Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 PENGARUH ANTESEDEN TRUST IN BRAND TERHADAP BRAND LOYALTY PADA SITUS BERITA ONLINE KOMPAS.COM DI JAKARTA Joni Haryanto Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Email: [email protected] Abstract: The purpose of this research was to analyze the influence of antecedents of trust in brand on brand loyalty in the online news sites kompas.com. Questionnaires were given to online news visitors site in Jakarta. This is a quantitative research using convenience sampling as sampling methode. Data were analized using Structural Equation Model (SEM). The results showed that the brand characteristics have a positive influence on trust in brand, the consumers - brand characteristics have a positive impact on trust in the brand while the company characteristic does not influence on trust in brand. Ultimately trust in brand has a positive influence on brand loyalty. Keywords: Brand Loyalty, Trust in Brand, Brand Characteristics, Company Characteristics, Consumer – Brand Characteristics Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh anteseden kepercayaan pada merek terhadap loyalitas merek di situs berita online kompas.com. Kuesioner diberikan kepada pengunjung situs berita online di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan convenience sampling sebagai metode sampling. Data dianalisis menggunakan Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik merek memiliki pengaruh positif terhadap kepercayaan pada merek, Konsumen - karakteristik merek memiliki dampak positif pada kepercayaan pada merek sedangkan karakteristik perusahaan tidak berpengaruh terhadap kepercayaan pada merek. Pada akhirnya kepercayaan pada merek memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas merek. Kata kunci: loyalitas merek, kepercayaan pada merek, karakteristik merek, karakteritikm perusahaan, konsumen - karakteristik merek PENDAHULUAN Perkembangan media massa tumbuh menjadi industri dimana terdapat pasar yang cukup besar dalam industri media tersebut. Terlebih saat ini dinyatakan sebagai era the information age, dimana kebutuhan masyarakat akan informasi cukup tinggi. Era ini muncul oleh adanya pengaruh yang kuat dari ekonomi serta perkembangan yang pesat di dunia teknologi informasi dan tekhnologi komunikasi sehingga media tumbuh dalam model yang kapitalistik. Masa ini ditandai dengan dijadikannya informasi sebagai 236 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 komoditas, kemudian munculnya media baru dan terjadi penggabungan media serta berpengaruhnya ekonomi dan pasar. Seiring dengan semakin canggih dan modernnya berbagai macam teknologi informasi, penggunaan internet pun semakin marak digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Internet sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup dan gaya hidup baru yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Dengan hadirnya internet didalam masyarakat akan berdampak pada majunya suatu masyarakat tersebut, meningkatkan produktivitas, kecerdasan, dan mutu pendidikan. Tak dapat dipungkiri, internet memang dapat memberikan informasi secara esktrim, ditambah dengan kemudahan dan kecepatan akses data. Dalam hal penggunaan internet untuk mengakses informasi/berita, hasil penelitian sebuah lembaga survei yang pernah dikutip detik.com menyebutkan adanya kecenderungan semakin banyaknya orang yang mencari berita melalui situs online daripada melalui media cetak (www.detik.com). Hal ini dimungkinkan karena perkembangan website/portal berita dalam hal kemampuan menyajikan berita-berita hangat yang lebih cepat tersaji dan mudah diakses daripada yang dapat dilakukan media cetak. Mengingat karakteristik kecepatan, jangkauan dan kemudahan untuk diakses, maka tidak hanya perusahaan khusus penyedia jasa informasi saja yang memanfaatkan internet untuk bisnis informasi mereka, namun lembaga-lembaga nirlaba termasuk lembaga pemerintah telah pula berupaya untuk memanfaatkan website sebagai media penyampai informasi dan komunikasi kepada publik. Pertumbuhan web sebagai media online semakin meningkat. Setidaknya terdapat dua faktor yang menjadikan web melonjak tinggi. Pertama, karena teknologi dan infrastruktur sudah menyebar dalam jumlah besar di masyarakat khususnya telephon dan komputer. Kedua, web juga multifungsi dan internet juga mempunyai fungsi yang meluas. Selain itu, web pada awalnya gratis karena penyediaan akses internet dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan non profit. Perkembangan media online kemudian mempengaruhi media konvensional (terutama media cetak), disinilah muncul brand extension dimana banyak media cetak bergeser karena pasar mereka beralih ke media online. Hal ini terjadi karena menjadi fakta bahwa telekomunikasi telah menjadi bagian dari hidup dan sumber sosial untuk mempromosikan dan memperluas ruang publik. Dari sisi media sendiri, internet dan media online di Indonesia cukup mengalami perkembangan yang signifikan. Situs berita online di Indonesia pada umumnya dimiliki dan dikembangkan oleh surat kabar dan majalah besar yang sudah memiliki nama, yang sebelumnya sudah eksis secara cetak dan kuat secara modal serta jaringan distribusi. Para pemilik koran dan majalah menerbitkan edisi online sebagai tuntutan kemajuan zaman yang serba cepat dan instan, apalagi adanya revolusi luar biasa di bidang tekhnologi informasi dan komunikasi. Internet telah menciptakan bentuk keempat dari jurnalisme, jurnalisme online secara fungsi berbeda dari bentuk jurnalisme lain karena menggunakan komponen teknologi sebagai faktor penentu dalam konteks definisi (operasional). Esensi dari publikasi berita pada web adalah karakternya yang diintegrasikan jurnalisme online yaitu konvergensi dari suara, gambar, dan teks. Situs berita online muncul untuk memberi 237 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 kemudahan bagi seseorang dalam mengetahui suatu informasi secara cepat. Melalui situs berita tersebut, berita dan informasi dari berbagai penjuru dunia dapat di akses secara mudah dan cepat melalui media online (internet) dimana pun dan kapan pun mereka berada. Kemunculan situs berita online diramaikan oleh kemunculan kompas.com (milik Harian Kompas) yang berdiri pada tahun 1997 dengan nama Kompas Online. Harian kompas merupakan merupakan surat kabar nasional yang mempunyai loyalitas konsumen kuat dan merupakan brand yang tidak asing lagi di masyarakat. Selama 47 tahun memberikan informasi kepada masyarakat terbukti kompas mampu eksis dalam mengelola brand. Tahun 2011 harian Kompas cetak memiliki sirkulasi oplah rata-rata 500 ribu eksemplar perhari dengan rata-rata jumlah pembaca 1.850.000 orang perhari (data kompas) terdistribusi keseluruh wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan harian kompas mendapat kepercayaan (trust) dari pembacanya. Sebagai pengembangan pertama saat itu Kompas Online hanya berperan sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian pada tahun 1998 Kompas Online merubah namanya menjadi kompas.com dengan berfokus pada pengembangan isi, desain, dan strategi pemasaran yang baru. Kompas.com pun memulai langkahnya sebagai portal berita terpercaya di Indonesia, dengan modal kepercayaan dan loyalitas dari pembaca Kompas. Seiring dengan melejitnya nama kompas.com sebagai situs berita online, maka banyak situs berita sejenis yang masuk ke dalam bisnis jasa ini. Hal ini yang mendasari munculnya pesaing dalam bisnis jasa situs berita online. Para pemilik koran dan majalah menerbitkan edisi online sebagai pesaing di media internet ini untuk meningkatkan jumlah pembacanya. Sebut saja seperti majalah tempo dengan tempo.com, Republika dengan republika.co.id, serta masih banyak lagi media cetak yang sekarang ini pasti mempunyai website portal sebagai edisi online. Media-media ini masih harus bersaing dengan portalportal informasi yang memang murni berbisnis di media online. Pada tahun 1998 muncul detik.com yang kemudian disusul oleh okezone.com, vivanews.com, kapanlagi.com dan masih banyak lagi portal khusus media online yang tiap saat memberikan informasi berita kepada para pembacanya. Media-media ini bersaing merebutkan pengguna internet dan berlomba mendapatkan kunjungan terbanyak dan tentu saja loyal. Problem etik bermunculan “dilema” antara kecepatan, kelengkapan, akurasi, dan persaingan bercampur di ruang redaksi. Bila di televisi rating menjadi bahasa persaingan, media online memiliki isu page-view sebagai penunjuk keberhasilan brand image media tersebut. Jika media konvensional luar negeri berhasil membangun brand extension dengan situs berita online, bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Pakar online strategis dan CEO Virtual Blog Consulting Nukhman Luthfie mengatakan, Indonesia adalah anomali pasar portal berita. Di mana-mana, termasuk di Amerika Serikat, yang menjadi raja portal berita adalah media-media cetak mainstream yang masuk ke Internet dan membangun portal berita, seperti New York Times. Setiap ada dotcom murni (situs berita online murni) masuk ke wilayah portal berita, pasti kalah jaya dibanding media cetak online. Namun, khusus untuk Indonesia (juga Malaysia), dotcom murni (situs berita online murni) yang membangun portal berita justru mengalahkan media mainstream 238 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 (media konvensional) seperti Detik.com mengalahkan Kompas.com (www.tempo.co dan www.virtual.co.id). Media online yang didukung oleh brand media cetak yang sudah lama tertanam dibenak pembaca mestinya bisa membantu para pengunjung internet untuk langsung menuju portal informasi edisi online mereka. Kompas.com sebagai media online tertua didukung oleh brand image Koran Kompas yang sudah tidak asing lagi dipikiran para pembaca dan konsumen informasi di Indonesia. Bahkan pada saat diluncurkan (mei 2008) dan pada saat penyerahan New Wave Marketing Award kepada Kompas.com, Hermawan Kartajaya, Presiden MarkPlus, Inc mengatakan sebagai raksasa media cetak, Kompas Gramedia berhasil membangun sebuah megaportal yakni www.kompas.com, yang diprediksi dapat mengalahkan detik.com dan okezone.com dalam waktu singkat, namun sampai tahun 2012 ini, kondisi tersebut belum terjadi. Data google dan alexa menunjukkan bahwa kompas.com belum bisa mengalahkan detik.com sebagai pemegang brand image situs media online terbanyak dikunjungi oleh pencari berita secara online. Fakta di masyarakat menunjukkan bahwa Koran Kompas mempunyai brand equity yang tinggi. Tidak bisa disangkal bahwa Koran Kompas mempunyai loyalitas konsumen serta ketenaran nama, persepsi kualitas, dan asosiasi masyarakat terhadap merek cukup tinggi sehingga merek Koran Kompas sangat familiar di masyarakat. Keller menyebut bahwa “brand equity as abridge” artinya dengan brand equity merupakan modal strategis untuk memasarkan sebuah produk. Akan tetapi ketika Kompas berusaha untuk membentuk brand extension dengan media online kompas.com belum bisa menjadi top situs berita di Indonesia. Page views dan jumlah pengunjung yang tinggi merupakan indikator bahwa konsumen percaya terhadap kualitas konten dari situs berita yang mampu memenuhi kebutuhan mereka akan informasi online. Loyalitas terhadap situs online ini menjadikan pertimbangan utama konsumen untuk menuju ke situs tersebut ketika muncul kebutuhan akan informasi secara online. Permasalahan yang akan diselesaikan melalui penelitian ini adalah menganalisis pengaruh brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic terhadap Trust In Brand pada situs berita online kompas.com di Jakarta. Penelitian ini juga bertujuan menganalisis pengaruh Trust in Brand terhadap Brand loyalty pada situs kompas.com di Jakarta. Kajian Teoritis. Karakteristik merek merupakan faktor penting yang sangat menentukan apakah pelanggan memutuskan untuk percaya atau tidak terhadap sebuah merek. Lau dan Lee (1999) menyatakan bahwa dalam konteks hubungan pelanggan dengan merek, kepercayaan pelanggan/konsumen dibangun berdasarkan pada reputasi merek, prediktabilitas dan kompetensi merek (Tjahyadi, 2006). Konsep kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan biasanya memang berpengaruh terhadap proses terbentuknya kepercayaan terhadap sebuah merek, karena merek merupakan entitas terkecil dari sebuah entitas perusahaan sebagai pencipta merek/brand. Reputasi, motivasi, serta integritas perusahaan akan dipersepsikan oleh pelanggan akan sebuah merek yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhannya. Namun dalam kasus 239 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 penelitian ini konsep tersebut sepertinya tidak terlalu banyak berpengaruh. Hal ini mungkin terkait dengan produk informasi di dunia cyber yang sangat luas sehingga masih banyak faktor pengaruh yang membawanya. Pelanggan tidak serta merta berpikir terhadap sebuah company pencipta sebuah brand. Kecepatan akses dan banyaknya pilihan yang disajikan oleh tehnologi internet membuat pengunjung situs memperhitungkan faktor lain sebagai pendukung faktor kepercayaan mereka terhadap sebuah merek. Karakteristik dalam hubungan pelangan dengan merek mencakup kesamaan (similarity) antara self concept pelanggan dengan citra merek, kesukaan pelanggan terhadap sebuah merek, pengalaman pelanggan, kepuasan pelanggan yang disebabkan oleh pemenuhan akan kebutuhannya. Loyalitas merupakan merupakan sebuah urutan (pengulangan) atau pemilihan pembelian dari sebuah merek (brand) yang sama dalam semua kasus pemilihan (pembelian) atau dapat diartikan sebagai komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara pemakaian ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang akan menimbulkan peralihan pemakaian (Abraheem: 2012). METODE Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas. Penelitian ditujukan untuk menemukan pengaruh variabel bebas yaitu brand characteristic, company characteristics, dan consumers-brand characterstics terhadap variabel tidak bebas yaitu brand loyalty, melalui variabel intervening yaitu trust in brand. Sehubungan dengan desain penelitian di atas disusun suatu kerangka penelitian. Gambar 1 menyajikan kerangka penelitian. . Gambar 1. Kerangka Peneitian Untuk mendapatkan bukti empiris atas kerangka di atas diperlukan data penelitian berupa data primer, yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Untuk memastikan 240 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 kuesioner sebagai alat penelitian mampu menghasilkan data yang akurat, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Untuk menemukan pengaruh variabel bebas dan intervening terhadap variabel terikatnya digunakan pendekatan Structural Equation Modeling (SEM). Sampel adalah pengguna situs berita online kompas.com. Pendekatan SEM memerlukan jumlah sampel minimum 5 x jumlah dimensi variabel penelitian. Sampel penelitian ini adalah 135 orang, yang diambil dengan pendekatan convenience.Untuk menjawab permaslahan peneitian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Brand Characteristics berpengaruh positif terhadap Trust in Brand. H2 : Company Characteristics berpengaruh positif terhadap Trust in Brand.. H3 : Consumers-Brand Characteristics berpengaruh positif terhadap Trust in Brand H4 : Trust in Brand berpengaruh positif terhadap Brand Loyalty. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pengambilan responden peneliti memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu di antaranya lokasi, kemudahan akses internet, dan target informasi. Lokasi diambil di wilayah Jakarta, karena sesuai data penunjung di google diketahui bahwa pengunjung terbanyak dari situs kompas.com adalah berasal dari Jakarta. Akses internet mudah seperti di perkantoran, kampus, atau warung internet yang banyak terdapat di wilayah Jakarta. Pertimbangan selanjutnya berdasarkan karakter materi dari informasi yang dibawa oleh kompas.com dimana platform informasi ditujukan untuk kalangan menengah ke atas dan berpendidikan. Dari perkantoran dipilih beberapa instansi pemerintah dan swasta yang dijadikan sebagai tempat penelitian. Responden berjumlah 135 orang. Gambar 2. Model Pengukuran Konstruk Variabel Penelitian 241 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Gambar 2 menunjukkan model pengukuran konstruk variabel penelitian untuk analisis full model. Dapat dilihat bahwa model memenuhi kriteria fit. Kesimpulan ini diambil berdasarkan nilai dari hasil perhitungan memenuhi kriteria layak full model. Tabel 1. Hasil Uji Full Model No 1 2 3 4 5 6 7 8 Ukuran GOF Root Mean Square Error of Approximation P (close-fit) Normed Fit Index (NFI) Tucker-Lewis Index atau Non-Normed Fit Index (TLI atau NNFI) Comparative Fit Index (CFI) Incremental Fit Index (IFI) Relative Fit Index (RFI) Goodness-of-Fit Index (GFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Target -tingkat Kecocokan RMSEA ≤ 0,08 p ≥ 0,50 NFI ≥ 0,90 Hasil Estimasi 0,073 0,015 0,83 Tingkat Kecocokan Marginal fit NNFI ≥ 0,90 0,90 Good fit CFI ≥ 0,90 IFI ≥ 0,90 RFI ≥ 0,90 GFI ≥ 0,90 AGFI ≥ 0,90 0,92 0,92 0,79 0,85 0,79 Good fit Good fit Marginal fit Marginal fit Marginal fit Good fit Sumber: Hasil Olah Data (2012) Pengukuran kecocokan model (fitness measure) keseluruhan item menunjukkan hasil baik. Hasil uji kecocokan model pengukuran keseluruhan model dapat dilihat bahwa goodness of fit menunjukkan kecocokan yang baik (good fit dan marginal fit). Dapat disimpulkan bahwa kecocokan keseluruhan model goodness of fit adalah baik dan dapat dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas model. Model reliabel dilihat dari jumlah item pengukuran goodness of fit yang banyak memenuhi syarat yang ditetapkan. Adapun pengujian validitas model pengukuran dilakukan dengan melihat standardized loading factor (muatan faktor standar). Sesuai dengan yang diutarakan sebelumnya standardize loading factor yang digunakan dalam penelitian ini bernilai ≥ 0,5 (Hair et al, 2007). Batas reliabilitas konstruk adalah 0,5, sedang batas variance exctracted adalah 0,3 (Wijayanto, 2008). Gambar 2 menunjukkan nilai standaridize loading factor variabel-variabel teramati untuk masing-masing variabel laten. Diketahui bahwa dari 18 dimensi teramati yang dimasukkan dalam analisis SEM, mempunyai nilai standardized loading factors (muatan faktor standar) ≥ 0,5. Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada obyek yang sama. Batas reliabilitas konstruk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,5, sedang batas variance exctracted adalah 0,3 (Wijayanto, 2008). 242 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 . Gambar 2. Model Persamaan Struktural (T-Value) Sumber: Hasil Olah Data (2012) Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai reliabilitas yang lebih kecil dari 0,50. Begitu pula pada uji variance extract juga tidak ditemukan nilai yang berada di bawah 0,30. Hasil pengujian ini menunjukkan semua indikator – indikator yang dipakai sebagai observed variable bagi konstruk atau variabel latennya mampu menjelaskan konstruk atau variabel laten yang dibentuknya. Tabel 2. Construct Reliability, Variance Extracted dan Reliability Model Variabel Brand Characteristics Company Characteristics Consumer-Brand Characteristics Trust In Brand Brand Loyalty Construct Reliability 0,8 ≥ 0,50 0,7 ≥ 0,50 Varianced Extracted 0,41 ≥ 0,30 0,51 ≥ 0,30 Kesimpulan Reliabilitas Baik Baik 0,6 ≥ 0,50 0,42 ≥ 0,30 Baik 0,91 ≥ 0,50 0,85 ≥ 0,50 0,88 ≥ 0,30 0,63 ≥ 0,30 Baik Baik Sumber: Hasil Olah Data (2012) Uji kecocokan model struktural terdiri dari uji kecocokan keseluruhan model dan analisis hubungan kausal (Wijanto, 2008). Pada uji kausalitas dapat dilihat bagaimana hubungan kausal antar variabel, dan apakah hubungan tersebut signifikan. Hasil uji kecocokan keseluruhan model dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Kecocokan Model Struktural Penelitian No 1 Ukuran GOF Root Mean Square Error of Approximation Target-Tingkat Kecocokan RMSEA ≤ 0,08 p ≥ 0,50 Hasil Estimasi 0,076 0,0056 Tingkat Kecocokan Good fit 243 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 P (close-fit) Normed Fit Index (NFI) Tucker-Lewis Index atau NonNormed Fit Index (TLI atau NNFI) Comparative Fit Index (CFI) Incremental Fit Index (IFI) Relative Fit Index (RFI) Goodness-of-Fit Index (GFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) 2 3 4 5 6 7 8 NFI ≥ 0,90 0,82 Marginal fit NNFI ≥ 0,90 0,89 Marginal fit CFI ≥ 0,90 IFI ≥ 0,90 RFI ≥ 0,90 GFI ≥ 0,90 0,91 0,91 0,79 0,84 AGFI ≥ 0,90 0,79 Good fit Good fit Marginal fit Marginal fit Marginal fit Sumber: Hasil Olah Data (2012) Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa nilai kecocokan model menunjukkan nilai yang bagus artinya secara keseluruhan nilai kecocokan menunjukkan good fit. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa Anteseden Trust in Brand yaitu variabel Brand Characteristics dan variabel Consumer Brand Characteristics berpengaruh positif terhadap Trust in Brand, sedangkan variabel Company Charakteristics tidak berpengaruh terhadap Trust in Brand, pada akhirnya Trust in Brand berpengaruh positif secara langsung terhadap Brand Loyalty. Tabel 4. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian tvalues Keterangan H1 Brand Character→Trust In Brand 2,46 Hipotesis diterima H2 Company Character→Trust In Brand - 0,63 Hipotesis ditolak 2,52 Hipotesis diterima 8,59 Hipotesis diterima Hipotesis H3 H4 Structural Path Consumer-Brand Character→Trust In Brand Trust In Loyalty Brand→Brand Kesimpulan Brand characteristics berpengaruh signifikan terhadap trust in brand Company characteristics tidak berpengaruh terhadap trust in brand Consumer – brand characteristics berpengaruh signifikan terhadap Trust in Brand Trust in Brand berpengaruh terhadap Brand Loyalty Karakteristik Merek (Brand Characteristics). Karakteristik merek merupakan faktor penting yang sangat menentukan apakah pelanggan memutuskan untuk percaya atau tidak terhadap sebuah merek. Pada penelitian ini brand characteristics (karakteristik merek) menunjukkan korelasi positif dengan Trust in Brand (kepercayaan merek). Lee dan Lau 244 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 menyatakan bahwa dalam konteks hubungan pelanggan dengan merek, kepercayaan pelanggan/konsumen dibangun berdasarkan pada reputasi merek, prediktabilitas dan kompetensi merek (Tjahyadi, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel brand characteristics dibangun atas hubungan konsumen dan merek yang cukup lama, seperti produk knowledge pelanggan yang cukup baik dan lama terhadap brand kompas, kepercayaan terhadap reputasi dan keandalan kompas.com memunculkan trust yang cukup tinggi terhadap brand kompas.com. Konsistensi dan efektifitas dalam pengelolaan informasi yang dibutuhkan oleh konsumen atau pengunjung situs kompas.com ini juga merupakan faktor utama dalam membangun kepercayaan merek tersebut, sehingga konsumen merasa bahwa kebutuhannya akan informasi online dapat dipenuhi oleh situs berita online ini. Karakteristik Perusahaan (Company Characteristics). Konsep kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan biasanya memang berpengaruh terhadap proses terbentuknya kepercayaan terhadap sebuah merek, karena merek merupakan entitas terkecil dari sebuah entitas perusahaan sebagai pencipta merek/brand. Reputasi, motivasi, serta integritas perusahaan akan dipersepsikan oleh pelanggan akan sebuah merek yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhannya. Namun dalam kasus penelitian ini konsep tersebut sepertinya tidak terlalu banyak berpengaruh. Hal ini mungkin terkait dengan produk informasi di dunia cyber yang sangat luas sehingga masih banyak faktor pengaruh yang membawanya. Pelanggan tidak serta merta berpikir terhadap sebuah company pencipta sebuah brand. Kecepatan akses dan banyaknya pilihan yang disajikan oleh tehnologi internet membuat pengunjung situs memperhitungkan faktor lain sebagai pendukung faktor kepercayaan mereka terhadap sebuah merek. Kesesuaian karakter merek dan karakter pelanggan (Consumer-Brand Characteristics). Karakteristik dalam hubungan pelangan dengan merek mencakup kesamaan (similarity) antara self concept pelanggan dengan citra merek, kesukaan pelanggan terhadap sebuah merek, pengalaman pelanggan, kepuasan pelanggan yang disebabkan oleh pemenuhan akan kebutuhannya. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa kepercayaan pengunjung kompas.com ditunjukkan oleh beberapa dimensi variabel seperti timing produk knowledge dan juga pengalaman yang cukup lama terhadap brand kompas.com ini. Selain itu dalam rentang waktu yang lama tersebut pengunjung merasa kebutuhan akan informasi online terpenuhi oleh kelengkapan konten yang terdapat dalam situs berita online kompas.com yang selanjutnya memunculkan perasaan puas dan nyaman terhadap brand kompas.com. Kepercayaan Merek (Trust in Brand). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari ketiga variabel sebelumnya yaitu brand character, company character serta consumersbrand character mampu membangun sebuah merek yang berkualitas. Pelanggan mempercayai hal-hal tersebut sebagai sebuah modal untuk penciptaan merek yang handal. Terbukti dari ketiga variabel ini mendapatkan jawaban positif dari responden, dan dari analisis juga menunjukkan bahwa dimensi ini mempunyai korelasi yang baik yaitu memberikan pengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan terhadap brand 245 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 kompas.com. Hal ini juga dikuatkan oleh dimensi kenyamanan pemakaian oleh pengunjung yang selalu betah dan berlama-lama dalam penggunaan situs berita online ini. Fenomena ini dikuatkan oleh Luky Susilowati & Sumarto:2010 yang menyebutkan bahwa keyakinan mengenai keandalan dan kenyamanan merupakan hal yang penting dari trust. Semakin seorang pelanggan percaya akan merek tertentu (brand trust) maka pelanggan semakin puas (customer satisfaction). Selanjutnya Cyber Trust telah dikaitkan dengan kenyamanan tersebut dimana internet adalah "pengalaman teknologi" dimana kepercayaan online (cyber trust) meningkat dalam kaitannya dengan jumlah waktu seseorang menghabiskan kegiatan online dan kedekatannya dengan teknologi internet (Cugelman: 2010). Loyalitas Konsumen (Brand Loyalty). Loyalitas merupakan merupakan sebuah urutan (pengulangan) atau pemilihan pembelian dari sebuah merek (brand) yang sama dalam semua kasus pemilihan (pembelian) atau dapat diartikan sebagai komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara pemakaian ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang akan menimbulkan peralihan pemakaian (Abraheem: 2012). Dimensi-dimensi variabel yang berhubungan dengan loyalitas konsumen dalam penelitian ini menunjukkan korelasi positif terhadap loyalitas pengunjung kompas.com. Kompas.com menjadi pilihan utama dari para pengunjung kompas.com dalam hal pencarian informasi secara online. Mereka juga bersedia merekomendasikan kompas.com kepada pihak lain selain itu kepercayaan terhadap brand kompas.com juga diikuti oleh aktifitas mereka dalam mengikuti programprogram yang ada didalam kompas.com seperti member dari forum kompasiana, menjadi member facebook, twitter dan joint program yang lainnya. PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan temuan penelitian dan hasil pembahasan beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: Pertama. Variabel Brand Characteristics (karakteristik merek) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Trust in Brand (kepercayaan terhadap merek). Artinya bahwa karakter merek sangat berpengaruh terhadap terbentuknya kepercayaan pelanggan terhadap citra merek yang pada akhirnya akan memunculkan motivasi positif dalam hal pemakaian sebuah merek. Kompas.com sebagai sebuah brand yang dinaungi oleh brand besar KOMPAS mempunyai keuntungan tersendiri sehingga para pengunjung kompas.com sudah sangat paham terhadap karakter brand kompas. Kedua. Variabel Company Characteristics (Karakter Perusahaan) tidak berpengaruh terhadap Trust in Brand (kepercayaan merek). Citra positif dan reputasi Kelompok Kompas Gramedia (KKG) dan Kompas Cyber Media (KCM) sebagai sebuah perusahaan yang handal didalam dunia informasi dan media belum mampu mempengaruhi konsumen untuk mendapat pengaruh dari dimensi ini sehingga percaya terhadap brand kompas.com. Seperti kita tahu bahwa dunia cyber lingkupnya sangat luas dan tidak terbatas. Konsumen sebagai pengguna tehnologi ini bisa berselancar secara bebas didunia 246 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 internet. Informasi yang tersaji begitu cepat dan beragam sehingga pilihan begitu banyak. Kualitas dan kesesuaian antara brand dan konsumen tentu saja menjadi faktor penting untuk adanya kepercayaan konsumen dalam pengggunaan informasi ataupun layanan online. Ketiga. Variabel Consumers-Brand Characteristics (kesesuaian karakter merek dengan karakter pelanggan) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Trust in Brand (kepercayaan terhadap merek), didalam analisis juga disebutkan bahwa variable ini merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi terhadap terbentuknya kepercayaan terhadap merek (Trust in Brand). Rata-rata pengunjung menyatakan bahwa kesesuaian karakter diantara konsumen dan merek menjadi alasan terhadap kenyamanan dan kepuasan dalam penggunaan brand kompas.com. Pada akhirnya kepercayaan terhadap merek (Trust in Brand) berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan pada merek (Brand Loyalty). Istilah loyalitas menggambarkan kesetiaan pelanggan atau konsumen terhadap merek/brand dalam rangka pemakaian produk dimana sikap ini seperti dijelaskan dalam penelitian ini didasari oleh kepercayaan (trust) pada merek. Didalam kasus portal berita online kompas.com disebutkan dalam analisis bahwa trust in brand dikonstruksi oleh dua variabel yaitu karakteristik merek (brand characteristics) dan kesesuaian hubungan karakter merek dengan karakter konsumen (consumers-brand characterisrics). Loyalitas terhadap layanan ini menjadikan konsumen percaya bahwa informasi-informasi yang mereka butuhkan terdapat didalam portal kompas.com, mereka merasa nyaman karena kesesuaian karakter dan harapan terpenuhi, sehingga pilihan yang begitu banyak dan luas di dunia internet mereka jatuhkan kepada layanan ini (kompas.com). Keikutsertaan didalam programprogram dari layanan merupakan bukti loyalitas mereka selain itu layanan ini dianggap sebagai referensi utama dalam rangka pencarian informasi sehingga ketika mereka berniat mencari informasi di dunia maya maka portal berita kompas.com yang pertama mereka buka. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di bagian terdahuu serta dengan memperhatikan latar belakang penelitian, justifikasi teori, dan metode penelitian, maka dapat disampaikan beberapa keterbatasan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Pada hasil uji kelayakan full model Structral Equation Model (SEM) ada beberapa kriteria goodness of fit yang marginal yakni NFI sebesar 0,83, RFI sebesar 0,79, AGFI sebesar 0,85 dan GFI sebesar 0,85. Dunia internet sangat luas, perkembangan tehnologi pun juga sangat pesat ditambah lagi dengan populasi pengunjung online yang juga banyak sehingga perubahan drastis dari waktu ke waktu sangat dimungkinkan. Adanya uji kelayakan model yang marjinal dalam pengujian analisis SEM, menunjukkan masih ada variabel yang perlu diganti sehingga penulis menyarankan untuk manambahkan variabel laten yang lain terkait dengan brand dan produk online khususnya portal media. Penelitian dengan melibatkan responden dari populasi dan wilayah yang lain untuk bisa mendapatkan data yang lebih detail tentang pengunjung online. 247 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 DAFTAR RUJUKAN Anber Abraheem Shlash Mohammad. (2012). The Effect of Brand Trust and Perceived Value in Building Brand Loyalty. International Research Journal of Finance and Economics (2012) 111-126 Aaker David A, (1991). Managing Brand Equity, Capitalizing on the Value of a Brand Name, The Free Press, New York. Aaker David, A, Kevin L, dan Keller, (1990). Consumer Evaluations of Brand Extension, Journal of Marketing, 54 (January), 27-41. Basu Swastha Dharmmesta, (1999). Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual Sebagai Panduan Bagi Peneliti, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No,3:7388,Vol, 14, BPFE-UGM. Brian Cugelman, MA., (2010). Online Social Marketing: Website Factors in Behavioural Change, University of Wolverhampton. Blackwell, Roger D, Paul. W, Miniard dan Janus F Engel. (2006). Consumer Behaviour, Edisi 10. USA: Thomson. Bungin, H.M. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Penerbit Kencana. Jakarta. Delgado-Ballester, E., dan Munuera-Aleman, J. L. (2001). Brand Trust in the Context of Consumer Loyalty”, European Journal of Marketing, 35, 11/12, 1238-1258. Fandy Tjiptono, dan Gregorius Chandra. (2005). Service, Quality and Satisfaction. Penerbit ANDI. Yogyakarta Ferdinand, A., (2000). Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gede Riana. (2008). Pengaruh Trust in a Brand terhadap Brand Loyalty pada Konsumen Air Minum AQUA di Kota Denpasar, BULETIN STUDI EKONOMI Volume 13 (2) Tahun 2008. Ghozali I, (2008). Structural Equation Modeling. Universitas Diponegoro Press. Semarang. Griffin, Jill (2005). Customer Loyalty, Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesehatan Pelanggan. Penerbit Erlangga. Jakarta Griffin, Jill. (2003). Customer Loyalty Menumbuhkan & Mempertahankan Kesetiaan Pelanggan, Alih Bahasa Dwi Kartini Yahya, Edisi Pertama 2005. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hasan, Ali. (2009). Marketing. Penerbit Medpress Hoffman, K. Douglas dan John. Jakarta. Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen Pemasaran (Edisi 13, Jilid 1), Penerbit Erlangga. Jakarta ____________________, (2009). Manajemen Pemasaran (Edisi 13, Jilid 2), Penerbit Erlangga Jakarta. Keller, K. L., (2008). Strategic Brand Management: Building, Measuring, Managing Brand Equity 3 rd ed., Pearson., New Jersey 248 Haryanto 236 - 249 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Luky Susilowati dan Sumarto. (2012). Membangun Brand Loyalty Melalui Brand Trust dan Customer Satisfaction. Jurnal. Pascasarjana UPNV Jawa Timur. Lau, G.T. dan Lee, S.H., (1999). Consumers’ Trust In A Brand And The Link To Brand Loyalty, Journal of Market-Focused Management, 4 (4), 341-370 Malhotra, N.K. & Birks, D.F. (2003). Marketing Research: An Applied Approach. Orientation. Prentice Hall. London Nancy Giddens., (2002). Brand Loyalty. Missouri Value-added Development Center University of Missouri, File C5-54 August 2002 R. Ayuningtyas dan M. G. Alif. (2009). Journal of Business Strategy and Execution 2 (2009) 50 – 62 Rangkuti F. (2002). Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer Relationship Strategy, Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rully Arlan Tjahyadi, (2006). Brand Trust dalam Konteks Loyalitas Merek: Peran Karakteristik Merek, Karakteristik Perusahaan, dan Karakteristik Hubungan Pelanggan-Merek. Jurnal Manajemen, Vol. 6, (1), Nov 2006 Sheth, J.N. dan Mittal, Banwari, (2004). Customer Behavior: A Manajerial Perspective. Thomson Learning. Amerika. Schiffman dan Kanuk. (2004). Perilaku Konsumen (edisi 7). Jakarta : Prentice Hall Setiadi, Nugroho J., (2003). Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Kencana. Bogor. Straubhaar, J & LaRose, R., (2004). Media Now: Understanding Media, Culture and Technology, 4th edition. Thomson Learning, Inc., Singapore Tsui Wa, Christine Tam. (2003). An Integrated Online Customer Loyalty Model. Department of Business Studies, The Hong Kong Polytechnic University, Hung Hom, Kolwoon, Hong Kong. Sekaran, U., (2003). Research Methods of Business: A Skill Building Approach, 4th Ed. John Wiley and Sons Inc., New York. Straubhaar, J dan LaRose, R., (2004). Media Now: Understanding Media, Culture and Technology, 4th edition. Thomson Learning, Inc. Singapore Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan keduabelas 2008. Penerbit Alfabeta. Bandung. Umar H., (2000). Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Widarjono, Agus. (2010). Analisa Statistika Multivariat Terapan. Cetakan Pertama. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. Wijayanto, S.H., (2008). Konsep dan Tutorial Structural Equation Modelling dengan LISREL 8.8. Graha Ilmu. Yogyakarta 249 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 ANALISA PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, SISTEM KONTROL, DAN KEMAMPUAN MANAJERIAL TENAGA PENJUALAN PT. PRO HEALTH INTERNATIONAL (PERSEPSI DARI KARYAWAN) Kumalaputri PT Taspen Email: [email protected] Abstract: This study analyzed the influence of leadership style, control systems and managerial skills to the performance of salespeople. With the objective of identifying and analyzing the impact strength of leadership styles, control system, managerial ability to affect the performance of jointly or individually, as well as knowing the most powerful dimensions that affect performance. The research method used was qualitative research using survey methods. The study population was 40 respondents in Sales & Marketing Department with the object of study variable-free style of leadership, control systems and managerial ability and variable tied to the performance. The results of the questionnaire respondents were given a score by using likert scale systems. Used to test the validity of the data analysis, reliability test and multiple linear regression with SPSS program. The results obtained are variable managerial skills are the most dominant influence on the performance compared to the style of leadership and control systems. The results of this study can be concluded that the style of leadership, managerial control systems and capabilities together a positive effect on the performance. Keywords: Leadership Style, Control Systems, Managerial Ability, Performance Abstrak: Penelitian ini menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, sistem kontrol, dan keterampilan manajerial terhadap kinerja tenaga penjual. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan dampak dari gaya kepemimpinan, sistem kontrol, kemampuan manajerial untuk mempengaruhi kinerja secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, serta mengetahui dimensi yang paling kuat yang mempengaruhi kinerja. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode survei. Populasi penelitian adalah 40 responden di Sales & Marketing Department. Kuesioner diberi skor dengan menggunakan skala likert. Uji validitas dan reliabilitas data serta regresi linier berganda menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan manajerial berpengaruh paling dominan terhadap kinerja dibandingkan dengan gaya kepemimpinan dan sistem kontrol. Secara bersamasama gaya kepemimpinan, sistem kontrol manajerial, dan kemampuan manajerial berpengaruh terhadap kinerja. Kata kunci: gaya kepemimpinan, sistem kontrol, kemampuan manajerial, kinerja 250 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 PENDAHULUAN Pertumbuhan perusahaan farmasi berkembang dengan sangat baik belakangan ini dan menimbulkan persaingan yang sangat ketat. Dalam persaingan tersebut, industri farmasi terus menerus melakukan peningkatkan dalam pelayanan dan mutu produknya. Salah satu bagian dari divisi atau bagian yang dipandang penting dalam perusahaan farmasi adalah bagian penjualan atau sales. Dukungan bagian penjualan atau yang disebut juga dengan Product Spesialist di bidang industri farmasi menjadi sangat penting, mengingat mereka inilah ujung tombak perusahaan.Untuk memaksimalkan keuntungan dan penjualan, perusahaan memberikan target-target penjualan terhadap tenaga penjualannya sehingga target-target yang dibebankan tercapai. Selanjutnya ditambahkan tujuan utama dari tenaga penjualan adalah mencapai penjualan produk yang berkelanjutan yang pada akhirnya mempertahankan penjualan jangka panjang sesuai dengan kondisi perusahaan. Dalam usaha untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan penjualannya, perusahaan memandang perlu untuk mempunyai tenaga penjualan yang handal sebagai Sumber Daya Manusia yang berkualitas yang menjadi faktor kunci keberhasilan bisnis suatu memasarkan produknya secara proaktif. Tenaga penjualan dituntut meningkatkan kualitas melalui proses pembelajaran, yang merupakan usaha untuk meningkatkan potensi dalam mencapai kinerja yang baik. Tenaga penjualan ditinjau dari sisi aset strategis dituntut memiliki kemampuan dan ketrampilan manajerial yang menunjang fungsinya sebagai aset strategis perusahaan. Konsep penjualan yang berorientasi pada kemampuan dan ketrampilan manajerial merupakan karakteristik yang penting dari tenaga penjualan uang berprestasi tinggi. PT. Pro Health Internasional adalah perusahaan farmasi yang baru berdiri sejak tahun 2007. Perusahaan yang merupakan mitra untuk perusahaan multinasional untuk memasarkan dan mendistribusikan produk-produk medis mereka di Indonesia. Sebagai perusahaan yang baru tentu saja perusahaan tetap memiliki target dan tujuan yang ingin dicapai. Berikut data target dan pencapaian dalam tiga tahun terakhir. Tabel 1. Target dan Pencapaian Penjualan Tahun 2009-2011 Tahun 2009 2010 2011 Total Target (Rp) 6.000.000.000 7.000.000.000 18.000.000.000 34.800.000.000 Pencapaian (Rp) 4.232.000.000 5.598.000.000 16.057.000.000 25.887.000.000 Persen (%) 84 80 89 74 Sumber: data diolah Kepemimpinaan di PT ProHealth telah merumuskan batasan-batasan dan meminta untuk kelompok di bawahnya untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam hal ini sangat besar untuk mereka, agar dapat mengembangkan potensi dirinya untuk berkembang dan mencapai kinerja yang lebih baik lagi. Disini pemimpin tidak menggunakan otoritas kekuasaanya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan kebebasan bawahannya sempit. 251 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Dalam gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar yaitu yang mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerjasama dan yang mementingkan hasil yang dapat dicapai. Dengan demikian gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan kinerja. Dalam menjalankan tujuan perusahaan, karyawan pasti akan menjalin hubungan dengan para pelanggan, organisasi, rekan sekerja, maupun para distributor. Hubungan ini menciptakan realitas tertentu yang membimbing dan mengarahkan karyawan, dan seberapa besar keterlibatan karyawan di dalam perusahaan. Lingkungan kerja yang mendukung dan rekan kerja yang mendukung akan membawa karyawan untuk bekerja secara optimal. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tangungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisai bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan. Penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, terbatas waktu, adanya pengarahan dan dukungan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja daya manusia secara keseluruhan. Penjualan produk-produk PT. Pro Health International pada dasarnya memiliki keunggulan dalam produk. Namun pada kenyataannya dilapangan, angka penjulan belum bisa mencapai target dari tahun 2009-2011, padahal ada potensi pasar yang besar di Indonesia. PT. Pro Health International merupakan sebuah perusahaan yang pencapaian kinerja pegawainya di bagian penjualan relatif belum maksimal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan tersebut. Penelitian ini mencakup seluruh pegawai yang terdaftar pada sebuah organisasi dan hanya difokuskan pada pengaruh gaya kepemimpinan, sistem kontrol dan kemampuan manajerial terhadap pencapaian kinerja organisasi. Melihat besarnya potensi seharusnya target pemasaran yang telah ditetapkan bisa dicapai, namun kenyataannya kondisi saat ini belum mencapai target 100%. Dengan berpegang pada visi dan misi dan berbagai keterbatasan yang dihadapai, hal ini merupakan tantangan bagi PT. Pro Health International dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah menganalisa faktor gaya kepemimpinan, sistem kontrol dan kemampuan manajemen apakah berpengaruh terhadap kinerja medical representatif, sehingga proses pencapaian target yang telah ditetapkan bisa mencapai lebih dari 100%. Berdasarkan uraian fakta masalah seperti yang telah dijelaskan di atas maka yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah (1) Apakah terdapat pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja tenaga penjualan? (2) Apakah terdapat pengaruh sistem kontrol terhadap kinerja tenaga penjualan? (3) Apakah terdapat pengaruh kemampuan manajerial terhadap kinerja tenaga penjualan? (4) Apakah terdapat pengaruh gaya kepemimpinan, sistem control dan kemampuan manajerial secara bersama-sama 252 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 mempengaruhi kinerja tenaga penjualan? (5) Pada dimensi yang mana variabel – variabel bebas tersebut berpengaruh dominan pada variabel terikat? Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja. Perilaku kepemimpinan memiliki kecenderungan pada dua hal yaitu konsiderasi atau hubungan dengan bawahan dan struktur inisiasi atau hasil yang dicapai. Kecenderungan kepemimpinan menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misalnya bersikap ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan dan memberikan kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin memberikan batasan antara peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan, memberikan instruksi pelaksanaan tugas (kapan, bagaimana dan hasil apa yang akan dicapai). Suatu gaya pemimpin atau manajer dalam organisasi merupakan penggambaran langkah kerja bagi karyawan yang berada dibawahnya. Gaya kepemimpinan mengundang arti cara pemimpin mempengaruhi bawahan untuk lebih dapat berbuat atau berusaha dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian gaya dari seorang pemimpin dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mariam (2009) dan Dulbert (2008) menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan dalam meningkatkan kinerja karyawan. H1: Ada pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja tenaga penjualan. Pengaruh Sistem Kontrol terhadap Kinerja. Tiap pendekatan kontrol manajemen penjualan tersebut dapat efektif jika sesuai dengan situasi penjualan yang dihadapi dan kontingensi yang berasosiasi dengan kesesuaian filosofi kontrol yang berbeda dalam fokus perhatian manajemen. Menurut Piercy (2000) sistem kontrol yang diadopsi oleh suatu organisasi seharusnya sesuai dengan tujuan manajemen penjualan dan strategi penjualan yang dijalankan. Selain itu, sistem kontrol berbasis perilaku memungkinkan pengidentifikasian hubungan antara perilaku penjualan dan kinerja yang efektif. Sistem ini juga memungkinkan tenaga penjualan untuk mempelajari cara-cara yang lebih baik dalam melaksanakan tugas penjualannya dan mendorong perilaku-perilaku yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja tenaga penjualan (Challagala dan Shervani, 1996) Penelitian serupa dan mendukung pernyataan di atas telah dilakukan oleh Edward (2009). Edward telah menguji secara empirik efek-efek langsung dari sistem kontrol terhadap akibat-akibat yang berhubungan dengan pekerjaan tenaga penjualan. H2: Ada pengaruh antara sistem kontrol terhadap kinerja tenaga penjualan Pengaruh Kemampuan Manajerial terhadap Kinerja. Weitz (1999) menyatakan bahwa pencapaian kinerja penjualan bergantung pada tingkat keagresifan tenaga penjual. Tingkat keagresifan ini akan nampak dari bagaimana aktifnya ia mengidentifikasi pelanggan potensial, orientasinya untuk selalu berpenghasilan tinggi, motivasinya untuk selalu menjual dengan melampaui target penjualan, yang dapat dicapai bila selalu ada upaya pembelajaran serta keinginan meningkatkan kemampuan dari tenaga penjualan tersebut. Tanpa adanya keterampilan dan kemampuan tenaga penjualan dalam melakukan 253 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 manajemen terhadap dirinya (self management) untuk melakukan kegiatan penjualan dengan baik, dapat dipastikan bahwa seseorang tersebut tidak akan mencapai sebuah tingkat kinerja penjualan yang efektif (Kohli, Shervani, Challagalla, 1998). Penelitian serupa telah dilakukan oleh Ferdinand (2004) yang hasilnya berbanding lurus, dimana hasilnya menyatakan ada pengaruh kemampuan manajerial terhadap kinerja tenaga penjualan. H3: Ada pengaruh antara kemampuan manajerial dengan kinerja tenaga penjualan Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Sistem Kontrol, dan Kemampuan Manajerial terhadap Kinerja. Ada banyak faktor-faktor ekstern maupun intern perusahaan yang berpengaruh dalam perkembangan maupun pemasaran produk perusahaan. Dari beberapa faktor-faktor tersebut, faktor sumber daya manusia sebagai tenaga pemasar merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Kinerja tenaga penjualan sangat vital bagi perusahaan karena akan memberikan sumber pendapatan utama bagi perusahaan. Penilaian kinerja tenaga penjual dapat menujukkan bagaimana kondisi pelayanan yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh konsumen. Tidak hanya kelengkapan feature produk, namun faktor kualitas sumber daya manusia juga sangat berpengaruh bagi konsumen dalam mengambil keputusan untuk menggunakan produk tersebut dalam jangka panjang. Penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, terbatas waktu, adanya pengarahan dan dukungan atasan. Karyawan bersama atasan masingmasing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja daya manusia secara keseluruhan. Penelitian ini menganalisis faktor gaya kepemimpinan, sistem kontrol dan kemampuan manajemen apakah berpengaruh terhadap kinerja tenaga penjualan. Dengan adanya ketiga faktor tersebut akan mampu memberikan hasil yang positif terhadap terciptanya kinerja yang positif. H4: Ada pengaruh antara gaya kepemimpinan, sistem control, dan kemampuan manajerial terhadap kinerja tenaga penjualan. METODE Penelitian ini merupakan studi kausalitas, yang dirancang untuk menemukan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Variabel terikat adalah kinerja tenaga penjualan, sedangkan variabel bebas adalah gaya kepemimpinan, sistem control, dan kemampuan manajerial. Data penelitian merupakan data primer yang dikumpulkan dari para tenaga penjual perusahaan. Data dikumpullkan menggunakan kuesioner. Jawaban responden berupa skala Likert, kemudian diolah dengan metode regresi liner berganda.. 254 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 HASIL DAN PEMBAHASAN Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R square disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Square 1 0.836 0,699 Sumber: Hasil Olah Data (2012) 0,676 Std Error of the Estimate 4,77694 Tabel 3 di atas menunjukikan koefisien determinasi (R2) sebesar = 0.676 Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan, Sistem Kontrol dan Kemampuan Manajerial mampu menjelaskan variabilitas Kinerja Tenaga Penjualan sebesar 67,6%. Sebanyak 32,4% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini. Uji F dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel bebas (gaya kepemimpinan, sistem kontrol dan kemampuan manajerial) terhadap variabel terikat (kinerja). Dari hasil Uji F pada Tabel 4 didapatkan Fhitung sebesar 6.996 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,001. Dikarenakan probabilitas signifikasi tersebut kurang dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi perubahan kinerja tenaga penjualan. Dengan kata lain variabel gaya kepemimpinan, sistem kontrol, dan kemampuan manajerial secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap variabel kinerja. Tabel 4. Uji F (ANOVA) Model Sum of Squares Df I. Regression 478.911 3 Residual 821.489 36 Total 1300.400 39 Sumber: Hasil Olah Data (2012) Mean Square 159.637 22.819 F 6.996 Sig. .001a Hasil luaran uji koefisien regresi dengan menggunakan program SPSS dapat dilihat pada Tabel 5. Data yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dari tiga variabel yang diduga mempengaruhi kinerja tenaga penjualan, dua variabel diantaranya yaitu gaya kepemimpinan dan kemampuan manajerial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja tenaga penjualan. Artinya jika gaya kepemimpinan dan kemampuan manajerial ditingkatkan maka kinerja tenaga penjualan akan meningkat. Dari kedua variabel yang signifikan tersebut, kemampuan manajerial memiliki pengaruh yang lebih besar. 255 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Tabel 5. Koefisien Regresi Model 1. (Constant) Gaya Kepemimpinan Sistem Kontrol Kemampuan Manajerial Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 19.180 10.534 .663 .069 .657 .287 .186 .220 .861 .317 .743 t 1.821 1.916 1.542 2.718 Sig. .077 .036 .132 .010 Sumber: Hasil Olah Data (2012) Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. Hasil uji hipotesis pertama dengan uji t untuk variabel Gaya kepemimpinan hasilnya signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan pada PT Pro Health International berpengaruh terhadap kinerja tenaga penjualan. Fakta yang diperoleh dari hasil penelitian sejalan dengan penelitian terdahulu dan hal tersebut menunjukkan bukti bahwa Gaya Kepemimpinan secara langsung mempengaruhi kinerja tenaga penjualan. Setelah dilakukan pengujian secara analisis regresi sederhana antara variabel Gaya Kepemimpinan dan kinerja tenaga penjualan terdapat pengaruh yang signifikan. Kepemimpinan menjadi salah satu variabel yang signifikan dalam meningkatkan kinerja para tenaga penjualan. Dengan memberikan coaching, monitoring dan evaluasi perlu dilakukan oleh pemimpin sehingga hasil penjualan akan sejalan dengan kinerja yang dilakukan oleh para tenaga penjualannya. Pengaturan kerja yang lebih tersistematik dikarenakan adanya kejelasan SOP untuk masing-masing jenis pekerjaan yang didesign sedemikian rupa sehingga outcome yang di inginkan oleh perusahaan akan tercapai. Meskipun Gaya Kepemimpinan secara signifikan telah merubah tatanan design pekerjaan menjadi lebih baik khususnya untuk tenaga penjualan dari pada pengelolaan sebelumnya. Dengan kemajuan dari perusahaan ini diperlukan strategi yang lebih sigap (Peka terhadap perubahan) dan memiliki kreativitas yang tinggi dalam mengelola perkembangan perusahaan. Pengaruh Sistem Kontrol terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. Hasil uji hipotesis kedua dengan uji t untuk variabel Sistem Kontrol berpengaruh tetapi signifikannya sangat rendah terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu dan hal tersebut menunjukkan bukti bahwa Sistem Kontrol secara langsung berpengaruh terhadap kinerja tenaga penjualnya. Adanya sistem kontrol yang baik oleh perusahaan akan menjadikan organisasi lebih terkendali. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kontrol pada PT Pro Health International masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh para tenaga penjualannya. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen setelah menemukan “Opportunity for Improvement”. 256 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Perusahaan akan membenahi sistem yang sudah ada saat ini sehingga untuk kedepannya akan dilakukan perubahan. Adapun tujuan perubahan yang terjadi berguna dalam melakukan edukasi kepada para tenaga penjualannya sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimum/optimal. Dengan mengumpulkan fakta-fakta yang ada, peneliti melakukan evaluasi terhadap karakteristik dari SDM khususnya para tenaga penjual yang ada. Hal ini akan menjadikan kesempatan bagi peneliti lain dalam melakukan pendekatan riset khususnya untuk objek penelitian tenaga penjualan perlu diketahui karakteristiknya terlebih dahulu. Sehingga jika mengambil variabel sistem kontrol akan mendapatkan pendekatan hasil yang relevan terhadap pengukuran “Sistem Kontrol” akan memiliki pengaruh terhadap kinerja para tenaga penjualan. Pengaruh Kemampuan Managerial terhadap Kinerja Tenaga Penjualan Dari hasil penelitian menggambarkan bahwa Kemampuan Manajerial di PT Pro Health Internasional telah berjalan dengan baik. Responden memiliki tanggapan yang baik terhadap para leader atau pimpinan saat ini. Para leader telah bekerja dengan mengorganisasikan perusahaan dengan baik. Sehingga para tenaga penjualan yang kompetensinya rendah akan segera diberikan bekal dan untuk memotivasi agar bekerja lebih giat lagi. Dengan manajemen yang baik PT Pro Health, secara terus menerus untuk bertahan dari persaingan para kompetitornya. SDM menjadikan tonggak atau acuan dalam menghasilkan revenue perusahaan yang tinggi. Keberlangsungan perusahaan yang baik akan mempengaruhi para tenaga penjualan untuk meningkatkan kinerjanya, terutama dalam memasarkan produk dari PT Pro Health International. Sejalan dengan peningkatan kinerja tentunya akan membuat perusahaan dapat melakukan sustainable financial dan dapat memiliki prospek sebagai perusahaan yang sehat pada masa yang akan datang. Pengaruh Gaya Kepemimpinan; Sistem Kontrol; Kemampuan Manajerial terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. Setelah mengetahui pengaruh terhadap masing-masing variabel independent terhadap variabel terikatnya. Jika dilihat dari hasil pengaruh secara bersamaan menunjukkan bahwa nilai “Sistem Kontrol” akan menjadi variabel yang memiliki pengaruh tidak nyata (signifikan). Sedangkan Variabel yang paling dominan pengaruhnya adalah variabel kemampuan manajerial. Responden telah memberikan tanggapan yang representatif terhadap kenyataan atau fakta-fakta real yang mendukung dari hasil penelitian yang ada. Dengan adanya dominasi yang tinggi dari para leader yang ada membuat perusahaan agar terus mengedukasi para tenaga penjualan agar terjadi perubahan di pimpinan akan digantikan oleh karyawan yang telah mengerti sistem yang ada. Kinerja organisasi yang dinamis akan membuat perusahaan dapat mengejar target maupun sasaran yang hendak dicapai pada masa jangka pendek atau jangka panjang. Jika jangka pendek tentunya untuk mencapai sasaran yang segera untuk direalisasikan. Sedangkan untuk jangka panjang terkait dengan tujuan maupun visi dan misi dari PT. Pro Health International. Pengaturan kerja yang lebih tersistematik dikarenakan adanya kejelasan SOP untuk masing-masing jenis pekerjaan yang di design sedemikian rupa sehingga outcome yang di inginkan oleh perusahaan akan tercapai. Meskipun Gaya Kepemimpinan secara signifikan 257 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 telah merubah tatanan design pekerjaan menjadi lebih baik khususnya untuk tenaga penjualan dari pada pengelolaan sebelumnya. Dengan kemajuan dari perusahaan ini diperlukan strategi yang lebih sigap (Peka terhadap perubahan) dan memiliki kreativitas yang tinggi dalam mengelola perkembangan perusahaan. PENUTUP Fakta adanya penurunan hasil pemasaran yang telah berjalan satu tahun terakhir ini. Untuk mengetahui faktor-faktor penurunan tersebut peneliti melakukan penelusuran melalui studi pustaka. Penelitian ini mengangkat tiga variabel yaitu Gaya Kepemimpinan; Sistem Kontrol dan Kemampuan Manajerial sebagai variabel independennya sedangkan Kinerja Tenaga Penjualan sebagai variabel terikatnya. Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara masing-masing variabel Independen terhadap variabel terikatnya peneliti menggunakan Analisa Korelasi dan Regresi dalam melakukan analisa datanya. Beberapa kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Variabel gaya kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja yang artinya jika gaya kepemimpinan pengasuh yang dilakukan, dimana pemimpin dapat memberikan pelatihan, coaching terlebih dahulu pada saat tenaga penjualan bergerak untuk melakukan penugasannya, maka kinerja karyawan akan meningkat. Tampak yang paling dominan pada tabel matriks korelasi dimensi antar variabel adalah pada dimensi gaya kepemimpinan pengasuh yang berhubungan kuat terhadap inisiatif. Hal ini menunjukkan bahwa para tenaga penjualan lebih memilih gaya kepemimpinan pengasuh sehingga mereka bisa lebih berinisiatif dan bersemangat setelah mendapatkan pengarahan, petunjuk dan coaching. Variabel sistem kontrol tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja, yang berarti variabel sistem control ini belum memberikan kontribusi dari kinerja tenaga penjualan. Hasil penelitian hubungan antara dimensi yang paling dominan pada dimensi target, sasaran dan tujuan yang harus dicapai yang berkorelasi terhadap dimensi inisiatif sebesar 0.470. Kondisi ini menggambarkan sistem pengawasan pada target, sasaran dan tujuan yang harus dicapai telah dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan sehingga terkait langsung tindakan inisiatif yang dilakukan oleh para tenaga penjualan dalam melaksanakan penugasan yang diharapkan oleh perusahaan. Variabel kemampuan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja, hal ini artinya kemampuan manajerial diperlukan dalam membuka kesempatan jaringan pelanggan baru sehingga mempermudah para tenaga penjual untuk melaksanakan tugas jika ada pendekatan yang baik. Faktor yang paling dominan dari hubungan antar dimensinya yaitu kemampuan dalam komunikasi dan negosiasi terhadap team work sebesar 0.642. Hal ini menunjukkan para tenaga penjual yang bekerja secara team work akan solid jika didukung dengan tingkat kemampuan komunikasi dan negosiasi yang baik sehingga target yang hendak dicapai akan tercapai. Untuk memperbaiki kinerja organisasi maka dengan penelitian ini akan merekomendasi fakta dan analisa data yang telah diketahui. Oleh karena itu harapan dari peneliti akan memberikan kontribusi yang berguna dalam menjalankan arah dan strategi 258 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 yang harus dilakukan untuk kedepannya. Berikut saran yang relevan dengan hasil yang telah diperoleh dari penelitian: 1. Tanggapan dari tenaga penjualan menunjukkan bahwa Gaya kepemimpinan yang popular dan diinginkan oleh responden adalah Gaya Kepemimpinan “Pengasuh”. Sehingga hal-hal yang perlu dipertimbangkan bagi Human Resources PT. Pro Health International dalam hal memilih dan mempertahankan para pemimpinannya khususnya pada bagian penjualan: a. Pemimpin yang mengkoordinasikan pada bagian penjualan produk diharapkan memiliki Gaya Kepemimpinan “Pengasuh”. Sehingga Pimpinan dengan gaya “Pengasuh” ini menjadi kekuatan bagi organisasi karena telah tercipta suasana kerja yang kooperatif sehingga membuat para tenaga penjualan lebih attractive dalam melakukan setiap penugasannya. Fakta tersebut sesuai dengan nilai koefisien korelasi tertinggi pada tabel matriks korelasi khususnya hubungan antara variabel Gaya Kepemimpin terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. b. Gaya kepemimpinan yang tidak diinginkan oleh para tenaga penjualan adalah gaya kepemimpinan berorientasi pada penugasan. Dimana pemimpin gemar melakukan pendelegasian dari setiap tugas yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya. Fakta tersebut sesuai dengan nilai koefisien korelasi terendah pada tabel matriks korelasi khusunya hubungan antara variabel Gaya Kepemimpin terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. 2. Pelaksanaan Sistem Kontrol masih perlu adanya edukasi kepada para tenaga penjualan. Meskipun penugasan para tenaga penjualan lebih mengarah kemampuan berkomunikasi dalam transaksi penjualan. Dikarenakan dalam bertransaksi membutuhkan kemampuan yang berbeda-beda hal tersebut akan membuat para tenaga penjualan tidak aware dengan sistem yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini perlu dijembatani gap yang terjadi sehingga apa yang diinginkan oleh organisasi akan sejalan dengan tujuan dari masing-masing tenaga penjualan. Hal-hal yang perlu diperbaiki oleh organisasi adalah: (a) Perlu adanya edukasi yang baik terkait dengan SOP dan peraturan, (b) Adanya Pengawasan aktivitas Salesman, (c) Tanggapan Umpan balik aktivitas salesman, (d) Monitoring Penilaian dan evaluasi salesman, (e) Inovasi Strategi dan kebijakan manajemen. 3. Kemampuan Managerial yang telah berjalan dengan baik hal ini menjadi kekuatan bagi organisasi. Oleh karena itu perlu adanya program retaining terhadap para pimpinan yang memiliki kemampuan manajerial yang baik. Sehingga para pimpinan tersebut akan tetap loyal dan ter-engage untuk terus bergabung dengan PT. Pro Health International. 4. Dalam melakukan perbaikan dan follow up hasil penelitian yang ada tentunya organisasi dapat melakukan prioritas kegiatan yang terkait langsung dengan salah satu misi kedepan. Dimana dari setiap departemen akan dikembangkan menjadi unit bisnis yang dapat membuat perusahaan akan terus berkembang. Dengan mengangkat tiga variabel yaitu Gaya Kepemimpinan, Sistem Kontrol dan Kemampuan Manajerial ketiganya diharapkan prioritas perbaikan akan lebih terarah seperti dengan melakukan kegiatan: (a) Memperbaiki Sistem kontrol agar lebih familiar dan user friendly 259 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 sehingga akan memudahkan para tenaga penjualan dalam berhubungan dengan perusahaan terutama dalam menjalankan penugasan berupa administratif.; (b) Memilih Gaya Kepemimpinan yang dapat menciptakan atmosfer kerja yang baik bagi organisasi. Dengan adanya teamwork akan mempermudah dalam mencapai target yang telah ditentukan perusahaan. (c) Mempertahankan kemampuan manajerial yang telah dilakukan dalam satu tahun terakhir ini dikarenakan telah solid. Para tenaga penjualan memberikan tanggapan yang positif dan baik atas kinerja yang dilakukan oleh para pimpinannya. DAFTAR RUJUKAN Adriani, Ririn. (2006). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Tenaga Penjual untuk Meningkatkan Kinerja Tenaga Penjualan. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Challagalla, GN. Shervani, Tassaduq, A., (1996). Dimension and Type of Supervisory Control Effect on Salesperson Performance and Satisfaction. Journal of Marketing, Vol.60 (January 1996) Cravens, David W. Thomas N. Inggram, Jr., Mark W.Johnson, and John F. Tanner. th (1993). Sales Force Management 6 ed. McGrow-Hill. Chicago. Dessler, Garry. (1992). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Prenhalindo. Jakarta. Dulbert, Biatna. (2007). Analisa Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Organisasi yang telah Menerapkan SNI 19-90012001. Jurnal Standarisasi Buslitbang BSN. Volume 9 (3). Hal 106-115.. Dwitanto, Agus. (2004). Analisis Pengaruh Kejelasan Peran Tenaga Penjualan dan Kepemimpinan terhadap Orientasi Pembelajaran dan Kinerja Tenaga Penjualan. Tesis. MM UNDIP. Semarang Edward. (2009). Studi Proses Sistem Kontrol Dalam Meningkatkan Kinerja Tenaga Penjual Sebuah Pembuktian Empirik Pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Bisnis & Publik. Volume 1 No. 1. Hal 1-16 Evans Kenneth.R, Schlacter J.L., Schultz R.J., Gremler Dwayne D., Pass M. and Wolfe W.G. (2002). Salesperson and Sales Manager Perceptions of Sales Person Job Outcomes: A Perceptual Congruence Approach, Journal of Marketing Theory and Practice, Fall Ferdinand, Agusty. (2004). Sudi Mengenai Orientasi Pengelolaan Tenaga Penjualan. Jurnal Pemasaran Indonesia. Vol III. Ni. 1. Mei 2004. Hal 1-22. Harsiwi. (2000). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Pria Manajer dan Wanita Manajer terhadap Kepuasan Kerja Bawahan. Tesis. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. House, R.J. and Shamir, B., (1993). Toward the Integration of Trans- formational, Charismatic, and Visi-onary Theories, In M.M. Chemers and R. Ayman (Eds.), Leadership Theory and Research : Prespectives and Directions. Academy Press. New York. Kiryanto, Sutapa, (2005). Pengaruh Sistem Kontrol tidak langsung terhadap Hubungan 260 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 participation Standard Setting, Standart tightness, Standart Based Incentive, Job Related Stress and Job Performance. JAAI Volume 9 (1). Juni 2005 hal 31-45. Kohli, Tosadadug A. Shervani and Goutama N.Callagalla, (1998). Learning and Performance Orientation of Salesperson: The Role of Supervisors. Journal of Marketing Research, Vol.XXXV, (May). Kotter, J dan Heskett, Jl, (1992). Corporate Culture and Performance, PT. Prehallindo Simon and Schuster (Asia) Pte.Ltd. The Free Press. Mariam, Rani. (2009). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Sebagai Variabel Intervening. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang Mas’ud, Fuad. (2004). Survai Diagnosis Organisasional Konsep dan Aplikasi. Badan Penerbit,BP-UNDIP, Semarang. Moeljono, Djokosantoso. (2003). Beyond Leadership: 12 Konsep Kepemimpinan, Elex Media Komputindo, Jakarta. Parwanti, (2005). Analisis Variabel-Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan Untuk Meningkatkan Efektivitas Penjualan. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. Piercy, Cravens dan N. A. Morgan, (1998). Sales force Performance and Behaviour-Based Management Processes in Business-to-Business Sales Organization, European Journal of Marketing, Vol. 32, No. 1/2., p. 79-100. ____________________________. (1999). Relationships Between Sales Management Control, Teritory Design, Salesforce Performance and Sales Organization Effectiveness. British Journal of Management, Vol. 10, (2), p. 95-111. Rentz, Joseph, David Shepherd, Armen Taschian, Pratibha A. Dabholkar, and Robert T Ladd, (2002). A Measuren of selling skill : Scale Development and Vaidation, Journal of Personal Selling and Sales Management, Vol XXII, No.1. Rich, Gregory A. (1997). The Sales Managers as Role Model: Effect on Trust, Job Satisfaction, and performance of Salesperson, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol.25 No.4. Royan, Frans. (2010). Creating Effective Sales Force. Penerbit Andi. Yogyakarta Sapiro, Rosann, L and Weitz, Barton A., (1990). Adaptive Selling: Conceptualization Measurement and Nomological Validity. Journal of Marketing Research, February. Schuler, Randall S and Jackson, Susan E, (1997). Human Resource Management: st Positioning for The 21 Century, Erlangga, Jakarta Smith, Kirk. (2000). Managing Salesperson Motivation in a Territory Realignment. Journal of Personal Selling and Management, Vol. XX, No. 4. Thoha, Miftah. (2010). Kepemimpinan Dalam Manajemen. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. Umar, Husain. (2010). Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan. PT. Raja Grafindo Perkasa.Jakarta Weitz, barton A. and Kevin D. Bradford. (1999). Personal Selling and Sales Management: A Relationship Marketing Perspective. Journal of The Academy of Marketing Science, 27 261 Kumalaputri 250 - 262 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Wibowo, Budi dan Andi Kusrianto.