Bab 2 Landasan Teori 2.1 Fukushi Seperti bahasa Indonesia

advertisement
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Fukushi
Seperti bahasa Indonesia, bahasa Jepang juga memiliki kata keterangan atau
biasa disebut dengan fukushi yang menerangkan verba, adjektiva, dan adverbial
yang lainnya, tidak dapat berubah, dan berfungsi menyatakan keadaan atau derajat
suatu aktivitas, suasana, atau perasaan pembicara ( Matsuoka dalam Sudjianto,
2004 : 165 ). Terada dalam Sudjianto ( 2004 : 167-168 ) membagi Fukushi
menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Joutai no Fukushi
Joutai no Fukushi berfungsi menerangkan keadaan verba yang ada pada
bagian berikutnya, misalnya:
1). Shikkari (to) nigiru.
Memegang dengan kuat.
2). Yukkuri (to) aruku.
Berjalan dengan pelan-pelan.
3). Hakkiri (to) mieru.
Terlihat dengan jelas.
Fukushi lain yang juga termasuk jenis ini adalah masumasu, shibaraku,
shibashiba, korokoro (to), sarasara (to), nikkori (to), dan sebagainya. Di
dalam joutai no fukushi ini termasuk juga peniruan bunyi-bunyi alarm atau
1
meniru bunyi binatang, yang disebut dengan onomatope.
2. Teidou no Fukushi
Teidou no Fukushi berfungsi menerangkan tingkat, taraf, kualitas, atau
derajat keadaan yoogen (verba, adjektiva-I, adjektiva-na), misalnya:
1). Sukoshi samui.
Agak dingin.
2). Taihen shinsetsu da.
Sangat baik hati.
3). Kanari takai.
Agak mahal.
3. Chinjutsu no Fukushi
Chinjustu no fukushi adalah fukushi yang memerlukan cara pengucapan
khusus, disebut juga jujutsu no fukushi atau koo’o no fukushi, misalnya:
1). Kesshite makenai.
Sama sekali tidak akan kalah.
2). Totemo ma ni awanai.
Benar-benar tidak akan keburu.
3). Doozo ohairi kudasai.
Silakan masuk.
2
Diantara adverbia-adverbia yang telah dikemukakan, terdapat juga adverbia
yang menggambarkan bunyi atau suara dan terdapat juga adverbial yang
menyatakan suatu keadaan. Adverbia yang menggambarkan bunyi atau suara
disebut giseigo, sedangkan adverbia yang menyatakan suatu keadaan disebut
gitaigo. Kedua istilah (giseigo dan gitaigo) ini biasa disebut onomatope.
2.2 Onomatope
Onomatope adalah kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi.
Onomatope dalam wacana komik sebagai sarana pengungkap perasaan tokoh,
misalnya: menggambarkan perasaan tokoh saat marah, kecewa, kaget, dan sedih.
Tiruan bunyi yang timbul akibat dari berbagai benda yang bertabrakan, benda
yang jatuh, persinggungan dua benda, letusan benda, dan sebagainya. Bunyi yang
ditimbulkan oleh gerakan tokoh antara lain: berjalan, menendang, memukul,
menangkis pukulan, mengibaskan tangan, berlari, dan lain-lain. Fukuda (2003:20)
mengatakan bahwa onomatope adalah kata keterangan yang menerangkan
keadaan, bunyi suatu benda, atau bunyi aktifitas pada situasi yang sedang
berlangsung, yang terbagi menjadi dua, yaitu Giongo dan Gitaigo. Hal ini senada
dengan Kindaichi ( 1990 : 8-9 ), onomatope terdiri dari: giongo (giongo dan
giseigo) dan gitaigo (gitaigo, giyougo, dan gijougo).
3
2.2.1 Giongo
Pengertian Giongo menurut Asano dalam Hinata & Hibiya ( 1989 : 1 ), yaitu:
擬音語は 二種のものに 分類されている。
擬音語。
。
。外界の音を 写した言葉。
• 擬音語。
。
。無生物の 音を 表すもの
• 擬声語。
。
。生物の 声を 表すもの
Terjemahan:
Giongo diklasifikasikan menjadi dua jenis.
Giongo… Kata yang melukiskan bunyi dunia luar.
