OBESITAS DALAM KEHAMILAN

advertisement
OBESITAS DALAM KEHAMILAN
dr. I NYOMAN HARIYASA SANJAYA, SpOG (K), MARS
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH DENPASAR
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan yang saat ini menjadi perhatian di
seluruh dunia, keadaan ini dapat diderita oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak
baik itu laki-laki maupun perempuandan yang menarik adalah jumlah penderita
obesitas lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
Obesitas sangat mempengaruhi kesehatan baik itu secara fisik maupun mental berupa
meningkatnya risiko untuk terjadinya hipertensi, penyakit arteri koronaria, sleep
apneu, masalah sehubungan dengan orthopedi dan diabetes, maupun kesehatan
mental seperti kurang percaya diri, diskriminasi dalam pergaulan sehari-hari termasuk
secara estetika tidak indah untuk dipandang.Peningkatan penderita obesitas ini
termasuk wanita usia reproduktif yang mana akan mengalami kehamilan dengan
segala bentuk komplikasi yang akan timbul.
World Health Organization (WHO) melaporkan suatu keadaan darurat sehubungan
dengan fenomena tersebut diatas, dengan orang dewasa yang mengalami overweight
mencapai 1,6 miliar dan obesitas sekitar 400 juta di tahun 2005. WHO dan National
Institutes of Health (NIH) mendefinisikan overweight sebagai keadaan dimana Body
Mass Index (BMI) 25-29,9 kg/m2 dan obesitas ≥ 30 kg/m2. Dan diperkirakan pada
tahun 2015 orang dewasa yang mengalami overweight akan mencapai angka 2,3
miliar sedangkan yang obesitas sebesar 700 juta orang (Aviram dkk.,2010). Saat ini
obesitas mendapat perhatian yang serius karena jumlah penderitanya yang semakin
2
meningkat termasuk didalamnya adalah wanita pada usia reproduktif dan jumlah
penderita obesitas pada wanita hamil juga meningkat sekitar 18,5% sampai dengan
38,3%. Ibu hamil dengan obesitas saat ini diketahui sangat berisiko untuk menderita
penyakit-penyakit dalam kehamilan.Selain itu obesitas juga mempengaruhi kesuburan
seorang wanita, wanita hamil dengan obesitas juga lebih berisiko mengalami
keguguran dibandingkan dengan wanita hamil normal (Kerrigan, 2010).
Wanita hamil dengan obesitas sangat berisiko untuk mengalami penyakit-penyakit
seperti hipertensi dalam kehamilan, gestasional diabetes, gangguan pernafasan dan
tromboemboli, berkaitan dengan proses persalinannya sendiri wanita tersebut akan
membutuhkan waktu persalinan yang lebih lama dengan risiko tindakan seksio
sesaria lebih tinggi, selain itu juga sehubungan dengan operasi akan mengalami
kesulitan dalam tindakan pembiusan dan penyembuhan luka (Yao dkk., 2014). Dan
terhadap bayinya risiko untuk terjadi komplikasi seperti kelainan kongenital,
makrosomia, stillbirth, distosia bahu dan kemungkinan menderita obesitas dan
diabetes pada saat dewasa menjadi lebih besar (Rowlands dkk., 2010).
Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya obesitas, diantaranya faktor
lingkungan, gaya hidup, genetik dan sosioekonomi. Obesitas merupakan suatu
keadaan gangguan keseimbangan antara asupan kalori dan penggunaannya
(Gunatilake, 2011). Oleh karena itu banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh
keadaan obesitas baik itu bagi ibu maupun terhadap janin atau bayi yang
dikandungnya entah itu pada trimester awal maupun usia kehamilan selanjutnya, pada
3
saat antepartum, intrapartum atau postpartum, bahkan juga berpengaruh terhadap
kehidupan bayi tersebut pada usia dewasa nantinya dengan segala konsekuensi
penyakit metabolik yang akan dideritanya berdasarkan pada beberapa hipotesis yang
menyatakan bahwa keadaan tersebut sudah terprogram sejak proses konsepsi. Atas
dasar hal-hal tersebut maka pengelolaan obesitas sehubungan dengan kehamilan
sangat penting dilakukan baik itu prakonsepsi maupun saat hamil (Wuntakal, 2009).
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Body Mass Index (BMI) ≥ 30
kg/m2 dimana angka tersebut diperoleh dari rumus (Davies, 2010):
BB (kg)
BMI =
TB2 (m)
Penentuan obesitas dengan BMI lebih lazim digunakan dibandingkan dengan metode
lain seperti pengukuran ketebalan lipatan lemak dan lingkar pinggang (waist
circumferrencia), penghitungan rasio waist-to-hip circumferrencia, termasuk juga
dengan menggunakan alat-alat seperti USG (Ultrasonografi), CT-scan (Computed
Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) (Davies, 2010).
Obesitas dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe android (central body obesity) yang merujuk
pada distribusi lemak ke pusat tubuh dan tipe gynoid (lower body obesity) dimana
distribusi lemak kearah bawah yaitu femoral dan gluteal.Diantara kedua tipe tersebut
tipe android lebih berisiko terjadi kelainan metabolik seperti insulin resisten,
dislipidemia, hipertensi, diabetes (metabolik sindrom).Hal tersebut disebabkan oleh
karena lemak pada visceral (central body obesity) lebih aktif terjadi lipolisis dan
sensitivitas terhadap insulin menurun (Huda, 2010).
5
BMI oleh WHO dikelompokan menjadi underweight, normal, overweight, dan obese
dimana obesitas dibagi lagi menjadi kelasI,II,IIIseperti yang ditunjukkan pada tabel di
bawah ini :
Tabel 2.1Body Mass Index(BMI)(Gunatilake, 2011)
Selain kriteria BMI menurut WHO tersebut diatas oleh karena perbedaan ras maka
untuk daerah asia pasifik terdapat kriteria lain dalam penentuan BMI seperti yang
diperlihatkan pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Klasifikasi BMI menurut kriteria Asia Pasifik (Flier, 2008)
6
Kemampuan manusia untuk menyimpan cadangan energi sangat penting apabila
diperlukan mendadak untuk mempertahankan hidup. Lemak disimpan sebagai
cadangan energi di jaringan adipose dalam bentuk trigliserida dan jika dibutuhkan
akan dilepas dalam bentuk asam lemak bebas untuk digunakan di seluruh tubuh yang
memerlukan sehingga manusia dapat bertahan pada keadaan kelaparan dalam waktu
tertentu. Disisi lain adanya cadangan lemak yang berlebihan ini akan memberikan
dampak yang buruk bagi kesehatan.Data menunjukan bahwa obesitas lebih sering
pada wanita dibandingkan pria (Flier, 2008).
2.2Prevalensidan Risiko Obesitas dalam Kehamilan
Wanita hamil dengan obesitas mencapai 28% dari keseluruhan kehamilan dengan 8%
dikategorikan sebagai “Extremely obese” (BMI ≥ 40 kg/m2) dan jumlah penderitanya
mengalami peningkatan setiap tahun. Keadaan ini menunjukan suatu kondisi yang
sangat serius mengingat komplikasi yang ditimbulkannya baik terhadap ibu, fetus,
neonatus serta potensial komplikasi yang dapat ditimbulkannya pada kehidupan
selanjutnya serta secara ekonomi akan membutuhkan biaya yang lebih banyak
(Gunatilake, 2011).
Di Indonesia data tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi obesitas pada penduduk
usia > 18 tahun sebesar 15,4 persen. Data obesitas tiap provinsi digambarkan pada
grafik dibawah ini (Balitbangkes, 2013):
7
Gambar 1.1 Prevalensi status gizi kurus, BB lebih, obesitas penduduk dewasa (>18
tahun) menurut provinsi (Balitbangkes, 2013)
Sedangkan obesitas pada perempuan usia > 18 tahun di Indonesia pada tahun 2013
sebesar 32,9 persen, meningkat 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen
dari tahun 2010 (15,5%) dimana prevalensi terendah di Nusa Tenggara Timur (5,6%),
dan prevalensi tertinggi di Sulawesi Utara (19,5%)(Balitbangkes, 2013).
Gambar 1.2 Kecenderungan prevalensi obesitas pada perempuan usia>18 tahun
berdasarkan data Riskesdas 2007, 2010, dan 2013 (Balitbangkes, 2013)
8
Sudah jelas bahwa wanita hamil dengan obesitas akan memerlukan perawatan yang
lebih jika dibandingkan wanita hamil dengan berat badan normal, obesitas berisiko
tinggi menimbulkan abortus, gestasional diabetes mellitus, hipertensi dalam
kehamilan, gangguan pernafasan pada ibu, bayi makrosomia, trauma persalinan baik
pada ibu maupun bayi, kelainan kongenital, fase persalinan yang lambat, tindakan
operasi pervaginam, distosia bahu, persalinan dengan seksio sesaria, perdarahan post
partum, trombosis dan infeksi (Jensena, 2009). Wanita obesitas yang menjalani
seksio sesaria memiliki risiko morbiditas bahkan mortalitas lebih tinggi dibandingkan
wanita dengan berat badan normal sehubungan dengan kehilangan darah yang lebih
banyak, komplikasi dari tindakan anestesi, kesulitan dari teknik operasi dan
komplikasi berkaitan dengan penyembuhan luka (Gunatilake, 2011).
Tabel 2.5Komplikasi yang ditimbulkan obesitas terhadap kehamilan
9
10
2.2 Patofisiologi
Distribusi jaringan lemak pada berbagai organ yang berbeda jugaakan memberikan
implikasi morbiditas yang berbeda pula. Secara spesifik, lemak yang berlebihan di
daerah abdomen dan intraabdomen berimplikasi terhadap morbiditas lebih signifikan
dibandingkan lemak berlebih di daerah bokong atau ekstremitas bawah. Banyak
komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas pada wanita seperti diabetes mellitus,
hipertensi, resistensi insulin dan hiperlipidemia berhubungan erat dengan distribusi
lemak yang berlebih di daerah intraabdomen/tubuh bagian atas dibandingkan dengan
dibagian lain, mekanisme bagaimana hal tersebut dapat terjadi sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas tetapi fakta menunjukan bahwa lemak di daerah abdomen
bersifat lebih lipolytically active dibandingkan dengan lemak di daerah yang lainnya.
Lepasnya asam lemak bebas dalam sirkulasi dapat menyebabkan efek yang buruk
11
terhadap metabolisme terutama di hati, adipokines dan cytokines yang disekresikan
oleh adiposit viseral yang berperan terhadap terjadinya komplikasi dari obesitas
sampai saat ini masih dalam penelitian (Flier, 2008).
Bukti menunjukan bahwa berat badan dipengaruhi oleh regulasi endokrin dan
komponen saraf dalam pembentukan energi dan penggunaannya. Regulasi dari sistem
yang
komplek
tersebut
sangat
penting
karena
jika
sedikit
saja
terjadi
ketidakseimbangan antara pembentukan dan penggunaan energi maka akan
berpengaruh besar terhadap berat badan. Obesitas terjadi jika ada ketidakseimbangan
antara asupan makanan dengan aktivitas fisik.Regulasi utama terjadinya respon
adaptasi tersebut adalah leptin yang merupakan derivate hormone adiposit, yang
mana mempengaruhi otak terutama daerah hipotalamus terhadap nafsu makan,
penggunaan energi, dan fungsi neuroendokrin (Flier, 2008).
Nafsu makan dipengaruhi oleh banyak faktor di otak terutama di hipotalamus, sinyalsinyal tersebut akan saling bertautan di pusat hipotalamus termasuk neural aferen,
hormon (leptin, insulin, kortisol dan peptide), dan metabolit. Nervus vagus membawa
informasi yang penting dari organ viseral termasuk saluran pencernaan.Hormon
seperti ghrelin yang mana terbentuk diabdomen yang distimulasi oleh makanan,
peptide yy (PYY) dan cholecystokinin yang dibentuk di usus halus sinyalnya akan
dihantarkan secara langsung ke otak atau melalui nervus vagus. Sedangkan untuk
metabolit seperti glukosa mempengaruhi nafsu makan melalui efek seperti keadaan
hipoglikemi
tetapi
efek
tersebut
bukan
merupakan
regulasi
utama
yang
mempengaruhi nafsu makan. Sinyal-sinyal yang dihantarkan baik oleh hormon,
12
neural aferen dan metabolit akan mempengaruhi hipotalamus untuk melepaskan
peptidanya (Neuropeptide Y (NPY), Agouti-related peptide (AgRP), α melanocyte
stimulating hormone (α MSH) dan Melanin concentrating hormone (MCH) yang
mana akan terintegrasi dengan serotonergic, catecholaminergic, endocannabinoid,
dan jalur sinyal opioid. Selain itu faktor fisiologik dan kebudayaan juga sangat
berpengaruh terhadap nafsu makan (Flier, 2008).
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang meregulasi nafsu makan melalui pengaruhnya di
sirkuit saraf pusat (Flier, 2008).
Jaringan adipose terdiri dari sel adipose termasuk preadiposit dan makrofag juga
stromal dan pembuluh darah.Massa adipose meningkat seiring dengan membesar dan
bertambahnya sel adiposit.Yang menjadi karakteristik jaringan adipose pada obesitas
adalah meningkatnya jumlah makrofag (Flier, 2008).Selain diketahui sebagai tempat
penyimpanan lemak, adiposit juga merupakan sel endokrin yang mengeluarkan
