perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 6 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Status Gizi
Penyimpangan pola pertumbuhan anak merupakan indikator
penting adanya kelainan pada anak. Maka dari itu pertumbuhan sangat
perlu dipantau. Pemantauan status gizi anak di Indonesia dilakukan di
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Pengukuran panjang/tinggi badan,
berat badan, dan lingkar kepala harus dilakukan pada tiap kunjungan.
Pengukuran secara serial lebih bermanfaat dibanding dengan
pengukuran tunggal sewaktu untuk mendeteksi penyimpangan pola
pertumbuhan anak meskipun nilainya masih dalam kisaran z-score
normal. Mengikuti pola pertumbuhan anak dapat menuntun peneliti
untuk menentukan apakah pertumbuhan anak masih dalam batas
normal atau perlu evaluasi lebih lanjut. Pertumbuhan dinilai dengan
cara memplotkan hasil pengukuran pada kurva pertumbuhan kemudian
dibandingkan dengan hasil pengukuran pada kunjungan sebelumnya
(Levine, 2014).
commit to user
6
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Parameter
Dalam pengukuran untuk menentukan status gizi digunakan
tiga parameter yaitu :
1) Umur (U)
Umur merupakan parameter yang penting dalam
menentukan status gizi seorang anak. Kesalahan penentuan
akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur
yang tepat juga. Kesalahan yang sering terjadi adalah
adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah
seperti 1 tahun; 1,5 tahun; dan 2 tahun. Oleh karena itu
penentuan
umur
perlu
dihitung
dengan
cermat.
Ketentuannya 1 tahun adalah 12 bulan, dan 1 bulan adalah
30 hari. Perhitungan umur dilakukan dalam bulan penuh,
artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (Levine,
2014).
2) Berat Badan (BB)
Berat
Badan
merupakan
suatu
ukuran
yang
memberikan gambaran tentang massa jaringan termasuk
cairan tubuh. Parameter berat badan sangat peka pada
perubahan yang tiba-tiba, baik karena penyakit infeksi
maupun karena kurang asupan makanan. Berat badan
commit to user
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dinyatakan dalam indeks BB/U (berat badan menurut umur).
Indeks ini memberikan gambaran keadaan kini dari seorang
anak. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya
memerlukan satu pengukuran hanya saja tergantung pada
ketetapan
umur,
tetapi
hal
tersebut
kurang
dapat
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari
waktu ke waktu (Levine, 2014).
3) Panjang Badan (PB) atau Tinggi Badan (TB)
Istilah Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak
umur 0-2 tahun. Pengukuran pada umur kurang dari 2
tahun seharusnya dilakukan dengan posisi terlentang,
namun bila pengukuran dilakukan dengan posisi berdiri,
maka hasil dikoreksi dengan ditambah 0,7 cm. Untuk anak
lebih dari 2 tahun, parameternya adalah Tinggi Badan (TB).
Pengukuran dilakukan dalam posisi berdiri. Pengukuran
perlu dikoreksi bila anak lebih dari 2 tahun diukur dalam
posisi terlentang, maka hasil harus dikurangi 0,7 cm.
Parameter ini sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa
lalu, yang biasanya berkaitan dengan berat badan lahir
rendah dan kurang gizi saat Balita. Tinggi badan
dinyatakan dalam bentuk indeks Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U), atau juga indeks Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB). Keadaan indeks ini pada umumnya
commit to user
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan gambaran keadaan lingkungan yang buruk,
kemiskinan, dan keadaan tidak sehat yang berlangsung
dalam jangka waktu yang cukup lama (Levine, 2014).
b. Indeks
Parameter-parameter di atas dinyatakan dalam indeks untuk
digunakan sebagai penilaian terhadap status gizi dan memantau
pertumbuhan
anak.
