BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepemimpinan Kepala Sekolah a. Hakekat Kepemimpinan Kepala Sekolah Perubahan yang serba cepat dalam kehidupan masyarakat akibat perkembanagan ilmu dan teknologi, serta macam-macam tuntutan dari berbagai sektor sangat berpengaruh terhadap kehidupan sekolah. Salah satu kekuatan efektif dalam pengolahan sekolah yang berperan bertanggung jawab menghadapi perubahan adalah kepemimpinan kepala sekolah, yaitu perilaku kepala sekolah yang mampu memprakarsai pemikiran baru dalam proses interaksi dilingkungan sekolah dengan melakukan perubahan atau penyesuaian tujuan, sasaran, konfigurasi, prosedur, input, proses atau output dari suatu sekolah sesuai dengan tuntunan perkembangan. Wahjosumidjo (2010: 16) kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini kepemimpinan dapat berperan didalam melindungi beberapa isu pengatur organisasi yang tidak tepat, seperti distribusi kekuasaan yang menjadi penghalang (archaic procedure) dan sebagainya yaitu problem-problem organisasi yang bersifat mendasar. Selain ini juga kepemimpinan dapat dilihat dari sifat-sifat perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dari satu jabatan administrasi, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh. Diantaranya definisi kepemimpinan yang bermacam-macam tersebut, mengemukakan: “leadership is iterpersonal influence execised in a situation, and directed throgh the communication process, toward the attainment of specified goal or goals.” Tannembaum, weshler, massarik 1961: 24 (dalam wahjosumidjo 2010:17) Senada dengan itu covey (dalam syahriani 2009:173-174) dengan merankum pendapat kouzes dan posner kedalam sebuah model kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi pada efektivitas, tetapi pada keunggulan. itulah model kepemimpinan menurut Covey,menjadi pemimpin membutuhkan keunggulan persoanal : (1) memiliki visi hidup yang tepat dan jelas , (2) memiliki disiplin hidup, (3) memiliki gairah untuk memberi yang terbaik, (4) memelihara dan senantiasamendegarkan bisikan nurani. dalam membicarakan kepemimpinan, sebaiknya kita berpegang pada teori tertentu, misalnya Jika seorang dijadikan pemimpin, ia harus memenuhi syarat tertentu, apabila dalam dirinya terdapat sifat serta sikap tertentu, barulah ia dijadikan pemimpin. Kepemimpinan yang didasarkan pada sikap-sikap tertentu itu disebut personal qualities theory sifat, Jika seseorang dijadikan pemimpin dalam situasi-situasi tertentu karena kelebihan keterampilan dan sifat tertentu yang tampak padanya, sehingga dapat memecahkan masalah kelompok, maka kepemimpinan ini didasarkan oleh situasi yang ada. Teori itu disebut situational theory. Selain itu juga perlu kita ketahui bahwa apabila seseorang diangkat secara resmi oleh pihak atasan, ia disebut official leader atau pemimpin resmi sebaliknya, jika seseorang diangkat menjadi pemimpin dalam keadaan darurat karena sumbangannya yang berharga terhadap kelompok, misalnya karena adanya suatu masalah yang tidak dapat diatasi oleh official leader, pemimpin seperti itu disebut emarging leader atau pemimpin dalam keadaan darurat atau dalam keadaan. Perhatian kita seharusnya ditinjukan kepada official leadership. Hal tersebut tidak lari dari fungsi kepemimpinan yang mengandung pembimbingan suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tujuan kelompok dapat dicapai. Sehungan dengan arti kepemimpinan itu, sebaiknya kita mengetahui juga kepemimpinan yang ada dasarnya sebagai inivator perubah yaitu: (1) Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai, (2) fungsi yang berlian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan sambil memelihara. Wahyudi, (2009: 119) di dalam kelompok masyarakat selalu muncul seorang pemimpin yang dapat mempegaruhi dan mengarahkan prilaku anggota