BAB 8 POLITIK Tahun 2011 merupakan tahun kedua

advertisement
BAB 8
POLITIK
Tahun 2011 merupakan tahun kedua Pemerintahan Kabinet
Indonesia Bersatu Kedua, periode 2009-2014, sekaligus juga
merupakan tahun ketujuh dari Kabinet Indonesia Bersatu sejak
dibentuk akhir tahun 2004, produk pemilu presiden secara langsung
pertama di Indonesia. Selama kurun waktu tujuh tahun terakhir ini,
bangsa Indonesia sudah berhasil membangun proses politik yang
relatif solid berupa pelaksanaan pemilu demokratis yang tepat waktu,
baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden langsung. Indonesia
sudah melewati tahap penting dalam pelaksanaan demokrasi, yakni
pemenuhan syarat prosedural, yakni pelembagaan politik berupa
pelaksanaan pemilu yang relatif demokratis.
Pada tahun 2012 mendatang, pembangunan demokrasi
Indonesia perlu memberikan tekanan lebih besar pada demokrasi
yang substansial terutama dalam pemenuhan hak-hak politik dan
kebebasan sipil warga masyarakat.
Terkait dengan politik luar negeri, fase penanganan dan
pengelolaan kebijakan luar negeri kini perlahan bergerak dengan
struktur dan fitur yang lebih tertata. Kondisi tersebut ditunjang oleh
meningkatnya pemahaman identitas nasional sebagai salah satu
negara demokratis terbesar di dunia, moderasi Islam dan status
emerging economy. Postur demikian merefleksikan pengakuan dunia
terhadap kemampuan Indonesia menyandingkan demokrasi dan
agama yang beresonansi dalam suatu sinergi capaian pembangunan
dan ekonomi moderen.
Peran kebijakan luar negeri Indonesia juga terlihat merata di
berbagai forum dan organisasi regional maupun internasional seperti
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), G-20, Association of Southeast
Asian Nations (ASEAN), Asia-Pacific Economic Cooperation
(APEC), ASEAN Regional Forum (ARF), Gerakan Non-Blok,
Organisasi Konferensi Islam (OKI), International Labour
Organization (ILO), Dewan HAM PBB, United Nations Convention
Against Corruption (UNCAC), International Atomic Energy Agency
(IAEA), Commission on Narcotic Drugs (CND), Asia Europe
Meeting (ASEM), World Economic Forum, World Intellectual
Property Organization (WIPO) serta World Trade Organization
(WTO) khususnya terkait dengan masalah perlindungan sumber daya
genetik, pengetahuan tradisional dan forklor. Peningkatan peran
kebijakan luar negeri yang sama juga berlangsung pada tataran
hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara di berbagai
kawasan, baik di kawasan Asia Pasifik dan Afrika serta Amerika dan
Eropa yang dinilai terus berlangsung dinamis dan menjanjikan.
Proyeksi hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara di
berbagai kawasan tersebut diarahkan pada pencapaian kepentingan di
bidang ekonomi dan perdagangan, investasi, pariwisata, absorsi
tenaga kerja Indonesia (TKI), perlindungan WNI/BHI, penyelesaian
masalah perbatasan khususnya dengan negara-negara tetangga,
deteksi dan penanganan bersama terhadap kejahatan-kejahatan lintas
batas atau lintas negara, penanganan kejahatan terorisme
internasional, pengembangan inter-faith dialogue, serta bentukbentuk interaksi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pertahanan keamanan (ipoleksosbud hankam) lainnya dalam konteks
bilateral yang menguntungkan kedua negara.
Dalam konteks ini, formasi penekanan kebijakan luar negeri di
Indonesia pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II dua tahun terakhir
ini dilakukan secara simultan dan disesuaikan dengan realitas
diplomasi dunia yang menyodorkan multi-prong dan membuat
Indonesia memiliki number of footholds yang harus dijembatani.
Oleh karena itu, selain kepentingan bilateral di berbagai kawasan
yang mesti terus dipacu, Indonesia menanamkan foothold-nya di
PBB, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC),
8-2
ASEAN, G-20, APEC, ARF, GNB, International Atomic Energy
Agency (IAEA), OKI, Commission on Narcotic Drugs (CND),
ASEM, World Economic Forum, World Intellectual Property
Organization (WIPO) serta World Trade Organization (WTO), ILO,
Dewan HAM PBB, dan berbagai forum multilateral lainnya guna
memastikan dinamika regional dan global berjalan seiring dengan
guliran kepentingan nasional.
8.1.
POLITIK DALAM NEGERI DAN KOMUNIKASI
8.1.1.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Terdapat beberapa permasalahan dalam upaya menjaga proses
konsolidasi demokrasi di Indonesia selama ini.
Pertama, masih belum mantapnya pelaksanaan mekanisme
checks and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif.
Persoalan ini banyak menjadi wacana publik beberapa tahun terakhir
ini, baik di kalangan awam, politisi maupun akademisi, terutama
terkait dengan efektivitas proses pengambilan keputusan dan
perumusan kebijakan penyelenggaraan negara. Permasalahan ini
berpotensi menimbulkan ekses-ekses yang kurang menguntungkan
bagi proses konsolidasi demokrasi Indonesia terutama untuk lebih
meningkatkan kualitas demokrasi yang lebih substansial. Sejumlah
ahli tatanegara bahkan mengatakan hal ini bukan hanya persoalan
pelaksanaan mekanisme checks and balances, melainkan lebih
mengakar dari penerapan sistem presidensiil yang kurang tepat.
Kedua, lembaga-lembaga pengawal konstitusi dan penegak
hukum, termasuk Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), masih berpotensi menghadapi
adanya intervensi berbagai kepentingan politik.
Ketiga, dalam mendorong proses konsolidasi demokrasi di
Indonesia peran partai politik dan masyarakat sipil Indonesia
sangatlah menentukan. Pemerintah harus bermitra dengan keduanya.
Peran pemerintah adalah sebagai fasilitator, motivator dan regulator.
Perkembangan ke depan menunjukkan bahwa partai politik masih
8-3
akan dipertanyakan kredibilitasnya dalam melaksanakan agregrasi
politik, komunikasi politik, artikulasi politik, dan pendidikan politik
kepada masyarakat dan menghasilkan kader para pemimpin politik
Indonesia. Bantuan keuangan untuk parpol, paling tidak, perlu
dipastikan dapat dimanfaatkan secara efektif dalam kaitannya dengan
pendidikan politik oleh parpol untuk masyarakat - sebagai wujud
akuntabilitas parpol pada publik.
Persoalan yang sama dihadapi pula oleh organisasi masyarakat
sipil Indonesia. Walaupun berbagai upaya program pembangunan
untuk meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat sipil di
Indonesia telah dilakukan dan akan terus dilakukan untuk tahuntahun selanjutnya, OMS Indonesia masih menghadapi persoalan
keberlanjutan perannya dalam mendorong proses konsolidasi
demokrasi. Permasalahan keberlanjutan tersebut antara lain
disumbang pula oleh adanya permasalahan belum direvisinya UU
No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang telah
usang dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan demokrasi di
Indonesia. Perundang-undangan yang baru seharusnya mengandung
substansi mengenai hak-hak masyarakat dalam mengawasi
pembuatan kebijakan yang bersifat aspiratif dan partisipatif, dan
dapat ikut serta dalam proses penyusunan kebijakan publik.
Keempat, permasalahan urgen dalam pemilu tahun 2009 dan
pemilu kepala daerah (pemilu kada) adalah belum akuratnya daftar
pemilih tetap dan politik uang (money politics). Permasalahan
selanjutnya adalah memastikan masyarakat dapat memahami makna
dilaksanakannya pemilu/pemilukada tersebut. Pemilu/pemilukada
tidak hanya mengunjungi tempat pemungutan suara dan memahami
tata cara pemungutan suara, tetapi secara lebih substansial rakyat
yang mendatangi TPS tersebut antara lain mengetahui benar siapa
yang akan dipilih, serta memahami konsekuensinya apabila tidak
ikut memberikan suara dalam pemilu/pemilukada tersebut.
Permasalahan dalam peningkatan kapasitas dan kredibilitas
lembaga penyelenggara pemilu adalah memastikan seluruh peraturan
perundangan terkait dengan pemilu dapat diselesaikan sesuai jadual
yang telah ditetapkan agar tidak mengulang kesalahan yang sama
8-4
untuk penyiapan penyelenggaraan Pemilu 2014. Terlambatnya
penyelesaian peraturan perundangan akan membawa konsekuensi
lambatnya penyiapan tahapan pemilu 2014. Pemerintah dan DPR
harus memiliki komitmen bersama agar semua paket perundangundangan bidang politik harus diselesaikan tepat waktu. Belum
sinkronnya aturan perundangan yang dihadapi selama ini telah
memunculkan perselisihan antarpeserta pemilu maupun antara
peserta dengan penyelenggara pemilu karena peraturan perundangan
yang multitafsir dan beberapa saling bertentangan. Permasalahan
lainnya adalah masih terdapatnya beberapa penyelenggara pemilu
yang kurang memiliki pemahaman tentang aturan-aturan pelaksanaan
dan kurangnya integritas, serta belum cukupnya kesadaran dan
pemahaman peserta pemilu terutama partai politik di dalam
mengembangkan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Penegakan hukum
dalam proses penyelenggaraan pemilu dan pemilukada relatif masih
lemah. Berbagai permasalahan tersebut telah menimbulkan praktik
politik uang, banyak sekali gugatan atas hasil-hasil pemilukada
dibawa ke Mahkamah Konstitusi, dan berpengaruh pada tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pemilu dan pemilukada. Bahkan,
di beberapa daerah penyelesaian sengketa pemilukada yang berlarutlarut telah memperlambat penetapan calon terpilih dan kevakuman
pimpinan daerah.
Pelaksanaan pemilukada terjadi di beberapa daerah ditandai
pula dengan adanya aksi unjuk rasa yang cenderung anarkis pasca
pemilukada, penyelenggaraan pemilu yang tidak netral, dan masih
ditemukannya pelanggaran dalam pelaksanaan kampanye. Bahkan,
pemilukada Papua telah menimbulkan korban jiwa yang tidak
sedikit.
Berkenaan dengan pemilukada di Aceh pada tahun 2011 ini,
konflik politik menjelang pelaksanaan pemilukada telah
memunculkan dimensi lain dari persoalan konsolidasi demokrasi di
tanah air, terutama yang menyangkut calon independen yang
memang dibenarkan oleh perundang-undangan yang berlaku dan
diperkuat oleh keputusan Mahkamah Konstitusi. KIP Aceh dan
Gubernur Aceh yang mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi
berhadapan dengan kepentingan politik Partai Aceh dan DPR Aceh
8-5
yang tidak membolehkan calon independen untuk maju dalam
pemilukada.
Kelima, Pemerintah menghadapi tantangan dalam menjaga
nilai-nilai kebangsaan berdasarkan ideologi Pancasila; Pemerintah
menghadapi tantangan untuk terus memelihara dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terkait upaya yang menghormati
kemajemukan, termasuk komitmen melindungi kebebasan beragama,
keyakinan politik, latar belakang etnis dan sosial budaya dalam
masyarakat. Tantangan lainnya adalah memastikan agar penyelesaian
masalah dalam masyarakat tidak dilakukan dengan cara-cara
kekerasan, tetapi melalui dialog dan mengutamakan penegakan
hukum. Di samping itu, pendidikan politik dengan pendekatan yang
tepat dan berimplikasi positif dalam menyelesaikan masalah dalam
masyarakat akan menjadi tantangan yang menentukan terciptanya
stabilitas sosial politik dalam masyarakat itu sendiri.
Penyelesaian konflik yang sering berujung pada tindakan
kekerasan yang terjadi selama ini di tanah air disebabkan pula oleh
ketiadaan peraturan perundangan yang dapat memberikan arah dan
koridor penyelesaian konflik dalam masyarakat. Negara perlu
menyiapkan payung hukum yang lebih kuat dalam mengatasi konflik
komunal berdimensi SARA.
