Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain PELUCUTAN NILAI IDENTITAS PADA PRODUK HASIL BUDAYA KONSUMERISME MELALUI PROSES BERKARYA “IMITASI PRODUK ANARKI” Muhammad Ilham Akbar Dr. Tisna Sanjaya, M.Sch. Program Studi Sarjana Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: [email protected] Kata Kunci : anarki, found object, konsumerisme, krisis identitas, seni auto-destruktif, seni instalasi. Abstrak Penelitian penulisan tugas akhir ini dilatarbelakangi oleh fenomena permasalahan sosial yang dialami oleh penulis sendiri, terutama tentang cara pandang penulis dalam melihat perilaku konsumtif masyarakat pada lingkungan sekitar. Yaitu fenomena krisis identitas budaya konsumerisme pada individu-individu masyarakat dalam melalukan proses konsumsi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tidak lagi menjadi sesuai dengan fungsinya. Melihat fenomena tersebut, penulis secara kontemplatif berusaha menganalisa dan merpresentasikan kondisi absurd tersebut melalui proses berkarya. Penulis menilai adanya pemunculan ide-ide anarkis yang terjadi pada diri penulis dan juga khusunya masyarakat konsumer dalam memenuhi kebutuhan konsumsi mereka. Hingga akhirnya menjadi berhubungan erat dengan nilai-nilai identitas yang tercerminkan melalui tandatanda dalam produk hasil budaya konsumerisme tersebut. Dengan latar belakang fenomena tersebut penulis mencoba merangkum melalui kajian dan proses berkarya hingga akhirnya membentuk sebuah visual karya tugas akhir seni rupa melalui metode seni auto-destruktif untuk mengimplementasikan ide anarki yang dikemas pada karya instalasi. Abstract This writing research is triggered by social phenomenon problem that had been experienced too by the writer itself, particularly in the point of view of what writer saw about consumptive behavior of people who are around at the same environment with the writer. The phenomenon is about identity crisis in consumerism culture that happened in every person of consumer society while doing consumption process to fulfill their needs are not fit anymore with its function. Seeing such a phenomenon like that, the writer in a contemplative way trying to mirroring and equate the absurdity with making artworks. The writer had assumption that appearing of anarchy ideas is happening in his self and particularly in consumer society are happened because of their consumption process to fulfill their needs. Then finally it became connected with identity values that represented by signs in all of consumerism culture products. With that background phenomenon, the writer is trying to summarize through making artworks using autodestructive methods to implementing the ideas of anarchy and packing it with installation art. 1. Pendahuluan Dewasa ini masyarakat Indonesia selalu disuguhi oleh produk-produk global yang terus menerus diperbaharui, meningkatnya keinginan untuk mengkonsumsi barang mewah menjadi kebutuhan setiap lapisan, baik yang berlebihan maupun kekurangan. Prioritas antara kebutuhan dengan keinginan menjadi semakin bias, penghasilan yang pas-pasan terkadang tidak menjadi beban untuk memenuhi kepuasan mereka (Baudrillard, 2005). Menurut Mike Feathersone (2005) gaya hidup tersebut kemudian menjadi sebuah pola, pola yang berakibat merubah cara pandang mereka terhadap kehidupan untuk mengkonsumsi sesuatu, sehingga munculah istilah budaya konsumerisme. Perilaku akan budaya konsumerisme ini menyerang pada setiap lapisan masyarakat, baik kalangan atas, menengah ataupun bawah. Memang pada hakikatnya sifat dari konsumerisme ini selalu berdampingan dengan kelas atau strata sosial. Hal tersebut diperoleh karena setiap sosok individu dalam lapisan tersebut tidak pernah puas sehingga mengakibatkan paradigma akan status sosial dalam benak mereka (Narwoko & Susanto, 2007). Budaya konsumerisme adalah sebuah paham yang dijadikan sebagai gaya hidup yang menganggap