Chapter II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi DM
American Diabetes Association mendefinisikan DM sebagai suatu
kelompok penyakit metabolisme dengan karakteristik hiperglikemia akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya (ADA 2014). Menurut
Canadian Diabetes Association DM adalah gangguan metabolisme dengan
karakteristik hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya (Canadian Diabetes Association 2013). Definisi DM oleh European
Society of Cardiology (ESC) dan European Association for the Study of Diabetes
(EASD), yakni gangguan metabolisme akibat berbagai penyebab yang ditandai
dengan hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein akibat defeksi sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (ESC dan
EASD 2007). International Diabetes Federation mendefinisikan DM sebagai
suatu penyakit kronis yang terjadi akibat tubuh tidak dapat menghasilkan insulin
yang cukup atau tidak dapat menggunakannya secara efektif (IDF 2013).
2.2 Epidemiologi
International Diabetes Federation mengatakan bahwa prevalensi penderita
DM di dunia pada tahun 2013 adalah 8,3% berkisar 382 juta jiwa dan
diperkirakan meningkat menjadi 592 juta jiwa pada tahun 2035 atau 1 orang
penderita DM diantara 10 orang dewasa atau sama dengan 3 kasus baru setiap 10
9
detik atau 10 juta penderita per tahun, dijumpai pada negara berkembang. 10
negara prevalensi tertinggi penderita DM usia 20-79 tahun adalah Tokelau
(37,5%), federasi Micronesia (35%), kepulauan Marshall (34,9%),Kiribati
(28,8%), kepulauan Cook (25,7%), Vanuatu (24%), Saudi Arabia (23,9%), Nauru
(23,3%), Kuwait (23,1%) dan Qatar (22,9%), sedangkan jumlah penderita DM
usia 20-79 terbanyak adalah Cina (98,4%), India (65,1%), Amerika Serikat
(24,4%), Brazil (11,9%), Federasi Rusia (10,9%), Meksiko (8,7%), Indonesia
(8,5%), Jerman (7,6%), Mesir (7,5%), Jepang(7,2%)(IDF 2013).
Perkiraan statistik Wild, et al., 2004, penderita DM di Indonesia pada
tahun 2030 sebanyak 21,3 juta, terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan
tahun 2000 yakni sebanyak 8,4 juta orang. Laporan tersebut menempatkan
Indonesia di posisi keempat teratas setelah India, Cina dan Amerika Serikat
sebagai negara penderita DM terbanyak (Diabetes Care, 2004). Data dari
DEPKES RI melalui Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Riskesdas DEPKES RI, 2013), menunjukkan terjadi peningkatan
prevalensi DM berdasarkan wawancara dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen
(2013) (DEPKES RI, 2013).
10
2.3 Klasifikasi DM
Klasifikasi DM dibagi menjadi 4 yakni :
a. DM Tipe 1 atau disebut juga dengan insulin-dependent Diabetes Mellitus
(IDDM), terjadi kerusakan sel β pankreas, biasanya mengakibatkan
defisiensi insulin absolut.
b. DMTipe 2 atau disebut juga dengan non insulin-dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM), terjadi defeksi sekresi insulin yang progresif akibat
resistensi insulin.
c. DMTipe lain, misalnya akibat defeksi genetik pada sel β pankreas, defeksi
genetik kerja insulin, penyakit esokrin pankreas (fibrosis kistik) dan induksi
obat atau kimia (obat-obatan HIV/AIDS atau setelah tranplantasi organ).
d. DM gestasional yakni DM yang terdiagnosis selama kehamilan (IDF 2013,
ESC dan EASD 2007, ADA 2014, PERKENI 2011, Holt 2004).
2.4 Etiologi
a. DMTipe 1
DM Tipe 1 ditandai dengan kekurangan insulin karena lesi destruktif sel β
pankreas, biasanya terjadi pada anak-anak atau usia muda, namun dapat terjadi
pada semua usia (ESC dan EASD, 2007; IDF, 2013). Apabila ditemukan antibodi
terhadap sel β pankreas, seperti antibodiglutamic acid decarboxylase (GAD), akan
cenderung mengalami diabetes tergantung insulin baik pada anak-anak
denganonset akut ataupun dengan progresif yang lambat pada orang dewasa (ESC
dan EASD, 2007; ADA 2014). DMTipe 1 atau juvenilleonset DMdisebabkan oleh
11
reaksi autoimun dan idiopatik. Reaksi autoimun ini menyerang sel β pankreas
sehingga pankreas mengalami gangguan produksi insulin, akibatnya terjadi
defisiensi insulin sehingga terjadi ketoasidosis.
Defisiensi insulin ditandai dengan tidak terdeteksi atau rendahnya kadar CPeptide plasma (ESC dan EASD, 2007; IDF, 2013; ADA, 2014). Pertanda
kerusakan sel β pankreas akibat autoimun adalah autoantibodi sel islet,
autoantibodi insulin, autoantibodi GAD (GAD65), tyrosine phosphatase IA-2 dan
IA-2β. Autoantibodi ini dapat ditemukan pada 85-90% penderita. Selain itu,
DMTipe 1 terkait kuat terhadap Human Leucocyte Antigen (HLA) yakni DQA
dan DQB yang dipengaruhi oleh gen DRB. Alel HLA-DR/DQ dapat berupa
predisposisi ataupun protektif terhadap DM.