Dewasa ini, selain pengungkapan, penyempurnaan perundangundangan dan penegakan hukum, dan pemberantasan jaringan
terorisme, tantangan berat lainnya adalah memaksimalkan peran
masyarakat sipil, termasuk organisasi keagamaan, dalam upaya
memberikan keyakinan bahwa terorisme adalah ancaman bagi semua
warganegara. Terorisme adalah musuh yang harus dihadapi secara
bersama-sama demi keselamatan kehidupan bangsa berdasarkan
ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Keenam, permasalahan informasi dan komunikasi adalah
terkait dengan masih relatif rendahnya kualitas, kuantitas dan
efektivitas penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi
publik terutama di daerah terpencil, perbatasan/terdepan dan daerah
pasca konflik, serta masih belum meratanya informasi masyarakat
karena masih terbatasnya infrastruktur informasi dan komunikasi.
8-6
Hal ini dapat dilihat dengan masih terbatasnya fasilitasi dan akses
terhadap informasi publik yang tersedia di daerah-daerah tersebut.
Disamping itu, munculnya pemberitaan-pemberitaan negatif tentang
Indonesia di luar negeri berpotensi menimbulkan citra yang negatif
tentang Indonesia.
Hal lain juga menunjukkan bahwa komposisi penduduk di
Indonesia di perdesaan yang lebih besar dibandingkan yang tinggal
di perkotaan, namun komposisi konsumsi media modern
menunjukkan angka sebaliknya, sebagian besar dikonsumsi oleh
masyarakat perkotaan dan sisanya dikonsumsi masyarakat perdesaan.
Ketimpangan ini menunjukkan masih rendahnya peran media
tradisional dan media komunitas lainnya dalam penyebaran
informasi publik. Persoalan hubungan pusat dan daerah dalam
merajut informasi juga tampak dengan adanya ketimpangan
informasi di dalam masyarakat tersebut.
Selain itu, target pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang telah diberlakukan
secara efektif pada tahun 2010, masih menghadapi permasalahan dan
tantangan sendiri yang perlu mendapatkan respon segera.
Permasalahan yang muncul masih menyangkut implementasi
Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU
No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),
antara lain belum selesainya pembentukan Komisi Informasi Daerah;
belum optimalnya pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID); masih terbatasnya data dan informasi yang
tersedia dan terdokumentasi dengan baik di setiap badan publik, serta
masih kurangnya pemahaman SDM Badan Publik dan masyarakat
akan arti penting keterbukaan informasi publik.
Dengan
masih
sekitar
52
badan
publik
(30
kementerian/lembaga, 2 provinsi, dan 20 kabupaten/kota) yang telah
melaksanakan UU KIP (minimal dengan pembentukan PPID)
menunjukkan adanya persoalan pemahaman terhadap UU KIP,
lemahnya penegakan hukum UU KIP, dan rendahnya kesiapan badan
publik dalam konteks penyediaan suprastruktur dan infrastruktur
informasi dan komunikasi publik. Disamping itu, masih terbatasnya
8-7
kesadaran masyarakat atas hak informasi publik merupakan
tantangan yang perlu direspon segera, tidak saja di tingkat nasional,
tetapi juga oleh pemerintah daerah.
Terkait dengan media tradisional, permasalahannya adalah
pada efektivitas peran media tradisional dalam menyebarkan
informasi publik dan menjadi saluran komunikasi dalam masyarakat,
karena media tradisional seringkali hanya diposisikan sebagai
tontonan semata. Selain itu, media tradisional apabila terlalu
dipaksakan berfungsi sebagai media penyebaran informasi aktual,
maka akan kehilangan karakteristik utamanya sebagai sumber adat
bagi masyarakat, sehingga cenderung hanya bisa dinikmati oleh
kalangan tertentu dalam jumlah yang terbatas.
Efektivitas peran media centre menjadi tantangan yang perlu
mendapatkan perhatian. Mencermati pengguna media center,
mayoritas adalah pelajar, mahasiswa dan wartawan dengan rentang
usia antara 15-45 tahun menunjukkan masih terbatasnya jangkauan
akses masyarakat terhadap media centre yang telah dibangun
tersebut. Permasalahan tersebut menjelaskan masih terbatasnya
upaya pemerintah daerah untuk memperluas jangkauan akses
informasi. Selanjutnya, terkait dengan kapasitas sumber daya
manusia bidang informasi dan komunikasi, masih akan dijumpai
permasalahan penyediaan, pengelolaan, dan penyebaran informasi
publik pada tahun mendatang dengan dihadapkan pada keterbatasan
kapasitas sumber daya manusia, dan masih belum memadainya
sarana dan prasarana komunikasinya. Persoalan lain adalah sulitnya
mengubah paradigma dan pola pikir (mind-set) para pengelola
informasi publik, dari pola pikir masyarakat tertutup menuju
masyarakat terbuka yang demokratis, dan dari pemerintahan
tersentralisasi ke pemerintahan yang terdesentralisasi. Para penyedia
informasi publik belum sepenuhnya paham akan kewajibannya
sebagai pelayan publik dalam menyediakan informasi yang
dibutuhkan sesuai dengan amanat undang-undang. Konsekuensinya,
pengelola informasi publik belum seluruhnya mampu menyediakan
informasi yang benar dan akurat.
8-8
8.1.2. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASILHASIL YANG DICAPAI
Selama setahun terakhir, sejumlah kebijakan telah diambil
untuk mengatasi dan mengantisipasi permasalahan yang ada, dan
sejumlah hasil-hasil telah dicapai.
Pertama, kekurangan yang masih ada dalam pola hubungan
eksekutif-legislatif terus diupayakan untuk diperkecil eksesnya.
Pemerintah yang berkuasa saat ini telah membangun saling
pengertian yang lebih solid untuk mempertegas komitmen parpolparpol di dalam koalisi untuk mendukung kebijakan pemerintah
sampai akhir masa jabatan presiden. Dalam rangka mempertinggi
kontrol atas kinerja Kabinet Indonesia Bersatu Kedua, mekanisme
baku yang selama ini sudah berjalan baik dalam proses pembuatan
kebijakan publik terus dilanjutkan. Pada saat ini, stabilitas
pemerintahan relatif lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Kedua, pemerintah secara konsisten terus memberikan
dukungan kepada MK dan KPK dalam menjalankan peran
konstitusionalnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah juga terus mendukung KPK dalam pemberantasan
korupsi, walaupun yang diduga melakukan korupsi adalah pengurus
dari partai politik yang sedang memegang kendali pemerintahan.
Ketiga, untuk memastikan arah positif konsolidasi demokrasi
Indonesia pemerintah baru-baru ini telah meluncurkan secara resmi
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) untuk mengukur perkembangan
demokratisasi pada tingkat provinsi, yang diharapkan menjadi
patokan (benchmark) bagi pengukuran perkembangan demokrasi
Indonesia pada masa-masa mendatang. Angka IDI pada tahun 2009
menunjukkan perkembangan demokratisasi yang positif. Jaminan
kebebasan sipil menunjukkan perkembangan yang lebih baik
dibandingkan dengan jaminan terhadap hak-hak politik dan kinerja
institusi demokrasi dalam melaksanakan akuntabilitasnya.
8-9
GAMBAR 8.1
INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2007 DAN 2009
IDI 2007
IDI 2009
Formatted: Font: 8 pt
Formatted: Indent: First line: 0 cm
Formatted: Font: 8 pt
Sumber: Hasil Survei IDI 2009, Bappenas, BPS, UNDP
Dalam laporan survey IDI tahun 2009 ditemukan bahwa partai
politik adalah bagian terlemah dalam struktur kelembagaan
demokrasi pada tingkat provinsi di Indonesia, bersama-sama dengan
DPRD. Pemerintah terus mendukung langkah-langkah untuk
meningkatkan kualitas dan akuntabilitas partai politik di Indonesia,
baik melalui bantuan keuangan terhadap parpol, maupun dengan
mendukung peningkatan kapasitas parpol dalam memenuhi fungsifungsi politiknya, antara lain dengan bersama-sama DPR
menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai
Politik yang substansinya lebih menjamin arah bantuan keuangan
kepada parpol dan pertanggung jawaban keuangannya.
8 - 10
GAMBAR 8.2
GRAFIK INDEKS VARIABEL PADA ASPEK 1
(KEBEBASAN SIPIL)
Kebebasan Berkumpul dan
Berserikat
91,44
90,67
Kebebasan Berkeyakinan
Kebebasan dari Diskriminasi
Kebebasan Berpendapat
88,92
83,97
Sumber: Hasil Survei IDI 2009, Bappenas, BPS, UNDP
GAMBAR 8.3
GRAFIK INDEKS VARIABEL PADA ASPEK 2
(HAK-HAK POLITIK)
Hak Memilih dan Dipilih
50,05
Partisipasi Politik Dalam Pengambilan
Keputusan dan Pengawasan
55,16
Sumber: Hasil Survei IDI 2009, Bappenas, BPS, UNDP
8 - 11
GAMBAR 8.4
GRAFIK INDEKS VARIABEL PADA ASPEK 3
(LEMBAGA DEMOKRASI)
90,53
Peran Peradilan yang Independen
Peran Birokrasi Pemerintah Daerah
88,58
Pemilu yang Bebas dan Adil
87,67
Peran DPRD
Peran Partai Politik
38,03
19,29
Sumber: Hasil Survei IDI 2009, Bappenas, BPS, UNDP
Pada sisi lain, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan
kapasitas dan kualitas organisasi masyarakat sipil (OMS) sebagai
tulang punggung demokrasi kita di masa mendatang. Dalam
merespon persoalan kapasitas dan kualitas, Pemerintah
mengembangkan pola kerja sama kemitraan dengan OMS.
Harapannya dengan adanya pola kemitraan tersebut kapasitas dan
kualitas peran OMS dapat meningkat, disamping hubungan
kemitraan pemerintah dan masyarakat dapat menguat. Pemerintah
pun terus melakukan pembahasan untuk mengembangkan kerangka
regulasi penyempurnaan UU Ormas. Harapannya, revisi terhadap
UU Ormas dapat segera diselesaikan.
Pada tahun 2011 ini Pemerintah mengundang OMS secara
khusus di dalam proses konsultasi publik penyusunan perencanaan
pembangunan pada Musrenbangnas. Hal ini diharapkan menjadi
langkah awal untuk meningkatkan kepemilikan (ownership) pada
dokumen perencanaan yang sudah disepakati, dan meningkatkan
kepercayaan (trust) kalangan masyarakat sipil pada komitmen
pemerintah pada demokrasi.
8 - 12
Keempat, berkenaan dengan pemilu khususnya untuk
menghadapi Pemilu 2014 khususnya dan pemilukada ke depan, KPU
tengah menyiapkan mekanisme untuk menghasilkan data pemilih
yang akurat. Sedangkan dalam rangka meningkatkan kualitas pemilu,
sosialisasi pemilu dan pendidikan politik untuk para penyelenggara
pemilu dan pemilukada sedang dan akan terus dilakukan.
Pengetahuan mengenai pemilu dan tahapan pemilu dan langkahlangkah strategis yang harus disiapkan oleh penyelenggara pemilu
termasuk kesiapan untuk mengatasi sengketa hukum menjadi bagian
penting dalam pendidikan politik dimaksud. Saat ini, pendidikan
pemilih untuk masyarakat yang baik dan tepat sedang disiapkan.
