BAB 8 POLITIK Tahun 2011 merupakan tahun kedua Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua, periode 2009-2014, sekaligus juga merupakan tahun ketujuh dari Kabinet Indonesia Bersatu sejak dibentuk akhir tahun 2004, produk pemilu presiden secara langsung pertama di Indonesia. Selama kurun waktu tujuh tahun terakhir ini, bangsa Indonesia sudah berhasil membangun proses politik yang relatif solid berupa pelaksanaan pemilu demokratis yang tepat waktu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden langsung. Indonesia sudah melewati tahap penting dalam pelaksanaan demokrasi, yakni pemenuhan syarat prosedural, yakni pelembagaan politik berupa pelaksanaan pemilu yang relatif demokratis. Pada tahun 2012 mendatang, pembangunan demokrasi Indonesia perlu memberikan tekanan lebih besar pada demokrasi yang substansial terutama dalam pemenuhan hak-hak politik dan kebebasan sipil warga masyarakat. Terkait dengan politik luar negeri, fase penanganan dan pengelolaan kebijakan luar negeri kini perlahan bergerak dengan struktur dan fitur yang lebih tertata. Kondisi tersebut ditunjang oleh meningkatnya pemahaman identitas nasional sebagai salah satu negara demokratis terbesar di dunia, moderasi Islam dan status emerging economy. Postur demikian merefleksikan pengakuan dunia terhadap kemampuan Indonesia menyandingkan demokrasi dan agama yang beresonansi dalam suatu sinergi capaian pembangunan dan ekonomi moderen. Peran kebijakan luar negeri Indonesia juga terlihat merata di berbagai forum dan organisasi regional maupun internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), G-20, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), ASEAN Regional Forum (ARF), Gerakan Non-Blok, Organisasi Konferensi Islam (OKI), International Labour Organization (ILO), Dewan HAM PBB, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), International Atomic Energy Agency (IAEA), Commission on Narcotic Drugs (CND), Asia Europe Meeting (ASEM), World Economic Forum, World Intellectual Property Organization (WIPO) serta World Trade Organization (WTO) khususnya terkait dengan masalah perlindungan sumber daya genetik, pengetahuan tradisional dan forklor. Peningkatan peran kebijakan luar negeri yang sama juga berlangsung pada tataran hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara di berbagai kawasan, baik di kawasan Asia Pasifik dan Afrika serta Amerika dan Eropa yang dinilai terus berlangsung dinamis dan menjanjikan. Proyeksi hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara di berbagai kawasan tersebut diarahkan pada pencapaian kepentingan di bidang ekonomi dan perdagangan, investasi, pariwisata, absorsi tenaga kerja Indonesia (TKI), perlindungan WNI/BHI, penyelesaian masalah perbatasan khususnya dengan negara-negara tetangga, deteksi dan penanganan bersama terhadap kejahatan-kejahatan lintas batas atau lintas negara, penanganan kejahatan terorisme internasional, pengembangan inter-faith dialogue, serta bentukbentuk interaksi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan (ipoleksosbud hankam) lainnya dalam konteks bilateral yang menguntungkan kedua negara. Dalam konteks ini, formasi penekanan kebijakan luar negeri di Indonesia pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II dua tahun terakhir ini dilakukan secara simultan dan disesuaikan dengan realitas diplomasi dunia yang menyodorkan multi-prong dan membuat Indonesia memiliki number of footholds yang harus dijembatani. Oleh karena itu, selain kepentingan bilateral di berbagai kawasan yang mesti terus dipacu, Indonesia menanamkan foothold-nya di PBB, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), 8-2 ASEAN, G-20, APEC, ARF, GNB, International Atomic Energy Agency (IAEA), OKI, Commission on Narcotic Drugs (CND), ASEM, World Economic Forum, World Intellectual Property Organization (WIPO) serta World Trade Organization (WTO), ILO, Dewan HAM PBB, dan berbagai forum multilateral lainnya guna memastikan dinamika regional dan global berjalan seiring dengan guliran kepentingan nasional. 8.1. POLITIK DALAM NEGERI DAN KOMUNIKASI 8.1.1. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Terdapat beberapa permasalahan dalam upaya menjaga proses konsolidasi demokrasi di Indonesia selama ini. Pertama, masih belum mantapnya pelaksanaan mekanisme checks and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif. Persoalan ini banyak menjadi wacana publik beberapa tahun terakhir ini, baik di kalangan awam, politisi maupun akademisi, terutama terkait dengan efektivitas proses pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan penyelenggaraan negara. Permasalahan ini berpotensi menimbulkan ekses-ekses yang kurang menguntungkan bagi proses konsolidasi demokrasi Indonesia terutama untuk lebih meningkatkan kualitas demokrasi yang lebih substansial. Sejumlah ahli tatanegara bahkan mengatakan hal ini bukan hanya persoalan pelaksanaan mekanisme checks and balances, melainkan lebih mengakar dari penerapan sistem presidensiil yang kurang tepat. Kedua, lembaga-lembaga pengawal konstitusi dan penegak hukum, termasuk Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih berpotensi menghadapi adanya intervensi berbagai kepentingan politik. Ketiga, dalam mendorong proses konsolidasi demokrasi di Indonesia peran partai politik dan masyarakat sipil Indonesia sangatlah menentukan. Pemerintah harus bermitra dengan keduanya. Peran pemerintah adalah sebagai fasilitator, motivator dan regulator. Perkembangan ke depan menunjukkan bahwa partai politik masih 8-3 akan dipertanyakan kredibilitasnya dalam melaksanakan agregrasi politik, komunikasi politik, artikulasi politik, dan pendidikan politik kepada masyarakat dan menghasilkan kader para pemimpin politik Indonesia. Bantuan keuangan untuk parpol, paling tidak, perlu dipastikan dapat dimanfaatkan secara efektif dalam kaitannya dengan pendidikan politik oleh parpol untuk masyarakat - sebagai wujud akuntabilitas parpol pada publik. Persoalan yang sama dihadapi pula oleh organisasi masyarakat sipil Indonesia. Walaupun berbagai upaya program pembangunan untuk meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat sipil di Indonesia telah dilakukan dan akan terus dilakukan untuk tahuntahun selanjutnya, OMS Indonesia masih menghadapi persoalan keberlanjutan perannya dalam mendorong proses konsolidasi demokrasi. Permasalahan keberlanjutan tersebut antara lain disumbang pula oleh adanya permasalahan belum direvisinya UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang telah usang dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan demokrasi di Indonesia. Perundang-undangan yang baru seharusnya mengandung substansi mengenai hak-hak masyarakat dalam mengawasi pembuatan kebijakan yang bersifat aspiratif dan partisipatif, dan dapat ikut serta dalam proses penyusunan kebijakan publik. Keempat, permasalahan urgen dalam pemilu tahun 2009 dan pemilu kepala daerah (pemilu kada) adalah belum akuratnya daftar pemilih tetap dan politik uang (money politics). Permasalahan selanjutnya adalah memastikan masyarakat dapat memahami makna dilaksanakannya pemilu/pemilukada tersebut. Pemilu/pemilukada tidak hanya mengunjungi tempat pemungutan suara dan memahami tata cara pemungutan suara, tetapi secara lebih substansial rakyat yang mendatangi TPS tersebut antara lain mengetahui benar siapa yang akan dipilih, serta memahami konsekuensinya apabila tidak ikut memberikan suara dalam pemilu/pemilukada tersebut. Permasalahan dalam peningkatan kapasitas dan kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu adalah memastikan seluruh peraturan perundangan terkait dengan pemilu dapat diselesaikan sesuai jadual yang telah ditetapkan agar tidak mengulang kesalahan yang sama 8-4 untuk penyiapan penyelenggaraan Pemilu 2014. Terlambatnya penyelesaian peraturan perundangan akan membawa konsekuensi lambatnya penyiapan tahapan pemilu 2014. Pemerintah dan DPR harus memiliki komitmen bersama agar semua paket perundangundangan bidang politik harus diselesaikan tepat waktu. Belum sinkronnya aturan perundangan yang dihadapi selama ini telah memunculkan perselisihan antarpeserta pemilu maupun antara peserta dengan penyelenggara pemilu karena peraturan perundangan yang multitafsir dan beberapa saling bertentangan. Permasalahan lainnya adalah masih terdapatnya beberapa penyelenggara pemilu yang kurang memiliki pemahaman tentang aturan-aturan pelaksanaan dan kurangnya integritas, serta belum cukupnya kesadaran dan pemahaman peserta pemilu terutama partai politik di dalam mengembangkan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Penegakan hukum dalam proses penyelenggaraan pemilu dan pemilukada relatif masih lemah. Berbagai permasalahan tersebut telah menimbulkan praktik politik uang, banyak sekali gugatan atas hasil-hasil pemilukada dibawa ke Mahkamah Konstitusi, dan berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemilu dan pemilukada. Bahkan, di beberapa daerah penyelesaian sengketa pemilukada yang berlarutlarut telah memperlambat penetapan calon terpilih dan kevakuman pimpinan daerah. Pelaksanaan pemilukada terjadi di beberapa daerah ditandai pula dengan adanya aksi unjuk rasa yang cenderung anarkis pasca pemilukada, penyelenggaraan pemilu yang tidak netral, dan masih ditemukannya pelanggaran dalam pelaksanaan kampanye. Bahkan, pemilukada Papua telah menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Berkenaan dengan pemilukada di Aceh pada tahun 2011 ini, konflik politik menjelang pelaksanaan pemilukada telah memunculkan dimensi lain dari persoalan konsolidasi demokrasi di tanah air, terutama yang menyangkut calon independen yang memang dibenarkan oleh perundang-undangan yang berlaku dan diperkuat oleh keputusan Mahkamah Konstitusi. KIP Aceh dan Gubernur Aceh yang mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi berhadapan dengan kepentingan politik Partai Aceh dan DPR Aceh 8-5 yang tidak membolehkan calon independen untuk maju dalam pemilukada. Kelima, Pemerintah menghadapi tantangan dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan berdasarkan ideologi Pancasila; Pemerintah menghadapi tantangan untuk terus memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terkait upaya yang menghormati kemajemukan, termasuk komitmen melindungi kebebasan beragama, keyakinan politik, latar belakang etnis dan sosial budaya dalam masyarakat. Tantangan lainnya adalah memastikan agar penyelesaian masalah dalam masyarakat tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan, tetapi melalui dialog dan mengutamakan penegakan hukum. Di samping itu, pendidikan politik dengan pendekatan yang tepat dan berimplikasi positif dalam menyelesaikan masalah dalam masyarakat akan menjadi tantangan yang menentukan terciptanya stabilitas sosial politik dalam masyarakat itu sendiri. Penyelesaian konflik yang sering berujung pada tindakan kekerasan yang terjadi selama ini di tanah air disebabkan pula oleh ketiadaan peraturan perundangan yang dapat memberikan arah dan koridor penyelesaian konflik dalam masyarakat. Negara perlu menyiapkan payung hukum yang lebih kuat dalam mengatasi konflik komunal berdimensi SARA. Dewasa ini, selain pengungkapan, penyempurnaan perundangundangan dan penegakan hukum, dan pemberantasan jaringan terorisme, tantangan berat lainnya adalah memaksimalkan peran masyarakat sipil, termasuk organisasi keagamaan, dalam upaya memberikan keyakinan bahwa terorisme adalah ancaman bagi semua warganegara. Terorisme adalah musuh yang harus dihadapi secara bersama-sama demi keselamatan kehidupan bangsa berdasarkan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Keenam, permasalahan informasi dan komunikasi adalah terkait dengan masih relatif rendahnya kualitas, kuantitas dan efektivitas penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi publik terutama di daerah terpencil, perbatasan/terdepan dan daerah pasca konflik, serta masih belum meratanya informasi masyarakat karena masih terbatasnya infrastruktur informasi dan komunikasi. 