Kerusakan sel β pankreas akibat autoimun dihubungkan dengan genetik
dan lingkungan, Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA, tetapi sistim HLA
bukan merupakan faktor utama pada patogenesis DM Tipe-1 melainkan sebagai
susceptibility gene atau faktor kerentanan.Oleh karena itu faktor pemicu yang
berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin, faktor nutrisi, usia kehamilan dan
berat badan lahir rendah) untuk menimbulkan gejala klinis DM Tipe-1 pada
seseorang yang rentan. Penderita juga rentan terhadap penyakit autoimun lainnya
seperti penyakit Graves, Tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, vitiligo, celiac,
hepatitis autoimun, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa (ADA, 2014; Holt
2004; IDAI, 2009).Selain disebabkan autoimun, ada juga yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik), pasien mengalami insulinopenia permanen serta rentan
terhadap ketoasidosis namun tidak ditemukan adanya bukti peran autoimunitas
12
dan keterkaitan terhadap HLA, hanya sedikit penderita DM Tipe 1 yang idiopatik,
sebagian besar diderita oleh orang Afrika dan keturunan Asia. Penderita DMTipe
1 mutlak mendapatkan terapi pengganti insulin (ADA, 2014).
b. DM Tipe 2
DMTipe 2 disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan
dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan faktor lingkunan seperti
obesitas, makan berlebihan, kurang olahraga, stress dan penuaan. (Kaku 2010).
DM Tipe 2 merupakan tipeDM yang terbanyak, berkisar 90-95 % dari
penderita DM, DM tipe ini disebut juga non-insulin dependent Diabetes Mellitus
sehingga tidak selalu memerlukan pengganti insulin, atau DM onset dewasa,
terjadi resistensi insulin yang bersifat relatif. Kebanyakan tipe ini berhubungan
dengan obesitas, karena obesitas berhubungan dengan derajat resistensi insulin,
meskipun beberapa penderita tidak mengalami obesitas namun mungkin terjadi
peningkatan persentase lemak tubuh di daerah perut.
Risiko resistensi insulin selain berhubungan dengan peningkatan berat
badan juga dikaitkan dengan faktor usia dan kurangnya aktivitas fisik. Hal ini
lebih sering terjadi pada wanita yang sebelumnya mengalami GDM dan pada
individu dengan hipertensi atau dislipidemia. Risiko ketoasidosis jarang, bila
dijumpaipun disebabkan oleh stres akibat infeksi (ADA, 2014;
IDF,
2013).Penderita tipe ini sering tidak terdiagnosis selama bertahun- tahun karena
hiperglikemia yang berkembang secara bertahap dan pada tahap awal sering tidak
parah, namun memiliki risiko terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler (ADA, 2014).
13
c. DM Tipe Lain
Beberapa tipeDM yang terkait dengan defeksi monogenetik fungsi sel β
ditandai dengan timbulnya hiperglikemia pada usia dini (umumnya sebelum usia
25 tahun), ini disebut denganMODY dan ditandai oleh sekresi insulin minimal
dengan atau tanpadefeksi kerja insulin.
Selain defeksi genetik sel β pankreas DM tipe lain juga dapat disebabkan
oleh defeksi genetik kerja insulin, penyakit esokrin, endokrinopati, obat atau
bahan kimia yang menginduksi DM, dan infeksi (ADA, 2014).
d. DM Gestasional
DM gestasional terjadi saat kehamilan, kehamilan menyebabkan
perubahan besar metabolisme. Selama kehamilan normal bisa sajaterjadi
penurunan sensitivitas insulin.
Pada penderita DM gestasional
terjadi penurunan 50-70% sensitivitas
insulin dibandingkan dengan kontrol (Lindsay, 2009). Etiologi dan klasifikasi DM
dapat dilihat padaTabel 2.1.
14
Tabel 2.1 Etiologi dan klasifikasi DM.