•
Giongo… menjelaskan bunyi yang bukan makhluk hidup
•
Giseigo… menjelaskan suara makhluk hidup
Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh Ogawa dalam Sutedi ( 2009 : 115 )
menjelaskan bahwa kata-kata yang menyatakan suara makhluk hidup atau bunyi
yang keluar dari benda mati disebut giongo. Senada pula dengan Iwabuchi dalam
Sutedi (2009 : 116) menyebutkan bahwa kata-kata seperti wanwan, gatagoto,
kachinkachin, dan sebagainya disebut giseigo (giongo). Giseigo berasal dari
kata-kata yang menunjukkan bunyi atau suara dengan cara meniru bunyi yang
keluar dari benda, suara manusia, dan sebagainya. Contoh:
1. Giongo :
•
Ike no mizu ga baritto wareta
Air kolam meluap pecah
•
Mizu wo jaajaa nagasu oto ga kikoeru
Terdengar bunyi aliran air jatuh terus-menerus
4
2. Giseigo :
•
Genkan ni hito ga kita no ka, inu ga wanwan hoeteiru
Anjing menggonggong begitu ada orang yang datang di
depan pintu
•
Neko wa nyanya to naku
Kucing menangis nya-nya
2.2.2 Gitaigo
Pengertian Gitaigo menurut Asano dalam Hinata & Hibiya (1989 : 1), yaitu:
擬態語は 三種のものに 分類されている。
擬態語。。。音を 立てない ものを 音によって
表す言葉。
•
•
•
象徴的に
擬態語。
。
。無生物の 状態を 表すもの。
擬容語。
。
。生物の 状態(動作容態)を表すもの。
擬情語。
。
。人間の 心の 状態を 表すような もの。
Terjemahan:
Gitaigo diklasifikasikan menjadi tiga jenis.
Gitaigo… kata yang menjelaskan bunyi benda yang tidak bisa
menimbulkan bunyi secara simbolis.
•
•
Gitaigo… menjelaskan keadaan dari yang bukan makhluk hidup
Giyougo… menjelaskan keadaan (kondisi pergerakan) dari
makhluk hidup
•
Gijougo… menjelaskan keadaan dari hati manusia
Hal ini senada dengan Shibatani dalam Stringer (2011 : 153-157) yang
mengatakan gitaigo adalah keadaan atau tingkah laku. Menurut Chang (1990 :
123-128), suara tertawa memiliki arti tersendiri, seperti: nikoniko (tertawa dengan
5
bahagia dan dengan hangat), kusukusu (tertawa tertahan-tahan atau tertawa
terkekeh-kekeh), niyaniya (tertawa dengan lebar dengan menunjukkan gigi atau
tersenyum simpul dengan tidak sopan, menjijikkan). Contoh :
1. Gitaigo :
•
Jidousha wa mechamecha ni kowareta
Mobilnya hancur berantakan
•
Ie no mawari wo korokoro mawaru
Berputar menggelinding mengelilingi rumah
2. Giyougo :
•
Rin san wa nihongo ga dondon jouzu ni natta
Saudara Rin menjadi semakin pintar bahasa Jepang
•
Yuube wa gussuri neta
Semalam saya tidur dengan nyenyak
3. Gijougo :
•
Haha wa otouto ni ichi jikan mo gamigami itte okotteiru
Ibu memarahi adik laki-laki dengan suara yang keras dan berisik
selama 1 jam
•
Natsu yasumi no mae, gakuseitachi wa minna ukiukishita kao wo
shiteiru
6
Liburan musim panas yang lalu, para murid wajahnya tampak riang
sekali
2.2.3 Tertawa
Tertawa dapat diklasifikasikan menjadi 4 menurut Hashimoto dalam Hayakawa
( 2003 : 34 ), yaitu:
1). Fungsi Ofensif
Tertawa sebagai fungsi ofensif terjadi apabila digunakan pada saat
mengolok-olok untuk menggertak lawan bicara.
2). Fungsi Sosial
Tertawa sebagai fungsi sosial dapat terlihat apabila tertawa untuk menunjukkan
rasa solidaritas atau kasih sayang kepada lawan bicaranya. Terkadang dipakai
juga untuk menutupi rasa malunya.
3). Fungsi Defensif
Tertawa sebagai fungsi defensif mirip dengan fungsi sosial dipakai untuk
menyembunyikan kebingungannya, yang membedakannya yaitu dipakai untuk
mempertahankan harga dirinya.
4). Fungsi mengontrol percakapan
Tawa semacam ini biasanya sebagai suatu bentuk tanggapan atas ucapan
sebelumnya oleh lawan bicara. Dengan demikian, dapat dikatakan tertawa
7
semacam ini memiliki karakteristik yang paling berbeda dalam ekspresi wajah
tetapi memiliki makna keraguan.
8
Download