BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi DM American Diabetes Association mendefinisikan DM sebagai suatu kelompok penyakit metabolisme dengan karakteristik hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya (ADA 2014). Menurut Canadian Diabetes Association DM adalah gangguan metabolisme dengan karakteristik hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Canadian Diabetes Association 2013). Definisi DM oleh European Society of Cardiology (ESC) dan European Association for the Study of Diabetes (EASD), yakni gangguan metabolisme akibat berbagai penyebab yang ditandai dengan hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat defeksi sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (ESC dan EASD 2007). International Diabetes Federation mendefinisikan DM sebagai suatu penyakit kronis yang terjadi akibat tubuh tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup atau tidak dapat menggunakannya secara efektif (IDF 2013). 2.2 Epidemiologi International Diabetes Federation mengatakan bahwa prevalensi penderita DM di dunia pada tahun 2013 adalah 8,3% berkisar 382 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 592 juta jiwa pada tahun 2035 atau 1 orang penderita DM diantara 10 orang dewasa atau sama dengan 3 kasus baru setiap 10 9 detik atau 10 juta penderita per tahun, dijumpai pada negara berkembang. 10 negara prevalensi tertinggi penderita DM usia 20-79 tahun adalah Tokelau (37,5%), federasi Micronesia (35%), kepulauan Marshall (34,9%),Kiribati (28,8%), kepulauan Cook (25,7%), Vanuatu (24%), Saudi Arabia (23,9%), Nauru (23,3%), Kuwait (23,1%) dan Qatar (22,9%), sedangkan jumlah penderita DM usia 20-79 terbanyak adalah Cina (98,4%), India (65,1%), Amerika Serikat (24,4%), Brazil (11,9%), Federasi Rusia (10,9%), Meksiko (8,7%), Indonesia (8,5%), Jerman (7,6%), Mesir (7,5%), Jepang(7,2%)(IDF 2013). Perkiraan statistik Wild, et al., 2004, penderita DM di Indonesia pada tahun 2030 sebanyak 21,3 juta, terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2000 yakni sebanyak 8,4 juta orang. Laporan tersebut menempatkan Indonesia di posisi keempat teratas setelah India, Cina dan Amerika Serikat sebagai negara penderita DM terbanyak (Diabetes Care, 2004). Data dari DEPKES RI melalui Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Riskesdas DEPKES RI, 2013), menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi DM berdasarkan wawancara dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013) (DEPKES RI, 2013). 10 2.3 Klasifikasi DM Klasifikasi DM dibagi menjadi 4 yakni : a. DM Tipe 1 atau disebut juga dengan insulin-dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi kerusakan sel β pankreas, biasanya mengakibatkan defisiensi insulin absolut. b. DMTipe 2 atau disebut juga dengan non insulin-dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), terjadi defeksi sekresi insulin yang progresif akibat resistensi insulin. c. DMTipe lain, misalnya akibat defeksi genetik pada sel β pankreas, defeksi genetik kerja insulin, penyakit esokrin pankreas (fibrosis kistik) dan induksi obat atau kimia (obat-obatan HIV/AIDS atau setelah tranplantasi organ). d. DM gestasional yakni DM yang terdiagnosis selama kehamilan (IDF 2013, ESC dan EASD 2007, ADA 2014, PERKENI 2011, Holt 2004). 2.4 Etiologi a. DMTipe 1 DM Tipe 1 ditandai dengan kekurangan insulin karena lesi destruktif sel β pankreas, biasanya terjadi pada anak-anak atau usia muda, namun dapat terjadi pada semua usia (ESC dan EASD, 2007; IDF, 2013). Apabila ditemukan antibodi terhadap sel β pankreas, seperti antibodiglutamic acid decarboxylase (GAD), akan cenderung mengalami diabetes tergantung insulin baik pada anak-anak denganonset akut ataupun dengan progresif yang lambat pada orang dewasa (ESC dan EASD, 2007; ADA 2014). DMTipe 1 atau juvenilleonset DMdisebabkan oleh 11 reaksi autoimun dan idiopatik. Reaksi autoimun ini menyerang sel β pankreas sehingga pankreas mengalami gangguan produksi insulin, akibatnya terjadi defisiensi insulin sehingga terjadi ketoasidosis. Defisiensi insulin ditandai dengan tidak terdeteksi atau rendahnya kadar CPeptide plasma (ESC dan EASD, 2007; IDF, 2013; ADA, 2014). Pertanda kerusakan sel β pankreas akibat autoimun adalah autoantibodi sel islet, autoantibodi insulin, autoantibodi GAD (GAD65), tyrosine phosphatase IA-2 dan IA-2β. Autoantibodi ini dapat ditemukan pada 85-90% penderita. Selain itu, DMTipe 1 terkait kuat terhadap Human Leucocyte Antigen (HLA) yakni DQA dan DQB yang dipengaruhi oleh gen DRB. Alel HLA-DR/DQ dapat berupa predisposisi ataupun protektif terhadap DM. Kerusakan sel β pankreas akibat autoimun dihubungkan dengan genetik dan lingkungan, Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA, tetapi sistim HLA bukan merupakan faktor utama pada patogenesis DM Tipe-1 melainkan sebagai susceptibility gene atau faktor kerentanan.Oleh karena itu faktor pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin, faktor nutrisi, usia kehamilan dan berat badan lahir rendah) untuk menimbulkan gejala klinis DM Tipe-1 pada seseorang yang rentan. Penderita juga rentan terhadap penyakit autoimun lainnya seperti penyakit Graves, Tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, vitiligo, celiac, hepatitis autoimun, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa (ADA, 2014; Holt 2004; IDAI, 2009).Selain disebabkan autoimun, ada juga yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), pasien mengalami insulinopenia permanen serta rentan terhadap ketoasidosis namun tidak ditemukan adanya bukti peran autoimunitas 12 dan keterkaitan terhadap HLA, hanya sedikit penderita DM Tipe 1 yang idiopatik, sebagian besar diderita oleh orang Afrika dan keturunan Asia. Penderita DMTipe 1 mutlak mendapatkan terapi pengganti insulin (ADA, 2014). b. DM Tipe 2 DMTipe 2 disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan faktor lingkunan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang olahraga, stress dan penuaan. (Kaku 2010). DM Tipe 2 merupakan tipeDM yang terbanyak, berkisar 90-95 % dari penderita DM, DM tipe ini disebut juga non-insulin dependent Diabetes Mellitus sehingga tidak selalu memerlukan pengganti insulin, atau DM onset dewasa, terjadi resistensi insulin yang bersifat relatif. Kebanyakan tipe ini berhubungan dengan obesitas, karena obesitas berhubungan dengan derajat resistensi insulin, meskipun beberapa penderita tidak mengalami obesitas namun mungkin terjadi peningkatan persentase lemak tubuh di daerah perut. Risiko resistensi insulin selain berhubungan dengan peningkatan berat badan juga dikaitkan dengan faktor usia dan kurangnya aktivitas fisik. Hal ini lebih sering terjadi pada wanita yang sebelumnya mengalami GDM dan pada individu dengan hipertensi atau dislipidemia. Risiko ketoasidosis jarang, bila dijumpaipun disebabkan oleh stres akibat infeksi (ADA, 2014; IDF, 2013).Penderita tipe ini sering tidak terdiagnosis selama bertahun- tahun karena hiperglikemia yang berkembang secara bertahap dan pada tahap awal sering tidak parah, namun memiliki risiko terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (ADA, 2014). 13 c. DM Tipe Lain Beberapa tipeDM yang terkait dengan defeksi monogenetik fungsi sel β ditandai dengan timbulnya hiperglikemia pada usia dini (umumnya sebelum usia 25 tahun), ini disebut denganMODY dan ditandai oleh sekresi insulin minimal dengan atau tanpadefeksi kerja insulin. Selain defeksi genetik sel β pankreas DM tipe lain juga dapat disebabkan oleh defeksi genetik kerja insulin, penyakit esokrin, endokrinopati, obat atau bahan kimia yang menginduksi DM, dan infeksi (ADA, 2014). d. DM Gestasional DM gestasional terjadi saat kehamilan, kehamilan menyebabkan perubahan besar metabolisme. Selama kehamilan normal bisa sajaterjadi penurunan sensitivitas insulin. Pada penderita DM gestasional terjadi penurunan 50-70% sensitivitas insulin dibandingkan dengan kontrol (Lindsay, 2009). Etiologi dan klasifikasi DM dapat dilihat padaTabel 2.1. 