masyarakat, ke arah tujuan tertentu dengan demikian,pemimipin di anggap mewakili aspirasi masyarakat , pemimpin dapat memperjuangkan kepentingan anggota , dan pemimpin dapat mewujudkan harapan sebagian besar orang. Selain beberapa faktor yang mendasari lahirnya pemimpin, pada kenyataan pemimipin mempunyai kecerdasan dan wawasan yang lebih luas di bandingkan dengan ratarata pengikutnya, sehingga wajar kehadiran pemimpin sangat di rindukan untuk mengatasi berbagai masalah yang di hadapi oleh anggota masyarakat Dalam usaha untuk memenuhi harapan, pemimpin menggunakan kemampuan dan kecerdasannya memamfaatkan lingkungan dan potensi yang ada pada organisasi. Dengan kata lain pemimpin berusaha melibatkan anggota organisasi untuk mencapai tujuan. Kemampuan untuk menggerakan , mengarahkan dan mempengaruhi anggota organisasi sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi sebagai wujud kepemimpinannya.kesanggupan mempegaruhi prilaku orang lain ke arah tujuan tertentu sebagai indikator keberhasilan seorang pemimpin . Definisi kepemimpinan terus mengalami perubahan sesuai dengan peran yang di jalankan , kemampuan untuk memberdayakan (empowering) bawahan/anggota sehingga timbul inisiatif untuk berkreasi dalam bekerja dan hasilnya lebih bermakna bagi organisasi dengan sekali-kali pemimpin mengarahkan ,menggerakan dan mempengaruhi anggota.inisiatif harus di respon sehingga dapat mendorong timbulnya sikap mandiri dalam bekerja dan berani mengambil keputusan dalam rangka percepatan pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian kepemimpinan dapat di artikan sebagai kemampuan seorang dalam menggerakan,mengarahkan ,sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang telah di tetapkan. G. Owens 199:132(dalam wahyudi)mengartikan kepemimpinan sebagai keterlibatan yang di lakukan secara sengaja untuk mempengaruhi prilaku orang b. Tipe-tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah Telah kita ketahui bahwa untuk selanjutkan perhatian kita akan dipusatkan pada official leadership. Cara-cara pemimpin melaksanakan kepemimpinanya berbeda-beda. Jika kita berbica tentang official leadersip dapat kita bedakan empat tipe kepemimpinan yaitu; pertama Kepemimpinan otokratis, kedua Kepemimpinan pseudo-demokrasi, ketiga Kepemimpinan laisesz faire, dan keempat adalah Kepemimpinan demokratis. Suatu hal yang sangat ideal adalah bila suasana kepemimpinan yang demokrasi berdasarkan pancasila semacam itu dapat segera terbina pada seluruh pimpinan lembaga-lembaga maupun pimpinan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalm jangka waktu yang singkat. Apabila sikap optimisme paedagogis dan penyadaran akan kepentingnya masalah ini disertai dengan penuh kesungguhan, ketekunan, dan keberanian, serta dengan moril yang tinggi dalam berbuat untuk menciptakan situasi kepemimpinan semacam itu, maka harapanharapan semacam itu pasti tercapai dan tidak hanya merupakan impian dan fantasi belaka. Akan tetapi kita tidak lari dari garis besar hakikat kepemimpinan dalam pendidikan berdasarkan pancasila demokrasi dan dijiwai trilogi kepemimpinan pendidikan yaitu: (1) Ing ngarso sung tulodo, (2) ing madyo mangun karso, dan (3) tut wuri handayani. Kartini kartono (2009:80) selanjutnya,ada kelompok sarjana yang membagi tipe kepemimpinan sebagai berikut (1) tipe karismatik,(2) tipe paternalistis dan maternalistis, (3) tipe militeristis, (4) tipe otokratis/otoritatif,(5) tipe laiseer faire, (6) tipe populitis ,(7) tipe admistratif,(8) tipe demokratis Ciri-ciri kepemimpinan yang di kemukakan oleh covey sebangun dengan model kepemimpinan melayani (servant leadership) sebagaimana di kembangkan oleh Greenleaf 2002 dan D’souza 2007. Greenleaf megemukakan ,kepemimpinan melayani adalah kepemimpinan yang altruistik. Padanya terkadang nilai utama sebagai