(2011). Jangan Menjual tanpa Ilmu Menjual. PT. Gramedia Jakarta Wibowo, (2011). Manajemen Kinerja. PT Raja Grafindo Perkasa. Jakarta Williams, Michael R. dan Jill S. Attaway. (1996). Exploring Salespersons Customer Orientation as a Mediator of Organizational Culture’s Infuence on Buyer-Seller Relationship. Journal of Personal Selling and Sales Management (Fall) Vol. 16, p. 33-52 262 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 ANALISIS KETIDAKSESUAIAN PRODUK BAJA KARBON MENGGUNAKAN KONSEP LEAN SIX SIGMA SEBAGAI DASAR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS (STUDI KASUS: PT. CITRA TANAMAS) Febiyanto Sutrisna Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta E-mail: [email protected] Abstract: PT. Citra Tanamas is a company that produces carbon steel. Quality decreasing is occurred on product in Hot Rolled Bar (HRB). Realizing the importance to the quality of HRB process, hence needed a problem solving method to improve and control HRB process so the amount of nonconformity product can be minimized. Problem solving is using Lean Six Sigma method that consist of Define, Measure, Analyze, Improve, and Control (DMAIC) phase. This phase begins with identifying customer needs to determine product priority of CTQ. Then measuring the sigma level, stability and process capability of CTQ product priority. On the analyze phase, fishone is used to find failure cause analysis product priority of CTQ, and then Failure Modes Effect Analysis (FMEA) tool is used to analyze the failure. On the final phase, improvement and process control act is done for company. The result of this research from Define phase is oversize as the product priority of CTQ. On the Measure phase known that sigma level in the month of January until March 2010 is decrease equal to 3,00 sigma, 2,94 sigma and 2,75. At that both period, process condition is not stable but capable enough if seen from Cp and Cpk value. On the Analyze phase is obtained the information that machine and equipments factors are significantly causing oversize is furnace drop, caliber problem, guide problem, and stand problem. On the Improve and Control phase, improve for managerial and technical side are given and Control suggestions to guarantee the quality of HRB process. Keywords: Lean Six Sigma, Critical to Quality (CTQ), gap analysis, HRB process, fishbone, sta Abstrak: PT. Citra Tanamas salah satu perusahaan yang memproduksi baja karbon dan mengalami penurunan kualitas pada produk Hot Rolled Bar (HRB). Penelitian ini bertujuan memberikan pemecahan masalah untuk meningkatkan dan mengontrol proses HRB sehingga jumlah ketidaksesuaian produk dapat diminimalkan. Pemecahan masalah dilakukan dengan metode Lean Six Sigma yang terdiri dari fase Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC). Hasil penelitian menunjukkan pada fase Define diidentifikasi kebutuhan pelanggan untuk menentukan prioritas produk CTQ. Pada fase Measure diketahui bahwa terjadi penurunan tingkat sigma pada bulan Januari sampai dengan Maret 2010 yaitu sebesar sigma 3,00, sigma 2,94 dan 2,75. Pada kedua periode, kondisi proses produksi tidak stabil tapi cukup mampu jika 263 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 dilihat dari Cp dan nilai Cpk. Pada fase Analyze diperoleh informasi bahwa mesin dan peralatan secara signifikan menjadi penyebab faktor kebesaran yaitu karena terjadi penurunan tungku, masalah kaliber, panduan, dan pelaksanaan. Pada fase Improve ditemukan bahwa perlu meningkatkan sisi manajerial dan teknis, sedangkan berdasarkan analisis pada fase Control disarankan untuk penjaminan kualitas proses HRB. Kata kunci: lean six sigma, critical to quality, analisis gap, proses HRB, fishbone PENDAHULUAN Dewasa ini persaingan yang ketat telah menuntut semua organisasi dan perusahaan untuk semakin kompetitif dalam memenuhi keinginan pelanggan dalam upaya mencapai kualitas kelas dunia. Setiap perusahaan menggunakan berbagai macam strategi manajemen kualitas untuk membuat segala yang dihasilkan lebih baik dari segi kualitas maupun biaya. Saat ini, produksi yang dilakukan di PT CT khususnya di Departemen Hot Rolled Bar (HRB) yang terdiri dari tiga fase utama, yaitu Roughing, Intermediate dan Finishing dirasakan kurang optimalnya ketiga fase proses dalam proses rolling tersebut mendominasi terjadinya kecenderungan penurunan kualitas produk. Penyebab dominan ketidaksesuaian produk antara lain Oversize, Roll Cross, dan Crack masih mendominasi tingginya prosentase ketidaksesuaian (failure rate) sebagai karakteristik kualitas yang kritis. Berdasarkan penggambaran permasalahan di PTCT khususnya pada bagian HRB, maka perusahaan membutuhkan suatu usaha perbaikan menyeluruh, baik dari segi manajerial maupun proses atau teknis melalui pendekatan konsep Lean Six Sigma dimana konsep ini memiliki sistematika yang jelas dalam menganalisa dan memperbaiki proses yang terjadi. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) Apa CTQ prioritas pada produk HRB?; (2) Bagaimana level sigma, stabilitas serta kapabilitas proses CTQ prioritas di bagian produksi HRB?; (3) Faktor-faktor apa saja pada mesin dan peralatan yang secara signifikan menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian kritis yang menjadi prioritas dan kegagalan yang sering terjadi serta akibatnya pada proses di bagian produksi HRB?; (4) Bagaimana meningkatkan kualitas proses berdasarkan metode analisa Lean Six Sigma? Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menerapkan sistem Lean Six Sigma di PT CT secara menyeluruh. Sedangkan tujuan dari penelitian ini ialah mengidentifikasi Critical to Quality (CTQ) prioritas pada produk di bagian produksi HRB, mengukur level sigma, stabilitas serta kapabilitas proses CTQ prioritas di bagian produksi HRB, menganalisa faktor-faktor yang secara signifikan menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian kritis yang menjadi prioritas dan kegagalan yang sering terjadi serta akibatnya pada proses di bagian produksi HRB, serta menetapkan sistem peningkatan dan pengendalian kualitas proses produksi di bagian produksi HRB berdasarkan metode analisa Lean Six Sigma. 264 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Kajian Teori. Lean process atau lean berakar dari konsep sistem manajemen Toyota yang dikembangkan dan diperluas. Sistem manajemen Toyota bertujuan untuk mencapai QCD (Quality, Cost, Delivery) melalui memperpendek aliran produksi dan mengeliminasi pemborosan. Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui peningkatan terusmenerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan produk dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. APICS Dictionary (2005) mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitasaktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain management, yang berkaitan langsung dengan pelanggan. Sementara konsep Six Sigma yang lahir dari konsep sistem manajemen Motorola dikenal dengan nama Six Sigma atau Six Sigma Motorola. Six Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik yang diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak tahun 1986, yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas. Berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas, Six Sigma Motorola mampu menjawab tantangan dan membuktikan selama kurang lebih dari 10 tahun setelah implementasi konsep Six Sigma mampu mencapai tingkat kualitas 3,4 DPMO (kegagalan per sejuta kesempatan). Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja proses industry. Berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas, Six Sigma adalah usaha yang terus menerus untuk mengurangi waste, menurunkan variance, dan mencegah defect. Tujuan dari metode peningkatan kualitas Six Sigma dapat dilihat dari dua kategori, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari metode Six Sigma ini adalah untuk memperbaiki sistem manajemen suatu perusahaan atau instansi lain yang terkait dengan pelanggan. Hal ini berarti Six Sigma membantu perusahaan atau instansi dalam suatu proses guna memiliki dukungan tinggi terhadap produk dan layanan yang bebas cacat. METODE Penelitian ini merupakan studi kasus di PT. CITRA TANAMAS. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi, yang dilakukan dengan melakukan observasi terhadap produksi di Departemen Hot Rolled Bar. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Agar dapat mengidentifikasi Critical to Quality (CTQ) prioritas pada produk di bagian produksi HRB, mengukur level sigma, stabilitas serta kapabilitas proses CTQ prioritas di bagian produksi HRB, menganalisa faktor-faktor yang secara signifikan menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian kritis yang menjadi prioritas dan kegagalan yang sering terjadi serta akibatnya pada proses di bagian produksi HRB, serta menetapkan sistem peningkatan 265 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 dan pengendalian kualitas proses produksi di bagian produksi HRB dilakukan analisis Lean Six Sigma. Menggunakan konsep Lean Six Sigma, prosedur atau tahapan penelitian ini adalah sebagaimana digambarkan pada Gambar 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Pendefinisian (Define). Pada tahap pendefinisian (Define) ini dilakukan pemetaan proses nilai, identifikasi kebutuhan pelanggan, perancangan dan penyebaran lembar wawancara serta pendefinisian Critical to Quality (CTQ) prioritas produk Hot Rolled Bar. Pemetaan Proses Nilai. Pemetaan proses disajikan dalam suatu aliran proses keseluruhan produksi Hot Rolled Bar (HRB) pada Gambar 2 dimana pada garis putus-putus berwarna merah pada gambar tersebut menggambarkan aliran proses inti produksi Hot Rolled Bar (HRB). Identifikasi Kebutuhan Pelanggan. Dari hasil brainstorming dengan bagian Produksi CDB sebagai pelanggan internal untuk bagian Cold Drawn Bar (CDB), diketahui bahwa ada 7 jenis Critical to Quality (CTQ) produk Hot Rolled Bar yang paling diperhatikan, yaitu: oversize, undersize, roll cross, scatch, crack laps, lips, silver. 266 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Penetapan Tujuan Penelitian Metode D-M-A-I-C Identifikasi Awal Penelitian Define Pemetaan Proses Nilai Identifikasi Kebutuhan Pelanggan Pendefinisian CTQ Prioritas Produk Measure Pengumpulan Data CTQ Prioritas Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisa hasil proses Pengukuran Level Sigma Pengukuran Stabilitas Proses Pengukuran Kapabilitas Proses Analyze Penelusuran Akar Penyebab Masalah Perancangan dan Penyebaran Lembar Wawancara 2 Analisis Pengaruh Potensial Kegagalan Sumber-Sumber Penetapan Rencana Variasi (FMEA) Perbaikan Improve & Control Penetapan Pengendalian Kualitas Proses Kesimpulan dan Rekomendasi Gambar 1. Tahapan Penelitian 267 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Pemotongan Material Gas Cutting Pemanasan Dapur Reheating Furnace Rolling Process A Roughing Mill Rolling Process B Intermediate Mill Rolling Process C Finishing Mill Cooling Process Cooling Bed Cutting Process Dividing & Gang Shear Gambar 2. Flow Process Chart Produksi Hot Rolled Bar Pendefinisian CTQ Prioritas Produk Hot Rolled Bar. Pendefinisian Critical To Quality (CTQ) prioritas produk Hot Rolled Bar selanjutnya dilakukan dengan analisis tingkat kepentingan - kinerja dan gap. Penghitungan selisih nilai customer importance dan customer satisfaction disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Selisih Customer Importance dan Customer Satisfaction No Customer Requirements 1 2 3 4 Tidak Oversize Tidak Undersize Tidak Roll Cross Tidak Scratch Customer Importance (Rata-rata) 4,55 4,73 4,27 3,91 Customer Satisfaction (Rata-rata) 2,09 3,09 2,91 3,36 Selisih (Gap) Kuadran 2,46 1,64 1,36 0,55 A B A B 268 Sutrisna 263 - 279 No Customer Requirements 5 6 7 Tidak Crack Tidak Laps Tidak Sliver Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Customer Importance (Rata-rata) 4,73 4,64 4,27 Customer Satisfaction (Rata-rata) 2,55 3,73 3,64 Selisih (Gap) Kuadran 2,18 0,91 0,63 A B B Sumber: Hasil Pengolahan Data Selanjutnya customer requirements akan dikelompokkan ke dalam kuadran diagram kartesius berdasarkan titik nilai dari customer importance dan customer satisfaction yang dibuat dengan menggunakan software Microsoft Visio 2007 yang disajikan pada Gambar 3. 5 Customer Importance A 5 2 4 B 6 1 3 7 4 1 3 2 4 5 2 C D 1 Customer Satisfaction Gambar 3. Diagram Kartesius Customer importance – Satisfaction Gambar 3 menunjukkan dua buah CTQ yang terdapat pada kuadran A yaitu titik 1, 3 dan 5. Selanjutnya perhitungan selisih (gap) antara customer importance dengan customer satisfaction dilakukan pada kedua titik tersebut dan diambil selisih nilai yang terbesar dimana didapatkan Customer Requirements tidak oversize (1) yang memiliki selisih 2,46 (terbesar). Selanjutnya prioritas pembahasan akan menitikberatkan pada CTQ kunci produk Hot Rolled Bar tersebut, yaitu Oversize. Tahap Pengukuran (Measure). Pada tahap pengukuran (measure) dilakukan pengumpulan data CTQ prioritas produk Hot Rolled Bar untuk selanjutnya dilakukan pengukuran level sigma, stabilitas proses dan kapabilitas proses. Pengumpulan Data CTQ Prioritas. Dari tahap define diketahui bahwa CTQ prioritas untuk produk Hot Rolled Bar ialah oversize. Maka dari itu data oversize selanjutnya digunakan dalam perhitungan selanjutnya. 269 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Pengukuran Level Sigma. Level sigma pada ketidaksesuaian oversize produk Hot Rolled Bar yang didasarkan pada data bulan Januari 2010, Februari 2010 dan Maret 2010 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 pada intinya menunjukkan, dengan nilai level sigma sekitar 3 (tiga) perusahaan dapat dikategorikan sebagai perusahaan rata-rata di Indonesia. Hal tersebut di atas disebabkan oleh berbagai variasi, baik variasi umum maupun khusus, dimana akan dianalisa pada penelusuran akar penyebab masalah. Apabila dilihat dari fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa pada bagian produksi hot rolled bar jauh lebih mementingkan hasil (product oriented) daripada proses (process oriented) dengan tidak terlalu mementingkan proses dari produk yang dihasilkan. Hal ini dapat dibuktikan dimana untuk produksi hot rolled bar masih mentolerir puluhan ribu kesalahan atau kecacatan, padahal dalam prinsip Six Sigma, hanya memperbolehkan kesalahan 3 hingga 4 buah kesalahan dari satu juta kesempatan proses. Tabel 2. Level Sigma ketidaksesuaian Oversize bulan Januari – Maret 2010 Pengukuran Stabilitas Proses. Stabilitas proses dilakukan sebagai syarat dalam pengukuran kapabilitas proses. Stabilitas proses dilakukan dengan alat statistik control chart untuk mengetahui apakah secara statistik proses berada dalam batas-batas kendali atau tidak. Apabila sudah terkendali, maka pengukuran kapabilitas proses baru dapat dilakukan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa data telah berada dalam kondisi yang stabil, sehingga untuk selanjutnya dapat dihitung kapabilitas prosesnya. Pengukuran Kapabilitas Proses. Pada pengukuran kapabilitas proses data atribut, terdapat dua jenis penghitungan yaitu kapabilitas proses yang digunakan untuk mengukur tingkat kapablitas proses sigma berdasarkan output ketidaksesuaian proses yang dihasilkan (Cp) serta indeks kapabilitas proses yang digunakan untuk mengukur kemampuan proses bersaing secara kompetitif di pasar global berdasarkan batas-batas level sigma (Cpk). Semakin kecil central line, maka kapabilitas proses semakin baik. Selanjutnya untuk kapabilitas proses disajikan pada Tabel 3. 270 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Tabel 3. Kapabilitas Proses bulan Januari – Maret 2010 Sumber: data diolah Berdasarkan hasil kapabilitas proses dan indeksnya, dapat diketahui bahwa proses produksi hot rolled bar dengan CTQ oversize untuk bulan Januari 2010 memiliki kapabilitas proses yang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,9339 yang dapat diinterpretasikan bahwa proses tersebut masih mampu untuk memproduksi tegel keramik berdasarkan output kecacatan proses. Berarti dari sejuta kesempatan yang ada akan terdapat 66803 kesempatan bahwa proses produksi tidak mampu menghasilkan keluaran yang baik yang diinginkan oleh pelanggan langsung yaitu produksi cold drawn bar. Selanjutnya, untuk nilai indeks kapabilitas prosesnya dapat dikatakan bahwa proses cukup mampu. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai Cpk untuk bulan Januari 2010 sebesar 0,5 yang dapat diartikan bahwa proses cukup mampu namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. Perusahaan yang berada di level ini memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma. Tahap Analisis (Analyze). Pada tahap Analisis (Analyze) ini dilakukan analisis akar penyebab masalah serta menganalisis pengaruh potensial kegagalan sumber-sumber variasi penyebab permasalahan dengan menganalisa Failure Modes Effect Analysis (FMEA). Penelusuran Akar Penyebab Masalah. Penelusuran terhadap sumber-sumber variasi penyebab masalah dilakukan dengan metode Root Cause Analysis (RCA). Penyebab ketidaksesuaian untuk CTQ prioritas dan fokus pada faktor mesin dan peralatan digambarkan ke dalam diagram Fishbone pada Gambar 4 dan Gambar 5. Analisis Pengaruh Potensial Kegagalan Sumber-Sumber Variasi (FMEA). Pada tahap ini dilakukan analisis pengaruh potensial kegagalan sumber-sumber variasi dengan menggunakan salah satu tool Six Sigma yaitu FMEA (Failure Modes and Effect Analysis). Perhitungan selengkapnya ditampilkan pada Tabel 4 yang menunjukan anaisis FMEA (Failure Modes and Effect Analysis). 271 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 METODE PENGUKURAN MATERIAL Alat ukur suhu rusak Pengaturan suhu Grade Billet Kurangnya SOP Jenis Billet Kurang memadai Density Billet Pengontrolan SOP OVERSIZE Kurang peduli Debu sisa rolling Debu dan Scale menumpuk Guide bermasalah Kurang motivasi Suara Bising Caliber bermasalah Training kurang Suhu dan kelembaban TENAGA KERJA LINGKUNGAN Gambar FURNACE Stand bermasalah MESIN DAN PERALATAN 4. Diagram Sebab Akibat CTQ Oversize CALIBER Kalori gas kecil Preheating time pendek Grade material yang digunakan Furnace drop Recuperator bocor Lifetime yang sudah habis Air pendingin kaliber kurang Grade material yang digunakan Stok besar OVERSIZE Bearing aus Lifetime yang sudah overtime Guide base longgar Machining dan Setup kurang baik Spring disc tidak berfungsi STAND Traveling time lama GUIDE Gambar 5. Diagram Sebab Akibat Kegagalan Rolling Mill CTQ Oversize Dapat dilihat pada Tabel 4 berikut bahwa RPN (Risk Priority Number) tertinggi yaitu Caliber bermasalah dengan nilai RPN = 5 x 5 x 4 = 100. Tahap Perbaikan (Improve) Dan Pengendalian (Control). Pada tahap ini diberikan penetapan sistem perbaikan dan pengendalian yang didapatkan dari interpretasi hasil. 272 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Perbaikan (Improve). Penetapan perbaikan dibagi ke dalam 2, yaitu perbaikan manajerial dan teknis. Perbaikan akan dititberatkan pada perbaikan CTQ kunci yang didapatkan dari hasil analisis tingkat kepentingan - kinerja dan gap yaitu oversize serta perbaikan RPN tertinggi yaitu Caliber bermasalah. Pertama. Perbaikan Manajerial. Perbaikan manajerial merupakan perbaikan yang melibatkan manajerial perusahaan dalam upaya melakukan perbaikan. Perbaikan ini dilakukan dengan melakukan perbaikan Struktur Tim Organisasi. Kedua, Perbaikan dengan Metode 5W - 2H. Perbaikan terhadap ketidaksesuaian oversize Hot Rolled Bar dapat dilakukan dengan merencanakan tindakan-tindakan guna mencapai tujuan utama dengan berbagai metode perbaikan yang secara jelas disajikan dalam Tabel 5. Tabel 4. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Potential Cause(s) of Failure S    Furnace drop Billet tidak terbakar secara sempurna 3 Caliber bermasalah Stok besar  Grade material yang digunakan  Recuperator bocor  Lifetime yang sudah habis Air pendingin kaliber kurang Grade Material yang digunakan 5  Symptoms Kalori Gas Kecil Preheating time pendek   O 4 5 Gas yang diatur terlalu besar keluarn ya Bar masuk R1 bersuar a keras dan cepat hitam  Display tempera ture tidak stabil  Stok bar besar setelah keluar dari caliber tersebut Detection Method D RPN 3 36 4 100 Dapat digunakan alat pendeteksi panas pembakaran (thermocouple) Metode visual untuk mengidentifikasi temperature yang tidak stabil, dimana bar akan cepat hitam Dapat dilihat secara langsung pada bar setelah keluar dari caliber 273 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012  uide bermasalah Stok berkuping / melintir Overfill satu / kedua sisi  4 Bar susah masuk Stand bermasalah Roll Jumping Stok besar 2 Lifetime yang sudah overtime  Pengecekan rutin jarang dilakukan  Machining dan Setup kurang baik  Traveling time lama  Bearing aus  Guide base longgar  Spring disc tidak berfungsi  4  3 Bar susah masuk Stok bar besar setelah keluar dari stand tersebut Dapat dilihat secara visual di dalam rumah guide, apakah entry guide dan roller guide ada masalah misal bengkok dan kendor Dapat dilihat secara langsung pada bar setelah keluar dari stand 4 64 3 18 Metode visual untuk mengidentifikasi roll yang jumping Sumber: data diolah Tabel 5. Perbaikan Kualitas Hot Rolled Bar dengan 5W-2H 5W-1H Tujuan Utama What (Apa) Alasan Keguna an Why (Mengapa) Tindakan 1. Memberikan prioritas perbaikan proses. 2. Melihat kemungkinan optimalisasi sistem pe-rolling-an agar proses dapat lebih dapat maksimal dan menghasilkan lebih sedikit ketidaksesuaian 3. Menetapkan sistem control terhadap histori penggunaan yang dapat digunakan sebagai indikator lifetime pada caliber. 4. Kegiatan overhaul dan pengecekan Rolling Mill dan accessoriesnya dilakukan secara berkala. 5. Memberi form evaluasi pengawasan dan panduan standar operasional perawatan Rolling Mill dan accessoriesnya kepada operator serta kondisinya dan menekankan bahwa proses Rolling Mill sangat penting dalam menghasilkan Hot Rolled Bar yang berkualitas tinggi. 1. Mesin yang dirawat secara berkala akan menghasilkan kinerja yang optimal dimana apabila kinerja mesin optimal, maka diharapkan kualitas yang diinginkan akan tercapai selain itu perawatan juga perlu agar kerusakan mesin dapat dideteksi sedini mungkin. 2. Prioritas perbaikan dilakukan agar dapat fokus dalam penyelesaian masalah sehingga ketidaksesuaian yang terjadi dapat diminimasi. 3. Peremajaan part, khususnya caliber dan guide dapat menjadi solusi, sehingga ketidaksesuaian dapat dihindari. 4. Operator yang mengerti pentingnya proses Rolling Mill akan memberikan perhatian penuh terhadap proses tersebut. Hal ini 274 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 sangat penting karena proses pembakaran merupakan proses vital dalam menentukan output Hot Rolled Bar yang berkualitas. 5. Panduan standar yang diberikan akan sangat berguna sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan oleh operator. Lokasi Where (Dimana) Urutan When (Bilamana) Orang Who (Siapa) Metode How (Bagaimana) Rencana perbaikan ini dilakukan di Bagian Produksi Hot Rolled Bar khususnya pada proses Rolling Mill 1. Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan metode Six Sigma DMAIC 2. Rencana tindakan ini akan dilaksanakan secepatnya, setelah mengetahui dan menemukan faktor-faktor penyebab kegagalan akibat Hot Rolled Bar yang oversize. Rencana tindakan perbaikan dapat dilakukan dengan membentuk tim Six Sigma dengan dipimpin oleh seorang Black Belt. Rencana pembentukan dilakukan mengingat bagian Quality Control (QC) tidak hanya mengawasi bagian Rolling Mill, namun seluruh bagian proses di PTCT sehingga permasalahan yang kritis sering ditangani terlambat sehingga menyebabkan kualitas Hot Rolled Bar tidak optimal. 1. Menetapkan prioritas perbaikan proses Rolling Mill dan sistem proses 2. Membuat schedule pelaksanaan overhaul dan pengecekan Rolling Mill dan accessoriesnya secara berkala, ingat slogan doing right for the first time. 3. Secara rutin mengisi form pemeriksaan atau report kondisi Rolling Mill dan accessoriesnya dan membuat laporan bulanan evaluasi pengawasan rencana process improvement for Rolling Mill sehingga jumlah ketidaksesuaian dapat dikendalikan. 4. Memperbaiki prosedur proses yang kurang baik dalam pelaksanaanya. 5. Menerapkan penetapan sistem perbaikan tersebut. Sumber: data diolah Perbaikan (Improve) Keseluruhan. Perbaikan ini difokuskan kepada CTQ kunci yang sebelumnya terpilih yaitu oversize. Perbaikan yang dilakukan diantaranya melakukan action planning for failure modes terhadap sebab-sebab terjadinya kegagalan oversize, serta mendokumentasikan proses operasional. Action Planning for Failure Modes. Data modus kegagalan yang telah dibuat sebelumnya melalui failure modes and effect analysis (FMEA) dijadikan dasar dalam pembuatan tabel Action Planning for Failure Modes yang selanjutnya disajikan pada Tabel 6. Pengendalian (Control). Sistem control diberikan untuk mengendalikan perbaikan yang dilakukan pada tahap improve agar dapat meminimasi kegagalan yang potensial terjadi pada kualitas proses yang berkaitan erat dengan output produk, sehingga produk dapat optimal serta sesuai dengan standar yang telah ditentukan perusahaan. 275 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Pengendalian (Control) Caliber Bermasalah. Pada tahap ini dipaparkan pengendalian perbaikan-perbaikan yang telah dibuat pada tahap improve agar permasalahan caliber yang bermasalah dapat diminimasi dan tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Prosedur standar dari tahap improve di atas harus selalu dikontrol dan dievaluasi. Tabel 6. Action Planning for Failure Modes Rank 1 Rank 2 Failure Modes Furnace drop Failure Modes Caliber bermasa lah Actionable Cause Design Action / Potensial Solutions Kalori Gas Kecil Gas disetting agar keluarnya seimbang Preheating time pendek Operator furnace selalu mengontrol preheating time berdasarkan standar dan data historis Grade material yang digunakan Dilakukan penyortiran sebelum material masuk ke dalam furnace Recuperator bocor Selalu mengecek recuperator secara berkala dan bertindak jika terjadi masalah dengan recuperator Actionable Cause  Lifetime yang sudah habis  Air pendingin kaliber kurang  Grade Material yang digunakan  Stok besar 3 Guide bermasa lah Lifetime yang sudah overtime Selalu merecord pemakaian guide sehingga pada saat waktu pakai habis, bisa langsung dilakukan penggantian Pengecekan rutin jarang dilakukan Pengecekan rutin harus secara konsisten dilakukan dan diberikan sanksi jika tidak dilakukan pengecekan Machining dan Setup kurang baik Untuk machining dan setup harus ada personil yang bertanggung jawab dalam melakukan hal tersebut, sehingga kesalahan dapat diminimalisir Travelling time yang lama akan menyebabkan bar cepat hitam, sehingga harus dilakukan pengontrolan dan ketepatan waktu yang baik dan kesiapan alat di lapangan Dapat diberikan pelumas apabila dilihat kurang dan Traveling time lama 4 Stand bermasa Design Action / Potensial Solutions Selalu merecord pemakaian caliber sehingga pada saat waktu pakai habis, bisa langsung dilakukan machining Selalu mengecek air pendingin kaliber, baik kuantitas maupun kualitasnya Dilakukan penyortiran sebelum material masuk ke dalam furnace Selalu melakukan kontrol terhadap proses sebelumnya dan selalu mengecek secara periodik Bearing aus diganti apabila sudah aus parah 276 Sutrisna 263 - 279 -lah Guide base longgar  Spring disc tidak berfungsi Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Selalu dilakukan pengecekan guide base, terutama pada awal proses fine tunning dan mengecek secara periodik apakah longgar / tidak. Pengecekan spring disc harus dilakukan oleh ahlinya di bidang rolling dan dilakukan tindakan perawatan sesuai standar Sumber: data diolah PENUTUP Kesimpulan Dan Rekomendasi. Berdasarkan riset yang telah dilakukan di PT. Citra Tanamas Tangerang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama. Karakteristik kualitas kritis (CTQ) prioritas adalah Oversize. Pertama. Level sigma bulan Januari 2010 sebesar 3,00 sigma dengan nilai Cp 0,9339 serta Cpk sebesar 0,5. Rata-rata proses kurang stabil namun cukup mampu dimana perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target yang diinginkan. Level sigma bulan Februari 2010 sebesar 2,94 sigma dengan nilai Cp 0,9260 serta Cpk sebesar 0,48. Rata-rata proses kurang stabil dan dianggap tidak mampu serta tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global. Level sigma bulan Maret 2010 sebesar 2,75 sigma dengan nilai Cp 0,8956 serta C pk sebesar 0,41. Rata-rata proses kurang stabil dan dianggap tidak mampu serta tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global. PT. Citra Tanamas memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Lean Six Sigma. Ketiga. Faktor-faktor pada mesin dan peralatan (Machine) yang secara signifikan menyebabkan oversize ialah Furnace drop, caliber bermasalah, guide bermasalah dan stand bermasalah. Kegagalan yang sering terjadi didapatkan melalui penggunaan tools FMEA dengan RPN tertinggi yaitu caliber bermasalah dengan nilai RPN 100. Keempat. Untuk meningkatkan kualitas proses berdasarkan metode analisa Lean Six Sigma, ditetapkan sistem perbaikan (improve) dilakukan melalui 2 aspek, yaitu perbaikan manajerial dan teknis. Improve dilihat dari aspek manajerial dilakukan dengan pertama membentuk struktur organisasi Six Sigma, kedua dengan merancang rencana perbaikan proses dengan metode 5W-1H. Untuk aspek teknisnya dilakukan dengan menetapkan sistem improve untuk caliber bermasalah dengan menentukan prioritas proyek perbaikan proses di bagian produksi HRB, selanjutnya menetapkan sistem perbaikan (improve) secara keseluruhan dengan action planning for failure modes serta membuat Standard Operational Procedures (SOP) mesin rolling mill. Penetapan sistem pengendalian (control) diberikan untuk RPN tertinggi yaitu caliber bermasalah dengan membuat form report control perkembangan kondisi kaliber. Untuk control keseluruhan khususnya CTQ oversize, dilakukan dengan mengimplementasikan pengendalian proses statistik secara langsung, melakukan verifikasi terhadap hasil perbaikan proses secara rutin dengan merancang form pencapaian target kinerja dari CTQ oversize serta dibuat pula design control validation, selanjutnya merancang form Standard Operational Procedures Roughing Mill pada Rolling Mill yang telah dibuat sebelumnya serta dilakukan penstabilan dan mempertahankan proses. 277 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 DAFTAR RUJUKAN Amri, Sahrial. (2005). Analisis Stabilitas dan Kapabilitas Proses Spinning Benang Katun dengan Metode Six Sigma (Studi Kasus PT. Primissima. Surakarta: Skripsi Jurusan Teknik Industri UNS. Solo (tidak dipublikasikan) Ariani, D.W., (2004). Pengendalian Kualitas Statistik. Penerbit Andi. Yogyakarta. Banuelas, Ricardo and Jiju Antony. (2004). Six Sigma or Design for Six Sigma?. The TQM Magazine 16: Page 250-263. Breyfogle, Forest W., (1999). Implementing Six Sigma Smarter Solutions Using Statistical Methods. John Wiley & Sons Inc. New York Budiman, Anthony, F., (2004). Penerapan Metode Six Sigma sebagai Metode Peningkatan Kualitas untuk Menurunkan Jumlah Cacat Benang Jenis Periodik pada Produk Kain Denim. Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri ITB. Bandung. DH, Stamatis. (1995). Failure Mode and Effect Analysis FMEA From Theory to Execution. ASQC Quality Press. Wisconsin Gasperz, Vincent., (2005). Total Quality Management. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Harry, Mikel and Richard Schroeder. 2000. Six Sigma: The Breakthrough Management Strategy Revolutionizing the Worlds Top Corporations. Random House Inc. New York. Imai, Masaaki. (1986). Kaizen(Ky’zen):The Key to Japan’s Competitive Success. Random House, Inc. New York Kurniawan, Indra. (2004). Analisis Implementasi Konsep Six Sigma Motorola’s Sebagai Alat Pengendalian Kualitas Produk: Skripsi Jurusan Ekonomi UNS, tidak dipublikasikan. Manggala, D. (2005). Mengenal Six Sigma Secara Sederhana. http://www.beranda.net Mitra, Amitava, (1998). Fundamental of Quality Control and Improvement. Prentice Hall. New Jersey. Mc Fadden, F.R., (1993). Six Sigma Quality. Quality Progress,: Page. 37-42. NASA. (2003). Root Cause Analysis Overview. NASA. Pande, Peter S,. (2000). The Six Sigma Way. Penerbit Andi. Yogyakarta. Pyzdek, (2002). The Six Sigma HandBook. PT. Salemba Emban Patria. Jakarta. Salurante, E., (2002). Penerapan Metode Six Sigma sebagai Metode Pengendalian dan Peningkatan Kualitas untuk Meminimasi Cacat Pin Pendek pada Produk Fly Back Transformator (FBT). Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri ITB. Bandung. Sugiono, Sugiharto, (2004). Six Sigma, Perangkat Manajerial Perusahaan pada Era Ekonomi Baru(Sebuah Pendekatan Konseptual Terhadap Studi Literatur). Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 6, (1) hal. 27 - 33 Sulistiyowati, Wiwik. (2007). Integrasi Metode Servqual, Lean dan Six Sigma Implementasi : PT. PLN (persero) Distribusi Jawa Timur, APJ Surabaya SelatanUPKJ Ngagel. Skripsi Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya. tidak dipublikasikan. 278 Sutrisna 263 - 279 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Supranto, J., (2001). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Edisi Baru. Rineka Cipta. Jakarta Wheat, Barbara. (2003). Leaning Into Six Sigma. PT. Bhuana Ilmu Populer (BIP). Jakarta. Wijaya, Rudi Indra. (2010). Analisis proyek implementasi modernisasi 3G Radio Access Network dengan metode Lean-Six Sigma (Studi Kasus:PT. Nokia Siemens Networks. Surabaya). Skripsi Jurusan Teknik Elektro UI, tidak dipublikasikan. 279 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRICE BOOK VALUE (PBV): STUDI EMPIRIS EMITEN INDUSTRI BARANG KONSUMSI PERIODE 2007 – 2010 Doni Hendra Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Padang Email: [email protected] Abstract: This study aimed to examine the effect of debt-to-equity ratio (DER), the dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), firm size, and earnings per share (EPS) for price-book value (PBV) on issuers and Consumer Goods Industries. Tthe size of the companies in this study using the natural logarithm of total assets. This study uses secondary data obtained from the Capital Market Reference Center (CMRC) in Indonesia Stock Exchange and the Financial Statements manufacturing sector and consumer goods (www. idx.co.id). The method of analysis used in this study is to use a multiple linear regression analysis. While the population and the sample used in this study is the Company manufactures and Consumer Goods Industry sector listed on the Indonesia Stock Exchange from 2007 to 2010, using financial statements as much as 4 years old and the object of this study consisted of 34 companies, while the variables used in this study there are two yaiitu: 1) the dependent variable (Price-book value (PBV)) and 2) Indenpenden variables (debt to equity ratio (DER), the dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), firm size and earnings per share (EPS)). Based on the results of the study indicate that the variable has a positive and significant impact on price-book value (PBV) is the debt to equity ratio (DER), return on equity (ROE), as well as the size of the company. Dividend payout ratio (DPR) and earnings per share (EPS) does not affect the size of the price to book value (PBV). Keywords: debt to equity ratio (DER), dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), firm size, earnings per share (EPS). Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio debt-to-equity (DER), rasio pembayaran dividen (DPR), return on equity (ROE), ukuran perusahaan, dan laba per saham (EPS) terhadap nilai price-to-book (PBV) pada emiten Consumer Goods Industries. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini menggunakan logaritma natural dari total aset. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa Efek Indonesia dan sektor Laporan Keuangan manufaktur dan barang-barang konsumsi (www. idx.co.id). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Sedangkan populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur dan sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari 2007 sampai 2010. Sampel penelitian berjumlah 34 perusahaan, sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaiitu: 1) variabel dependen (nilai Harga-buku (PBV)) dan 2) variabel Indenpenden (debt to equity ratio (DER), rasio pembayaran dividen (DPR), 280 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 return on equity (ROE), ukuran perusahaan dan laba per saham (EPS)). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel yang memiliki dampak positif dan signifikan terhadap nilai harga-buku (PBV) adalah rasio hutang terhadap ekuitas (DER), return on equity (ROE), serta ukuran perusahaan. Dividend payout ratio (DPR) dan laba per saham tidak berpengaruh signifikan terhadap PBV. Kata kunci: debt to equity ratio (DER), dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), firm size, earnings per share (EPS). PENDAHULUAN Investor dalam melakukan keputusan di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian saham. Menurut Hartono (2000:79) terdapat tiga jenis yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai instrinsik (instrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai instrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham. Investor perlu mengetahui dan memahami ketiga nilai tersebut sebagai informasi yang penting dalam pengambilan keputusan investasi saham karena dapat membantu investor untuk mengetahui saham mana yang bertumbuh dan murah. Salah satu pendekatan dalam menentukan nilai instrinsik saham adalah price book value (PBV). PBV atau rasio harga per nilai buku adalah perhitungan atau perbandingan antara harga pasar (market value) saham dengan nilai buku (book value) suatu saham, Jones (2000). Price book value (PBV) merupakan rasio untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Price book value (PBV) juga menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan yang relatif terhadap jumlah modal yang di investasikan. Semakin tinggi rasio price book value (PBV) dapat diartikan semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Price book value merupakan indikator lain yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Semakin besar rasio PBV maka semakin tinggi suatu perusahaan dinilai oleh para investor dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan oleh perusahaan. PBV digunakan untuk mengukur kinerja harga saham terhadap nilai bukunya. Perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya rasio PBV mencapai di atas satu yang mununjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari pada nilai bukunya. Perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya rasio PBV-nya mencapai di atas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Price book value adalah indikator lain yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Semakin besar rasio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal (investor) relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan diperusahaan. Debt to Equity Ratio mencerminkan besarnya proporsi antara total debt (total hutang) dengan total shareholder’s equity (total modal sendiri). Total debt merupakan total liabilities (baik utang jangka pendek maupun jangka panjang): sedangkan total 281 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 shaareholder’s equity merupakan total modal sendiri (total modal saham yang di setor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Menurut Robert Ang (2001) rasio ini menunjukkan komposisi dari total hutang terhadap total ekuitas. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang semakin besar di banding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). Kebijakan dividen juga bisa dikaitkan dengan nilai perusahaan. Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earning) sebagai cadangan bagi perusahaan. Besar kecilnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham dapat dilihat dari dividend payout ratio yang merupakan perbandingan antara DPS dengan EPS, jadi perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per share terhadap pertumbuhan earning per share (EPS). Dividend payout ratio adalah suatu keputusan untuk menentukan berapa besar bagian dari pendapatan perusahaan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan yang akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan. DPR dapat memberikan informasi atau isyarat mengenai keuntungan perusahaan karena besarnya pembayaran dividen akan meningkatkan keyakinan akan keuntungan perusahaan. Peningkatan DPR ini akan dapat memberikan pengaruh positif pada harga saham yang nantinya juga berpengaruh positif terhadap nilai suatu perusahaan. yang diproxy-kan price book value (PBV). Faktor lain yang dapat mempengaruhi price book value yaitu profitabilitas perusahaan. Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Ukuran profitabilitas perusahaan dapat berbagai macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian invetasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Salah satu rasio profitabilitas yaitu Return On Equity (ROE) merupakan ukuran kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan (return) bagi perusahaan dengan memanfaatkan modal atau ekuitas yang dimilikinya. Semakin besar ROE menunjukkan kinerja yang semakin baik (Ang, 2001). Pada umumnya semakin tinggi rasio ini semakin tinggi harga sahamnya, Simatupang (2010). Sektor industri barang dan konsumsi adalah sektor industri yang terdiri dari perusahaan yang menghasilkan produk atau output berupa barang yang akan dihabiskan atau dikonsumsi oleh konsumennya. Kinerja dari sektor ini menarik untuk diikuti mengingat sektor ini merupakan salah satu sektor yang memiliki prospek bagus dan diminati para investor. Sektor industri barang konsumsi dipilih karena memiliki konsumen yang tinggi yang akan mendorong perkembangan industri ini. Dengan konsumen yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin dari peningkatan harga sahamnya. Investor menyukai perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang tinggi, karena perusahaan seperti ini akan menghasilkan keuntungan atau return yang tinggi, yang pada akhirnya akan diharapkan membagikan dividen Earning Per Share (EPS) adalah laba per lembar saham. EPS menunjukkan kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba tiap lembar saham. EPS diperoleh dari laba setelah pajak dikurangi dividen saham preveren (laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata-rata lembar saham yang beredar). Jika EPS tinggi maka investor akan menilai bahwa emiten memiliki kinerja yang baik. Investor saham mempunyai kepentingan terhadap informasi 282 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 EPS dalam melakukan penentuan harga saham, mengingat pasar modal di Indonesia semakin menuju ke arah yang efisien sehingga semua informasi yang relevan bisa di pakai sebagai masukan untuk menilai harga saham. Kemampuan perusahaan untuk mempertahankan EPS yang tinggi berarti akan meningkatkan kepercayaan investor pada perusahaan dan akan menaikkan harga saham. Bila EPS tinggi, pengharapan investor untuk memperoleh dividen tinggi akan terwujud. Ukuran perusahaan (firm size) dilihat dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total asset yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan asset yang ada di perusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen ini sebanding dengan kekhawatiran yang dirasakan oleh pemilik atas assetnya. Jumlah asset yang besar akan menurunkan nilai perusahaan jika dilihat dari sisi pemilik perusahaan. Akan tetapi jika dilihat dari sisi manajemen, kemudahan yang dimilikinya dalam mengendalikan perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan. Size yang besar memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan. Perusahaan umumnya memiliki fleksibilitas dan aksebilitas yang tinggi dalam masalah pendanaan melalui pasar modal. Kemudahan ini bisa ditangkap sebagai informasi yang baik. Ukuran perusahaan (firm, seperti yang diharapkan para pemegang saham atau investor. Bahkan saat krisis sekalipun industri ini mendapat peluang untuk terus berkembang, karena mampu memenuhi selera konsumen yang semakin beragam dan memiliki pasar yang begitu luas. Hal tersebut tersebut di atas menjadi suatu fenomena yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Price Book Value Studi Empiris Pada Emiten Industri Barang Dan Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010”. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh dari debt to equity (DER), ratio, dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), Ukuran Perusahaan dan Earning Per Share (EPS) terhadap Price Book Value (PBV) pada emiten Barang dan Konsumsi pada Bursa Efek Indonesia periode 2007 - 2010. Dengan diketahui seberapa besar pengaruhnya, diharapkan akan dapat diidentifikasikan tindakan apa yang harus dilakukan dalam meningkatkan nilai saham pada perusahaan yang dimaksud. Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) Apakah debt to equity ratio (DER) berpengaruh terhadap price book value (PBV)?; (2) Apakah dividend payout ratio (DPR) berpengaruh terhadap price book value (PBV)? Apakah return on equity ( ROE ) berpengaruh terhadap price book value (PBV)?; (3) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap price book value (PBV); (4) Apakah earning per share (EPS) berpengaruh terhadap price book value ( PBV)? Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari debt to equity (DER), ratio, dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), Ukuran Perusahaan dan Earning Per Share (EPS) terhadap Price Book Value (PBV) pada emiten barang dan konsumsi pada Bursa Efek Indonesia periode 2007 -2010.yang diharapkan nanti dapat memberikan rekomendasi kepada calon investor dalam melakukan penilaian terhadap saham. 283 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Kajian Teori. Menurut Prayitno dalam Wulandari (2009), Price to Book Value (PBV) menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini, berarti pasar semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut. PBV adalah rasio keuangan yang digunakan untuk membandingkan nilai buku perusahaan dengan harga pasar saat ini. Nilai buku adalah istilah akuntansi yang menunjukkan bagian dari perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham, dalam kata lain, total aset berwujud perusahaan dikurangi total kewajibannya. Leverage atau tingkat hutang perusahaan akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Ada beberapa ukuran leverage, salah satunya Debt to Equity Ratio (DER). Debt to Equity Ratio akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyebabkan apresiasi harga saham. DER yang terlalu tinggi menyebabkan dampak yang buruk bagi kinerja perusahaan, karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga perusahaan akan semakin besar dan mengurangi keuntungan. DER memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Berdasarkan cara perhitungan DER, rasio ini dapat menggambarkan potensi manfaat dan resiko yang berasal dari penggunaan utang. Apabila DER tinggi, hal ini menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Semakin tinggi DER mencerminkan resiko perusahaan relatif tinggi karena perusahaan dalam operasi relatif tergantung terhadap hutang dan perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar bunga hutang akibatnya para investor cenderung menghindari saham–saham yang memiliki nilai DER yang tinggi. DER mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono 2001: 66). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecil laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang diterima karena kewajiban untuk membayar hutang lebih diutamakan daripada pembagian dividen. Kebijakan dividen digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi biaya keagenan, pembayaran dividen yang lebih besar akan memperbesar kesempatan untuk mendapatkan dana tambahan dari sumber eksternal. (Crutchley dan Hansen 1989 dalam Abdullah 2001). Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam bentuk dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen (Jogiyanto, 1998). Ang (2001) menyatakan bahwa dividend payout ratio merupakan perbandingan antara Dividend per share dengan earning per share, jadi secara perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per share terhadap pertumbuhan earning share. Dividen merupakan salah satu tujuan investor melakukan investasi saham, sehingga apabila besarnya dividen tidak sesuai dengan yang diharapkan maka ia akan cenderung tidak 284 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 membeli suatu saham atau menjual saham tersebut apabila telah memilikinya. Salah satu kinerja keuangan yang mendapat perhatian utama investor adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba atau profitabilitas. ROE adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu (Hanafi dan Halim, 2009). ROE merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu perusahaan (Bambang Riyanto, 1995 dalam Kusumaningrum 2010). Menurut Sujianto (2001) dalam Kusumaningrum (2010), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan asset, dan rata-rata total aktiva. Ukuran perusahaan dilihat dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total asset yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan asset yang ada diperusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen ini sebanding dengan kekhawatiran yang dirasakan oleh pemilik atas assetnya. Jumlah asset yang besar akan menurunkan nilai perusahaan jika dilihat dari sisi pemilik perusahaan. Akan tetapi jika dilihat dari sisi manajemen, kemudahan yang dimilikinya dalam mengendalikan perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan. Perusahaan umumnya memiliki fleksibilitas dan aksebilitas yang tinggi dalam masalah pendanaan melalui pasar modal. Kemudahan ini bisa ditangkap sebagai informasi yang baik. Ukuran yang besar dan tumbuh bisa merefleksikan tingkat profit mendatang (Suharli, 2006). Hubungan laba yang diperoleh dengan investasi yang ditetapkan pemegang saham diamati secara cermat oleh komunitas keuangan. Analis menelusuri beberapa ukuran pokok yang menggambarkan kinerja perusahaan dalam hubungannya dengan kepentingan investor. Rasio yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan dalam hubungannya dengan kepentingan investor adalah Earning per share (EPS). Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham. Bagi seorang investor, informasi mengenai EPS merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena bisa menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan. Earning Per Share (EPS) sangat berpengaruh terhadap harga pasar saham. Semakin tinggi EPS, semakin mahal pula harga saham tersebut, dan sebaliknya, karena Earning Per Share merupakan salah satu rasio keuangan untuk menilai kinerja perusahaan Berdasarkan kajian teori dan dalam upaya menjawab permasalahan penelitian, hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: H1 : Debt to Equity Ratio berpengaruh positif terhadap Price Book Value (PBV). H2 : Devidend Payout ratio berpengaruh poitif terhadap price book value H3 : Return on Equity berpengaruh positif terhadap price book value (PBV). H4 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Price Book Value (PBV). H5 : Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap Price Book Value (PBV). 285 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 METODE Penelitian ini dilakukan untuk menemukan bukti empiris pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kausalitas. Data yang digunakan merupakan data sekunder, yang dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan. Data penelitian merupakan skala rasio. Pengolahan data dilakukan dengan alat bantú SPSS, menggunakan Regresi Linier Berganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian hipotesis dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima atau ditolak melalui analisis regresi linear berganda. Dalam analisis regresi linear berganda ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji_F dan Uji-t. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2). Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness of-fit dari model regresi, yaitu seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk mencari besarnya kontribusi pengaruh dari variabel Debt to equity ratio, dividend payout ratio, return on equity, ukuran perusahaan, dan earning per share terhadap price book to value (Y) secara bersama-sama, maka digunakan analisis koefisien determinasi atau yang disebut R square. Tabel 1. Koefisien Determinasi R R Square 0,781 0,611 Adjusted R Square 0,593 Std. Error of The Estimate 4,14398 Sumber: data diolah Tabel 1 di atas menjelaskan metode regresi yang digunakan dalam pengolahan data SPSS adalah metode enter. Dari hasil olahan tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,611 (61,1%) yang berarti bahwa pengaruh variabel bebas yaitu debt to equity ratio, dividend payout ratio terhadap price book to value berpengaruh sebesar 61,1%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut sangat penting, sedangkan sebesar 38,9% disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Untuk itu perlu dilakukan juga upaya-upaya untuk menjaring faktor-faktor lainnya yang mempunyai pengaruh terhadap price book value Uji F ( ANNOVA ). Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hasil uji F dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa nilai F sebesar 35,744 dengan probabilitas signifikansi 0,000. Dikarenakan probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel debt to equity ratio (DER), devident payout ratio (DPR), return on equity (ROE), Ukuran Perusahaan 286 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 dan earning per share (EPS) secara bersama – sama berpengaruh terhadap price book value (PBV) Tabel 2. Uji F (ANOVA) Model a. Regression Residual Total Sum of Squares 3069,127 1957,676 5026,803 df Mean Square 5 114 119 613,825 17,173 F Sig. 35,744 0,000 Sumber: data diolah Uji Parsial ( Uji-t). Uji ini bertujuan untuk mengetahui hubungan signifikansi dari masing – masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut manakah diantara variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap price book value (PBV). Hasil uji t dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Uji-t ( Uji Parsial) Variabel Constant DER DPR ROE UkPer EPS Unstandardized Coefficient B Std. Error -6,378 3,656 0,005 0,001 0.046 1,160 0,064 0,01 0,555 0,263 0.001 0,000 Standardized Coefficients Beta 0,492 0,003 0,443 0,133 0,071 t Sig. -1,744 7,706 0,042 5,870 2,106 0,958 0,084 0,000 0,962 0,000 0,037 0,340 Dependent Variable: PBV Sumber: data diolah Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel debt to equity ratio (DER) memiliki nilai t hitung sebesar 7,700 dan nilai sig 0,000 (<0,05). Dengan demikian H1 ditolak dan disimpulkan terdapat pengaruh signifikan debt to equity ratio (DER) terhadap price book to value. Jika terjadi peningkatan satu satuan DER maka nilai perusahaan (PBV) akan meningkat sebesar 0,005 satuan. Variabel dividend payout ratio (DPR) memiliki nilai t hitung sebesar 0,42 dan nilai sig 0, 967 (>0,05). Dengan demikian H2 diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan devident payout ratio (DPR) terhadap price book value (PBV). Variabel return on equity (ROE) memiliki nilai t hitung sebesar 5,870 dan nilai sig 0, 000 (<0,05). Dengan demikian H3 ditolak dan dapat disimpulkan terdapat pengaruh signifikan return on equity (ROE) terhadap price book value (PBV). Jika terjadi peningkatan satu satuan ROE, nilai perusahaan (PBV) akan meningkat 0,064 satuan. Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai t hitung sebesar 2.109 dan nilai sig 0,037 (<0,05). Dengan demikian H4 ditolak dan dapat disimpulkan terdapat pengaruh signifikan ukuran perusahaan terhadap price book value (PBV). Jika terjadi peningkatan ukuran perusahaan satu satuan, maka nilai perusahaan (PBV) akan meningkat 0,555 satuan. 287 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Variabel earning per share (EPS) memiliki nilai t hitung sebesar 0,959 dan nilai sig 0,340 (>0,05). Dengan demikian H5 diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan earning per share (EPS) terhadap price book value (PBV). Berdasarkan dari pengujian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa debt to equity ratio (DPR) berpengaruh terhadap price book value (PBV). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Masdar Mas’ud (2008) dan Taswan (2003) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa Debt to Equity ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap Price Book Value.Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih diperkenankan. Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel devident payout ratio (DPR) tidak berpengaruh terhadap price book value (PBV). Hasil penelitin ini menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwandi (2000) dan Wiratawi (2008) yang menunjukkan dividend payout ratio berpengaruh positif terhadap price book value.(PBV).Teori signaling menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk. Deviden memberikan informasi atau isyarat mengenai keuntungan perusahaan karena pembayaran deviden akan meningkatkan keyakinan akan keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memiliki sasaran rasio pembayaran deviden yang stabil selama ini dan perusahaan dapat meningkatkan rasio tersebut, para investor akan percaya bahwa manajemen mengumumkan perubahan positif pada keuntungan yang diharapkan perusahaan. Isyarat yang diberikan kepada investor adalah bahwa manajemen dan dewan direksi sepenuhnya merasa yakin bahwa kondisi keuangan lebih baik daripada yang direfleksikan pada harga saham. Peningkatan deviden ini akan dapat memberikan pengaruh positif pada harga saham yang nantinya juga berpengaruh positif terhadap PBV (Van Horne dan Wachowicz, 1998). Return on equity merupakan rasio yang sangat penting bagi pemilik perusahaan (the common stockholder). Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikkan permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan menaikkan harga saham tersebut di pasar modal (Irawan, 2001). Return On Equity (ROE) merupakan ukuran kemampuan perusahaan didalam menghasilkan keuntungan (return) bagi perusahaan dengan memanfaatkan modal atau ekuitas yang dimilikinya. Semakin besar ROE menunjukkan kinerja yang semakin baik (Ang, 2001). Nilai ROE yang semakin tinggi menunjukkan suatu perusahaan semakin efisien dalam memanfaatkan modalnya untuk memperoleh laba, sehingga nilai perusahaan meningkat (Brigham dan 288 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Houston, 2003). Jadi semakin tinggi nilai ROE menunjukkan kinerja keuangan perusahaan semakin baik.Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan tumbuhnya suatu perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dan tingkat risiko dalam mengelola investasi yang diberikan para stakeholder untuk meningkatkan kemakmuran mereka. Perusahaan yang memiliki total asset yang besar menunjukan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan. Jika perusahaan memiliki total asset yang besar menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan (maturity) di mana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Daniati dan Suhairi: 2006). Dividend yang dibagikan kepada pemegang saham pun semakin besar. Hal ini menyebabkan saham perusahaan tetap menarik bagi investor dan akhirnya saham tersebut mampu bertahan pada harga yang tinggi secara relatif. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat ketidak konsistenan antara penelitian terhadap teori yang ada Earning Per Share (EPS) adalah laba per lembar saham. EPS menunjukkan kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba tiap lembar saham. EPS diperoleh dari laba setelah pajak dikurangi deviden saham preveren (laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata-rata lembar saham yang beredar). Jika EPS tinggi maka investor akan menilai bahwa emiten memiliki kinerja yang baik. Investor saham mempunyai kepentingan terhadap informasi EPS dalam melakukan penentuan harga saham, mengingat pasar modal di Indonesia semakin menuju ke arah yang efisien sehingga semua informasi yang relevan bisa di pakai sebagai masukan untuk menilai kinerja perusahaan. PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan uraian dan analisis data yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Debt to equity ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap price book to value Hal ini menunjukkan bahwa sejauh manfaat lebih besar, maka hutang masih diperkenankan; (2) Dividend payout ratio (DPR) tidak berpengaruh signifikan terhadap price book to value.;(3) Return on equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap price book to value; (4) Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap price book to value; (5). Earning per share (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap price book to value Perusahaan yang menginginkan nilai perusahaannya tinggi, dan hal itu diukur dari price book to value maka perusahaan hendaknya mengelola hutangnya dengan baik. Demikian pula dengan kemampuan perusahaan menghasilkan laba, khususnya melalui ukuran ROE. Bagi investor dan calon investor di sektor barang konsumsi yang mengamai kinerja emitennya melalui price book to value, perhatian perlu diberikan kepada rasio hutang perusahaan, profitabilitas perusahaan yang diukur dengan ROE, serta ukuran perusahaan. 289 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 DAFTAR RUJUKAN Ang, Robbert. (2001). Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Mediasoft Indonesia. Jakarta. Anoraga, Panji dan Pakarti. 2005. Pengantar Pasar Modal Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. Brigham Eugene F dan Joel F Houston. (2003). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Alih bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu, Edisi Sepuluh, Salemba Empat, Jakarta. Carl R. Chen And Thomas L. Steiner. (2001). Managerial Ownership and Agency Conflicts: A Nonlinear Simultaneous Equation Analysis of Manajerial Ownership, Risk Taking, Debt Policy, and Dividen Policy. The Financial Review 34, 119-136. Damodaran, Aswath. (2001). Corporate Finance Theory and Practice. Second Edition. New York : John Wiley & Sons Inc. Dendy Ardhata Saputra. (2010). Pengaruh Return On Equity (ROE) Dan Dividend Payout Ratio (DPR) Terhadap Price To Book Value (PBV) Pada Perusahaan Perbankan Yang Go Publik Di Bursa Efek Indonesia. Jawa Timur : UPN Veteran. Eva Eko Hidayati. (2010). Analisis Pengaruh DER, DPR, ROE dan Size Terhadap PBV Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di BEI Periode 2005-2007. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Fakhruddin, Hendy M., (2008). Istilah Pasar Modal A – Z, Elex Media Komputindo, Jakarta. Harahap, Sofyan Syafri. (2010). Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hartono, Jogiyanto. (2000). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE, Yogyakarta. Helfret. (2002). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Tujuh. Erlangga. Jakarta. Husnan, Suad. (2005). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. BPFE-UGM. Yogyakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta. Jones, Charles P., (2000). Investment Analysis and Management. 7th Edition, John Wiley & Son Inc, New York. Munawir. (2008). Analisa Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Ni Gusti Putu Wirawati. (2008). Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan terhadap Price to Book Value Dalam Penilaian Saham Di Bursa Efek Jakarta Dalam Kondisi Krisis Moneter. Buletin Studi Ekonomi Volume 13 No.1 Tahun 2008. UNUD. Denpasar Ninna Daniati, dan Suhairi. (2006). Pengaruh Kandungan Informasi Komponen Arus Kas, Laba Kotor dan Size Perusahaan terhadap Expected Return Saham Pada Industri Textile dan Automotive yang Terdaftar di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang. Pakpahan, Rosma.(2010). Pengaruh Faktor-faktor Fundamental Perusahaan dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur di BE1 tahun 2003 - 2007). Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan, dan Akuntansi, Bandung. 290 Hendra 280-291 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Putra. (2007). Pengaruh Kinerja Keuangan dan Beta saham Terhadap Price to Book Value (Studi pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2006). Semarang. Tesis. UNDIP. Rahardjo, Budi. (2009). Dasar-dasar Fundamental Saham Laporan Keuangan Perusahaan, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Salim, Joko. (2010). Cara Gampang Bermain Saham. Visi Media. Jakarta. Santoso, Singgih. (2008). Buku Latihan SPSS Statistik Parametric. PT Elex Komputindo. Jakarta. Sartono, Agus. (2005). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, Edisi 4, BPFE. Yogyakarta. Sawir, Agnes. (2005). Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Simatupang, Mangasa. (2010). Pengetahuan Praktis Investasi Saham dan Reksa Dana. Mitra Wacana Media. Jakarta. Soliha, Euis dan Taswan. (2002. Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. STIE Stikubank. Semarang. Sudarmanto, Gunawan. (2005). Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS, Edisi Pertama, Graha Ilmu. Yogyakarta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta. Bandung. Sugiyono, Arief dan Edy Untung. 2008. Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan Keuangan, Grasindo. Jakarta. Sujianto. (2001). Dasar-dasar Managemen Keuangan. BPFE. Yogyakarta. Sujoko dan Soebiantoro. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern, dan Faktor Ekstern terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 9, (1). Universitas Kristen Petra. Surabaya. Sutojo, Siswanto. (2000). Manajemen Terapan Bank. Pustaka Binaman Presindo. Jakarta. Syamsudin, Lukman. (2007). Managemen Keuangan Perusahaan, Edisi Baru, Cetakan ke 7. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Taswan. (2003). Analisis Pengaruh Insider Ownership, Kebijakan Hutang Dan Deviden Terhadap Nilai Perusahaan Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol.10 (2). Tito Perdana dkk. (2007). Pengaruh Kinerja Keuangan Dan Beta Saham Terhadap Price To Book Value (Studi pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2006). Tryfino. (2009). Cara Cerdas Berinvestasi Saham. Trans Media Pustaka. Jakarta. Umar, Husein. 2008. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Van Horne, James C., dan John M Wachowicz Jr. (2007). Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Jilid 1 Alih Bahasa: Heru Sutojo). Edisi Kesebelas. Salemba Empat. Jakarta. White Gerald. Sondhi Ashwinpul dan Fried Dov. (2002). The Analysis and Use of Financial Statements. John Wiley and Son. New York. 291 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP KINERJA GURU PADA SMA NEGERI 101 JAKARTA Aminah Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta Email: [email protected] Abstract: The purpose of the research of this erudite masterpiece study what is there are a significant positive effect between the Principal Leadership Behavior and Internal Communication to Teacher Performance at SMA Negeri 101. Data obtained by giving questioners to 56 teachers as respondents and the technics of intake of amount of sample use sampling Census. The method used used are, Test Instrument that is Validity and of Reliability, Classic Test is Multikoleniarity and Autokorelation, Doubled Regression and Correlation Matrix. The result of this hypothesis there is a significant positive influence effect between the Principal Leadership Behavior and Internal Communication of Teacher Performance. Results of testing showed that there was a significant positive effect between the Principal Leadership Behavior and Internal ommunication of Teacher Performance either simultaneously or partial. This means that if the Principal Leadership Behavior and Internal Communications, the better the performance will get better teachers. To researcher which wish to suggested can be given is to increase the regular meeting in formal and non formal as outbound activities, lectures and monthly social gathering, making computer-based communication channels to perform the procurement intranet and internet, to improve relations between all people of the school, the empowerment of learning media and learning resources. For researchers who want to conduct further research is recommended to conduct research on other factors that can be used to improve teacher performance. Keywords: leadership behavior, internal communications, teacher’s performance Abtrak: Tujuan penelitian ini menguji pengaruh positif perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal terhadap Kinerja Guru di SMA Negeri 101. Data diperoleh dengan memberikan kuesioner kepada 56 guru sebagai responden, yang merupakan sampel dengan penarikan secara Sensus. Sebelum dilakukan uji pengaruh, dilakukan Test Instrument yang meliputi uji Validitas dan Keandalan, serta Uji Asumsi Klasik. Hasil pengujian menunjukkan ada efek pengaruh signifikan Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru. Jika Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah baik, maka kinerja guru akan baik. Jika Komunikasi internal meningkat, maka kinerja guru akan semakin baik. Agar kinerja guru semakin baik disarankan untuk meningkatkan pertemuan rutin formal dan non formal, dilaksanakan kegiatan outbond, ceramah, dan arisan bulanan. Perlu dibuat saluran komunikasi berbasis komputer, melalui pengadaan intranet dan internet, perlu 292 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 memperbaiki hubungan antara semua orang di lingkungan sekolah, serta pemberdayaan media pembelajaran dan sumber belajar. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dianjurkan untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja guru. Kata kunci: perilaku kepemimpinan, komunikasi internal, kinerja guru PENDAHULUAN Kepala sekolah adalah seorang manajer sekolah yang memimpin berjalannya kegiatan pada suatu sekolah. Keberadaan Kepala Sekolah ini sangat diperlukan oleh seluruh guru, siswa, pegawai tata usaha, petugas keamanan, petugas kebersihan beserta wanga sekolah lainnya. Masa jabatan seorang Kepala Sekolah dibatasi oleh peraturan yang berlaku, sehingga di dalam suatu sekolah terjadi pergantian kepala sekolah, namun dengan jangka waktu yang tidak sama. Begitupun di SMA Negeri 101 Jakarta, sejak berdiri tahun 1990 sudah terjadi delapan kali pergantian Kepala Sekolah. Dari setiap Kepala Sekolah menampilkan perilaku kepemimpinan yang berbeda-beda. Ada Kepala Sekolah yang lebih senang duduk di dalam ruangan kerja Kepala Sekolah, jika membutuhkan informasi atau bantuan guru/pegawai, maka guru/pegawai tersebut dipanggil ke dalam ruangannya. Ada juga Kepala Sekolah yang lebih suka untuk mengobrol dan memonitor setiap kegiatan guru/pegawai, siswa dan warga sekolah lainnya. Selain itu juga Kepala Sekolah seringkali harus menghadiri Rapat Dinas yang diadakan oleh instansi terkait. Untuk kegiatan seperti ini ada Kepala Sekolah yang hadir tetapi ada juga yang mendelegasikannya kepada bawahannya yaitu wakil Kepala Sekolah atau guru yang ditunjuk. Perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah yang berbeda-beda diterjemahkan berbeda pula oleh guru dan pegawai. Ada guru yang beranggapan apabila Kepala Sekolah tidak melakukan monitoring, sering mengikuti Rapat Dinas di luar, maka guru tidak perlu bersungguh-sungguh di dalam mengajar. Tetapi bila seorang Kepala Sekolah berperilaku tegas dan menuntut anak buahnya untuk selalu bekerja dengan disiplin dan bertanggung jawab, ditambah dengan ajakan agar guru juga selalu meningkatkan kinerjanya, maka gurupun bekerja dengan giat, rajin dan penuh disiplin. Namun ada pula guru tidak mempermasalahkan perilaku kepemimpinan kepala sekolah atau keberadaannya, artinya bagaimanapun perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah guru tetap melaksanakan tugasnya dengan profesional. Aktivitas seorang Kepala Sekolah yang lebih banyak berada di dalam ruangan atau sering menghadiri Rapat Dinas dapat menimbulkan terjadinya komunikasi internal yang tidak berjalan dengan efektif karena guru mengalami kesulitan menemui Kepala Sekolah. Hal-hal yang berhubungan dengan masalah kegiatan belajar mengajar yang berakibat terhadap hasil belajar siswa tidak dapat dikomunikasikan secara efektif kepada Kepala Sekolah begitu juga sebaliknya, sehingga permasalahan yang dihadapi tidak dapat terleselaikan dengan baik akibatnya prestasi belajar anak didik tidak maksimal. Untuk itu komunikasi internal antar Kepala Sekolah dengan Guru dan sebaliknya maupun antar warga sekolah sangat penting agar tidak terjadi kesalah pahaman, sehingga dapat 293 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 menunjang kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik. Dengan komunikasi yang efektif diharapkan juga Guru dapat melakukan kegiatan belajar mengajar bertambah baik, sehingga dapat meningkatkan kwalitas prestasi anak didik. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan menemukan pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru dan pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja guru. Kajian Teoritis. Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam organisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Menurut Rivain (2004), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Suyuti (2001) yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, keterampilan, dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002). Sedangkan menurut Tjiptono (2001), gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinterkasi dengan bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2004). Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori ini menyatakan bahwa leder are born and not made (pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukanya dibuat). Para penganut aliran teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalan keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebgai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis. Teori Sosial. Jika teori pertama diatas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa leader are made not born (Pemimpin itu dibuat atau didik dan bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup. Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan 294 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segisegi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, dimana seorang pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pemimpin pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan, dengan demikian, ketika unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri. Gaya Kepemimpinan Transformasional. Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi – studi kepemimpinan. Konsep kepemimpinan transformasionalmengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya, dan kontingensi. Kebanyakan teori terbaru dari kepemimpinan tranformasional amat terpengaruh oleh Burns (1978) menurut Burns (dalam Yukl 2010: 290) “Kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai moral dari pada pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi.” Menurut Bass (dalam Yukl, 1996:224) bahwa kepemimpinan tranformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Yukl (200: 315) menyatakan bahwa kepemimpinan tranformasional sering didefinisikan melalui dampaknya terhadap bagaimana pemimpin memperkuat sikap saling kerjasama dan mempercayai, kemanjuran diri secara kolektif, dan pembelajaran tim. Disini para pemimpin tranformasional membuat para pengikutnya menjadi lebih menyadari kepentingan dan nilai dari pekerjaan serta membujuk pengikut untuk tidak mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan organisasi. Pemimpin tranformasional menurut Bass (dalam Wutun, 2001) cenderung berusaha untuk memanusiakan manusia melalui berbagai cara seperti memotivasi dan memberdayakan fungsi dan peran karyawan dalam mengembangkan organisasi dan pengembangan diri menuju aktualisasi diri yang nyata. Wutun (2001) menambahkan bahwa kepemimpinan tranformasional adalah bagaimana pemimpin mengubah (to transform) persepsi, sikap, dan perilaku bawahan terlepas dari meningkat-tidaknya perubahan yang terjadi. Secara konseptual, kepemimpinan tranformasional (to transform) adalah sebagai pemimpin dalam mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, pola kerja, dan nilai-nilai kerja bawahan sehingga bawahan akan lebih mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. 295 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses dimana para pemimpin dan anggota saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin berupaya untuk mengubah perilaku anggotanya agar menjadi orang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi serta berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan berkualitas guna mencapai tujuan organisasi. Para anggota organisasi yang dipimpin secara tranformasional akan merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pimpinan, dan mereka termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan cara lebih dari yang di harapkan (Yulk, 1978). Pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari apa yang mereka butuhkan. Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan tranformasional merupakan seorang yang memiliki visi sebagai agen perubahan pada sebuah organisai dan bawahannya dalam mengubah lingkungan kerja dengan meningkatkan moralitas dan motivasi yang tinggi pada bawahan dan juga menghargai serta memperhatikan kebutuhan – kebutuhan bawahannya sehingga bawahan akan lebih mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dimensi - Dimensi Kepemimpinan Transformasional. Menurut Bass (dalam Wutun, 2001) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki lima aspek perilaku, yaitu: a. Idealized Influence (attributed). Pemimpin berusaha mempengaruhi bawahan dengan komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, komitmen dan keyakinan, serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan tetap mempertimbangkan akibat – akibat moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat. b. Idealized Influence (behavioural). Sedangkan pada idealized influence behaviour mengacu pada perilaku seorang pemimpin yang memiliki kharisma dan membuat para karyawan menjadi pengikutnya dengan sukarela. Para pengikut tersebut memiliki tingkat kepercayaan dan loyalitas yang tinggi kepada pemimpinnya, karena seorang pemimpin transformasional tidak mengandalkan jabatan, wewenang, dan aturan yang ada tetapi seorang pemimpin transformasional mengandalkan keyakinan dan kepercayaan para pengikutnya yang berhasil ia bangun. c. Inspirational Motivation. Pemimpin bertindak dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan melalui pemberian arti, partisipasi dan tantangan terhadap tugas bawahan. Upaya pemimpin tranformasional dalam memberikan inspirasi para pengikutnya agar mencapai kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbayangkan, ditantangnya bawahan mencapai standar yang tinggi. Pemimpin transformasional akan mengajak bawahan untuk memandang ancaman dan masalah sebagai kesempatan belajar dan berprestasi. Oleh karenanya, pemimpin transformasional menciptakan budaya untuk berani salah, karena kesalahan itu adalah awal dari pengalaman belajar 296 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 segala sesuatu. Pemimpin transformasional akan menggunakan simbol – simbol dan metafora untuk memotivasi mereka, bicara dengan antusias dan optimis. d. Intelectual Stimulation. Pemimpin beruasha mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara – cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya, imajinasi, dipadu dengan intuisi namun dikawal oleh logika dimanfaatkan oleh pemimpin ini dalam mengajak bawahan berkreasi. Pemimpin transformasional menyadari bahwa sering kali kepercayaan tertentu telah menghambat pola berpikir, oleh karenanya, pemimpin tranformasional mengajak bawahannya untuk mempertanyakan, meneliti, mengkasi dan jika perlu mengganti kepercayaan itu. e. Individualized Consideration. Pemimpin berusaha memberikan perhatian kepada bawahan dan menghargai sikap bawahan terhadap organisasi perilaku pemimpin transformasional, dimana ia merenung, berpikir, dan selalu mengidentifikasi kebutuhan para bawahannya, berusaha sekuat tenaga mengenali kemampuan karyawan, membangkitkan semangat belajar pada para karyawannya dengan penuh perhatian, dan baginya adalah kunci kesuksesan sebuah karya. Gaya Kepemimpinan Transaksional. Definisi kepemimpinan transaksional tidak terlepas dari pendapat Burn (1978) kepemimpinan yang melakukan transaksi memotivasi para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka (Yukl, 2010). Menurut Yukl (2010) kepemimpinan transaksional dapat melibatkan nilai–nilai, tetapi nilai tersebut relevan dengan proses pertukaran seperti kejujuran, tanggung jawab, dan timbal balik. Pemimpin transaksional membantu para pengikut mengidentifikasi apa yang harus dilakukan, dalam identifikasi tersebut harus mempertimbangkan konsep diri dan self esteem dari bawahan (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2006: 213). Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta. Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance yang merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja berasal dari akar kata “to performance” dan menurut The Scibner bantam English Dictionary yang dikutip Widodo (2005) mengartikan sebagai berikut: (1) To do or carry out; execute (Melakukan, menjalankan, melaksanakan).; (2) To discharge or fulfill; as a vow (Memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar).; (3) To Portray as a character in a play (Menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan).; (4) To render by the voice or a musical instrument (Menggambarkannya dengan suara atau alat musik).; (5) To Execute or complete an undertaking (Melaksanakan atau menyempurnakan tanggungjawab).; (6) To act a part in a play (Melaksanakan suatu kegiatan dalam suatu permainan).; (7) To perform music (memainkan/pertunjukan musik); (8) To do what is expected of a person or machine (Melakukan suatu yang diharapkan oleh seorang atau mesin). Senada dengan pendapat tersebut, Fustino Cardosa Gomes mengungkapkan bahwa kinerja karyawan 297 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 sebagai “Ungkapan seperti output, efisien serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktifitas” (Fustino Cardosa Gomes dalam Mangkunegara, 2009). Pendapat tersebut menyatakan bahwa kinerja suatu pegawai tidak lepas dari hasil yang dicapai, serta efektif dalam peningkatan produktivitas. Menururt Mangkunegara (2009) kinerja adalah: “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2009:9). Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia adalah prestasi kinerja atau hasil kerja (Output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas. Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti diharapkan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja merupakan suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi serta organisasi. Pada dasarnya pengertian kinerja berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut A. Dale Timple dalam Mangkunegara (2009) terdapat beberapa faktor dalam kinerja yang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut: “Faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi Faktor internal dan faktor eksternal diatas merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat oleh para pegawai memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seorang pegawai yang mengaggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampuan atau upaya. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu mempunyai tipe pekerja keras. Sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja menurut Keith Davis dalam Mangkunegara adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowlede+Skill). “Artinya, pimpinan dan karyawan memiliki IQ 298 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 diatas rata-rata (IQ 110 -120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka akan mudah mencapai kinerja yang maksimal” (Dalam Mangkunegara, 2009:13). Faktor motivasi (motivation), motivasi diartikan sebagai suatu sikap (atittude) seorang pemimpin dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya. “Motivasi diartikan suatu sikap (atitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerja akan menunjukan kerja yang rendah, situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja” (Dalam Mangkunegara, 2009:14) Motivasi dalam situasi kerja merupakan suatu sikap terhadap situasi kerja dilingkungan tempat kerjanya. Motivasi seseorang dalam bekerja dapat menepatkan diri sendiri dilingkungan kerja mereka agar dapat meningkatkan sikap yang positif (pro) terhadap lingkungannya sehingga dapat menunjukan motivasi yang tinggi dalam bekerja. Sedangkan menurut Hennry dalam Mangkunegara (2009), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: a) Faktor Individu. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi; b) Faktor Psikologis. Psikologis dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang mental/jiwa yang bersifat abstrak yang membatasi pada tingkah laku dan prosess atau kegiatannya. Psikologis kerja dapat diartikan sebagai limgkungan kerja, sikap serta motivasi dalam melaksanakan pekerjaannya. Faktor psikoloigs bisa berupa persepsi, atitude, personality, pembelajaran, dan motivasi. Kelompok faktor psikologis terdiri dari variabel eprsepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalamana kerja sebelumnya dan variabel demografis. Faktor ini akan bermanifestasi pada munculnya pola-pola sikap dan kepribadian karyawan, dan c) Faktor Organisasi. Menurut Willian Stern yang dikutip Mangkunegara: “Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor Lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang”. Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keingingan untuk berprestasi. Komunikasi adalah suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai sebuah “proses yang kompleks”. Komunikasi merupakan proses dasar suatu hubungan antar manusia .Fungsi dari komunikasi adalah mentransfer informasi dari sumber (sender) kepada penerima 299 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 (receiver). Menurut PMI (2008), komunikasi dalam konteks proyek merupakan hal yang lebih dari sekadar kemampuan untuk berkomunikasi dan penekanan lebih diarahkan kepada pengolahan informasi. Karena itu manajemen komunikasi didefinisikan sebagai sebuah proses yang diperlukan untuk memastikan ketepatan dari pembuatan, pengumpulan, distribusi, penyimpanan dan implementasi akhir dari informasi proyek. PMI lebih jauh berpendapat bahwa proses komunikasi merupakan jalur penting antara para pihak yang terlibat, ide dan informasi yang diperlukan untuk keberhasilan proyek Beberapa peneliti yang meneliti peran komunikasi menjelaskan peran intergrasi dari pengetahuan dan informasi. Sebagai contoh, Anumba dan Evbuomwan (1999) mendefinisikan komunikasi sebagai “alat untuk pertukaran ide, pengetahuan atau informasi”. Beberapa penelitian lain, khususnya dalam bidang disiplin manajemen, cenderung menekankan fungsi komunikasi. Pietroforte (1999) menyatakan bahwa fungsi komunikasi adalah untuk mencapai tujuan bersama dan mendefiniskan komunikasi sebagai sarana yang berpengaruh dalam mengubah hubungan pribadi dan pekerjaan. Lebih lanjut Pietroforte (1999), melihat komunikasi sebagai sebuah mekanisme penyatuan perbedaan ide, persepsi dan tujuan bisnis yang dikompromikan untuk mencapai pemahaman bersama tentang arti dan kesepakatan informasi. Secara umum terdapat dua tipe komunikasi yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Komunikasi verbal adalah semua jenis komunikasi yang meliputi komunikasi lisan, tulisan, gambar dan grafik. Komunikasi verbal secara eksplisit dapat dimengerti oleh semua pihak. Kelemahan komunikasi verbal dapat disebabkan oleh a) Keterbatasan bahasa, yang disebabkan oleh i) Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili object, ii) Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual, dan iii) Kata-kata mengandung bias budaya serta b) Kerumitan makna kata. Komunikasi non-verbal adalah komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan bahasa isyarat. Selanjutnya Komunikasi secara lisan adalah semua jenis komunikasi secara lisan seperti presentasi dalam rapat, instruksi dari pemilik kepada perencana secara lisan, komunikasi antar perencana secara lisan dan lain-lain. Komunikasi tulisan adalah semua jenis komunikasi yang berbentuk grafik seperti gant chart untuk penyajian penjadwalan suatu proyek (Nugroho, 1986). Komunikasi Organisasi. Organisasi merupakan suatu kesatuan atau perkumpulan yang terdiri atas orang-orang atau bagian-bagian yang didalamnya terdapat aktivitas kerja sama berdasarkan aturan-aturan untuk mencapai tujuan bersama (Pace & Faules, 2005). Beberapa penelititan mengungkapkan bahwa komunikasi menunjukan korelasi dengan pelaksana organisasi secara kesuluruhan. Pace & Faules (2005) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki informasi yang lebih baik akan menjadi karyawan yang baik pula. Komunikasi organisasi dapat terjadi dalam bentuk kata-kata yang tertulis atau diucapkan, atau simbol-simbol yang menghasilkan perubahan tingkah laku dalamorganisasi, baik antara manajer dengan karyawan yang terlibat dalam pemberian atau pertukaran informasi (Putu Sunarcaya, 2008) Secara spesifik aktivitas komunikasi organisasi ada tiga hal yaitu: (1) Operasional Internal, yakni mestruktur komunikasi yang dijalankan dalam sebuah organisasi dalam 300 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 rangka mencapai tujuan kerja; (2) Operasional Eksternal, yakni struktur komunikasi dalam organisasi yang berkonsentrasi pada pencapaian tujuan kerja yang dilakukan oleh orang dan kelompok dilluar organisasi.; (3) Personal, yakni semua perubahan informasi dan persaaan yang dirasakan orleh manusia yang berlangsung kapan saja. Komunikasi dalam Organisasi Penelitian mengenai komunikasi dalam organisasi pada umumnya mengklasifikasikan komunikasi menjadi komunikasi internal atau eksternal komunikasi, dan independen dari organisasi atau dalam organisasi. Dalam konteks komunikasi dalam proyek, PMI (2008) meneliti komunikasi pada tingkat proyek dan mengklasifikasikan komunikasi menjadi dua jenis: internal (dalam proyek) dan eksternal (dengan klien, media, masyarakat, pemerintah, dll) (Project Management Institute, 2008). Guevara (1979) memberikan gambaran rinci dari tiga bidang komunikasi yang dihadapi dalam gambaran dari komunikasi dalam suatu organisasi. Yang pertama adalah tingkat kemandirian dari sebuah organisasi, misalnya, interpersonal komunikasi, utamanya pengaruh adalah fenomena kognitif dan peran sosial dan norma. Kedua adalah organisasinya sendiri, termasuk komunikasi interpersonal dan antar-departemen (Guevara, 1979). Pengaruh utama pada komunikasi interpersonal adalah peran organisasi dan normanorma, ditambah norma-norma sosial yang berlaku dan pengaruh dari hubungan komunikasi antar departemen dan pengaruh dari informasi yang dipertukarkan. Terakhir, komunikasi eksternal organisasi yang dapat dipecah menjadi antar-organisasi dan komunikasi organisasi. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh utama dari dari sebuah hubungan dalam sebuah organisasi adalah faktor lingkungan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka peneliti membuat kerangka penilaian sebagaimana digambarkan pada Gamabr 1.Instrumen dari perilaku kepemimpinan, komunikasi internal sebagai variabel independent dan kinerja guru adalah variabel dependent. Variabel independent mempengaruhi variabel dependent yakni kinerja guru yang ditunjukan dengan tanda garis panah. Hipotesis merupakan jawaban sementara atau bagaimana menduga permasalahan yang akan dibahas. Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Terdapat pengaruh positif signifikan antara Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru SMAN 101 Jakarta. H2: Terdapat pengaruh positif signifikan antara Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru SMAN 101 Jakarta. H3: Terdapat pengaruh positif signifikan antara Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru SMAN 101 Jakarta. 1) 2) 3) Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah Berorientasi Tugas Berorientasi Hubungan Berorientasi Perubahan Komunikasi Internal 1) Komunikasi Vertikal 2) Komunikasi Horizontal 3) Komunikasi Diagonal r X1.Y r X1.X2..Y Gambar 1. Kerangka Penelitian 1) 2) 3) 4) Kinerja Guru Pedagogik Kepribadian Profesional Sosial r X2.Y 301 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 METODE Penelitian ini bertujuan menemukan secara empiris bukti pengaruh beberapa variabel bebas, yaituperilaku kepemimpinan dan komunikasi internal terhadap variabel terikat, yaitu kinerja. Dengan demikian penelitian ini merupakan studi kausalitas. Penelitian dilakukan terhadap para guru di SMUN 101 Jakarta Barat. Sampel penelitian merupakan sampel jenuh, karena seluruh guru di SMUN 101 Jakarta Barat dijadikan responden. Data penelitian ini merupakan data primer. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner. Kuesioner sebagai alat pengumpul data diuji validitas dan reliabilitasnya. Sesuai tujuan penelitian ini untuk menemukan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka digunakan metod regresi linier berganda. Sebelum data diolah dengan pendekatan regresi dilakukan pengujian normalitas data dan pengujian asumsi klasik. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian instrumen penelitian (kuesioner) menunjukkan seluruh butir pertanyaan valid dan reliabel. Kesimpulan atas instrumen penelitian tersebut diambil karena seluruh pertanyaan yang dinubakan untuk mengukura variabel Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah, Komunikasi Internal dan Kinerja Guru, memiliki nilai rhitung lebih besar dari r tabel (0.2632), sehingga seluruh pertanyaan dapat disimpulkan Valid (lihat Tabel 1). Tabel 1. Uji Validitas No Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 r hitung ( Total Score ) Perilaku Kepemimpinan Komunikasi Kepala Sekolah Internal .659** .453** ** .709 .546** * .605 .291* ** .535 .539** ** .736 .661** ** .677 .509** .544** .575** ** .449 .666** ** .603 .620** ** .628 .588** ** .703 .462** ** .664 .511** .458** .584** ** .533 .568** ** .701 .624** Kinerja Guru .665** .707** .604* .716** .523** .546** .550** .355** .355** .597** .746** .667** .752** .639** .616** r tabel Kesimpulan 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 0.2632 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Sumber: Data Diolah (2012) 302 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Hasil uji reliabilitas menghasilkan nilai Cronbach's Alpha masing-masing variabel lebih besar dari rtabel (0.2632). Dapat disimpulkan bahwa variabel Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah, Komunikasi Internal, dan Kinerja Guru adalah reliabel. Tabel 2. Hasil Uji Reliabitas Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah Komunikasi Internal Kinerja Guru Cronbach's Alpha .877 .833 .875 N of Items 15 15 15 Sumber: Data Diolah (2012) Dikarenakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data terbukti valid dan reliabel, maka selanjutnya sebelum melakukan pengujian pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik pertama adalah uji multikolinearitas. Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas Model 1 (Constant) Komunikasi Internal (X2) Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) Collinearity Statistics Tolerance VIF .560 .560 1.785 1.785 Sumber: Data Diolah (2012) Pengujian multikolinearitas Pada menunjukkan variabel independen memiliki nilai Tolerance lebih dari 0.10 serta nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Setelah pengujian asumsi klasik memenuhi kriteria, dilakukan pengujian pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal terhadap kinerja guru. Hasil pengolahan data menunjukkan koefisein determinasi bernilai 0,615 (lihat Tabel 7). Berarti secara bersama-sama perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal mampu menjelaskan 60% variablilitas kinerja guru. Sebanyak 40% lainnya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini. Tabel 7. Koefisien Determinasi Model 1 R a .784 R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate .615 .600 4.46318 a. Predictors: (Constant), Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1), Komunikasi Internal (X2) Sumber: data diolah 303 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Berdasarkan uji Anova diketahui bahwa model yang disusun sesuai untuk mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal terhadap kinerja guru. Nilai F hitung adalah 42,268, signifikan pada 0,000 (< 0,05). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 8. Tabel 8. Uji F Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression 1683.956 2 841.978 42.268 .000a Residual 1055.758 53 19.920 Total 2739.714 55 Model 1 Sumber: data diolah Hasil pengujian melalui uji t menunjukkan bahwa baik perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru. Tabel 9 menyajikan hasil uji t. Tabel 9. Uji t Model 1 Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 17.682 4.849 Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) .349 .100 .398 3.494 .001 Komunikasi Internal (X2) .422 .104 .461 4.049 .000 3.647 .001 a. Dependent Variable: Kinerja Guru (Y) Sumber: data diolah Ditemukan bahwa perilaku kepemimpinan kepala Sekolah berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Guru SMAN 101 Jakarta. Apabila perilaku kepemimpinan kepala sekolah semakin baik maka kinerja guru akan meningkat. Ditemukan juga bahwa komunikasi internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru SMAN 101 Jakarta. Dengan demikian apabila komunikasi internal semakin baik maka kinerja guru semakin meningkat. Ada beberapa dimensi baik pada variabel perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja guru perlu ditingkatkan perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal yang terjadi di lingkungan SMAN 101 Jakarta. Agar dapat diketahui dimensi yang perlu diperbaiki, dilakukan uji korelasi antar dimensi dari masing-masing variabel bebas terhadap dimensi variabel terikat. Hasil pengujian korelasi antar dimsensi disajikan pada Tabel 10. 304 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Tabel 10. Matrik Korelasi Dimensi antar Variabel Dimensi X1 X2 Pedagogik Kepribadian Profesional Dimensi (Y1) (Y2) (Y3) Berorientasi Tugas (X11) .349 .439 .592 Berorientasi Hubungan (X12) .492 .362 .511 Berorientasi Perubahan (X13) .469 .356 .374 Komunikasi Vertikal (X21) .277 .379 .605 Komunikasi Horizontal (X22) .541 .303 .556 Komunikasi Diagonal (X23) .447 .368 .516 Sosial (Y4) .533 .542 .437 .569 .490 .454 Sumber: Data yang diolah Korelasi antar dimensi yang disajikan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa: Pertama. Variabel perilaku kepemimpinan (X1), dimensi Berorientasi Tugas (X11) memiliki hasil korelasi positif dan signifikan dengan tingkat hubungan ”Sedang” dengan dimensi Pedagogik (Y1). Nilai koefisien korelasinya sebesar 0.592 (cukup kuat). Selanjutnya dimensi Berorientasi Hubungan (X12) memiliki hubungan dengan dimensi Sosial (Y4) dengan koefisien korelasi sebesar 0.542 (cukup kuat). Dimensi Berorientasi Tugas (X11) memiliki hubungan dengan dimensi Sosial (Y4) dengan koefisien korelasi sebesar 0.533 (cukup kuat). Dimensi Berorientasi Hubungan (X12) memiliki korelasi dengan diemnsi Profesional (Y3) dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.511 (cukup kuat). Dimensi Berorientasi Hubungan (X12) memiliki korelasi dengan dimensi Pedagogik (Y1) dengan koefisien korelasi sebesar 0.492 (cukup kuat). Dimensi Berorientasi Perubahan (X13) memilkiki korelasi dengan dimensi Pedagogik (Y1) dengan koefisien korelasi sebesar 0.469 (cukup kuat). Dimensi Berorientasi Tugas (X11) memiliki korelasi dengan dimensi Profesional (Y3) dengan nkiai koefiisen 0.439, Berorientasi Perubahan(X13) dengan Sosial (Y4) 0.437. Sementara korelasi dengan hubungan kurang dominan atau “Lemah” adalah Berorientasi Perubahan(X13) dengan Profesional (Y3) 0.374, Berorientasi Hubungan (X12) dengan Kepribadian (Y2) 0.362, Berorientasi Perubahan (X13) dengan Kepribadian (Y2) 0.356, terakhir yang paling rendah adalah dimensi Berorientasi Tugas (X11) dengan Kepribadian (Y2) 0.349. Dengan demikian hubungan palling kuat ditemukan antara dimensi Berorientasi Tugas pada variabel bebas Perilaku Kepemimpinan dengan dimensi Pedagogik pada variabel Kinerja. Kedua. Variabel Komunikasi Internal (X2), dimensi yang memiliki hubungan positif dan signifikan serta paling dominan adalah dimensi Komunikasi Vertikal (X21). Dimensi ini berkorelasi paling kuat dengan dimensi Pedagogik (Y1) yaitu sebesar 0.605. dengan tingkat hubungan “Kuat”, kemudian dimensi dengan tingkat hubungan ”Sedang” adalah dimensi Komunikasi Vertikal (X21) dengan dimensi Sosial (Y4) sebesar 0.569, dimensi Komunikasi Horizontal (X22) dengan dimensi Pedagogik (Y1) 0.541, Komunikasi Horizontal (X22) dengan dimensi Profesional (Y3) 0.556 dan Komunikasi Diagonal (X23) dengan dimensi Profesional (Y3) 0.516, dimensi Komunikasi Horizontal (X22) dengan dimensi Sosial (Y4) sebesar 0.490, dimensi Komunikasi Diagonal (X23) dengan dimensi Sosial (Y4) sebesar 0.454, dimensi Komunikasi Diagonal (X23) dengan Pedagogik (Y1) 305 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 0.447. Dimensi yang kurang dominan dengan hubungan ”Rendah” adalah Komunikasi Vertikal (X21) dengan Profesional (Y3) 0.379, Komunikasi Diagonal (X23) dengan Kepribadian (Y2) sebesar 0.368, Komunikasi Horizontal (X22) dengan dimensi Kepribadian (Y2) 0.303, dan terakhir merupakan nilai yang terendah adalah dimensi Komunikasi Vertikal (X21) dengan Kepribadian (Y2) sebesar 0.277. Dengan demikian hubungan palling kuat ditemukan antara dimensi Komunikasi Vertikal pada variabel bebas Berorientasi Tugas pada variabel bebas Komunikasi Internal dengan dimensi Pedagogik pada variabel Kinerja PENUTUP Kesimpulan. Dari hasil análisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama. Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh positif signifikan antara Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru SMA Negeri 101 Jakarta. Apabila Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi Internal semakin baik maka Kinerja Guru semakin meningkat. Terutama pada dimensi Berorientasi Tugas dengan Pedagogik dan Komunikasi Vertikal dengan Pedagogik, perlu dilakukan peningkatan pemberian apresiasi kepada guru dan siswa, pertemuan rutin dan penambahan saluran komunikasi. Kedua. Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh positif signifikan antara Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya hubungan antara dimensi Berorientasi Tugas dengan Pedagogik, berarti Kepala Sekolah dapat meningkatkan Kinerja dengan memberikan Tugas sesuai dengan ketrampilan dan kemampuan masing-masing Guru, perlu dilakukan pengembangan sarana dan prasarana serta fasilitas sekolah, pemberdayaan media pembelajaran dan sumber daya pembelajaran, meningkatkan sikap disiplin baik guru dan siswa. Ketiga. Hasil pengujian hipótesis menunjukkan terdapat pengaruh positif signifikan antara Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru, yang berarti Komunikasi Internal dapat mempengaruhi Kinerja Guru. Hal ini dapat ditunjukkan besarnya hubungan Komunikasi Vertikal dengan Pedagogik dan Sosial, Komunikasi Horisontal dengan Pedagogik dan Profesional. Ini berarti komunikasi atasan dengan bawahan atau sebaliknya bawahan dengan atasan, komunikasi horizontal antar guru dengan guru yang lebih baik dapat meningkatkan Kinerja Guru, perlu dilakukan pertemuan rutin secara formal dan non formal seperti kegiatan outbond, pengajian bulanan dan arisan, membuat saluran komunikasi yang berbasis komputer dengan melakukan pengadaan intranet dan internet. DAFTAR RUJUKAN Davis, Keith. (1980). Human Behavior at Work. Fith Edition. Penerbit Tata McGraw-Hill Publishing Company LTD. New Delhi. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 306 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Hani Handoko T., (2003). Manajemen. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Hasibuan, Malayu, S.P., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Cetakan Kesembilan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Herlina, Budi, (2009). Pengaruh Komunikasi Internal dan Motivasi terhadap Produktivitas PT Zentha Mandala. Universitas Muhammadiyah. Malang. Husein Umar. (2005). Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama dengan Jakarta Business Research Center (JBRC). Jakarta. Indrawati, Yuliani, (2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru matematika Dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada Sekolah Menengah Atas Kota Palembang, Universitas Sriwijaya. Palembang. Irawan, Prastya. (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia.. Penerbit STIA LAN PRESS. Jakarta. Kinicki, A., Kreitner, R., (2003). Perilaku Organisasi. Edisi Pertama, Salemba Empat. Jakarta. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Jakarta. Nurhadi, (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan & Jawaban. Cetakan Pertama. Penerbit: PT Grasindo. Anggota IKAPI. Jakarta. Peraturan Pemerintah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen. Priyatno, Dwi. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Cetakan 1. Penerbit Mediakom. Yogyakarta. Priyono, Hadi.,(2011). Pengaruh Komunikasi Intern Terhadap Semangat Kerja Guru Sekolah Menengah Kejuruan se Kota Salatiga, Alumni Fakultas Ekonomi UNNES. Semarang. Riberu, (2003). Dasar-Dasar Kepemimpinan. Penerbit Pedoman Ilmu Jaya. Jakarta. Ricks, Betty R. Ginn dan Mary L. Daughtrey Anne S.,”Contemporary Supervision, Managing People and Technology”, McGraw-Hill. America. Riduwan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Penerbit Alfabeta, Bandung. Riduwan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung. Santoso, Singgih. (2007). Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Schuler, Randall S., (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Erlangga. Jakarta. Senge, Peter, (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization, New York, Doubleday, Deli Publishing group.Inc. Stephen P. Robbins, (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Penerbit PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. Stoner, James A.F., R.Edward Freeman. (1994). Manajemen (Penerjemah Wilhelmus W.Bakowatun dan Benyamin Molan). Intermedia. Jakarta. Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabet. Bandung. 307 Aminah 292-308 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Surip. (2005). Efektivitas Kepemimpinan Kepala Sekolah, Studi Kasus di SMA Negeri 4 Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sutisna, Endang. (2010). Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja Terhadap Mutu Sekolah SMAN Sumedang. Jurnal Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Sutrisno, Edy. (2010). Budaya Organisasi, Edisi Pertama, Cetakan Ke-1, Penerbit Kencana, Jakarta. T.Aritonang. (2005). Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK PENABUR. Jakarta. Tommy Suprapto. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi., Cetakan 1 - Yogyakarta. Tony Wijaya. (2011). Manajemen Kualitas Jasa. Penerbit Indeks. Jakarta. Uma Sekaran. (2006). Research Methods For Business/Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Veithzal, Rivai. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: dari Teori ke Praktik, Ed.1-2, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Yukl, Garry. (2005). Kepemimpinan dalam Organisasi, Alih Bahasa: Budi Suprianto. Penerbit PT.Indeks. Jakarta. 308 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 STRATEGI PEMASARAN KRISAN POTONG DI PT. ALAM INDAH BUNGA NUSANTARA Aminudin Aziz FMIPA Universitas Indonesia Email: [email protected] Abstract: The research is to evaluate in implementing marketing strategy which is apllied for these days and to formulate marketing strategy in cutting Chrysanthemum at PT. AIBN in the future.The method which was used in getting the data and information done by survey and interview deeply to all group of persons which are related. The method of analysis uses the input CP Matrix, EFE Matrix,IFE Matrix to get some alternatives of marketing strategy, then it is done analysis of QSP Matrix to choose strategy priority. From the evalution gotten that implementing functional marketing strategy Segmenting, Targeting and Positioning), Tactic (Differentiation, Marketing Mi: Product–Price–Place – Promotion, Selling ) and Value (Brand, Services, Process) isn’t consistent too focus. Then marketing development strategy and strategy in giving bonus and implementing improperly and unable to support increasing income and implementing strategy of the mix-price which decrease quality of product the cutchrysant from PT. AIBN. Formulating of the right marketing strategy in the future is (1) Product Development; (2) Backward Integration; (3) Dependent Diversification where the implementation combined by functional marketing strategy which is more focus, consistent and more control. Keywords: strategy evaluation, formulation future marketing strategies Abstrak: Penelitian ini untuk mengevaluasi pelaksanaan strategi pemasaran yang diterapkan selama ini dan memformulasikan strategi pemasaran krisan potong di PT. AIBN di masa datang. Metode yang digunakan dalam pengambilan data dan informasi dilakukan dengan survey dan wawancara yang mendalam kepada semua pihak terkait. Metode analisis menggunakan input CP Matrix, EFE Matrix dan IFE Matrix, kemudian mencocokkan dengan alat analisis I-E Matrix, SWOT Matrix, SPACE Matrix untuk mendapatkan beberapa alternatif strategi pemasaran, kemudian dilakukan analisis QSPMatrix untuk memilih prioritas strategi. Dari evaluasi didapatkan bahwa pelaksanaan strategi pemasaran fungsional (Segmenting, Targeting dan Positioning), Tacktik (Differensiasi, Marketing Mix: Product - Price – Place - Promotion, Selling) dan Value (Brand, Services, Process) tidak konsisten dan kurang fokus. Kemudian strategi pengembangan pangsa pasar dan strategi pemberian bonus dalam pelaksanaannya kurang tepat dan belum mampu mendorong peningkatan pendapatan, serta pelaksanaan strategi harga campuran yang justru menurunkan citra kualitas produk krisan potong dari PT. AIBN. Formulasi strategi pemasaran yang tepat pada masa mendatang adalah (1) Product Development; (2) Backward Integration; (3) Dependent 309 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Diversification yang pelaksanaannya dikombinasikan dengan strategi pemasaran fungsional. yang lebih fokus, konsisten dan terkontrol. Kata kunci: evaluasi strategi, formulasi strategi pemasaran mendatang. PENDAHULUAN Ketatnya persaingan mengakibatkan di tengah semakin berkembangnya industri krisan setidaknya sejak tahun 2005 hingga 2010 yang tumbuh 21,8 % pertahun, mengakibatkan beberapa perusahaan krisan mangalami keterpurukan dan tidak sedikit yang menutup usahanya, atau merubah strateginya sesuai kondisi ekstern maupun intern perusahaan. Persaingan juga dialami oleh PT. Alam Indah Bunga Nusantara (PT. AIBN). Perusahaan ini merupakan perusahaan krisan terbesar di Indonesia yang memproduksi dan memasarkan krisan potong (86 %) sebagai unggulannya, krisan pot (9%), Carnation (3 %) dan daun potong (2 %). Pendapatan perusahaan belum cukup menguntungkan pada tahun 2007-2010 dan market share krisan potong PT.AIBN terhadap pasar krisan potong Nasional menurun dalam lima tahun terakhir. Produksi krisan nasional serta penurunan pangsa pasar dan tingkat keuntungan PT AIBN tahun 2005-2010 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Krisan Nasional, Market Share Krisan dan Tingkat Keuntungan PT. AIBN No 1 2 3 Uraian Produksi Krisan Nasional Market Share PT. AIBN Keuntungan PT.AIBN 2005 47.465.794 2006 63.716.256 4.750.000 10,00 % 4.750.000 7,45 % 2007 66.979.260 4.750.000 7,08 % Rp 1,2 m Tahun 2008 101.777.126 4.750.000 4,56 % Rp 0,85 m 2009 107.847.072 4.750.000 4,4 % Rp 0,541m 2010 120.485.701 4.966.000 4,12 % Rp.0,396 m Sumber: Ditjen Hortikultura 2010 dan PT. AIBN 2011 (diolah) Tabel 1 menunjukkan bahwa bila produksi krisan identik dengan permintaan pasar Nasional, maka pada tahun 2005 hingga tahun 2010 market share krisan potong mengalami penurunan, yaitu dari 10 % pada tahun 2005 menjadi 4,12 % pada tahun 2010. Begitu juga dengan kerugian pada tahun 2007 hingga 2009 dan sedikit keuntungan (Rp.0,396 milyar) pada tahun 2010 karena tambahan investasi pada tahun 2009. Dengan semakin ketatnya persaingan, tantangan maupun bergesernya preferensi konsumen yang senantiasa berubah, perusahaan belum mampu memenuhi keinginan pelanggan, perusahaan belum mampu meningkatkan pendapatan yang cukup menguntungkan dan market share yang menurun, walaupun beberapa strategi telah diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengevaluasi pelaksanaan strategi pemasaran krisan potong yang dilakukan perusahaan pada saat ini dan (2) memformulasikan strategi pemasaran krisan potong yang sesuai untuk meningkatkan pendapatan dan market share yang mendukung keberhasilan perusahaan. 310 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Teoritis. Hasan (2009), mengatakan bahwa strategi pemasaran adalah serangkaian program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misi perusahaan yang dilakukan secara aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi untuk menghadapi lingkungan yang terus berubah. Menurut Kertajaya (2003:) marketing harus menjadi sebuah konsep bisnis strategis yang bertujuan untuk meraih kepuasan berkelanjutan bagi ketiga stakeholders utama, yaitu pelanggan, orang-orang dalam organisasi atau perusahaan itu serta pemegang saham. Agar setiap perusahaan mampu bertahan hidup, mampu mengatasi persaingan dan menang, maka perusahaan harus senantiasa berusaha menjadikan pemasaran sebagai konsep strategi bisnis yang mampu melakukan tindakan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan yang terus berubah. Kertajaya (2003), menggambarkan tiga dimensi architecture strategi pemasaran, yaitu Strategy atau “how to win mind share” (Segmentatin, Targeting, Positioning), Tactic atau “ how to win market share” (Differentiation; Marketing Mix: product, price, place, promotion; Selling) dan Value atau “how to win heart share” (Merek, Services, Pocess). Bagan sembilan elemen pemasaran dan hubungan segitiga Strategy, Taktic, dan Value dapat dilihat pada Gambar berikut Gambar 1. Segitiga Strategi, Taktic, dan Value Sumber: Kertajaya (2003) Menurut Hunger dan Wheelen (2003), dalam bersaing terdapat enam kekuatan yang mempengaruhi persaingan, yaitu 1) Persaingan antar Perusahaan yang saling bersaing; 2) Ancaman Masuknya Pesaing Baru; 3) Ancaman Produk atau Jasa Pengganti; 4) Kekuatan atau Daya Tawar Pemasok; 5) Kekuatan Tawar Pembeli; dan 6). Kekuatan Relatif dari Stakeholder Lainnya. Menurut David (2009:324), bahwa dalam menganalisis 311 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 perencanaan strategi pemasaran jangka panjang dapat menggunakan strategy formulation frame work yang dapat dibagi dalam tiga tahapan. Tabel 2 menunjukkan tahap analisis perumusan strategi. Kerangka analisis dapat dijelaskan pada tahapan analisis seperti dijelaskan pada kerangka pemikiran dan tahapan perencanaan tersebut tersebut di atas. Pada penelitaian ini, pada tahap pencocokan menggunakan SWOT Matrix, IE Matrix dan SPACE Matrix yang pada hakekatnya akan akan memperkuat dan saling melengkapi hasil analisis yang pada akhirnya menghasilkan hasil analisis yang relatif sama. Kemudian dilakukan tahapan memilih alternatif strategi yang paling menarik sesuai bobot dan tingkat kemenarikannya melalui analisis QSPM. David (2009: 248), mengemukakan 11alternatif pemasaran yang dapat dilakukan dalam usaha sebuah perusahaan, yaitu Tabel 2. Kerangka Analisis Perumusan Strategi TAHAP I : TAHAP INPUT External Factor Evaluation (EFE) Competitive Profile Matrix(CPM) Internal Factor Evaluatin (IFE) Matrix TAHAP 2: TAHAP PENCOCOKAN Strengths Weaknesses Opportunitles Threats (SWOT) Matrix Strategic Position And Action Evaluation (SPACE) Matrix Boston Competitive Group (BCG) Matrix Internal External (IE) Matrix Grand Strategy (GS) Matrix TAHAP 3 : TAHAP KEPUTUSAN Sumber: David (2009) Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) 1) Integrasi ke depan (Forward Integration); 2) Integrasi ke Belakang (Bacward Integration); 3) Integrasi Horisontal (Horizontal Integration); 4)Penetrasi Pasar (Market Penetration); 5) Pengembangan Pasar (Market Development); 6) Pengembangan Produk (Product Development); 7) Diversivikasi Terkait (Diversification Dependent); 8) Diversifikasi Tak Terkait (Diversification Independent); 9) Penciutan (Retrenchment); 10) Divestasi (Divestiture); dan 11) Likuidasi (Liquidation). METODE Penelitian dilakukan dengan model penelitian deskriptif. Data dan informasi yang dibutuhkan dikumpulkan melalui survei, observasi, wawancara, dan melalui FGD (focus group discussion) mendalam kepada pihak terkait, baik pelanggan, pihak manajemen dan pihak yang membidangi pemasaran krisan potong. Pihak yang membidangi pemasaran krisan potong termasuk pesaing perusahaan. Data dan informasi yang diperoleh digunakan untuk analisis input Competitive Profil Matrix (CMP) dengan membandingkan dua perusahaan yang sebanding untuk mengetahui kekuatan serta kelemahan antar pesaing. Selanjutnya dilakukan analisis 312 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 External Factor Evaluation (EFE) untuk mengetahui faktor peluang dan ancaman dalam industri krisan potong dan tingkat respon pihak manajemen PT. AIBN terhadap faktor eksternal yang ada. Berikutnya dilakukan analisis Internal Factor Evaluation (IFE) untuk mengetahui posisi perusahaan terkait faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis pencocokan untuk mengetahui posisi perusahaan dalam persaingan, mendapatkan alternatif strategi dan menagambil tindakan manajemen strategis yang diperlukan melalui analisis IE, SWOT, dan SPACE. Tahap terakhir adalah melakukan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) untuk mendapatkan prioritas strategi pemasaran yang sesuai untuk dapat diterapkan pihak PT. AIBN. Upaya mengetahui dan mengevaluasi strategi pemasaran saat ini dilakukan saat ini dilakukan dengan wawancara mendalam kepada semua pihak manajemen PT.AIBN. Sedangkan perumusan perencanaan strategi pemasaran yang akan datang dilakukan sesuai alur perencanaan sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Dari alur perencanaan strategi tersebut dapat dijelaskan bahwa data dan informasi sebagai input dianalisis melalui tiga tahapan seperti tersebut di atas yang akhirnya menghasilkan strategi terpilih yan dijadikan dasar penelaahan target market dan perencanaan penerapan strategi pemasaran fungsional, baik Strategi (Segmentation, Targetting, dan Positioning) Tactik (differensiasi, marketing mix (produk, price, place/ distribution dan promotion, selling, maupun Value (brand, servicess, process). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Competitive Pofile Matrix (CPM). Analisis Competitive Profile matrix (CPM) dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pesaing utama. Dalam Analisis Competitive Profile Matrix dibandingkan 10 faktor utama yang menentukan keberhasilan pemasaran krisan potong pada PT. AIBN dengan dua pesaing yaitu PT. Rose Farm dan PT. Ciputri. Data diambil dari 20 responden dari 58 pelanggan yang mengetahui ketiga perusahaan. Informasi yang diperoleh digunakna untuk menilai 10 faktor keberhasilan perusahaan. Dari penilaian tersebut diperoleh Analisis Competitif Profil Matrix sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Melalui Tabel 3 diketahui bahwa hasil penilaian rating terhadap 10 faktor keberhasilan penting yang dimiliki ke tiga perusahaan menunjukkan bahwa PT. AIBN memiliki nilai skore 2,77 dengan faktor kekuatan utama banyaknya pilihan varietas dan warna, kredibilitas perusahaan, back up keuangan dan kualitas produk. PT. Rose Farm mendapat skore 2,51 dengan kekuatan utama perusahaan ini adalah tersedianya berbagai jenis produk, baik krisan, lily, mawar, carnation, peacok, dan daun-daunan dll maupun kualitas produk yang mendorong konsumen membeli karena lebih lengkap. Sedangkan PT. Ciputri mendapat total skore 2.27 dengan keunggulan yang tidak terlalu menonjol. Nilai skore PT. AIBN dibanding pada PT. Rose Farm berbeda tipis dan memungkinkan bergeser posisinya bila PT. AIBN tidak meningkatkan daya saingnnya. Upaya meningkatkan daya saing dapat dilakukan dengan memperkuat faktor 1) promosi dengan mengangkat keunggulan kualitas produk, kredibilitas perusahaan, banyaknya pilihan 313 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 varietas atau warna yang ada; 2) jaminan pasokan produk dengan meningkatkan kapasitas produksi dan meningkatkan prduktivitas; 3) daya saing harga minimal dipertahankan dan menekan biaya operasional; 4) pelayanan yang harus ditingkatkan sehingga dapat melebihi harapan konsumen/ pelanggan; 5) meningkatkan penyedian produk berbagai jenis bunga untuk menjaring pelanggan dengan melakukan kerjasama produsen jenis bunga/daun lainnya. Konsep Manajemen Strategis Analisis Persaingan & CPM 1. Kekuatan tawar pemasok 2. Ancaman produk pengganti 3. Persaingan perusahaan sejenis 4. Masuknya pesaing baru 5. Kekuatan tawar konsumen 6. Tekanan dari stakeholders lainnya (pemerintah, pekerja dll) MODEL 6 Kekuatan Bersaing Analisis Eksternal (EFE) Analisis Internal (IFE) Peluang & Ancaman EFE IE Matrix, SWOT, SPACE Value: -Brand Service Process Konsep Pemasaran Perumusan Sasaran Perumusan Strategi Perumusan Positioning Kekuatan & Kelemahan IFE QSPM MATRIX Tactik: - Diferensiasi - Marketing Mix (4P) - Selling RANCANGAN STRATEGI PEMSARAN Strategy (STP): Segmentation, Targetting, Positioning Gambar 1. Alur Perencanaan Strategi 314 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Tabel 3. Kekuatan Persaingan PT. AIBN, PT. Rose Farm dan PT. Ciputri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Faktor KeberhasilanPenting Daya Saing Harga Harga produk keseluruhan (tampilan, lama kesegaran bunga, warna, dimater bunga, panjang tangkai, ketegaran tangkai dan bunga) Kualitas Kualitas produk keseluruhan (tampilan, ketahanan kesegaran warna, panjang tangkai, diameter bunga, kelenturan batang, paking) Pelayanan/Service Pelayanan pemberian informasi tentang produk, penjualan, after sales service) Reputasi /Kredibilitas Perusahaan Kredibilitas perusahaan menurut sudut pandang customer Pengiriman Ketepatan waktu pengiriman, jumlah barang terkirim, dan informasi jika ada keterlambatan pengiriman) Promosi Sampainya informasi kepada customer, kesesuaian promosi dg produk, kemenarikan promosi. Keuangan Kemampuan keuangan Banyaknya varietas krisan potong Banyaknya pilihan varietas dan warna krisan potong Jaminan Pasokan Produk Jaminan kontinuitas pasokan produk Variasi jenis produk bunga potong Banyaknya jenis produk bunga potong, tidak hanya krisan potong Jumlah Bobot PT. AIBN (skor) PT. Rose PT. Ciputri Farm (skor (skor) Skor Pering- Skor Pering- Skor kat kat 0,36 1 0,18 2 0,36 0,18 Peringkat 2 0,13 3 0,39 3 0,39 2 0,26 0,12 2 0,24 2 0,24 3 0,36 0, 10 4 0,40 3 0,30 2 0,20 0,07 3 0,21 3 0,21 2 0,21 0,07 1 0,07 3 0,21 1 0,07 0,10 4 0,40 3 0,30 2 0,20 0,08 4 0,32 3 0,24 3 0,24 0,08 3 0,24 2 0,16 2 0,16 0,07 2 0,14 4 0,28 3 0,21 1,00 2,77 2,50 2,27 Sumber: Data primer 2011 315 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Analisis External Factor Evaluation (EFE). Evaluasi atas faktor eksternal perusahaan menghasilkan Exterrnal Faktor Evaluation (EFE)Matrix. Matriks tersebut digunakan untuk melihat besar peluang dan ancaman dari luar perusahaan. Tabel 4 menyajikan Matriks EFE. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa nilai bobot faktor peluang usaha krisan potong sebesar 0,54 lebih besar dari pada nilai bobot ancaman yang mungkin terjadi sebesar 0,46. Ini menunjukkan bahwa peluang lebih dominan mendorong usaha industri krisan potong daripada ancaman yang akan dihadapi, karenanya saat ini berkembang usaha krisan di berbagai daerah. Ancaman yang mungkin terjadi, akan diatasi pihak perusahaan PT. AIBN. Tabel 4. External Factor Evaluation (EFE) Matrix No External Factor Evaluation Matrix (%) Bobot kat Nilai Pering Skore Bobot (1-4) Opportunities (Peluang) 1 Masih terbukanya peluang pasar krisan potong, 2 Nilai margin usaha krisan potong (± 25 %) 3 Diprediksi perekonomian Indonesia tumbuh 6,5 -7 % pertahun hingga 2014. 4 Umur tanam hingga panen krisan potong sekitar 90 - 110 hari 5 Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan industri florikultura Jumlah Threats (Ancaman) 1 Mudahnya usaha krisan potong dimasuki pendatang baru 2 Munculnya kompetitor baru 3 Semakin berkembangnya usaha krisan potong di berbagai daerah di Indonesia 4 Tidak tercapainya target produksi krisan potong 5 Mundurnya waktu panen No External Factor Evaluation Matrix 6 7 8 Semakin tingginya ongkos produksi Semakin besarnya tekanan pemasok Munculnya industri produk pengganti krisan potong Jumlah Total EFE (Peluang + Ancaman) 0,18 0,12 0,06 3 3 1 0,54 0,36 0,06 0,10 0,08 4 3 0,40 0,24 0,54 1,60 0,05 0,06 0,06 2 2 3 0,06 0,05 Bobot 4 4 (%) 0,08 0,07 0,03 0,46 1,00 Nilai kat (1-4) 3 3 1 0,10 0,12 0,18 0,24 0,20 Pering Skore Bobot 0,24 0,21 0,03 1,32 2,92 Sumber: Data primer, 2011 Focus group memberikan penilaian rating 1 s/d 4 pada masing-masing faktor peluang dan ancaman pada External Factor Evaluation Matrix dengan nilai skor bobot faktor peluang sebesar 1,60 dan skor bobot ancaman sebesar 1,32, sehingga total skor bobot peluang dan ancaman sebesar 2,92. Ini berarti dapat disimpulkan, bahwa pihak manajemen PT. AIBN dalam strateginya telah merespon faktor-faktor eksternal sedikit di atas rata-rata 2,5 yaitu sebesar 2,92, namun respon pihak manajemen terhadap faktor peluang dan ancaman belum cukup kuat, sehingga perlu terus ditingkatkan. 316 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix. Dalam analisis Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsional pemasaran yang akan dijadikan landasan identifikasi dan evaluasi hubungan antara keduanya. Intuisi para nara sumber yang ahli dan membidangi pemasaran krisan potong dikumpulkan melalui FGD. Hasil diskusi, pembahasan, dan pemberian bobot maupun nilai rating pada FGD menghasilkan nilai Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix. Matriks IFE disajikan pada Tabel 5. Matriks IFE pada Tabel 5. menunjukkan bahwa PT ABN memiliki nilai bobot faktor kekuatan mencapai 0,53. Bobot kekuatan ini lebih besar dari faktor kelemahan yang memiliki bobot lebih rendah yaitu sebesar 0,47. Selisih antara kekuatan dengan kelemahan relatif sedikit, hanya 0,06. Namun dapat disimpulkan bahwa faktor kekuatan masih lebih besar daripada faktor kelemahan perusahaan. Dengan faktor kekuatan yang sedikit lebih besar PT. AIBN. akan mampu mengatasi faktor kelemahan, namun diperlukan strategi pemasaran yang tepat. Tabel 5. Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix No 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix STRENGTH (KEKUATAN) Penguasaan teknologi Kelengkapan infrastruktur Produk yang berkualitas baik Jaminan kontinuitas pasokan Cadangan lahan potensial untuk produksi Kuatnya permodalan Reputasi Perusahaan/ Citra Merek Servise penjualan Jumlah WEAKNESS (KELEMAHAN) Strategi pemasaran yang belum tepat Harga produk kurang bersaing Tingkat keberhasilan panen yang rendah Semakin tingginya biaya operasional Terbatasnya promosi Keterbatasan distribusi pemasaran Rendahnya tingkat penjualan produk Sering terjadi tidak terpenuhinya permintaan konsumen Jumlah Total IFE (Kekuatan + Kelemahan) Bobot (%) Nilai Peringkat (1-4) Skore Bobot 0,05 0,07 0,11 0,06 0,04 0,07 0,09 0,04 0,53 3 3 3 3 3 3 4 2 0,15 0,21 0,33 0,18 0,12 0,21 0,36 0,08 1,64 0,06 0,09 0,06 0,07 0,04 0,05 0,05 0,05 3 3 3 3 3 3 2 3 0,18 0,27 0,18 0,21 0,12 0,15 0,10 0,15 0,47 1,00 1,36 3,00 Sumber: Data Primer Dari nilai skore bobot pada faktor kekuatan PT. AIBN adalah sebesar 1,64 dan nilai skor bobot faktor kelemahannya 1,36, sehinggga total nilai IFE Matrik 3,00. Ini berarti bahwa 317 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 pihak manajemen PT. AIBN posisinya masih di atas-rata, namun belum cukup kuat. Kondisi ini menuntut pihak manajemen senantiasa memperkuat posisinya dengan memanfaatkan kekuatannya maupun memperkuat faktorr yang belum kuat menjadi lebih kuat, serta meminimalisir kelemahan/ meningkatkan kelemahan menjadi suatu kekuatan. Analisis Internal External (IE) Matrix. Analisis Internal – Eksternal (IE) Matrix digunakan untuk menganalisis kondisi perusahaan dan membantu merencanakan strategi pemasaran berdasarkan Analisis External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix pada PT.AIBN yang dikombinasi dalam satu model analisis. Berdasarkan hasil IFE dan EFE Matrix, maka diperoleh posisi PT. AIBN dengan nilai posisi IFE sebesar 3, 00 dan nilai bobot EFE 2,92 seperti terlihat pada diagram Internal External (IE) Matrix atau Gambar I-E Matrix (Gambar 2). Gambar 1 menunjukkan bahwa devisi usaha krisan potong pada PT. AIBN masuk dalam posisi cell IV berarti dalam posisi tumbuh dan membangun. Pada posisi tersebut, sangat mungkin. Tumbuh dan Membangun ï‚· Integrasi ke belakang, ï‚· Integrasi ke Depan, ï‚· Integrasi Horizontal ï‚· Penetrasi Pasar ï‚· Pengembangan Pasar ï‚· Pengembangan Produk SKOR SKOR BOBOT TOTAL IFE (3,00) Kuat 3,0 – 4,0 4 Tinggi 3,0 – 4,0 3 Sedang 2,0 –2,99 2 Lemah 1,0 – 1,99 II III V VI VIII IX 1 I BOBOT 3 TOTAL EFE *(3,00/2,92) Sedang 2,0 – 2,99 IV (2,92) 2 Rendah 1,0 –1,99 VII 1 ï‚· ï‚· Menjaga dan Mempertahankan Penetrasi pasar Pengembangan Produk Panen atau Divestasi ï‚· Penciutan ï‚· Divestasi Gambar 2. Internal -Eksternal (IE) Matrix Sumber: David (2009: 344) 318 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 bergeser ke posisi yang lebih rendah yaitu ke sel III, V, atau VII. Pergeseran ini terjadi bila pihak manajemen tidak memperkuat dan memanfaatkan kekuatan dan meminimalisasi atau mengubah kelemahan menjadi kekuatan (IFE) dan bila manajemen kurang merespon peluang maupun ancaman sebagai faktor luar (EFE). Kondisi tersebut mengharuskan pihak manajemen khususnya bagian pemasaran PT. AIBN senantiasa memperbaiki dan memperkuat posisinya pada posisi tumbuh dan membangun atau Agresif, yaitu dengan meningkatkan total score bobot EFE dan IFE dengan nilai lebih besar dari (3,00: 2,92) sehingga posisinya naik dari cell IV ke II atau ke cell I. Strategi yang cocok pada posisi tumbuh dan membangu (Agresif) adalah dengan strategi yang sesuai untuk dilaksanakan adalah strategi 1) integrasi kebelakang, 2) integrasi ke depan, 3) integrasi horizontal, 4) penetrasi pasar, 5) pengembangan pasar, dan 6) pengembangan produk. Analisis Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) Matrix. Atas dasar matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE) dirumuskanlah matriks SWOT. Matriks SWOT sebagai alat analisis untuk mencocokkan 4 strategi, yaitu Strategi SO (Kekuatan – Peluang), Strategi WO (WeaknessesOpportunities)/ Kelemahan-Peluang, Strategi ST (Strengths-Threats)/ KekuatanAncaman, dan Strategi WT (Weaknesses-Threats)/ Kelemahan – Ancaman). Kombinasi strategi tersebut disajikan pada Tabel 6. Selain dari hasil matrix SWOT di atas, untuk mengetahui posisi perusahaan saat ini dan mengetahui strategi apa yang harus dilakukan dan kebijakan apakah yang harus dilakukan dalam posisi tersebut, maka dilakukan pemetaan analisis SWOT melalui diagram SWOT untuk. atas dasar perolehan nilai EFE dan IFE matriks sebelumnya. Dalam diagram analisis SWOT dilakukan dengan membandingkan antara faktor eksternal yaitu nilai skore Peluang (Opportunities) dikurangi dengan nilai skor Ancaman (Threats) sebagai sumbu Y dengan faktor internal berupa skor Kekuatan (Strength) dikurangi dengan nilai skore Kelemahan (Weaknesses) sebagai sumbu X. Atas dasar perhitungan tersebut diperoleh posisi kuadran dalam matrix analisis SWOT. Dari perhitungan analisis SWOT terhadap kondisi perusahaan, dapat diketahui posisi PT. AIBN dalam koordinat pada diagram analisis SWOT. Tabel 6. Strategi PT ABN Menurut Analisis SWOT Matrix IFE EFE STRENGTH (Kekuatan) 1. Penguasaan teknologi 2. Kelengkapan infrastruktur 3. Produk yang berkualitas baik 4. Jaminan kontinuitas pasokan 5. Cadangan lahan potensial untuk produksi 6. Kuatnya permodalan 7. Reputasi Perusahaan/ Citra Merek 8. Servise penjualan WEAKNESS (Kelemahan) 1. Strategi pemasaran yang belum tepat 2. Harga produk kurang bersaing 3. Tingkat keberhasilan panen yang rendah 4. Semakin tingginya biaya operasional 5. Terbatasnya promosi 6. Keterbatasan distribusi pemasaran 319 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 7. Rendahnya tingkat penjualan produk 8. Sering tidak terpenuhinya permintaan konsumen OPPORTUNITIES (Peluang) 1. Masih terbukanya peluang pasar krisan potong, 2. Nilai margin usaha krisan potong (± 25 %) 3. Diprediksi perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 6,5 -7 % pertahun hingga 2014. 4. Umur tanam hingga panen krisan potong sekitar 90 110 hari; 5. Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan industri florikultura STRENGHT – OPPORTUNITY (SO) STRATEGY 1.Memanfaatkan kekuatan kualitas produk, reputasi perusahaan, ketersediaan cadangan lahan dan kekuatan permodalan untuk menarik keuntungan dengan memanfaatkan peluang pasar yang masih terbuka (S3,5,6 -O1) 2. Memanfaatkan reputasi perusahaan/ citra merek, servise penjualan yang baik, teknlogi dan infrastruktur yang lengkap untuk menarik keuntungan dengan memanfaatkan nilai margin 25 % yang cukup besar (S1,7,8 –O2, 3,4,5); THREATHS (Ancaman) 1. Mudahnya usaha krisan potong dimasuki pendatang baru 2. Munculnya kompetitor baru; 3. Semakin berkembangnya usaha krisan potong di berbagai daerah 4. Tidak tercapainya target produksi krisan potong 5. Mundurnya waktu panen 6. Semakin tingginya ongkos produksi 7. Semakin besarnya tekanan pemasok 8. Munculnya industri produk pengganti krisan potong STRENGTH- THREATS (ST) STARTEGY 1. Mengoptimalkan pemanfaatan penguasaan teknologi, kelengkapan infrastruktur, untuk meningkatkan target produksi dan mencapai panen yang tepat waktu dan menekan biaya operasional serta menghindari tekanan pemasok (S1,2,6; T5,6,7) 2. Memanfaatkan kelebihan citra perusahaan/citra merk, produk yang berkualitas baik, kuatnya servise penjualan, memanfaatkan kekuatan modal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan pasokan produk dengan manfaatkan lahan yang tersedia untuk menghambat masuknya pendatang baru, dan masuknya kompetitor baru dan menekan masuknya produk pengganti (S7, 3,8,6,5, T1,2,8) WEAKNESS – OPPORTUNITY (WO) STRATEGY 1. Merumuskan strategy pemasaran yang tepat dan meningkatkan keberhasilan panen untuk meraih keuntungan dengan memanfaatkan peluang pasar yang masih terbuka dan nilai margin yang cukup besar (W1,2 –O1,2); 2. Menekan biaya operasional dan memperbaiki harga, meningkatkan promosi dan distribusi untuk meningkatkan laba dengan memanfaatkan peluang pasar yang masih terbuka dan mendapatkan nilai margin 25%. (W2,3,4,5 –O1,2) WEAKNESS - THREATS (WT) STRATEGY 1. Merumuskan dan menerapkan strategi pemasaran yang tepat, memberikan harga yang terbaik, meningaktkan keberhasilan panen, menekan biaya operasional, meningkatkan promosi, distribusi, meningkatkan penjualan unttuk membatasi masuknya pendatang pesaing baru, menekan persaingan krisan dari berbagai daerah dan menekan masuknya produk krisan pengganti (W1,2, 3,4,5,6,7; T1,2,3); 320 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Gambar 3 menyajikan diagram analisis SWOT. Diagram analisis SWOT pada Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa: nilai skore Peluang (Opportunities) dikurangi dengan nilai skor Ancaman (Threats) sebagai sumbu Y sebesar ((1,60 – 1,32 = 0,28) dan sumbu X dengan skore Kekuatan (Strength) dikurangi skore Kelemahan (Weaknesses) diperoleh nilai (1,641,36=0,28), sehingga posisinya pada kuadran I (0,28 ; 0,28), posisi ini menggambarkan kekuatan yang tidak begitu tinggi (0,28) dan kekuatan tersebut belum sepenuhnya memanfaatkan peluang yang ada sehingga nilainya hanya (0,28). Berbagai Peluang (Opportunities)1,60 3: 3: Mendukung Mendukung Strategi Turn Strategi Turn around around 1: Mendukung Strategi Agresif (0,28; 0,28) Kelemahan Internal Kelemahan (Weaknesses)1,36 Internal(Weaknesses) Kekuatan Internal (Strength) 1,64 2: Mendukung Strategi Diversifikasi 4: Mendukung Strategi Defensif Berbagai Ancaman (Threats) 1,32 Gambar 3. Diagram Analisis SWOT Sumber: Rangkuti (2006:19) Pada posisi kuadran I ini, berarti posisi PT. AIBN masih cukup menguntungkan untuk mendukung dilakukannya kebijakan strategi Agresif (Growth Oriented Strategy). Namun dengan nilai kuadran yang kecil (0,28 ; 0,28 ) sangat rawan untuk berubah ke kuadran 2,3,4 yang kurang menguntungkan. Karenanya agar tetap aman dalam posisi yang agresif pada kuadran I, maka pihak manajemen PT. AIBN harus senantiasa meningkatkan dan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan meminimalisir kelemahan dan ancaman untuk memanfaatkan atau meraih peluang yang ada, kemudian meminimalisir kelemahan dan menekan ataupun menghalangi ancaman yang akan akan terjadi, sesuai strategi yang diperoleh pada tabel SWOT di atas. Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) Matrix. Analisis SPACE dilakukan untuk mengetahui pilihan strategi yang diukur dari dua dimensi internal berupa kekuatan finansial (FS) dan keunggulan kompetitif (CA) serta dua dimensi eksternal, yaitu stabilitas lingkungan (ES) dan kekuatan industri (IS). Matrik keempat faktor tersebut digunakan sebagai penentu penting posisi strategis keseluruhan PT. AIBN, yaitu posisi agresif, 321 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 konservatif, defensif atau kompetitif. Dari berbagai variabel tersebut dipetakan dimensi dalam sumbu X (CA-IS) dan sumbu Y (FS-ES). Dari beberapa faktor hasil matriks EFE dan IFE sebelumnya ikut dipertimbangkan. Faktor-aktor penentu kekutan finansial perusahaan PT.AIBN adalah: pengembalian atas investasi, (Return on Invesment – ROI), pengungkit (Laverage) likuiditas, modal kerja dan arus kas. Dalam pencocokan dengan SPACE penelitian ini juga menggunakan variabel penentu kekuatan keuangan yang sama. Dari diskusi dan pengisian skor oleh peserta FGD serta pemetaan FS, CA, IS dan ES diperoleh faktor-faktor yang menentukan, seperti pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Pemetaan Kekuatan Finansial, Keunggulan Kompetitif, Kekuatan Industri dan Stabilitas Lingkungan (SPACE) Posisi Strategis Internal Kekuatan Finansial (FS) ï‚· Pengembalian atas investasi (ROI) ï‚· Pengungkit/Laverage ï‚· Likuiditas ï‚· Modal kerja ï‚· Arus Kas ï‚· Perputaran persediaan ï‚· Laba perusaham ï‚· Rasio harga/ laba Jumlah Rata-rata Posisi Strategis Eksernal Skor 3 4 4 5 3 5 2 2 28 3,50 Stabilitas Lingkungan (ES) ï‚· Perubahan teknologis ï‚· Tingkat inflasi ï‚· Variabilitas permintaan ï‚· Rentang harga produk saingan ï‚· Hambatan masuk ke pasar ï‚· Tekanan kompetitif ï‚· Kemudahan keluar dari pasar ï‚· Elastisitas harga permintaan ï‚· Resiko bisnis Jumlah Rata-rata Nilai FS+ES= 3,50 -3,00= Keunggulan Kompetitif (CA) Skor Kekuatan Industri (IS) 1. Penguasaan teknologi -2 1. Potensi pertumbuhan 2. Infrastruktur produksi -2 2. Potensi laba 3. Kualitas produk -1 3. Stabilitas keuangan 4. Kontinuitas pasokan, -2 4. Trik-trik teknologis 5. Lahan cadangan produksi 4,7 ha. -3 5. Utilitas sumberdaya 6. Kuatnya permodalan, -2 6. Kemudahan masuk ke pasar 7. Reputasi Merek/Kredibilitas PT.AIBN -2 7. Produktivitas, penggunaan kapasitas 8. Servise penjualan -3 Jumlah 9. Loyalitas konsumen -2 Rata-rata 10. Distribusi geografis /panggsa pasar -3 Jumlah -22 Fata-rata -2,2 Nilai CA+IS= -22 + 4,57= Skor -2 -4 -4 -3 -2 -3 -3 -4 -2 -27 -3,00 0,50 Skor 5 4 5 5 4 5 4 32 4,57 2,35 Sumber: Hasil Penelitian Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah skor FS + ES menghasilkan nilai 0,5. Nilai tersebut lebih kecil dari jumlah skor CA+IS yang bernilai 2,35. Penggabungan skor FS+ES serta CA+IS menunjukkan posisi PT ABN pada Matrix SPACE. Gambar 4 menunjukkan Matriks SPACE PT ABN. 322 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Gambar 4 menunjukkan bahwa PT. AIBN berada pada kuadran kanan atas yang disebut Kuadran Agresif (Agresive Quadrant). Perusahaan yang berada pada kuadran ini berarti berada pada posisi sangat bagus untuk memanfaatkan kekuatan internalnya untuk (1) menarik keuntungan dari peluang eksternal; (2) mengatasi kelemahan internal, dan (3) menghindari berbagai ancaman eksternal. Strategi yang sesuai untuk diterapkan perusahaan pada Kuadran Agresif adalah penetrasi pasar, pengembangan produk, integrasi ke belakang, integrasi kedepan, integrasi horizontal, diversifikasi, atau strategi kombinasi kesemuanya tergantung pada situasi khusus yang dihadapi perusahaan. FS (Financial Strength)3,5 6 5 4 3 2 1 Konservatif 1. Penetrasi pasar 2. Pengembangan pasar 3. Pengembangan produk 4. Diversifikasi terkait Agresif 1. Integrasi ke belakang, 2. Integrasi ke depan, 3. integrasi horizontal 4. Penetrasi pasar 5. Pengembangan produk 6. Diversifikasi terkait (2,35; 0,5) atau tak terkait IS (Industri Strength)4,57. CA(Competitive Advantage) -22 -6 -5 -4 -3 -2 Defensif 1. Penciutan 2. Divestasi 3. Likuidasi -1 0 +1 -1 -2 -3 -4 -5 -6 +2 +3 +4 +5 +6 Kompetitif 1. Integrasi kebelakang 2. Integrasi ke depan, 3. inegrasi horizontal 4. Penetrasi pasar 5. Pengembangan Pasar 6. Pengembangan Produk ES (Environmental Stability)-3,00 Gambar 4. Matriks SPACE Sumber: David (2009: 333) Agar posisi PT. AIBN tetap dalam posisi agresif pada kuadran I dan tidak bergeser ke kuadran 4, 3, 2 yang kurang menguntungkan, maka pihak manajemen memperkuat daya saing atau Competitive Advantage. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan : 1) Memanfaatkan kekuatan back up permodalan untuk meningkatkan kontinuitas pasokan produk dengan memanfaatkan cadangan lahan yang tersedia untuk meningkatkan kapasitas produksi, memperbaiki dan memanfaatkan infrastruktur yang dimiliki; 2) Meningkatkan dan memanfaatkan penguasaan teknologi, mendapatkan produk yang berkualitas dan mendapatkan nilai tambah yang tinggi dari produk krisan; 3) Dengan meningkatkan dan memanfaatkan reputasi merek, services, dan loyalitas pelanggan agar dilakukan peningkatan distribusi geografis yang lebih intensif. 323 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Dari hasil analisis IE matriks diperoleh alternatif strategi 1) Market Penetration dan 2) Product Development yang keduanya termasuk dalam strategi hasil analisis SWOT matriks dan SPACE matriks yaitu Strategi Agresif (Growth Oriented Strategi, yang terdiri : 1) Backward Inegration; 2) Forward Integration; 3) Horizontal Penetration; 4) Market Penetration; 5) Product Development; 6) Dependent Diversification; 7) Independent Diversification. Dari tujuh alternatif strategi pemasaran tersebut di lakukan analisis QSPM untuk menentukan prioritas strategi yang paling menarik. Dalam analisis QSPM, alternatif strategi yang diperoleh dituangkan dalam QSPM untuk dipilih berdasarkan urutan prioritas melalui penilaian kemenarikan dan pembototan yang memerlukan pertimbangan yang bersifat intuitif oleh anggota Focus Group Discusion (FGD). Dari hasil Hasil Quantitattive Strategic Planning Matrix (QSPM) menunjukkkan bahwa nilai Total Ketertarikan (TAS) strategi secara berurutan sebagai berikut: 1) Product Development (TAS=6,94), 2) Backward Integration (TAS=6,86), 3) Dependent Diversification (TAS=6,72), 4) Market Development (TAS=6,39), 5) Market Penetration (TAS= 6), 6) Forward Integratio (TAS=5,94) dan 7) Inependent Diversifikcation (TAS=5,07), dan 8) Horizontal Penetration (TAS=4,77). Dari ke delapan alternatif strategi yang telah diuji ketertarikannya diperoleh bahwa Strategi Product Development sebagai setrategi yang paling menarik. Strategi ini akan digunakan sebagai dasar analisis rencana strategik fungsional berikutnya. Selain analisis tersebut, untuk mengetahui pelaksanaan strategi pemasaran yang diterapkan di PT. AIBN dilakukan evaluasi melalui wawancara yang mendalam kepada pihak manajemen dan pihak terkait lainnya. Dari evaluasi tersebut didapat: 1) Pelaksanaan strategi perluasan pangsa pasar dengan menjaring pelanggan melalui internet dinilai kurang tepat, Tidak semua calon pelanggan mempromosikan usahanya melalui internet dan tidak semua yang mempromosikan melalui internet mencerminkan calon pelanggan yang potensial; 2) Strategi kombinasi harga dari kombinasi harga grade A, B, C menjadi dua kelompok (Premium Grade dan Standar Grade) harga sehinggga terkesan harga murah untuk pelanggan baru di wilayah yang daya belinya rendah, dinilai kurang tepat. Dengan strategi ini berarti menurunkan grade atau menurunkan kualitas produk, sehingga menurunkan citra perusahaan; 3) Strategi pemberian bonus penjualan berupa produk kepada pelanggan yang mencapai target penjualan minimal 2.500 s/d 10.000 ikat perbulan, dinilai kurang tepat karena hanya dapat dinikmati oleh satu agen tunggal saja, Pelanggan umumnya merupakan pedagang kecil, decorator musiman sesuai even yang tidak mudah mencapai target tersebut; 3) Segmenting, Targeting dan Positioning dalam pemasaran krisan potong pelaksanaannya tidak konsisten dan kurang focus sehingga belum mampu mendorong tingkat penjualan; 4) Tacti (Differensiasi, Marketing Mix, Selling), perusahaan belum diperhati kan sebagai suatu strategi pemasaran yang penting, karena berbagai keterbatasan. Sama halnya dengan Value (Merek, Services dan Process) yang kurang mendapat perhatian penuh dari pihak manajemen. 324 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 PENUTUP Kesimpulan. Strategi pemasaran fungsional (Segmenting, Targeting dan Positioning), Tacktik (Diffrensiasi, Marketing Mix: Product - Price – Place - Promotion, Selling) dan Value (Brand, Services, Process) pelaksanaannya tidak konsisten dan kurang fokus. Kemudian strategi pengembangan pangsa pasar dan strategi pemberian bonus dalam pelaksanaannya kurang tepat dan belum mampu mendorong peningkatan pendapatan, serta pelaksanaan strategi harga campuran yang justru menurunkan citra kualitas produk krisan potong dari PT. AIBN; Mengacu kesimpulan bahwa PT.AIBN dalam posisi yang cukup agresif maka formulasi strategi pemasaran pemasaran krisan potong untuk masa yang akan datang cocok untuk diterapkan (sesuai urutan prioritas): Pertama. 1) Product Development, 2) Backward Integration, 3) Dependent Diversification, 4) Market Development, 5) Market Penetration, 6) Forward Integratio dan 7) Inependent Diversifikcation), dan 8) Horizontal Penetration. Kedua. Strategi pemasaran yang utama adalah strategi Product Development, namun strategi tersebut dipandang belum cukup sehingga perlu diback-up penguasaan pasokan benih dan percepatan penyerapan pasar, karenanya dipilihlah tiga strategi prioritas utama untuk dapat diterapkan, yaitu: 1) Product Development, 2) Backward Integration, 3) Dependent Diversification. Ketiga. Penjabaran Product Development Strategy dilakukan dengan mengupayakan peningkatan penjualan melalui produk krisan potong dengan memperbaiki atau memodifikasi produk sesuai keinginan konsumen/ pelanggan. Produk agar didesain untuk memenuhi kebutuhan decorator dan floris sebagai pelanggan atau pemakai yang menginginkan produk berkualitas karena fase life yang panjang, batang kokoh dan lentur, diameter lebar, warna sesuai even dengan komposisi warna: putih (25 %), kuning (25 %), hijau (15 %), ungu (10 %), merah (7%), pink (5%), mix (5 %), orange (3 %), bebas hama penyakit, jumlah mencukupi terutama saat peak season. Disamping pelayanan dan cara menyampaikan yang merupakan bagian yang melekat dari produk yang dijual; Ketiga. Backward Integration Strategy, lebih diprioritaskan pada penguasaan pasokan benih mother stock untuk mengurangi ketergantungan dan tekanan dari satu pihak perusahaan breeding di Belanda melalui pembelian putus beberapa varietas unggul sekaligus pembelian hak patennya ke beberapa perusahaan breeding. Kemudian membangun kerjasama dengan lembaga penelitian BALITHI di Indonesia, maupun melakukan litbang sendiri. Keempat. Dependent Diversification Strategy diarahkan pada upaya peningkatan penjualan krisan potong melalui pengembangan usaha jasa decorasi dengan memanfaatkan tenaga kerja yang ada dan berlebihan. Begitu juga dengan diversifikasi usaha penjualan berbagai jenis bunga dan daun yang dilakukan kerjasama dengan perusahaan lain untuk meningkatkan pelayanan dan menjaring pelanggan yang menghendakinya. Kelima. Strategi Best –Value Focus, sebagai strategi focus nilai terbaik yang menawarkan produk krisan potong grade A kepada kelompok ceruk konsumen menengah ke atas dengan nilai harga terbaik, maka strategi ini agar diterapkan. Strategi ini bertujuan untuk menawarkan produk dengan nilai terbaik kepada konsumen menengah ke atas untuk memenuhi selera konsumen; Keenam. Strategi tersebut di atas dalam pelaksanaannya disinergikan dengan strategi fungsional 325 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 pemasaran yang pelaksanaannya lebih konsisten, yaitu Strategy (Segmenting, Targetting dan Positioning), Taktic (Differensiasi; Marketing Mix: - product, price, place, promotion; dan Selling) dan Value (Merk, Services dan Process). DAFTAR RUJUKAN Bloom, Paul.M. dan Louise N. Boone. (2006). Strategi Pemaran Produk. Jakarta. Prestasi Pustaka Raya David, Fred, R., (2006). Strategic Management Concept Edisi Bahasa Indonesia, Edisi 12. Salemba Empat. Jakarta Ferrel, O,C. Dan Hartline, D. Michael. (2008). Marketing Strategy 4e, SA, Thomson South-Western. Grifin, Jill. (2005). Customer Loyality. Erlangga. Jakarta Hasan, Ali. (2008). Marketing. Medpress. Yogyakarta. Hunger, David,J. dan Thomas L.Wheelen. (2003). Manajemen Strategis. Penerbit Andi. Yogyakarta. Hurriyati, Ratih. (2005). Bauran Pemasaran dan Loyailtas Konsume. CV. Alfabeta. Bandung. Irawan, Handi. (2003). Indonesian Customer Satisfaction, Membedah Strategi Kepuasan Merek Pemenang ICSA. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta Kanagal, N., (2010). Peran Pemasaran dalam Strategi Pemasaran Hubungan Kompetitif, Terjemahan Jurnal India Institute of Management, Bangalore. Jurnal Manajemen dan Riset Pemasaran. Kertajaya, Herman. (2003). Retthinking Marketing, Edisi Bahasa Indonesia. PT.Prehallindo. Jakarta. Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. (2009). Manajemen Pemasaran, Eedisi 13. Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia. Erlangga. Jakarta. Malhotra, Naresh, K., (2009). Riset Pemasara. Jilid 1 edisi 4. PT. Indeks. Jakarta. Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung, Nugroho, D., (2010). Strategi Pemasaran Nexium untuk Meningkatkan Market Share. Tesis. Universitas Mercu Buana. Jakarta, Porter, Michael.E dan Agus Maulana. 1997. Strategi Bersaing. Erlangga. Jakarrta. Rangkuti, Freddy. (2002). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Shimp, Terence, A., (2003). Periklanan Promosi. Erlangga. Jakarta Sutojo, Siswanto. (2001). Menyusun Strategi Harga. Damar Mutia Pustaka. Jakarta. Supranto dan Nandan Limakrisna. (2007). Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Mitra Wacana Media. Jakarta. Suyanto, M., (2007). Strategic Management. Penerbit Andi. Yogjakarta Tjiptono, Fandy. dan Gregorius Chandra. (2008). Pemasaran Strategik. CV.Andi Offset. Yogyakarta. __________. (2005). Brand Manajemen dan Strategy. Penerbit Andi. Yogyakarta. 326 Aziz 309 - 327 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Veronika, M, S., (2010). Strategi Pemasaaran Golden Porta sebagai Upaya Meningkatkan Keuntungan Perusahaan. Tesis. Universitas Mercu Buana. Jakarta. Sumarwan,Ujang dan. Agus Djunaidi. (2009). Pemasaran Strategik. Inti Prima Promosindo. Jakasrta. Utomo, Kresno. W., (2011). Strategi Pemasaran Produk My Meals pada PT. Katering Makanan Indonesia. Tesis. Universitas Mercu Buana. Jakarta. 327 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 ANALISIS KOMPETENSI PENGELOLA MUSEUM DI DKI JAKARTA Ropiko Facultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta Email: [email protected] Abstract: Museum in Jakarta experienced an increase in visitors. Museum managers are competent to support the excellent service provided to visitors. The purpose of this study is to investigate and analyze the factors of management competence museums in Jakarta. Museum managers are the people who work in the museum so that the need for a competency in supporting the task manager of the museum. Competence manager of the museum consists of the skills, attitudes and education. Skills manager of the museum consists of service, communication, guidance. The attitudes manager of the museum consists of friendly, flexible, creative, loves her job and professional. Educational background museum managers tailored to the needs of the museum as museum logy, sociology, anthropology, history, language.This research is a qualitative descriptive study using a pilot study that is allowed to be continued by other researchers to increase the sample not only in Jakarta alone and classify competence museum managers by type of museum. This study is also expected to provide the decision maker to enter in determining the policy of the museum management competency standards in Indonesia. Keywords: competency, museum Abstrak: Museum di Jakarta mengalami peningkatan pengunjung. Kompetensi pengelola museum diperlukan untuk mendukung layanan bagi pengunjung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor kompetensi manajemen museum di Jakarta. Pengelola museum adalah orang-orang yang bekerja di museum sehingga kebutuhan untuk kompetensi dalam mendukung tugas pengelola museum. Kompetensi pengelola museum terdiri dari keterampilan, sikap dan pendidikan. Keterampilan pengelola museum terdiri dari layanan, komunikasi, bimbingan. Sikap pengelola museum terdiri dari ramah, fleksibel, kreatif, mencintai pekerjaannya dan profesional. Manajer museum pendidikan latar belakang disesuaikan dengan kebutuhan museum sebagai museum logi, sosiologi, antropologi, sejarah, bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan studi percontohan yang diperbolehkan untuk dilanjutkan oleh peneliti lain untuk meningkatkan sampel tidak hanya di Jakarta saja dan mengklasifikasikan manajer museum kompetensi menurut jenis museum. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pembuat keputusan untuk masuk dalam menentukan kebijakan standar kompetensi manajemen museum di Indonesia. Kata kunci: kompetensi, museum 328 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 PENDAHULUAN Manusia memiliki keterbatasan memori untuk mengingat apa yang telah terjadi di masa lampau, dan manusia pula tidak ada yang abadi pasti suatu saat akan meninggal dunia. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengabadikan pengalaman masa lalu yaitu dengan didirikannya museum. Museum seperti mesin waktu, kita bisa flash back apa yang terjadi dimasa dahulu tanpa kita berada didalamnya, kita bisa menyelami apa yang terjadi masa dulu dan mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dengan belajar dari sebuah pengalaman khususnya yang pernah terjadi dari sebuah negara salah satunya yaitu dengan mengunjungi museum. Di Indonesia khususnya DKI Jakarta terdapat 45 museum dengan berbagai jenisnya. Presiden Soekarno mengatakan bahwa “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasajasa pahlawannya” maksudnya adalah sebagai masyarakat kita harus mengetahui bagaimana dahulu para pahlawan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, apabila kita saja tidak mengingat sejarah perjuangan pahlawan negara kita sendiri bagaimana kita bisa mempertahankan negara ini. Salah satu, bentuk penghargaan akan jasa pahlawan dan agar kita bisa terus mengingat perjuangan pahlawan maka dibuatlah museum, dengan adanya museum diharapkan kaum muda mampu mempelajari dan mengambil hikmah dari perjalanan perjuangan merebut kemerdekaan. Pada kenyataannya, tahun 2006–2008 minat belajar masyarakat dengan mengunjungi museum dinilai masih rendah, terjadi penurunan jumlah pengunjung museum yang cukup signifikan pada hampir semua museum di Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan, Depbudpar (2009) pada tahun 2006 terdapat 731.4381 pengunjung lalu menurun lagi di tahun 2007 menjadi 69.846 pengunjung dan pada tahun 2008 jumlahnya 35.77 pengunjung museum di DKI Jakarta. Selain itu, terdapat kasus hilangnya koleksi yang terjadi pada 11 Agustus 2010 beberapa hari setelah hilangnya koleksi masterpiece Museum Sonobudoyo merupakan barang yang mempunyai nilai seni tinggi. Hal ini tentunya tidak hanya sekedar pelaporan untuk ditindak lanjuti penemuan kembali koleksi tersebut, namun lebih mendalam dari hal itu bahwa pengelola museum dinilai kurang memperhatikan keamanan dalam penjagaan koleksi museum. Menurut Astini (2011) tingkat penurunan pengunjung museum, salah satunya juga disebabkan oleh kurangnya pelayanan maksimal (service delivery) pengelola museum. Seringkali, ketika kita mengunjungi museum hanya sekedar ruangan kosong tanpa adanya pemandu yang mengarahkan dan menjelaskan mengenai koleksi yang ada. Adapun, ketika ada pengelola museum yang dinilai kurang ramah bagi pengunjung yang membutuhkan informasi. Kondisi sumber daya manusia di museum berpengaruh terhadap perkembangan museum itu sendiri. Pengelola museum berdasarkan studi pendahuluan peneliti yang terdiri dari kepala museum, bagian edukasi, bagian tata pamer, bagian koleksi dan perawatan, staff tata usaha dan keamanan merupakan satu bagian yang berkaitan satu sama lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan museum. Satu hal lagi berkaitan dengan sumber daya manusia yang ada di museum ada istilah orang yang bekerja di museum 329 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 adalah orang yang “dimuseumkan” artinya apabila dalam suatu departemen ada pegawai yang tidak berkompeten lagi di departemen itu maka akan dipindahkan atau dimutasikan ke museum. Berdasarkan pada berbagai fenomena yang didapat oleh penetiti berkaitan dengan kondisi museum di Indonesia, penelitian ini bertujuan menemukan kompetensi pengelola museum di DKI Jakarta sehingga dapat dianalisis kondisi sumber daya manusia sebagai pengelola museum di DKI Jakarta, dapat dikaji lebih jauh berkaitan dengan kompetensi pengelola museum yang ada di DKI Jakarta, dan dapat dianalisis factor-faktor yang mempengaruhi kompetensi pengelola museum di DKI Jakarta Pengertian Museum. Museum berasal dari kata latin mouseion, yang dalam sejarahnya merujuk pada Candi Muses, yaitu dewa seni dan ilmu pengetahuan. Pada tahun 200 SM, kata itu dipakai sebagai nama lokasi perpustakaan dan penelitian di Alexandria Mesir kuno. Mouseion merupakan sebuah bangunan tempat suci untuk memuja Sembilan Dewi Seni dan Ilmu Pengetahuan. Salah satu dari sembilan Dewi tersebut ialah: Mouse, yang lahir dari Maha Dewa Zous dengan istrinya Mnemosyne. Dewa dan Dewi tersebut bersemayam di Pegunungan Olympus.Museion selain tempat suci, pada waktu itu juga untuk berkumpul pada cendekiawan yang mempelajari serta menyelidiki berbagai ilmu pengetahuan, juga sebagai tempat pemujaan Dewa Dewi. Museum adalah wahana mengabadikan dan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan maupun peristiwa-peristiwa dan benda-benda bersejarah.Di museum, orang dapat mengetahui bukti perjuangan dan peristiwa bersejarah.Museum adalah bagian integral dari civil society (masyarakat madani kewargaan).Peran sosial museum adalah mendidik dan menciptakan komitmen sosial, dimana institusi-institusi lain seperti sekolah tak mampu menjalankannya.Lebih dari itu, museum pun berfungsi membangkitkan pengalaman dan ingatan masa lalu bagi refleksi identitas diri (Karp, 1992). Pengertian museum dewasa ini adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya (ICOM = International Council of Museum = Organisasi Permuseuman Internasional di bawah Unesco). Hal ini berarti museum merupakan suatu badan yang mempunyai tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi kebudayaan dan Ilmu pengetahuan. Fungsi Museum. Fungsi museum dapat didefinisikan sebagai lembaga yang mengabdikan diri pada perolehan, pemeliharaan, penelitian, dan pameran benda-benda yang memiliki nilai atau daya tarik abadi (Webster’s New Collegiate Dictionary, 1981).Dengan demikian, ada tiga fungsi utama dari museum, yaitu pertama fungsi akuisisi (acquisition) materi baru untuk menambah koleksi.Koleksi baru dapat berupa sumbangan dari perorangan (kolektor seni, lukisan, patung, benda purbakala, dsb).Koleksi dapat dibeli, dipinjam, atau hasil penggalian (excavation).Semua hasil akuisisi ini senantiasa didokumentasikan melalui katalog untuk disebarluaskan. Kedua, fungsi ekshibisi dan pemeliharaan koleksi. Di sini 330 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 ada beberapa tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab yang khusus, yaitu (1) kurator yang menjadi pengarah (director) dari segala kegiatan museum termasuk penelitian yang perlu dilakukan, (2) konservator yaitu yang bertugas menjaga, membersihkan, dan menjaga koleksi sebelum dipajangkan bagi umum, dan (3) penjaga yaitu yang bertugas mengawasi keamanan museum. Dalam museum besar, selain tiga petugas di atas, ada juga staf yang membantu menjual katalog, petunjuk, dan publikasi lainnya.Bahkan, museum besar menyediakan kafetaria dan fasilitas sejenisnya. Ketiga, fungsi dan layanan khusus.Sejumlah museum memiliki unit-unit pendidikan yang menyelenggarakan perkuliahan atau ceramah mengenai tema yang terkait dengan koleksi museum.Kadang beberapa museum melakukan pameran keliling dan memberikan ceramah ke sekolah-sekolah. Museum juga lazimnya menyelenggarakan bincang-bincang seni (gallery talks), wisata terpadu (guided tour), dan program lain yang sejenis bagi pengunjung anak-anak maupun dewasa. Sebagai lembaga yang menyimpan, memelihara serta memamerkan hasil karya, cipta, dan karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat sebagai sumber pembelajaran bagi kalangan pendidikan, karena melalui benda yang dipamerkannya pengunjung dapat belajar tentang berbagai hal berkenaan dengan nilai, perhatian serta peri kehidupan manusia. Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan, karena keberadaannya mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya dan lingkungannya. Salah satu fungsi pendidikan antara lain menciptakan anak didik yang memiliki informasi tentang masa silam, kritis terhadapnya, dan berdasarkan informasi itu mampu memprediksi kejadian masa mendatang. Para pembela kebudayaan, khususnya kaum humanis tradisional melihat bahwa kebudayan itu rapuh sehingga dapat hilang, melemah, atau terasingkan dari kehidupan sosial ekonomi. Oleh karena itu, budaya mesti dilestarikan melalui institusi pendidikan, antara lain melalui arsip kultural seperti dalam perpustakaan dan museum. Bila semua orang berhak mendapat layanan pendidikan, semua orang pun berhak mendapatkan akses terhadap museum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kelly dan Sullivan (1999) bahwa untuk mengembangkan organisasi dalam hal ini museum menjadi the excited mind diperlukan 3 (tiga) elemen yaitu: sumberdaya manusia, riset & koleksi dan pengetahuan. Ketiga elemen tersebut harus saling terkait satu sama lain. Seperti misalnya: museum perlu ditata secara modern, tanpa mengabaikan peran pendidikannya. Sentuhan teknologi seperti hadirnya alat-alat yang digerakkan dengan komputer, presentasi audiovisual, pajangan video secara interaktif akan membuat museum lebih menarik dan lebih mendidik bagi para pengunjung. Ini tentu saja merupakan tantangan profesional bagi pengelola museum. Museum harus didesain sedemikian rupa sehingga pengunjung nyaman dan betah karena fasilitasnya sehingga mereka merasa sedang berwisata intelektual. Ini antara lain karena didukung oleh sumberdaya manusia antara lain staf yang menguasai bidangnya, fasih berkomunikasi, ramah, dan selalu ingin belajar, dan berpenampilan profesional, misalnya dengan seragam yang khas kedaerahan. Penataan koleksi (display) harus sedemikian menarik dengan tata warna dan cahaya yang artistik dan informatif dengan 331 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 caption yang jelas, sehingga benda-benda yang bisu, aneh bahkan mengerikan (misalnya tengkorak) tampak hidup, ramah, enak dipandang, dan membangkitkan kecerdasan para pengunjung. Hal ini berkaitan dengan riset and koleksi, yaitu adanya aktivitas penelitian yang berhubungan dengan biologi, geologi, dan koleksi dari kultur masyarakat setempat serta penelitian dalam hal mengkomunikasikan dan belajar di museum. Pengetahuan yang terdapat di museum berasal dari dalam dan luar Indonesia, kemudian pengetahuan tersebut kita bagi dengan pengunjung sehingga dapat menambah pengalaman bagi pengunjung. Selain itu sentuhan teknologi bisa menjadikan museum sebagai sebuah tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi.Bangunan museum tidak perlu suram.Dengan teknologi yang ada saat ini, museum bisa diberi lampu sorot dan tata letak semenarik mungkin.Selain itu museum sebaiknya tematis sehingga dapat menarik berbagai kalangan.Diantara sesama museum sendiri juga harus mengembangkan komunikasi yang baik. Dengan bekerjasama antar museum maka jumlah pengunjung yang datang diharapkan akan meningkat. Idealnya museum memiliki fasilitas seperti ruang parkir yang memadai, kamar kecil, kafetaria, telefon umum, ruang baca, auditorium untuk kuliah umum, dan ruang luas untuk pameran. Museum seyogyanya menjadi arena pameran umum dan tempat seminar sehingga terakses oleh mind dari museum terlebih dahulu seperti yang telah disebutkan di atas, hal ini tidak dapat dilakukan oleh museum sendiri namun harus bersama-sama dengan lapisan masyarakat, pengunjung yang mungkin selama ini tidak pernah mengetahui peran museum. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pilot study yaitu metode penelitian untuk mengetahui gambaran umum dari sebuah fenomena objek yang diteliti. Pada akhirnya metode ini akan menghasilkan preposisi. Penelitian ini menggunakan 45 sampel museum yang ada di DKI Jakarta, alasan mengapa DKI Jakarta yang dipilih sebagai sampel penelitian yaitu karena DKI Jakarta merupakan kota yang paling banyak terdapat museumnya dibandingkan dengan kota lain sebanyak 45 museum, dan kota DKI Jakarta merupakan pusat administrasi sehingga apabila sebuah kebijakan dicanangkan maka akan mempengaruhi kota yang lainnya pula. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses analisis data yang dilakukan pada penelitian kualitatif, saat merumuskan focus penelitian dan pembatasan masalah maka secara langsung proses analisis data mulai berjalan dan berlangsung selama proses penelitian. Caranya dengan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama, hasil wawancara dikonversi kedalam bentuk tertulis, disebut sebagai verbatim. Setelah itu, dilakukan teknik kodifikasi terhadap masing-masing verbatim, yaitu suatu proses memecah-mecah hasil wawancara kedalam kelompokkelompok kategori yang bersifat deskriptif. Salah satu teknik kodifikasi adalah melakukan analisis baris per baris (line-by-line analysis). Caranya yaitu mencari kata-kata atau frase 332 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 kunci yang memberikan wawasan bagi permasalahan studi di setiap baris hasil wawancara. Umumnya identifikasi dilakukan pada satu paragraf. Setelah itu, di samping masing-masing paragraf diberi nama atau kategori. Analisis baris per baris dilakukan berulang-ulang hingga peneliti menangkap adanya suatu pola tertentu. Pola dapat teridentifikasi karena suatu kata-kata atau frase tertentu sering muncul pada data (Brause, 2000). Setelah itu, kode-kode tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan dalam menjelaskan suatu perilaku. Pada akhirnya, dilakukan identifikasi terhadap hubungan antara kelompok kode sehingga lambat laut tersusun suatu model eksplanatori. Jadi, pada penelitian ini untuk menguji kredibilitas (realibilitas) data dilakukan dengan menggunakan model Miles Dan Huberman yaitu peneliti mengadakan wawancara kepada narasumber bila jawaban belum memuaskan maka dilanjutkan ke narasumber yang lain sampai jawaban tersebut jenuh. Selain itu, merekam dan mendokumentasikan hasil penelitian juga merupakan metode menguji kredibilitas data.Berdasarkan hasil analisis PILOT SYUDY Confirmatory Factor Analysis (CFA) yang telah dilakukan pada studi kualitatif berkaitan dengan kompetensi pengelola museum diperoleh informasi berkaitan dengan pengelola museum yang ada di DKI Jakarta. a. Usia pengelola museum. Berbagai kendala dan tantangan di hadapi pengelola museum diantaranya pengelola museum yang bekerja di museum berkisar 40-50 tahunan sudah mau pensiun diberikan computer sebagai penunjang kerja sudah tidak mau, mereka beralasan matanya yang sudah tidak kuat dan pada usia menjelang pensiun itu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi tidak mampu dikatrol. Hasilnya kegiatan yang dilakukan museum hanya rutinas saja. Bila terus menerus kondisi seperti ini pelayanan yang diberikan tidak maksimal sehingga tidak memberikan kepuasan bagi pengujung dan pada akhirnya pengelola museum yang berusia 40 tahunan ini dinilai tidak kompeten dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan demikian dapat dirumuskan preposisi sebagai berikut: Preposisi 1: usia pengelola museum mempengaruhi kompetensi pengelola museum b. Jumlah pengelola museum. Jumlah pengelola museum yang berkisar antara 5-20 orang yang berstatus PNS dinilai masih kurang dan sangat kurang untuk mengelola museum apalagi usia mereka mendekati pensiun, karenanya pihak museum sendiri berinisiatif untuk melakukan penambahan karyawan dengan biaya mandiri karena dari Pemda tidak menganggarkan dana untuk penambahan karyawan tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk tetap menunjang kegiatan museum, pihak museum melakukan penambahan karyawan diantaranya untuk menunjang kegiatan informasi seperti pemanfaatan teknologi computer misalnya karena pada usia menjelang pensiun itu kondisi pengelola museum mata sudah mulai rabun dan sulit menerima pelajaran sehingga pada usia tersebut sulit dikatrol. Selain itu, bidang-bidang seperti edukasi, perawatan dan tata pameran juga memerlukan orang-orang muda yang kreatif karenanya pihak dari museum berinisiatif merekrut staff honorer yang dibayar standar UMR untuk mengembangkan museum menjadi lebih baik lagi. Jadi, bukanlah menjadi hambatan jumlah pengelola museum terhadap kompetensi pengelola museum asalkan masingmasing pengelola museum menjalankan tugasnya dengan baik maka jumlah yang 333 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 sedikit bukanlah menjadi masalah, selain itu pihak museum bisa merekrut karyawan baru untuk menunjang tugas mereka. Preposisi 2: Kompetensi pengelola museum tidak ditentukan pada jumlah pengelola museum c. Pelatihan. Pihak museum mempunyai kebijakkan bahwa siapapun yang bekerja di museum secara otomatis harus bisa menjadi guide, paling tidak pengelola museum mengetahui koleksi-koleksi apa saja yang terdapat di museum tempat pengelola museum itu bekerja. Dalam mendukung hal tersebut, pihak museum melakukan pelatihan-pelatihan dasar museum yang diberikan di awal pengelola museum tersebut bekerja dan pelatihan yang dilakukan setelah pengelola museum sekaligus cleaning service dan security adalah sharing knowledge yaitu apabila ada salah satu karyawan diundang dalam pelatihan di luar maka setelahnya karyawan tersebut harus berbagi pengetahuan mengenai materi yang diberikan pada pelatihan tersebut dan sharing forum yaitu antar pengelola museum berbagi pengetahuan yang dimiliki. Selain pelatihan yang dilakukan oleh pihak museum, Pemda juga memberikan pelatihan seperti pelatihan konservasi yang dilakukan Balai Konservasi, ada juga pelatihan guide yang dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sehingga pengelola museum mendapat informasi untuk pengembangan potensi diri untuk membuat museum lebih baik. Pengelola museum sebagai salah satu pekerjaan juga dinilai dengan adanya sertifikasi pengelola museum, saat ini terdapat sertifikasi pengelola museum, guide, pengadaan barang dan bendahara. Dengan adanya pelatihan yang dilakukan berbagai pihak untuk menambah pengetahuan kepada pengelola museum akan berdampak pada kompetensi pengelola museum, pengetahuan berkaitan dengan perawatan koleksi, jenis-jenis koleksi sampai bagaimana cara memandu bisa pengelola museum dapatkan dengan pelatihan. Preposisi 3: kompetensi pengelola museum dipengaruhi pelatihan oleh pelatihan pengelola museum d. Struktur Organisasi. Sebenarnya jumlah pengelola museum untuk PNS yang berkisar 520 orang dan security serta cleaning servive 40 orang itu dinilai sudah cukup asalkan masing-masing menjalankan perannya dengan baik dan sesuai bidangnya masingmasing. Dengan struktur organisasi yang terdiri dari kepala, tata usaha, tata pameran, edukasi, dan perawatan apabila menjalankan pekerjaan sesuai dengan fungsinya masing-masing akan berjalan dengan baik. Presposisi 4: Kompetensi pengelola museum tidak ditentukan pada struktur organisasi yang ada di museum e. Latar belakang pendidikan. Untuk tingkat pendidikan pengelola museum yang rata-rata lulusan S1 dan SMA terdiri dari berbagai lintas ilmu diharapkan sesuai dengan jenis pekerjaannya misalnya untuk tata pamer diharapkan orang seni rupa, untuk bidang perawatan diharapkan ahli kimia, untuk manajemen diharapkan memiliki kemampuan leadership dan lulusan Musiologi. Dalam hal ini diharapkan sesuai latar belakang pendidikan masing-masing karena menangani museum itu beragam tidak semua harus lulusan musiologi. Dengan demikian preposisi dinyatakan sebagai berikut: Preposisi 5: Kompetensi pengelola museum ditentukan oleh latar belakang pendidikan 334 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 f. Sikap. Berkaitan dengan sikap yang dimiliki pengelola museum diantaranya: (i) Trust, yang artinya bisa dipercaya. Untuk menjaga museum dengan berbagai koleksi yang memiliki nilai sejarah tinggi dibutuhkan pengelola museum yang memiliki tingkat kejujuran tinggi sehingga mampu dipercaya untuk menjaga koleksi.; (ii) Integrity, memiliki integritas dalam bekerja; (iii) Professional, mampu bekerja dengan baik sesuai dengan job desknya; (iv) Tidak kaku, dalam hal memandu disesuaikan dengan pengunjung; (5) Ramah, bersikap ramah kepada semua pengunjung; (6) Kreatif, mampu menangani berbagai pengunjung atau kegiatan museum sehingga mampu menjadikan museum lebih baik; (7) Ikhlas, dalam menjalankan pekerjaannya pengelola museum tidak boleh mengharapkan pamrih yang berlebihan Preposisi 6: kompetensi ditentukan oleh sikap pengelola museum g. Keterampilan. Berikutnya adalah berkaitan dengan keterampilan yang dimiliki pengelola museum yaitu pengelola museum memiliki kemampuan komunikasi karena pengelola museum akan bertemu dengan pengunjung sehingga kemampuan komunikasi penting. Selanjutnya, pengelola museum juga harus mampu melayani dengan baik, bisa memandu dan mampu menguasai bahasa Inggris jadi ketika ada pengunjung dari mancanegara pengelola museum mampu menjelaskan koleksi kepada pengunjung mancanegara tersebut. Berdasarkan hal diatas maka preposisi dinyatakan dalam: Preposisi 7: kompetensi pengelola museum ditentukan keterampilan pengelola museum Pembahasan. Dari hasil analisis dan pembahasan diatas, maka penelitian ini melahirkan penemuan atau preposisi yang berkaitan dengan kompetensi pengelola museum, diantaranya: 1. Preposisi 1: Usia pengelola museum mempengaruhi kompetensi pengelola museum Semakin banyak orang-orang muda yang bekerja di museum maka akan semakin bervariatif kegiatan/program yang dilakukan pihak museum. 2. Preposisi 2 : Kompetensi pengelola museum tidak ditentukan pada jumlah pengelola museum Banyak atau sedikitnya pengelola museum tidak mempengaruhi akan kompetensi yang ada pada pengelola museum karena kompetensi terdapat dalam diri masing-masing individu tersebut. 