14 Tabel 2.1 Etiologi dan klasifikasi DM. a. DMTipe 1 (destruksi sel β, biasanya disebabkan defisiensi insulin absolut i. Autoimun ii. Idiopatik b. DMTipe 2 (bervariasi, mulai dari resistensi insulin yang dominan dengan defisiensi insulin relatif sampai defeksi sekresi yang disertai resistensi dominan c. DM Tipe lain i. Defeksi genetik fungsi sel β a) MODY 3 (kromosom 12, HNF - 1α) b) MODY 1 (kromosom 20, HNF - 4α) c) MODY 2 (kromosom 7, glukokinase) d) Bentuk lain yang sangat jarang dari MODY (seperti MODY 4 : kromosom 13, Insulin promoter factor – 1; MODY 6 : kromosom 2, Neuro D1; MODY 7: kromosom 9, Karboksil ester lipase) e) DM neonatus transien (paling sering ZAC/HYAM Defeksi pada 6q24) f) DM neonatus permanen (paling sering KCNJ11 gene encoding Kir6.2 kanal KATP subunit sel β g) DNA mitokondria ii. Defeksi genetik kerja insulin a) Resistensi insulin tipe A b) Leprechaunism c) Sindrom Rabson-Mendenhall d) DM lipoatrophic iii. Penyakit esokrin pankreas a) Pankreatitis b) Trauma/pankreatomi c) Neoplasia d) Fibrosis kistik e) Hemokromatosis f) fibrocalculous pancreatopathy iv. Endokrinopati a) Akromegali b) Sindrom Cushing c) Glucagonoma d) Feokromositoma e) Hipertiroid f) Somatostatinoma g) Aldosteronoma v. Induksi obat atau bahan kimia a) Vacor b) Pentamidine c) Asam nicotinik d) Glukokortikoid e) Hormon tiroid 15 Tabel 2.1 (Lanjutan) f) Diazoxide g) Agonis β adrenergik h) Tiazid i) γ- interferon vi. Infeksi a) Rubella kongenital b) Citomegalovirus vii. Sebab imun yang jarang a) Sindrom Stiff-man b) Antibodi reseptor anti-insulin viii. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM a) Sindrom down b) Sindrom klinifelter c) Sindrom turner d) Sindrom wolfram e) Ataksia friedreich f) Korea hungtington g) Sindrom laurence-moon-bie h) Myotonic distrophy i) Porphyria j) Prader-Willi Sindrom d. DM gestasional Sumber : American Diabetes Association (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 37 Suppl 1: S85 2.5 Patofisiologi DMTipe 2 Pada DM Tipe 2 ada dua mekanisme patofisologi utama yakni : disfungsi sel β pankreas dan resistensi insulin (Holt, 2004; Kaku, 2010; Ozougwu, 2013). Disfungsi sel β pankreas akan mengganggu sekresi insulin sehingga penurunan glukosa darah terganggu (Holt, 2004; Kaku, 2010).Meskipun mekanisme yang mendasari disfungsi sel β pankreas belum sepenuhnya diketahui namun diduga disebabkan oleh multifaktorial seperti faktor genetik, faktor lingkungan (malnutrisi dan obesitas) dan gangguan metabolik (resistensi insulin dan lipotoksisitas) (Holt, 2004; D’adamo, 2014). 16 Resistensi insulin adalah suatu kondisi ketika insulin tidak dapat bekerja secara efektif. Resistensi insulin berperanan penting dalam patofisiologi DM. Glukolipotoksisitas dan mediator inflamasi juga akan menyebabkan gangguan sekresi dan sensitivitas insulin (Holt, 2004; Kaku, 2010). 2.6 Streptozotocin Streptozotocinmemilikinamakimia2-Deoxy-2-[[(methylnitrosoamino)carbonyl]amino]-D-glucopyranose,diperoleh dariStreptomycesachromogenesdansecara strukturalmerupakan turunan nitrosourea (Akbarzadeh, et al., 2007; Nugroho, 2006; Srinivasan dan Ramarao, 2007). Struktur kimia STZ dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1: Struktur kimia STZ.Sumber :Nugroho, Agung endro. (2006). Animal Models Of DM : Pathology And Mechanism Of Some Diabetogenics. Biodiversitas. 7(4): 378-382. STZ memiliki efek antineoplasma, antibiotik dan diabetogenik (Raza dan Annie John, 2012; Akbarzadeh, et al., 2007; Srinivasan dan Ramarao, 2007). Penggunaannya sebagai diabetogenik pertama kali dilakukan oleh Rakieten pada pada anjing dan tikus pada tahun 1963. STZ membangkitkan RB yang berperan merusak sel β pankreas. Mekanisme STZ diperantarai terutama oleh pembentukan 17 •NO dan pembangkitan oksingen reaktif. Pembentukan oksigen reaktif anion superoksida dan peningkatan aktivitas xantin oksidase diakibatkan oleh STZ pada mitokondria. STZ menghambat siklus krebs dan menurunkan konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis nukleotida sel β pankreas. Peningkatan defosforilasi ATP akan memacu peningkatan substrat untuk enzim xantin oksidase (sel β pankreas mempunyai aktivitas tinggi terhadap enzim ini), dan selanjutnya akan meningkatkan produksi asam urat. Xantin oksidase akan mengkatalisis reaksi pembentukan anion superoksida aktif. Dari proses pembentukan anion superoksida, terbentuk hidrogen peroksida dan radikal superoksida. •NO dan oksigen reaktif tersebut adalah penyebab utama kerusakan sel β pankreas (Srinivasan dan Ramarao, 2007). 