berikut: (1) hati pemimpin yang melayani /altruistik yaitu sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, tidak mencari kepentingan diri sendiri dan pujian. Rendah hati,tidak menganggap diri lebih utama dari pada yang lain, (2) hati pemimpin yang melayani / tidak altruistik / narsistik yaitu di dorong oleh kepentingan ole kepentingan diri sendiri, melihat dunia dengan pijakan nilai ‘’memberi sedikit,mengambil banyak ‘’ menempatkan status dan kepuasan diri lebih utama dari pada kepentingan orang lain. c. Syarat-syarat Kepemimpinan Kepala Sekolah Seorang pemimpin sudah seharusnya mempunyai syarat sifat-sifat kepemimpinan sesuai dengan the qualities theory of leardership yaitu Memiliki kesehatan jasmanih dan rohani yang baik, berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai, bersemangat, jujur, cakap dalam memberi bimbingan, cepat serta bijaksana dalam mengambil keputusan, cerdas, dan cakap dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan beruk mencapainya. (Kartono, 2009: 28-32) dengan demikian kompetensi kepala sekolah adalah pengetahuan , ketermpilan dan nilai-nilai dasar yang di reflesikan kepala sekolah dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten yang memungkinkannya menjadi kompoten atau berkemampuan dalam mengambil keputusan tentang penyedian , pemanfaatan dan peningkatan potensi sumber daya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah .dalam memberdayakan lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar, kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan, menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang di pikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Otonomi pengelolaan pendidikan di sekolah berkaitan dengan pendelegasian wewenag kepada kepala sekolah . Agar wewenag yang di berikan dapat di jalankankan dengan baik ,maka di perlukan kepala sekolah yang kompoten dalam menjalankan program-program sekolah termasuk segala wewenag yang di limpahkan untuk mengambil keputusan tentang pemamfaatan sumber daya sekolah dan melakukan kerja sama dengan masyarakat. d. Keterampilan kepemimpinan kepala sekolah Dalam menjalankan kepemimpinan hendaknya kita gunakan pengetahuan, pengalaman, dan sifat kepemipinan. Sehubungan dengan itu, dituntut memeliki kemahiran dan keterampilan dalam mengolah lembaga sekolah dapat dilihat beberapa keterampilan yaitu keterampilam memimpin, keterampilan menjalin hubungan dengan kerja sama dengan sesama manusia, keterampilan menguasai kelompok, keterampilan mengolah administrasi personalia, dan keterampilan menilai. Wahyudi (2009:32) kompetensi , keterampilan dan nilai-nilai dasar yang di reflesikan dalam berfikir dan bertindak secara konsisten yang memungkinkannya menjadi kpmpoten atau berkemampuan dalam menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawabnya Depdiknas,2002 ( dalam wahyudi 2009:32-33) pengetahuan , ketermpilan dan nilai–nilai dasar yang di reflesikan kepala sekolah dalam menjalankan tugas sebagai administrator tidak dapat di lepaskan dengan kompetensi manajerial. e. Tugas dan Tanggung Jawab Kepemimpinan Kepala Sekolah Selain itu juga kepemimpinan kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap rekannya khususnya dilingkungan sekolah yaitu wajib loyal dan melaksanakan apa yang digariskan dalam kesepakatan para bawahanya dan staf tata usaha pada hasil rapat, wajib berkonsultasi atau memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, wajib selalu memelihara hubungan yang bersifat hirarki antara kepala sekolah dan atasan, wajib memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan para kepala sekolah lainnya, dan wajib memelihara hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya dengan lingkungan baik dengan instansi terkait maupun dengan tokoh-tokoh masyarakat. Koontz (dalam