Dalam merespon penyiapan peraturan perundangan Pemilu
2014, DPR, Pemerintah dan KPU telah berusaha secara optimal
mengambil
langkah-langkah
yang
diperlukan
untuk
menyempurnakan penyelenggaraan pemilu Indonesia. Revisi
terhadap UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu
ditandai dengan perdebatan politik pro dan kontra mengenai
komposisi keanggotaan KPU yang berasal dari parpol. Diharapkan
revisi tersebut dapat segera diselesaikan untuk menjamin
penyelenggaraan pemilu pada tahun 2014 mendatang dapat
dilaksanakan dengan persiapan yang cukup sehingga dapat
meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pemilu.
Pada tahun 2010, DPR dan Pemerintah sudah menyelesaikan
revisi terhadap UU No.2 Tahun 2008 tentang Parpol menjadi UU No.
2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik. Sedangkan paket undang-undang politik lainnya masih
dalam proses pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR,
yaitu UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan
DPRD, UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan
DPRD. Salah satu isu paling mengemuka berkaitan dengan revisi
perundang-undangan politik adalah persoalan ambang batas
parlemen (parliamentary threshold) yang saat ini adalah 2,5%.
Besaran ambang batas ini menentukan lolos tidaknya sebuah parpol
untuk duduk di DPR. Ada parpol yang mengusulkan perubahan
8 - 13
tertinggi menjadi 5%, ada yang menjadi 4%, menjadi 3%, ada juga
yang ingin status quo saja.
UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun
2008 tentang Partai Politik mengatur berbagai hal baru yang belum
diatur dalam undang-undang lama, antara lain tentang penggunaan
bantuan keuangan kepada parpol dari sumber keuangan negara
terutama diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi
anggota parpol dan masyarakat. Parpol juga wajib melaporkan
penggunaan bantuan keuangan dari sumber keuangan negara.
Perubahan penting lain adalah menyangkut batas sumbangan
perusahaan kepada parpol, yang sebelumnya Rp 4 miliar menjadi
paling banyak Rp 7,5 miliar.
Pada tahun 2010 telah dijadualkan 246 pemilukada, termasuk
2 pemilukada yang dipercepat dari tahun 2011. Namun dalam
pelaksanaannya hanya 224 yang telah dilaksanakan, dan 22
pemilukada ditunda pelaksanaannya dikarenakan masalah
keterbatasan anggaran. Dari 224 yang telah dilaksanakan tersebut,
sebanyak 212 pemilukada telah ditetapkan kepala daerahnya,
sebanyak 12 pemilukada akan diselesaikan pada tahun 2011 karena
adanya pemungutan suara putaran kedua atau pemungutan atau
penghitungan suara ulang berdasarkan ketetapan Mahkamah
Konstitusi (MK). Dari 224 daerah tersebut terdapat 164 daerah
(73,21%) yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi
dengan 229 perkara dan terdapat 26 perkara yang permohonannya
dikabulkan dalam bentuk putusan penghitungan suara ulang,
pemungutan suara ulang, pemilukada ulang dari tahapan tertentu,
pembatalan calon terpilih atau pun penetapan suara calon yang
mempengaruhi keikutsertaan calon di putaran kedua. Gugatan yang
dikabulkan sebagian besar berasal dari faktor pasangan calon yaitu
adanya keterlibatan birokrasi/PNS, praktek politik uang, dan
intimidasi/tekanan atau kekerasan. Ditinjau dari sisi jumlah gugatan
yang dikabulkan MK (11,35%), maka sebagian besar
penyelenggaraan pemilukada tahun 2010 dapat dikatakan sudah
berjalan dengan cukup baik.
8 - 14
Pada tahun 2011 terdapat 115 daerah yang menyelenggarakan
pemilukada yang terdiri dari 8 pemilu Gubernur dan Wakil
Gubernur, 94 pemilu Bupati dan Wakil Bupati dan 13 pemilu
Walikota dan Wakil Walikota. Delapan provinsi tersebut adalah
Sulawesi Tengah, Papua, Papua Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), Sulawesi Barat, Banten, Gorontalo, dan Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD). Khusus untuk Daerah Istimewa Yogyakarta,
sistem pemilihan kepala daerah masih menunggu pengesahan
Undang-Undang mengenai Daerah Istimewa Yogyakarta yang saat
ini masih dalam proses pembahasan di DPR.
Sampai dengan tanggal 20 Juli 2011, terdapat 72 daerah yang
telah menyelenggarakan pemilukada. Dari 72 daerah, terdapat 54
daerah yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan 5
daerah di antaranya dikabulkan permohonan gugatannya baik dengan
putusan sela, dikabulkan sebagian, ataupun dikabulkan seluruhnya.
Ditinjau dari persentase gugatan yang dikabulkan (6,94%), maka
hingga paruh pertama tahun 2011 ini, maka penyelenggaraan
pemilukada dapat berjalan dengan cukup baik.
Pemerintah mendukung sepenuhnya revisi UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, termasuk mengatur pemilukada
ke dalam undang-undang tersendiri, terpisah dari UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan memasukkan
pemilukada menjadi perundangan tersendiri, diharapkan akan ada
transformasi pemahaman bahwa pemilu merupakan proses
independen yang bebas dari pengaruh pemerintah dan birokrasi
daerah. Peran pemerintah pusat dan daerah hanya memberikan
fasilitasi dukungan proses penyiapan penyelenggaraannya.
Agar pemilu dan pemilukada dapat berjalan dengan jurdil dan
aman, peningkatan kapasitas Bawaslu baik dalam kapasitas SDM
dan lembaganya, serta penguatan Panwaslu telah dan akan terus
ditingkatkan melalui berbagai program pembangunan. Pendidikan
politik kepada masyarakat agar dapat melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemilu dan pemilukada saat ini sedang
dikembangkan termasuk didalamnya pengawasan terhadap
penggunaan dana-dana kampanye. Diharapkan melalui keterlibatan
8 - 15
aktif masyarakat akan semakin mengurangi tingkat pelanggaran
pemilu dan pemilukada.
Kelima, pada tahun 2010 dan pada paruh pertama tahun 2011
konflik kekerasan yang dilatar belakangi politik dan ajaran agama
masih sering terjadi, termasuk pembakaran rumah ibadah dan
tindakan kekerasan antara kelompok agama. Pemerintah telah
menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan terhadap setiap pelaku
tindak pidana pembunuhan dan kekerasan kepada warganegara lain
apapun alasannya.
Dalam upaya merespons adanya ancaman dan potensi
gangguan pada stabilitas sosial dan politik di tanah air yang berasal
dari konflik berdimensi SARA dan tindakan terorisme, Pemerintah
juga terus berusaha mendorong berfungsinya forum-forum publik
yang sudah ada untuk memelihara kebersamaan dan mengantisipasi
ancaman konflik antar kelompok masyarakat, antara lain melalui
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan
Dini Masyarakat (FKDM), dan Forum Pembauran Kebangsaan
(FPK) di beberapa provinsi, kabupaten, dan kota. Dewasa ini sedang
disiapkan Rapat Koordinasi Nasional Forum Pembaruan Kebangsaan
(FPK) yang direncanakan akan dihadiri oleh 300 peserta, terdiri dari
Ketua atau pengurus FPK Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta
Kepala Badan Kesbangpol Provinsi dan Kabupaten/Kota, seluruh
Indonesia.
Di samping itu, dalam waktu dekat pemerintah akan
menyiapkan Rancangan undang-undang Penanggulangan Konflik
Sosial sebagai instrumen hukum komprehensif dalam menghadapi
berbagai konflik sosial yang bersifat vertikal maupun horizontal yang
disebabkan oleh berbagai latarbelakang permasalahan SARA.
Dalam merespon situasi sosial politik dalam masyarakat,
upaya represif dan pelaksanaan forum-forum dialog saja tentu
tidaklah memadai. Pendidikan kebangsaan dan demokrasi yang
berkelanjutan perlu dilakukan bagi upaya memelihara persatuan dan
konsolidasi demokrasi Indonesia di masa mendatang. Pemerintah
sejak tahun 2010 telah merintis dan memfasilitasi berdirinya Pusat
Pendidikan
Kebangsaan,
yang
merupakan
kerjasama
8 - 16
multistakeholders antara pemerintah, dan lembaga pendidikan
tinggi. Fungsi Pusat Pendidikan Kebangsaan tersebut tidak hanya
dijadikan tempat pembelajaran dalam bentuk pelatihan, tetapi juga
menjadi tempat melakukan komunikasi dan dialog, serta wadah
komunikasi yang dapat memberikan kontribusi dalam penyelesaian
masalah konflik sosial yang ada dalam masyarakat. Pusat Pendidikan
Kebangsaan (PPK) yang diharapkan berjalan pada awal tahun 2012
mendatang, dapat menjadi instrumen penting dalam melakukan
proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan dan demokrasi ke dalam
jiwa para penerus bangsa. Bangsa Indonesia diharapkan dapat
menjadi bangsa yang terbuka pada perubahan, toleran pada
perbedaan, dan bertanggung jawab menjaga persatuan bangsa dalam
wadah NKRI, serta memegang teguh Pancasila sebagai ideologi dan
dasar negara.
Selain itu, pendidikan politik melalui program rutin yang
sudah dilaksanakan setiap tahunnya akan diupayakan lebih tepat
sasaran dan dapat meningkatkan peran kelompok marginal
perempuan dalam lembaga legislatif untuk menyuarakan aspirasi
masyarakat yang tidak bias gender dan tetap pro pada kepentingan
kelompok marjinal lainnya. Pendidikan politik yang sensitif gender
perlu diberikan tidak saja pada anggota parlemen perempuan, tetapi
juga untuk anggota parlemen laki-laki.
Khusus dalam merespon tindakan terorisme, Pemerintah pada
pertengahan 2010 telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) melalui Perpres No. 46 tahun 2010 tentang Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme yang memiliki kewenangan
untuk melakukan koordinasi dan sinergitas upaya pencegahan dan
penindakan terhadap terorisme.
Pada tahun 2010 sejumlah prestasi penanggulangan terorisme
berhasil dicapai, antara lain pengungkapan pelatihan militer oleh
jaringan terorisme di Kabupaten Aceh Besar, pengungkapan kasus
tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Bank CIMB Niaga di
Medan, tindak pidana teror penyerangan Polsek Hamparan Perak
Medan, tindak pidana teror perakitan bom oleh kelompok Bandung,
pengungkapan pelaku penyerangan Pos Polisi Katengrejo dan
8 - 17
Prumbun. Pada 2011 berhasil diungkap tindak pidana teror bom di
beberapa tempat di Klaten, pengungkapan pelaku teror bom buku di
beberapa wilayah Jakarta, Serpong dan sekitarnya, serta
pengungkapan tindak pidana teror bom bunuh diri di Masjid
Azdzikra Mapolresta Cirebon Kota dan rencana aksi teror lainnya di
Sukoharjo. Untuk mengantisipasi secara dini potensi konflik di
daerah, beberapa bulan lalu, pada bulan Maret 2011, diadakan Rapat
Koordinasi Nasional Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) di
Jakarta, diikuti 600 peserta. Dalam Rakornas ini tercapai kesamaan
persepsi, visi dan misi dalam proses menjaga ketertiban dan
ketenteraman nasional di daerah.
Keenam, upaya untuk meningkatkan penyediaan informasi
publik dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan, antara lain
melalui penyusunan Grand Design Media Center dan Grand Design
Layanan Informasi Publik. Grand Design Media Center
dimaksudkan sebagai pedoman pengelolaan media center bagi
daerah yang meliputi peliputan berita, pengiriman berita dari daerah
ke pusat, pengembangan SDM, pemanfaatan sistem jaringan serta
pemeliharaannya. Sedangkan Grand Design Layanan Informasi
Publik adalah strategi implementasi, tata kelola dan mekanisme
pelaksanaan Government Public Relation yang dijadikan sebagai
pedoman bagi Pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Satu paket dengan pembangunan media center, pada tahun 2011
diprogramkan pengadaan bantuan mobil unit keliling sebanyak 20
buah untuk daerah perbatasan, terluar atau terdepan.