Berikut
adalah
indeks
pertumbuhan
berdasarkan baku rujukan WHO Child Growth Standards 2005:
Tabel 2.1 Indeks Penilaian Status Gizi
Kategori Status
Gizi
BB Sangat Kurang
BB Kurang
BB Normal
BB Lebih
< -3SD
-3 SD sampai dengan < -2SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
> 2 SD
Panjang Badan
menurut Umur
(PB/U) atau
Tinggi Badan
menurut Umur
(TB/U)
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
< -3SD
-3 SD sampai dengan < -2SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
> 2 SD
Berat Badan
Menurut
Panjang Badan
atau Berat
Badan Menurut
Tinggi Badan
(BB/TB)
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
< -3SD
-3 SD sampai dengan < -2SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
> 2 SD
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
< -3SD
-3 SD sampai dengan < -2SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
> 2 SD
Indeks
Berat Badan
Menurut Umur
(BB/U)
Indeks Massa
Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
(WHO, 2005a)
commit to user
Ambang Batas (Z-Score)
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Indeks BB/U mengindikasikan masalah gizi secara
umum. Indeks ini tidak memberikan indikasi tentang
masalah gizi yang sifatnya kronis atau akut karena berat
badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan.
Indeks BB/U yang rendah mungkin disebabkan oleh sedang
menderita diare atau penyakit infeksi lainnya (masalah gizi
akut). Dapat pula disebabkan oleh karena seorang anak
yang pendek akibat masalah gizi kronis (Anies, 2013).
Indeks BB/U mewakili berat badan relatif terhadap
umur anak pada hari tertentu. Biasa digunakan untuk
menilai apakah seorang anak kekurangan berat atau sangat
berat, tetapi tidak digunakan untuk mengklasifikasikan anak
sebagai kelebihan berat badan. Karena parameter berat
relatif mudah diukur, maka indeks ini sering digunakan.
Sayangnya indeks ini tidak bisa diandalkan dalam situasi
dimana umur anak tidak dapat ditentukan secara akurat,
seperti situasi pengungsi. Berdasarkan indeks BB/U status
gizi dapat dikategorikan menjadi berat badan sangat kurang
(severely underweight), berat badan kurang (underweight),
berat badan normal, dan berat badan lebih (overweight)
(WHO, 2005a).
commit to user
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Indeks TB/U mengindikasikan masalah gizi yang
bersifat kronis karena peristiwa yang berlangsung dalam
waktu yang lama. Misalnya : kemiskinan, perilaku hidup
yang kurang sehat, pola asuh ibu (dalam pemberian makan)
yang kurang baik sejak anak dilahirkan dan berakibat anak
tersebut menjadi pendek (Anies, 2013).
Indeks TB/U mewakili pertumbuhan yang dicapai
dalam tinggi terhadap umur anak. Berdasarkan indeks
TB/U status gizi dapat dikategorikan menjadi sangat
pendek (severely stunted), pendek (stunted), normal dan
tinggi (WHO, 2005a).
3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Indeks BB/TB mengindikasikan masalah gizi yang
sifatnya akut dimana hal tersebut merupakan akibat dari
peristiwa yang terjadi dalam waktu tidak lama (singkat).
Seperti
pada kejadian wabah penyakit dan bencana
kelaparan. Dalam kurun waktu yang tidak lama tersebut
anak dapat menjadi kurus. Indeks ini juga membantu
mengidentifikasi anak-anak yang mungkin berisiko menjadi
kelebihan berat badan atau obesitas (Anies, 2013).
Indeks
BB/TB
mewakili
berat
badan
secara
proposional dengan pertumbuhan yang dicapai dalam
commit to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
panjang atau tinggi. Indeks ini sangat berguna dalam situasi
dimana umur anak tidak diketahui, misalnya dalam situasi
pengungsi. Berdasarkan indeks Berat Badan menurut Tinggi
Badan (BB/TB), status gizi dikategorikan menjadi sangat
kurus (severely wasted), kurus (wasted), normal dan gemuk
(WHO, 2005a).
4) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
IMT/U merupakan indeks yang sangat berguna
untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan dan obesitas.
IMT/U dan BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang
sangat mirip (WHO, 2005a). Indeks IMT/U dan BB/TB
dapat digunakan untuk identifikasi kurus atau gemuk.
Masalah kurus atau gemuk pada usia dini akan berakibat
pada risiko berbagai penyakit degeneratif pada saat dewasa
(Anies, 2013).
c. Faktor yang memengaruhi status gizi
Ada begitu banyak faktor yang memengaruhi keadaan
status gizi seorang anak. Ada faktor yang memengaruhi secara
langsung maupun tidak langsung. Tidak semua faktor berpengaruh
secara signifikan pada status gizi seorang anak. Bila dibandingkan
dengan faktor langsung, faktor tidak langsung kurang dominan
dalam memengaruhi status gizi (Abdoerrahman et al., 2007).