wahjosumidjo 2009:105-104) selanjutnya Koontz memberikan defenisi fungsi kepemimpinan sebagai berikut The fuction of leadership, is to induce or persuade all subordinates of follwers to contribute wilingly to organi zational goals in accordance with their maximum capability Mengacu defenisi dia atas, agar para bawahan dengan penuh kemauan serta sesuai dengan kemampuan secara maksimal berhasil mencapai tujuan organisasi , mampu membujuk (to induce) dan meyakinkan (persuade) bawahan Hal ini berarti , apabila seorang kepala sekolah ingin berhasil mengerakan para guru , staf dan para siswa berprilaku dalam mencapai tujuan sekolah , oleh karnanya kepala sekolah harus : (1) menghidarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa atau bertindak keras terhadap para guru,staf dan para siswa , (2) sebaiknya kepala sekolah harus mampu melakukan perbuatan yang melahirkan kemauan untuk bekerja dengan penuh semangat dan percaya diri terhadap para guru, staf dan siswa, dengan cara : (a) meyakinkan ,berusaha agar para guru, staf dan siswa percaya bahwa apa yang di lakukan adlah benar, (b) membujuk, berusaha meyakinkan para guru, staf dan siswa bahwa apa yang di kerjakan adalah benar B. Pengertian Pendidikan dan Karakter a. Hakekat pendidikan dan Karakter Istilah karakter di pakai secara khusus dan konteks pendidikan baru muncul pada abad-18 terminologi ini biasanya mengacu pada sebuah pendekatan idialis dan spritualis dalam pendidikan juga dikenal teori pendidikan normatif. Yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transeden yang dipercaya sebagai motor pengerak sejarah, baik individu maupun bagi sebuah perubahan sosial. Namun, sebenarnya pendidikan karakter telah lama menjadi bagian inti sejarah pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, pendidikan berkarakter berkembang dalam sejarah peradaban umat manusia, secara khusus bagaimana pemahaman konseptual tentang manusia sebagai homo educans (manusia yang belajar) yang terlahir dari dinamika sejarah tersebut. Selain meletakkan sejarah pendidikan karakter dalam lingkup global. Ada gagasan para pemikir indonesia, terutama oleh Soekarno, melalui gagasannya tentang pembentukan karakter bangsa, tentang pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, serta relevansi, tentang dan perkembangan bagi pendidikan karakter di Indonesia. (Koesoema, 2007:23) Pendidikan karakter sesungguhnya bukan hal baru dalam tradisi pendidikan diindonesia. Contohnya beberapa pendidikan indonesia modern yang kita kenal, seperti R.A. Kartini, Ki Hadjar Dewanrata, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Moh. Nasir, dll, telah menerapkan semagat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa bangsa sesuai dengan konteks dan situasi yang mereka alami. Dengan melihat para ahli mengemukakan pendidikan karakter berkaitan erat terutama dengan bagaimana seseorang individu menghayati kebebasannya dalam relasi mereka dengan orang lain sebagaimana individu, maupun dengan orang lain sebagai individu yang ada didalam sebuah struktur yang memiliki kekuasaan. Oleh kerena itu, pendidikan karakter tidak-tidak semata-mata bersifat individual, melainkan juga memiliki dimensi sosial, struktur, meskipun pada giliranya yang menjadi kriteria penentunya adalah nilai-nilai kebebasan individual yang bersifat personal. Tetapi pendidikan karakter diindonesia sudah ditanamkan sejak dahulu jika kita lihat dari pengalaman sejarah bangsa, pendidikan karakter sesungguhnya bukan hal baru dalam tradisi pendidikan diindonesia. Dengan beberapa pendidik indonesia modern yang kita kenal, seperti R.A. Kartini, Ki Hadjar Dewantara, Soekarno,Hatta, Tan Malaka, Moh. Nasir, dll, telah mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasi yang mereka alami. Itulah program jangka panjang bangsa indonesia