Dalam merespon adanya kesenjangan informasi di daerah,
pemerintah melaksanakan berbagai program kegiatan, antara lain
melalui pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM)
guna mendukung pengembangan desa informasi; penyediaan
informasi publik melalui Bantuan Kegiatan Operasional Penyebaran
Informasi Publik (BKOPIP) di 50 (lima puluh) Dinas Infokom
tingkat provinsi dan kabupaten/kota; dukungan komunikasi publik
dalam rangka citra positif pemerintah melalui Humas Pemerintah
(Government Public Relations) atau GPR dan sosialisasi Program
Keluarga Harapan (PKH) serta Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM); kerjasama kemitraan dengan media pusat dan
8 - 18
daerah; penyebaran informasi publik dalam rangka NKRI dan
penyebarluasan informasi kebijakan pemerintah, peningkatan peran
organisasi kemasyarakatan, profesi, dunia usaha, lembaga strategis
lainnya sebagai penyebaran informasi. Kegiatan-kegiatan tersebut
diharapkan dapat mendorong penyediaan dan penyebaran informasi
publik yang bermanfaat bagi pencerdasan bangsa, dan penyediaan
akses informasi publik.
Dalam Peningkatan diseminasi informasi dan komunikasi
yang terstruktur dan terlembaga, Pemerintah terus berupaya
mendorong efektifitas pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 61
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP
dan meningkatkan penyediaan informasi dan komunikasi publik.
Peraturan Pemerintah tersebut mengamanatkan agar pemerintah
pusat dan pemerintah daerah segera membentuk Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan Komisi Informasi Daerah
(KID). Sesuai amanat Peraturan Pemerintah tersebut, sampai dengan
bulan Juni 2011 capaian pembentukan PPID tingkat
Kementerian/Lembaga baru sebanyak 26 K/L. PP tersebut mengatur
antara lain kebijakan badan publik dalam menyediakan informasi
yang dibutuhkan/diminta oleh pemohon informasi, termasuk
pengklasifikasian informasi dan jangka waktu pengecualiannya. Di
samping itu, Komisi Informasi Pusat (KIP) sesuai amanat UU KIP
telah menghasilkan Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2010
tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Selanjutnya, sebagai upaya memperkuat komunikasi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta antara pemerintah
daerah dan masyarakatnya, pada tahun 2010 telah dilakukan
pembangunan dan penguatan media center di 60 daerah di tingkat
provinsi, kabupaten dan kota dengan tujuan untuk mempercepat
pelayanan, penyebarluasan, dan penyerapan informasi publik
berbasis teknologi informasi. Pembangunan media center tidak
hanya dilakukan dengan pemberian perangkat elektronik kepada
lembaga/instansi pemerintah di daerah, tetapi juga diberikan kepada
organisasi masyarakat sipil yang terkait dengan fungsi penyebaran
informasi publik seperti telah dilakukan Kemkominfo pada tahun
2010 kepada Muslimat Nahdlatul Ulama, Kwartir Nasional Pramuka
8 - 19
dan NCB Library Yayasan Nurani. Selain itu, upaya lain untuk
meningkatkan komunikasi antara pusat dan daerah, serta untuk
mengurangi kesenjangan dan/atau kendala penyebaran informasi
publik di wilayah-wilayah terpencil dan terdepan, Pemerintah terus
memfasilitasi peningkatan kualitas media komunitas dan media
lainnya di dalam masyarakat.
Pemerintah juga terus memantau dan membantu
perkembangan media tradisional sebagai saluran komunikasi yang
memiliki potensi kuat dalam menciptakan harmonisasi dan juga
sebagai wahana transformasi berbagai nilai, termasuk nilai
pembangunan dan perubahan. Sampai dengan tahun 2010 terdapat
1.551 media tradisional di tanah air, meskipun persebarannya tidak
merata di seluruh provinsi.
Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM Bidang Komunikasi
dan Informatika dilakukan melalui penyelenggaraan dan
pengembangan profesionalisme SDM Bidang Komunikasi dan
Informatika dalam rangka mengatasi kesenjangan digital dan
meningkatkan daya saing bangsa, diantaranya pendidikan S2 dan S3
di dalam dan luar negeri sebanyak 280 orang. Penyusunan SKKNI
(Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) bidang Desain
Grafis sebagai SKKNI VIII (kedelapan) yang telah dihasilkan
Kementerian Kominfo yang diikuti uji kompetensi dan sertifikasi
SKKNI untuk 80 (delapan puluh) orang PNS. Juga telah
diselenggarakan Bimbingan Teknis Chief Information Officer (CIO)
untuk 310 peserta di sejumlah provinsi di Indonesia untuk
melengkapi pelatihan teknis yang secara rutin dilakukan.
Disamping itu juga pendidikan dan pelatihan di Multi Media
Trainning Center (MMTC) Yogyakarta, BPPTIK Bekasi dan
Pustiknas Ciputat serta internet gallery di 8 (delapan) Balai
Penelitian. Dalam rangka pengembangan CIO juga telah
diimplementasikan Program UN-APCICT “Academy Of ICT
Essentials For Government Leaders/CIO” dengan 40 (empat puluh)
orang peserta yang merupakan pejabat pengelola TIK pemerintah
daerah. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan proyek peningkatan
TIK dan pemerataan mutu pendidikan di Provinsi Daerah Istimewa
8 - 20
Yogyakarta, pemerintah mengimplementasikan sistem e-pendidikan
di 110 (seratus sepuluh) sekolah di 5 (lima) kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya, pemerintah juga memandang perlu untuk
menjamin kebebasan media massa, agar berperan serta secara
proporsional dan bertanggungjawab dalam membentuk pola pikir
(mind set) baru yang sesuai dengan arah konsolidasi demokrasi
Indonesia, dan berusaha mendukung munculnya pilihan-pilihan
sumber informasi baru bagi publik sehingga tidak terjadi dominasi
informasi oleh media massa tertentu saja.
8.1.3.
TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Sejumlah pekerjaan rumah besar harus segera diselesaikan
pada paruh terakhir tahun 2011 dan tahun 2012 mendatang:
Pertama, pemerintah akan terus mengambil inisiatif dan
proaktif dalam mengatasi berbagai kelemahan sistem politik dan
sistem pemerintahan kita dengan memperbanyak komunikasi dan
dialog dengan DPR, dalam semangat kolegial dan kebersamaan,
namun tetap dalam jalur konstitusi dan perundang-undangan yang
berlaku. Strategi koalisi parpol dalam Kabinet Indonesia bersatu
perlu tetap dipelihara sampai akhir masa pemerintahan tahun 2014,
untuk memenuhi visi dan misi presiden terpilih sesuai dengan janji
kampanye kepada rakyat seluruhnya.
Kedua, pemerintahan dalam batas-batas kewenangannya akan
terus mendorong kemandirian lembaga-lembaga seperti MK dan
KPK dalam melakukan tugas-tugas nya menegakkan konstitusi dan
pemberantasan tindak pidana korupsi di lembaga-lembaga
pemerintah. Sudah menjadi tugas negara yang demokratis untuk
menegakkan dan menjunjung tinggi konstitusi dan memelihara
amanat rakyat untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan
bersih dari korupsi.
Ketiga, Pemerintah akan memberikan fasilitas untuk
meningkatkan kapasitas dan kualitas peran organisasi masyarakat
8 - 21
sipil agar dapat berperan dalam melakukan pengawasan dan aktif
dalam penyusunan kebijakan publik. Pemerintah perlu memperbaiki
mekanisme keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan dan
penyusunan kebijakan publik. Pemerintah perlu terus meningkatkan
dialog dan mengkaji berbagai cara untuk memberikan jalan terbaik
bagi kebrelanjutan peran organisasi masyarakat sipil dalam proses
demokratisasi, apakah melalui pembentukan Democracy Trust Fund
(DTF) atau pembentukan democracy facility dalam bentuk lainnya.
Dalam kaitan inilah maka revisi UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan merupakan hal sangat krusial untuk
mengantisipasi dinamika masyarakat sipil yang sudah banyak sekali
berubah.
Pemerintah juga akan melanjutkan upaya memperkuat
kapasitas parpol agar mampu melaksanakan fungsi-fungsi politik
yang diamanatkan perundang-undangan, termasuk dalam
melaksanakan pendidikan politik kepada masyarakat. Pada masa
mendatang, parpol diharapkan dapat lebih memiliki kredibilitas
dalam menyuarakan aspirasi masyarakat, selain itu juga memiliki
akuntabilitas yang tinggi atas bantuan keuangan yang diterimanya
dari negara, terutama untuk melaksanakan pendidikan politik, sesuai
dengan yang menjadi amanat perundang-undangan.
Keempat, Pemerintah akan terus memfasilitasi untuk
mempercepat penuntasan inisiatif DPR atas perubahan UU No. 22
Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, perubahan atas
UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD,
perubahan atas UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden. Sebagian besar paket perundangan ini
seharusnya paket sudah dapat diselesaikan pada tahun 2011-2012,
sehingga memberi ruang yang cukup bagi pelaksanaan pentahapan
pemilu secara tuntas.
Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pemilu dan
pemilukada yang semakin demokratis, maka pemerintah akan terus
meningkatkan fasilitasi kepada penyelenggaraan pemilu dan
pemilukada dalam meningkatkan kapasitas dan kredibilitasi
8 - 22
kelembagaan mereka dan kualitas sumber daya manusianya. Hal ini
diperlukan untuk menghadapi tantangan penyelenggaraan pemilu
yang makin besar dan menjaga independensi, serta dalam mengatasi
perselisihan pemilu yang seharusnya tidak menimbulkan konflik
baru di dalam masyarakat. Pemutakhiran data pemilih harus menjadi
prioritas penting dalam penyiapan penyelenggaraan pemilu dan
pemilukada. Penting kiranya bagi KPU dan pemerintah untuk
berkoordinasi terutama untuk memanfaatkan data hasil pelaksanaan
Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Electronic-KTP (e-KTP).
Koordinasi tersebut sangatlah penting untuk memastikan efektifitas
penggunaan dana APBN.
Pendidikan pemilih merupakan kunci untuk meningkatkan
partisipasi politik masyarakat dalam pemilu dan pemilu kada.
Tantangannya adalah pelembagaan pendidikan pemilih yang
programnya dilaksanakan di antara dua pemilu dan dua pemilukada.
Melalui pendidikan tersebut, diharapkan akan mengurangi secara
signifikan aksi unjuk rasa yang cenderung anarkis pasca pemilukada
di beberapa daerah dan pelanggaran pemilu lainnya. Penegakan
hukum secara tegas terhadap para peserta pemilukada perlu menjadi
prioritas untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat pada
pemilukada dan demokrasi. Hal lain yang sangat penting untuk
mengurangi tindakan anarkis adalah dengan melaksanakan
pendidikan politik, dan yang tidak kalah pentingnya adalah
memberikan contoh dan tauladan kepemimpinan politik yang baik.
Peningkatan kapasitas dan kualitas pengawasan pemilu dan
pemilukada, serta peningkatan peran masyarakat dalam melakukan
pengawasan perlu terus dilakukan.
Kelima, pemerintah akan terus meningkatkan kapasitas dan
efektifitas forum publik yang mengedepankan dialog dan tindakan
persuasi, dan pelembagaannya dalam mendukung proses
demokratisasi dan penyelesaian konflik. Pemerintah menyadari
bahwa masyarakat sendirilah yang mengetahui permasalahan di
dalam masyarakat. Pemerintah juga perlu melakukan kerja sama
dengan OMS yang berkecimpung dalam penanganan konflik untuk
8 - 23
mendorong masyarakat sipil di daerah melakukan pengelolaan
konflik secara efektif.
Pemerintah perlu terus menegaskan bahwa hukum harus
ditegakkan terhadap setiap pelaku tindak pidana pembunuhan dan
kekerasan kepada warganegara lain apapun alasannya termasuk
terhadap pelaku tindakan kekerasan atas nama agama dan moralitas.