a. DMTipe 1 (destruksi sel β, biasanya disebabkan defisiensi insulin absolut
i. Autoimun
ii. Idiopatik
b. DMTipe 2 (bervariasi, mulai dari resistensi insulin yang dominan dengan
defisiensi insulin relatif sampai defeksi sekresi yang disertai resistensi
dominan
c. DM Tipe lain
i. Defeksi genetik fungsi sel β
a) MODY 3 (kromosom 12, HNF - 1α)
b) MODY 1 (kromosom 20, HNF - 4α)
c) MODY 2 (kromosom 7, glukokinase)
d) Bentuk lain yang sangat jarang dari MODY (seperti MODY 4 :
kromosom 13, Insulin promoter factor – 1; MODY 6 : kromosom
2, Neuro D1; MODY 7: kromosom 9, Karboksil ester lipase)
e) DM neonatus transien (paling sering ZAC/HYAM Defeksi pada
6q24)
f) DM neonatus permanen (paling sering KCNJ11 gene encoding
Kir6.2 kanal KATP subunit sel β
g) DNA mitokondria
ii. Defeksi genetik kerja insulin
a) Resistensi insulin tipe A
b) Leprechaunism
c) Sindrom Rabson-Mendenhall
d) DM lipoatrophic
iii. Penyakit esokrin pankreas
a) Pankreatitis
b) Trauma/pankreatomi
c) Neoplasia
d) Fibrosis kistik
e) Hemokromatosis
f) fibrocalculous pancreatopathy
iv. Endokrinopati
a) Akromegali
b) Sindrom Cushing
c) Glucagonoma
d) Feokromositoma
e) Hipertiroid
f) Somatostatinoma
g) Aldosteronoma
v. Induksi obat atau bahan kimia
a) Vacor
b) Pentamidine
c) Asam nicotinik
d) Glukokortikoid
e) Hormon tiroid
15
Tabel 2.1 (Lanjutan)
f) Diazoxide
g) Agonis β adrenergik
h) Tiazid
i) γ- interferon
vi. Infeksi
a) Rubella kongenital
b) Citomegalovirus
vii. Sebab imun yang jarang
a) Sindrom Stiff-man
b) Antibodi reseptor anti-insulin
viii. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
a) Sindrom down
b) Sindrom klinifelter
c) Sindrom turner
d) Sindrom wolfram
e) Ataksia friedreich
f) Korea hungtington
g) Sindrom laurence-moon-bie
h) Myotonic distrophy
i) Porphyria
j) Prader-Willi Sindrom
d. DM gestasional
Sumber : American Diabetes Association (2014). Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 37 Suppl 1: S85
2.5 Patofisiologi DMTipe 2
Pada DM Tipe 2 ada dua mekanisme patofisologi utama yakni : disfungsi
sel β pankreas dan resistensi insulin (Holt, 2004; Kaku, 2010; Ozougwu, 2013).
Disfungsi sel β pankreas akan mengganggu sekresi insulin sehingga penurunan
glukosa darah terganggu (Holt, 2004; Kaku, 2010).Meskipun mekanisme yang
mendasari disfungsi sel β pankreas belum sepenuhnya diketahui namun diduga
disebabkan oleh multifaktorial seperti faktor genetik, faktor lingkungan
(malnutrisi dan obesitas) dan gangguan metabolik (resistensi insulin dan
lipotoksisitas) (Holt, 2004; D’adamo, 2014).
16
Resistensi insulin adalah suatu kondisi ketika insulin tidak dapat bekerja
secara efektif. Resistensi insulin berperanan penting dalam patofisiologi DM.
Glukolipotoksisitas dan mediator inflamasi juga akan menyebabkan gangguan
sekresi dan sensitivitas insulin (Holt, 2004; Kaku, 2010).
2.6 Streptozotocin
Streptozotocinmemilikinamakimia2-Deoxy-2-[[(methylnitrosoamino)carbonyl]amino]-D-glucopyranose,diperoleh
dariStreptomycesachromogenesdansecara
strukturalmerupakan
turunan
nitrosourea (Akbarzadeh, et al., 2007; Nugroho, 2006; Srinivasan dan Ramarao,
2007). Struktur kimia STZ dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1: Struktur kimia STZ.Sumber :Nugroho, Agung endro. (2006).
Animal Models Of DM : Pathology And Mechanism Of Some
Diabetogenics. Biodiversitas. 7(4): 378-382.
STZ memiliki efek antineoplasma, antibiotik dan diabetogenik (Raza dan
Annie John, 2012; Akbarzadeh, et al., 2007; Srinivasan dan Ramarao, 2007).
Penggunaannya sebagai diabetogenik pertama kali dilakukan oleh Rakieten pada
pada anjing dan tikus pada tahun 1963. STZ membangkitkan RB yang berperan
merusak sel β pankreas. Mekanisme STZ diperantarai terutama oleh pembentukan
17
•NO dan pembangkitan oksingen reaktif. Pembentukan oksigen reaktif anion
superoksida dan peningkatan aktivitas xantin oksidase diakibatkan oleh STZ pada
mitokondria. STZ menghambat siklus krebs dan menurunkan konsumsi oksigen
mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan
pengurangan secara drastis nukleotida sel β pankreas. Peningkatan defosforilasi
ATP akan memacu peningkatan substrat untuk enzim xantin oksidase (sel β
pankreas mempunyai aktivitas tinggi terhadap enzim ini), dan selanjutnya akan
meningkatkan produksi asam urat. Xantin oksidase akan mengkatalisis reaksi
pembentukan anion superoksida aktif. Dari proses pembentukan anion
superoksida, terbentuk hidrogen peroksida dan radikal superoksida. •NO dan
oksigen reaktif tersebut adalah penyebab utama kerusakan sel β pankreas
(Srinivasan dan Ramarao, 2007).