sejumlah hormon yang berfungsi dalam metabolisme seperti leptin, TNF α, IL-6,
faktor komplemen (faktor D), protrombotik (Plasminogen activator inhibitor I), dan
komponen yang meregulasi tekanan darah (angiotensinogen). Adiponektin yang
13
merupakan derivat adipose banyak mengandung protein dimana kadarnya menurun
pada obesitas dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan oksidasi lemak, serta
bersifat protektif terhadap pembuluh darah.Berbeda dengan resitin dan RBP4 yang
meningkat kadarnya pada obesitas bersifat menghambat insulin. Faktor-faktor
tersebut diatas serta faktor lainnya yang sampai saat ini belum teridentifikasi
memainkan peranan penting terhadap patofisiologi dari homeostasis lemak,
sensitivitas insulin, kontrol tekanan darah, koagulasi dan pembuluh darah serta
terjadinya obesitas (Lynch dkk., 2012).
Obesitas merefleksikan suatu keadaan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, obesitas
pada suatu titik tampak sebagai suatu keadaan yang penyebabnya dapat diketahui
dengan mudah yaitu banyaknya asupan nutrisi yang tidak diimbangi dengan
pemakaian energi.Bagaimanapun, kompleksitas sistem neuroendokrin dan metabolit
yang meregulasi pembentukan, penyimpanan dan pemakaian energi sehingga sulit
untuk menentukan secara kuantitatif parameter yang relevan untuk digunakan dalam
menentukan penyebab obesitas (Flier, 2008).
2.2.1Genetik dan lingkungan
Obesitas umumnya terkait secara kekeluargaan tetapi disini sulit untuk membedakan
manakah yang berperan antara genetik atau faktor lingkungan. Sebagai contoh anak
adopsi lebih menyerupai orang tua biologis mereka dibandingkan dengan orang tua
angkat sehubungan dengan obesitas, begitu pula dengan kembar identik memiliki
BMI yang sama baik itu mereka tinggal bersama atau terpisah. Lingkungan juga
berperan terhadap terjadinya obesitas, pada negara industri obesitas lebih banyak
14
diderita oleh wanita dari kelompok sosial bawah sedangkan di negara sedang
berkembang obesitas lebih banyak diderita oleh wanita dari strata sosial atas.Baik
dari data epidemiologi maupun eksperimental menunjukan bahwa keadaan kurang
tidur meningkatkan prevalensi obesitas (Flier, 2008).
2.2.2 Sindrom genetik spesifik
Selama beberapa tahun diketahui bersama bahwa obesitas pada rodent disebabkan
oleh mutasi gen. mutasi gen tersebut menyebabkan hiperfagia dan berkurangnya
penggunaan energi, kedua hal tersebutmempengaruhi homeostasis energi. Produk dari
gen obesitas adalah peptide leptin yang asal katanya dari bahasa Yunani Leptosyang
berarti tipis, leptin disekresikan oleh sel adipose dan bertindak secara primer di
hipotalamus selain itu juga leptin dihasilkan oleh plasenta.Fungsi utama leptin di
sistem saraf pusat adalah mempertahankan homeostasis energi di seluruh tubuh
melalui kerjanya menekan neuropeptide Y yang mengatur regulasi pusat nafsu makan
di hipotalamus sehinga terjadi keseimbangan antara penyimpanan dan penggunaan
energi di perifer.Kadar produksi leptin menunjukan indeks penyimpanan energi di
adipose, tingginya kadar leptin menurunkan pengambilan makanan dan meningkatkan
pemakaian energi.Target sel atau organ dari leptin memiliki 1 atau lebih reseptor
leptin (OB-R). Gen OB ditemukan pada manusia dan diekspresikan di lemak,
Beberapa keluarga dengan morbiditas dan onset obesitas yang lebih dini menunjukan
inaktivasi dari leptin atau reseptor leptin (Flier, 2008).
Obesitas pada individu yang muncul segera setelah lahir adalah suatu keadaan yang
buruk dan berhubungan dengan abnormalitas neuroendokrin.Tetapi berdasarkan data
15
yang ada, belum ada bukti yang menunjukkan mutasi atau polimorfism leptin atau
reseptornya memainkan peranan yang penting terhadap terjadinya obesitas.Obesitas
berkorelasi dengan meningkatnya kadar leptin, dan korelasi positif meningkat dengan
BMI dan massa lemak sehingga dengan kadarnya yang tinggi akan memberikan
sinyal ke pusat dan terjadi resistensi leptin (Flier, 2008).
Dalam kehamilan kadar leptin akan meningkat selama trimester I dan II serta stabil
pada akhir trimester II dan III, kadarnya akan menurun saat postpartum. Pada
percobaan di tikus, kadar hiperleptinemia selama kehamilan normal berujung pada
resistensi leptin di pusat, keadaan ini merupakan suatu mekanisme kompensasi untuk
penggunaan energi bagi fetus. Fungsi leptin di perifer sebagai parakrin/autokrin yang
bertanggung jawab terhadap sensitivitas insulin, metabolism jaringan, respon
terhadap stress dan fungsi dari reproduksi (Gunatilake, 2011). Fungsi leptin dalam
reproduksi antara lain seperti transport nutrisi di plasenta, plasenta angiogenesis,
mitogenesis dari trofoblas dan imunomodulasi dimana semua fungsi tersebut penting
untuk perkembangan janin dan fungsi plasenta yang adekuat. Sebagai contoh fungsi
leptin dalam transport nutrisi di plasenta adalah pada plasenta aterm leptin menekan
aktivitas SNAT (System A Sodium dependant Neutral Amino Acid Transport)
menerangkan peranan leptin sebagai mediator transport asam amino kepada janin
melalui plasenta, pada IUGR (Intra Uterine Fetal Growth Restriction) aktivitas
SNAT di trofoblast menurun sehingga transport asam amino pun berkurang
sedangkan pada DMG (Diabetes Mellitus Gestasional) kadar SNAT meningkat
16
berakibat transport asam amino tinggi dan terjadi berat badan janin diatas 90 persentil
atau LGA.Obesitas berakibat disregulasi dari fungsi leptin (Tessier, 2013).
Gambar 2.2 Fisiologi dari sistem yang diregulasi oleh Leptin. Meningkat atau
menurunnya kadar Leptin pada Hipotalamus berpengaruh terhadap nafsu makan,
penggunaan energi dan fungsi neuroendokrin serta pengaruhnya di perifer seperti
terhadap sistem imun (Flier, 2008).
Mutasi pada beberapa gen lainnya menyebabkan obesitas pada manusia, beberapa
dari keadaan tersebut adalah sangat jarang terjadi. Mutasi pada gen yang mengkode
proopiomelanocortin (POMC) menyebabkan obesitas berat oleh karena gagal
mensintesa α-MSH, yaitu suatu neuropeptide yang menghambat selera makan di
hipotalamus. Absennya POMC juga berperan terhadap terjadinya insufisiensi adrenal
karena ketiadaan Adrenocorticotropin hormone (ACTH) dengan gambaran kulit
pucat dan rambut kemerahan oleh karena absennya α-MSH. Mutasi Proenzyme
Convertase 1 (PC-1) juga menyebabkan obesitas melalui terhambatnya sintesa α-
17
MSH melalui prekursor peptide yaitu POMC, α-MSH berikatan dengan Melanocortin
receptor type 1 (MC4R) suatu reseptor di hipotalamus yang menghambat makan
(Flier, 2008).
Gambar 2.3 Mekanisme sentral dimana Leptin bertindak meregulasi nafsu makan dan
mempengaruhi berat badan.Sinyal Leptin melalui neuron proopiomelanocortin
(POMC) di Hipotalamus menginduksi meningkatnya produksi α-melanocyte
stimulating hormone (α-MSH), memerlukan processing enzyme PC-1 (proenzyme
convertase 1).α-MSH bertindak sebagai agonist pada melanocortin-4 receptors untuk
menghambat nafsu makan, dan neuro peptida AgRp (Agouti-related peptide)
bertindak sebagai antagonis dari reseptor tersebut. Mutasi yang menyebabkan
obesitas pada manusia ditunjukkan oleh panah berwarna hijau (Flier, 2008).
Kelima defek gen tersebut melalui leptin (stimulasi POMC dan meningkatkan αMSH) mengurangi asupan makanan dan membatasi peningkatan berat badan. Selain
itu juga penelitian pada tikus mengungkapkan beberapa molekul merupakan mediator
di hipotalamus untuk terjadinya obesitas, tub merupakan gen yang mengkode peptide
hipotalamus dengan fungsi yang belum diketahui, mutasi gen tersebut menyebabkan
onset lambat terjadinya obesitas. Gen fat mengkode carboxypeptidase E , suatu
18
peptide untuk pembentukan enzim yang mana apabila terjadi mutasi akan
menyebabkan obesitas oleh karena terjadi gangguan pembentukan beberapa
neuropeptida. Sedangkan AgRP diekspresikan bersama NYP di nucleus arcuatus
saraf, AgRP merupakan antagonis α-MSH saat berikatan dengan MC4R, sehingga
produksinya yang berlebihan dapat menginduksi terjadinya obesitas (Flier, 2008).
Tabel 2.3 Beberapa gen obesitas pada manusia dan tikus (Flier, 2008)
Obesitas diakibatkan oleh karena meningkatnya pengambilan sumber energi
(makanan) atau menurunnya pemakaian energi atau kombinasi keduanya.Jadi untuk
mendefinisikan etiologi dari obesitas maka kedua parameter tersebut harus ada.Ada
teori yang menjelaskan tentang mekanisme fisiologis sehubungan dengan sensibilitas
sistem pada jaringan adipose yang merefleksikan penyimpanan lemak dan
reseptornya di hipotalamus“Adipostat”, ketika simpanan lemak berkurang maka
sinyal dari adipostat akan lemah sehingga hipotalamus akan berespon dengan
19
menstimulasi rasa lapar dan mengurangi pemakaian energi, sebaliknya ketika
simpanan lemak berlebihan maka sinyal tersebut akan meningkat dan hipotalamus
akan berespon dengan menurunkan rasa lapar dan meningkatkan pemakaian energy
(Flier, 2008). Dengan ditemukannya gen ob dan produknya leptin serta gen db yang
mana produknya merupakan reseptor leptin dapat memberikan konsep baru secara
molekular untuk patofisiologi terjadinya obesitas (Farley dkk., 2010).
Berikut juga merupakan tabel yang menunjukkan faktor-faktor yang berkontribusi
untuk terjadinya obesitas selain diet yang tidak sehat dan kurangnya olah raga.
Tabel 2.4 Faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap terjadinya obesitas
(Simmons, 2011)
2.4 Komplikasi Obesitas dalam Kehamilan
20
2.4.1 Abortus spontan
Risiko abortus spontan pada wanita obesitas meningkat, Lashen dkk mengidentifikasi
pada suatu penelitian case control didapatkan OR abortus spontan sebesar 1,2.
Didapatkan juga peningkatan abortus berulang (>3 kali) pada populasi obesitas
dengan OR 3,5. Obesitas berkaitan erat dengan abortus baik itu pada wanita dengan
PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome) ataupun pada wanita dengan morfologi
ovarium normal, disebutkan bahwa 50% wanita obesitas mengalami PCOS
bandingkan dengan wanita berat badan normal sekitar 30%. Pada suatu metaanalisa
terhadap 13 penelitian tentang gonadotropin induksi ovulasi pada wanita dengan
gonadotropin normal yang anovulatori infertil didapatkan bahwa obesitas dan insulin
resistensi berpengaruh terhadap hasil luaran yang buruk terhadap terapi.Abortus
spontan pada obesitas meningkat seiring dengan menurunnya sensitivitas insulin
(Davies, 2010). Mekanisme lain yang mencoba menjelaskan patofisiologi abortus
pada obesitas adalah meningkatnya agen-agen protrombotik dan inflamasi oleh
jaringan adipose. Plasminogen Activator Inhibitor type 1 (PAI-1) berhubungan
dengan meningkatnya abortus spontan pada obesitas, penatalaksanaan dengan
metformin tampaknya mengurangi PAI-1 dan kejadian abortus (Jarvie, 2010).
Berikut adalah beberapa mekanisme terjadinya abortus sehubungan dengan
obesitas:
Tabel 2.6 Mekanisme potensial terjadinya abortus sehubungan dengan obesitas
(Balsells, 2012)
21
2.4.2 Komplikasi medis
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya kelainan medis dalam kehamilan seperti
diabetes gestasional, preeklampsia, penyakit tromboemboli, obstruksi saluran nafas
(sleep apneu), asma, dan low back pain. Pada kehamilan terjadi suatu keadaan
inflamasi dan insulin resisten, hal tersebut fisiologis sebagai kompensasi terhadap
perkembangan hasil konsepsi namun akan memberikan dampak yang buruk apabila
22
kehamilan dialami oleh wanita dengan overweight dan obesitas (Roberts dkk., 2011).
Pada wanita obesitas berisiko 3 kali untuk menderita diabetes dalam kehamilan, oleh
karena keadaan obesitas
menyebabkan disregulasi
keadaan inflamasi
dan
metabolisme tubuh sehingga sangat berpotensi untuk timbulnya hipertensi dan
diabetes.Mediator inflamasi berasal dari adiposit yaitu adipokines, faktor inflamasi
tersebut berhubungan dengan sistem komplemen yang juga berasal dari jaringan
lemak (Dennedy, 2012). Dari literatur juga disebutkan bahwa pada keadaan obesitas
kadar vitamin D lebih rendah dibandingkan dengan wanita hamil dengan berat badan
normal dimana keadaan ini dapat berhubungan dengan terjadinya gestasional diabetes
dan preeklampsia serta terhadap perkembangan otak dan tulang bayi (Karlsson,
2014).