dalam dunia pendidikan. mengemukakan dalam membentuk wajah bangsa indonesia di dunia pendidikan adalah merupakan kepribadian pokok para cendekiawan kita. Dengan cara masing-masing, mereka mencoba membayangkan dan mengagas sebuah bangsa yang memiliki identitas. Kalau kita menegok kebelakang sedikit kebelakang dan melihat bagaimana awal munculnya kebangkitan nasional. Pendidikan karakter dalam kerangka ini sering kali dikaitkan dengan kehidupan seseorang individu sebagai warga negara. Pendidikan karakter diarahkan pada sebuah proses dimana seorang individu itu memiliki persiapan pengetahuan dan perilaku untuk dapat tertib dan aktif didalam masyarakat. Untuk inilah banyak mulai memikirkan pendidikan karakter dalam konteks persiapan bagi pembentukan sebuah mentalitas warga Negara yang demokratis, terbuka, dan aktif secara politis. Dan dalam sejara pendidikan di Indonesia, pendidikan karakter ini juga perna dimaknai dan diwadahi oleh semangat memberikan pengertian dan jiwa pratiotisme didalam hati siswa melalui pendekatan formasi struktur melalui mata pelajaran formal yang disebut civics. Pendidikan karakter lebih dekat maknanya dengan pendidikan kewarganegaraan, sebab, pendidikan karakter berurusan bukan hanya dengan pengembangan nilai-nilai moral dalam diri individu, melaikan juga memperhatikan corak relasional antar individu dalam relasinya dengan stuktur social yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya Amin (2011:3) karakter /budi pekerti adalah hal yang unik yang khas yang menjadi unsur pembeda antara individu yang satu dengan individu yang lain contoh : kerja keras, vs pemalas, jujur vs curang, sombong vs ramah, hal yang unik yang khas yang menjadi unsur pembeda antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain yang merupakan perpaduan karakter /budi pekerti dari seluruh warga negaranya. (Contoh karakter/budi pekerti bangsa indonesia terkristalisasi dalam nilai – nilai luhur pancasila yang sifatnya universal dan fundamental, nilai –nilai luhur budaya luhur ). C. Pendidikan Karakter Disekolah Pendidikan karakter disekolah secara sederhana bisa didefinisikan sebagai Pemahaman ,Perawatan, dan Pelaksanaan Keutamaan (practice of virtue) oleh karena itu, pendididkan karakter disekolah mengacu pada proses peneneman nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan menghidupi nilai-nilai itu, serta bagaiman seseorang siswa memiliki kesempatan untuk nmendapatkan nilainilai tersebut secara nyata. Akan tetapi cara penelaanya corak relasional antara individu didalam lembaga pendidikan berkaitan dengan pembentukan karakter siswa (didalam kelas maupun diluar kelas). Corak ini termaksud bagaimana sekolah mempromosikan akuntabilitas kinerjanya dihadapan orang tua sebagai pemangku kepenting utama lembaga pendidikan. Secara khusus kita akan melihat bagaimna relasi antara guru dan murid sebuah hubungan yang sifatnya vertikal secara struktur, namun bisa horisontal secara praksis dalam proses dan momentum yang sering kita sebut dengan penanaman nilai. Dari penjelasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa pendidikan karakter melibatkan didalamnya proyek pendidikan moral dan pendidikan nilai. Pendidikan karakter memiliki tujuan terutama menumbuhkan seseorang individu menjadi pribadi yang miliki intekritas moral, bukan hanya sebagai individu, namun sekaligus mampu mengusahakan sebuah ruangan lingkupnya kehidupan yang membantu setiap individu dalam menghayati integritas moralnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Menurut Permana dkk (2011:23) mengemukakan Prinsip-prinsip dasar pendidikan karakter disekolah dijadikan pedoman bagi promosi pendidikan karakter disekolah sebagai berikut: (1) karaktermu di tentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini, prinsip ini ingin