8-6 Hal ini dapat dilihat dengan masih terbatasnya fasilitasi dan akses terhadap informasi publik yang tersedia di daerah-daerah tersebut. Disamping itu, munculnya pemberitaan-pemberitaan negatif tentang Indonesia di luar negeri berpotensi menimbulkan citra yang negatif tentang Indonesia. Hal lain juga menunjukkan bahwa komposisi penduduk di Indonesia di perdesaan yang lebih besar dibandingkan yang tinggal di perkotaan, namun komposisi konsumsi media modern menunjukkan angka sebaliknya, sebagian besar dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan dan sisanya dikonsumsi masyarakat perdesaan. Ketimpangan ini menunjukkan masih rendahnya peran media tradisional dan media komunitas lainnya dalam penyebaran informasi publik. Persoalan hubungan pusat dan daerah dalam merajut informasi juga tampak dengan adanya ketimpangan informasi di dalam masyarakat tersebut. Selain itu, target pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang telah diberlakukan secara efektif pada tahun 2010, masih menghadapi permasalahan dan tantangan sendiri yang perlu mendapatkan respon segera. Permasalahan yang muncul masih menyangkut implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), antara lain belum selesainya pembentukan Komisi Informasi Daerah; belum optimalnya pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID); masih terbatasnya data dan informasi yang tersedia dan terdokumentasi dengan baik di setiap badan publik, serta masih kurangnya pemahaman SDM Badan Publik dan masyarakat akan arti penting keterbukaan informasi publik. Dengan masih sekitar 52 badan publik (30 kementerian/lembaga, 2 provinsi, dan 20 kabupaten/kota) yang telah melaksanakan UU KIP (minimal dengan pembentukan PPID) menunjukkan adanya persoalan pemahaman terhadap UU KIP, lemahnya penegakan hukum UU KIP, dan rendahnya kesiapan badan publik dalam konteks penyediaan suprastruktur dan infrastruktur informasi dan komunikasi publik. Disamping itu, masih terbatasnya 8-7 kesadaran masyarakat atas hak informasi publik merupakan tantangan yang perlu direspon segera, tidak saja di tingkat nasional, tetapi juga oleh pemerintah daerah. Terkait dengan media tradisional, permasalahannya adalah pada efektivitas peran media tradisional dalam menyebarkan informasi publik dan menjadi saluran komunikasi dalam masyarakat, karena media tradisional seringkali hanya diposisikan sebagai tontonan semata. Selain itu, media tradisional apabila terlalu dipaksakan berfungsi sebagai media penyebaran informasi aktual, maka akan kehilangan karakteristik utamanya sebagai sumber adat bagi masyarakat, sehingga cenderung hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu dalam jumlah yang terbatas. Efektivitas peran media centre menjadi tantangan yang perlu mendapatkan perhatian. Mencermati pengguna media center, mayoritas adalah pelajar, mahasiswa dan wartawan dengan rentang usia antara 15-45 tahun menunjukkan masih terbatasnya jangkauan akses masyarakat terhadap media centre yang telah dibangun tersebut. Permasalahan tersebut menjelaskan masih terbatasnya upaya pemerintah daerah untuk memperluas jangkauan akses informasi. Selanjutnya, terkait dengan kapasitas sumber daya manusia bidang informasi dan komunikasi, masih akan dijumpai permasalahan penyediaan, pengelolaan, dan penyebaran informasi publik pada tahun mendatang dengan dihadapkan pada keterbatasan kapasitas sumber daya manusia, dan masih belum memadainya sarana dan prasarana komunikasinya. Persoalan lain adalah sulitnya mengubah paradigma dan pola pikir (mind-set) para pengelola informasi publik, dari pola pikir masyarakat tertutup menuju masyarakat terbuka yang demokratis, dan dari pemerintahan tersentralisasi ke pemerintahan yang terdesentralisasi. Para penyedia informasi publik belum sepenuhnya paham akan kewajibannya sebagai pelayan publik dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan amanat undang-undang. Konsekuensinya, pengelola informasi publik belum seluruhnya mampu menyediakan informasi yang benar dan akurat. 8-8 8.1.2. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASILHASIL YANG DICAPAI Selama setahun terakhir, sejumlah kebijakan telah diambil untuk mengatasi dan mengantisipasi permasalahan yang ada, dan sejumlah hasil-hasil telah dicapai. Pertama, kekurangan yang masih ada dalam pola hubungan eksekutif-legislatif terus diupayakan untuk diperkecil eksesnya. Pemerintah yang berkuasa saat ini telah membangun saling pengertian yang lebih solid untuk mempertegas komitmen parpolparpol di dalam koalisi untuk mendukung kebijakan pemerintah sampai akhir masa jabatan presiden. Dalam rangka mempertinggi kontrol atas kinerja Kabinet Indonesia Bersatu Kedua, mekanisme baku yang selama ini sudah berjalan baik dalam proses pembuatan kebijakan publik terus dilanjutkan. Pada saat ini, stabilitas pemerintahan relatif lebih baik dibandingkan sebelumnya. Kedua, pemerintah secara konsisten terus memberikan dukungan kepada MK dan KPK dalam menjalankan peran konstitusionalnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah juga terus mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi, walaupun yang diduga melakukan korupsi adalah pengurus dari partai politik yang sedang memegang kendali pemerintahan. Ketiga, untuk memastikan arah positif konsolidasi demokrasi Indonesia pemerintah baru-baru ini telah meluncurkan secara resmi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) untuk mengukur perkembangan demokratisasi pada tingkat provinsi, yang diharapkan menjadi patokan (benchmark) bagi pengukuran perkembangan demokrasi Indonesia pada masa-masa mendatang. Angka IDI pada tahun 2009 menunjukkan perkembangan demokratisasi yang positif. Jaminan kebebasan sipil menunjukkan perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan jaminan terhadap hak-hak politik dan kinerja institusi demokrasi dalam melaksanakan akuntabilitasnya. 8-9 GAMBAR 8.1 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2007 DAN 2009 IDI 2007 IDI 2009 Formatted: Font: 8 pt Formatted: Indent: First line: 0 cm Formatted: Font: 8 pt Sumber: Hasil Survei IDI 2009, Bappenas, BPS, UNDP Dalam laporan survey IDI tahun 2009 ditemukan bahwa partai politik adalah bagian terlemah dalam struktur kelembagaan demokrasi pada tingkat provinsi di Indonesia, bersama-sama dengan DPRD. Pemerintah terus mendukung langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas partai politik di Indonesia, baik melalui bantuan keuangan terhadap parpol, maupun dengan mendukung peningkatan kapasitas parpol dalam memenuhi fungsifungsi politiknya, antara lain dengan bersama-sama DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang substansinya lebih menjamin arah bantuan keuangan kepada parpol dan pertanggung jawaban keuangannya. 8 - 10 GAMBAR 8.2 GRAFIK INDEKS VARIABEL PADA ASPEK 1 (KEBEBASAN SIPIL) Kebebasan Berkumpul dan Berserikat 91,44 90,67 Kebebasan Berkeyakinan Kebebasan dari Diskriminasi Kebebasan Berpendapat 88,92 83,97 Sumber: Hasil Survei IDI 2009, Bappenas, BPS, UNDP GAMBAR 8.3 GRAFIK INDEKS VARIABEL PADA ASPEK 2 (HAK-HAK POLITIK) Hak Memilih dan Dipilih 50,05 Partisipasi Politik Dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan 55,16 Sumber: Hasil Survei IDI 2009, Bappenas, BPS, UNDP 8 - 11 GAMBAR 8.4 GRAFIK INDEKS VARIABEL PADA ASPEK 3 (LEMBAGA DEMOKRASI) 90,53 Peran Peradilan yang Independen Peran Birokrasi Pemerintah Daerah 88,58 Pemilu yang Bebas dan Adil 87,67 Peran DPRD Peran Partai Politik 38,03 19,29 Sumber: Hasil Survei IDI 2009, Bappenas, BPS, UNDP Pada sisi lain, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas organisasi masyarakat sipil (OMS) sebagai tulang punggung demokrasi kita di masa mendatang. Dalam merespon persoalan kapasitas dan kualitas, Pemerintah mengembangkan pola kerja sama kemitraan dengan OMS. Harapannya dengan adanya pola kemitraan tersebut kapasitas dan kualitas peran OMS dapat meningkat, disamping hubungan kemitraan pemerintah dan masyarakat dapat menguat. Pemerintah pun terus melakukan pembahasan untuk mengembangkan kerangka regulasi penyempurnaan UU Ormas. Harapannya, revisi terhadap UU Ormas dapat segera diselesaikan. Pada tahun 2011 ini Pemerintah mengundang OMS secara khusus di dalam proses konsultasi publik penyusunan perencanaan pembangunan pada Musrenbangnas. Hal ini diharapkan menjadi langkah awal untuk meningkatkan kepemilikan (ownership) pada dokumen perencanaan yang sudah disepakati, dan meningkatkan kepercayaan (trust) kalangan masyarakat sipil pada komitmen pemerintah pada demokrasi. 