Sistem komplemen merupakan suatu komplek yang terdiri dari > 30 jenis protein
yang sangat penting peranannya dalam imunitas bawaan, secara spesifik ada 3 fungsi
dari sistem komplemen yaitu, sebagai pertahanan melawan infeksi piogenik, sebagai
jembatan antara imunitas bawaan dengan imunitas adaptasi dan untuk membuang
komplek imun, badan apoptosis serta produk yang berasal dari inflamasi, trauma dan
infeksi. Dari penelitian didapatkan beberapa komplemen yang meningkat pada awal
kehamilan berhubungan dengan terjadinya preeklampsia antara lain C3a dan Bb,
peningkatan komplemen ini ditemukan pada ibu hamil dengan obesitas sehingga
dikemukakan suatu hipotesis bahwa pada wanita dengan obesitas yang belum hamil
dan ditemukan peningkatan komplemen yang tersebut diatas maka akan berisiko
tinggi untuk menderita preeklampsia pada kehamilannya. Meningkatnya komplemen
23
C3a akan berisiko 8,8 kali untuk terjadinya preeklampsia sedangkan komplemen Bb
berisiko 10 kali (Lynch dkk., 2012).
2.4.3 Komplikasi perinatal dan postpartum
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya perdarahan dan infeksi postpartum, termasuk
kegagalan dalam proses laktasi, hal tersebut mungkin disebabkan oleh respon
prolaktin pada wanita dengan obesitas sehingga akan meningkatkan penggunaan susu
formula yang mana cenderung menimbulkan obesitas pada bayi tersebut (De
paivadkk., 2012).Dari beberapa literatur menunjukkan bukti bahwa kontraksi uterus
pada wanita obesitas terganggu (Huda, 2010).Pada obesitas terjadi gangguan
proliferasi limfosit dan penurunan produksi CD8+ dan NKT sel sehingga
meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka jahit paska persalinan, infeksi saluran
kemih, serta penggunaan antibiotik yang lebih lama dibandingkan dengan wanita
berat badan normal (Sarbattama dkk., 2013).
2.4.4 Komplikasi pada bayi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas terhadap hasil konsepsi dimulai sejak
awal konsepi, antenatal, intrapartum dan postpartum bahkan sampai pada saat
dewasa. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain :
1. Kelainan kongenital
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko kelainan kongenital
sehubungan dengan obesitas pada ibu. Kelainan tersebut antara lain defek tabung
saraf (DTS), defek jantung, abnormalitas saluran cerna, omfalokel, orofacial cleft dan
kelainan kongenital lainnya pada sistem saraf pusat (Kither, 2012). Dari beberapa
24
penelitian menunjukkan risiko terjadinya defek tabung saraf meningkat seiring
dengan peningkatan BMI dibandingkan dengan BMI normal. Terjadinya kelainan
kongenital tersebut belum sepenuhnya dipahami patofisiologinya, diperkirakan
sehubungan dengan kadar hiperglikemia yang memicu radikal bebas sehingga agen
vasokonstriktor seperti tromboksan meningkat berbanding terbalik dengan agen
vasodilator seperti prostasiklin yang menurun akibatnya aliran darah terganggu
termasuk disini adalah berkurangnya asupan nutrisi terlebih saat organogenesis.
Dilain pihak dalam percobaan pada binatang menunjukkan bahwa suplai bermacam
nutrisi yang berlebih seperti glukosa dan asam amino dapat bersifat embriotoksis
dimana keadaan tersebut memicu oksigen reaktif terhadap protein, lemak dan DNA di
mitochondria sehingga terjadi oksidasi dan kerusakan sel (Stotland, 2009).
Tabel 2.7 Beberapa patofisiologi obesitas terhadap kelainan kongenital
(Balsells, 2012)
25
Pada penelitian menggambarkan bahwa wanita yang melahirkan bayi dengan
kelainan jantung menunjukkan tingginya kadar kolesterol total, LDL kolesterol,
apolipoprotein B, ratio kolesterol total/HDL. Tingginya kadar kolesterol berbanding
lurus dengan peningkatan BMI. Tingginya oksidasi LDL kolesterol menginduksi
apoptosis dan mempengaruhi endothelial growth factor pembuluh darah yang
merupakan faktor penting dalam regulasi pembentukan endokardial (Balsells, 2012).
Berikut adalah tabel kelainan kongenital sehubungan dengan obesitas dalam
kehamilan :
Tabel 2.8 Obesitas dan kelainan kongenital (Gunatilake, 2011)
26
2. Makrosomia
Pada suatu penelitian kohort prospektif menunjukan bahwa peningkatan BMI
berkorelasi dengan peningkatan kejadian aspirasi mekonium, gawat janin dan
rendahnya apgar skor.Wanita dengan obesitas, pregestasional diabetes, gestasional
diabetes berisiko untuk melahirkan bayi makrosomia, yaitu bayi dengan berat badan
>90 persentil (LGA, Large for Gestasional Age) atau >4,5kg atau > 2 SD. Dalam
penelitian menunjukkan dari 100 bayi yang lahir dengan LGA, 11 diantaranya berasal
dari ibu dengan obesitas, sedangkan 4 lahir dari ibu dengan pregestasional diabetes,
hal tersebut menunjukkan bahwa prevalensi bayi LGA lebih sering pada wanita
dengan obesitas dibandingkan wanita dengan pregestasional diabetes (Buschur,
2012).Dari literatur disebutkan bahwa kadar trigliserid wanita obesitas merupakan
prediktor yang baik untuk memperkirakan bayi makrosomia pada wanita tersebut
baik dengan atau tanpa disertai diabetes dalam kehamilan (Shaikh, 2010).
3. Prematuritas
Dari beberapa literatur menunjukkan perbedaan pendapat bahwa obesitas
menyebabkan prematuritas, tetapi lebih cenderung prematuritas disebabkan oleh
penyakit yang diderita oleh ibu yang mana risiko kejadiannya meningkat apabila ibu
mengalami obesitas (Vaswani, 2013).
4. Antepartum stillbirth
Dari penelitian didapatkan bahwa peningkatan BMI sebelum hamil berhubungan
dengan kejadian stillbirth, patofisiologi yang menerangkan peningkatan risiko
terjadinya hal tersebut hingga saat ini belum jelas.Kemungkinannya adalah
27
berhubungan dengan penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas seperti diabetes
mellitus dan hipertensi. Penjelasan lain penyebabnya adalah oleh karena sleep apnoe
yang diikuti dengan fetal hipoksia, kelainan metabolisme ibu seperti hiperlipidemia
sehingga terjadi plasenta arterosklerosis berakibat menurunnya aliran darah ke
plasenta atau kesulitan ibu dalam menilai perburukan gerakan bayi (Huda,
2010).Risiko terjadinya stillbirthpada wanita hamil dengan obesitas 2-5 kali lebih
tinggi dibandingkan wanita dengan BMI normal. Risiko stillbirthpada obesitas
meningkat seiring pertambahan usia kehamilan. Studi epidemiologi menunjukkan
pada obesitas kelas III risiko terjadinya stillbirth 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan
obesitas kelas I. Studi tersebut juga menyatakan bahwa wanita hamil dengan BMI
overweight, obesitas kelas I, dan obesitas kelas II risiko stillbirth pada usia kehamilan
30-42 minggu dalam grafik ditunjukkan linier, berbeda pada obesitas kelas III dan
BMI > 50 kg/m2 dimana risikonya meningkatcepat seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan (Yao dkk., 2014).
5. Morbiditas perinatal
Bayi yang lahir dari ibu dengan obesitas berisiko tinggi untuk dirawat di Neonatal
Intensive Care Unit (NICU) oleh karena aspirasi mekonium dan distosia bahu, selain
itu juga obesitas berhubungan dengan hipoglikemia, jaundice dan gangguan
pernafasan bayi. Sedangkan hubungan antara obesitas dengan early neonatal death
belum dapat dipahami secara jelas, tetapi dari 3 penelitian menunjukkan kedua hal
tersebut berhubungan, sedangkan pada penelitian lain memperlihatkan hubungan
antara early neonatal death dengan wanita obesitas primipara (Rowlands dkk., 2010).
28
6. Kejadian obesitas pada anak yang lahir dari ibu obesitas
Dari beberapa literatur menjelaskan bahwa keadaan pada anak dikemudian hari
telah terprogram sejak awal konsepsi dalam kandungan.Hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti nutrisi dan hormon yang berperan terhadap fungsi organ tubuh
dan sistem yang meregulasinya sehingga jika terjadi gangguan pada saat awal
pengaturan tersebut maka berimplikasi pada keadaan seperti obesitas dan diabetes
atau berbagai macam penyakit lainnya. Konsep tentang perinatal programming
tersebut pertama kali diungkapkan oleh Dorner (1975) melalui hipotesanya
“functional teratology”, ide utama pada konsep tersebut adalah bahwa hormon dan
hormone like factorseperti sitokin dan neurotransmiter sangat berpengaruh terhadap
lingkungan perkembangan hasil konsepsi. Selama fase awal konsepsi hormon
berperan terhadap neuroendocrine-immune system (NEIS) yang meregulasi fungsi
yang sangat fundamental dari kehidupan seperti fungsi reproduksi, imunitas termasuk
pertumbuhan berat badan, dan otak (Hipotalamus) merupakan pusat dari regulasi
NEIS tersebut (Harder, 2012).
Pada penelitian epidemiologi didapatkan bahwa wanita hamil obesitas dengan
janin overnutrisiberpotensi untuk tumbuh menjadi obesitas. Penelitian tersebut
menunjukkan bayi yang lahir dari ibu obesitas memiliki massa lemak yang lebih
banyak dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu dengan BMI normal (Adamo
dkk., 2013). Penting untuk diperhatikan bahwa bayi yang terlahir dari ibu overweight
atau obesitas 2 kali berisiko untuk menjadi obesitas pada usia 24 bulan dan anak-anak
29
dengan BMI yang lebih dari normal cenderung untuk mengalami berat badan lebih
pada usia 12 tahun (Desai dkk., 2014).
Pada penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa tiap peningkatan 1 kg
berat badan bayi baru lahir meningkatkan kecenderungan sebesar 5% untuk
terjadinya overweight saat remaja.Selain itu juga dari penelitian tersebut menyatakan
bahwa bayi yang lahir dengan berat badan lebih tersebut sangat dipengaruhi oleh
status berat badan ibu saat sebelum hamil maupun selama kehamilan (Paliy, 2014).
Gambar 2.4 Hubungan potensial antara berat badan ibu selama dan setelah kehamilan
dengan risiko peningkatan berat badan pada bayinya(Paliy, 2014).
2.5Prakonsepsi dan manajemen selama kehamilan
Idealnya intervensi yang dilakukan sehubungan dengan obesitas dan
kehamilan dilakukan pada masa prakonsepsi yang kemudian dilanjutkan saat
kehamilan dan persalinan, namun yang sering terjadi adalah kehamilan sudah
terdiagnosa sebelum dilakukan intervensi prakonsepsi sehingga janin sudah terlebih
dahulu terpapar lingkungan yang buruk untuk berkembang dengan konsekuensinya
terjadi gangguan organogenesis.
30
Wanita yang mengalami obesitas seharusnya didorong lebih keras untuk
mencapai BMI yang ideal sebelum merencanakan kehamilan (BMI : 18,5-24,9 kg/m2)
dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olah raga dan
farmakoterapi. Pengurangan berat badan merupakan tujuan utama dari intervensi
pada wanita yang obesitas sebelum merencanakan kehamilan. Data dari beberapa
penelitian kohort prospektive menunjukan penambahan berat badan sebelum
kehamilan meningkatkan risiko untuk terjadinya preeklampsia (odds rasio, 3,2; 95%
interval kepercayaan, 2,5-4,2), sedangkan penurunan berat badan sebelum kehamilan
sehingga mencapai BMI normal pada wanita obesitas menurunkan risiko persalinan
dengan seksio sesaria dan bayi makrosomia (Gunatilake, 2011).
Obesitas sangat berkaitan erat dengan tejadinya penyakit kardiovaskular dan
kelainan metabolik termasuk didalamnya adalah diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperlipidemia. Persiapan prakonsepsiakan mendukung keadaan ibu-janin dan
neonatus kearah yang baik. Dari sebuah penelitian prospektif random yang dilakukan
selama 2 tahun dengan intervensi meliputi diet sehat dan modifikasi gaya hidup
menunjukan rata-rata penurunan berat badan sebanyak 4 kg diantara wanita obesitas
berpengaruh terhadap pengurangan yang signifikan dari lingkar abdomen (5%) dan
kadar trigliserida (16%). Diet sehat dengan pengurangan asupan kalori yang
dikombinasi dengan aerobik setiap hari direkomendasikan oleh American College of
Obstetricians and Gynecologist(ACOG) (Gunatilake, 2011).
Aktivitas fisik seperti olah raga dapat direkomendasikan pada wanita hamil
dengan obesitas tanpa komplikasi (kontraindikasi absolut) seperti pecah ketuban,
31
partus prematurus iminen, hipertensi dalam kehamilan, inkompetensi serviks,
kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat, kehamilan multiple (≥ 3), plasenta
previa setelah trimester II, diabetes mellitus tipe I yang tidak terkontrol, penyakit
tiroid, penyakit jantung dan saluran pernafasan serta penyakit gangguan