2.7 Stres Oksidatif
Stres oksidatif didefinisikan sebagai suatu keadaan akibat ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan dalam tubuh (Sheikhpour, 2013;
Setiawan dan Eko, 2005; Moussa, 2008; Shradha, 2010). RB adalah atom pada
orbital luarnya tidak memiliki elektron berpasangan (unpaired electron). Elektron
yang tidak berpasangan sangat aktif
menarik elektron dari molekul yang
berdekatan dengannya seperti lipid, protein dan karbohidrat serta dapat
menyebabkan kerusakan seluler. RB juga bisa diproduksi oleh banyak sel sebagai
mekanisme perlindungan. Beberapa keuntungan RB diantaranya pembentukan
ATP dari Adenosin difosfat (ADP) dalam mitokondria (Fosforilasi oksidatif),
18
detoksifikasi xenobiotik oleh sitokrom P-450 (oksidasi enzim), apoptosis sel yang
rusak, penghancuran mikroorganisme dan sel-sel kanker oleh limfosit dan
makrofag, oksigenase (misalnya COX: Cyclo-oksigenase, LOX: lipoxygenase)
untuk
menghasilkan
prostaglandin
dan
leukotrien,
yang
berfungsi
regulasi,sedangkan hati menggunakan RB untuk detoksifikasi. Namun, kehadiran
RB dalam tubuh memiliki peran penting dalam banyak proses perkembangan
penyakit seperti penyakit jantung, gagal jantung kongestif, hipertensi, penyakit
serebrovaskular, dan komplikasi DM (Sheikhpour, 2013; Andrea, 2004;
Scheibmeira, 2005; Devasagayam, 2004).
Sumber RB dapat berasal dari eksogen dan endogen. Sumber eksogen
berasal dari obat-obatan (antineoplasma seperti bleomycin, adriamycin dan
methotrexat, phenyl butazone), radiasi (Radioterapi menyebabkan kerusakan
jaringan akibat free radical), dan asap rokok sedangkan sumber endogen berasal
dari Auto-oksidasi katekolamin, hemoglobin, dan mioglobin. Oksidasi enzimatik
dapat menghasilkan RB seperti xanthine oxidase, cyclo-oxygenase, lipooksigenase, asam amino oksidase, Cyp-245 NADPH oksidase (makrofag), myeloperoksidase (neutrofil), Cyp-450 mono oxygenase (detoksifikasi); kehilangan
elektronpada rantai respirasi membentuk superoksida (Chithra, 2010).
Jenis RB yang dapat merusak lipid, protein dan karbohidrat adalah
Superoksida radikal (•O2-), hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (•OH)
and nitrik oksida (•NO) yang disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS).
Superoksida (•O2-) berasal dari rantai pernafasan dan oksidase enzim. Hydrogen
peroxide berasal dari konversi superoxide dismutase (SOD), H2O2 dapat bereaksi
19
dengan komponen glukosa dan metabolit lainya sehingga membentuk hidroksil
radikal (OH.). L-arginin dapat menghasilkan •NO oleh oksidasi eNOS pada sel
endotel pembuluh darah. •NO mengatur saluran ion guanilate siklase dan
menyesuaikan tonus pembuluh darah. Reaksi •NO dengan oksigen menghasilkan
nitrogen dioksida (NO2) (Chithra, 2010; Johansen, et al., 2005).
RB pada DM muncul karena hiperglikemia, akibat proses otooksidasi
glukosa, metilglioksal dan glikasi protein nonenzimatik, jalur poliol sorbitol
(aldose reduktase), aktivasi metabolisme heksosamin, aktivasi protein c kinase
dan fosforilasi oksidatif (Setiawan dan Eko, 2005; Robertson, 2004; Sheikhpour,
2013; Shradha, 2010; Atalay 2002).
a. Otooksidasi glukosa
Metabolisme glukosa melalui glikolisis anaerob akan menghasilkan
Gliseraldehid
3-fosfat.Proses
otooksidasigliseraldehid
akan
menghasilkan
hidrogen peroksida (H2O2) and α ketoaldehide. (H2O2) dapat membentuk hidroksil
radikal yang sangat beracun. Radikal hidroksil merupakanROSyang dapat
menyebabkan mutagenik DNA. Gliseraldehid dapat menghambat sekresi insulin
(Robertson, 2004; Setiawan dan Eko, 2005).
b. Glikasi protein
Hasil
lintasan
ini
adalah
berupaadvance
glycosylation
end
products(AGEPs). AGEPs merupakan salah satu produk penanda telah terjadi
modifikasi protein akibat reaksi gula pereduksi terhadap asam amino.Modifikasi
ini terjadi karena gugus karbonil aldehid (glioksal, metilglioksal, dan 3deoksiglukoson) (Robertson, 2004; Setiawan dan Eko, 2005; Sheikhpour, 2013).
20
Aldehid dapat berikatan dengan senyawa kovalen dan memodifikasi protein
melalui jalur enzimatik dan nonenzimatik. Reaksi pengikatan antara aldehid dan
protein disebut reaksi glikasi.AGEPs memegang peranan penting dalam
patogenesis komplikasi sekunder DM seperti penyakit mikrovaskuler di retina,
saraf, ginjal dan sel islet pankreas (Robertson, 2004; Setiawan dan Eko, 2005).
c. Aktivasi jalur poliol sorbitol (aldose reduktase)
Hiperglikemia akan mengaktivasi jalur poliol sehinggamenghasilkan
sorbitol akibat perubahan glukosa menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase.