8 - 12 Keempat, berkenaan dengan pemilu khususnya untuk menghadapi Pemilu 2014 khususnya dan pemilukada ke depan, KPU tengah menyiapkan mekanisme untuk menghasilkan data pemilih yang akurat. Sedangkan dalam rangka meningkatkan kualitas pemilu, sosialisasi pemilu dan pendidikan politik untuk para penyelenggara pemilu dan pemilukada sedang dan akan terus dilakukan. Pengetahuan mengenai pemilu dan tahapan pemilu dan langkahlangkah strategis yang harus disiapkan oleh penyelenggara pemilu termasuk kesiapan untuk mengatasi sengketa hukum menjadi bagian penting dalam pendidikan politik dimaksud. Saat ini, pendidikan pemilih untuk masyarakat yang baik dan tepat sedang disiapkan. Dalam merespon penyiapan peraturan perundangan Pemilu 2014, DPR, Pemerintah dan KPU telah berusaha secara optimal mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyempurnakan penyelenggaraan pemilu Indonesia. Revisi terhadap UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu ditandai dengan perdebatan politik pro dan kontra mengenai komposisi keanggotaan KPU yang berasal dari parpol. Diharapkan revisi tersebut dapat segera diselesaikan untuk menjamin penyelenggaraan pemilu pada tahun 2014 mendatang dapat dilaksanakan dengan persiapan yang cukup sehingga dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pemilu. Pada tahun 2010, DPR dan Pemerintah sudah menyelesaikan revisi terhadap UU No.2 Tahun 2008 tentang Parpol menjadi UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Sedangkan paket undang-undang politik lainnya masih dalam proses pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR, yaitu UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD, UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Salah satu isu paling mengemuka berkaitan dengan revisi perundang-undangan politik adalah persoalan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang saat ini adalah 2,5%. Besaran ambang batas ini menentukan lolos tidaknya sebuah parpol untuk duduk di DPR. Ada parpol yang mengusulkan perubahan 8 - 13 tertinggi menjadi 5%, ada yang menjadi 4%, menjadi 3%, ada juga yang ingin status quo saja. UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengatur berbagai hal baru yang belum diatur dalam undang-undang lama, antara lain tentang penggunaan bantuan keuangan kepada parpol dari sumber keuangan negara terutama diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota parpol dan masyarakat. Parpol juga wajib melaporkan penggunaan bantuan keuangan dari sumber keuangan negara. Perubahan penting lain adalah menyangkut batas sumbangan perusahaan kepada parpol, yang sebelumnya Rp 4 miliar menjadi paling banyak Rp 7,5 miliar. Pada tahun 2010 telah dijadualkan 246 pemilukada, termasuk 2 pemilukada yang dipercepat dari tahun 2011. Namun dalam pelaksanaannya hanya 224 yang telah dilaksanakan, dan 22 pemilukada ditunda pelaksanaannya dikarenakan masalah keterbatasan anggaran. Dari 224 yang telah dilaksanakan tersebut, sebanyak 212 pemilukada telah ditetapkan kepala daerahnya, sebanyak 12 pemilukada akan diselesaikan pada tahun 2011 karena adanya pemungutan suara putaran kedua atau pemungutan atau penghitungan suara ulang berdasarkan ketetapan Mahkamah Konstitusi (MK). Dari 224 daerah tersebut terdapat 164 daerah (73,21%) yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan 229 perkara dan terdapat 26 perkara yang permohonannya dikabulkan dalam bentuk putusan penghitungan suara ulang, pemungutan suara ulang, pemilukada ulang dari tahapan tertentu, pembatalan calon terpilih atau pun penetapan suara calon yang mempengaruhi keikutsertaan calon di putaran kedua. Gugatan yang dikabulkan sebagian besar berasal dari faktor pasangan calon yaitu adanya keterlibatan birokrasi/PNS, praktek politik uang, dan intimidasi/tekanan atau kekerasan. Ditinjau dari sisi jumlah gugatan yang dikabulkan MK (11,35%), maka sebagian besar penyelenggaraan pemilukada tahun 2010 dapat dikatakan sudah berjalan dengan cukup baik. 8 - 14 Pada tahun 2011 terdapat 115 daerah yang menyelenggarakan pemilukada yang terdiri dari 8 pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur, 94 pemilu Bupati dan Wakil Bupati dan 13 pemilu Walikota dan Wakil Walikota. Delapan provinsi tersebut adalah Sulawesi Tengah, Papua, Papua Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Barat, Banten, Gorontalo, dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Khusus untuk Daerah Istimewa Yogyakarta, sistem pemilihan kepala daerah masih menunggu pengesahan Undang-Undang mengenai Daerah Istimewa Yogyakarta yang saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR. Sampai dengan tanggal 20 Juli 2011, terdapat 72 daerah yang telah menyelenggarakan pemilukada. Dari 72 daerah, terdapat 54 daerah yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan 5 daerah di antaranya dikabulkan permohonan gugatannya baik dengan putusan sela, dikabulkan sebagian, ataupun dikabulkan seluruhnya. Ditinjau dari persentase gugatan yang dikabulkan (6,94%), maka hingga paruh pertama tahun 2011 ini, maka penyelenggaraan pemilukada dapat berjalan dengan cukup baik. Pemerintah mendukung sepenuhnya revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, termasuk mengatur pemilukada ke dalam undang-undang tersendiri, terpisah dari UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan memasukkan pemilukada menjadi perundangan tersendiri, diharapkan akan ada transformasi pemahaman bahwa pemilu merupakan proses independen yang bebas dari pengaruh pemerintah dan birokrasi daerah. Peran pemerintah pusat dan daerah hanya memberikan fasilitasi dukungan proses penyiapan penyelenggaraannya. Agar pemilu dan pemilukada dapat berjalan dengan jurdil dan aman, peningkatan kapasitas Bawaslu baik dalam kapasitas SDM dan lembaganya, serta penguatan Panwaslu telah dan akan terus ditingkatkan melalui berbagai program pembangunan. Pendidikan politik kepada masyarakat agar dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu dan pemilukada saat ini sedang dikembangkan termasuk didalamnya pengawasan terhadap penggunaan dana-dana kampanye. Diharapkan melalui keterlibatan 8 - 15 aktif masyarakat akan semakin mengurangi tingkat pelanggaran pemilu dan pemilukada. Kelima, pada tahun 2010 dan pada paruh pertama tahun 2011 konflik kekerasan yang dilatar belakangi politik dan ajaran agama masih sering terjadi, termasuk pembakaran rumah ibadah dan tindakan kekerasan antara kelompok agama. Pemerintah telah menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan terhadap setiap pelaku tindak pidana pembunuhan dan kekerasan kepada warganegara lain apapun alasannya. Dalam upaya merespons adanya ancaman dan potensi gangguan pada stabilitas sosial dan politik di tanah air yang berasal dari konflik berdimensi SARA dan tindakan terorisme, Pemerintah juga terus berusaha mendorong berfungsinya forum-forum publik yang sudah ada untuk memelihara kebersamaan dan mengantisipasi ancaman konflik antar kelompok masyarakat, antara lain melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), dan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) di beberapa provinsi, kabupaten, dan kota. Dewasa ini sedang disiapkan Rapat Koordinasi Nasional Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) yang direncanakan akan dihadiri oleh 300 peserta, terdiri dari Ketua atau pengurus FPK Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Kepala Badan Kesbangpol Provinsi dan Kabupaten/Kota, seluruh Indonesia. Di samping itu, dalam waktu dekat pemerintah akan menyiapkan Rancangan undang-undang Penanggulangan Konflik Sosial sebagai instrumen hukum komprehensif dalam menghadapi berbagai konflik sosial yang bersifat vertikal maupun horizontal yang disebabkan oleh berbagai latarbelakang permasalahan SARA. Dalam merespon situasi sosial politik dalam masyarakat, upaya represif dan pelaksanaan forum-forum dialog saja tentu tidaklah memadai. Pendidikan kebangsaan dan demokrasi yang berkelanjutan perlu dilakukan bagi upaya memelihara persatuan dan konsolidasi demokrasi Indonesia di masa mendatang. Pemerintah sejak tahun 2010 telah merintis dan memfasilitasi berdirinya Pusat Pendidikan Kebangsaan, yang merupakan kerjasama 8 - 16 multistakeholders antara pemerintah, dan lembaga pendidikan tinggi. Fungsi Pusat Pendidikan Kebangsaan tersebut tidak hanya dijadikan tempat pembelajaran dalam bentuk pelatihan, tetapi juga menjadi tempat melakukan komunikasi dan dialog, serta wadah komunikasi yang dapat memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah konflik sosial yang ada dalam masyarakat. Pusat Pendidikan Kebangsaan (PPK) yang diharapkan berjalan pada awal tahun 2012 mendatang, dapat menjadi instrumen penting dalam melakukan proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan dan demokrasi ke dalam jiwa para penerus bangsa. Bangsa Indonesia diharapkan dapat menjadi bangsa yang terbuka pada perubahan, toleran pada perbedaan, dan bertanggung jawab menjaga persatuan bangsa dalam wadah NKRI, serta memegang teguh Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Selain itu, pendidikan politik melalui program rutin yang sudah dilaksanakan setiap tahunnya akan diupayakan lebih tepat sasaran dan dapat meningkatkan peran kelompok marginal perempuan dalam lembaga legislatif untuk menyuarakan aspirasi masyarakat yang tidak bias gender dan tetap pro pada kepentingan kelompok marjinal lainnya. Pendidikan politik yang sensitif gender perlu diberikan tidak saja pada anggota parlemen perempuan, tetapi juga untuk anggota parlemen laki-laki. Khusus dalam merespon tindakan terorisme, Pemerintah pada pertengahan 2010 telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Perpres No. 46 tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi dan sinergitas upaya pencegahan dan penindakan terhadap terorisme. Pada tahun 2010 sejumlah prestasi penanggulangan terorisme berhasil dicapai, antara lain pengungkapan pelatihan militer oleh jaringan terorisme di Kabupaten Aceh Besar, pengungkapan kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Bank CIMB Niaga di Medan, tindak pidana teror penyerangan Polsek Hamparan Perak Medan, tindak pidana teror perakitan bom oleh kelompok Bandung, pengungkapan pelaku penyerangan Pos Polisi Katengrejo dan 8 - 17 Prumbun. Pada 2011 berhasil diungkap tindak pidana teror bom di beberapa tempat di Klaten, pengungkapan pelaku teror bom buku di beberapa wilayah Jakarta, Serpong dan sekitarnya, serta pengungkapan tindak pidana teror bom bunuh diri di Masjid Azdzikra Mapolresta Cirebon Kota dan rencana aksi teror lainnya di Sukoharjo. Untuk mengantisipasi secara dini potensi konflik di daerah, beberapa bulan lalu, pada bulan Maret 2011, diadakan Rapat Koordinasi Nasional Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) di Jakarta, diikuti 600 peserta. Dalam Rakornas ini tercapai kesamaan persepsi, visi dan misi dalam proses menjaga ketertiban dan ketenteraman nasional di daerah. Keenam, upaya untuk meningkatkan penyediaan informasi publik dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan, antara lain melalui penyusunan Grand Design Media Center dan Grand Design Layanan Informasi Publik. Grand Design Media Center dimaksudkan sebagai pedoman pengelolaan media center bagi daerah yang meliputi peliputan berita, pengiriman berita dari daerah ke pusat, pengembangan SDM, pemanfaatan sistem jaringan serta pemeliharaannya. Sedangkan Grand Design Layanan Informasi Publik adalah strategi implementasi, tata kelola dan mekanisme pelaksanaan Government Public Relation yang dijadikan sebagai pedoman bagi Pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Satu paket dengan pembangunan media center, pada tahun 2011 diprogramkan pengadaan bantuan mobil unit keliling sebanyak 20 buah untuk daerah perbatasan, terluar atau terdepan. Dalam merespon adanya kesenjangan informasi di daerah, pemerintah melaksanakan berbagai program kegiatan, antara lain melalui pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) guna mendukung pengembangan desa informasi; penyediaan informasi publik melalui Bantuan Kegiatan Operasional Penyebaran Informasi Publik (BKOPIP) di 50 (lima puluh) Dinas Infokom tingkat provinsi dan kabupaten/kota; dukungan komunikasi publik dalam rangka citra positif pemerintah melalui Humas Pemerintah (Government Public Relations) atau GPR dan sosialisasi Program Keluarga Harapan (PKH) serta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM); kerjasama kemitraan dengan media pusat dan 8 - 18 daerah; penyebaran informasi publik dalam rangka NKRI dan penyebarluasan informasi kebijakan pemerintah, peningkatan peran organisasi kemasyarakatan, profesi, dunia usaha, lembaga strategis lainnya sebagai penyebaran informasi. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mendorong penyediaan dan penyebaran informasi publik yang bermanfaat bagi pencerdasan bangsa, dan penyediaan akses informasi publik. Dalam Peningkatan diseminasi informasi dan komunikasi yang terstruktur dan terlembaga, Pemerintah terus berupaya mendorong efektifitas pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP dan meningkatkan penyediaan informasi dan komunikasi publik. Peraturan Pemerintah tersebut mengamanatkan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan Komisi Informasi Daerah (KID). Sesuai amanat Peraturan Pemerintah tersebut, sampai dengan bulan Juni 2011 capaian pembentukan PPID tingkat Kementerian/Lembaga baru sebanyak 26 K/L. PP tersebut mengatur antara lain kebijakan badan publik dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan/diminta oleh pemohon informasi, termasuk pengklasifikasian informasi dan jangka waktu pengecualiannya. Di samping itu, Komisi Informasi Pusat (KIP) sesuai amanat UU KIP telah menghasilkan Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Selanjutnya, sebagai upaya memperkuat komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta antara pemerintah daerah dan masyarakatnya, pada tahun 2010 telah dilakukan pembangunan dan penguatan media center di 60 daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota dengan tujuan untuk mempercepat pelayanan, penyebarluasan, dan penyerapan informasi publik berbasis teknologi informasi. Pembangunan media center tidak hanya dilakukan dengan pemberian perangkat elektronik kepada lembaga/instansi pemerintah di daerah, tetapi juga diberikan kepada organisasi masyarakat sipil yang terkait dengan fungsi penyebaran informasi publik seperti telah dilakukan Kemkominfo pada tahun 2010 kepada Muslimat Nahdlatul Ulama, Kwartir Nasional Pramuka 8 - 19 dan NCB Library Yayasan Nurani. Selain itu, upaya lain untuk meningkatkan komunikasi antara pusat dan daerah, serta untuk mengurangi kesenjangan dan/atau kendala penyebaran informasi publik di wilayah-wilayah terpencil dan terdepan, Pemerintah terus memfasilitasi peningkatan kualitas media komunitas dan media lainnya di dalam masyarakat. Pemerintah juga terus memantau dan membantu perkembangan media tradisional sebagai saluran komunikasi yang memiliki potensi kuat dalam menciptakan harmonisasi dan juga sebagai wahana transformasi berbagai nilai, termasuk nilai pembangunan dan perubahan. Sampai dengan tahun 2010 terdapat 1.551 media tradisional di tanah air, meskipun persebarannya tidak merata di seluruh provinsi. Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM Bidang Komunikasi dan Informatika dilakukan melalui penyelenggaraan dan pengembangan profesionalisme SDM Bidang Komunikasi dan Informatika dalam rangka mengatasi kesenjangan digital dan meningkatkan daya saing bangsa, diantaranya pendidikan S2 dan S3 di dalam dan luar negeri sebanyak 280 orang. Penyusunan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) bidang Desain Grafis sebagai SKKNI VIII (kedelapan) yang telah dihasilkan Kementerian Kominfo yang diikuti uji kompetensi dan sertifikasi SKKNI untuk 80 (delapan puluh) orang PNS. Juga telah diselenggarakan Bimbingan Teknis Chief Information Officer (CIO) untuk 310 peserta di sejumlah provinsi di Indonesia untuk melengkapi pelatihan teknis yang secara rutin dilakukan. Disamping itu juga pendidikan dan pelatihan di Multi Media Trainning Center (MMTC) Yogyakarta, BPPTIK Bekasi dan Pustiknas Ciputat serta internet gallery di 8 (delapan) Balai Penelitian. Dalam rangka pengembangan CIO juga telah diimplementasikan Program UN-APCICT “Academy Of ICT Essentials For Government Leaders/CIO” dengan 40 (empat puluh) orang peserta yang merupakan pejabat pengelola TIK pemerintah daerah. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan proyek peningkatan TIK dan pemerataan mutu pendidikan di Provinsi Daerah Istimewa 8 - 20 Yogyakarta, pemerintah mengimplementasikan sistem e-pendidikan di 110 (seratus sepuluh) sekolah di 5 (lima) kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya, pemerintah juga memandang perlu untuk menjamin kebebasan media massa, agar berperan serta secara proporsional dan bertanggungjawab dalam membentuk pola pikir (mind set) baru yang sesuai dengan arah konsolidasi demokrasi Indonesia, dan berusaha mendukung munculnya pilihan-pilihan sumber informasi baru bagi publik sehingga tidak terjadi dominasi informasi oleh media massa tertentu saja. 8.1.3. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Sejumlah pekerjaan rumah besar harus segera diselesaikan pada paruh terakhir tahun 2011 dan tahun 2012 mendatang: Pertama, pemerintah akan terus mengambil inisiatif dan proaktif dalam mengatasi berbagai kelemahan sistem politik dan sistem pemerintahan kita dengan memperbanyak komunikasi dan dialog dengan DPR, dalam semangat kolegial dan kebersamaan, namun tetap dalam jalur konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Strategi koalisi parpol dalam Kabinet Indonesia bersatu perlu tetap dipelihara sampai akhir masa pemerintahan tahun 2014, untuk memenuhi visi dan misi presiden terpilih sesuai dengan janji kampanye kepada rakyat seluruhnya. Kedua, pemerintahan dalam batas-batas kewenangannya akan terus mendorong kemandirian lembaga-lembaga seperti MK dan KPK dalam melakukan tugas-tugas nya menegakkan konstitusi dan pemberantasan tindak pidana korupsi di lembaga-lembaga pemerintah. Sudah menjadi tugas negara yang demokratis untuk menegakkan dan menjunjung tinggi konstitusi dan memelihara amanat rakyat untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan bersih dari korupsi. Ketiga, Pemerintah akan memberikan fasilitas untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas peran organisasi masyarakat 8 - 21 sipil agar dapat berperan dalam melakukan pengawasan dan aktif dalam penyusunan kebijakan publik. Pemerintah perlu memperbaiki mekanisme keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan dan penyusunan kebijakan publik. Pemerintah perlu terus meningkatkan dialog dan mengkaji berbagai cara untuk memberikan jalan terbaik bagi kebrelanjutan peran organisasi masyarakat sipil dalam proses demokratisasi, apakah melalui pembentukan Democracy Trust Fund (DTF) atau pembentukan democracy facility dalam bentuk lainnya. Dalam kaitan inilah maka revisi UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan merupakan hal sangat krusial untuk mengantisipasi dinamika masyarakat sipil yang sudah banyak sekali berubah. Pemerintah juga akan melanjutkan upaya memperkuat kapasitas parpol agar mampu melaksanakan fungsi-fungsi politik yang diamanatkan perundang-undangan, termasuk dalam melaksanakan pendidikan politik kepada masyarakat. Pada masa mendatang, parpol diharapkan dapat lebih memiliki kredibilitas dalam menyuarakan aspirasi masyarakat, selain itu juga memiliki akuntabilitas yang tinggi atas bantuan keuangan yang diterimanya dari negara, terutama untuk melaksanakan pendidikan politik, sesuai dengan yang menjadi amanat perundang-undangan. Keempat, Pemerintah akan terus memfasilitasi untuk mempercepat penuntasan inisiatif DPR atas perubahan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, perubahan atas UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sebagian besar paket perundangan ini seharusnya paket sudah dapat diselesaikan pada tahun 2011-2012, sehingga memberi ruang yang cukup bagi pelaksanaan pentahapan pemilu secara tuntas. Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pemilu dan pemilukada yang semakin demokratis, maka pemerintah akan terus meningkatkan fasilitasi kepada penyelenggaraan pemilu dan pemilukada dalam meningkatkan kapasitas dan kredibilitasi 8 - 22 kelembagaan mereka dan kualitas sumber daya manusianya. Hal ini diperlukan untuk menghadapi tantangan penyelenggaraan pemilu yang makin besar dan menjaga independensi, serta dalam mengatasi perselisihan pemilu yang seharusnya tidak menimbulkan konflik baru di dalam masyarakat. Pemutakhiran data pemilih harus menjadi prioritas penting dalam penyiapan penyelenggaraan pemilu dan pemilukada. Penting kiranya bagi KPU dan pemerintah untuk berkoordinasi terutama untuk memanfaatkan data hasil pelaksanaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Electronic-KTP (e-KTP). Koordinasi tersebut sangatlah penting untuk memastikan efektifitas penggunaan dana APBN. Pendidikan pemilih merupakan kunci untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemilu dan pemilu kada. Tantangannya adalah pelembagaan pendidikan pemilih yang programnya dilaksanakan di antara dua pemilu dan dua pemilukada. Melalui pendidikan tersebut, diharapkan akan mengurangi secara signifikan aksi unjuk rasa yang cenderung anarkis pasca pemilukada di beberapa daerah dan pelanggaran pemilu lainnya. Penegakan hukum secara tegas terhadap para peserta pemilukada perlu menjadi prioritas untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemilukada dan demokrasi. Hal lain yang sangat penting untuk mengurangi tindakan anarkis adalah dengan melaksanakan pendidikan politik, dan yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan contoh dan tauladan kepemimpinan politik yang baik. Peningkatan kapasitas dan kualitas pengawasan pemilu