2.7 Stres Oksidatif Stres oksidatif didefinisikan sebagai suatu keadaan akibat ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan dalam tubuh (Sheikhpour, 2013; Setiawan dan Eko, 2005; Moussa, 2008; Shradha, 2010). RB adalah atom pada orbital luarnya tidak memiliki elektron berpasangan (unpaired electron). Elektron yang tidak berpasangan sangat aktif menarik elektron dari molekul yang berdekatan dengannya seperti lipid, protein dan karbohidrat serta dapat menyebabkan kerusakan seluler. RB juga bisa diproduksi oleh banyak sel sebagai mekanisme perlindungan. Beberapa keuntungan RB diantaranya pembentukan ATP dari Adenosin difosfat (ADP) dalam mitokondria (Fosforilasi oksidatif), 18 detoksifikasi xenobiotik oleh sitokrom P-450 (oksidasi enzim), apoptosis sel yang rusak, penghancuran mikroorganisme dan sel-sel kanker oleh limfosit dan makrofag, oksigenase (misalnya COX: Cyclo-oksigenase, LOX: lipoxygenase) untuk menghasilkan prostaglandin dan leukotrien, yang berfungsi regulasi,sedangkan hati menggunakan RB untuk detoksifikasi. Namun, kehadiran RB dalam tubuh memiliki peran penting dalam banyak proses perkembangan penyakit seperti penyakit jantung, gagal jantung kongestif, hipertensi, penyakit serebrovaskular, dan komplikasi DM (Sheikhpour, 2013; Andrea, 2004; Scheibmeira, 2005; Devasagayam, 2004). Sumber RB dapat berasal dari eksogen dan endogen. Sumber eksogen berasal dari obat-obatan (antineoplasma seperti bleomycin, adriamycin dan methotrexat, phenyl butazone), radiasi (Radioterapi menyebabkan kerusakan jaringan akibat free radical), dan asap rokok sedangkan sumber endogen berasal dari Auto-oksidasi katekolamin, hemoglobin, dan mioglobin. Oksidasi enzimatik dapat menghasilkan RB seperti xanthine oxidase, cyclo-oxygenase, lipooksigenase, asam amino oksidase, Cyp-245 NADPH oksidase (makrofag), myeloperoksidase (neutrofil), Cyp-450 mono oxygenase (detoksifikasi); kehilangan elektronpada rantai respirasi membentuk superoksida (Chithra, 2010). Jenis RB yang dapat merusak lipid, protein dan karbohidrat adalah Superoksida radikal (•O2-), hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (•OH) and nitrik oksida (•NO) yang disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS). Superoksida (•O2-) berasal dari rantai pernafasan dan oksidase enzim. Hydrogen peroxide berasal dari konversi superoxide dismutase (SOD), H2O2 dapat bereaksi 19 dengan komponen glukosa dan metabolit lainya sehingga membentuk hidroksil radikal (OH.). L-arginin dapat menghasilkan •NO oleh oksidasi eNOS pada sel endotel pembuluh darah. •NO mengatur saluran ion guanilate siklase dan menyesuaikan tonus pembuluh darah. Reaksi •NO dengan oksigen menghasilkan nitrogen dioksida (NO2) (Chithra, 2010; Johansen, et al., 2005). RB pada DM muncul karena hiperglikemia, akibat proses otooksidasi glukosa, metilglioksal dan glikasi protein nonenzimatik, jalur poliol sorbitol (aldose reduktase), aktivasi metabolisme heksosamin, aktivasi protein c kinase dan fosforilasi oksidatif (Setiawan dan Eko, 2005; Robertson, 2004; Sheikhpour, 2013; Shradha, 2010; Atalay 2002). a. Otooksidasi glukosa Metabolisme glukosa melalui glikolisis anaerob akan menghasilkan Gliseraldehid 3-fosfat.Proses otooksidasigliseraldehid akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) and α ketoaldehide. (H2O2) dapat membentuk hidroksil radikal yang sangat beracun. Radikal hidroksil merupakanROSyang dapat menyebabkan mutagenik DNA. Gliseraldehid dapat menghambat sekresi insulin (Robertson, 2004; Setiawan dan Eko, 2005). b. Glikasi protein Hasil lintasan ini adalah berupaadvance glycosylation end products(AGEPs). AGEPs merupakan salah satu produk penanda telah terjadi modifikasi protein akibat reaksi gula pereduksi terhadap asam amino.Modifikasi ini terjadi karena gugus karbonil aldehid (glioksal, metilglioksal, dan 3deoksiglukoson) (Robertson, 2004; Setiawan dan Eko, 2005; Sheikhpour, 2013). 20 Aldehid dapat berikatan dengan senyawa kovalen dan memodifikasi protein melalui jalur enzimatik dan nonenzimatik. Reaksi pengikatan antara aldehid dan protein disebut reaksi glikasi.AGEPs memegang peranan penting dalam patogenesis komplikasi sekunder DM seperti penyakit mikrovaskuler di retina, saraf, ginjal dan sel islet pankreas (Robertson, 2004; Setiawan dan Eko, 2005). c. Aktivasi jalur poliol sorbitol (aldose reduktase) Hiperglikemia akan mengaktivasi jalur poliol sehinggamenghasilkan sorbitol akibat perubahan glukosa menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase. Jalur ini juga bertanggungjawab terhadap komplikasi DM. Induksi stres oksidatif dapat terjadi melalui berbagai mekanisme yang berbeda, termasuk deplesi NADPH dan akibat gangguan metabolisme glutatione