barang mewah sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan pemuasan diri sendiri, budaya konsumerisme ini bisa dikatakan sebagai contoh gaya hidup yang tidak hemat (Chaney, 2004). Jika budaya konsumerisme ini menjadi gaya hidup, maka akan menimbulkan suatu kebutuhan yang tidak pernah bisa dipuaskan oleh apa yang dikonsumsi dan membuat orang terus mengonsumsi. Saat ini banyak dari beberapa bahkan semua lapisan masyarakat belum bisa memprioritaskan antara barang yang harus dipenuhi dengan keinginan memenuhi hasrat belaka. Herbert Marcuse (1968) memiliki argument bahwa secara tidak sadar manusia adalah seorang makhluk yang terus memiliki kebutuhan untuk segera dipenuhi, selalu dalam batas kurang dan kurang, dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang dimiliki saat ini. Kebutuhan itu diantaranya adalah makanan sehari-hari, fashion, transportasi, te knologi, tempat tinggal dan lain sebagainya. Manusia selalu membutuhkan sesuatu karena manusia butuh untuk bisa mengupayakan dan mempertahankan hidupnya. Mengerucut pada sosok individu yang akhirnya dapat dilihat dari paham eksistensial menurut Sartre, dikatakan bahwa menurut asal kata eks berarti keluar dan sistensi berarti menempatkan, berdiri. Atau bisa dikatakan juga bahwa yang dimaksud dengan eksistensi adalah cara manusia berada di dunia ini. Cara itu hanya khusus bagi manusia, jadi yang bereksistensi itu hanya manusia. (Driyarkara, 2006a:1281-1282). Dengan demikian cara pandang tersebut memiliki benang merah antara memenuhi kebutuhan mereka dengan apa yang menjadi panutan seseorang untuk hidup dalam lingkungan sosialnya adalah dengan cara mengkonsumsi. Namun terkadang perilaku mengkonsumsi ini akhirnya tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhan tersebut, tapi lebih pada persoalan memenuhi keinginan untuk hadir di lingkungan sosial sehingga akhirnya ia harus mengkonsumsi sesuatu. Ketidakmaampuan untuk memenuhi kondisi atau hasrat untuk memuaskan keinginan tersebut, terkadang menjadi beban seseorang, yang akhirnya mengakibatkan berubahnya perilaku juga mental mereka. Asumsi diatas diperkuat oleh fenomena masyarakat sosial kita khususnya remaja-remaja kelas menengah atau bawah yang sering terjadi di zaman post-modern seperti sekarang ini yaitu kehilangan identitas diri atau krisis identitas. Analisis penulis tentang gejala krisis identitas tersebut akhirnya mengerucut juga pada tindak perlawanan atau kegelisahan sosok individu dalam menentukan posisi dirinya pada ruang lingkup sosial karena tidak bisa memenuhi kebutuhan hasrat konsumtifnya. Banyak fakta-fakta yang akhirnya menunjukan kekuatan perlawanan atau rebellion dari sosok individu tersebut berujung pada tindakan negatif, seperti perilaku pencurian, tawuran, hingga premanisme. Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku anarkis merupakan ekspresi kekuatan sosok individu dalam melepaskan emosi jiwanya. Seperti penjelasan Mikhail Bakunin tentang ideologi anarki yang kemudian ditulis ulang oleh Sam Dogolf dalam bukunya ‘Bakunin on Anarchy’, sosok individu adalah bentuk yang sempurna, independensi yang absolut, jauh terpisah dari atau diluar masyarakat. sebagai sosok yang bebas, ia sebisamungkin membentuk sebuah masyarakat dengan melakukan tindakan tanpa paksaan, seperti sebuah kontrak, menjadikannya berperilaku baik secara insting atau secara sadar, secara dipahami atau tidak.