memberikan verifikasi konkret tentang seorang individu dengan memberikan prioritas pada unsur psikomotorik yang menggerakan seseorang untuk bertindak. Pemahaman, pengertian, keyakinan akan nilai secara objektif oleh seorang individu akan membantu mengarahkan individu tersebut pada sebuah keputusan berupa tindakan. Namun vertifikasi nyata sebuah perilaku berkarakter hanya bisa dilihap dari fenomena luar berupa perilaku dan tindakan jadi, perilaku berkarakter itu ditentukan oleh perbuatan, bukan melalui kata-kata seseorang, (2) Sikap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa darimu prinsip ini adalah prinsip individu mengukuhkan karakter pribadinya melalui setiap keputusan yang diambilnya. Hanya dari keputusannya inilah seseorang individu mengidenitfikasi karakternya sendiri, (3) Karakter yang baik mengendalikan bahwa hal baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara mahal sebab mengandung resiko, prinsip ini adalah pembentukan pribadi yang berproses untuk membentuk dirinya menjadi manusia yang baik, juga akan memiliki cara-cara yang baik bagi pembentukan dirinya, (4) Jangan perna mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi dirimu. Kamu memilih patokan yang lebih baik dari mereka. Diatas adalah beberapa prinsip pendidikan karakter tetapi tidak lari dari cara berorentasi pada masyarakat sebab itu, pendidikan karakter mempersyatatkan bahwa setiap kinerja individu didalam lingkungan sekolah dijiwai oleh semangat pendidikan karakter ini, dimana memiliki metode yang efektif bagi penanaman nilai, memiliki prioritas nilai yang menjadi visi utama kelembagaan. Untuk inilah perlu pemahaman yang jernih tentang perbedaan antara pendidikan karakter, pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan. Pemahaman tentang hal ini penting agar dalam praksis dilapangan kita bisa tetap menempatkan diri setiap momen dalam pendidikan sebagai sebuah sinergi bagi kehadiran pendidikan karakter disekolah. Tetapi menjalankan fungsinya, guru bisa memiliki berbagai macam tugas. Misalnya menjadi pengajaran bidang mata pelajaran tertentu, akan tetapi dalam waktu bersamaan, guru juga dapat memikul tugas sebagai wali kelas, pendampingan kegiatan ekstrakurikuler, maupun staf sekolah yang mengurus organisasi, manajemen, dan pengembangan sekolah. Terlepas dari berbagai macam posisi yang akan disandangkan, sadar atau tidak, perilaku dan tindakan guru dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut merupakan wahana utama pembelajaran karakter. D. Model-Model Pendidikan Karakter Disekolah 1. Memaknai desain pembelajaran untuk pendidikan karakter Sebelum memasuki apa dan bagaimana desain pembelajaran dalam pendidikan karakter, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai istilah belajar dalam konteks pendidikan karakter, pemahaman akan hal ini amat penting untuk memberikan dasar pemikiran mengenai bagaimana seharusnya pembelajaran didesain. Tinjauan terhadap berbagai teori belajar akan menyampaikan kita pada suatu gambaran tentang apa sebenarnya makna belajar dalam berbagai persfektif. Mari kita kaji beberapa teori belajar yang ada saat ini lalu nanti kita bandingkan dengan makna belajar menurut pusat kajian pedagogik. Untuk memahami makna belajar, Hergenhahn dan Olson (Dalam cepi triatna 20011:91-92) mengemukakan ilmu rambu-rambu antara lain : (1) Belajar diukur berdasarkan perubahan dalam perilaku. Hasil belajar harus diterjemahkan harus selalu diterjemahkan kedalam perilaku atau tindakan yang dapat diamati, (2) perubahan behavioral ini relatif permanen. Artinya hanya sementara dan tidak menetap reltif, (3) perubahan perilaku itu tidak selalu terjadi secara langsung setelah proses belajar selesai. Potensi untuk bertindak ini semakin tidak akan diterjemahkan kedalam bentuk perilaku secara langsung, (4) perubahan perilaku atau proses behavioral berasal dari pengalaman atau praktek. (5) pengalaman atau praktek harus diperkuat. Hanya respon-respon yang menyebabkan penguatanlah yang akan dipelajari. 