sistemik.Olah raga yang dianjurkan adalah yang tidak mengutamakan penggunaan
berat badan dan yang jauh dari kemungkinan trauma abdomen. Disebutkan dari
literatur bahwa dengan olah raga yang adekuat dapat meningkatkan sensitivitas
insulin sehingga mencegah terjadinya bayi besar, seperti pada penelitian di Denmark
terhadap 80.000 bayi yang lahir menunjukkan bahwa olah raga yang tepat selama
kehamilan dapat menurunkan risiko berat badan bayi lahir lebih maupun rendah.
Walaupun begitu belum ada satupun teknik yang tepat untuk semua wanita obesitas
karena hal tersebut tergantung dari masing-masing individu dan ahli yang
menanganinya (Seneviratne, 2014).
Tabel berikut adalah panduan secara umum apabila wanita hamil dengan
obesitas akan berolah raga :
32
Tabel 2.9 Panduan umum olah raga pada wanita hamil dengan obesitas
(Seneviratne, 2014).
33
2.5.1
Bedah Bariatrik dan kehamilan
Tindakan bedah bariatriksesuai untuk wanita dengan BMI ≥40 kg/m2 atau
untuk wanita dengan BMI > 35 kg/m2 yang menunjukan suatu gejala ke arah diabetes
mellitus, penyakit jantung koroner, gangguan sendi atau sleep apnea berat. Pasien
yang menjalani bedah bariatrik untuk mengurangi berat badan secara umum
menunjukan perbaikan kualitas hidup terlebih jika dikombinasi dengan menjalankan
gaya hidup sehat (Wuntakal, 2009). Pasien yang menjalani bedah bariatrik ini
disarankan untuk tidak hamil paling sedikit 12-18 bulan setelah tindakan bedah untuk
menghindari risiko komplikasi dari tindakan serta kemungkinan paparan terhadap
fetus akibat hilangnya berat badan yang cepat. Observasi setelah tindakan bedah
tersebut harus terus dilakukan mengingat komplikasi yang dapat timbul paska operasi
seperti obstruksi usus, infeksi, perforasi lambung, striktur dan defisiensi mikronutrien
seperti vitamin B12, asam folat, dan zat besi bahkan kematian setelah tindakan ini
pernah dilaporkan.Secara umum bedah bariatrik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok
berdasarkan mekanismenya mengurangi berat badan yaitu prosedur restriksi
,malabsorbsidan penurunan penyerapan zat makanan (Gunatilake, 2011).
Prosedur pada kelompok pertama meliputi vertical banded gastroplasty,
sleeve gastrectomy dan laparoscopic adjustable gastric band (LAGB), ketiga
prosedur tersebut mengurangi pengambilan energi dengan cara mengurangi kapasitas
penyimpanan lambung sehingga makanan yang masuk dalam jumlah kecil saja sudah
bisa menginduksi rasa puas (Guelinckx, 2012).
34
Gambar2.5 laparoscopic adjustable gastric band (LAGB)(Guelinckx, 2012).
Prosedur pada kelompok kedua dengan mekanisme malabsorbsi yaitu meliputi
prosedur Scopinaro (biliopancreatic diversion) dan bypass jejunoileal yaitu dengan
memotong sebagian besar usus halus sehingga mengurangi penyerapan nutrisi dan
energi, namun prosedur tersebut saat ini sudah ditinggalkan mengingat komplikasi
jangka panjang meliputi kelainan pada hati, batu ginjal, gagal ginjal, arthritis dan
malnutrisi. Kelompok prosedur yang ketiga adalah dengan mengurangi pengambilan
energi secara duodenal switch dan roux-en Y gastric bypass(RYGB), yaitu dengan
membuat kantong lambung kecil lalu disambung langsung ke jejunum tanpa melalui
sebagian besar lambung, duodenum dan proksimal dari jejunum. Dari bermacam
prosedur tersebut diatas menurut data yang paling sering dilakukan adalah LAGB
(42,3%), roux-en Y gastric bypass (39,7%), total sleeve gastrectomy (4,5%).
Komplikasi jangka panjang yang ditimbulkan oleh prosedur LAGB meliputi
hiperemesis, prolaps gaster, dilatasi esophagus, erosi dan nekrosis gaster, Sedangkan
komplikasi RYGB meliputi ulkus, herniasi(Guelinckx, 2012).
35
Gambar2.6 Roux-en Y gastric bypass(RYGB)(Guelinckx, 2012).
2.5.2
Manajemen Antenatal
Diperlukan manajemen yang tepat dan berkelanjutan dan melibatkan beberapa
disiplin ilmu guna memperoleh hasil kehamilan yang optimal.
1. Trimester I
Pemeriksaan USG wajib dilakukan untuk menentukan usia kehamilan dan
keadaan hasil konsepsi mengingat keadaan seperti disfungsi ovulasi dan
oligomenorrhea sering terjadi pada wanita dengan obesitas sehingga untuk penentuan
usia kehamilan berdasarkan hari pertama menstruasi terakhir (HPHT) sulit
ditentukan. Pemeriksaan fisik yang menyeluruh harus dilakukan dan lebih ditekankan
sehingga informasi yang didapatkan bisa menegakan suatu kelainan medis seperti
diabetes mellitus, gangguan kelenjar tiroid, hipertensi, penyakit hati dan kandung
empedu, sleep apnea serta penyakit jantung yang mana sering terjadi pada wanita
dengan obesitas. Pemeriksaan laboratorium sebagai tindakan rutin juga dapat
dilakukan seperti pemeriksaan fungsi hati, ginjal, gula darah, asam urat, dan urine
36
tampung 24 jam untuk mengevaluasi adanya protein urine terlebih pada obesitas kelas
III termasuk pemeriksaan ekokardiografi untuk mengevaluasi adanya kardiomiopati.
Wanita hamil dengan obesitas juga mungkin memerlukan konsultasi dengan spesialis
paru, jantung, endokrin atau yang lainnya tergantung indikasi yang ada.Dan yang
tidak kalah pentingnya adalah bahwa wanita tersebut juga harus dijelaskan perihal
kemungkinan hasil akhir yang buruk dari kehamilan tersebut baik itu terhadap hasil
konsepsinya atau bagi ibu sendiri (Gunatilake, 2011).
Pada suatu penelitian besar yang melibatkan hasil luaran dari 1,4 juta
kehamilan menunjukan korelasi positif antara BMI dan risiko terjadinya
preeklampsia. Wanita hamil dengan obesitas juga harus diingatkan sehubungan
dengan peningkatan risiko abortus spontan 2 kali lipat dibandingkan dengan wanita
dengan BMI normal.Obesitas juga berisiko untuk terjadinya kelainan kongenital
seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Gunatilake, 2011).
Pasien obesitas harus mendapatkan konseling tentang diet nutrisi sehubungan
dengan penambahan berat badan selama kehamilan karena penambahan berat badan
yang berlebih berhubungan erat dengan bayi makrosomia, tindakan operatif
pervaginam, seksio sesaria serta komplikasi pada neonatal dengan meningkatnya
perawatan di NICU (Gunatilake, 2011).Pasien juga harus ditekankan bahwa tujuan
utama yang ingin dicapai selama kehamilan adalah pertambahan berat badan yang
terbatas bukan penurunan berat badan. Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa
komplikasi seperti preeklampsia, IUGR, bayi makrosomia berkurang apabila
penambahan berat badan selama kehamilan pada obesitas kelas II dan III kurang dari
37
10 pon (4,5 kg). Berikut adalah tabel pertambahan berat badan yang
direkomendasikan selama kehamilan termasuk pada penderita obesitas (Vinter,
2012).
Tabel 2.10 Rekomendasi kenaikan badan selama kehamilan (Gunatilake, 2011).
Wanita yang hamil harus mengatur penambahan berat badan mereka berdasarkan
BMI sebelum hamil seperti yang ditunjukkan pada tabel diatas.
Berikut adalah prosedur yang direkomendasikan oleh NICE sehubungan
dengan nutrisi dan aktivitas sebelum konsepsi dan selama kehamilan.
38
Tabel2.11Nutrisi dan aktivitas sebelum konsepsi dan intrapartum berdasarkan
BMI(Buschur, 2012)
Jika wanita hamil memiliki aktivitas yang rendah direkomendasikan untuk
melakukan aktivitas ringan selama 15 menit 3 kali dalam seminggu kemudian dapat
ditingkatkan selama 30 menit setiap hari sesuai yang dapat ditoleransi, ACOG dan
RCOG merekomendasikan aerobikseperti yang telah ditunjukkan pada halaman
sebelumnya. Sedangkan bagi ibu hamil yang aktivitasnya telah tinggi maka tidak
dianjurkan untuk melakukan olah raga yang berlebihan.Nutrisi yang seimbang dan
olah raga yang sesuai dapat memberikan dampak yang baik bagi wanita hamil dengan
obesitas (Buschur, 2012).
39
2. Trimester II
Manajemen pada trimester II ini melanjutkan apa yang telah dilakukan pada
trimester I perihal adanya kelainan kongenital sehubungan dengan tingginya risiko
tersebut pada wanita hamil dengan obesitas. Kemungkinan terjadinya kelainan
kongenital seperti defek tabung neural dan malformasi jantung telah dilaporkan
sebelumnya bahwa sangat tinggi termasuk hernia diafragmatika, hidrocephalus,
hipospadia, kista ginjal, omfalokel, dan orofasial cleft. Atas dasar itulah maka pasien
obesitas harus dijadwalkan untuk dilakukan pemeriksaan USG untuk fetal anatomi
skaning pada pertengahan trimester serta dipertimbangkan untuk dilakukan fetal
ekokardiografi antara 22-24 minggu usia kehamilan. Menjadi sebuah tantangan
bahwa pemeriksaan USG pada wanita obesitas akan lebih sulit dilakukan mengingat
anatominya sehingga membutuhkan pemeriksaan pada trimester selanjutnya
(Gunatilake, 2011).
Apabila didapatkan suatu kelainan anatomi maka diperlukan suatu tindakan
invasif selanjutnya yaitu dapat berupa amniocentesis atau pengambilan sampel villi
chorion walaupun tindakan ini akan lebih sulit dilakukan pada wanita obesitas dan
belum ada data yang menunjukan komplikasi yang terjadi pada wanita tersebut
sehubungan dengan tindakan invasif yang dilakukan. Tujuan lainnya yang ingin
dicapai pada trimester ke-2 ini adalah tentang penambahan berat badan dan diet yang
direkomendasikan, perbaikan terhadap faktor-faktor co-morbid apabila ditemukan
sebelumnya, serta konsultasi ke disiplin ilmu lainnya apabila dibutuhkan (Gunatilake,
2011).
40
3. Trimester III
Pada trimester III merupakan suatu periode kritis dimana masalah ibu-janin
mulai menunjukan manifestasinya secara klinis dan berkontribusi terhadap hasil
luaran yang tidak baik.Obesitas sangat berisiko untuk terjadinya kelahiran prematur,
yang mana dari beberapa penelitian menunjukan bahwa persalinan prematur tersebut
lebih diakibatkan oleh komplikasi medis yang terjadi seperti diabetes mellitus dan
hipertensi. Data terbaru juga menggambarkan bahwa tingginya BMI prakonsepsi
serta pertambahan berat badan selama kehamilan berkorelasi dengan lamanya usia
kehamilan yang tampak dengan tingginya risiko kehamilan post date serta
meningkatnya kebutuhan untuk dilakukannya induksi persalinan (Gunatilake, 2011).
Pasien obesitas dengan hipertensi kronis harus dimonitoring secara ketat
karena sangat berisiko untuk berkembang menjadi superimposed preeklampsia, ketika
pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada pasien tersebut maka yang perlu
diperhatikan adalah pemakaian cuff yang sesuai. Pada pasien obesitas yang telah
dilakukan skrining gula darah pada trimester awal dan hasilnya normal maka dapat
dilakukan pemeriksaan ulang pada usia kehamilan 24-28 minggu. Secara
epidemiologi wanita hamil dengan obesitas memiliki risiko 2-3 kali untuk terjadinya
IUFD (Intra Uterine Fetal Death), walaupun faktor-faktor co-morbidseperti diabetes
mellitus dan hipertensi sudah terkontrol. Mekanisme pasti terjadinya hal tersebut
sampai saat ini belum secara jelas daapt dipahami, namun beberapa hipotesis
mencoba menjelaskan bagaimana terjadinya hal itu yaitu bahwa obesitas
meningkatkan mediator inflamasi yang berakibat pada disfungsi endothelial,
41
termasuk kadar gula darah yang tidak terkontrol pada diabetes mellitus yang tidak
terdiagnosa sebelumnya juga memainkan peranan penting untuk terjadinya fetal
anomali.Sehingga hal ini menjadi alasan untuk melakukan pemeriksaan antenatal
yang lebih sering pada trimester ke-3 (Gunatilake, 2011).
Wanita hamil dengan obesitas 2 kali berisiko melahirkan bayi makrosomia
dengan segala sekuele yang ditimbulkannya walaupun faktor predisposisinya seperti
diabetes mellitus sudah dikontrol.Bukan hanya bayi makrosomia yang ditemukan
pada kehamilan dengan obesitas tetapi juga didapatkan bayi IUGR (Intra Uterine
Growth Restriction) hal ini terjadi terlebih apabila sudah ada penyakit penyerta
seperti diabetes mellitus dan hipertensi. Oleh karena sulitnya mengevaluasi
pertumbuhan janin melalui
pengukuran tinggi fundus uterus (TFU) sehubungan
dengan anatomi wanita obesitas maka pengukuran dengan USG sangat dianjurkan.
Informasi yang didapatkan digunakan sebagai dasar pemilihan mode of delivery
(MOD) (Gunatilake, 2011).
Berikut adalah manajemen praktis sehubungan dengan wanita hamil dengan
berat badan lebih atau obesitas (Shaikh, 2010) :
a. Konseling prakonsepsi