Jalur ini juga bertanggungjawab terhadap komplikasi DM. Induksi stres oksidatif
dapat terjadi
melalui berbagai mekanisme yang berbeda, termasuk
deplesi
NADPH dan akibat gangguan metabolisme glutatione dan nitrat oksida
(Robertson, 2004; Sheikhpour, 2013; Setiawan dan Eko, 2005)
d. Aktivasi metabolisme heksosamin
Jalur ini terbukti berhubungan dengan peningkatan transkripsi TGF-α,
TGF-β1, dan PAI-1 yang berdampak terhadap resistensi insulin. Glukosamin infus
yang diberikan pada tikus berhubungan dengan gangguan pengenalan glukosa
oleh sel β dan sensitivitas terhadap insulin. Selain itu glukosamin meningkatkan
kadar hidrogen peroksida (Robertson, 2004).
e. Aktivasi protein c kinase
Aktivasi protein c kinase berhubungan dengan peningkatan TGF-β1,
vascular endothelial growth factor (VEGF), endothelin-1, NADPH oxidase, NFKB,
dan ROS. Aktivasi jlaur ini akan menyebabkan komplikasi mirovaskuler pada
penderita DM (Robertson, 2004).
21
f. Fosforilasi oksidatif
Rantai pernafasan mitokondria adalah sumber non-enzimatik ROS.
Hiperglikemia akan meningkatkan gradien proton di mitokondria sebagai akibat
overproduksi
donor
elektron
pada
siklus
asam
trikarboksilat,yangakhirnyameningkatkanproduksisuperoksida
mitokondria(Robertson, 2004;
Sheikhpour, 2013). Mekanisme hiperglikemia
menghasilkan ROS dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2: Mekanisme biokimia metabolisme glukosa menyebabkan ROS.
Sumber : Robertson (2004). The Journal of Biological Chemistry.
279:42351-42354
22
2.8 Biomarker Stress Oksidatif
a. Lipid peroksidase
DMmengakibatkangangguanprofillipid, terutamapeningkatan kerentanan
terhadaplipid peroksida, yang dapat meningkatan kejadian komplikasi utamaDM
yakniarteriosklerosis. Hidrogen peroksidamemiliki efek toksikpada selbaik secara
langsung maupunmelaluidegradasiradikal hidroksilyang sangat beracun. Hidrogen
peroksida
bereaksi
denganlogam
transisiseperti
besiatau
tembagamembentukaldehidastabilsepertimalondialdehidyang
akanmerusakmembran sel (Shradha, 2010; Sheikhpour, 2013).
b. Glutation peroksidase and Glutatione Reduktase
Glutatione (GSH), merupakan sistein yang mengandung peptida,
konsentrasinya
glutatione
tergantung
reduktaseakan
Glutationereduktase.
merusakkemampuan
Penurunan
seluntuk
aktivitas
mengatasiROS
(Sheikhpour, 2013; Monfared, et al., 2009).
Selenoproteinsadalah proteinyang mengandungselenium. Salah satu
kelasselenoproteinadalahGPx. Fungsi GPx adalah menurunkan hidroperoksidasi
lipid dan menurunkan hidrogen peroksida bebas untuk diubah menjadi air.
Enzimini
memiliki
beberapaisoformmanusia,sepertiisoformumumyangditemukandisitosolhampir
semua jaringan mamalia yakni cytosolic-(cGPx atau GPx1) (Sheikhpour, 2013;
Gallo, 2009; Jurkovic, 2008).Gastrointestinal-(GI-GPx atau GPx2)ditemukan
dalamsaluran gastrointestinaldan hati, plasma-(pGPx atau GPx3) berada
diplasmadan susu,phospholipid hydroperoxide-(PHGPx4 atau GPx4) berada
23
ditestis, dapat mengurangi hidroperoksidafosfolipid,jugamemilikiperan penting
dalamspermatogenesis, GPx5 dan GPx6 (Sheikhpour, 2013; Wibowo, 2013;
Jurkovic, 2008).
Glutatione sangat melimpah di sitosol, nukleus, dan mitokondria.
glutatione merupakan antioksidan utama yang larut dalam kompartemen sel
(Jurkovic, 2008). Pada hewan coba yang diinduksi DM secara kimia kadar
gluthation akan turun di hati, ginjal, pankreas, plasma, eritrosit, saraf dan lensa
prakatarak. Antioksidan koenzyme Q10, quercetin, piperine, isoeugenol,
dehydroepiandrosterone (DHEA), melatonin, dan taurine dapat mempertahankan
kadar glutationedari efek DM(Shradha, 2010).
c. Katalase
Katalase terdapat dalam peroksisom, bertindak mengubah hidrogen
peroksida menjadi air dan oksigen namun tidak dapat mengkatalisis lipid
peroksida (Shradha, 2010; Harmon, et al., 2009). Aktivitas katalase secara
konsisten meningkat pada jantung dan aorta, eritrosit, serta otak tikus DM.
Aktivitas katalase akibat DM akan normal jika sebelum atau pada saat pemberian
diabetogen diberikan kaptopril, aminoguanidin, melatonin yang terdapat dalam
hati, asam asetilsalisilat, DHEA, probucol, asam lipoat, dan stobadine.
Sebaliknya, jika pengobatan DMselama 4 minggu atau lebih dengan melatonin,
quercetin, koenzymeQ10, piperine, isoeugenol, gemfibrozil, atau kombinasi
vitamin C, vitamin E, dan carotene tidak menormalkan aktivitas katalase akibat
DM. Efek DM pada aktivitas katalase jantung justru akan diperburuk dengan
pengobatan quercetin atau koenzim Q10 (Shradha, 2010).