Faktor tidak langsung di antaranya faktor ekonomi. Keluarga
commit to user
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan pendapatan rendah mengalami masalah dalam ketersediaan
pangan. Kemudian, faktor pola asuh terhadap Balita juga
memengaruhi status gizi. Selain itu ada juga faktor lingkungan
yang berpengaruh, lingkungan yang tidak sehat akan memperburuk
status gizi (Muller dan Krawinkel, 2005; Rodriguez et al., 2011).
Maramis et al. (2014) menyatakan bahwa faktor genetik juga dapat
memengaruhi kecenderungan status gizi anak yang diturunkan
secara herediter dari orang tuanya.
Faktor yang dapat memengaruhi status gizi secara langsung
adalah asupan nutrisi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan
beberapa penyakit terutama penyakit infeksi (Wong et al., 2014).
Menurut Lambert (2004) asupan nutrisi dapat memengaruhi status
gizi seorang anak. Asupan nutrisi harus mencakup energi,
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan juga asupan
cairan. Penelitian Ramakrishnan (2004) juga membuktikan bahwa
pada bayi yang lahir dengan berat badan rendah akan berefek pada
status gizinya di kemudian hari. Seorang anak dikategorikan BBLR
bila berat badan saat lahirnya kurang dari 2500 gram (WHO, 2004).
commit to user
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut penyakit yang dapat memengaruhi status gizi
secara langsung :
1) Pneumonia (infeksi saluran pernapasan)
Manifestasi klinis dari pneumonia adalah yang paling
menonjol adalah batuk dan napas cepat. Definisi napas cepat
untuk anak usia 1-5 tahun adalah frekuensi napas 40 kali atau
lebih per menit. Untuk pneumonia berat biasanya disertai
tanda-tanda distres pernapasan seperti napas cuping hidung,
retraksi dinding dada, stridor dan juga tanda bahaya umum
seperti kejang, memuntahkan semua yang ditelannya, letargis
dan tidak bisa minum (Depkes RI, 2008; Carter dan Marshall,
2014).
Menurut Rodriguez et al. (2011) anak yang menderita
pneumonia akan kehilangan cadangan protein dan juga energi.
Ditambah lagi terjadi peningkatan kebutuhan energi akibat
adanya stimulasi sistem imun untuk melawan agen infeksi.
Seiring dengan peningkatan kebutuhan energi dan hilangnya
cadangan energi, anak akan mengalami penurunan asupan
nutrisi.
2) Diare (infeksi saluran pencernaan)
Pada penderita diare, barier mukosa saluran pencernaan
mengalami kerusakan serta vilinya atrofi. Mekanisme ini yang
membuat luas permukaan penyerapan berkurang sehingga
commit to user
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuat penyerapan nutrisi terganggu (Rodriguez et al., 2011).
Diare yang menyebabkan masalah pada status gizi adalah diare
yang persisten, yaitu yang terjadi dengan durasi lebih dari 14
hari (Matthai, 2011). Anak yang sedang mengalami diare
ataupun mengalami diare dalam 14 hari terakhir dapat
menurunkan status gizi (Gupta et al., 2015).
3) Campak
Infeksi campak dapat menyebabkan anak kehilangan
berat badan. Anak dengan infeksi campak juga mengalami
penurunan asupan makanan. Virus campak mampu merusak
mukosa usus halus sehingga menyebabkan malabsorbsi dan
kehilangan protein. Diketahui bahwa campak menyebabkan
defisiensi energi protein dan juga vitamin A. Defisiensi vitamin
A berakibat pada supresi sistem imun. Supresi sistem imun ini
terjadi 4 bulan sejak mulai terinfeksi. Karena supresi sistem
imun inilah infeksi lain seperti ISPA dan diare jadi mudah
menyerang yang kemudian menjadi penyebab menurunnya
status gizi (Weiss, 2012).
4) Penyakit jantung bawaan
Malnutrisi pada anak dengan penyakit jantung bawaan
menyebabkan
kegagalan
perkembangan
karena
adanya
gangguan absorsi serta asupan nutrisi yang kurang adekuat
(Maramis et al., 2014). Diagnosis penyakit jantung bawaaan
commit to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat dikembangkan dari hasil auskultasi terhadap bising
jantung. Penyakit jantung bawaan asianotik maupun yang
sianotik masing-masing mempunyai bising jantung yang khas.