2. Model reflektif Dharma kesuma (2011:117) Peserta didik adalah individu manusia yang memiliki kemampuan untuk melihat jauh kebelakang dan menerawang suatu kondisi yang diinginkan dimasa yang akan datang. Hal ini merupakan suatu yang menjadi fitrah manusia, bahwa manusia dapat menerawang terhadap apa yang telah dilakukannya dan apa yang ingin dilakukannya. Manusia dapat menerawang masa lalu yang pernah dialaminya dan mampu membayangkan tentang masa depan yangh diinginkannya. Selain itu, setiap manusia pada dasarnya memiliki kata hati-hati nurani. Hati nurani/kata hati kita adalah suatu anugrah yang diberikan allah yang maha rahman dan maha rahim kepada manusia. Dengan asumsi inilah maka manusia tidak akan lepas dari proses lefleksi. Asumsi ini di atas mengungkapkan bahwa manusia memiliki sisi religi yang tidak dapat di pungkiri kebenaranya. Setiap manusia di manapun akan mempertanyakan mengapa dia ada dan untuk apa dia ada. 3. Model pembelajaran pembangunan rasional (MPR) Pada hakikatnya manusia memiliki kelebihan dengan mahluk tuhan yang laimya, salah satunya adalah karena manusia diberikan akal fikiran. Dengan akal fikirannya dia menjalankan ia menjadi kehidupan yang lebih baik. Akal fikiran merupakan sesuatu yang harus disyukuri keberadaannya dengan cara digunakan dengan sebaik-baiknya untuk menjalani kehidupan ini menjadi lebih baik. Asumsi ini juga berarti bahwa jika manusia tidak menggunakan akal fikirannya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, misal perilaku manusia malah seperti binatang, maka manusia tidak lebih baik dari binatang. Mengapa demikian? Binatang berbuat hal yang diluar akal pikiran karena mereka memang tidak dikaruniai akal pikiran. Dengan asumsi tersebut, maka akal pikiran memiliki tugas yang cukup berat untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan dari setiap keputusan yang harus dibuat oleh seorang dalam menjalani proses kehidupanya. Kelogisan (dapat dipahami) untuk melahirkan keputusan-keputusan seseorang. Model Pembangunan Rasional (MPR) di namai demikian karena fokus utama pembelajaran adalah kompetensi pembangunan rasional,fokus utama pembelajaran adalah kompetensi pembangunan rasional,argumentasi,atau alasan atau pilihan nilai yang di buat anak. Dalam hal ini, kita harus mengasumsikan bahwa anak didik adalah anak yang sedang berkembang proses berpikirnya. Memiliki rasional yang kokoh dan selalu di uji sepanjang penghidupan seseorang jelas penting untuk keberfungsian akal dan pikiran manusia. Sistem karakter yang lengkap harus mengikutsertakan aspek rasional atau kognitif, aspek emosi atau perasaan dan perbuatan. 4. prinsip-prinsip pengembangan pendidikan karakter Setiap proses pembentukan diri mengandaikan adanya asumsi-asumsi dasar yang menjadi prinsip bagi proses perkembangan diri individu dalam pendidikan karakter. Prinsip ini menjadi semacam landasan dan fondasi yang merupakan tanah kokoh tempat berpijak bagi guru dalam memperkuat keberadaan dirinya sebagai pelaku perubahan. E. Sikap-sikap Dasar Pendidikan Karakter Dari prinsip-prisip diatas kita dapat menentukan sikap-sikap dasar yang menjadi dasar pengembangan pendidikan karakter sebagai motor pengerak adalah guru dan dibawah kepemimpinan kepala sekolah, ada beberapa sikap dasar yang mesti dikembangkan dalam diri setiap guru dalam mengembangkan diri sebagai pendidikan karakter. Sikap-sikap dasar itu antara lain adalah anti adutisme, mengejar kesempurnaan, praksis tanggung jawab pribadi, dan ekselensi sebagai pembelajaran. F. Kepemimpinan Pendidikan Karakter Konstuktif Dalam mengembangkan visi guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter sesungguhnya menjadi tantangan bagi setiap pemimpin pendidikan (educational leader). Guru sebagai pemimpin pendidikan bukan sekedar menjadi pemimpin yang mampu mengajar dan mendidik (instructional leader) yaitu memusatkan perhatiannya semata-mata pada proses belajar-mengajar siswa, melainkan juga membangun dalan diri siswa kemampuan dan kesadaran diri agar mereka dapat terampil menjadi perubahan. Perubahan yang diarahkan bukan pula sekedar perubahan pada level individual, yaitu membuat siswa menjadi lebih pandai, lebih terampil, dan lebih dewasa dan bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri dan orang lain melalui praksis moral yang mereka lakukan, melaikan juga perubahan yang terjadi dalam level kehidupan masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian, pendidikan menjadi sarana bagi perkembangan dan pertumbuhan dalam masyarakat. Hal itu juga bahwa pendidikan mampu menyumbangkan peranan pentingnya bagi perubahan tatanan social dalam masyarakat, dan manusia menjadi lebih baik, lebih adil, dan manusiawi. Maka, Tantangan kedepan adalah bagaimana guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter mampu semakin berperan serta dalam kinerja pendidikan dengan cara menghayati keberadaan dirinya sebagai pemimpin yang bervisi tranformasi sosial, yaitu sebuah corak kepemimpinan pendidikan yang bersifat konstuktif. Kultur sekolah bisa berkembang menjadi lebih baik karena setiap individu menyumbangkan tenaga, pemikiran, dan waktunya demi kemajuan bersama. Namun, dalam dunia yang semakin yang semakin tertantangan dengan arus globalisasi dan kemajuan teknologi, mengharapkan perubahan dalam guruyang mengajar di kelas, yaitu pada guru bidang studi tidaklah mencukupi. Mengembangkan visi guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter menjadi langka awal bagi pengembangan diri guru sebagai pemimpin pendidik, sebab sekolah sering kali harus berhadapan dengan berbagai macam tantangan dari lembaga lain, bukan sekedar tantangan yang ada di dalam kelas. Disinilah letak pentingnya kehadiran pemimpin pendidikan konstuktif, dan kedepanya yang perlu dipikirkan adalah bagaimana guru dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam mengthadapi perubahan ini ketika mereka dipercayai menjadi pemimpin pendidik (educational leader) ketika guru memiliki visi sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter, guru sendiri sesungguhnya telah mempersiapkan dirinya untuk menjadi pemimpin pendidikan konstuktif yang bukan hanya serius mengembangkan diri pribadinya, melainkan melalui kekuasaan dan kekuatan yang dimilikinya mampu menyumbang tenaga dan pemikirannya bagi tersebarnya proses perubahan pendidikan dalam ruangan lingkup yang besar. Perubahan dalam lingkungan sekolah bisa terjadi jika para guru aktif terlibat membangun dan membentuk kultur baru dalam sekolah secara lebih baik. Namun, perubahan dalam skala yang lebih besar membutuhkan kehadiran pemimpin pendidik yang mampu bekerja demi kepentingan lembaga pendidikan itu sendiri, sementara mereka tidak kehilangan kontak dan relasi dengan lembaga pendidik lain, bahkan bisa meluas ke lembaga lain yang non pendidikan demi terciptanya sebuah tatanan masyarakat baru yang lebih baik. Pemimpin pendidik konstruktif diperlukan karena kinerjanya melampaui batas pagar sekolah dan pengaruhnya akan lebih melebar dalam skala yang lebih luas. Perubahan dalam tingkatan kebijakan pendidikan, baik di tingkatan provinsi maupun nasional, mengandaikan bahwa para pemimpin pendidikan yang menduduki posisi strategis itu menghayati semangat tranformasi social yang diemban melalui tugasnya. Untuk ini pemikiran mendalam tentang pengembangan diri guru sebagai pemimpin pendidikan konstruktif perlu diperdalam dan ditelaah dengan lebih mendalaminya.