BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Penyesuaian Diri penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan behavioral yang di perjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, kegagalan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Menurut Ali & Asrori (2012:173-175), Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu : a. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation) Dilihat dari latar belakang perkembanganya, pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal adaptasi ini lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologia, atau biologis. Oleh sebab itu, jika penyesuaian diri hanya diartikan sama dengan usaha mempertahankan diri maka hanya selaras dengan keadaan fisik saja, bukan penyesuaian dalam arti psikologis. Akibatnya, adanya kompleksitas kepribadian individu serta adanya hubungan kepribadian individu dengan lingkungan menjadi terabaikan. Pada hal, dalam penyesuaian diri sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik, melainkan yang lebih kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya keunikan, keberadaan 7 8 kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan. (Ali & Asrori 2012:173). b. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity) Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus dapat menghindar diri dari penyimpangan prilaku baik secara moral, sosial maupun emosional, Ali & Asrori (2012: 173-174). c. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery). Usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merancang dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konfil-konfil, kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dan mengembangkan diri sehingga dorongan emosi, dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah. Namun demikian, pemaknaan penyesuaian diri sebagai penguasaan (mastery) mengandung kelemahan, yaitu menyamarkan semua individu. Pada hal, kapasitas individu antara satu orang dengan yang lain tidak sama, Ali & Asrori (2012:174). Oleh sebab itu, prinsip-prinsip penting mengenai hakikat penyesuaian diri yaitu sebagai berikut: a. Setiap individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda. b. Penyesuain diri sebagian besar ditentukan oleh kapasitas internal atau kecenderungan yang telah dicapainya. 9 c. Penyesuaian diri juga ditentukan oleh faktor-faktor internal dalam hubunganya dengan tuntutan lingkungan individu yang bersangkutan. Menurut Musthafa Fahmi( dalam Sobur, 2010:526) penyesuaian adalah “suatu proses dinamika terus menerus yang bertujuan untuk menguba kelakuan untuk mendapat hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan” selanjutnya Menurut James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella (dalam Sobur 2010:526) bahwa “penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi anda yang kontinyu dengan diri anda sendiri. Dengan orang lain dan dengan dunia anda” Dengan demikian, semakin tampak bahwa penyesuaian diri dilihat dari pandangan piskologis pun memiliki makna yang beragam. Selain itu, kesulitan lain yang muncul adalah bahwa penyesuaian diri tidak dapat dinilai baik atau buruk, melainkan semata-mata hanya menunjukan kepada cara bereaksi terhadap tuntutan internal atau situasi eksternal, Sobur (2010:526). Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik (well adjusted person) jika kemampuan melakukan respon-respon yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan respon dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan sehat artinya bahwa respon-respon yang dilakukan sesuai dengan hakikat individu, lembaga atau kelompok antar individu, dan hubungan antara individu dengan penciptanya, Ali &Asrori (2012 :176) Menurut Schneiders (dalam Agustiani, 2006 :146) mengemukakan bahwa “penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi 10 kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami di dalam dirinya”. Selanjutnya pandangan Neo Freudian (dalam Agustiani, 2006 :150) ciri dari penyesuaian diri yang baik adalah “perkembangan menyeluruh dari potensi individu secara sosial dan kemampuan untuk membentuk hubungan yang hangat dan peduli terhadap orang lain.” H. Sunarto & Ny.B.Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari, 2004 :68) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang baik, yaitu: a. Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional b. Tidak menunjukan adanya mekanisme peikologis c. Tidak adanya frustasi pribadi d. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri e. Mampu dalam belajar f. Menghargai pengalaman g. Bersikap realistis dan objektif Penyesuaian diri yang salah terdiri atas bentuk reaksi bertahan, reaksi meyerang, dan reaksi melarikan diri dari kenyataan, dan penyesuaian yang potologis. Yusuf & Nurihsan (2012 :212) menjelaskan : a. Reaksi bertahan diri (defense reaction) yaitu suatu usaha bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan, meskipun sebenarnya mengalami kegagalan atau kekecewaan. Bentuk reaksi bertahan ini antara lain: a) konpensasi : menutupi kelemahan dalam satu hal, dengan cara mencari kepuasan dalam bidang lain: b) sublimasi : menutupi atau mengganti kelemahan atau kegagalan dengan cara atau keinginan yang mendapatkan pengakuan 11 (sesuai dengan nilai-nilai) masyarakat; c) Proyeksi : melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain. Yusuf & Nurihsan (2012 : 212) b. Reaksi menyerang (aggressive reavtion), yaitu suatu usaha untuk menutupi kegagalan dan tidak mau menyadari kegagalan dengan tingkah laku yang bersifat meyerang. Reaksi yang muncul antara lain berupa: a) Senang membenarkan diri sendiri, b) Senang Mengganggu Orang Lain, c) Menggertak dengan ucapan atau perbuatan, d) Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka, e) Keras kepala, f) Balas dendam, g) Marah secara sadis. H.Sunarto & B. Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari, 2004 :69). Sedangkan Menurut M. Surya (dalam Yusuf & Nurihsan, 2012 :219) menjelaskan bahwa reaksi yang muncul antara lain : a) selalu membenarkan diri sendiri, b) mau berkuasa di setiap situasi, c) mau memiliki segalanya, d) bersikap senang mengganggu orang lain, e) menggertak, baik dengan ucapan atau perbuatan, f) menunjukan sikap permusuhan secara terbuka, g) menunjukan sikap menyerang dan merusak, h) keras kepala, i) bersikap balas dendam, j) memperkosa hak orang lain, k) bertindak serampangan, l) marah secara sadis. c. Reaksi melarikan diri dari kenyataan (ascape reaction), yaitu usaha melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksi itu nampak dalam bentuk mereaksikan keinginan yang tidak dicapai, reaksi itu antara lain berupa: a) Banyak tidur, b) Minum-minuman keras, c) Pecandu ganja/narkoba, d) Regresi/kembali pada tingkat perkembangan yang lalu H. Sunarto & B. Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari, 12 2004 :69). Yusuf & Nurihsan (2012 :219) menjelaskan bahwa bentukbentuk reaksi ascapedi antaranya : a) berfantasi-melamun, b) banyak tidur atau tidur yang potologis : narcolepcy, yaitu kebiasan tidur yang tidak terkontrol, c) meminum minuman keras, d) bunuh diri, e) menjadi pecandu ganja, narkotika, shabu-shabu atau ecstacy, dan regresi. d. Penyesuaian yang potologis yaitu bahwa individu yang mengalaminya perlu mendapat perawatan khusus, dan bersifat klinis, bahkan perlu perawatan di rumah sakit (hospitalized). Yang termasuk penyesuaian yang potologis ini adalah “neurosis” dan “psikosis.” Jika individu gagal dalam penyesuaian diri, maka ia akan sampai pada situasi salah usai. Gejala salah usai ini akan di manifestasikan dalam bentuk tingkahlaku yang kurang wajar atau kelainan tingkah laku, Yusuf & Nurihsan (2012 : 221). 2.2 Proses Penyesuaian Diri Menurut Sariyanta, Made (2012) diunduh pada tanggal 15 November 2013 (online). (http://www.sariyanta.com/kuliah/proses-penyesuaian-diri/) Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui penyesuaian diri yang sempurna tidak akan pernah tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses psikologis sepanjang hayat (live long procces) dan manusia terus menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup, guna mencapai pribadi yang sehat. Orang akan dikatakan sukses dalam melakukan penyesuaian diri jika ia akan mamenuhi kebutuhanya dengan cara-cara yang wajar atau dapat diterima 13 oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu orang lain. Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih oleh seorang tidak akan dicapai, kecuali kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, goncangan dan ketegangan jiwa. Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (Ali & Asrori, 2012: 181) setidaknya melibatkan tiga unsur yaitu : a. Motivasi. Motifasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidak seimbangan dalam organisme. b. Sikap terhadap realitas. Aspek penyesuaian diri di tentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia di sekitarnya, benda-benda dan hubungan-hubungan yang membentuk realitas. c. Pola dasar penyesuaian diri. Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar tersendiri yaitu akan mengalami ketegangan dan frustasi karena terhambatnya keinginan memperoleh kasih sayang, meraih prestasi untuk itu individu akan berusaha mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi kebutuhannya. Tiga unsur diatas akan mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu. 14 2.3 Faktor-faktor Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri Individu dalam memberikan penilaian tentang baik buruknya penyesuaian, hendaknya juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penilaian individu tentang hal tersebut. Hal ini perlu diketahui agar individu dapat mengurangi salah penafsiran dalam memahami penyesuaian seseorang. Menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori 2012: 181) setidaknya ada lima faktor yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu: a. kondisi fisik b. kepribadian c. proses belajar d. lingkungan e. agama dan budaya Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor itu dapat dikelompokkan sebagai berikut. a. Faktor Pisiologis Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat dari pada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuaian diri. Sebaliknya, kondisi fisik yang tidak sehat dapat menyebabkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri, atau bahkan menyalahkan diri sehingga akan berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuain diri, menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori 15 2012: 182). Kondisi fisik, seperti struktur fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik berkaitan erat dengan susunan tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ektomorf, yaitu ototnya lemah atau tubuhnya rapuh, ditandai oleh sifatsifat segan dalam melakukan aktivitas sosial, pemalu, pemurung, dan sebagainya. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi yang primer bagi tingkah laku, dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Diunduh pada tangal 25 sebtember 2013 (http://www.kainsutera.com/info- remaja/perkembangan-identitas-pada-remaja.html#) b. Faktor Psikologis Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya. Diunduh pada tangal 25 sebtember 2013 (http://www.kainsutera.com/info-remaja/perkembanganidentitas-pada-remaja.html#) 1. Faktor pengalaman Tidak semua pengalaman mempunyai makna dalam penyesuaian diri. Pengalaman yang mempunyai arti dalam penyesuian diri, terutama pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan, seperti memperoleh hadiah dari suatu kegiatan cenderung akan menimbulkan 16 proses penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang traumatik akan menimbulkan penyesuaian diri yang keliru, Ali & Asrori (2012:184). 2. Faktor belajar Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri. Hal ini karena melalui belajar, pola-pola respon yang membentuk kepribadian akan berkembang. Sebagian besar respon dan ciri-ciri kepribadian lebih banyak diperoleh dari proses belajar dari pada diperoleh secara diwariskan. Dalam proses penyesuaian diri, belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku sejak fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan, Ali & Asrori (2012:184). 3. Determinasi diri Proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktorfaktor tersebut diatas, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi dan atau merusak diri. Determinasi diri mempunyai fungsi penting dalam proses penyesuaian diri, karena berperan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri, Ali & Asrori (2012:185). c. Faktor perkembangan dan kematangan Dalam proses pengembangan, respon berkembang dari respon yang bersifat instingktif menjadi respon yang bersikap hasil belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya diperoleh proses belajar, tetapi juga perbuatan 17 individu telah matang untuk melakukan respons dan ini menentukan pola penyesuaian dirinya. Diunduh pada tangal 22 sebtember 2013 (http://www. aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac. /2012/02/29/ penyesuaiandiri/) Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai individu yang berbeda-beda, sehingga pola-pola penyesuaian juga akan bervariasi sesuai tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Selain itu, hubungan antara penyesuaian dan perkembangan dapat berbeda-beda menurut jenis aspek perkembangan dan kematangan yang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan dan kematangan mempengaruhi tiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, keagamaan, dan intelektual d. Faktor lingkungan Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat, kebudayaan, dan agama berpengaruh kuat terhadap diri seseorang, Ali & Asrori (2012: 185). 