Perubahan gaya hidup

Konsumsi asam folat 5 mg jika BMI > 35

Pemberian vitamin D 10 ug selama hamil dan menyusui
b. Antenatal

Dokumentasi tinggi dan berat badan selama kehamilan
42

Dokumentasikan obesitas sebagai faktor risiko dan konsultasikan pada
disiplin ilmu lain secara tepat

Ukur tekanan darah dengan menggunakan ukuran cuff yang sesuai

Identifikasi faktor risiko tromboemboli dan berikan pencegahan yang
tepat

Tawarkan pemeriksaan gula darah

Tawarkan untuk konsultasi dengan ahli anestesi dan rencana
persalinan
c. Perinatal

Perencanaan persalinan di fasilitas kesehatan yang tersedia ahli
kebidanan dan anestesi

Antisipasi terhadap kesulitan sehubungan dengan tindakan intubasi
dan epidural

Manajemen aktif kala III

Pemberian antibiotik profilaksis sebelum tindakan bedah

Identifikasi faktor risiko terjadinya tromboemboli dan gunakan
pencegahan yang tepat
d. Postpartum

Motivasi untuk pemberian ASI

Pemberian informasi dan edukasi sehubungan dengan perubahan pola
hidup dan perencanaan kehamilan yang berikutnya
43