Pemerintah perlu memastikan bahwa penyelesaian masalah dalam
masyarakat perlu mengedepankan dialog dan tindakan hukum
sebagai panglima. Pemerintah perlu menunjukkan komitmen lebih
tegas untuk melindungi keamanan dan hak-hak kaum minoritas. Di
samping itu, forum dialog publik yang telah ada di dalam masyarakat
perlu kiranya menyampaikan pentingnya kerukunan umat beragama.
Kerukunan umat beragama sangat penting untuk menjaga persatuan
Indonesia sebagai bangsa yang besar. Program pendidikan politik
yang akan dilaksanakan ke depan perlu menegaskan penerapan nilainilai Pancasila dan demokrasi termasuk di dalamnya penghormatan
pada kebhinekaan dan pada penghormatan terhadap hak beragama
warganegara.
Pemerintah akan melanjutkan proses deradikalisasi melalui
upaya dan pendekatan terpadu bersama lembaga-lembaga pemerintah
dan masyarakat sipil. Terorisme merupakan ideologi yang antidemokrasi karena mempercayai jalan kekerasan, pembunuhan dan
anarki dalam mencapai tujuan-tujuan politik mereka, oleh karena itu
harus dilawan, namun tetap dalam kerangka hukum dan perundangundangan yang berlaku di Indonesia.
Konsolidasi demokrasi memberikan kebebasan yang seluasluasnya untuk menganut keyakinan politik apa saja, namun tetap
diperjuangkan melalui cara-cara demokratis dalam jalur konstitusi.
BNPT sebagai lembaga yang khusus didirikan untuk mengantisipasi
dan mengatasi bahaya terorisme ini akan menjadi ujung tombak
pemerintah dalam melakukan kerjasama dengan masyarakat sipil
dalam pemberantasan terorisme. Pada dimensi yang berkaitan erat
dengan pemberantasan terorisme ini, yakni untuk mengantisipasi
potensi dan mengatasi konflik kekerasan yang bersifat massal dan
meluas, maka pemerintah bersedia memberikan fasilitasi bagi
8 - 24
penyempurnaan Pasal 26 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, terkait laporan intelijen
dan penyusunan draf RUU tentang Penanganan Konflik Sosial.
Dalam perumusan RUU Penanggulangan Konflik Sosial kiranya
perlu dipastikan bahwa RUU tersebut memasukkan materi perspektif
keadilan gender, perspektif korban kekerasan, serta dapat mengenali
kekerasan berbasis gender (gender-based violence) untuk dapat
menjamin keadilan bagi seluruh rakyat tanpa kecuali.
Keenam, peningkatan penyediaan informasi dan komunikasi
publik terus dilakukan dengan berbagai kegiatan antara lain melalui
pembinaan dan pengembangan kebijakan komunikasi nasional,
pengelolaan dan penyediaan informasi, pelayanan informasi
kenegaraan melalui media publik, pembinaan dan pengembangan
kemitraan lembaga komunikasi, pengembangan kemitraan pelayanan
informasi
internasional,
fasilitasi
pelaksanaan
program
pengembangan dan penguatan kelembagaan Komisi Informasi Pusat.
Peningkatan kapasitas SDM Bidang Kominfo juga terus ditingkatkan
antara lain melalui kegiatan penelitian dan pengembangan literasi
dan profesi, serta pengembangan SDM Komunikasi dan Informatika
yang dilakukan melalui bimbingan teknis (bimtek) CIO, bimtek
budaya dokumentasi, beasiswa S2/S3, pelatihan komunikasi publik,
dan sertifikasi SDM Kominfo.
Pemerintah juga akan terus melakukan upaya percepatan
pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik dan PP 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan UU No. 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sejalan dengan
itu, akan terus dilanjutkan upaya peningkatan kualitas SDM aparatur
pemerintah bidang informasi dan komunikasi dan kualitas isi
informasi publik, pengefektifan strategi penyebaran informasi publik,
dan peningkatan penyebaran informasi publik yang mudah diakses
masyarakat luas. Disamping itu, kualitas media center akan terus
diperbaiki, dan terus dilakukan revitalisasi dan peningkatan kapasitas
media tradisional dan media komunitas.
8 - 25
8.2.
POLITIK LUAR NEGERI
8.2.1
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
ASEAN. Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2011 senantiasa
mendorong tercapainya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui 3
(tiga) prioritas utama, yaitu memastikan bahwa tahun 2011 akan
ditandai oleh kemajuan yang signifikan dalam pencapaian
Komunitas ASEAN; memastikan terpeliharanya tatanan dan situasi
di kawasan yang kondusif bagi upaya pencapaian pembangunan, dan
menggulirkan pembahasan mengenai perlunya visi “ASEAN pasca2015”, yaitu peran masyarakat ASEAN dalam masyarakat dunia
(ASEAN Community in a global community of nations).
Kawasan ASEAN memiliki tantangan sekaligus potensi yang
besar untuk peningkatan ekonomi dan peningkatan sosial,
menjanjikan perspektif baru pada negara-negara lain yang
berinteraksi, dan mengelola hubungan dalam memperoleh
keuntungan bersama, yakni kemanan, kemakmuran dan stabilitas
dapat dinikmati atau yang disebut terbentuknya peta ekuilibrium
dinamis di kawasan. Persoalannya adalah memastikan peran dan
sumbangsih ASEAN dalam rangka membangun ASEAN Community
In a Global Community of Nations setelah tahun 2015 dan secara
aktif terlibat dalam menyelesaikan tantangan global sebagi
konstribusinya menjaga kemakmuran dan stabilitas global.
Kenyataan bahwa perkembangan ASEAN belum dipahami
sepenuhnya oleh masyarakat merupakan tantangan tersendiri bagi
negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia, mengingat target
pembentukan Komunitas ASEAN 2015 kurang empat tahun dari
sekarang. Negara-negara anggota ASEAN perlu bersiap untuk
memperkuat konsolidasi menyongsong era baru komunitas bangsabangsa di Asia Tenggara serta menghadapi perkembangan global
Proses pembentukan komunitas itu memerlukan upaya kerja
keras dan memakan waktu. Inilah tantangan konsolidasi ASEAN
yang intinya menegaskan pentingnya pendalaman ASEAN. Selain
kesadaran tentang ASEAN, pendalaman ASEAN menyangkut
pembentukan identitas ASEAN. Tantangan lainnya dalam
8 - 26
mewujudkan peran Komunitas ASEAN dalam komunitas global
bangsa-bangsa adalah ASEAN harus penuh inisiatif dan mempunyai
sumber daya (resources). ASEAN dituntut aktif dalam perdebatan
dan penyelesaian masalah global.
Perbatasan. Berkenaan dengan permasalahan perbatasan,
Indonesia memiliki batas laut dengan 10 (sepuluh) negara, yakni
India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau,
Papua Nugini, Timor Leste dan Australia; dan batas darat dengan 3
(tiga) negara, yaitu Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini.
Masalah perbatasan tidak hanya menyangkut keutuhan wilayah
NKRI, tetapi juga berkaitan dengan pemerataan pembangunan,
terutama di daerah-daerah yang berbatasan dengan negara tetangga.
Tantangan yang perlu mendapatkan perhatian adalah diantaranya
klaim delimitasi laut oleh negara lain, penamaan pulau-pulau kecil,
pencemaran dan penambangan pasir, degradasi lingkungan pesisir,
dan kejahatan transnasional (transnational crime) seperti terorisme,
human trafficking, kegiatan lintas batas secara ilegal, perompakan,
illegal logging, illegal fishing, serta illegal trading.
Disamping itu, diplomasi perbatasan selama ini menghadapi
permasalahan utama berupa masih adanya perbedaan pandangan dan
kepentingan dalam penggunaan dasar penetapan perbatasan antara
Indonesia dengan negara-negara yang berbatasan, sehingga dapat
membawa konsekuensi berlarutnya proses perundingan perbatasan.
Selain permasalahan tersebut, Indonesia juga belum memiliki
kebijakan maritim (ocean policy) yang komprehensif yang dapat
digunakan sebagai landasan kebijakan dalam setiap penanganan isu
maritim, termasuk di antaranya perundingan masalah perbatasan laut
dan pengelolaan kawasan laut.
Perlindungan terhadap WNI/TKI di luar negeri. Sehubungan
dengan perlindungan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri,
dalam beberapa tahun terakhir, isu mengenai perlakuan tidak layak
yang menimpa warga negara Indonesia (WNI) dan badan hukum
Indonesia (BHI) di luar negeri menjadi sorotan internasional. Isu ini
relatif kompleks, sebab perlindungan terhadap WNI/BHI di luar
negeri tidak dapat dipisahkan dari strategi dan kebijakan cegah dini
8 - 27
di dalam negeri, sebelum WNI dan BHI tersebut melakukan kegiatan
di luar negeri.
Jumlah WNI yang bekerja di berbagai Negara di kawasan Asia
Timur dan Pasifik terutama Singapura, Brunei Darrusalam, Malaysia,
Hongkong, Korea Selatan dan Jepang menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun. Peningkatan jumlah dan mobilitas WNI di kawasan
Asia Pasifik telah berimplikasi pada munculnya permasalahan
seperti, kecelakaan kerja, over-stayers, pelanggaran hukum setempat,
dengan implikasi hukuman berat bahkan hukuman mati, penyiksaan
TKI, deportasi, sakit, meninggal dan trafficking in persons.
Hingga 13 Juli 2011, tercatat sebanyak 223 WNI di luar negeri
yang mendapatkan ancaman hukuman mati dan masih menjalani
proses hukum. Mereka tersebar di beberapa negara di luar negeri
yaitu di Malaysia 179 orang, China 13 orang, Singapura 2 orang, Iran
3 orang dan Arab Saudi 26 orang dengan keterlibatan dalam berbagai
kasus yang antara lain kasus pembunuhan, narkoba, sihir dan
kepemilikan senjata api. Di luar angka tersebut, terdapat WNI yang
terlepas dari hukuman mati, baik bebas murni maupun dengan
pengurangan hukuman sebanyak 67 orang dengan rincian, Suriah 1
orang, Malaysia 58 orang (20 orang bebas murni dan 38 orang
pengurangan hukuman) dan China 8 orang.
Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam rangka
perlindungan terhadap WNI/TKI di luar negeri antara lain adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
8 - 28
Rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia
disertai dengan keterbatasan lapangan kerja dalam negeri,
menjadi faktor yang menyebabkan CTKI mudah terbujuk
tawaran bekerja di luar negeri tidak sesuai prosedur.
Kurangnya awareness dan pemahaman CTKI mengenai
prosedur yang seharusnya, menempatkan mereka dalam posisi
rawan untuk dieksploitasi dan menjadi korban tindak pidana
perdagangan orang.
Sejumlah besar TKI belum memahami dengan baik budaya,
bahasa, peraturan hukum dan keterampilan yang diperlukan
d.
e.
f.
g.
h.
i.
selama bekerja di negara penempatan, serta kewajiban
melaporkan diri di Perwakilan RI di luar negeri.
Masih terdapat regulasi di bidang ketenagakerjaan yang
tumpang tindih satu sama lain baik di tingkat pusat maupun di
daerah, sehingga menjadi celah bagi oknum tertentu untuk
memanfaatkan kondisi tersebut.
Kurang optimalnya koordinasi antarinstansi terkait, sehingga
menjadi kurang sinergis dalam pelaksanaan tupoksi, program
kerja dan alokasi anggaran antar kementerian/lembaga
maupun stakeholders terkait lainnya.
Perbedaan persepsi dan pendekatan dalam implementasi
pelaksanaan peraturan penempatan dan perlindungan TKI.
Penegakan hukum yang kurang tegas di dalam negeri,
sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap oknum-oknum
yang melakukan pelanggaran hukum dalam proses perekrutan,
pelatihan dan penempatan TKI ke luar negeri.