1. Pengaruh lingkungan keluarga Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian diri, faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Karena keluarga merupakan media sosialisasi bagi anak-anak proses sosialisasi dan interaksi sosial yang pertama dan utama dijalani individu di lingkungan keluarganya. Hasil sosialisasi tersebut kemudian dikembangakan di lingkungan sekolah dan masyarakat umum seseorang, Ali & Asrori (2012: 185). 18 2. Pengaruh hubungan dengan orang tua Pola hubungan orang tua dan anak mempunyai pengaruh yang positif terhadap proses penyesuaian diri. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut: a) Menerima (acceptance), yaitu Orang tua menerima kehadiran anaknya dengan cara-cara yang baik, sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat, menyenangkan dan rasa aman bagi anak, b) Menghukum dan disiplin yang terlalu Keras (Punisment amd everdiscipline), yaitu Hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang terlalu berlebihan dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menyenangkan bagi anak, c) Memanjakan dan perlindungan yang berlebihan (overindulgence and ever-protecion), yaitu Perlindungan dan pemanjaan secara berlebihan dapat menimbulkan perasaan tidak aman, cemburu, rendah diri, canggung, dan gejala-gejala yang lainya, d) Penolakan (rejection), yaitu Orang tua menolak kehadiran. Beberapa penelitaian menunjukan bahwa penolakan orang tua pada anaknya akan menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri, Ali & Asrori (2012: 184188) 3. Lingkungan masyarakat Keadalaan lingkungan masyarakat tempat individu berada menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Hasil penelitian menunjukan bahwa gejala tingkah laku atau perilaku menyimpang bersumber pada pengaruh keadaan lingkungan masyarakatnya pergaulan 19 yang salah dan terlalu bebas dikalangan remaja dapat mempengaruhi polapola penyesuaian dirinya, Ali & Asrori (2012:189). 4. Lingkungan sekolah Lingkungan sekolah berperan sebagai media sosialisasi, yaitu mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial dan moral anak-anak. Suasana sekolah baik sosial maupun psikologis akan mempengaruhi proses dan pola penyesuaian diri para siswanya. Pendidikan yang diterima anak di sekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri mereka di lingkungan masyarakatnya, Ali & Asrori (2012:189). e. Faktor budaya dan agama Proses penyesuaian diri anak, mulai lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultural tempat individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Misalnya, tata cara kehidupan di masjid atau gereja akan mempengaruhi cara anak menempatkan diri dengan masyarakat sekitarnya. Diunduh pada tangal 25 sebtember 2013 (http://www.kainsutera.com/info-remaja/perkembangan-identitas-padaremaja.html#) Agama mamberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang pada anak. Ajaran agama ini merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup anak. Sembahyang dan berdoa merupakan media menuju arah kehidupan yang lebih nyaman, 20 tenang, dan berarti bagi manusia. oleh karena itu, agama memegang peranan penting dalam proses penyesuaian diri seseorang, Ali & Asrori (2012:189). 2.4 Macam-macam Penyesuaian Diri Penyesuaian diri ahli bahasa dari adjustment yang dilakukan manusia sepanjang hayat. Karena pada dasarnya manusia ingin mempertahankan eksistensinya. Penyesuaian Diri Terhadap Sosial/Sosial Adjusmen Sejak lahir berusaha memenuhi kebutuhannya yaitu kebutuhan fisik, psikis, sosial. Pemenuhan kebutuhan itu ada karena adanya dorongan-dorongan yang mengharapkan pemuasan. Sebagaimana di kemukakan Lazares ( dalam Fatimah, 2006: 65) penyesuaian diri termasuk reaksi seseorang karena adanya tuntutan yang di bebankan pada dirinya. Ada beberapa macam penyesuaian diri adjusment yaitu : 1. Penyesuaian Diri Terhadap Keluarga/Famili Adjustment. Keluarga merupakan keluarga kecil. Keharmonisan keluarga terwujut bila seluruh anggota keluarga mumpunyai kesadaran atau kesanggupaan memenuhi fungsinya. Tiap anggota keluarga berusaha mengadakan penyesuaian diri dalam keluarga antara lain : a. Mempunyai relasi yang sehat dengan segenap anggota keluarga b. Mempunyai solidaritas dan loyalitas keluarga serta membantu usaha keluarga dalam mencapai tujauan tertentu. c. Mempunyai kesadaran adanya emantisipasi serta kemerdekaan taraf kedewasaan . d. Mempunyai kesadaran adanya otoritas orang tua 21 e. Mempunyai kesadaran bertanggung jaawab menjalankan aturan-aturan langsung secara disiplin. 