dan nitrat oksida (Robertson, 2004; Sheikhpour, 2013; Setiawan dan Eko, 2005) d. Aktivasi metabolisme heksosamin Jalur ini terbukti berhubungan dengan peningkatan transkripsi TGF-α, TGF-β1, dan PAI-1 yang berdampak terhadap resistensi insulin. Glukosamin infus yang diberikan pada tikus berhubungan dengan gangguan pengenalan glukosa oleh sel β dan sensitivitas terhadap insulin. Selain itu glukosamin meningkatkan kadar hidrogen peroksida (Robertson, 2004). e. Aktivasi protein c kinase Aktivasi protein c kinase berhubungan dengan peningkatan TGF-β1, vascular endothelial growth factor (VEGF), endothelin-1, NADPH oxidase, NFKB, dan ROS. Aktivasi jlaur ini akan menyebabkan komplikasi mirovaskuler pada penderita DM (Robertson, 2004). 21 f. Fosforilasi oksidatif Rantai pernafasan mitokondria adalah sumber non-enzimatik ROS. Hiperglikemia akan meningkatkan gradien proton di mitokondria sebagai akibat overproduksi donor elektron pada siklus asam trikarboksilat,yangakhirnyameningkatkanproduksisuperoksida mitokondria(Robertson, 2004; Sheikhpour, 2013). Mekanisme hiperglikemia menghasilkan ROS dapat dilihat pada Gambar 2.2 Gambar 2.2: Mekanisme biokimia metabolisme glukosa menyebabkan ROS. Sumber : Robertson (2004). The Journal of Biological Chemistry. 279:42351-42354 22 2.8 Biomarker Stress Oksidatif a. Lipid peroksidase DMmengakibatkangangguanprofillipid, terutamapeningkatan kerentanan terhadaplipid peroksida, yang dapat meningkatan kejadian komplikasi utamaDM yakniarteriosklerosis. Hidrogen peroksidamemiliki efek toksikpada selbaik secara langsung maupunmelaluidegradasiradikal hidroksilyang sangat beracun. Hidrogen peroksida bereaksi denganlogam transisiseperti besiatau tembagamembentukaldehidastabilsepertimalondialdehidyang akanmerusakmembran sel (Shradha, 2010; Sheikhpour, 2013). b. Glutation peroksidase and Glutatione Reduktase Glutatione (GSH), merupakan sistein yang mengandung peptida, konsentrasinya glutatione tergantung reduktaseakan Glutationereduktase. merusakkemampuan Penurunan seluntuk aktivitas mengatasiROS (Sheikhpour, 2013; Monfared, et al., 2009). Selenoproteinsadalah proteinyang mengandungselenium. Salah satu kelasselenoproteinadalahGPx. Fungsi GPx adalah menurunkan hidroperoksidasi lipid dan menurunkan hidrogen peroksida bebas untuk diubah menjadi air. Enzimini memiliki beberapaisoformmanusia,sepertiisoformumumyangditemukandisitosolhampir semua jaringan mamalia yakni cytosolic-(cGPx atau GPx1) (Sheikhpour, 2013; Gallo, 2009; Jurkovic, 2008).Gastrointestinal-(GI-GPx atau GPx2)ditemukan dalamsaluran gastrointestinaldan hati, plasma-(pGPx atau GPx3) berada diplasmadan susu,phospholipid hydroperoxide-(PHGPx4 atau GPx4) berada 23 ditestis, dapat mengurangi hidroperoksidafosfolipid,jugamemilikiperan penting dalamspermatogenesis, GPx5 dan GPx6 (Sheikhpour, 2013; Wibowo, 2013; Jurkovic, 2008). Glutatione sangat melimpah di sitosol, nukleus, dan mitokondria. glutatione merupakan antioksidan utama yang larut dalam kompartemen sel (Jurkovic, 2008). Pada hewan coba yang diinduksi DM secara kimia kadar gluthation akan turun di hati, ginjal, pankreas, plasma, eritrosit, saraf dan lensa prakatarak. Antioksidan koenzyme Q10, quercetin, piperine, isoeugenol, dehydroepiandrosterone (DHEA), melatonin, dan taurine dapat mempertahankan kadar glutationedari efek DM(Shradha, 2010). c. Katalase Katalase terdapat dalam peroksisom, bertindak mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen namun tidak dapat mengkatalisis lipid peroksida (Shradha, 2010; Harmon, et al., 2009). Aktivitas katalase secara konsisten meningkat pada jantung dan aorta, eritrosit, serta otak tikus DM. Aktivitas katalase akibat DM akan normal jika sebelum atau pada saat pemberian diabetogen diberikan kaptopril, aminoguanidin, melatonin yang terdapat dalam hati, asam asetilsalisilat, DHEA, probucol, asam lipoat, dan stobadine. Sebaliknya, jika pengobatan DMselama 4 minggu atau lebih dengan melatonin, quercetin, koenzymeQ10, piperine, isoeugenol, gemfibrozil, atau kombinasi vitamin C, vitamin E, dan carotene tidak menormalkan aktivitas katalase akibat DM. Efek DM pada aktivitas katalase jantung justru akan diperburuk dengan pengobatan quercetin atau koenzim Q10 (Shradha, 2010). 