Masih terdapatnya beberapa negara penempatan TKI yang
tidak memiliki peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan yang memadai dalam melindungi tenaga kerja
asing di negaranya.
Perbedaan sistem hukum, cara pandang dan pendekatan
terhadap penyelesaian masalah TKI di negara penempatan
oleh otorita setempat.
Terjadinya krisis politik dan keamanan di beberapa negara di
wilayah Timur Tengah, antara lain Libya, Mesir, Tunisia, dan
Yaman, serta bencana alam gempa bumi dan tsunami dengan
ancaman radiasi nuklir di Jepang menjadi pertimbangan Pemerintah
Indonesia untuk mengambil langkah evakuasi terhadap WNI yang
berada di negara-negara tersebut dalam kerangka perlindungan
terhadap WNI di luar negeri. Sepanjang tahun 2011 hingga 12 Juli
2011 Pemerintah Indonesia tercatat telah melakukan evakuasi
terhadap 3.836 WNI.
8 - 29
TABEL 8.1
JUMLAH WNI DIEVAKUASI HINGGA JULI 2011
NO
1
2
3
4
5
NEGARA
Jepang
Libya
Mesir
Tunisia
Yaman
TOTAL
JUMLAH
252
913
2.432
74
165
3.836
Sumber : Kementerian Luar Negeri, 2011
TABEL 8.2
JUMLAH WNI DIPULANGKAN DI LUAR EVAKUASI
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
NEGARA
Arab Saudi
Bahrain
Fiji
Jepang
Kuwait
Papua Nugini
RRT
Selandia Baru
TOTAL
JUMLAH
6.537
10
5
1
51
2
8
1
6.615
Sumber : Kementerian Luar Negeri, 2011
Permasalahan TKI juga terjadi akibat masalah pembajakan
yang terjadi di Somalia dan krisis politik di berbagai wilayah di
kawasan Timur Tengah. Sepanjang tahun 2011 telah terjadi
pembajakan tiga kapal yang melibatkan ABK WNI sebagai korban
penyanderaan, yaitu 1 ABK WNI di kapal berbendera Aljazair MV
8 - 30
Blida (dibajak sejak 1 Januari 2011), 20 ABK WNI di kapal
berbendera Indonesia MV Sinar Kudus (dibajak pada 16 Maret
2011), dan 13 ABK WNI di kapal tanker berbendera Singapura MT
Gemini (dibajak sejak 30 April 2011).
Sebagai catatan, sejak 2005 hingga 20 Mei 2011 telah terdapat
18 kapal yang dibajak (termasuk MV Sinar Kudus) dengan 125 ABK
WNI yang pernah menjadi korban penyanderaan. Praktek
perompakan di laut merupakan kejahatan universal yang
memerlukan penanganan secara komprehensif, inklusif dan terpadu,
baik pada tataran nasional, regional maupun global. Berdasarkan
International maritime Bureau, dalam tahun 2009 telah terjadi 204
kali penyerangan terhadap kapal-kapal yang berlayar di perairan
Somalia, dan 219 kali penyerangan terjadi pada tahun 2010. Dengan
dibebaskannya 20 ABK kapal Sinar Kudus pada 1 Mei 2011, maka
ABK WNI yang telah dibebaskan menjadi 111 orang. Dengan
demikian, masih terdapat 14 ABK WNI yang disandera oleh
pembajak (1 ABK di MV Blida dan 13 ABK di MT Gemini).
Selain itu, permasalahan TKI juga terjadi sebagai akibat ijin
tinggal yang telah habis masa waktunya. Masalah WNI overstayers
di Arab Saudi misalnya, telah berlangsung dalam beberapa tahun
terakhir. Jika dilihat dari jumlah overstayers yang dideportasi ke
Indonesia setiap tahun melalui Karantina Imigrasi (Tarhil),
meningkatnya jumlah overstayers di berbagai lokasi mungkin
disebabkan oleh kemampuan Tarhil untuk memulangkan mereka
sangat terbatas sehingga banyak dari mereka yang sudah
menyediakan diri untuk ditangkap dan dipulangkan, namun tidak
mendapat ‘giliran’ sehingga akhirnya terlantar di beberapa tempat di
Jeddah (terbanyak di kolong jembatan Kandarah) dan di Makkah
(Jembatan Jl. Al Mansyur).
Peran Indonesia di G-20. Dalam hal peran Indonesia di dalam
forum G-20, permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah pada
upaya peningkatan peran Indonesia di dalam forum tersebut. Terkait
dengan hal itu, persoalan lain yang dihadapi Indonesia adalah
bagaimana supaya tidak hanya terfokus untuk “menjembatani”
negara-negara lain di dalam G-20, karena Indonesia juga perlu
8 - 31
menentukan seperti apa Indonesia bisa lebih berkontribusi dalam
upaya global untuk memecahkan persoalan global.
Kemitraan Strategis. Membangun kemitraan strategis bilateral
di berbagai kawasan merupakan salah satu kebijakan yang diambil
oleh pemerintah yang ditujukan untuk memberikan manfaat pada
masyarakat Indonesia. Dengan pihak Amerika Serikat, tantangannya
adalah bagaimana meningkatkan kerja sama bilateral melalui agenda
kerja Comprehensive Partnership secara tepat waktu, mendalam,
berkelanjutan, dan berpandangan ke depan, dan respon terhadap
tantangan abad 21. Bidang area kerja sama yang telah disepakati
bersama adalah di bidang pendidikan, lingkungan, keamanan, ilmu
dan teknoogi, perdagangan dan investasi, demokrasi, HAM,
kesehatan, energi, dan pangan. Agenda yang disepakati tersebut telah
dituangkan
dalam
Joint
Declaration
on
US-Indonesia
Comprehensive Partnership RI-AS yang telah ditandatangani kedua
Kepala Negara pada tahun 2010 yang lalu.
8.2.2. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASILHASIL YANG DICAPAI
Dalam rangka memajukan kepentingan nasional di ASEAN,
kawasan regional dan global, khususnya dalam mewujudkan
Komunitas ASEAN 2015, Indonesia telah menyelenggarakan KTT
ASEAN pada tanggal 6-8 Mei 2011. Indonesia pun telah
menggulirkan pemikiran visi ASEAN pasca 2015 mengenai peranan
ASEAN di tingkat global dan hal ini dapat mejadi tonggak ketiga
proses konsolidasi ASEAN melalui kesepakatan ASEAN.
Di bidang politik dan keamanan, dalam KTT 18, Indonesia
dinilai berhasil mendorong dikeluarkannya tiga “stand-alone” Joint
Statement mengenai antara lain (i) ASEAN Community in a Global
Community of Nations, (ii) pembentukan ASEAN Institute for Peace
and Reconciliation serta (iii) peningkatan kerjasama penanggulangan
trafficking in persons di Asia Tenggara. Kesepakatan-kesepakatan
tersebut telah membuka lebar kesempatan untuk menghasilkan lebih
lanjut produk substantif utama Keketuaan Indonesia melalui
8 - 32
penyusunan deklarasi untuk disepakati pada KTT ke-19 ASEAN
bulan November 2011. Selain itu, langkah strategis Indonesia untuk
menggagas terbentuknya sebuah ASEAN Institute for Peace and
Reconciliation sesuai dengan Cetak Biru Komunitas PolitikKeamanan ASEAN telah memperoleh dukungan negara-negara
anggota ASEAN.
Di bidang sosial dan budaya, pada KTT 18 terdapat beberapa
hal yang perlu dicatat diantaranya adalah bahwa pemimpin negaranegara ASEAN menyatakan tentang pentingnya partisipasi
masyarakat sipil dalam pencapaian Masyarakat ASEAN pada tahun
2011, serta sepakat meningkatkan dialog yang konstruktif dan
membangun kerja sama kemitraan yang kuat serta kolaborasi yang
aktif dengan masyarakat sipil di dalam berbagai area kerja sama.
Selain itu, semua negara ASEAN sepakat untuk menjamin
berjalannya Pusat Koordinasi ASEAN untuk bantuan kemanusiaan
penanggulangan bencana (AHA Centre) secara efektif.
Terkait dengan pekerja migran, semua negara ASEAN
berkomitmen untuk melaksanakan ASEAN Declaration on the
Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers yang
telah diadopsi dalam KTT ASEAN ke 12 di Cebu, Filipina pada
tahun 2007. Negara anggota ASEAN juga menegaskan kembali
komitmennya untuk mengembangkan instrumen perlindungan dan
pemajuan hak-hak pekerja migran yang sesuai dengan visi ASEAN.
Indonesia juga menyadari pentingnya memanfaatkan
kepemimpinannya di ASEAN pada 2011 dengan memastikan
terlaksananya komitmen-komitmen bersama menuju pembentukan
Komunitas Ekonomi ASEAN pada 2015. Dalam kerangka ini,
serangkaian komitmen telah menunjukkan hasil menggembirakan. Di
sektor keuangan misalnya, ASEAN bersama mitra regional seperti
Cina, Jepang, dan Korea Selatan telah menyepakati Chiang Mai
Initiative Multilateralization pada Desember 2009. Salah satu tindak
lanjut penting kerja sama keuangan tersebut adalah dimulainya
operasionalisasi ASEAN+3 Macroeconomic Research Office
(AMRO) pada Mei 2011. AMRO dimaksudkan untuk menganalisa
situasi ekonomi dan keuangan regional dengan menyiapkan
8 - 33
mekanisme deteksi dini dalam mencegah dan meredam krisis
keuangan seperti yang pernah terjadi pada 1997-1998 dan 20072008.
Indonesia juga mendesak penguatan kerjasama di sektor
ketahanan pangan sebagai salah satu agenda penting regional dengan
mempertimbangkan tingginya tingkat pertumbuhan populasi
regional. Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia kemudian
menggelindingkan gagasan penyusunan kebijakan pangan yang
terkoordinir dengan memperhatikan pasokan, kebutuhan, harga, dan
distribusi, guna memastikan seluruh rakyat kita memperoleh akses
terhadap bahan pangan utama. Dalam perspektif Indonesia, setiap
pemangku kepentingan, termasuk pihak swasta dan dunia akademis
kampus dituntut mengedepankan aspek riset dan pengembangan
pangan yang sejalan dengan dorongan investasi lebih besar di sektor
pangan.
Keketuaan Indonesia dalam ASEAN juga memberikan
penekanan khusus pada tuntutan ketersediaan energi sebagai kunci
utama dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi regional.
Berkenaan dengan hal ini, Indonesia telah dan selalu mendorong
ASEAN untuk lebih mampu mengedepankan penelitian dan
pengembangan dalam mengupayakan sumber-sumber energi
alternatif yang murah, ramah lingkungan, serta mampu
meningkatkan akses masyarakat terpencil terhadap layanan listrik.
Selain itu, Keketuaan Indonesia dalam ASEAN telah turut
mendorong pengembangan infrastruktur nasional sebagaimana
tercermin dari gagasan Master Plan on ASEAN Connectivity
(MPAC) dengan physical connectivity sebagai elemen utamanya
seperti pengembangan infrastruktur fisik pelabuhan, bandar udara,
jalan raya, atau pembangkit listrik.