Jika sebelumnya dengan diagnosa diabetes mellitus gestasional maka
sarankan pemeriksaan rutin sehubungan dengan kemungkinan
terjadinya diabetes mellitus tipe II
4. Ultrasonografi (USG)
Waktu yang tepat untuk skrining anatomi janin adalah pada usia kehamilan
18-22 minggu, kemampuan sonografer untuk mengevaluasi sangat dipengaruhi oleh
ukuran tubuh pasien. ± 15% dari struktur normal yang tampak akan kurang optimal
pada wanita dengan BMI diatas 90 persentil. Pada wanita tersebut hanya 63% dari
struktur yang akan tampak dengan jelas. Struktur anatomi secara umum akan kurang
jelas seiring dengan peningkatan BMI termasuk denyut jantung janin, tulang
belakang, diafragma, ginjal dan tali pusat. Visualisasi tulang belakang fetus
dilaporkan berkurang dari 43% menjadi 29% pada wanita obesitas dibandingkan
dengan BMI normal sehingga denganmengulang evaluasi 2-4 minggu kemudian akan
mengurangi tidak optimalnya penilaian sebelumnya. Penilaian anatomi janin pada
wanita obesitas sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 20-22 minggu. Suatu
tantangan terhadap penggunaan USG pada wanita obesitas dimana terjadi
peningkatan risiko kelainan kongenital. Nuthalapathy dan Rouse mereview
17
penelitian yang dilakukan sejak tahun 1978-2003 didapatkan hubungan antara BMI
sebelum hamil dengan kejadian kelainan kongenital, mereka melaporkan terjadi
peningkatan 2 kali lipat defek tabung saraf. Perkiraan berat badan janin dengan USG
tidak lebih superior dibandingkan dengan pemeriksaan fisik.Meskipun kedua metode
tersebut memiliki kesalahan sebesar 10%, pada suatu laporan yang disampaikan oleh
44
Field dkk.30% perkiraan berat badan janin dengan USG pada wanita obesitas setelah
melahirkan menunjukkan perbedaan > 10% dengan berat badan sebenarnya
((Schaefer-Graf, 2012).
2.6 Persalinan
Pengukuran tanda-tanda vital pada pasien dengan obesitas juga terkadang
menimbulkan kesulitan, contohnya dalam pengukuran tekanan darah karena jaringan
lemak yang tebal maka membutuhkan cuff yang tepat untuk menghasilkan
pengukuran yang akurat. Pada wanita hamil dengan obesitas yang inpartu harus
dilakukan observasi tanda vital secara ketat termasuk monitoring janin yang mana
akan lebih sulit sehubungan dengan anatomi ibu. Yang perlu ditekankan bahwa pada
pasien dengan obesitas memiliki risiko untuk pemanjangan waktu dari fase aktif dan
terkadang membutuhkan akselerasi dengan oksitosin yang dosisnya lebih tinggi dari
BMI normal (Gunatilake, 2011).
Wanita hamil inpartu dengan BMI > 30 kg/m2 memiliki risiko 1,5 kali
sedangkan BMI > 40 kg/m2 berisiko 2 kali untuk persalinan yang berakhir dengan
operative vaginal delivery, yang mana berkaitan dengan tingginya angka morbiditas
baik terhadap bayi maupun ibu. Dari beberapa laporan juga mengatakan kejadian
distosia bahu (2,7 kali) dan trauma jalan lahir lebih sering terjadi pada wanita hamil
dengan obesitas (Gunatilake, 2011).
Obesitas juga berkontribusi terhadap terjadinya kegagalan dalam induksi
persalinan. Pada suatu analisa diperoleh data bahwa wanita dengan BMI > 40
45
kg/m2membutuhkan kadar oksitosin yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama (5,0
unit dan 8,5 jam) dibandingkan dengan BMI normal (2,6 unit dan 6,5 jam). Pada
penelitian di Eropa yang mengobservasi > 200.000 persalinan ditemukan wanita
dengan BMI > 40 kg/m2 berisiko 4 kali untuk dilakukan seksio sesaria oleh karena
tidak adanya kemajuan persalinan, bahkan apabila terjadi persalinan normal maka
kemajuan persalinannya lebih lambat pada wanita obesitas, pada penelitian prospektif
terhadap 509 nullipara didapatkan rata-rata kemajuan dilatasi serviks lambat dan
apabila dilakukan induksi juga membutuhkan waktu yang lebih panjang. Penelitian
lain juga menunjukan hasil durasi rata-rata dilatasi serviks 4-10 cm lebih lama pada
wanita overweight dan obesitas dibandingkan dengan BMI normal (7,5 ; 7,9 ; 6,2
jam), mekanisme terjadinya keadaan ini hingga saat ini belum diketahui secara pasti
(Gunatilake, 2011). Namun pada percobaan in vitro saat operasi seksio sesaria
didapatkan gangguan kontraksi dari miometrium, gangguan tersebut dalam
demonstrasi disebabkan oleh kurangnya atau terganggunya lalu lintas ion kalsium
yang mungkin disebabkan oleh perubahan viskositas dan kestabilan membran sel
karena tingginya kadar kolesterol.pendapat lain juga menyatakan bahwa leptin, yaitu
suatu bahan yang dilepaskan oleh jaringan lemak menghambat pelepasan oksitosin
sehingga menghambat terjadinya kontraksi uterus (Bogaerts, 2013).
Data dari berbagai penelitian menggambarkan bahwa terjadi peningkatan
seksio sesaria emergensi maupun elektif pada wanita hamil dengan obesitas, dan
korelasi positif ini bukan hanya dilihat dari BMI sebelum hamil tapi juga oleh karena
pertambahan berat badan yang masif saat hamil.Pada penelitian lain terhadap >16.000
46
pasien didapatkan angka seksio sesaria pada wanita hamil normal sebesar 20,7%
bandingkan dengan wanita hamil dengan obesitas sebesar 33,8% (BMI 30-34,9
kg/m2), sedangkan wanita dengan BMI > 35kg/m 2 kejadian seksio sesaria mencapai
50%. Risiko tersebut berkaitan erat dengan komplikasi obesitas terhadap kehamilan
seperti bayi makrosomia, bayi IUGR, diabetes mellitus dan hipertensi. Seksio sesaria
pada obesitas juga sangat berisiko berkaitan dengan terjadinya ruptur uterus, plasenta
previa, plasenta akreta termasuk kejadian morbiditas peri operatif seperti trauma saat
operasi, perdarahan, meningkatnya perawatan di ICU (Intensive Care Unit)dan
kebutuhan untuk dilakukan transfuse (Gunatilake, 2011).
Tabel 2.12 Komplikasi peripartum sehubungan dengan obesitas(Gunatilake, 2011).
47
2.7 Vaginal birth after cesarean delivery(VBAC)
Pada wanita yang hamil tanpa kontraindikasi apabila pada kehamilan pertama
persalinannya dengan seksio sesaria akan mempertimbangkan untuk persalinan
pervagina pada persalinan berikutnya. Keberhasilan persalinan pervaginam setelah
seksio sesaria didapatkan sekitar 80%.Sedangkan pada wanita hamil dengan obesitas
yang kehamilan sebelumnya menjalani seksio sesaria menunjukan keberhasilan untuk
dilakukan VBAC sangat rendah. Dalam satu penelitian prospektif multisenter yang
melibatkan >4000 persalinan VBAC didapatkan angka kegagalannya pada BMI 25,029,9 kg/m2 sebesar 30% dan BMI ≥ 40 kg/m239% bandingkan dengan BMI normal
yang sebesar 15%. Begitu juga terhadap kejadian uterine scar dehiscence atau ruptur
pada obesitas sebesar 2,1% sedangkan non obesitas 0,9%. Pada penelitian lain
terhadap VBAC melaporkan wanita dengan berat badan >300 pon (> 136kg) angka
keberhasilannya hanya 13%, bandingkan dengan berat badan < 200 pon (< 90kg)
dimana angka keberhasilannya sebesar 82% (Gunatilake, 2011).
Dari penelitian tersebut diatas maka pada wanita dengan obesitas terutama
kelasyang tinggi disarankan untuk persalinan dengan cara seksio sesaria elektif
mengingat komplikasi yang mungkin terjadi seperti gawat janin, prolaps tali pusat,
rupture uterus, dan solusio plasenta yang dapat terjadi sewaktu-waktu sehingga
membutuhkan tindakan yang cepat untuk melahirkan bayi sedangkan disatu sisi suatu
keadaan obesitas membutuhkan waktu yang lama dari insisi kulit sampai lahirnya
bayi oleh karena ketebalan dari jaringan lemak ibu. Perlu diperhatikan juga bahwa
dari beberapa literatur menyatakan terjadi peningkatan risiko sehubungan dengan
48
tindakan operasi pada wanita obesitas seperti infeksi, perdarahan, dan tromboemboli.
Namun hal-hal berikut dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan seksio
sesaria sebagai tindakan primer pada wanita obesitas (Gunatilake, 2011):
1. Rata-rata angka kejadian seksio sesaria pada wanita obesitas yang ekstrim
sebesar 50%.
2. Risiko terjadinya perdarahan dan infeksi akibat seksio sesaria emergensi entah
itu atas indikasi ibu ataupun bayi lebih besar dibandingkan dengan seksio
sesaria elektif.
3. Bahwa wanita hamil dengan obesitas yang ekstrim memiliki kemungkinan
tindakan seksio sesaria emergensi yang sangat tinggi.
4. Didapatkan pula bahwa tindakan seksio sesaria pada wanita dengan obesitas
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan wanita normal.
Informed consent yang tepat harus diberikan kepada pasien dan keluarga sehubungan
dengan tindakan yang akan dilakukan.
2.8Pertimbangan anestesi
Intrapartum merupakan suatu periode yang krusial sehubungan dengan
anestesi, dari beberapa laporan menyatakan hampir mencapai 75% kematian ibu
hamil berkaitan dengan anestesi pada wanita obesitas, akibat kegagalan dalam
pemasangan endotracheal tube(ETT). Dibandingkan dengan wanita BMI normal
pada obesitas angka kegagalan intubasi dan epidural lebih tinggi sehingga menjadi
49
suatu pertimbangan untuk dilakukan pemasangan kateter epidural lebih awal
walaupun analgetik epidural belum diperlukan mengingat risiko tersebut diatas.
Bahkan direkomendasikan untuk wanita hamil dengan obesitas terutama kelas III
untuk dikonsultasikan ke bagian anestesi pada saat trimester III atau menjelang
persalinan sehingga dapat diantisipasi peralatan apa saja yang dibutuhkan sehubungan
dengan kesulitan pembiusan dan untuk mempertahankan jalan nafasnya (Gunatilake,
2011).
2.9Manajemen intraoperatif
Pasien hamil dengan obesitas berisiko tinggi terjadi aspirasi lambung dan
trauma paru, idealnya pasien jangan makan apapun pada saat masuk fase aktif
persalinan atau 8 jam sebelum seksio sesaria. Pasien harus diberikan antasida
nonparticulate untuk profilaksis sebelum induksi anestesi (general atau regional).
Penggunaan H2 reseptor bloker ( ranitidin 150mg oral atau 50mg intravena), protonpump
inhibitor
(Omeprazole
40mg
intravena)atau