(Dolgoff, 1971). Memang menurut Bakunin, bahwa bentuk sifat anarki atau perlawanan tersebut hadir dari dalam jiwa individu sendiri, tanpa pengaruh dari masyarakat atau ruang lingkup sosial yang ada. Namun dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan juga bahwa kebebasan sosok individu untuk melakukan tindak anarki tersebut dipastikan memiliki sebab karena adanya kegelisahan terhadap ruang lingkup sosial. Dengan observasi atas wacana krisis identitas budaya konsumerisme ini maka penulis akan menginterpretasikan secara visual bagaimana manifestasi tindak anarki sosok individu bersama dengan perlawanannya terhadap ruang lingkup sosial dan produk-produk kapital tersebut melalui proses berkarya. Proses tersebut penulis lakukan dengan pendekatan secara kognitif terhadap teori-teori tentang budaya konsumerisme, identitas sosial, juga anarkisme lalu dirangkum kedalam bentuk visual yang dibuat melalui proses gaya seni rupa auto-destructive dengan hasil akhir sebuah karya berbentuk instalasi menyerupai pasar-swalayan. Karya tugas akhir berbentuk instalasi ini nantinya akan dilakukan dengan proses secara spontan atau intiuitif dalam pemilihan objek-objek produk berkemasan untuk direproduksi ulang secara auto-destructive. Proses reproduksi tersebut yakni dilakukan dengan cara menghilangkan identitas-identitas pada produk-produk berkemasan yang sudah dipilih. Baik dengan cara mengecat ulang dengan cat-semprot, mengganti isi produk-produk kemasan tersebut, atau sekedar mencabut stiker pada produk tersebut. Karya ini juga secara keseluruhan berbicara tentang metafora akan tindakan anarkis didalamnya. Dengan tujuan bahwa sebuah karya visual secara kontemplatif dapat mengajak apresiator untuk memahami kondisi budaya konsumerisme yang sudah melekat dalam diri mereka juga penulis sekalipun bahwa secara tidak sadar akan berakibat pada tindak perlawanan. 2. Proses Studi Kreatif (Tabel di halaman berikut) Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2 Muhammad Ilham Akbar I.6 Alur Kerja “IMITASI PRODUK ANARKI” Latar belakang: Penulis mencoba obeservasi terhadap budaya konsumerisme dengan adanya hipotesa tentang krisis identitas pada setiap individu yang terpengaruh. Penulis memutuskan untuk menarasikan hasil observasi tersbut dalam bentuk deskriptif proses pengerjaan karya seri instalasi yang memanfaatkan gaya seni auto-destructive. Landasan teori: 1.Teori Social Inequality 2.Teori Social Identity 3.Teori Konsumerisme 4.Aplikasi Ideologi Anarki sebagai Proses Berkarya 5. Metode Proses Berkarya melalui Seni Auto-Destructive dan Auto-Creative 6. Found Object 7. Seni Instalasi 8.Kaji Banding Seniman Rumusan masalah: 1. 2. 3. Bagaimana wacana tentang krisis identitas dalam budaya konsumerisme dapat diolah menjadi karya visual melalui modifikasi found-object? Bagaimana mengolah ideologi anarkisme terhadap found-object dapat diimplementasikan melalui karya visual dengan metode proses berkarya autodestructive? Bagaimana menghadirkan gabungan antara modifikasi found-object dengan nilai identitas produk yang berbeda-beda dapat dikemas kedalam komposisi instalasi? Batasan masalah: Penelitian kemudian dibatasi secara khusus untuk membahas hal-hal yang mempengaruhi sosok individu saat menghadapi krisis identitas diri dalam menjalani pola atau gaya hidup budaya konsumerisme tersebut. Adapun hal-hal yang memepengaruhi individu tersebut nantinya akan menjadi acuan sebagai representasi visual dalam karya yang akan dibuat. Penggambaran hipotesis mapupun asumsi dari objek-ojek yang berkaitan dan menjadi representasi visual dalam karya tersebut merupakan hasil penelitian atau penggambaran menurut teori-teori konsumerisme, identitas sosial dan anarkisme. Manifestasinya adalah pencarian benang merah antara permasalahan psikologis dalam hal ini identity crisis dengan budaya konsumerisme yang nantinya akan dirangkum menjadi bentuk visual. Proses berkarya: 1. Pemilihan objek-objek dari produk berkemesan untuk dimodifikasi 2. Reproduksi kemasan objek tersebut dengan cara menghilangkan tanda visual identitasnya . 3. Penggabungan objek-objek hasil modifikasi dalam komposisi instalasi yang menyerupai rak pasar swalayan , prasar tradisional, dan etalase toko bernuansa kemewahan. KARYA AKHIR Kesimpulan Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3 Gambar 1 Konfigurasi akhir karya instalasi. 