. Anak yang belum paham kalau dirinya sakit mungkin akan bingung melihat reaksi orangtuanya. Reaksi orangtua mungkin berbeda dengan reaksi anak, karena orangtua akan memikirkan 4 apa yang harus dilakukan dan efek jangka panjang apa yang akan terjadi. Berbagai macam reaksi yang muncul dari orangtua akan ada perasaan sedih, kecewa, marah, dan mungkin menolak. Belum lagi ketika orangtua harus menjelaskan apa yang dialami anaknya, memberi pengertian, menghibur, dan menyemangati anaknya. Hal itu menjadi tugas yang berat untuk orangtua. Banyak kisah-kisah yang dialami orangtua saat anaknya divonis kanker, mulai dari kenyataan yang harus diterima ketika anaknya divonis kanker sampai perjuangan dan ketahanan mereka dalam menghadapi keadaan yang sulit. Seorang ayah berinisial A, dengan putra yang berusia 12 tahun yang divonis 2 jenis leukemia sekaligus. Beliau seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi pada putranya dan bertanya-tanya mengapa harus putranya. Berbulan-bulan menghabiskan waktu di rumahsakit dan mengeluarkan banyak biaya untuk kesembuhan putranya. Sempat mengalami keputusasaan akan kesembuhan putranya, dukungan dari keluarga, motivasi, serta keyakinannya akan kesembuhan putranya yang membuat bapak A memiliki harapan. Beliau menganggap akan ada rencana yang indah untuk keluarga mereka lewat putranya (http://duniabaca.com/kisah-sedihmengharukan-perjuangan-anak-penderita-leukemia.html/). Cerita lain berasal dari orangtua K, K divonis kanker retinoblastoma saat usia 8 bulan. Dengan kondisi demikian K harus menjalankan hospitalisasi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini membuat orangtuanya stres terlebih sang ayah karena biaya yang dibutuhkan K tidak sedikit jumlahnya sedangkan sang ayah hanya bekerja sebagai pembantu di usaha laundry. Orangtua K merasa mereka harus kuat dan terus berharap akan kesembuhan putrinya. Dukungan dari keluarga dan sesama orangtua yang anaknya menyandang kanker membuat mereka tidak putus asa (http:// www2. jawapos. com/ baca/artikel/16740/retinoblastoma-membuatkalila-hanya-bisa-ngintip-george/). 5 Ketika individu memiliki semangat dan kemampuan untuk menghadapi kondisi yang menekan maka individu tersebut akan dapat bertahan. Kemampuan untuk bertahan itulah yang disebut resiliensi, yaitu kemampuan untuk bangkit kembali walaupun harus melalui risiko-risiko yang besar (Benard dalam Pratiwi, 2012). Menurut Reivich & Shatte (2002) resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat yang terjadi dalam kehidupannya. Bertahan yang dimaksudkan adalah bertahan dari segala macam keadaan yang tertekan bahkan kesengsaraan yang dialami dalam kehidupannya. Tidak semua individu memiliki resiliensi yang baik. Ketika seseorang memiliki resiliensi yang cukup baik, maka individu tersebut akan memandang segala sesuatu dari sisi positifnya. Resiliensi sendiri memungkinkan individu untuk fokus pada persoalan yang dihadapinya dan tidak terlalu memikirkan perasaan dan pikiran-pikiran yang negatif. Individu yang memiliki resiliensi yang baik memiliki cara pandang yang positif, selain itu memiliki harapan terhadap masa depannya, dan juga optimis. Selain itu salah satu faktor yang mendukung resiliensi adalah dukungan sosial yang berkaitan dengan tingkat stres. Menurut Aitken dan Morgan (dalam Pratiwi, 2012) individu yang memiliki dukungan sosial yang tinggi memiliki tingkat stres yang rendah. Menjadi individu yang resilien tidaklah mudah karena ada sejumlah beban yang harus dihadapi. Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana resiliensi yang terjadi pada orangtua yang anaknya didiagnosis leukemia. Peneliti juga ingin memahami perjalanan hidup orangtua dalam menghadapi perkembangan dan pengobatan anak dengan leukemia sampai orangtua memiliki kemampuan resiliensi B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah, bagaimana dinamika resiliensi orangtua yang anaknya menyandang leukemia ? 6 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dinamika resiliensi orangtua yang anaknya menyandang leukemia. D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis diharap dapat menjadi manfaat bagi perkembangan ilmu psikologi klinis tentang resiliensi khususnya tentang resiliensi orangtua yang memiliki anak penyandang leukemia. Manfaat secara praktis penelitian ini menjadi pengetahuan dan wawasan untuk orangtua dan keluarga dalam bersikap dan menghadapi anggota keluarga yang menyandang leukemia. E. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian tentang resiliensi yang penulis ketahui diantaranya, Gouzman, dkk (2015) meneliti tentang resiliensi dan penyesuaian psikososial pada pasien penyandang kanker usus di Israel; Herbert, dkk (2012) meneliti tentang resiliensi dan faktor yang berperan dalam resiliensi pada keturunan dari orangtua penyandang schizophrenia; Dale, dkk (2014) meneliti tentang resiliensi pada wanita dengan HIV yang berfokus pada dampak pada diri dan sosioekonominya. Beberapa penelitian tentang resiliensi di UGM yang penulis temui diantaranya, Sundari (2012) yang meneliti tentang dinamika psikologis resiliensi pada keluarga yang memiliki anak autis; Ruswahyuningsih (2013) meneliti tentang resiliensi pada remaja jawa. Penelitian yang dilakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian terdahulu. Persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu fokus penelitian yang diambil adalah resiliensi. Perbedaan penelitian terletak pada subjek yang diambil peneliti yakni orangtua yang memiliki anak penyandang leukemia.