24
d. Superoksida Dismutase (SOD)
SOD mengubah radikal anion superoksida endogen menjadi hidrogen
peroksida,
sehingga
mengurangi
kemungkinan
anion
superoksida
yang
berinteraksi dengan oksida nitrat untuk membentuk peroksinitrit reaktif. Pengaruh
DM pada aktivitas SOD tidak jelas. Aktivitas katalase pada ginjal, dalam tingkat
normal setelah pemberian STZ pada minggu ke 3 dan 6, lebih rendah dari normal
pada minggu ke 6 pascaSTZ, namun meningkat setelah mengalami DM pada
minggu 6 atau 12. Dalam hati, aktivitas SOD tertekan pada minggu ketiga atau
keempat, tetapi normal atau meningkat pada minggu ke 8 setelah pemberian STZ
(Shradha, 2010).
e. Vitamin E
Vitamin E, melindungi membran dari peroksidasi lipid. Kekurangan
vitamin E akan meningkatkan peroksida dan aldehida dalam jaringan (Shradha,
2010)
f. Nitrit
Peningkatan stres oksidatif dan aktivasi faktor transkripsi NF-κB dikaitkan
dengan komplikasi DM. NF-κB meningkatkan produksi oksida nitrat, yang
merupakan mediator kerusakan islet sel-β. Nitrat oksida dapat bereaksi dengan
anion
radikal
superoksida
untuk
membentuk
peroksil(Shradha, 2010).
25
radikal
reaktif
nitrit
2.9 Glutation peroksidase
Struktur GPx1, GPx3, dan GI-GPx2 adalah kuarternair sedangkan GPx4
adalah monomer dengan ukuran molekul lebih kecil dari subunit peroksidase
glutatione lainnya. Karena ukurannya kecil dan permukaannya hidrofobik, maka
GPx4 memiliki kemampuan untuk bereaksi dengan kompleks lipid membran
(Jurkovic, 2008).
Glutatione merupakan substrat glutatione peroksidase, dan substrat enzim
detoksifikasi lainnya terhadap stres oksidatif, seperti transferase glutatione. GPx
dengan katalase bersaing untuk menggunakan H2O2 sebagai substrat. Siklus
redoks glutatione merupakan sumber utama perlindungan terhadap stres oksidatif
ringan, sedangkan katalase untuk perlindungan terhadap stres oksidatif yang
berat.Namun, dalam sel-sel hewan dan terutama dalam eritrosit manusia, enzim
antioksidan utama untuk detoksifikasi H2O2 adalah GPx, sedangkan katalase
memiliki afinitas yang jauh lebih rendah untuk H2O2 dibandingkan GPx
(Jurkovic, 2008).
Selenium (Se) merupakan active site GPx, merupakan mikronutrien yang
penting berfungsi sebagai antimutagenik,dan telah terbukti mengurangi kejadian
kanker usus besar, dan mencegah transformasi keganasan dari sel-sel normal.
Efek protektif Se terutama terkait dengan aktivitas glutatione peroksidase. GPx1
sangat responsif terhadap fluktuasi kadar selenium dibandingkan dengan
selenoproteins lain (Jurkovic, 2008).
26
Glutatione peroksidase mengurangi RBhidrogen peroksida dan alkil
hidroperoksida. Subtrat khusus Glutatione peroksidase adalah hidro-peroksida
namun berbeda untuk berbagi isoform. Glutatione peroksidase (cGPxs atau GPx1)
sitosol dan mitokondria hanya mengurangi hidroperoksida yang larut, seperti
H2O2, dan beberapa hidroperoksida organik, seperti asam lemak hidroperoksil,
cumena hidroperoksida atau t-butil hidroperoksida. GPx1 dan fosfolipid
hidroperoksida glutatione peroksidase GPx4 (atau PHGPx) ditemukan di sebagian
besar jaringan. GPx4 terletak di sitosol dan fraksi membran. Selain itu, juga bisa
langsung mengurangi lemak yang lebih kompleks seperti hidroperoksida
fosfatidilkolin, asam lemak hidroperoksida dan kolesterol hidroperoksida. GPx3
bekerja di kompartemen ekstraseluler dan diekskresikan dari berbagai jaringan
melalui cairan tubuh. GPx3 mengurangi hidroperoksida fosfolipid dan
berkontribusi terhadap status antioksidan ekstraseluler pada manusia. GPx1
mencegah kerusakan sitotoksik peroksida yang diinduksi oksidatif, peroksidasi
lipid dan degradasi protein, sedangkan GPx4 diperlukan untuk embriogenesis dan
kesuburan pria. Fungsi GPx3 yang jelas masih belum diketahui dan GPx2
mungkin merupakan enzim antiinflamasi dan antikarsinogenik (Jurkovic, 2008).
2.10 Sechium edule(Jacq.) Swartz.
Labu Siam termasuk famili Cucurbitaceae (Firdous, 2012). Gambar buah
Labu Siam dapat dilihat pada Gambar 2.3.
27
Gambar 2.3 Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.)