Evaluasi yang perlu diperhatikan saat auskultasi bising jantung
mencakup waktunya (timing), durasi, lokasi, intensitas, radiasi,
dan frekuensi atau nada (Schneider, 2014).
2. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
a. Klasifikasi
Dalam buku bagan manajemen terpadu Balita sakit oleh
Depkes RI, infeksi saluran pernapasan diklasifikasikan menjadi 3
golongan (Tabel 2.2). Pada dasarnya batuk adalah suatu bentuk
pertahanan sistem pernapasan secara mekanis. Mekanisme tersebut
merupakan suatu hal yang wajar dalam memproteksi sistem
pernapasan. Batuk biasanya muncul beriringan dengan pilek dan
nyeri tenggorokkan. Etiologi paling sering adalah karena virus dan
jarang karena bakteri (Sung dan Cranswick, 2009). Batuk
merupakan gejala umum dari begitu banyak penyakit dan disertai
oleh banyak gejala lainnya, namun tidak jarang batuk menjadi
masalah tunggal yang berdiri sendiri tanpa disertai penyakit lain.
Berdasarkan onsetnya batuk dapat dibagi menjadi batuk akut,
batuk subakut, dan batuk kronis atau persisten (Blasio et al., 2011).
commit to user
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.2 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Klasifikasi
Gejala
Batuk : bukan
pneumonia

Tidak ada tanda-tanda penumonia atau
penyakit sangat berat.

Nafas cepat
50x / menit : 2 bulan- <12 bulan
40x/ menit : 12 bulan - <5 tahun


Ada tanda bahaya umum. ATAU
Tarikan dinding dada ke arah dalam.
ATAU
Stridor
Pneumonia
Pneumonia
berat atau
penyakit
sangat berat

(Depkes RI, 2008)
Batuk akut merujuk pada batuk yang berlangsung kurang
dari 3 minggu. Pada kebanyakan pasien hal ini disebabkan oleh
infeksi saluran napas bagian atas seperti pada bronkitis akut dan
trakeo-bronkitis. Biasanya batuk akut akan sembuh sendiri dalam
waktu satu atau dua minggu seiring dengan menghilangnya infeksi
(Blasio et al., 2011).
Batuk
subakut
didefinisikan
sebagai
batuk
yang
berlangsung dalam kurun waktu 3-8 minggu. Batuk subakut
disebabkan oleh infeksi bakteri seperti M. pneumoniae di mana
bronkus menjadi hipersensitif. Hal ini yang mempertahankan batuk
subakut walau infeksi sebenarnya sudah sembuh. Penyebab batuk
subakut tidak selalu infeksi. Penyebab non-infeksi batuk subakut
commit to user
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti gastroesofageal refluks dan astma bronkial (Blasio et al.,
2011).
Batuk kronik berlangsung lebih dari 8 minggu (Blasio et al.,
2011). Beberapa studi membuktikan bahwa 95% batuk kronik
disebabkan
oleh
pasien
dengan
imunokompeten,
sindrom
postnasal-drip, bronkitis kronis, dan gastroesofageal reflux disease
(GERD). Sedangkan 5% lainnya karena keganasan dan gagal
jantung (Irwin dan Madison, 2013; Chung et al., 2003)
Berdasarkan Tabel Klasifiksai Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (tabel 2.2), ISPA dibagi menjadi batuk bukan pneumonia,
pneumonia, dan pneumonia berat. Pada batuk bukan pneumonia
tidak ditemukan tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat,
hanya gejala batuk akut. Adapun kriteria dari tanda-tanda
pneumonia menurut Depkes RI (2008) adalah ditemukannya napas
cepat. Pada anak di bawah 1 tahun napas cepat merupakan
pernapasan dengan frekuensi napas 50 kali atau lebih per menit.