dopamin
antagonis
(Metocloperamide 10mg intravena pelan) dapat diberikan saat persalinan atau
sebelum seksio sesaria untuk mengurangi aspirasi lambung (Gunatilake, 2011).
Pasien obesitas juga berisiko tinggi untuk mengalami infeksi luka operasi dan
endometriosis. Suatu review terhadap 66 percobaan menunjukan penggunaan
antibiotik profilaksis perioperasi mencegah terjadinya infeksi luka operasi dan
50
endometritis sebesar 75%. Antibiotik broad spektrum segera diberikan sebelum insisi
kulit (Gunatilake, 2011).
Tromboemboli merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil di
Amerika serikat dan hal tersebut terjadi lebih sering pada ibu hamil dengan
obesitas.Seperti yang dilaporkan oleh Edwards dkk. pada 683 wanita obesitas (BMI >
29 kg/m2) dibandingkan dengan 660 wanita berat badan normal (BMI 19,8-26,0
kg/m2) didapatkan insiden tromboembolisme sebesar 2,5% pada wanita obesitas
sedangkan pada wanita berat badan normal hanya sebesar 0,6%. Mengingat risiko
tersebut maka perlu dipertimbangkan untung dan rugi untuk penggunaan obat
trombofilaksis dosis rendah terutama pada ibu hamil dengan BMI > 40 kg/m2.
Bagaimanapun juga belum ada suatu percobaan secara random perihal penggunaan
obat trombofilaksis untuk mengurangi risiko terjadinya tromboemboli sehingga
kembali
lagi
pemberiannya
tergantung
pada
pendapat
ahli.
Penggunaan
trombofilaksis non farmakologi dapat pula menjadi pertimbangan seperti penggunaan
alatintermittent leg pneumatic compression yang mana dapat digunakan sebelum
operasi dan dilanjutkan setelah operasi untuk mencapai hasil yang maksimal. Untuk
obat trombofilaksis yang digunakan pada saat kehamilan dan post partum adalah jenis
heparinoids (low molecular weight heparin dan unfractionated heparin), walaupun
dosis optimalnya belum secara pasti diketahui namun ditawarkan untuk penggunaan
dosis 30-60mg low molecular weight heparin(LMWP) untuk pasien yang dilakukan
seksio sesaria setiap 12 jam setelah tindakan sampai keadaan dipastikan baik. LMWP
51
harus dihindari saat perioperative (12-48 jam sebelum anestesia atau sampai 12 jam
setelah persalinan pervaginam atau sampai 24 jam setelah seksio sesaria) oleh karena
meningkatkan risiko terbentuknya hematom spinal atau epidural.Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) merekomendasikan trombofilaksis untuk
3-5 hari menggunakan LMWP setelah persalinan pervaginam pada wanita berusia
>35 tahun dengan BMI >30 kg/m2 atau berat >90 kg.Juga terhadap wanita tersebut
yang menjalani seksio sesaria trombofilaksis diberikan sebelum dan 3-5 hari setelah
operasi. Tetapi The Pregnancy and Thrombosis Working Group di Amerika tidak
setuju dengan rekomendasi RCOG dan menyarankan trombofilaksis hanya diberikan
pada wanita obesitas yang imobilisasi atau yang menjalani operasi. Oleh karena itu
penggunaan trombofilaksis tergantung pada keadaan klinik dan penggunaannya pun
sangat individualistic (Gunatilake, 2011).
Bahkan bagi seorang ahli bedah yang berpengalaman puntindakan operasi
pada pasien dengan obesitas ekstrim memberikan suatu tantangan yang besar.
Persiapan prabedah yang baik dan teknik yang terampil akan mencegah terjadinya
morbiditas pada ibu maupun bayi. Pada kasus yang jarang terkadang diperlukan
untuk dilakukan panniculectomyuntuk mencapai cavum peritoneum. Oleh karena
anatomi dinding abdomen dan konturnya telah mengalami distorsi pada pasien
tersebut maka penting untuk menentukan anatomi landmarkssebelum dilakukan
insisi. Pemilihan jenis insisi sangat bergantung pada anthropometri ibu dan harus
diperhitungkan pula bahwa obesitas menimbulkan suatu keterbatasan dalam lapangan
52
pandang operasi. Gambar 1 dan 2 mengilustrasikan macam insisi seksio sesaria pada
pasien obesitas yang sulit (Gunatilake, 2011). Masih menjadi perdebatan dari
beberapa literatur tentang pemilihan jenis insisi seksio sesaria yang tepat pada
obesitas. Beberapa keuntungan dan kerugian telah ditunjukan sehubungan dengan
masing-masing jenis insisi baik itu transversal maupun midline (vertikal), insisi
midline relatif tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai cavum abdomen
serta dapat dengan mudah memperluas lapangan operasi apabila diperlukan, namun
kerugiannya adalah lebih berisiko untuk terjadinya wound dehicence, terbentuknya
hernia, dan nyeri paska operasi, pada akhirnya juga mengurangi kemampuan untuk
inspirasi sehingga berkontribusi untuk terjadinya atelektasis paru dan komplikasi paru
lainnya (Marrs dkk., 2014). Penelitian pada wanita dengan BMI > 35 kg/m2
komplikasi luka operasi lebih sering terjadi pada insisi jenis midline dengan risiko >
12 kali lipat dibandingkan jenis insisi transversal. Sebaliknya jenis insisi transversal
lebih sedikit menimbulkan komplikasi pada luka operasi, kurang menimbulkan nyeri
dan hanya menimbulkan sedikit tegangan pada tepi luka, insisi transversal dilakukan
di abdomen bagian bawah untuk mencapai segmen bawah rahim (SBR). Kerugian
insisi transversal antara lain berisiko untuk terjadi infeksi sangat besar apabila insisi
dilakukan dibawah lipatan lemak serta luasnya lapangan pandang kurang
dibandingkan dengan insisi midline. Selain itu juga pada suatu penelitian didapatkan
bahwa waktu insisi sampai lahirnya bayi memanjang berbanding lurus dengan
peningkatan BMI, yaitu 11.0±6.8 menit untuk BMI 30-39.9 kg/m2, 13.0±8.0 menit
53
untuk BMI 40-49.9 kg/m2, dan 16.0±11.3 menit untuk BMI ≥50 kg/m2(Conner dkk.,
2013).
Dari beberapa literatur menawarkan untuk melakukan insisi transversal
diabdomen bagian bawah jika pannus dapat diretraksi kearah cephalica dan
disarankan juga agar lokasi insisi dihindari pada lipatan perut karena sangat
berpotensi untuk terjadinya infeksi pada lokasi tersebut, retraksi dapat menggunakan
elastoplast tape seperti pada gambar dibawah.
Gambar 2.7 Retraksi cephalic(Gunatilake, 2011).
54
Retraksi kearah caudal juga dapat dilakukan apabila akan melakukan insisi
periumbilikus baik itu supraumbilikal maupun infraumbilikal tergantung anatomi saat
intraoperatif agar mempermudah mencapai SBR, Pembuluh darah dengan diameter
yang lebih besar akan lebih tampak dipermukaan jaringan subkutis sehingga untuk
menghindari perdarahan dilakukan tindakan ligasi. Yang menjadi perhatian adalah
jangan melakukan perluasan insisi fasia kearah lateral karena perdarahan yang
muncul akan sulit untuk divisualisasi, dengan menggunakan teknik seksio sesaria
Joel-Cohen dapat mengurangi jumlah perdarahan, waktu operasi yang lebih cepat,
dan lebih sedikit komplikasi post operasi. Setelah tindakan membuka uterus langkah
selanjutnya yaitu melahirkan bayi juga merupakan suatu tantangan pada seksiosesaria
wanita hamil dengan obesitas, penekanan fundus dengan tujuan membantu
melahirkan bayi terkadang tidak efektif sehingga terkadang pada presentasi kepala
operator merubah menjadi presentasi bokong selain itu juga alat vakum ekstraksi dan
forcep ekstraksi juga harus selalu tersedia di ruang operasi sehingga apabila sewaktuwaktu dibutuhkan sudah ada. Penutupan luka operasi harus dilakukan dengan sangat
teliti mengingat sangat berisiko untuk terjadi infeksi, wound dehiscence dan
hematom. Penjahitan fasia dengan menggunakan benang yang delayed absorbable
monofilament (contohnya PDS = Polydioxanone), jarak antar jahitan > 1cm untuk
menghindari jahitan yang terlalu ketat sehingga berisiko untuk terjadinya nekrosis
fasia yang mana merupakan faktor predisposisi terjadi wound dehiscence(Gunatilake,
2011).
55
Gambar 2.8Retraksi caudal (Gunatilake, 2011).
Beberapa ahli merekomendasikan penutupan luka operasi dengan metode
Smead-Jones untuk insisi vertikal, yaitu seluruh lapisan peritoneum, fasia dan otot
dijahit bersama secara continous atau interrupted, Reaproksimasi jaringan lemak
pada wanita obesitas mengurangi risiko terjadinya komplikasi(Gunatilake, 2011).
Gambar 2.9 Teknik penutupan luka operasi pada wanita obesitas (Gunatilake, 2011).
56
A, Smead-Jones closure.Far-far-near-near. Suture passes laterally through rectus
sheath and peritoneum and adjacent fat. The suture crosses midline to pick up medial
edge of fascia on opposite side of incision.
B, Alternative closure.Far-near-near-far. The far bite is 1 to 1.5 cm away from the
edge. The near bite is 5 mm from the edge.
C, Running mass closure. Two sutures are used, beginning from each pole of the
incision. Sutures are 1 cm away from edge and 1 cm apart. The sutures are tied at the
midpoint of the incision.
2.10 Manajemen postpartum
Masa post partum merupakan saat yang berisiko bagi wanita dengan obesitas
karena sangat berisiko untuk terjadinya endometritis, infeksi luka dan tromboemboli
vena. Prinsip manajemen adalah dengan mobilisasi lebih awal, pengawasan ketat
terhadap infeksi luka.Obesitas merupakan predisposisi terjadinya retensi berat badan
setelah persalinan yang mana tidak hanya berpengaruh pada kehamilan berikutnya
tetapi juga terhadap kelangsungan hidup jangka panjang berkaitan dengan penyakit
jantung dan kelainan metabolik. Wanita obesitas post partum harus didorong untuk
memberikan ASI yang mana akan berpengaruh terhadap penurunan berat badan.
Prevalensi terjadinya depresi post partum dari beberapa penelitian menunjukan
korelasi positif dengan BMI yaitu sebesar 40% pada obesitas kelas III.Dan yang juga
tidak kalah pentingnya adalah penggunaan alat KB, mengingat obesitas berhubungan
dengan kesulitan dalam tindakan ligasi tuba apabila dilakukan setelah persalinan
pervagina maka penggunaan IUD (Intra Uterine Device) merupakan pilihan yang
tepat, selain itu dapat juga menggunakan implant (Gunatilake, 2011).
57
BAB III