24 d. Superoksida Dismutase (SOD) SOD mengubah radikal anion superoksida endogen menjadi hidrogen peroksida, sehingga mengurangi kemungkinan anion superoksida yang berinteraksi dengan oksida nitrat untuk membentuk peroksinitrit reaktif. Pengaruh DM pada aktivitas SOD tidak jelas. Aktivitas katalase pada ginjal, dalam tingkat normal setelah pemberian STZ pada minggu ke 3 dan 6, lebih rendah dari normal pada minggu ke 6 pascaSTZ, namun meningkat setelah mengalami DM pada minggu 6 atau 12. Dalam hati, aktivitas SOD tertekan pada minggu ketiga atau keempat, tetapi normal atau meningkat pada minggu ke 8 setelah pemberian STZ (Shradha, 2010). e. Vitamin E Vitamin E, melindungi membran dari peroksidasi lipid. Kekurangan vitamin E akan meningkatkan peroksida dan aldehida dalam jaringan (Shradha, 2010) f. Nitrit Peningkatan stres oksidatif dan aktivasi faktor transkripsi NF-κB dikaitkan dengan komplikasi DM. NF-κB meningkatkan produksi oksida nitrat, yang merupakan mediator kerusakan islet sel-β. Nitrat oksida dapat bereaksi dengan anion radikal superoksida untuk membentuk peroksil(Shradha, 2010). 25 radikal reaktif nitrit 2.9 Glutation peroksidase Struktur GPx1, GPx3, dan GI-GPx2 adalah kuarternair sedangkan GPx4 adalah monomer dengan ukuran molekul lebih kecil dari subunit peroksidase glutatione lainnya. Karena ukurannya kecil dan permukaannya hidrofobik, maka GPx4 memiliki kemampuan untuk bereaksi dengan kompleks lipid membran (Jurkovic, 2008). Glutatione merupakan substrat glutatione peroksidase, dan substrat enzim detoksifikasi lainnya terhadap stres oksidatif, seperti transferase glutatione. GPx dengan katalase bersaing untuk menggunakan H2O2 sebagai substrat. Siklus redoks glutatione merupakan sumber utama perlindungan terhadap stres oksidatif ringan, sedangkan katalase untuk perlindungan terhadap stres oksidatif yang berat.Namun, dalam sel-sel hewan dan terutama dalam eritrosit manusia, enzim antioksidan utama untuk detoksifikasi H2O2 adalah GPx, sedangkan katalase memiliki afinitas yang jauh lebih rendah untuk H2O2 dibandingkan GPx (Jurkovic, 2008). Selenium (Se) merupakan active site GPx, merupakan mikronutrien yang penting berfungsi sebagai antimutagenik,dan telah terbukti mengurangi kejadian kanker usus besar, dan mencegah transformasi keganasan dari sel-sel normal. Efek protektif Se terutama terkait dengan aktivitas glutatione peroksidase. GPx1 sangat responsif terhadap fluktuasi kadar selenium dibandingkan dengan selenoproteins lain (Jurkovic, 2008). 26 Glutatione peroksidase mengurangi RBhidrogen peroksida dan alkil hidroperoksida. Subtrat khusus Glutatione peroksidase adalah hidro-peroksida namun berbeda untuk berbagi isoform. Glutatione peroksidase (cGPxs atau GPx1) sitosol dan mitokondria hanya mengurangi hidroperoksida yang larut, seperti H2O2, dan beberapa hidroperoksida organik, seperti asam lemak hidroperoksil, cumena hidroperoksida atau t-butil hidroperoksida. GPx1 dan fosfolipid hidroperoksida glutatione peroksidase GPx4 (atau PHGPx) ditemukan di sebagian besar jaringan. GPx4 terletak di sitosol dan fraksi membran. Selain itu, juga bisa langsung mengurangi lemak yang lebih kompleks seperti hidroperoksida fosfatidilkolin, asam lemak hidroperoksida dan kolesterol hidroperoksida. GPx3 bekerja di kompartemen ekstraseluler dan diekskresikan dari berbagai jaringan melalui cairan tubuh. GPx3 mengurangi hidroperoksida fosfolipid dan berkontribusi terhadap status antioksidan ekstraseluler pada manusia. GPx1 mencegah kerusakan sitotoksik peroksida yang diinduksi oksidatif, peroksidasi lipid dan degradasi protein, sedangkan GPx4 diperlukan untuk embriogenesis dan kesuburan pria. Fungsi GPx3 yang jelas masih belum diketahui dan GPx2 mungkin merupakan enzim antiinflamasi dan antikarsinogenik (Jurkovic, 2008). 2.10 Sechium edule(Jacq.) Swartz. Labu Siam termasuk famili Cucurbitaceae (Firdous, 2012). Gambar buah Labu Siam dapat dilihat pada Gambar 2.3. 