3. Hasil Studi dan Pembahasan Konsep kekaryaan ini awal mulanya berangkat dari konsep krisis identitas budaya konsumerisme dimana penulis ingin menyampaikan pengalaman juga hasil observasinya tentang proses konsumsi yang akhir-akhir ini fungsinya menjadi berbagai macam, atau bahkan tidak sesuai sama sekali dengan fungsi awalnya. Dengan penyajian visual berbentuk instalasi menyerupai pasar tradisional, pasar swalayan dan toko di mall yang menghadirkan produk-produk siap konsumsi namun telah diolah kembali identitasnya, penulis ingin mengajak audiens/apresiator untuk memahami emosinya atau ide-ide yang tertuang dalam karya instalasi tersebut, sehingga audiens juga secara kontemplatif menghasilkan cara pandang baru nantinya disaat mereka akan melakukan proses konsumsi. Selain itu juga karya ini berbicara mengenai proses penghancuran atau penghilangan identitas pada produk-produk siap konsumsi tersebut yang dimana penulis berbicara tentang metafora dirinya atau individu-individu yang telah kehilangan identitasnya oleh dampak budaya konsumerisme. Pemilihan warna pada objek atau produk yang tertuang didalamnya merupakan simbol-simbol mengenai kegelisahan-kegelisahan atau emosi yang penulis rasakan dalam usahanya untuk terlepas dari kontaminasi budaya konsumerisme tersebut. Maka dari itu metode konstruksi visual yang penulis pilih sebagai proses berkarya adalah menggunakan metode autodestructive, dimana relevansinya terhadap ide anarki dapat diimplementasikan secara langsung pada objek-objek visual yang penulis pilih. Objek-objek visual disini bentuknya konkritnya adalah berupa produk-produk makanan olahan yang dikemas dalam satu wadah yang nantinya akan didistribusi kembali untuk diperjual-belikan. Namun identitas yang sudah ada pada objek-objek tersebut diolah kembali melalui proses berkarya dengan menggunakan metode autodestructive, yakni dengan cara menghilangkannya melalui proses seperti mengecat, mengganti atau menghilangkan label, mengisi ulang isi kemasan dengan objek baru, dan membuat kemasan baru sehingga identitas awal dari objek tersebut benar-benar tidak dapat identifikasi atau juga menimbulkan kesan kebaruan terhadap identitas pada objek tersebut. Objek-objek yang telah dimodifikasi ulang identitasnya tersebut kemudian akan disusun dalam bentuk instalasi menyerupai etalase pasar swalayan, pasar tradisional, dan etalase toko bernuansa kemewahan. Dimana penempatan objek-objek disusun menurut tingkat nilai identitas kemewahannya dan kemudian ditempatkan pada nilai identitas yang berlawanan. Seperti misalnya objek-objek yang dianggap memiliki tingkat nilai kemewahannya tinggi dari segi identitasnya akan ditempatkan pada etalase yang memiliki tingkat nilai kemewahannya rendah, atau dalam hal ini secara spesifik adalah etalase pasar tradisonal. Penggunaan medium instalasi yang didukung oleh found object tersebut secara keseluruhan merepresentasikan perilaku masyarakat menurut strata sosial mereka, dimana penulis memiliki hipotesa berdasarkan analisis yang ia lakukan bahwa terkadang mayoritas masyarakat kita memiliki selera kebutuhan Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4 Muhammad Ilham Akbar konsumsi yang berbanding terbalik dengan tingkat ekonomi yang mereka miliki. Bentuk found object yang penulis pilih juga akhirnya secara spesifik tertuju pada objek-objek yang bersifat edible atau dapat dikonsumsi dengan cara dimakan dan diminum, karena objek-objek tersebut merupakan gambaran dari perilaku mengkonsumsi yang paling mendasar. Pada instalasi pasar tradisional objek-objek yang menempatinya adalah objek-objek konsumsi makanan dan minuman yang dikenal memiliki identitas untuk dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas. Contohnya seperti makanan kaleng bermerk Campbell’s, Heinz, juga Del Monte, dimana merk-merk tersebut penulis nilai sebagian besar hanya dikenali oleh masyarakat Indonesia dengan tingkat strata sosial atas. Permainan menukar