RINGKASAN
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang saat ini mendapatkan perhatian
diseluruh dunia karena jumlah penderitanya meningkat setiap tahun baik itu anakanak, remaja maupun orang dewasa. Penderita obesitas lebih banyak diderita oleh
perempuan dibandingkan laki-laki dan sebagian besar pada usia reproduktif sehingga
secara tidak langsung meningkatkan prevalensi kehamilan dengan obesitas.
Obesitas sangat berkaitan erat dengan berbagai macam komplikasi penyakit
terlebih jika dialami oleh wanita hamil yang mana akan berdampak buruk baik
terhadap ibu maupun janin yang dikandung. Penyakit seperti hipertensi dalam
kehamilan, diabetes mellitus gestasional, tromboemboli risikonya akan meningkat
pada wanita hamil dengan obesitas termasuk abortus dan kelainan kongenital.
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan dengan obesitas dapat terjadi saat
antepartum, intrapartum maupun post partum bahkan pada beberapa tahun
selanjutnya baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Berikut adalah langkahlangkah yang dapat direkomendasikan pada kehamilan dengan obesitas :
1. Pemeriksaan kesehatan secara periodik di dokter spesialis obstetrik dan
ginekologi untuk merencanakan kehamilan yaitu dengan mencapai berat
badan dengan BMI < 30 kg/m2 atau yang idealnya adalah < 25 kg/m2. .
58
2. BMI harus diukur sejak sebelum hamil sehingga modal ini dapat digunakan
untuk menjelaskan risiko yang mungkin terjadi terkait dengan obesitas pada
kehamilan.
3. Wanita hamil dengan obesitas harus mendapat konseling tentang penambahan
berat badan, nutrisi dan pilihan makanan yang tepat.
4. Wanita yang mengalami obesitas harus dijelaskan tentang risikonya untuk
mengalami komplikasi medis seperti penyakit jantung, penyakit paru,
gestasional hipertensi, dan obstructivesleep apnoe. Olah raga yang tepat
secara regular selama kehamilan mungkin akan mengurangi risiko tersebut.
5. Wanita hamil dengan obesitas harus memperoleh penjelasan tentang risiko
terjadinya kelainan kongenital sehingga skrining yang tepat harus dilakukan.
6. Waktu yang tepat untuk dilakukan skrining oleh seorang obstetris harus
dipikirkan sehubungan dengan BMI yaitu pada usia 20-22 minggu.
7. Wanita hamil dengan obesitas harus dijelaskan tentang jenis persalinannya
yang cenderung pilihannya adalah seksio sesaria mengingat keberhasilan
persalinan pervaginam sangat rendah.
8. Konsultasi dengan spesialis anestesi juga harus dijelaskan sehubungan dengan
pilihan obat analgesik dan jenis anestesinya.
9. Risiko terjadinya tromboembolisme juga harus dijelaskan sehingga terkadang
dipertimbangkan untuk pemberian trombofilaksis.
59
Wanita hamil dengan obesitas dan janin yang dikandung sangat berisiko untuk
memperoleh luaran kehamilan yang buruk pada setiap usia kehamilan. Walaupun
perawatan pada pasien hamil dengan obesitas menujukan suatu tantangan dan
membutuhkan keterlibatan berbagai disiplin ilmu, dengan menemukan suatu risiko
penyakit yang mungkin terjadi pada kehamilan tersebut serta melalui penanganan
yang tepat akan memberikan hasil luaran kehamilan yang lebih baik. Dengan
perawatan prakonsepsi untuk mencapai berat badan yang ideal akan memberikan
hasil luaran kehamilan yang lebih baik.
60
DAFTAR PUSTAKA
Adamo, K.B.; et al. The Maternal Obesity Management (MOM) Trial Protocol: A
lifestyle
intervention
during pregnancy to
minimize
downstream
obesity.
Contemporary Clinical Trials.Elsevier. 2013. 35:87–96
Aviram, A.; Hod, M.; Yogev, Y. Maternal obesity: Implications for pregnancy
outcome and long-term risks a link to maternal nutrition. International Journal of
Gynecology and Obstetrics. 2011. 115 Suppl. 1 :S6–S10
Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2013. 263-265
Balsells,
M.;
García-Patterson,
A.;
Corcoy,
R.
Miscarriage
and
Malformations.Maternal Obesity in Pregnancy.Springer. 2012. 6:76-93
Bogaerts, A.; Witters, I.; Van den Bergh, B.R.H. Obesity in pregnancy: Altered onset
and progression of labour. Midwifery.Elsevier. 2013. 29:1303–1313
Buschur,
E.;
Kim,
C.
Guidelines
and
interventions
for
obesity during
pregnancy.International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2012. 119:6-10
Conner, S.N.; Tuuli, M.G.; Longman, R.E. Impact of obesity on incision-to-delivery
interval and neonatal outcomes at cesarean delivery.American Journal of Obstetrics
and Gynecology. 2013. 209:386.e1-6
61
Davies, G.A.L.; Maxwell, C.; McLeod, L. Obesity in Pregnancy.SOGC clinical
practice guidelines.International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2010.
110:167–173
De paiva, L.V.; Nomura, R.M.Y.; Dias, M.C.G.; Zugaib, M. Maternal obesity in
high-risk pregnancies and postpartum infectious complications.Rev Assoc Med
Bras.Elsevier. 2012; 58(4):453-458
Dennedy, M.C.; Dunne, F. Maternal Obesity and Pregnancy.Maternal Obesity in
Pregnancy.Springer. 2012. 7:100-112
Desai, M.; et al. Maternal obesity and high-fat diet program offspring metabolic
syndrome. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014. 211:237.e1-13
Farley, D.M.; et al. Placental Amino Acid Transport and Placental Leptin Resistance
in Pregnancies Complicated by Maternal Obesity.Placenta.Elsevier. 2010. 31:718724
Flier, J.S.; Maratos-Flier, E. Biology of obesity. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 17thedition .McGraw Hill. 2008. 74: 362-367
Guelinckx, I.; Devlieger, R.; Vansant, G. Pregnancy Following Bariatric
Surgery.Maternal Obesity in Pregnancy.Springer. 2012. 19:302-314
62
Gunatilake, R.P.; Perlow, J.H. Obesity and pregnancy: clinical management of the
obese gravid. American Journal of Obstetrics and Gynecology.Februari 2011. 106119
Harder, T.; Dudenhausen, J.W.; Plagemann, A.
Developmental
Programming
in
the
Maternal Diabesity and
Offspring.Maternal
Obesity
in
Pregnancy.Springer. 2012. 9:133-150
Huda, S.S.; Brodie, L.E.; Sattar, N. Obesity in pregnancy: prevalence and metabolic
consequences. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine.Elsevier. 2010. 15:70-76
Jarvie, E.; Ramsay, J.E. Obstetric management of obesity in pregnancy.Seminars in
Fetal & Neonatal Medicine.Elsevier. 2010. 15:83–88
Jensena, D.; Ofirb, D.; O’Donnell, D.E. Effects of pregnancy, obesity and aging on
the
intensity
of
perceived
breathlessness
during
exercise
in
healthy
humans.Respiratory Physiology & Neurobiology.Elsevier. 2009. 167:87–100
Karlsson, T.; Andersson, L.; Hussain, A.; et el. Lower vitamin D status in obese
compared with normal-weight women despite higher vitamin D intake in early
pregnancy. Clinical Nutrition.Elsevier. 2014. XXX:1-7
Kerrigan, A.M.; Kingdon, C. Maternal obesity and pregnancy: a retrospective study.
Elsevier. 2010. 26:138-146
63
Kither, H.; Whitworth, M.K.The implications of obesity on pregnancy.Obstetrics,
Gynecology and Reproductive Medicine 22.Elsevier. 2012. 12:362-367
Lynch, A.M.; Eckel, R.H.; Murphy, J.R.; et al. Prepregnancy obesity and complement
system activation in early pregnancy and the subsequent development of
preeklampsia. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2012. 206:428.e1-8
Marrs, C.C.; Moussa, H.N.; Sibai, B.M.; Blackwell, S.C. The relationship between
primary cesarean delivery skin incision type and wound complications in women
with morbid obesity. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014.
210:319.e1-4
Paliy, O.; Piyathilake, C.J.; Kozyrskyj, A. Excess body weight during pregnancy and
offspring obesity: Potential mechanisms. Nutrition.Elsevier. 2014. 30:245–251
Roberts, K.A.; et al. Placental structure and inflammation in pregnancies associated
with obesity. Placenta.Elsevier. 2011. 32:247-254
Rowlands, I.; Graves, N.; De Jersey, S.; McIntyre, H.D.; Callaway, L. Obesity in
pregnancy: outcomes and economics. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine 15.
2010. 94–99
Sarbattama, S.; Iyer, C.; Klebenov, D.; et al. Obesity impairs cell-mediated immunity
during the second trimester of pregnancy. American Journal Obstetric and
Gynecology. 2013. 208:139.e1-8
64
Schaefer-Graf, U.M. Obesity in Pregnancy and Ultrasound.Maternal Obesity in
Pregnancy.Springer. 2012. 10:155-174
Seneviratne, S.N.; McCowan, L.M.E.; Cutfield, W.S.; Derraik, J.G.B.; Hofman, P.L.
Exercise in pregnancies complicated by obesity: achieving benefits and overcoming
barriers. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014. 1-8
Shaikh, H.; Robinson, S.; Teoh, T.G. Management of maternal obesity prior to and
during pregnancy.Seminars in Fetal & Neonatal Medicine. 2010. 15:77–82
Simmons, D. Diabetes and obesity in pregnancy. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics and Gynecology. Elsevier. 2011. 25:25–36
Stotland, N.E. Maternal Nutrition. Creasy and Resnik’s maternal-fetal medicine:
principles and practice, 6th edition. Elsevier. 2009. 10:143-147
Tessier, D.R.; Ferraro, Z.M.; Gruslin, A. Role of leptin in pregnancy: Consequences
of maternal obesity. Placenta.Elsevier. 2013. 34:205-211
Vaswani, P.R.; Balachandran, L. Pregnancy outcomes in a population with high
prevalence of obesity: How bad is it?.Clinical Epidemiology and Global
Health.Elsevier. 2013. 1:5-11
Vinter, C.A. Gestational Weight Gain. Maternal Obesity in Pregnancy.Springer.
2012. 8:119-128
65
Wuntakal, R.; Hollingworth, T.The implications of obesity on pregnancy.Obstetrics,
Gynecology and Reproductive Medicine 19.Elsevier. 2009. 12: 344-349
Yao, R.; Ananth, C.V.; Park, B.Y.; Pereira, L.; Plante, L.A. Obesity and the risk of
stillbirth: a population-based cohort study. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2014. 210:457.e1-9
Download