27 Gambar 2.3 Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) LSmerupakan tumbuhan daerah subtropis memiliki nama yang berbedabeda di setiap negara, seperti Amerika Selatan menyebutnya chayote, Rusia (cajot), di beberapa negara Asia, diberikan nama lokal, seperti vilaiti, Vanga (India), leong-siam (Indonesia), labooh selyem (Malaysia), labooh tjena (Jawa), su-suu (Kamboja dan Vietnam), savëëx, Nooy th'ai (Laos), dan ma-kheua-kreua dan aeng-Kariang (Thailand). Nama ilmiah yang tepat untuk Labu Siam adalah Sechium edule (Sechium edule Jacq. Swartz.), para ahli sepakat nama alternatif untuk Sechium edule Jacq. Swartz. adalah chayote (Maity, et al., 2013; Saade, 1996). Taksonomi : Divisi : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Classis : Dicotyledoneae Sub-Classis : Sympetalae 28 Ordo : Cucurbitales Familia : Cucurbitaceae Genus : Sechium Species : Sechium edule(Jacq.) Swartz. (Bakti Husada, 2001) Labu Siam dapat ditanam di dataran rendah dan tinggi tanpa metode yang rumit, dapat hidup sampai 2 tahun, buahnya terasa dingin dan enak (Daryono, 2012; Juliyanto, 2010). Zat kimia yang terkandung dalam 100 gram buah Labu Siam adalah sebanyak 26-31 kkal, kandungan air 89-93,4%, gula larut air 3,3%, pati 0,2%, protein 0,9%-1,1%, lemak 0,1-0,3%, karbohidrat 3,5-7,7%, serat 0,4-1%, abu 0,40,6%, kalsium 12-19%, fosfor 4-30 mg, ferum 0,2-0,6 mg, vitamin A 5 mg, tiamin 0,03 mg, riboflavin 0,04 mg, niacin 0,4-0,5 mg dan asam ascorbat 11-20 mg. Buah, bijidanterutama, kayabeberapaasam aminopenting sepertiasam aspartat, asam glutamat, alanin, arginine, cistein, fenilalanin, glisin, histidin, isoleusin, leusin, metionin(hanyadalam buah), prolin, serin, tirosin, treonindanvalin (Saade, 2009). Analisis skrining fitokimia ekstrak etanol dan analisis kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak buah LS yang dilakukan oleh Marliana, et al., 2005, mengandung alkaloid, saponin, kardenolin/ bufadienol dan flavonoid. Penelitian kandungan flavanoid pada akar, batang, daun dan buah yang dilakukan oleh Siciliano, et al., mengandung delapanflavonoid, termasuk tigaC-glycosyl dan limaflavonO-glycosyl (Siciliano, et al., 2004), sedangkan menurut penelitian 29 Melo, et al., 2006,buah LSmengandung flavonoid jenis flavonol dan proantosianin. 2.11 Insulin Sel β Langerhans pankreas memproduksi insulin, merupakan hormon peptide. Insulin berfungsi sebagai pengatur kadar normal glukosa darah, memperantarai uptake glukosa seluler, regulasi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, serta mendorong pemisahan dan pertumbuhan sel melalui efek motigenik insulin (Wilcox, 2005). Struktur dipeptida insulin terdiri dari rantai A dan B yang diperantarai jembatan sulfida yang menghubungkan struktur helix terminal N-C rantai A dengan struktur sentral helix rantai B. Insulin mengandung 51 asam amino, dengan berat molekul 5802. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino (Wilcox, 2005). Insulin dikode oleh lengan pendek kromosom 117 dan disintesis oleh sel β dari islet pankreas langerhans sebagai proinsulin. Proinsulin disintesis di ribosomretikulum endoplasma kasar mRNA sebagai pre-proinsulin. Pre-proinsulin dibentuk melalui sintesa signal peptide. Pelepasan signal peptida akan membentuk proinsulin di Retikulum Endoplasma. Vesikel sekretori akan mengirim proinsulin dari reticulum endoplasma ke badan golgi. Di badan golgi, proinsulin akan diberikan tambahan zink dan kalsium sehingga terbentuk heksamer proinsulin yang tidak larut air. Enzim di luar badan golgi akan mengubah proinsulin menjadi insulin dan C-peptide (Wilcox, 2005). 30 Sekresi insulin dapat dipengaruhi oleh perubahan pada transkripsi gen, translasi, modifikasi post-translasi di badan Golgi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pelepasan insulin oleh granula sekretorik. Modifikasi jangka panjang dapat terjadi akibat perubahan pada jumlah sel β dan diferensiasinya. Glukosa mempengaruhi biosintesis dan sekresi insulin dengan beberapa cara. Asam amino, asam lemak, asetilkolin, pituitary adenylate cyclase-activating polypeptide (PACAP), glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP), glucagon-likepeptide-1 (GLP-1) dan agonis yang lain juga berpengaruh pada proses biosintesis dan pelepasan insulin (Wilcox, 2005). Peningkatan kadar glukosa adalah fase pertama menginduksiglucosemediated insulin secretion yakni pelepasan insulin yang baru saja disintesisyang disimpan dalam granula sekretorik sel β. Masuknya glukosa ke dalam sel β dideteksi oleh glukokinase, sehingga glukosa tersebut difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat (G6P). Proses ini membutuhkan ATP. Penutupan kanal K+-ATP mengakibatkan depolarisasi membran plasma dan aktivasi kanal