LSmerupakan tumbuhan daerah subtropis memiliki nama yang berbedabeda di setiap negara, seperti Amerika Selatan menyebutnya chayote, Rusia
(cajot), di beberapa negara Asia, diberikan nama lokal, seperti vilaiti, Vanga
(India), leong-siam (Indonesia), labooh selyem (Malaysia), labooh tjena (Jawa),
su-suu (Kamboja dan Vietnam), savëëx, Nooy th'ai (Laos), dan ma-kheua-kreua
dan aeng-Kariang (Thailand). Nama ilmiah yang tepat untuk Labu Siam adalah
Sechium edule (Sechium edule Jacq. Swartz.), para ahli sepakat nama alternatif
untuk Sechium edule Jacq. Swartz. adalah chayote (Maity, et al., 2013; Saade,
1996).
Taksonomi :
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisio
: Angiospermae
Classis
: Dicotyledoneae
Sub-Classis
: Sympetalae
28
Ordo
: Cucurbitales
Familia
: Cucurbitaceae
Genus
: Sechium
Species
: Sechium edule(Jacq.) Swartz.
(Bakti Husada, 2001)
Labu Siam dapat ditanam di dataran rendah dan tinggi tanpa metode yang
rumit, dapat hidup sampai 2 tahun, buahnya terasa dingin dan enak (Daryono,
2012; Juliyanto, 2010).
Zat kimia yang terkandung dalam 100 gram buah Labu Siam adalah
sebanyak 26-31 kkal, kandungan air 89-93,4%, gula larut air 3,3%, pati 0,2%,
protein 0,9%-1,1%, lemak 0,1-0,3%, karbohidrat 3,5-7,7%, serat 0,4-1%, abu 0,40,6%, kalsium 12-19%, fosfor 4-30 mg, ferum 0,2-0,6 mg, vitamin A 5 mg, tiamin
0,03 mg, riboflavin 0,04 mg, niacin 0,4-0,5 mg dan asam ascorbat 11-20 mg.
Buah, bijidanterutama, kayabeberapaasam aminopenting sepertiasam aspartat,
asam glutamat, alanin, arginine, cistein, fenilalanin, glisin, histidin, isoleusin,
leusin, metionin(hanyadalam buah), prolin, serin, tirosin, treonindanvalin (Saade,
2009).
Analisis skrining fitokimia ekstrak etanol dan analisis kromatografi lapis
tipis (KLT) ekstrak buah LS yang dilakukan oleh Marliana, et al., 2005,
mengandung alkaloid, saponin, kardenolin/ bufadienol dan flavonoid. Penelitian
kandungan flavanoid pada akar, batang, daun dan buah yang dilakukan oleh
Siciliano, et al., mengandung delapanflavonoid, termasuk tigaC-glycosyl dan
limaflavonO-glycosyl
(Siciliano, et al., 2004), sedangkan menurut penelitian
29
Melo, et al., 2006,buah LSmengandung flavonoid jenis flavonol dan
proantosianin.
2.11 Insulin
Sel β Langerhans pankreas memproduksi insulin, merupakan hormon
peptide. Insulin berfungsi sebagai pengatur kadar normal glukosa darah,
memperantarai uptake glukosa seluler, regulasi metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein, serta mendorong pemisahan dan pertumbuhan sel melalui efek
motigenik insulin (Wilcox, 2005).
Struktur dipeptida insulin terdiri dari rantai A dan B yang diperantarai
jembatan sulfida yang menghubungkan struktur helix terminal N-C rantai A
dengan struktur sentral helix rantai B. Insulin mengandung 51 asam amino,
dengan berat molekul 5802. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
terdiri dari 30 asam amino (Wilcox, 2005).
Insulin dikode oleh lengan pendek kromosom 117 dan disintesis oleh sel β
dari islet pankreas langerhans sebagai proinsulin. Proinsulin disintesis di ribosomretikulum endoplasma kasar mRNA sebagai pre-proinsulin. Pre-proinsulin
dibentuk melalui sintesa signal peptide. Pelepasan signal peptida akan membentuk
proinsulin di Retikulum Endoplasma. Vesikel sekretori akan mengirim proinsulin
dari reticulum endoplasma ke badan golgi. Di badan golgi, proinsulin akan
diberikan tambahan zink dan kalsium sehingga terbentuk heksamer proinsulin
yang tidak larut air. Enzim di luar badan golgi akan mengubah proinsulin menjadi
insulin dan C-peptide (Wilcox, 2005).
30
Sekresi insulin dapat dipengaruhi oleh perubahan pada transkripsi gen,
translasi, modifikasi post-translasi di badan Golgi, dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pelepasan insulin oleh granula sekretorik. Modifikasi jangka
panjang dapat terjadi akibat perubahan pada jumlah sel β dan diferensiasinya.
Glukosa mempengaruhi biosintesis dan sekresi insulin dengan beberapa cara.
Asam amino, asam lemak, asetilkolin, pituitary adenylate cyclase-activating
polypeptide (PACAP), glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP),
glucagon-likepeptide-1 (GLP-1) dan agonis yang lain juga berpengaruh pada
proses biosintesis dan pelepasan insulin (Wilcox, 2005).
Peningkatan kadar glukosa adalah fase pertama menginduksiglucosemediated insulin secretion yakni pelepasan insulin yang baru saja disintesisyang
disimpan dalam granula sekretorik sel β. Masuknya glukosa ke dalam sel β
dideteksi oleh glukokinase, sehingga glukosa tersebut difosforilasi menjadi
glukosa-6-fosfat (G6P). Proses ini membutuhkan ATP. Penutupan kanal K+-ATP
mengakibatkan depolarisasi membran plasma dan aktivasi kanal kalsium yang
tergantung voltase sehingga meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler.