Seluruh perkembangan ini menggambarkan keinginan
Indonesia untuk menjadikan ASEAN sebagai organisasi regional
yang mampu menarik negara-negara utama dunia menjadi bagian
dari proses solidasi ASEAN. Sampai saat ini, ASEAN memiliki 10
(sepuluh) entitas mitra dialog utama ASEAN yaitu: Cina, Jepang,
Korea, Australia, Selandia Baru, India, Amerika Serikat, Rusia,
8 - 34
Kanada, dan Uni Eropa. Kepentingan Indonesia dalam kerjasama
dengan mitra dialog ASEAN berkaitan dengan pembentukan
regional architecture, maritime security dan pemajuan demokrasi
dan HAM. Dinamika guliran regional architecture tersebut tidak
terlepas dari maraknya perkembangan regionalisme di Asia Pasifik
dalam dasawarsa terakhir ini. Gagasan pembentukan arsitektur
regional Asia Pasifik melambangkan keinginan untuk menjaring
komunitas bersama di kawasan. Berbagai platform regional seperti
ASEAN, SAARC maupun forum-forum plurilateral lainnya seperti
ASEAN Regional Forum, Asia-Pacific Economic Cooperation,
ASEAN Plus Three, East Asia Summit dan sebagainya serta
maraknya rejim-rejim FTA di kawasan dinilai telah mulai saling
bersinggungan melahirkan suatu proses pembentukan arsitektur
regional yang hingga sekarang belum terlihat bentuknya. Hingga
periode yang belum dapat dipastikan, pembentukan arsitektur
regional Asia Pasifik tersebut masih merupakan suatu proses yang
akan terus bergulir mencari bentuk idealnya.
Pada tahun 2011 ini, pemerintah sedang mempersiapkan
segala sesuatu yang diperlukan untuk pelaksanaan East Asia Summit
pada bulan November 2011 di Bali. Pemerintah akan memastikan
bahwa penyelenggaraannya dapat sukses baik dari sisi teknis maupun
peran aktifnya sebagai ketua East Asia Summit untuk mendorong
hubungan dan interaksi negara di kawasan yang didasari atas
dynamic equilibrium; dimana seluruh negara di kawasan dapat
tumbuh dan berkembang bersama serta maju bersama untuk
mencapai common security, common stability dan common
prosperity.
Penyelesaian masalah perbatasan dengan 10 negara tetangga
bilateral merupakan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
sebagaimana telah dituangkan dalam RPJMN 2010-2014 dan RKP
setiap tahunnya. Terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh sebagai
upaya penyelesaian batas wilayah. Indonesia telah tuntas menetapkan
batas darat dan laut dengan Papua Nugini. Indonesia dengan
Australia telah menetapkan batas Landas Kontinen dan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE). Ketetapan batas maritim sudah tercapai
pada sebagian segmen batas laut wilayah dengan Malaysia dan
8 - 35
Singapura, LK dengan India, Thailand, Malaysia, Vietnam,
Australia, dan Papua Nugini.
Indonesia dengan Filipina tengah melakukan perundingan
penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas
Kontinen (LK) di Laut Sulawesi. Dengan Palau, proses awal untuk
memulai perundingan batas laut telah berhasil disepakati. Sedangkan
dengan Timor Leste, batas maritim yang baru akan dirundingkan
setelah batas darat dituntaskan.
Dengan demikian, sampai dengan tahun 2011 telah terdapat
16 (enam belas) perjanjian perbatasan laut Indonesia dengan negara
tetangga. Sedangkan apabila melakukan perhitungan kuantitas
pertemuan yang telah dilakukan untum membahasa masalah
perbatasan negara, sepanjang tahun 2009 hingga tahun 2010, total
pelaksanaan perundingan/pertemuan perbatasan maritim dan darat
yang telah dilaksanakan adalah sebanyak 44 (empat puluh empat)
kali perundingan/pertemuan. Pada tahun 2009 telah dilaksanakan 21
(dua puluh satu) pertemuan dengan 6 (enam) negara yaitu Filipina,
Malaysia, Palau, Timor Leste, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Pada tahun 2010 telah dilaksanakan 23 (dua puluh tiga) kali
pertemuan dengan 7 (tujuh) negara, yaitu: Filipina, Malaysia, Palau,
Timor Leste, Singapura, Thailand, dan Veitnam. Dengan demikian,
selama periode 2009-2010 telah terjadi peningkatan frekuensi
perundingan sebesar 2 (dua) kali perundingan dan tambahan 1 (satu)
negara.
Berkaitan dengan penanganan WNI maupun BHI di luar
negeri, upaya perlindungan terbagi dalam dua kategori, yaitu
perlindungan terhadap WNI dan BHI yang menjadi korban, dan
perlindungan terhadap WNI dan BHI yang menjadi pelaku atau
terlibat dalam kegiatan kejahatan atau pelanggaran hukum di luar
negeri. Bagi kategori pertama, perlindungan diarahkan untuk
memenuhi hak-hak warga negara Indonesia sesuai dengan peraturan
yang berlaku, baik peraturan di negara bersangkutan maupun
peraturan nasional. Sementara bagi WNI yang terlibat dalam
kejahatan, perlindungan diarahkan untuk memperoleh perlakuan
8 - 36
yang layak sesuai dengan standar kemanusiaan dan menghindarkan
kemungkinan hukuman maksimum.
Dalam pemberian perlindungan WNI di luar negeri, secara
umum kebijakan dan upaya perlindungan dari Pemerintah RI adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Deteksi dini atas kasus yang menimpa WNI melalui
komunikasi secara proaktif dan terus menerus dengan Kemlu
dan aparat kepolisian, imigrasi dan penjara;
Perolehan akses kekonsuleran dalam kerangka prinsip
kepedulian dan keberpihakan;
Pendampingan dan advokasi hukum dalam rangka memastikan
due process of law:
KBRI menyewa pengacara tetap;
KBRI menyediakan penerjemah;
Memberikan fasilitasi komunikasi pihak keluarga dan
penampungan;
Langkah-langkah antarpemerintah, termasuk diplomasi, untuk
mengupayakan pengampunan dan atau keringanan hukuman.
Dalam hal ini Presiden RI menginstruksikan pembentukan tim
khusus penanganan WNI terancam hukuman mati yang
diketuai oleh menteri Hukum dan HAM.
Memperkuat Satgas perlindungan WNI di perwakilan;
Melanjutkan Joint Committee antara Satgas PWNI KBRI
dengan institusi terkait setempat yang terdiri dari kejaksaan
agung, kepolisian, imigrasi, tenaga kerja untuk menangani
kasus-kasus WNI.
Dalam upaya memberikan perlindungan kepada TKI,
khususnya TKI di luar negeri, hingga tahun 2010, Indonesia telah
menandatangani 10 perjanjian bilateral penempatan tenaga kerja
sektor formal dan informal (domestic workers) dengan negara tujuan
TKI, yaitu Malaysia, Jordania, Persatuan Emirat Arab, Jepang, Korea
selatan, Qatar, Timor Leste, Kuwait, dan Lebanon. Pemerintah RI
juga melakukan negosiasi pembuatan perjanjian bilateral di bidang
ketenagakerjaan antara lain dengan Libya, Kuwait, dan New
8 - 37
Zealand. Di samping itu, Indonesia sedang melaksanakan
perundingan mengenai Mandatory Consular Notification (MCN)
dengan negara-negara pengguna jasa TKI.
Dengan adanya vonis hukuman mati terhadap warganegara
Indonesia di luar negeri, pemerintah memberikan bantuan hukum
termasuk penyediaan pengacara dan akses kekonsuleran semaksimal
mungkin. Pemerintah melalui Perwakilan RI terus mengawal proses
hukum dengan tujuan mendapatkan keringanan hukum dan
menghindari jatuhnya hukuman mati bagi mereka yang terlibat
kriminal. Upaya pemerintah tersebut juga dilakukan dengan
pendekatan oleh pejabat tinggi negara mulai dari Presiden, Menteri
dan Kepala Perwakilan RI, baik secara lisan maupun tertulis. Namun
dalam beberapa kasus di beberapa negara, untuk mendapatkan akses
kekonsuleran tidaklah mudah karena negara tersebut tidak mengikuti
praktek internasional dimana setiap WNA yang bermasalah harus
diinfokan kepada kantor perwakilan pemerintahnya. Eksekusi
hukuman mati Ruyati bt Satubi merupakan salah satu contoh
walaupun sejak awal Perwakilan RI telah mengawal proses
hukumnya.
Perhatian dan penanganan yang sangat serius diberikan pula
kepada warganegara termasuk TKI yang berada di beberapa negara
wilayah Timur Tengah yang sedang mengalami perkembangan
politik dan keamanan yang rawan, dan di negara yang sedang
mengalami bencana alam. Situasi politik di Libya, Mesir, Tunisia,
dan Yaman serta bencana alam gempa bumi dan tsunami dengan
ancaman radiasi nuklir di Jepang dengan implikasi keselamatan jiwa
para pekerja Indonesia menjadi pertimbangan utama evakuasi keluar
dari pusat krisis. Tercatat sebanyak 3.766 WNI berhasil dievakuasi
dari wilayah-wilayah krisis oleh Pemerintah Indonesia sepanjang
tahun ini hingga Mei 2011.
Selain itu, sebanyak 6.614 WNI lainnya telah dipulangkan dari
berbagai negara di luar evakuasi seperti Arab Saudi, Kuwait,
Bahrain, China dan lain-lain. Bahkan Pemerintah Indonesia telah
memfasilitasi penyerahan hak-hak milik WNI/TKI di luar negeri
kepada yang bersangkutan ataupun pihak keluarga/ahli waris yang
8 - 38
didahului dengan proses verifikasi data oleh Kementerian Luar
Negeri. Fasilitasi hak-hak itu antara lain berupa pencairan klaim
asuransi, santunan ataupun sisa gaji yang belum dibayarkan kepada
yang bersangkutan. Jumlah uang yang menjadi hak-hak WNI/TKI
yang mampu difasilitasi untuk diserahkan kepada WNI/TKI
bersangkutan terdiri dari mata uang asing (Dinar Bahrain 190,50;
Dinar PEA 421.000; Dinar Kuwait 780; US $ 174.458,40; Sin $
342.650; EUR 15.000; Riyal Qatar 354.208; Riyal Saudi 100.000)
dan mata uang Rupiah sebesar Rp. 676 juta.
Dalam penanganan pembajakan 1 ABK WNI di kapal MV
Blida, KBRI Aljir terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar
Negeri (Kemlu) Aljazair mengenai masalah ini. Kemlu Aljazair
menaruh perhatian serius masalah ini mengingat sebagian besar ABK
di kapal tersebut (lebih dari 20 orang) adalah WN Aljazair. Selain
itu, KBRI Athena juga melakukan koordinasi dengan perusahaan
pemilik kapal. Untuk pembebasan kapal MT Gemini, KBRI
Singapura selalu berkoordinasi dengan pihak MPA Singapura dan
perusahaan kapal tanker tersebut guna memastikan keselamatan para
ABK WNI tersebut, termasuk upaya-upaya lain guna memberikan
perlindungan optimal bagi para ABK WNI tersebut. Sementara pihak
perusahaan kapal akan melakukan segala upaya guna melindungi
para ABK, hingga para ABK dibebaskan sesegera mungkin. Pihak
perusahaan kapal menjalin kontak dengan kapten kapal tanggal 5
Mei 2011 dan 10 Mei 2011 dimana diperoleh informasi bahwa
seluruh ABK dalam keadaan baik, tidak ada yang disakiti, dan
mereka makan 2 kali sehari.
Berkaitaan dengan masalah overstayers, WNI yang telah
dideportasi adalah sejumlah 17.071 orang pada tahun 2005; 23.151
orang pada tahun 2006; 24.834 orang pada tahun 2007; 23.921 orang
pada tahun 2008; 20.849 orang pada tahun 2009, 13.660 orang pada
tahun 2010, dan 6.627 orang pad akurun waktu bulan Januari sampai
dengan bulan Juni 2011. Adapun pemulangan dengan skema
repatriasi (atas biaya pemerintah Indonesia) terhadap sejumlah 4.432
WNI overstayers telah dilakukan dengan menggunakan transportasi
udara melalui 6 kali tahapan pemulangan dan sekali melalui jalur laut
dengan menggunakan KM Labobar pada bulan Februari sampai
8 - 39
dengan April 2011. Para WNI overstayers ini dapat dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu:
a.
b.
WNI eks jamaah umroh yang tidak pulang karena ingin
bekerja gelap sambil menunggu tibanya waktu beribadah
haji melalui jalur yang tidak prosedural (28%).