identitas yang dilakukan disini secara spesifik yakni terlihat melalui penempatan found object pada instalasi juga pada proses auto-destructive dengan cara mengganti bahan label asli dari objek tersebut menggunakan bahan kertas berwarna dengan teknik xerography untuk mencetak labelnya. Tujuan proses tersebut pada akhirnya berbicara mengenai pertukaran nilai identitas dari objek yang awalnya memiliki nilai identitas tinggi menjadi tereduksi karena adanya perubahan bahan kertas juga proses penciptaan visual melalui teknik xerography. Kemudian pada instalasi pasar swalayan objek-objek yang hadir adalah berupa makanan dan minuman ringan yang kemasannya telah dicat ulang menggunakan cat semprot. Dimana proses tersebut masih berbicara mengenai metafora identitas yang secara spesifik adalah masyarakat kelas menengah. Namun apabila berbicara mengenai teknis pada instalasi ini proses yang dilakukan secara keseluruhan adalah murni tentang penghilangan identitas dengan metode auto-destructive. Objek-objek yang hadir pada instalasi pasar swalayan ini tetap diproses menggunakan ide autodestructive, namun kali ini prosesnya adalah menghilangkan atau menutupi identitas pada setiap found object dengan menggunakan cat semprot atau spray-paint. Tanpa ada tambahan teknis atau metode proses penciptaan visual lainnya, penghilangan atau menutupi identitas objek-objek pada instalasi ini secara filosofis juga berbicara mengenai layer atau lapisan-lapisan tanda visual yang merepresentasikan nilai identitas sebuah objek yang kemudian menjadi menghilang atau tertutup karena adanya tambahan lapisan lain yakni warna-warna bersifat formalis. Pada instalasi ketiga yakni instalasi toko kemewahan atau luxury shop, dengan bentuk spesifik etalase rak berkesan mewah yang diisi oleh objek-objek makanan tradisional. Pada instalasi ini metode auto-destructive tidak diperlihatkan secara gamblang, namun lebih pada implementasi konseptual yang memiliki ide dasar anarkisme kemudian diolah dengan sudut pandang kontradiktif atau paradoks. Eksekusi visualnya adalah berupa dua buah etalase kayu berbentuk kubus yang didalamnya merupakan found-object berbentuk jajanan pasar. Secara narasi filosofis intalasi pada bagian ini berbicara mengenai metafora masyarakat kelas bawah yang terkadang berusaha untuk mengkonsumsi objek-objek yang memiliki nilai identitas tinggi, maka dari itu eksekusi visual diolah seminimalis mungkin agar secara bias para audiens dapat menginterpretasikan kejanggalan hubungan antara medium instalasi dengan kehadiran objek tersebut. Dimana penempatannya sangatlah bertolak belakang, karena secara mayoritas jajanan pasar biasanya ditempatkan atau hadir pada warung-warung dimana masyarakat kelas bawah itulah yang biasanya mengkonsumsi objek tersebut. Gambar 2 Salah satu bagian instalasi. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5 4. Penutup / Kesimpulan Krisis identitas dalam budaya konsumerisme adalah satu fenomena global yang memang tidak bisa dihindari oleh setiap lapisan masyarakat konsumer terutama pada negara berkembang seperti di Indonesia. Kesadaran akan adanya pergeseran fungsi proses konsumsi yang bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup, menyebabkan beberapa individu dalam ruang lingkup sosial tertentu pada setiap lapisan masyarakat tersebut menjadi kehilangan identitas dirinya. Sebagai salah satu korban dari fenomena itu, penulis seperti berusaha untuk mengeluarkan diri dari perasaan ketidaknyamanan yang dia rasakan, sehingga akhirnya mencapai pada titik perasaan-perasaan kejengahan untuk sekilas berpikir melakukan tindakan anarkis. Maka dari itu, untuk meredam perasaan dan mencegah timbulnya perilaku tersebut penulis mencoba mengatasinya melalui sebuah karya instalasi sebagai interpretasi personal juga kritisi terhadap krisis identitas budaya konsumersime dengan metode berkarya seni auto-destructive. Karya berjudul “Imitasi Produk Anakri” ini merupakan penggabungan beberapa medium berbeda yang pada dasarnya memiliki prinsip serupa yakni implementasi ide anarkisme terhadap proses berkarya melalui metode seni autodestructive, dimana proses penghancuran, penghilangan, dan penambahan tanda-tanda menjadi penggerak utama. Pilihan medium tersebut jatuh kepada modifikasi found-object yang dikemas melalui bentuk instalasi dengan penerapan konsep auto-destructive, dan auto-creative. Selain itu, sebagai bentuk anarkisme konseptual, penulis juga memutuskan untuk mengolah tanda-tanda visual melalui pendekatan parodi dan satir dengan cara mencampuradukkan nilai-nilai yang hadir dalam modifikasi found-object tersebut. Dengan kata lain, karya seni instalasi ini merupakan interpretasi personal penulis mengenai implementasi ide anarkisme terhadap krisis identitas dalam budaya konsumerisme menjadi suatu kritik metafora bagi identitas individu-individu dalam masyarakat konsumer dan perilaku konsumsi mereka. Adanya proses penghancuran dan penghilangan identitas dari produk-produk tersebut, baik secara langsung maupun kontemplatif membantu penulis dalam menerapkan ide-ide tentang anarkisme yang bertujuan untuk meredam hasrat perilaku konsumtif pada individu-individu di setiap lapisan masyarakat konsumer juga terhadap penulis sendiri. Pada akhirnya penulis tiba pada pemahaman bahwa seni pada dasarnya merupakan bentuk cerminan budaya yang dapat membawa perubahan, dan karya ini menunjukan bahwa proses berkesenian dapat mewujud menjadi sebuah proses ekspresi implementasi ide-ide juga penyampaian kritik terhadap kondisi sosial di masyarakat. Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir* Program Studi Sarjana Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Pra TA/Kolokium/Tugas Akhir* ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Tisna Sanjaya, M.Sch. Daftar Pustaka Literatur: Barker, Chris. 2014. Kamus Kajian Budaya. Yogyakarta, Kanisius. Baudrillard, Jean. 1998. The Consumer Society: Myths and Structures. London: Sage Publication. Beteille, Andre. 1970. Social Inequality. London: Penguin Books. Bimo, Walgito. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Andi. Budiman, Hikmat. 2002. Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Bungin, Burhan. 2001. Imaji Media Massa. Yogyakarta: Penerbit Jendela. Featherstone, Mike. 2007. Consumer Culture and Postmodernism. London: Sage Publication. Frida, Treurini. 2012. Driyakarya Si Jenthu – Napak Tilas Filsuf Pendidik. Jakarta: Buku Kompas. Herbert, Marcus. 2002. One Dimensional Man. New York: Routledge. Hogg & Abrams. 2001. Intergroup Relations. Philadelphia: Psychology Press. Kroger, Jane. 2000. Identity Development: Adolescence Through Adulthood. London: Sage Publication. Narwoko & Susanto. 2007. Sosiologi. Jakarta: Penerbit Kencana. Piliang, A. Yasraf. 2012. Dunia yang Dilipat. Bandung: Penerbit Matahari. Piliang, A. Yasraf. 1999. Hiperrealitas Kebudayaan. Yogyakarta: LKIS. Strinati, Dominic. 2008. Budaya Populer: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta: Penerbit Jejak. Turner, Bryan. 2000. Teori-teori Sosiologi Modernitas dan Posmodernnitas. Yogyakarta: Panta Rhei Books. William, L. Rivers. 2004. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Prenada Media. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6 Muhammad Ilham Akbar Website: Pollack, B. 2012. Under Destruction. http://www.artnews.com/2012/06/21/under-destruction/, diakses pada 17 September 2016, 16:20. Sainato, Michael. 2012. How Modern Consumerism Has Changed Art and Culture. https://democracychronicles.com/how-modern-consumerism-has-changed-art-and-culture/, diakses pada 17 September 2016, 21:05. https://gerakgeraksenirupa.wordpress.com/2010/11/19/gerakan-seni-rupa-baru-dan-kelompok-seni-rupa-di-indonesia/, diakses pada 16 September 2016, 19:38. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7