Peningkatan kadar kalsium inilah yang menyebabkan sekresi insulin. Mediator
lain yang berperan dalam pelepasan insulin adalah aktivasi fosfolipase dan protein
kinase C (sebagai contoh oleh asetilkolin) serta rangsangan aktivitas adenilsiklase dan protein kinase-A sel β. Mekanisme induksi sekresi insulin juga
melibatkan aktivitas hormon, seperti vasoactive intestinal peptide (VIP), PACAP,
GLP-1, dan GIP. Factor-faktor ini memegang peranan penting dalam fase kedua
31
sekresi insulin, yakni pelepasan insulin baik yang baru saja disintesis maupun
yang disimpan dalam granula sekretorik (Wilcox, 2005).
Sintesis dan sekresi insulin diatur oleh nutrien dan non-nutrien
sekretagouge. Sekretagouge nutrien seperti glukosa memicu sekresi insulin dari
sel β dengan meningkatkan ATP intraseluler dan penutupan K +-ATP kanal.
Produksi c-AMP dan mediator energi sel lain juga ditambah, yang akhirnya akan
meningkatkan pelepasan insulin. Glukosa tidak memerlukan insulin untuk masuk
ke dalam sel β (juga fruktosa, manosa atau galaktosa). non-nutrien Sekretagouge
mungkin bekerja melalui rangsangan saraf seperti jalur kolinergik dan adrenergik,
atau melalui hormon peptida dan asam amino kationik (Wilcox, 2005).
2.12 Flavonoid
Flavonoid termasuk senyawa fenolik, merupakan metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman hijau kecuali alga, dapat dijumpai pada sereal, sayuran
dan buah-buahan. Flavonoid yang sering ditemukan adalah flavon dan flavonol
dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan Oglikosida,
khalkon
dengan
C-
dan
O-glikosida,
dan
dihidrokhalkon,
proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol Oglikosidasedangkan flavonoid utama adalahflavans,flavanon,flavon, flavonol,
flavanol, flavanonols, cetechins, antosianidindanisoflavon (Brahmachari, 2011;
Rohyami, 2008; Redha, 2010).
Flavonoid merupakan senyawa antidiabetes dengan cara menghalangi
serapan glukosa di usus, memperbaiki toleransi glukosa, menganggu metabolisme
32
karbohidrat melalui penghambatan enzim α amilase dan enzim α glukosidase,
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan perifer. Selain itu flavonoid juga
merangsangproduksi insulin (insulin secretagogues) dan bertindak menyerupai
insulin merangsang sintesis glikogen (insulin mimetics) (Brahmachari, 2011;
Piparo, 2008; Getha, et al.,). Flavonoid dapat memperbaiki kerusakan jaringan
pankreas akibat alkilasi DNA oleh STZ sehingga sekresi insulin meningkat dan
kadar glukosa darah turun (Suryani, et al., 2013).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan alami adalah dengan cara
meredamatau menetralkan RB seperti ROS dan RNS melalui penghambatan
enzim yang menghasilkan radikal anion superoksida seperti xantin oksidase dan
protein
kinase.
Flavonoid
juga
meredamsiklo-oksigenase,lipoksigenase,
mikrosomalmonooksigenase, glutathion S-transferase, suksin oksidase mitondria,
dan NADH oksidase yang seluruhnya terlibat dalam pembentukan ROS sehingga
dapat memperbaiki jaringan yang rusak (Widowati, et al., 2005).
2.13 Histopatologi Pankreas
Stres oksidatif yang ditimbulkan oleh streptozotocin merupakan penyebab
utama kerusakan dari sel β pankreas (Srinivasan dan Ramarao, 2007). Perubahan
histopatologi pankreas dapat berupa berkurangnya jumlah dan diameter sel β
pankreas (Suarsana, et al., 2010; Erwin, et al., 2012; Ridwan, et al., 2012).
Penurunan jumlah sel β pankreas pada hewan hiperglikemia mulai terlihat pada
hari ke-7 dan terus menurun sampai hari ke-28. Peningkatan jumlah sel β
pankreas disebabkan oleh mekanisme penyembuhan sendiri oleh tubuh melalui
33
perbaikan sel-sel β dan pembelahan sel yang baru (mitosis) yang terjadi secara
bertahap (Erwin, et al., 2012). Penurunan jumlah sel β pankreas berakibat pada
diameter sel β pankreas, diameter sel β pankreas normal 100-400 μm (Ridwan, et
al., 2012). Diameter sel β pankreas yang normal dan DM ditunjukan pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.4: Diameter sel β pankreas yang normal dan DM. Tanda panah
menunjukkan pusat dari pulau Langerhans. Sumber : Ridwan,
Ahmad, Raden Tanita Astrian, dan Anggraini Barlian. (2012).
Pengukuran Efek Antidiabetes Polifenol (Polyphenon 60)
Berdasarkan Kadar Glukosa Darah dan Histologi PankreasMencit
(Mus musculus L.) S.W. Jantan yang Dikondisikan DM. Jurnal
Matematika & Sains. 17(2)
34
Download