TKI yang lari dari majikan resmi yang bekerja pada
majikan tidak resmi sehingga statusnya menjadi ilegal
(72%).
Dalam Forum G-20, Indonesia telah memainkan peran aktif
untuk mendorong reformasi tata kelola ekonomi dunia sebagai upaya
untuk menangani krisis ekonomi global. Indonesia memiliki peluang
besar dalam mengusung agenda pembangunan di forum multilateral
seperti Kelompok 77, APEC dan G-20. Indonesia berkeyakinan,
pembangunan dan kesejahteraan adalah milik semua negara dan
hanya dapat dicapai dengan mendorong kerjasama dan kemitraan
global. Pada pertemuan Sherpa G20 di Paris Januari 2011, Indonesia
menyampaikan sikap dan pendapat agar perundingan Doha dapat
segera diselesaikan. Sebelumnya, pada Emerging Market Economies
Meeting, Indonesia menyampaikan kesiapannya untuk menjadi tuan
rumah pertemuan Emerging Market Economies Meeting pada tahun
2011.
Dalam membangun dan meningkatkan kemitraan strategis, di
tingkat bilateral, terjadi peningkatan hubungan bilateral antara
Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang ditandai dengan
penandatanganan RI-US Comprehensive Partnership oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Barack Obama. Selain itu
telah disepakati pula Plan of Action (PoA) for RI-US Comprehensive
Partnership yang merupakan cetak biru panduan prioritas kerja sama
kedua negara di bidang politik dan keamanan, ekonomi dan
pembangunan, serta sosial budaya dan pendidikan. Selanjutnya,
pelaksanaan Comprehensive Partnership Indonesia dan Amerika
Serikat ditandai dengan pembentukan 6 Working Group termasuk
Working
Group on Demomcracy and Civil Society untuk
melaksanakan kerjasama di bidang politik dan keamanan. Pada tahun
2010 dan 2011 telah diselenggarakan Joint Commission Meeting
8 - 40
(JCM) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri kedua negara. Di
dalam JCM tersebut, kedua Menlu mendapatkan laporan
perkembangan agenda yang telah disepakati dan dilaksanakan oleh
enam Working Group yang bertugas mengimplementasikan
Comprehensive Partnership.
8.2.3.
TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Dalam kapasitas Ketua ASEAN 2011, Indonesia akan
memastikan capaian Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui tiga
prioritas utama dapat dilakukan, yakni dengan memastikan kemajuan
signifikan dalam pencapaian Komunitas ASEAN secara bertahap,
memastikan terpeliharanya tatanan dan situasi kondusif di kawasan
bagi upaya pencapaian pembangunan, serta menggulirkan
pembahasan mengenai perlunya visi ASEAN pasca 2015.
Dengan peningkatan dan kemajuan kerja sama ASEAN yang
ditandatangani dengan pencapaian Komunitas ASEAN 2015,
pengembangan kerjasama dalam kerangka East Asia Summit (EAS),
peningkatan kerjasama ASEAN-PBB, serta dukungan negara-negara
Mitra Wicara ASEAN, Indonesia ingin meningkatkan peran global
ASEAN dalam berbagai isu dunia. Indonesia mengharapkan agar
ASEAN dapat tampil dan berperan aktif sebagai bagian dari solusi
permasalahan dunia. Oleh karena itu, sesuai dengan tema Keketuaan
Indonesia di ASEAN tahun 2011, yaitu “ASEAN Community in a
Global Community of Nations”, Indonesia mengkonsolidasikan
komitmen para pemimpin ASEAN untuk meningkatkan peran global
ASEAN terutama setelah terbentuknya Komunitas ASEAN 2015.
Di bidang kerja sama politik dan keamanan, Indonesia akan
terus mendorong implementasi ASEAN Political and Security
Blueprint guna menjamin keamanan dan perdamaian di ASEAN
melalui berbagai inisiatif. Di samping itu, Indonesia akan
memastikan kemajuan signifikan bagi upaya pembentukan
Komunitas ASEAN pada tataran Pilar Sosial Budaya. Indonesia akan
terus mendorong ASEAN memperkuat kerja sama pemajuan dan
perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak misalnya
8 - 41
melalui pembentukan ASEAN Commision on the Promotion and
Protection of the Rights of Women and Children (ACWC)
sebagaimana yang telah diinaugurasikan pada tanggal 7 April 2011
di sela-sela pelaksanaan KTT ASEAN ke-16 di Hanoi, Vietnam.
Dalam upaya menjaga stabilitas politik dan keamanan
kawasan ASEAN, khusus terkait dengan rencana pembentukan
ASEAN Institute for Peace and Reconciliation, guna memastikan
bahwa lembaga ini akan sesuai dengan pandangan dan kepentingan
nasional, Indonesia akan menyiapkan Term of Reference (ToR)
lembaga tersebut yang direncanakan akan dibahas oleh negaranegara anggota.
Indonesia akan berupaya merealisasikan gagasan penyusunan
kebijakan pangan yang terkoordinir dengan memperhatikan pasokan,
kebutuhan, harga, dan distribusi, guna memastikan seluruh rakyat
kita memperoleh akses terhadap bahan pangan utama. Hal ini penting
sebagai respon terhadap tingginya tingkat pertumbuhan populasi
regional. Dalam konteks ini, Indonesia berharap perjanjian
pembentukan ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve
(APTERR) dapat ditandatangani di semasa keketuaannya pada tahun
ini. APTERR diarahkan untuk menjadi mekanisme bersama negaranegara ASEAN+3 dalam menyediakan cadangan pangan dalam
kondisi darurat. Indonesia bahkan meletakkan urgensi APTERR
untuk dapat diberdayakan dalam mengantisipasi gejolak harga
pangan guna membantu akses masyarakat terhadap bahan pangan
dengan harga terjangkau.
Kaitannya dengan pasokan energi, Indonesia akan terus
mendorong ASEAN untuk mampu lebih mengedepankan penelitian
dan pengembangan dalam mengupayakan sumber-sumber energi
alternatif yang murah, ramah lingkungan, serta mampu
meningkatkan akses masyarakat terpencil terhadap layanan listrik.
Dalam kaitannya dengan perbatasan, penyelesaian batas
negara dan pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau
terluar akan tetap menjadi salah satu perhatian utama politik luar
negeri Indonesia. Penguatan hukum nasional menjadi penting
sebagai landasan bagi perundingan masalah perbatasan dengan
8 - 42
negara bilateral. Untuk tahun 2011, Pemerintah Indonesia telah
merencanakan untuk melaksanakan 27 (dua puluh tujuh) pertemuan
perundingan dengan 7 (tujuh) negara, yaitu: India, Malaysia, Palau,
Papua Nugini, Timor Leste, Singapura, dan Vietnam.
Prioritas kebijakan luar negeri terkait Border Dplomacy adalah
sebagai berikut:
a.
b.
Prioritas pertama adalah perundingan penetapan perbatasan
dengan Malaysia (Batas laut dan darat), Singapura (Batas laut
wilayah segmen timur), Filipina (batas ZEE dan LK), Palau
(batas LK dan ZEE), Vietnam (batas ZEE), Thailand (batas
ZEE), dan India (batas ZEE), Timor Leste (batas darat);
Prioritas kedua adalah perundingan penetapan perbatasan
dengan Timor Leste (batas laut wilayah, ZEE, LK).
Sebagai upaya tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan
perlindungan terhadap WNI di luar negeri, perlu dilakukan
peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam rangka
self-protection sebagai upaya preventif, antara lain mengenai
pentingnya dokumen perjalanan sesuai dengan peraturan yang
berlaku, melakukan lapor diri ke Perwakilan RI di luar negeri, serta
pemahaman akan hukum, kebiasaan, kultur, dan budaya negara
tujuan. Langkah lain adalah akan diupayakan adanya kesepakatan
mengenai Mandatory Consular Notification antara Indonesia dengan
negara-negara, terutama yang memiliki konsentrasi WNI dalam
jumlah besar, dalam rangka mengoptimalkan penanganan
permasalahan WNI. Pemerintah akan mendorong agar rencana
kesepakatan atau MoU di bidang ketenagakerjaan antara Pemerintah
RI dan negara-negara yang selama ini telah menjadi negara tujuan
penempatan TKI walaupun belum memiliki perjanjian tertulis dapat
dijadikan pedoman bagi perlindungan warganya di luar negeri,
khususnya yang berprofesi sebagai pekerja informal. Disamping itu,
Pemerintah akan mengawal ketat pembenahan sistem rekrutmen dan
penempatan TKI di luar negeri yang melibatkan stakeholders.
Sesuai dengan instruksi Presiden RI, Pemerintah akan terus
melakukan pembenahan dalam proses pengiriman/penempatan TKI
di Arab Saudi. Dengan diberlakukannya moratorium pengiriman TKI
8 - 43
informal ke Arab Saudi yang mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2011,
akan menjadi momentum perbaikan proses penempatan TKI
informal ke Arab Saudi, termasuk upaya dibentuknya sebuah payung
hukum di Arab Saudi yang ditujukan untuk perlindungan terhadap
para TKI, khususnya TKI informal di Arab Saudi. Langkah tersebut
kini tengah berjalan dengan adanya proses perundingan Pemerintah
Indonesia - Arab Saudi di bidang ketenagakerjaan.
Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan dan perlindungan
WNI di luar negeri, ke depan dipastikan adanya sinergi diantara
Perwakilan RI dan Pemerintah Pusat guna menerapkan kebijakankebijakan yang telah ditetapkan bagi penanganan permasalahan
terkait WNI di luar negeri, terutama hal-hal yang telah dirumuskan
bersama instansi terkait. Sinergi antara pusat dan Perwakilan RI di
luar negeri dalam hal ini dapat dibentuk dengan suatu komunikasi
yang intensif dan berkesinambungan dalam penanganan setiap isu
perlindungan.
Dalam forum G-20, tindak lanjut yang perlu dilakukan
Indonesia adalah turut berpartisipasi lebih aktif untuk memajukan
peranan PBB dalam mengatasi krisis global, serta mendorong
penyelesaian tercapainya hasil perundingan Doha yang berdimensi
pembangunan, seimbang dan lebih adil. Indonesia perlu
meningkatkan peran kepemimpinan dan menampilkan konsepkonsep pemikiran baru tidak saja dalam agenda-agenda G-20 tetapi
juga dalam mengarahkan guliran proses reformasi PBB yang saat ini
sedang berlangsung.
Indonesia juga perlu terus menyuarakan kepedulian negaranegara berkembang dalam upaya penyelesaian krisis global. Peran
Indonesia di ASEAN selama masa keketuaan pada tahun 2011 dapat
diteruskan dengan mendorong koordinasi posisi bersama ASEAN di
forum G20. Selain itu, peluang Indonesia untuk memainkan peran
dalam G-20 akan lebih besar jika Indonesia bekerjasama dengan
negara Asia Timur lainnya yang menjadi anggota G-20.
Dalam konteks domestik, Indonesia perlu terus mendorong
koordinasi lebih erat untuk membentuk posisi Indonesia yang solid
mengingat telah terjadi proliferasi isu yang dibahas dalam G20,
8 - 44
dimana saat ini G20 juga membahas isu-isu non keuangan seperti
food security, energy, commodity price volatility, development, dan
employment.
Tindak lanjut yang diperlukan dalam Comprehensive
Partnership RI-AS adalah memastikan Kementerian/Lembaga yang
terlibat dalam berbagai Working Group dapat menjalankan
kegiatannya dengan baik dan sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan. Koordinasi perlu dikuat di antara kementerian/lembaga
agar dapat mengimplementasikan kegiatan-kegiatan secara tepat
waktu dan tepat guna. Pada akhirnya hal ini akan menunjukkan
keseriusan Indonesia untuk mendapatkan manfaat dari
Comprehensive Partnership tersebut.
8 - 45
Download