kalsium yang tergantung voltase sehingga meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan kadar kalsium inilah yang menyebabkan sekresi insulin. Mediator lain yang berperan dalam pelepasan insulin adalah aktivasi fosfolipase dan protein kinase C (sebagai contoh oleh asetilkolin) serta rangsangan aktivitas adenilsiklase dan protein kinase-A sel β. Mekanisme induksi sekresi insulin juga melibatkan aktivitas hormon, seperti vasoactive intestinal peptide (VIP), PACAP, GLP-1, dan GIP. Factor-faktor ini memegang peranan penting dalam fase kedua 31 sekresi insulin, yakni pelepasan insulin baik yang baru saja disintesis maupun yang disimpan dalam granula sekretorik (Wilcox, 2005). Sintesis dan sekresi insulin diatur oleh nutrien dan non-nutrien sekretagouge. Sekretagouge nutrien seperti glukosa memicu sekresi insulin dari sel β dengan meningkatkan ATP intraseluler dan penutupan K +-ATP kanal. Produksi c-AMP dan mediator energi sel lain juga ditambah, yang akhirnya akan meningkatkan pelepasan insulin. Glukosa tidak memerlukan insulin untuk masuk ke dalam sel β (juga fruktosa, manosa atau galaktosa). non-nutrien Sekretagouge mungkin bekerja melalui rangsangan saraf seperti jalur kolinergik dan adrenergik, atau melalui hormon peptida dan asam amino kationik (Wilcox, 2005). 2.12 Flavonoid Flavonoid termasuk senyawa fenolik, merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman hijau kecuali alga, dapat dijumpai pada sereal, sayuran dan buah-buahan. Flavonoid yang sering ditemukan adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan Oglikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol Oglikosidasedangkan flavonoid utama adalahflavans,flavanon,flavon, flavonol, flavanol, flavanonols, cetechins, antosianidindanisoflavon (Brahmachari, 2011; Rohyami, 2008; Redha, 2010). Flavonoid merupakan senyawa antidiabetes dengan cara menghalangi serapan glukosa di usus, memperbaiki toleransi glukosa, menganggu metabolisme 32 karbohidrat melalui penghambatan enzim α amilase dan enzim α glukosidase, menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan perifer. Selain itu flavonoid juga merangsangproduksi insulin (insulin secretagogues) dan bertindak menyerupai insulin merangsang sintesis glikogen (insulin mimetics) (Brahmachari, 2011; Piparo, 2008; Getha, et al.,). Flavonoid dapat memperbaiki kerusakan jaringan pankreas akibat alkilasi DNA oleh STZ sehingga sekresi insulin meningkat dan kadar glukosa darah turun (Suryani, et al., 2013). Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan alami adalah dengan cara meredamatau menetralkan RB seperti ROS dan RNS melalui penghambatan enzim yang menghasilkan radikal anion superoksida seperti xantin oksidase dan protein kinase. Flavonoid juga meredamsiklo-oksigenase,lipoksigenase, mikrosomalmonooksigenase, glutathion S-transferase, suksin oksidase mitondria, dan NADH oksidase yang seluruhnya terlibat dalam pembentukan ROS sehingga dapat memperbaiki jaringan yang rusak (Widowati, et al., 2005). 2.13 Histopatologi Pankreas Stres oksidatif yang ditimbulkan oleh streptozotocin merupakan penyebab utama kerusakan dari sel β pankreas (Srinivasan dan Ramarao, 2007). Perubahan histopatologi pankreas dapat berupa berkurangnya jumlah dan diameter sel β pankreas (Suarsana, et al., 2010; Erwin, et al., 2012; Ridwan, et al., 2012). Penurunan jumlah sel β pankreas pada hewan hiperglikemia mulai terlihat pada hari ke-7 dan terus menurun sampai hari ke-28. Peningkatan jumlah sel β pankreas disebabkan oleh mekanisme penyembuhan sendiri oleh tubuh melalui 33 perbaikan sel-sel β dan pembelahan sel yang baru (mitosis) yang terjadi secara bertahap (Erwin, et al., 2012). Penurunan jumlah sel β pankreas berakibat pada diameter sel β pankreas, diameter sel β pankreas normal 100-400 μm (Ridwan, et al., 2012). Diameter sel β pankreas yang normal dan DM ditunjukan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4: Diameter sel β pankreas yang normal dan DM. Tanda panah menunjukkan pusat dari pulau Langerhans. Sumber : Ridwan, Ahmad, Raden Tanita Astrian, dan Anggraini Barlian. (2012). Pengukuran Efek Antidiabetes Polifenol (Polyphenon 60) Berdasarkan Kadar Glukosa Darah dan Histologi PankreasMencit (Mus musculus L.) S.W. Jantan yang Dikondisikan DM. Jurnal Matematika & Sains. 17(2) 34