Sedangkan pada anak 1-5 tahun dikatakan napas cepat bila
frekuensi napas 40 kali atau lebih per menit. Tanda-tanda
pneumonia juga akan muncul pada anak dengan pneumonia berat
atau penyakit sangat berat, hanya saja diperparah dengan tandatanda bahaya umum (tidak mau minum, memuntahkan semua yang
ditelannya, kejang, letargis), stridor, dan retraksi dinding dada
(Depkes RI, 2008).
commit to user
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Manifestasi dari pneumonia karena virus lebih didominasi
oleh batuk, mengi, stridor, dan gejala demam tidak begitu dominan.
Lain halnya dengan pneumonia karena bakteri, manifestasi klinis
yang muncul adalah demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu, dan
pada auskultasi biasa didapatkan konsolidasi paru. Pada bayi yang
menderita pneumonia atipikal, ditandai oleh gejala khas seperti
takipneu, batuk, dan ronki kering (crackles) bahkan sering
ditemukan
bersamaan
dengan
konjungtivitis
chlamydial.
Manifestasi klinis lainnya yang sering muncul pada anak
pneumonia adalah distes pernapasan yang ditandai oleh retraksi
interkosta maupun subkosta dan juga napas cuping hidung. Semua
jenis pneumonia akan menghasilkan ronki kering yang terlokalisir
dan penurunan suara respiratori pada auskultasi (Carter dan
Marshall, 2014).
b. Rekurensi ISPA
Rekurensi ISPA atau ISPA yang berulang sangat sering
terjadi pada anak usia prasekolah, di mana anak sudah mulai
bersosialisasi dengan lingkungan namun kondisi sitem imunnya
yang belum terlalu sempurna (Dellepiante et al., 2009). Rekurensi
ISPA biasanya muncul sebagai infeksi virus pada saluran
pernapasan yang kemudian akan berlanjut menjadi infeksi bakteri
dalam waktu 10 hari (Salami et al., 2008). Seorang anak dikatakan
commit to user
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengalami rekurensi ISPA bila dalam satu tahun mengalami
pengulangan sebanyak 6 kali ataupun lebih (Jesenak et al., 2011).
3. Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan
Status Gizi
Tubuh akan menstimulasi respon imun ketika ada agen infeksi
yang masuk. Sel-sel imun yang diperlukan untuk menyerang akan
segera disintesis. Proses dari sintesis sel-sel imun tentunya
membutuhkan energi yang lebih dari kondisi normal. Sehingga pada
anak yang terkena infeksi akan mengalami peningkatan kebutuhan
energi. Penelitian membuktikan bahwa pada anak dengan infeksi juga
mengalami kehilangan cadangan protein dan energi. Beratnya infeksi
membuat seorang anak semakin kehilangan protein dan energinya.
Kedua hal ini cukup memperburuk kondisi anak dengan infeksi dan
bisa menurunkan status gizi dari anak tersebut (Katona dan Apte,
2008; Rodriguez et al., 2011).
Kebanyakan penyakit infeksi juga berkaitan dengan kurangnya
asupan makanan. Semakin berat sebuah infeksi semakin dapat
berujung pada kurangnya asupan nutrisi. Ada pula yang berkaitan
dengan
anoreksia
(centrally
controled
anorexia).
Penelitian
membuktikan bahwa hal ini dimediasi oleh Interleukin-1 yang
dikeluarkan oleh makrofag yang terinfeksi. Interleukin-1 menstimulasi
sintesis dari metalotionin, yang dapat menurunkan kadar plasma seng.
Selain itu Interleukin-1 juga menstimulasi sintesis caeruloplasmin
commit to user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mengikat serum copper selama infeksi. Neutrofil juga
mengeluarkan laktoferin yang berfungsi mengikat besi, sehingga kadar
plasma besi mengalami penurunan (Calder dan Jackson, 2000).
commit to user
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Berulangnya
Infeksi Saluran
Pernapasan Akut
(ISPA)
Stimulasi respon
imun
Penurunan
asupan nutrisi
Peningkatan
kebutuhan energi
1. Faktor ekonomi
2. Pola asuh ibu
3. Faktor lingkungan
4. Faktor genetik
Kehilangan
cadangan protein
dan energi
Status gizi
menurun
Keterangan
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
: menyebabkan secara langsung
: menyebabkan secara tidak langsung
commit to user
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara frekuensi berulangnya ISPA dengan
status gizi Balita, dimana semakin sering seorang Balita mengalami ISPA
berulang semakin buruk status gizinya.
commit to user
Download