2. Penyesuaian Diri Terhadap Sosial/ Sosial Adjusment Sosial atau masyarakat merupakan kumpulan individu, keluarga, organisasi dan lainnya. Agar terjadi keharmonisan dalam masyarakat. Penyesuaian terhadaap masyarakat : a. Adanya kesanggupan mengadakan relasi yang sehat terhadap masyarakat. b. Adanya kesanggupan beraksi secara efektif dan harmonis terhadap kenyataan sosial. c. Kesanggupan menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun tidak tertulis d. Kesanggupan untuk bergaul dengan orang lain dalam bentuk persahabatan e. Kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan pribaadinya f. Adanya simpati terhadap kesejahteraan orang lain, berupa: memberi pertolongan pada orang lain, bersikap jujur cinta kebenaran, rendah hati dan sejenisnya. Penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara relative dan bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat terpenuhi dengan 22 cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan Schnesiders (dalam Agustini, 2006 :147). 3. Penyesuaian Diri Terhadap Sekolah/ School Adjusment Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam mengembangkan potensinya, terutama perkembangan intelejensi maupun pribadinya maka sekolah harus menumbuhkan penyesuaian diri yang baik, bersifat konstruktif, sehingga terwujud : a. Disiplin dalam sekolah terhadap peraturan-peraturan yang ada. b. Pengakuan otoritas guru atau pendidik c. Interes terhadap mata pelajaran di sekolah d. Situasi dan fasilitas yang cukup, sehingga tujuan sekolah dapat tercapai. 4. Penyesuaian Diri Terhadap Perguruan Tinggi/ college Adjusment Perguruan tinggi merupakan tempat pendidikan tertinggi, untuk mencapai gelar, tempat yang menyenangkan penuh kenangan. Namun bagi sementara mahasiswa merupakan tempat yang meliputi keraguan, kecemasan bahkan kegagalan. Penyesuaian di perguruan tinggi hampir sama di sekolah, tetapi harus di tambah dengan : a. Pengembangan kepribadian yang seimbang yaitu dapat memenuhi tuntutan ilmiah, jasmani dan rohani yang sehat serta tanggung jawab sosial yang masak. b. Dapat belajar menyesuaikan diri di tempat kelak bekerja c. Siap menghargai persaingan, ulet dalam menghadapi segala persoalan. 23 5. Penyesuaian Diri Terhadap Jabataan / vokacional Adjusment Secara ideal jabatan pekerjaan menunjukkan latar belakan studi seseorang, serta menggambarkan status sosial, status ekonominya. Pemegang jabatan pekerja seharusnya mempunyai kriteria sebagai berikut: a. Sudah matang dalam memegang dalam jabatan b. Senang dan mencintai jabatan dan pekerjaannya. c. Bercita-cita atau berusaha mencapai kemajuan setingkat demi setingkat. 6. Penyesuaian Diri Terhadap perkawinan/ perkawinan Adjusment Dalam jaman moderen, perkawinan bukan suatu way of life yang harus di tempuh. Kehidupan pria dan wanita secara membujang banyak terjadi. Mereka dapat menikmati kehidupan dan ikut serta berfungsi dalam masyarakat. Bagi orang-orang yang melayarkan bahtera perkawinan harus melakukan penyesuaian diri dalam perkawinan. Menurut Arkoff (dalam Fatimah N, 2006: 68) perkawinan yang baik bersifat permanen dan bersifat bahagia. Perkawinan di akhiri dengan kematian, perceraian (sama-sama masih hidup) merupakan hal yang tidaak sopan. Sepanjang perjalanan hidup selalu berusaha melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri ini ialah: a. Harus ada kesadaran terhadaap hakikat perkawinan b. Harus ada kesediaan untuk menjaga kelangsungan perkawinan c. Saling mengerti, saling memberi dan menerima (to take and to give). 24 2.5 Aspek-aspek Penyesuaian Diri Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. (Fatimah .N 2006 : 68 ). Penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu : 1. Penyesuaian Kepribadian Kepribadian dapat diartikan sebagai kualitas individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik. Abin Syamsudin Makmum (dalam Yusuf Syamsu, 2012: 127). Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribagian itu sendiri, yaitu : a) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. b) Tempramen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/ lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan. c) Sikap, yaitu yang bersifat positif, negative atau anbivalen (ragu-ragu). d) Stabilitas emosional, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. 25 e) Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. f) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan denga hubungan interpersonal. Jadi kepribadian merupakan sistim yang dinamis dari sifat, sikap, dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon individu yang beragam Pikunas (dalam Yusuf Syamsu, 2012 : 200) Keberhasilan penyesuaian diri pribadi ditandai oleh : a. Tidak adanya rasa benci b. Tidak adanya keinginan untuk lari dari kenyataan atau tidak percaya pada potensi dirinya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai oleh : a. Kegoncangan emosi b. Kecemasan c. Ketidak puasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya sebagai akibat adanya jarak pemisah antara kemampuan individu dan tuntutan yang di harapkan oleh lingkungannya. 2. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial ditempat individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubunganhubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat, sekolah, teman sebaya atau anggota masyarakat luas secara umum. 26 Dalam proses penyesuaian sosial individu berkenalan dengan nilai dan norma sosial yang berbeda-beda lalu berusaha untuk mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiaannya. Penyesuaian sosial ini dapat diartikan sebagai “kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi”. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Karakteristik penyesuaian sosial di tiga lingkungan tersebut yaitu : 1. Di lingkungan keluarga a. Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga (orang tua dan saudara). b. Menerima otoritas orang tua (mau menaati peraturan yang ditetapkan orang tua) c. Berusaha untuk membantu anggota keluarga, sebagai individu maupun kelompok dalam mencapai tujuannya. 2. Di lingkungan sekolah a. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah. b. Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah. c. Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah. d. Bersikap hormat kepada guru, pimpinan sekolah, dan staf lainnya. 3. Di lingkungan masyarakat a. Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain. b. Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain. c. Bersifat simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain. 27 d. Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakankebijakan masyarakat, Alexander A. Schneinders (dalam Yusuf Syamsu, 2012:198). 2.6 Pembentukan Penyesuaian diri Penyesuaian diri yang baik selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, goncangan, dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam dan orang tersebut mampu untuk menggapai kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, senang tertarik untuk bekerja dan berprestasi. Diunduh tanggal 15 November 2013 (http://www.sariyanta.com/kuliah/proses-penyesuaian-diri/) Pada dasarnya pembentukan penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya antara lain: 1. Lingkungan keluarga Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasa bahwa kehidupannya berarti. Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orang tua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini 28 sering kali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan, bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulangulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanakkanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dikemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas, dan stres. 2. Lingkungan teman sebaya Dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat di antara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibanding masamasa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temantemannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang disimpan di dalam hatinya dari angan-angan, pikiran, dan perasaan. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya. Dengan demikian pengertian yang diterima dari teman-temannya akan membantu dirinya dalam penerimaan tahap keadaan dirinya sendiri dan dia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 3. Lingkungan sekolah Sekolah mempunyai tugas yang tidak nyata terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas. Demikin pula dengan guru, tugasnya tidak hanya 29 mengajar tapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi bentuk masa depan. Ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Dalam pengartian ini proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu. Jadi pembentukan penyesuaian diri pada anak remaja adalah terkait dengan teori-teori psikologis dan psikososial dengan kondisi-kondisi sosial yang memfasilitasinya (mempengaruhinya). Erik H. Erikson (dalam Yusuf Syamsu, 2012:188) berpendapat bahwa “remaja bukan sebagai periode konsolidasi kepribadian, tetapi sebagai tahapan penting dalam siklus kehidupan.” Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-perannya, dan makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila dia gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingungan ini berdampak kurang baik pada remaja. Dia cenderung kurang menyesuaikan dirinya, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain, (Yusuf Syamsu, 2012:188).