dan pemilukada, serta peningkatan peran masyarakat dalam melakukan pengawasan perlu terus dilakukan. Kelima, pemerintah akan terus meningkatkan kapasitas dan efektifitas forum publik yang mengedepankan dialog dan tindakan persuasi, dan pelembagaannya dalam mendukung proses demokratisasi dan penyelesaian konflik. Pemerintah menyadari bahwa masyarakat sendirilah yang mengetahui permasalahan di dalam masyarakat. Pemerintah juga perlu melakukan kerja sama dengan OMS yang berkecimpung dalam penanganan konflik untuk 8 - 23 mendorong masyarakat sipil di daerah melakukan pengelolaan konflik secara efektif. Pemerintah perlu terus menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan terhadap setiap pelaku tindak pidana pembunuhan dan kekerasan kepada warganegara lain apapun alasannya termasuk terhadap pelaku tindakan kekerasan atas nama agama dan moralitas. Pemerintah perlu memastikan bahwa penyelesaian masalah dalam masyarakat perlu mengedepankan dialog dan tindakan hukum sebagai panglima. Pemerintah perlu menunjukkan komitmen lebih tegas untuk melindungi keamanan dan hak-hak kaum minoritas. Di samping itu, forum dialog publik yang telah ada di dalam masyarakat perlu kiranya menyampaikan pentingnya kerukunan umat beragama. Kerukunan umat beragama sangat penting untuk menjaga persatuan Indonesia sebagai bangsa yang besar. Program pendidikan politik yang akan dilaksanakan ke depan perlu menegaskan penerapan nilainilai Pancasila dan demokrasi termasuk di dalamnya penghormatan pada kebhinekaan dan pada penghormatan terhadap hak beragama warganegara. Pemerintah akan melanjutkan proses deradikalisasi melalui upaya dan pendekatan terpadu bersama lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat sipil. Terorisme merupakan ideologi yang antidemokrasi karena mempercayai jalan kekerasan, pembunuhan dan anarki dalam mencapai tujuan-tujuan politik mereka, oleh karena itu harus dilawan, namun tetap dalam kerangka hukum dan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Konsolidasi demokrasi memberikan kebebasan yang seluasluasnya untuk menganut keyakinan politik apa saja, namun tetap diperjuangkan melalui cara-cara demokratis dalam jalur konstitusi. BNPT sebagai lembaga yang khusus didirikan untuk mengantisipasi dan mengatasi bahaya terorisme ini akan menjadi ujung tombak pemerintah dalam melakukan kerjasama dengan masyarakat sipil dalam pemberantasan terorisme. Pada dimensi yang berkaitan erat dengan pemberantasan terorisme ini, yakni untuk mengantisipasi potensi dan mengatasi konflik kekerasan yang bersifat massal dan meluas, maka pemerintah bersedia memberikan fasilitasi bagi 8 - 24 penyempurnaan Pasal 26 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, terkait laporan intelijen dan penyusunan draf RUU tentang Penanganan Konflik Sosial. Dalam perumusan RUU Penanggulangan Konflik Sosial kiranya perlu dipastikan bahwa RUU tersebut memasukkan materi perspektif keadilan gender, perspektif korban kekerasan, serta dapat mengenali kekerasan berbasis gender (gender-based violence) untuk dapat menjamin keadilan bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Keenam, peningkatan penyediaan informasi dan komunikasi publik terus dilakukan dengan berbagai kegiatan antara lain melalui pembinaan dan pengembangan kebijakan komunikasi nasional, pengelolaan dan penyediaan informasi, pelayanan informasi kenegaraan melalui media publik, pembinaan dan pengembangan kemitraan lembaga komunikasi, pengembangan kemitraan pelayanan informasi internasional, fasilitasi pelaksanaan program pengembangan dan penguatan kelembagaan Komisi Informasi Pusat. Peningkatan kapasitas SDM Bidang Kominfo juga terus ditingkatkan antara lain melalui kegiatan penelitian dan pengembangan literasi dan profesi, serta pengembangan SDM Komunikasi dan Informatika yang dilakukan melalui bimbingan teknis (bimtek) CIO, bimtek budaya dokumentasi, beasiswa S2/S3, pelatihan komunikasi publik, dan sertifikasi SDM Kominfo. Pemerintah juga akan terus melakukan upaya percepatan pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan PP 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sejalan dengan itu, akan terus dilanjutkan upaya peningkatan kualitas SDM aparatur pemerintah bidang informasi dan komunikasi dan kualitas isi informasi publik, pengefektifan strategi penyebaran informasi publik, dan peningkatan penyebaran informasi publik yang mudah diakses masyarakat luas. Disamping itu, kualitas media center akan terus diperbaiki, dan terus dilakukan revitalisasi dan peningkatan kapasitas media tradisional dan media komunitas. 8 - 25 8.2. POLITIK LUAR NEGERI 8.2.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI ASEAN. Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2011 senantiasa mendorong tercapainya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui 3 (tiga) prioritas utama, yaitu memastikan bahwa tahun 2011 akan ditandai oleh kemajuan yang signifikan dalam pencapaian Komunitas ASEAN; memastikan terpeliharanya tatanan dan situasi di kawasan yang kondusif bagi upaya pencapaian pembangunan, dan menggulirkan pembahasan mengenai perlunya visi “ASEAN pasca2015”, yaitu peran masyarakat ASEAN dalam masyarakat dunia (ASEAN Community in a global community of nations). Kawasan ASEAN memiliki tantangan sekaligus potensi yang besar untuk peningkatan ekonomi dan peningkatan sosial, menjanjikan perspektif baru pada negara-negara lain yang berinteraksi, dan mengelola hubungan dalam memperoleh keuntungan bersama, yakni kemanan, kemakmuran dan stabilitas dapat dinikmati atau yang disebut terbentuknya peta ekuilibrium dinamis di kawasan. Persoalannya adalah memastikan peran dan sumbangsih ASEAN dalam rangka membangun ASEAN Community In a Global Community of Nations setelah tahun 2015 dan secara aktif terlibat dalam menyelesaikan tantangan global sebagi konstribusinya menjaga kemakmuran dan stabilitas global. Kenyataan bahwa perkembangan ASEAN belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat merupakan tantangan tersendiri bagi negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia, mengingat target pembentukan Komunitas ASEAN 2015 kurang empat tahun dari sekarang. Negara-negara anggota ASEAN perlu bersiap untuk memperkuat konsolidasi menyongsong era baru komunitas bangsabangsa di Asia Tenggara serta menghadapi perkembangan global Proses pembentukan komunitas itu memerlukan upaya kerja keras dan memakan waktu. Inilah tantangan konsolidasi ASEAN yang intinya menegaskan pentingnya pendalaman ASEAN. Selain kesadaran tentang ASEAN, pendalaman ASEAN menyangkut pembentukan identitas ASEAN. Tantangan lainnya dalam 8 - 26 mewujudkan peran Komunitas ASEAN dalam komunitas global bangsa-bangsa adalah ASEAN harus penuh inisiatif dan mempunyai sumber daya (resources). ASEAN dituntut aktif dalam perdebatan dan penyelesaian masalah global. Perbatasan. Berkenaan dengan permasalahan perbatasan, Indonesia memiliki batas laut dengan 10 (sepuluh) negara, yakni India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia; dan batas darat dengan 3 (tiga) negara, yaitu Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Masalah perbatasan tidak hanya menyangkut keutuhan wilayah NKRI, tetapi juga berkaitan dengan pemerataan pembangunan, terutama di daerah-daerah yang berbatasan dengan negara tetangga. Tantangan yang perlu mendapatkan perhatian adalah diantaranya klaim delimitasi laut oleh negara lain, penamaan pulau-pulau kecil, pencemaran dan penambangan pasir, degradasi lingkungan pesisir, dan kejahatan transnasional (transnational crime) seperti terorisme, human trafficking, kegiatan lintas batas secara ilegal, perompakan, illegal logging, illegal fishing, serta illegal trading. Disamping itu, diplomasi perbatasan selama ini menghadapi permasalahan utama berupa masih adanya perbedaan pandangan dan kepentingan dalam penggunaan dasar penetapan perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara yang berbatasan, sehingga dapat membawa konsekuensi berlarutnya proses perundingan perbatasan. Selain permasalahan tersebut, Indonesia juga belum memiliki kebijakan maritim (ocean policy) yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai landasan kebijakan dalam setiap penanganan isu maritim, termasuk di antaranya perundingan masalah perbatasan laut dan pengelolaan kawasan laut. Perlindungan terhadap WNI/TKI di luar negeri. Sehubungan dengan perlindungan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri, dalam beberapa tahun terakhir, isu mengenai perlakuan tidak layak yang menimpa warga negara Indonesia (WNI) dan badan hukum Indonesia (BHI) di luar negeri menjadi sorotan internasional. Isu ini relatif kompleks, sebab perlindungan terhadap WNI/BHI di luar negeri tidak dapat dipisahkan dari strategi dan kebijakan cegah dini 8 - 27 di dalam negeri, sebelum WNI dan BHI tersebut melakukan kegiatan di luar negeri. Jumlah WNI yang bekerja di berbagai Negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik terutama Singapura, Brunei Darrusalam, Malaysia, Hongkong, Korea Selatan dan Jepang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah dan mobilitas WNI di kawasan Asia Pasifik telah berimplikasi pada munculnya permasalahan seperti, kecelakaan kerja, over-stayers, pelanggaran hukum setempat, dengan implikasi hukuman berat bahkan hukuman mati, penyiksaan TKI, deportasi, sakit, meninggal dan trafficking in persons. Hingga 13 Juli 2011, tercatat sebanyak 223 WNI di luar negeri yang mendapatkan ancaman hukuman mati dan masih menjalani proses hukum. Mereka tersebar di beberapa negara di luar negeri yaitu di Malaysia 179 orang, China 13 orang, Singapura 2 orang, Iran 3 orang dan Arab Saudi 26 orang dengan keterlibatan dalam berbagai kasus yang antara lain kasus pembunuhan, narkoba, sihir dan kepemilikan senjata api. Di luar angka tersebut, terdapat WNI yang terlepas dari hukuman mati, baik bebas murni maupun dengan pengurangan hukuman sebanyak 67 orang dengan rincian, Suriah 1 orang, Malaysia 58 orang (20 orang bebas murni dan 38 orang pengurangan hukuman) dan China 8 orang. Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam rangka perlindungan terhadap WNI/TKI di luar negeri antara lain adalah sebagai berikut: a. b. c. 8 - 28 Rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia disertai dengan keterbatasan lapangan kerja dalam negeri, menjadi faktor yang menyebabkan CTKI mudah terbujuk tawaran bekerja di luar negeri tidak sesuai prosedur. Kurangnya awareness dan pemahaman CTKI mengenai prosedur yang seharusnya, menempatkan mereka dalam posisi rawan untuk dieksploitasi dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Sejumlah besar TKI belum memahami dengan baik budaya, bahasa, peraturan hukum dan keterampilan yang diperlukan d. e. f. g. h. i. selama bekerja di negara penempatan, serta kewajiban melaporkan diri di Perwakilan RI di luar negeri. Masih terdapat regulasi di bidang ketenagakerjaan yang tumpang tindih satu sama lain baik di tingkat pusat maupun di daerah, sehingga menjadi celah bagi oknum tertentu untuk memanfaatkan kondisi tersebut. Kurang optimalnya koordinasi antarinstansi terkait, sehingga menjadi kurang sinergis dalam pelaksanaan tupoksi, program kerja dan alokasi anggaran antar kementerian/lembaga maupun stakeholders terkait lainnya. Perbedaan persepsi dan pendekatan dalam implementasi pelaksanaan peraturan penempatan dan perlindungan TKI. Penegakan hukum yang kurang tegas di dalam negeri, sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap oknum-oknum yang melakukan pelanggaran hukum dalam proses perekrutan, pelatihan dan penempatan TKI ke luar negeri. Masih terdapatnya beberapa negara penempatan TKI yang tidak memiliki peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang memadai dalam melindungi tenaga kerja asing di negaranya. Perbedaan sistem hukum, cara pandang dan pendekatan terhadap penyelesaian masalah TKI di negara penempatan oleh otorita setempat. Terjadinya krisis politik dan keamanan di beberapa negara di wilayah Timur Tengah, antara lain Libya, Mesir, Tunisia, dan Yaman, serta bencana alam gempa bumi dan tsunami dengan ancaman radiasi nuklir di Jepang menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah evakuasi terhadap WNI yang berada di negara-negara tersebut dalam kerangka perlindungan terhadap WNI di luar negeri. Sepanjang tahun 2011 hingga 12 Juli 2011 Pemerintah Indonesia tercatat telah melakukan evakuasi terhadap 3.836 WNI. 8 - 29 TABEL 8.1 JUMLAH WNI DIEVAKUASI HINGGA JULI 2011 NO 1 2 3 4 5 NEGARA Jepang Libya Mesir Tunisia Yaman TOTAL JUMLAH 252 913 2.432 74 165 3.836 Sumber : Kementerian Luar Negeri, 2011 TABEL 8.2 JUMLAH WNI DIPULANGKAN DI LUAR EVAKUASI NO 1 2 3 4 5 6 7 8 NEGARA Arab Saudi Bahrain Fiji Jepang Kuwait Papua Nugini RRT Selandia Baru TOTAL JUMLAH 6.537 10 5 1 51 2 8 1 6.615 Sumber : Kementerian Luar Negeri, 2011 Permasalahan TKI juga terjadi akibat masalah pembajakan yang terjadi di Somalia dan krisis politik di berbagai wilayah di kawasan Timur Tengah. Sepanjang tahun 2011 telah terjadi pembajakan tiga kapal yang melibatkan ABK WNI sebagai korban penyanderaan, yaitu 1 ABK WNI di kapal berbendera Aljazair MV 8 - 30 Blida (dibajak sejak 1 Januari 2011), 20 ABK WNI di kapal berbendera Indonesia MV Sinar Kudus (dibajak pada 16 Maret 2011), dan 13 ABK WNI di kapal tanker berbendera Singapura MT Gemini (dibajak sejak 30 April 2011). Sebagai catatan, sejak 2005 hingga 20 Mei 2011 telah terdapat 18 kapal yang dibajak (termasuk MV Sinar Kudus) dengan 125 ABK WNI yang pernah menjadi korban penyanderaan. Praktek perompakan di laut merupakan kejahatan universal yang memerlukan penanganan secara komprehensif, inklusif dan terpadu, baik pada tataran nasional, regional maupun global. Berdasarkan International maritime Bureau, dalam tahun 2009 telah terjadi 204 kali penyerangan terhadap kapal-kapal yang berlayar di perairan Somalia, dan 219 kali penyerangan terjadi pada tahun 2010. Dengan dibebaskannya 20 ABK kapal Sinar Kudus pada 1 Mei 2011, maka ABK WNI yang telah dibebaskan menjadi 111 orang. Dengan demikian, masih terdapat 14 ABK WNI yang disandera oleh pembajak (1 ABK di MV Blida dan 13 ABK di MT Gemini). Selain itu, permasalahan TKI juga terjadi sebagai akibat ijin tinggal yang telah habis masa waktunya. Masalah WNI overstayers di Arab Saudi misalnya, telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Jika dilihat dari jumlah overstayers yang dideportasi ke Indonesia setiap tahun melalui Karantina Imigrasi (Tarhil), meningkatnya jumlah overstayers di berbagai lokasi mungkin disebabkan oleh kemampuan Tarhil untuk memulangkan mereka sangat terbatas sehingga banyak dari mereka yang sudah menyediakan diri untuk ditangkap dan dipulangkan, namun tidak mendapat ‘giliran’ sehingga akhirnya terlantar di beberapa tempat di Jeddah (terbanyak di kolong jembatan Kandarah) dan di Makkah (Jembatan Jl. Al Mansyur). Peran Indonesia di G-20. Dalam hal peran Indonesia di dalam forum G-20, permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah pada upaya peningkatan peran Indonesia di dalam forum tersebut. Terkait dengan hal itu, persoalan lain yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana supaya tidak hanya terfokus untuk “menjembatani” negara-negara lain di dalam G-20, karena Indonesia juga perlu 8 - 31 menentukan seperti apa Indonesia bisa lebih berkontribusi dalam upaya global untuk memecahkan persoalan global. Kemitraan Strategis. Membangun kemitraan strategis bilateral di berbagai kawasan merupakan salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang ditujukan untuk memberikan manfaat pada masyarakat Indonesia. Dengan pihak Amerika Serikat, tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kerja sama bilateral melalui agenda kerja Comprehensive Partnership secara tepat waktu, mendalam, berkelanjutan, dan berpandangan ke depan, dan respon terhadap tantangan abad 21. Bidang area kerja sama yang telah disepakati bersama adalah di bidang pendidikan, lingkungan, keamanan, ilmu dan teknoogi, perdagangan dan investasi, demokrasi, HAM, kesehatan, energi, dan pangan. Agenda yang disepakati tersebut telah dituangkan dalam Joint Declaration on US-Indonesia Comprehensive Partnership RI-AS yang telah ditandatangani kedua Kepala Negara pada tahun 2010 yang lalu. 8.2.2. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASILHASIL YANG DICAPAI Dalam rangka memajukan kepentingan nasional di ASEAN, kawasan regional dan global, khususnya dalam mewujudkan Komunitas ASEAN 2015, Indonesia telah menyelenggarakan KTT ASEAN pada tanggal 6-8 Mei 2011. Indonesia pun telah menggulirkan pemikiran visi ASEAN pasca 2015 mengenai peranan ASEAN di tingkat global dan hal ini dapat mejadi tonggak ketiga proses konsolidasi ASEAN melalui kesepakatan ASEAN. Di bidang politik dan keamanan, dalam KTT 18, Indonesia dinilai berhasil mendorong dikeluarkannya tiga “stand-alone” Joint Statement mengenai antara lain (i) ASEAN Community in a Global Community of Nations, (ii) pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation serta (iii) peningkatan kerjasama penanggulangan trafficking in persons di Asia Tenggara. Kesepakatan-kesepakatan tersebut telah membuka lebar kesempatan untuk menghasilkan lebih lanjut produk substantif utama Keketuaan Indonesia melalui 8 - 32 penyusunan deklarasi untuk disepakati pada KTT ke-19 ASEAN bulan November 2011. Selain itu, langkah strategis Indonesia untuk menggagas terbentuknya sebuah ASEAN Institute for Peace and Reconciliation sesuai dengan Cetak Biru Komunitas PolitikKeamanan ASEAN telah memperoleh dukungan negara-negara anggota ASEAN. Di bidang sosial dan budaya, pada KTT 18 terdapat beberapa hal yang perlu dicatat diantaranya adalah bahwa pemimpin negaranegara ASEAN menyatakan tentang pentingnya partisipasi masyarakat sipil dalam pencapaian Masyarakat ASEAN pada tahun 2011, serta sepakat meningkatkan dialog yang konstruktif dan membangun kerja sama kemitraan yang kuat serta kolaborasi yang aktif dengan masyarakat sipil di dalam berbagai area kerja sama. Selain itu, semua negara ASEAN sepakat untuk menjamin berjalannya Pusat Koordinasi ASEAN untuk bantuan kemanusiaan penanggulangan bencana (AHA Centre) secara efektif. Terkait dengan pekerja migran, semua negara ASEAN berkomitmen untuk melaksanakan ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers yang telah diadopsi dalam KTT ASEAN ke 12 di Cebu, Filipina pada tahun 2007. Negara anggota ASEAN juga menegaskan kembali komitmennya untuk mengembangkan instrumen perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran yang sesuai dengan visi ASEAN. Indonesia juga menyadari pentingnya memanfaatkan kepemimpinannya di ASEAN pada 2011 dengan memastikan terlaksananya komitmen-komitmen bersama menuju pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada 2015. Dalam kerangka ini, serangkaian komitmen telah menunjukkan hasil menggembirakan. Di sektor keuangan misalnya, ASEAN bersama mitra regional seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan telah menyepakati Chiang Mai Initiative Multilateralization pada Desember 2009. Salah satu tindak lanjut penting kerja sama keuangan tersebut adalah dimulainya operasionalisasi ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) pada Mei 2011. AMRO dimaksudkan untuk menganalisa situasi ekonomi dan keuangan regional dengan menyiapkan 8 - 33 mekanisme deteksi dini dalam mencegah dan meredam krisis keuangan seperti yang pernah terjadi pada 1997-1998 dan 20072008. Indonesia juga mendesak penguatan kerjasama di sektor ketahanan pangan sebagai salah satu agenda penting regional dengan mempertimbangkan tingginya tingkat pertumbuhan populasi regional. Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia kemudian menggelindingkan gagasan penyusunan kebijakan pangan yang terkoordinir dengan memperhatikan pasokan, kebutuhan, harga, dan distribusi, guna memastikan seluruh rakyat kita memperoleh akses terhadap bahan pangan utama. Dalam perspektif Indonesia, setiap pemangku kepentingan, termasuk pihak swasta dan dunia akademis kampus dituntut mengedepankan aspek riset dan pengembangan pangan yang sejalan dengan dorongan investasi lebih besar di sektor pangan. Keketuaan Indonesia dalam ASEAN juga memberikan penekanan khusus pada tuntutan ketersediaan energi sebagai kunci utama dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi regional. Berkenaan dengan hal ini, Indonesia telah dan selalu mendorong ASEAN untuk lebih mampu mengedepankan penelitian dan pengembangan dalam mengupayakan sumber-sumber energi alternatif yang murah, ramah lingkungan, serta mampu meningkatkan akses masyarakat terpencil terhadap layanan listrik. Selain itu, Keketuaan Indonesia dalam ASEAN telah turut mendorong pengembangan infrastruktur nasional sebagaimana tercermin dari gagasan Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) dengan physical connectivity sebagai elemen utamanya seperti pengembangan infrastruktur fisik pelabuhan, bandar udara, jalan raya, atau pembangkit listrik. Seluruh perkembangan ini menggambarkan keinginan Indonesia untuk menjadikan ASEAN sebagai organisasi regional yang mampu menarik negara-negara utama dunia menjadi bagian dari proses solidasi ASEAN. Sampai saat ini, ASEAN memiliki 10 (sepuluh) entitas mitra dialog utama ASEAN yaitu: Cina, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru, India, Amerika Serikat, Rusia, 8 - 34 Kanada, dan Uni Eropa. Kepentingan Indonesia dalam kerjasama dengan mitra dialog ASEAN berkaitan dengan pembentukan regional architecture, maritime security dan pemajuan demokrasi dan HAM. Dinamika guliran regional architecture tersebut tidak terlepas dari maraknya perkembangan regionalisme di Asia Pasifik dalam dasawarsa terakhir ini. Gagasan pembentukan arsitektur regional Asia Pasifik melambangkan keinginan untuk menjaring komunitas bersama di kawasan. Berbagai platform regional seperti ASEAN, SAARC maupun forum-forum plurilateral lainnya seperti ASEAN Regional Forum, Asia-Pacific Economic Cooperation, ASEAN Plus Three, East Asia Summit dan sebagainya serta maraknya rejim-rejim FTA di kawasan dinilai telah mulai saling bersinggungan melahirkan suatu proses pembentukan arsitektur regional yang hingga sekarang belum terlihat bentuknya. Hingga periode yang belum dapat dipastikan, pembentukan arsitektur regional Asia Pasifik tersebut masih merupakan suatu proses yang akan terus bergulir mencari bentuk idealnya. Pada tahun 2011 ini, pemerintah sedang mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pelaksanaan East Asia Summit pada bulan November 2011 di Bali. Pemerintah akan memastikan bahwa penyelenggaraannya dapat sukses baik dari sisi teknis maupun peran aktifnya sebagai ketua East Asia Summit untuk mendorong hubungan dan interaksi negara di kawasan yang didasari atas dynamic equilibrium; dimana seluruh negara di kawasan dapat tumbuh dan berkembang bersama serta maju bersama untuk mencapai common security, common stability dan common prosperity. Penyelesaian masalah perbatasan dengan 10 negara tetangga bilateral merupakan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah sebagaimana telah dituangkan dalam RPJMN 2010-2014 dan RKP setiap tahunnya. Terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh sebagai upaya penyelesaian batas wilayah. Indonesia telah tuntas menetapkan batas darat dan laut dengan Papua Nugini. Indonesia dengan Australia telah menetapkan batas Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Ketetapan batas maritim sudah tercapai pada sebagian segmen batas laut wilayah dengan Malaysia dan 8 - 35 Singapura, LK dengan India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Australia, dan Papua Nugini. Indonesia dengan Filipina tengah melakukan perundingan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen (LK) di Laut Sulawesi. Dengan Palau, proses awal untuk memulai perundingan batas laut telah berhasil disepakati. Sedangkan dengan Timor Leste, batas maritim yang baru akan dirundingkan setelah batas darat dituntaskan. Dengan demikian, sampai dengan tahun 2011 telah terdapat 16 (enam belas) perjanjian perbatasan laut Indonesia dengan negara tetangga. Sedangkan apabila melakukan perhitungan kuantitas pertemuan yang telah dilakukan untum membahasa masalah perbatasan negara, sepanjang tahun 2009 hingga tahun 2010, total pelaksanaan perundingan/pertemuan perbatasan maritim dan darat yang telah dilaksanakan adalah sebanyak 44 (empat puluh empat) kali perundingan/pertemuan. Pada tahun 2009 telah dilaksanakan 21 (dua puluh satu) pertemuan dengan 6 (enam) negara yaitu Filipina, Malaysia, Palau, Timor Leste, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Pada tahun 2010 telah dilaksanakan 23 (dua puluh tiga) kali pertemuan dengan 7 (tujuh) negara, yaitu: Filipina, Malaysia, Palau, Timor Leste, Singapura, Thailand, dan Veitnam. Dengan demikian, selama periode 2009-2010 telah terjadi peningkatan frekuensi perundingan sebesar 2 (dua) kali perundingan dan tambahan 1 (satu) negara. Berkaitan dengan penanganan WNI maupun BHI di luar negeri, upaya perlindungan terbagi dalam dua kategori, yaitu perlindungan terhadap WNI dan BHI yang menjadi korban, dan perlindungan terhadap WNI dan BHI yang menjadi pelaku atau terlibat dalam kegiatan kejahatan atau pelanggaran hukum di luar negeri. Bagi kategori pertama, perlindungan diarahkan untuk memenuhi hak-hak warga negara Indonesia sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik peraturan di negara bersangkutan maupun peraturan nasional. Sementara bagi WNI yang terlibat dalam kejahatan, perlindungan diarahkan untuk memperoleh perlakuan 8 - 36 yang layak sesuai dengan standar kemanusiaan dan menghindarkan kemungkinan hukuman maksimum. Dalam pemberian perlindungan WNI di luar negeri, secara umum kebijakan dan upaya perlindungan dari Pemerintah RI adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Deteksi dini atas kasus yang menimpa WNI melalui komunikasi secara proaktif dan terus menerus dengan Kemlu dan aparat kepolisian, imigrasi dan penjara; Perolehan akses kekonsuleran dalam kerangka prinsip kepedulian dan keberpihakan; Pendampingan dan advokasi hukum dalam rangka memastikan due process of law: KBRI menyewa pengacara tetap; KBRI menyediakan penerjemah; Memberikan fasilitasi komunikasi pihak keluarga dan penampungan; Langkah-langkah antarpemerintah, termasuk diplomasi, untuk mengupayakan pengampunan dan atau keringanan hukuman. Dalam hal ini Presiden RI menginstruksikan pembentukan tim khusus penanganan WNI terancam hukuman mati yang diketuai oleh menteri Hukum dan HAM. Memperkuat Satgas perlindungan WNI di perwakilan; Melanjutkan Joint Committee antara Satgas PWNI KBRI dengan institusi terkait setempat yang terdiri dari kejaksaan agung, kepolisian, imigrasi, tenaga kerja untuk menangani kasus-kasus WNI. Dalam upaya memberikan perlindungan kepada TKI, khususnya TKI di luar negeri, hingga tahun 2010, Indonesia telah menandatangani 10 perjanjian bilateral penempatan tenaga kerja sektor formal dan informal (domestic workers) dengan negara tujuan TKI, yaitu Malaysia, Jordania, Persatuan Emirat Arab, Jepang, Korea selatan, Qatar, Timor Leste, Kuwait, dan Lebanon. Pemerintah RI juga melakukan negosiasi pembuatan perjanjian bilateral di bidang ketenagakerjaan antara lain dengan Libya, Kuwait, dan New 8 - 37 Zealand. Di samping itu, Indonesia sedang melaksanakan perundingan mengenai Mandatory Consular Notification (MCN) dengan negara-negara pengguna jasa TKI. Dengan adanya vonis hukuman mati terhadap warganegara Indonesia di luar negeri, pemerintah memberikan bantuan hukum termasuk penyediaan pengacara dan akses kekonsuleran semaksimal mungkin. Pemerintah melalui Perwakilan RI terus mengawal proses hukum dengan tujuan mendapatkan keringanan hukum dan menghindari jatuhnya hukuman mati bagi mereka yang terlibat kriminal. Upaya pemerintah tersebut juga dilakukan dengan pendekatan oleh pejabat tinggi negara mulai dari Presiden, Menteri dan Kepala Perwakilan RI, baik secara lisan maupun tertulis. Namun dalam beberapa kasus di beberapa negara, untuk mendapatkan akses kekonsuleran tidaklah mudah karena negara tersebut tidak mengikuti praktek internasional dimana setiap WNA yang bermasalah harus diinfokan kepada kantor perwakilan pemerintahnya. Eksekusi hukuman mati Ruyati bt Satubi merupakan salah satu contoh walaupun sejak awal Perwakilan RI telah mengawal proses hukumnya. Perhatian dan penanganan yang sangat serius diberikan pula kepada warganegara termasuk TKI yang berada di beberapa negara wilayah Timur Tengah yang sedang mengalami perkembangan politik dan keamanan yang rawan, dan di negara yang sedang mengalami bencana alam. Situasi politik di Libya, Mesir, Tunisia, dan Yaman serta bencana alam gempa bumi dan tsunami dengan ancaman radiasi nuklir di Jepang dengan implikasi keselamatan jiwa para pekerja Indonesia menjadi pertimbangan utama evakuasi keluar dari pusat krisis. Tercatat sebanyak 3.766 WNI berhasil dievakuasi dari wilayah-wilayah krisis oleh Pemerintah Indonesia sepanjang tahun ini hingga Mei 2011. Selain itu, sebanyak 6.614 WNI lainnya telah dipulangkan dari berbagai negara di luar evakuasi seperti Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, China dan lain-lain. Bahkan Pemerintah Indonesia telah memfasilitasi penyerahan hak-hak milik WNI/TKI di luar negeri kepada yang bersangkutan ataupun pihak keluarga/ahli waris yang 8 - 38 didahului dengan proses verifikasi data oleh Kementerian Luar Negeri. Fasilitasi hak-hak itu antara lain berupa pencairan klaim asuransi, santunan ataupun sisa gaji yang belum dibayarkan kepada yang bersangkutan. Jumlah uang yang menjadi hak-hak WNI/TKI yang mampu difasilitasi untuk diserahkan kepada WNI/TKI bersangkutan terdiri dari mata uang asing (Dinar Bahrain 190,50; Dinar PEA 421.000; Dinar Kuwait 780; US $ 174.458,40; Sin $ 342.650; EUR 15.000; Riyal Qatar 354.208; Riyal Saudi 100.000) dan mata uang Rupiah sebesar Rp. 676 juta. Dalam penanganan pembajakan 1 ABK WNI di kapal MV Blida, KBRI Aljir terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Aljazair mengenai masalah ini. Kemlu Aljazair menaruh perhatian serius masalah ini mengingat sebagian besar ABK di kapal tersebut (lebih dari 20 orang) adalah WN Aljazair. Selain itu, KBRI Athena juga melakukan koordinasi dengan perusahaan pemilik kapal. Untuk pembebasan kapal MT Gemini, KBRI Singapura selalu berkoordinasi dengan pihak MPA Singapura dan perusahaan kapal tanker tersebut guna memastikan keselamatan para ABK WNI tersebut, termasuk upaya-upaya lain guna memberikan perlindungan optimal bagi para ABK WNI tersebut. Sementara pihak perusahaan kapal akan melakukan segala upaya guna melindungi para ABK, hingga para ABK dibebaskan sesegera mungkin. Pihak perusahaan kapal menjalin kontak dengan kapten kapal tanggal 5 Mei 2011 dan 10 Mei 2011 dimana diperoleh informasi bahwa seluruh ABK dalam keadaan baik, tidak ada yang disakiti, dan mereka makan 2 kali sehari. Berkaitaan dengan masalah overstayers, WNI yang telah dideportasi adalah sejumlah 17.071 orang pada tahun 2005; 23.151 orang pada tahun 2006; 24.834 orang pada tahun 2007; 23.921 orang pada tahun 2008; 20.849 orang pada tahun 2009, 13.660 orang pada tahun 2010, dan 6.627 orang pad akurun waktu bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2011. Adapun pemulangan dengan skema repatriasi (atas biaya pemerintah Indonesia) terhadap sejumlah 4.432 WNI overstayers telah dilakukan dengan menggunakan transportasi udara melalui 6 kali tahapan pemulangan dan sekali melalui jalur laut dengan menggunakan KM Labobar pada bulan Februari sampai 8 - 39 dengan April 2011. Para WNI overstayers ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a. b. WNI eks jamaah umroh yang tidak pulang karena ingin bekerja gelap sambil menunggu tibanya waktu beribadah haji melalui jalur yang tidak prosedural (28%). TKI yang lari dari majikan resmi yang bekerja pada majikan tidak resmi sehingga statusnya menjadi ilegal (72%). Dalam Forum G-20, Indonesia telah memainkan peran aktif untuk mendorong reformasi tata kelola ekonomi dunia sebagai upaya untuk menangani krisis ekonomi global. Indonesia memiliki peluang besar dalam mengusung agenda pembangunan di forum multilateral seperti Kelompok 77, APEC dan G-20. Indonesia berkeyakinan, pembangunan dan kesejahteraan adalah milik semua negara dan hanya dapat dicapai dengan mendorong kerjasama dan kemitraan global. Pada pertemuan Sherpa G20 di Paris Januari 2011, Indonesia menyampaikan sikap dan pendapat agar perundingan Doha dapat segera diselesaikan. Sebelumnya, pada Emerging Market Economies Meeting, Indonesia menyampaikan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah pertemuan Emerging Market Economies Meeting pada tahun 2011. Dalam membangun dan meningkatkan kemitraan strategis, di tingkat bilateral, terjadi peningkatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang ditandai dengan penandatanganan RI-US Comprehensive Partnership oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Barack Obama. Selain itu telah disepakati pula Plan of Action (PoA) for RI-US Comprehensive Partnership yang merupakan cetak biru panduan prioritas kerja sama kedua negara di bidang politik dan keamanan, ekonomi dan pembangunan, serta sosial budaya dan pendidikan. Selanjutnya, pelaksanaan Comprehensive Partnership Indonesia dan Amerika Serikat ditandai dengan pembentukan 6 Working Group termasuk Working Group on Demomcracy and Civil Society untuk melaksanakan kerjasama di bidang politik dan keamanan. Pada tahun 2010 dan 2011 telah diselenggarakan Joint Commission Meeting 8 - 40 (JCM) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri kedua negara. Di dalam JCM tersebut, kedua Menlu mendapatkan laporan perkembangan agenda yang telah disepakati dan dilaksanakan oleh enam Working Group yang bertugas mengimplementasikan Comprehensive Partnership. 8.2.3. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Dalam kapasitas Ketua ASEAN 2011, Indonesia akan memastikan capaian Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui tiga prioritas utama dapat dilakukan, yakni dengan memastikan kemajuan signifikan dalam pencapaian Komunitas ASEAN secara bertahap, memastikan terpeliharanya tatanan dan situasi kondusif di kawasan bagi upaya pencapaian pembangunan, serta menggulirkan pembahasan mengenai perlunya visi ASEAN pasca 2015. Dengan peningkatan dan kemajuan kerja sama ASEAN yang ditandatangani dengan pencapaian Komunitas ASEAN 2015, pengembangan kerjasama dalam kerangka East Asia Summit (EAS), peningkatan kerjasama ASEAN-PBB, serta dukungan negara-negara Mitra Wicara ASEAN, Indonesia ingin meningkatkan peran global ASEAN dalam berbagai isu dunia. Indonesia mengharapkan agar ASEAN dapat tampil dan berperan aktif sebagai bagian dari solusi permasalahan dunia. Oleh karena itu, sesuai dengan tema Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2011, yaitu “ASEAN Community in a Global Community of Nations”, Indonesia mengkonsolidasikan komitmen para pemimpin ASEAN untuk meningkatkan peran global ASEAN terutama setelah terbentuknya Komunitas ASEAN 2015. Di bidang kerja sama politik dan keamanan, Indonesia akan terus mendorong implementasi ASEAN Political and Security Blueprint guna menjamin keamanan dan perdamaian di ASEAN melalui berbagai inisiatif. Di samping itu, Indonesia akan memastikan kemajuan signifikan bagi upaya pembentukan Komunitas ASEAN pada tataran Pilar Sosial Budaya. Indonesia akan terus mendorong ASEAN memperkuat kerja sama pemajuan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak misalnya 8 - 41 melalui pembentukan ASEAN Commision on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) sebagaimana yang telah diinaugurasikan pada tanggal 7 April 2011 di sela-sela pelaksanaan KTT ASEAN ke-16 di Hanoi, Vietnam. Dalam upaya menjaga stabilitas politik dan keamanan kawasan ASEAN, khusus terkait dengan rencana pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation, guna memastikan bahwa lembaga ini akan sesuai dengan pandangan dan kepentingan nasional, Indonesia akan menyiapkan Term of Reference (ToR) lembaga tersebut yang direncanakan akan dibahas oleh negaranegara anggota. Indonesia akan berupaya merealisasikan gagasan penyusunan kebijakan pangan yang terkoordinir dengan memperhatikan pasokan, kebutuhan, harga, dan distribusi, guna memastikan seluruh rakyat kita memperoleh akses terhadap bahan pangan utama. Hal ini penting sebagai respon terhadap tingginya tingkat pertumbuhan populasi regional. Dalam konteks ini, Indonesia berharap perjanjian pembentukan ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) dapat ditandatangani di semasa keketuaannya pada tahun ini. APTERR diarahkan untuk menjadi mekanisme bersama negaranegara ASEAN+3 dalam menyediakan cadangan pangan dalam kondisi darurat. Indonesia bahkan meletakkan urgensi APTERR untuk dapat diberdayakan dalam mengantisipasi gejolak harga pangan guna membantu akses masyarakat terhadap bahan pangan dengan harga terjangkau. Kaitannya dengan pasokan energi, Indonesia akan terus mendorong ASEAN untuk mampu lebih mengedepankan penelitian dan pengembangan dalam mengupayakan sumber-sumber energi alternatif yang murah, ramah lingkungan, serta mampu meningkatkan akses masyarakat terpencil terhadap layanan listrik. Dalam kaitannya dengan perbatasan, penyelesaian batas negara dan pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar akan tetap menjadi salah satu perhatian utama politik luar negeri Indonesia. Penguatan hukum nasional menjadi penting sebagai landasan bagi perundingan masalah perbatasan dengan 8 - 42 negara bilateral. Untuk tahun 2011, Pemerintah Indonesia telah merencanakan untuk melaksanakan 27 (dua puluh tujuh) pertemuan perundingan dengan 7 (tujuh) negara, yaitu: India, Malaysia, Palau, Papua Nugini, Timor Leste, Singapura, dan Vietnam. Prioritas kebijakan luar negeri terkait Border Dplomacy adalah sebagai berikut: a. b. Prioritas pertama adalah perundingan penetapan perbatasan dengan Malaysia (Batas laut dan darat), Singapura (Batas laut wilayah segmen timur), Filipina (batas ZEE dan LK), Palau (batas LK dan ZEE), Vietnam (batas ZEE), Thailand (batas ZEE), dan India (batas ZEE), Timor Leste (batas darat); Prioritas kedua adalah perundingan penetapan perbatasan dengan Timor Leste (batas laut wilayah, ZEE, LK). Sebagai upaya tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan perlindungan terhadap WNI di luar negeri, perlu dilakukan peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam rangka self-protection sebagai upaya preventif, antara lain mengenai pentingnya dokumen perjalanan sesuai dengan peraturan yang berlaku, melakukan lapor diri ke Perwakilan RI di luar negeri, serta pemahaman akan hukum, kebiasaan, kultur, dan budaya negara tujuan. Langkah lain adalah akan diupayakan adanya kesepakatan mengenai Mandatory Consular Notification antara Indonesia dengan negara-negara, terutama yang memiliki konsentrasi WNI dalam jumlah besar, dalam rangka mengoptimalkan penanganan permasalahan WNI. Pemerintah akan mendorong agar rencana kesepakatan atau MoU di bidang ketenagakerjaan antara Pemerintah RI dan negara-negara yang selama ini telah menjadi negara tujuan penempatan TKI walaupun belum memiliki perjanjian tertulis dapat dijadikan pedoman bagi perlindungan warganya di luar negeri, khususnya yang berprofesi sebagai pekerja informal. Disamping itu, Pemerintah akan mengawal ketat pembenahan sistem rekrutmen dan penempatan TKI di luar negeri yang melibatkan stakeholders. Sesuai dengan instruksi Presiden RI, Pemerintah akan terus melakukan pembenahan dalam proses pengiriman/penempatan TKI di Arab Saudi. Dengan diberlakukannya moratorium pengiriman TKI 8 - 43 informal ke Arab Saudi yang mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2011, akan menjadi momentum perbaikan proses penempatan TKI informal ke Arab Saudi, termasuk upaya dibentuknya sebuah payung hukum di Arab Saudi yang ditujukan untuk perlindungan terhadap para TKI, khususnya TKI informal di Arab Saudi. Langkah tersebut kini tengah berjalan dengan adanya proses perundingan Pemerintah Indonesia - Arab Saudi di bidang ketenagakerjaan. Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri, ke depan dipastikan adanya sinergi diantara Perwakilan RI dan Pemerintah Pusat guna menerapkan kebijakankebijakan yang telah ditetapkan bagi penanganan permasalahan terkait WNI di luar negeri, terutama hal-hal yang telah dirumuskan bersama instansi terkait. Sinergi antara pusat dan Perwakilan RI di luar negeri dalam hal ini dapat dibentuk dengan suatu komunikasi yang intensif dan berkesinambungan dalam penanganan setiap isu perlindungan. Dalam forum G-20, tindak lanjut yang perlu dilakukan Indonesia adalah turut berpartisipasi lebih aktif untuk memajukan peranan PBB dalam mengatasi krisis global, serta mendorong penyelesaian tercapainya hasil perundingan Doha yang berdimensi pembangunan, seimbang dan lebih adil. Indonesia perlu meningkatkan peran kepemimpinan dan menampilkan konsepkonsep pemikiran baru tidak saja dalam agenda-agenda G-20 tetapi juga dalam mengarahkan guliran proses reformasi PBB yang saat ini sedang berlangsung. Indonesia juga perlu terus menyuarakan kepedulian negaranegara berkembang dalam upaya penyelesaian krisis global. Peran Indonesia di ASEAN selama masa keketuaan pada tahun 2011 dapat diteruskan dengan mendorong koordinasi posisi bersama ASEAN di forum G20. Selain itu, peluang Indonesia untuk memainkan peran dalam G-20 akan lebih besar jika Indonesia bekerjasama dengan negara Asia Timur lainnya yang menjadi anggota G-20. Dalam konteks domestik, Indonesia perlu terus mendorong koordinasi lebih erat untuk membentuk posisi Indonesia yang solid mengingat telah terjadi proliferasi isu yang dibahas dalam G20, 8 - 44 dimana saat ini G20 juga membahas isu-isu non keuangan seperti food security, energy, commodity price volatility, development, dan employment. Tindak lanjut yang diperlukan dalam Comprehensive Partnership RI-AS adalah memastikan Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam berbagai Working Group dapat menjalankan kegiatannya dengan baik dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Koordinasi perlu dikuat di antara kementerian/lembaga agar dapat mengimplementasikan kegiatan-kegiatan secara tepat waktu dan tepat guna. Pada akhirnya hal ini akan menunjukkan keseriusan Indonesia untuk mendapatkan manfaat dari Comprehensive Partnership tersebut. 8 - 45