3. Preposisi 3 : kompetensi pengelola museum dipengaruhi pelatihan oleh pelatihan pengelola museum Pelatihan-pelatihan yang diadakan berbagai lembaga untuk pengelola museum berpengaruh terhadap kompensi pengelola museum karena dengan adanya pelatihan maka pengelola museum mendapatkan berbagai informasi dan pengetahuan mengenai perawatan, jenis koleksi dan sejarah pada masing-masing museum tersebut. 4. Presposisi 4: Kompetensi pengelola museum tidak ditentukan pada struktur organisasi yang ada di museum Besar kecilnya organisasi yang ada di museum tidak berpengaruh pada kompetensi pengelola museum karena walaupun struktur organisasi hanya terdiri dari bagian inti 335 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 seperti kepala dan staf namun kalo dijalankan dengan sungguh-sungguh maka kegiatan operasional akan berjalan dengan semestinya. 5. Preposisi 5 : Kompetensi pengelola museum ditentukan oleh latar belakang pendidikan Latar belakang pendidikan menentukan kompetensi pengelola museum, berbagai harapan berkaitan dengan latar belakang pendidikan muncul. Lulusan yang bekerja di museum itu terdiri dari berbagai bidang ilmu dan masing-masing setiap bidang pekerjaan di museum disesuaikan dengan latar belakang pendidikannya. 6. Preposisi 6: kompetensi ditentukan oleh sikap pengelola museum. Sikap dalam memberikan pelayanan menentukan kompetensi pengelola museum. Diantara sikap yang harus dimiliki sebagai pengelola museum yaitu: (a) Trust, yang artinya bisa dipercaya. Untuk menjaga museum dengan berbagai koleksi yang memiliki nilai sejarah tinggi dibutuhkan pengelola museum yang memiliki tingkat kejujuran tinggi sehingga mampu dipercaya untuk menjaga koleksi. (b) Integrity, memiliki integritas dalam bekerja, (c) Professional, mampu bekerja dengan baik sesuai dengan job desknya, (d) Tidak kaku, dalam hal memandu disesuaikan dengan pengunjung, (e) Ramah, bersikap ramah kepada semua pengunjung, (f) Kreatif, mampu menangani berbagai pengunjung atau kegiatan museum sehingga mampu menjadikan museum lebih baik, (g) Ikhlas, dalam menjalankan pekerjaannya pengelola museum tidak boleh mengharapkan pamrih yang berlebihan 7. Preposisi 7: kompetensi pengelola museum ditentukan keterampilan pengelola museum. Pengelola museum dalam melakukan pekerjaannya membutuhkan keterampilan diantaranya pengelola museum juga harus mampu melayani dengan baik, bisa memandu dan mampu menguasai bahasa Inggris jadi ketika ada pengunjung dari mancanegara pengelola museum mampu menjelaskan koleksi kepada pengunjung mancanegara tersebut. PENUTUP Kesimpulan. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada narasumber pengelola museum menghasilkan beberapa saran yang mungkin bisa dijadikan masukan untuk berbagai pihak di masa yang akan datang. Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut. Untuk status karyawan yang sudah lama bekerja dimuseum diharapkan mampu untuk diangkat menjadi pegawai tetap sesuai pada harapan pengelola museum pada data transkip wawancara. Latar belakang pendidikan pengelola disesuaikan dengan jenis pekerjaannya masing-masing (Preposisi 5). Usia merekrut pengelola museum merupakan usia produktif jadi bukan orang yang mulai pensiun yang ditempatkan pada museum (Preposisi 1). Menambah pelatihan-pelatihan berkaitan dengan peningkatan keterampilan dan sikap pengelola museum (Preposisi 3) Penelitian yang akan datang dapat melanjutkan penelitian ini secara empiris berdasarkan preposisi yang telah dihasilkan dari penelitian ini. Sampel museum sebaiknya tidak hanya di DKI Jakarta, sehingga sampel juga semakin banyak. Memperbanyak sampel memberikan kemungkinan berbagai jawaban akan ditemukan. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menambah variable yang diteliti. Penelitian ini hanya 336 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 menggunakan variable kompetensi, dengan adanya preposisi/temuan yang didapatkan pada penelitian ini maka peneliti selanjutnya bisa menambahkan berbagai variable sesuai dengan tema penelitiannya. Saran. Penelitian yang akan datang dapat didasarkan jenis museum. Jenis museum diklasifikan dengan berbagai macam klasifikasi, peneliti memberikan saran kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti berdasarkan pada jenis museum yang ada. DAFTAR RUJUKAN Alwasilah,Chaedar A., (2003). Pokoknya Kualitatif Dasar-dasar Merancang Dan Melakukan Penelitian Kualitatif. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta Ardianto, Elvinaro. (2010). Metodologi Penelitian Untuk Public Relation Kuantitatif Dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Bungin,Burhan. (2007). PenelitianKualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakkan Publik Dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Danim,Sudarwan. (2008). Kinerja Staf Dan Organisasi. Pustaka Setia. Bandung Harsono. (2010). Perencanaan Kepegawaian. Fokusmedia. Bandung. K, Santana Septiawan. (2007). Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Yayasan Obor. Jakarta. Mangkuprawita dan Aida Vitalaya Hubeis. (2007). Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia. Bogor. Nawawi,Hadari. (2005). Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit Yang Kompetitif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Nazir, Moh. (2003). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta P, Darsono & Tjatjuk Siswandoko. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia Abad 21 Kajian Tentang Sumber Daya Manusia Secara Filsafat, Ekonomi, Sosial, Antropologi, Dan Kajian Politik. . Nusantara Consulting. Jakarta Sarwono,Jonathan. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. (2003). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif Tata Langkah Dan Teknik-teknik Teorisasi Data. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif R&D. Alfabeta. Jakarta Sulistiyani, Teguh Ambar & Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Konsep,Teori Dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sutrisno, Edi. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana Pranada Media Group. Jakarta Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. PT Rajagrafindo. Jakarta Yuniarsih, Tjutju dan Suwatno. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Alfabeta. Bandung 337 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 PENGARUH DISIPLIN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT BAGIAN ANAK RSU TANGERANG Evawati Fakultas Ekonomi Eniversitas Esa Unggul Jakarta Email: [email protected] Abstract: In this study discusses the effect of the Discipline and Motivation Work for The Children's Nurse Performance RSU Tangerang. Data obtained by giving questionnaires to 38 nurses as respondents. The hypothesis taken is suspected of influence between discipline and motivation on performance RSU Tangerang Child nurse. Statistical calculations using SPSS analytical test equipment. The results showed that the discipline and motivation nurses have an influence on performance in the Tangerang General Hospital, which means that an increase in discipline and motivation will improve the performance of nurses at Tangerang General Hospital. Keyword: Discipline, Work Motivatio, Employee Performance Abstrak: Penelitian ini membahas pengaruh disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja perawaqt Bagian Anak RSU Tangerang. Data diperoleh dengan memberikan kuesioner kepada 38 perawat sebagai responden. Diduga ada pengaruh disiplin dan motivasi terhadap kinerja perawat Bagian Anak RSU Tangerang. Digunakan pendekatan statistika untuk membuktikan hipotesis yang diajukan dengan bantuan SPSS sebagai alat penguji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat Bagian Anak di Rumah Sakit Umum Tangerang. Jika disiplin dan motivasi meningkat maka kinerja perawat Bagian Anak di Rumah Sakit Umum Tangerang akan meningkat. Keyword: Disiplin, Motivasi Kerja, Kinerja Pegawai PENDAHULUAN Pembangunan dan pelayanan kesehatan tahun ke tahun semakin mnunjukkan peningkatan yang lebih baik. Peningkatan tersebut digambarkan dengan meningkatnya mutu pelayanan yang berkesinambungan serta ditunjang oleh kelengkapan sarana dan pra sarana yang lebih baik. Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang dalam terus meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya. Kontribusi petugas kesehatan di dalam Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang menunjukkan komitmen yang semakin baik dan bergairah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan baik pada tingkat administrasi maupun tekhnis. Kesadaran masyarakat dan petugas terhadap perilaku hidup bersih dan sehat menunjukan adanya peningkatan dari waktu ke waktu. Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa keberhasilan peningkatan mutu 338 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 pelayanan juga dipengaruhi dari semua unsur dukungan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Tanggerang..Kinerja pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang perlu dipadukan dengan meningkatkan pelayanan yang efektif dan efisien, sehingga Rumah Sakit Umum Tangerang menghasilkan produk pelayanan bermutu dengan biaya relatif terjangkau oleh para pengguna jasa. Kualitas Sumber Daya Manusia perlu ditingkatkan terutama disiplin dan motivasi para perawat Bagian Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Tanggerang. Dalam kaitannya dengan kinerja karyawan sebagai pelaksana pelayanan pengguna jasa rumahsakit, dibutuhkan SDM yang memiliki disiplin dan motivasi kerja yang baik, sehingga dapat mempengaruhi kinerja sesuai standar kualitas mutu pelayanan. Penelitian ini bertujuan menemukan pengaruh disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan, yaitu perawat di Bagian Anak RSU Tanggerang. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Bagi Rumah Sakit Umum Tanggerang yaitu sebagai bahan masukan dan pikiran bagi pimpinan RSU Tanggerang serta dapat menambah kazanah bacaan bermanfaat, bahan masukan dan bahan perbandingan bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian. Tinjauan Teori. Dessler (2003) mendefinisikan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan dan masalah keadilan. Menurut Hariandja dan Hardiwati (2005), manajemen SDM dengan keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktifitas, policy dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektifitas organisasi dengan cara yang etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Hasibuan (2007) manajemen sumber daya manusia adalah “ Ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien, membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat “. Sedangkan menurut Simamora (2004) manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Fungsi manajemen meliputi fungsi manajerial dan fungsi operasional. 1. Fungsi Manajerial: (a) Fungsi Perencanaan (Planning), merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang dinilai esensial. Karena menyangkut rencana pengelolaan sumber daya manusia organisasi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang yang berkaitan dengan operasionalisai organisasi dan kelancaran kerja yang ada didalamnya.; (b) Fungsi Pengorganisasian (Organizing), pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.; (c) Fungsi Pengarahan (Actuating), adalah kegiatan 339 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 mengarahkan semua karyawan agar dapat bekerjasama dan bekerja efektif serta efisien dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.; (d) Fungsi Pengendalian (Controlling), adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apalagi terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan kerja. 2. Fungsi Operasional meliputi: (a) Fungsi pengadaan (Procurement), perencanaan adalah suatu proses untuk penentuan rencana atau program kegiatan. Ini merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia didalam suatu usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah sumber daya manusia yang diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi yang tepat, baik dan benar.; (b) Fungsi Pengembangan (Development) fungsi ini berkaitan sangat erat dalam peningkatan keterampilan dan kemampuan yang diupayakan melalui jalur pelatihan maupun pendidikan terhadap sumber daya manusia yang ada. Dan juga dilakukan dalam bentuk suatu pengembangan diri untuk semua para karyawan yang berprestasi maupun yang kurang berprestasi.; (c) Fungsi kompensasi (Compensation), yaitu pemberian balas jasa baik secara langsung maupun tidak langsung yang berupa finansial maupun non finansial yang layak diberikan kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang telah diberikan kepada perusahaan.; (d) Fungsi integrasi (Integration), adalah kegiatan manajemen yang bertujuan untuk rekonsiliasi kepentingan karyawan dalam organisasi. Dengan kata lain, untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.; (e) Fungsi Pemeliharaan (Maintenance), fungsi ini berkaitan dengan upaya dalam mempertahankan kemauan dan kemampuan minat kerja karyawan yang dilakukan.; (f) melalui penerapan beberapa program yang dapat meningkatkan loyalitas dan kebanggaan kerja.; (g) Fungsi Kedisiplinan (Discipline), merupakan fungsi manajemen sumber manusia yang terpenting dan kunci terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.; (h) Fungsi Pemberhentian (Separation), adalah putusnya hubungan kerja seseorang yang disebabkan oleh karyawan, perusahaan, berakhirnya kontrak kerja maupun pensiun. Kedisiplinan merupakan fungsi SDM yang keenam dari fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin banyak disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Indikator - Indikator Kedisiplinan. Pada dasarnya banyak indicator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya: (1) Tujuan dan kemampuan; (2) teladan pimpinan; (3) Balas jasa; (4) Keadilan; (5) Waskat; (6) Sanksi hukuman; (7) Ketegasan; (8) Hubungan kemanusiaan 340 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Menurut Hasibuan (2007), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan. Veithzal (2006) mengatakan motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Menurut Maslow dalam Maslow’s Need Hierarchy Theory, kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang, yaitu: (1) Fisiologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan jasmani lain.; (2) Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.; (3) Sosial: mencakup kasih saying, rasa memiliki, diterima-baik dan persahabatan.; (4) Penghargaan: mencakup faktor penghormatan diri seperti harga dan prestasi serta faktor penghormatan dari luar seperti status, pengakuan dan perhatian.; (5) Aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi seseorang sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi dan pemenuh diri. Menurut Mangkunegara (2007), “kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Selain itu, kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.(Rivai dan Basri, 2004). Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan kegiatan-kegiatan khusus.Bernandin dan Russell (2006) mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu: (a) Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.; (b) Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, siklus kegiatan yang dilakukan.; (c) Timelinness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dihendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersebut untuk kegiatan orang lain.; (d) Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumberdaya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalkanuntuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.; (e) Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seseorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.; (f) Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan. Adapun sejumlah tujuan penilaian kinerja menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), antara lain: (a) Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai.; (a) Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya.; (c) Mendistribusikan reward dari organisasi atau instansi yang dapat berupa kenaikan pangkat dan promosi yang adil.; (d) Mengadakan penelitian manajemen personalia. 341 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Untuk menunjang tercapainya tujuan kinerja organisasi yang legal dan tidak melanggar hukum serta sesuai dengan moral dan etika, dibutuhkan sumber daya manusia yang memenuhi kriteria tetentu dalam memenuhi kriteria, diantaranya disiplin dan motivasi pegawai. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kausal, yaitu penelitian untuk mengetahui pengaruh satu atau lebih variabel bebas (independen variable) terhadap variabel terikat (dependent variable). Dalam hal ini adalah mengetahui pengaruh disiplin dan motivasi terhadap kinerja perawat bagian anak RSU Tanggerang. RSU Kabupaten Tangerang didirikan pada tahun 1928 berlokasi di sebuah ruangan BUI (Penjara) yang lahannya digunakan sekarang sebagai mastid agung Al-Ittihad dengan kapasitas perawat 12TT. Tahun 1932 pindah kejalan. DaanMogot no3 dengan kapasitas 40 tempat tidur. Tahun 1946 dipindahkan ke Balaraja, dan tahun 1955 pengelola RSUTangerang diserahkan pada pemerintah swatatantra Kabupaten Tangerang. Pada tahun 1959 mulai direncanakan membangun sebuah rumah sakit baru dilokasi yang sekarang di jalan A.Yani no 9 Tangerang. Pada tahun 1976 RSU Tangerang dimanfaatkan untuk pendidikan tingkat V dan VI FKUI, pada semua bagian .Dantahun 1986 dijalin kerja sama antara pemda Tangerang dengan Fakultas kedokteran Gigi UI dengan tujuan meningkatkan pelayanan RSU Tangerang serta memanfaatnya untuk pendidikan Dengan keputusan Bupati Tangerang No.445/kep.113/Huk/2008 RSU Kabupaten tanggerang ditetapkan sebagai penyeleggaraan pola pengelola keuangan badan layanan umum daerah Kabupaten Tanggerang .Setalah dikembangkan secara bertahap saat ini RSU Tanggerang mempunyai bangunan yang luas keseluruhanya 24.701 M2 diatas tanah 41.615 m2 dan memiliki fasilitas perawatan dengan 383 TT 27 jenis keahlian dengan jumlah karyawan 1065 orang.Hipotesis yang diajukan pada penleitian ini adalah diduga ada pengaruh disiplin dan motivasi terhadap kinerja perawat bagian anak RSU Tanggerang. Tabel 1. Variabel dan Indikatornya Variabel Disiplin (X1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Indikator Tujuan dan kemampuan Teladan pimpinan Balas jasa Keadilan Waskat Sanksi hukuman Ketegasan Hubungan kemanusiaan 342 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Variabel Motivasi (X2) Kinerja (Y) Indikator 1. Kebutuhan 2. Tingkah Laku 3. Harapan 4. Imbalan 1. Tangibles 2. Reliability 3. Responsivness 4. Competence 5. Courtesy 6. Credibility 7. Security 8. Acess 9. Communication 10. Understanding the Customer Sumber: diolah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat bagian anak RSU Tangerang yang berjumlah 38 orang. Sampel yang digunakan ialah dengan sampling jenuh, jadi seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini. Variabel dan indikator yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Variabel dan Pengukurannya Variabel Disiplin (X1) Motivasi (X2) Kinerja (Y) Indikator 1. Tujuan dan kemampuan 2. Teladan pimpinan 3. Balas jasa 4. Keadilan 5. Waskat 6. Sanksi hukuman 7. Ketegasan 8. Hubungan kemanusiaan 1. Kebutuhan 2. Tingkah Laku 3. Harapan 4. Imbalan 1. Tangibles 2. Reliability 3. Responsivness 4. Competence 5. Courtesy 6. Credibility 7. Security 8. Acess 9. Communication 10. Understanding the Customer 343 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Definisi Operasional Variabel: (1) Disiplin (X1). Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.; (2) Motivasi (X2). Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan.; (3) Kinerja (Y). Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Skala yang dipakai untuk pengukuran data variabel X1 ,X2 dan variabel Y dalam penelitian ini adalah skala linkert yang digunakan untuk mengukur sikap,pendapat dan persepsi orang tentang fenomena sosial.variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator tersebut. Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data primer sehubungan dengan data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan penelitian. Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumber informasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 12.00. Pengujian hipotesis ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan secara simultan antar variabel digunakan pendekatan Analisis Regresi Berganda. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut. Y = a+b1X1+b2X2 Dimana: Y = Kinerja Pegawai; A = Konstanta (X=0); b1b2 = Koefisien Regresi; X1 = Disiplin; X2 = Motivasi Kerja Pengujian Hipotesis secara simultan menggunakna rumus sebagai berikut. R2 (N-m-1) Fhitung = ------------M(1-R2) Rumusan Hipotesis adalah: Ho: Disiplin dan Motivasi Kerja tidak terdapat pengaruh secara signifikan terhadap kinerjaperawat bagian anak RSU Tanggerang Ha:Disiplin dan Motivasi Kerja terdapat pengaruh secara signifikan terhadap kinerjaperawat bagian anak RSU Tanggerang Hipotesis diuji dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%, sehingga α yang digunakan adalah 0,05. Dengan menggunakan uji dua arah (two tailed), maka ( n - k ; α/2 ). Jadi 38 - 2 ; α = 0,005/2 = 0,025. Pengambilan keputusan menerima atau menolak hipotesis didasarkan pada nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas > 0,05 maka Ho diterima. Sebaliknya jika Probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak. 344 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini membahas hasil data yang telah penulis kumpulkan dari responden sebanyak 36 perawat bagian anak RSU Tanggerang. Hasil analisis ini nantinya digunakan untuk mengetahui pengaruh disiplin dan motivasi terhadap kierja pegawai. Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Colinearity Statistic Tolerance VIF 0,859 1,164 0.859 1,164 X1 (Disiplin) X2 (Motivasi Kerja) Hasil uji asumsi klasik atas gejala multikolinearitas menunjukkan kesimpulan tidak ada gejala multikolinearitas. Pada tabel di atas terlihat kedua variabel independent (Disiplin dan Motivasi) pada Tolerance = 0,859 dan angka VIF (Variance Inflation Factor) = 1,164. Jika nilai VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas atau dengan kata lain model regresi yang bebas multikolinearitas adalah jika nilai VIF lebih kecil dari 5. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai VIF 1,164 tersebut pada tabel di atas tidak terdapat masalah multi kolinearitas sehingga metode regresi berganda layak dilakukan berikutnya. Hasil pengujian hipotesis melalaui persamaan regresi linier berganda menghasilkan output sebagaimana disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Square 1 0.627 0,393 0,358 Std Error of the Estimate 3,31515 Tabel 3 di atas menunjukikan koefisien determinasi (R2) sebesar = 0.393. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa disiplin dan motivasi kerja mampu menjelaskan variabilitas kinerja perawat Bagian Anak di RSU Tangerang sebesar 39,3%. Sebanyak 60,7% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini. Tabel 4. Uji F (ANOVA) Model I. Regression Residual Total Sum of Squares Df 248,737 2 348,657 35 633,395 37 Mean Square 124,369 10,99 F 11,316 Sig. .000a Sumber: data diolah Uji F dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja perawat. Hasil Uji F pada Tabel 4 345 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 menunjukkan Fhitung sebesar 11,316 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000. Probabilitas signifikasi tersebut bernilai kurang dari 0,01 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kinerja perawat. Dapat dikatakan bahwa variabel disiplin dan motivasi kerja secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel kinerja perawat. Tabel 5. Koefisien Regresi Model 1. (Constant) Disiplin Motivasi kerja Unstandardized Coefficients B 21.015 0,396 0,273 Std. Error 9,885 0,142 0,110 Standardized Coefficients T Sig. Beta 0,398 0,348 2,126 2,797 2,516 0,041 0,008 0,017 Sumber: data diolah Mengacu Tabel 5 diperoleh persamaan regresi atas penelitian ini sebagai berikut: Kinerja = 21,015 + 0,396 Disiplin + 0,273 Motivasi Kerja. Jika RSU Tangerang bermaksud meningkatkan kinerja perawat, maka pimpinan perlu meningkatkan disiplin dan motivasi kerja para perawat. Pengaruh disiplin lebih besar daripada pengaruh motivasi kerja. Dengan demikian langkah utama untuk meningkatkan kinerja sebaiknya ditempuh dengan menegakkan disiplin di kalangan perawat. PENUTUP Kesimpulan. Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: (1) Disiplin berpenbgaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perawat. Semakin tinggi disiplin, semakin baik kinerja perawat.; (2) Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perawat. Semakin termotivasi para perawat dalam bekerja, semakin tinggi kinerja mereka.; (3) Kemampuan menjelaskan variabel disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja perawat relatif rendah Saran. Beberapa saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: (1) Manajemen RSU Tangerang disarankan meningkatkan disiplin kerja para perawat. Disiplin para perawat dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya, di antaranya keteladan, ketegasan, dan adanya sanksi. Manajemen juga perlu meningkatkan motivasi kerja para perawat. Kebutuhan, harapan, dan imbalan bagi perawat perlu dikaji lebih jauh agar motivasi mereka dalam bekerja meningkat. (2) Bagi penelitian yang akan datang sebaiknya ditambahkan variabel bebas lainnya, agar kemampuan menjelaskan variabilitas kinejra perawat dapat ditingkatkan. Variabel lain yang dapat ditambahkan misalnya kompensasi, beban kerja, atau gaya kepemimpinan. DAFTAR RUJUKAN Anonymous. (2012). Profil Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang Tahun 2011. 346 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Garry Dessler. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit: Macana Jaya Cemerlang. Jakarta Hasibuan, Malayu, S.P., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Rosdakarya. Bandung. Riduwan. (2004). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Cetakan kedua CV.Alfabeta. Riva’i dan Basri. (2004). Penilaian Kinerja dan Organisasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rivai, Veithzal. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. PT. Raja grafindo Persada. Jakarta. Singgih Santoso. (2007). Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15, PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha Ilmu Yogyakarta.. Supranto, J., (2007). Statistik Teori dan Aplikasi. Erlangga. Jakarta 347 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 ANALISA PENGARUH BUDAYA PERUSAHAAN DAN SIKAP KERJA DALAM MENINGKATKAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA Andriati Endang Pratiwi Program Pascasarjana Universitas Mercu Buana Yogyakarta E-mail: [email protected] Abstract: The success ofan organization not only based onexcellenceortechnology. Howeverthe management ofcorporate cultureis one important thing for the company because of its ability to influence theattitudes of individual work, especially to push the performance of human resources with in the company. The management of corporate culture and positive working attitude needs to be done so that corporate culture can provide maximum benefit for the company. This research is trying to analyze the influence of corporate culture on work attitudes in relation to improving the performance of human resources. Actually the problems arising from this study which the corporate culture is not strong enough, because of differences in the variant of the existing character of the behavior and poor work attitudes (inconsistently) that ultimately has an affect to the performance.Object of this study is PT. Pacific Place which has 300 number of employees, and respondents were taken from grade 5 to grade 8, which total its about 171 employees. In this research using collecting data questionnaire and company data documentation for research tools. The results of this research is indicated that the corporate culture and working attitude has a strong influence on the human resource’s performance. Keywords: Company Culture, Attitude, and Performance mutually influencing each other Abstrak: Keberhasilan ofan organisasi tidak hanya didasarkan pada keunggulan atau technology.However pengelolaan budaya perusahaan merupakan salah satu hal yang penting bagi perusahaan karena kemampuannya untuk mempengaruhi sikap kerja individu, terutama untuk mendorong kinerja sumber daya manusia dengan di perusahaan. Manajemen budaya perusahaan dan sikap kerja yang positif perlu dilakukan agar budaya perusahaan dapat memberikan manfaat maksimal bagi perusahaan. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh budaya perusahaan terhadap sikap kerja dalam kaitannya dengan meningkatkan kinerja sumber daya manusia. Sebenarnya masalah yang timbul dari penelitian ini yang budaya perusahaan tidak cukup kuat, karena perbedaan varian karakter yang ada dari perilaku dan sikap kerja yang buruk (tidak konsisten) yang pada akhirnya memiliki mempengaruhi pada performance. Object dari penelitian ini adalah PT. Pacific Place yang memiliki 300 jumlah karyawan, dan responden yang diambil dari kelas 5 sampai kelas 8, yang total yang sekitar 171 karyawan. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner pengumpulan data dan dokumentasi data perusahaan untuk alat-alat penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya perusahaan dan sikap kerja memiliki pengaruh yang kuat pada kinerja sumber daya manusia. Kata kunci: budaya perusahaan, sikap, kinerja 348 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 PENDAHULUAN Pertumbuhan industri bisnis pada masyarakat ditandai dengan semakin besarnya jumlah dan jenis organisasi atau perusahaan yang saling berhubungan secara dinamis dalam bentuk persaingan maupun kerjasama, baik antara organisasi industri, pelaku bisnis, maupun profesi. Akibatnya terjadilah interaksi sosial dengan karakteristik masing-masing serta banyak kepentingan yang membentuk gaya hidup, pola perilaku, dan etika kerja yang kesemuanya ini menggambarkan ciri khas kondisi suatu organisasi. Sehingga setiap individu dalam organisasi tidak lepas dari hakekat nilai-nilai budaya yang dianutnya dan berada dalam lingkungan organisasi tersebut, yang pada akhirnya dapat bersinergi dengan perangkat organisasi, teknologi, sistem dan strategi, serta gaya kepemimpinan. Di samping itu, dalam situasi persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini, sebuah organisasi membutuhkan keunggulan bersaing untuk memenangkan persaingan. Al Fajar dan Heru (2010) mengatakan bahwa alternatif keunggulan bersaing dari sebuah organisasi yang dapat digunakan antara lain: 1) Quality Leadership – yang menghasilkan produk yang berkualitas paling tinggi di antara produk-produk yang dihasilkan oleh para pesaingnya; 2) Cost Leadership – yang menanggung biaya operasi yang paling efisien di antara para pesaingnya; dan 3) Sumber daya manusia – yang memiliki sumber daya manusia lebih unggul bila dibandingkan dengan sumber daya manusia yang dimiliki para pesaingnya. Diantara ketiganya, sumber daya manusialah yang kini semakin diakui keberadaannya dan menjadi fokus bagi banyak perusahaan, karena menghasilkan keunggulan bersaing dalam jangka panjang dan tidak mudah diduplikasi oleh para pesaing. Sehubungan dengan sumber daya manusia di suatu perusahaan, ada satu hal penting lain yang terkait dengannya yakni budaya perusahaan (company culture). Seringkali budaya perusahaan berdampak begitu besar terhadap suksesnya suatu bisnis. Penelitian ini dilakukan di perusahaan konsorsium yang cukup besar yang bergerak di bidang property management di Jakarta, yakni PT. Pacific Place Jakarta. PT Pacific Place Jakarta merupakan sebuah perusahaan konsorsium jasa yang salah satu usaha bisnisnya adalah Pacific Place Mall, yang berlokasi di kawasan Sudirman – Jakarta Selatan. PT. Pacific Place Jakarta memiliki karakteristik perusahaan dengan jumlah karyawan yang besar, status karyawan yang beragam, pemekaran business unit, dan pemekaran department (yang berasal dari divisi operasional), serta sikap dan perilaku karyawan yang berbeda-beda. Kondisi ini mempengaruhi pemahaman budaya perusahaan (dalam bekerja) yang tercermin dari sikap kerjanya yang terkesan sangat terkotak-kotak dan sendiri-sendiri. PT. Pacific Place Jakarta telah memiliki budaya perusahaan (corporate culture). Budaya perusahaan telah dicanangkan, namun keberadaannya dirasakan masih kurang dalam memberikan kontribusi terhadap karyawan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan perusahaan. Untuk itu perlu dikaji ulang aspek-aspek yang berkaitan dengan dimensi budaya perusahaan dan sikap kerja dalam hubungannya untuk menciptakan kinerja karyawan ataupun manajemen sekaligus kinerja perusahaan. Permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah: 1) Berapa besar pengaruh faktor-faktor budaya perusahaan terhadap kinerja sumber daya manusia; 2) Berapa besar pengaruh sikap kerja terhadap kinerja sumber daya manusia, dan 3) 349 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Berapa besar pengaruh faktor-faktor budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap kinerja sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan memperoleh bukti empiris mengenai ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan budaya perusahaan terhadap kinerja karyawan, ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan sikap kerja terhadap kinerja karyawan, dan ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap kinerja karyawan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi dunia usaha mengenai sejauhmana budaya perusahaan (corporate culture) dan sikap kerja memberikan kontribusi dalam meningkatkan kinerja sumber daya manusia. Kajian Teori. Budaya organisasi atau corporate culture menurut Freemont kast E dan Rosenzweig dalam Robbins (2008) merupakan sistem nilai dan kepercayaan yang dianut bersama yang berinteraksi dengan orang-orang suatu perusahaan, struktur oragnisasi, dan sistem pengawaqsan untuk menghasilkan norma-norma perilaku. Sedangkan Schein dalam Robbins (2008) mendefinisikan budaya sebagai pola dariasumsi dasar yang telah ditentukan atau dikemabngkan untuk mempelajari cara-cara berintegrasi,m yang telah berfungsi dengan baik dan yang telah dianggap baru oelh karenanya harus diajarkan kepad anggota baru sebagai cara yang besar untuk emmikirkan, emmandang dan merasa berklepentingan dengan masaklah tersebut. Pengukuran variabel budaya organisasi mengikuti instrumen yang digunakan Robbins (2008) meliputi 7 dimensi yaitu 1) inoveasi dan keberanian mengambil risiko, yaitu sejauhmana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko. Indikator variabel ini antara lain a) ide-ide inovatif karyawan, b) pengembangan ide atau gagasan dalam proses pekerjaan, c) perlindungan terhadap risiko kerja, d) penyelesaian suatu pekerjaan tidak memandang risiko besar/kecil. 2) perhatian pada halhal rinci yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail; 2) Perhatian pada hal-hal rinci yaitu sejauh mana keryawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail. Indikator variabel ini a) pemenuhan peraturan kerja yang telah ditetapkan, b) ketelitian dalam pelaksanaan kerja, c) petunjuk kerja apa yang harus dikerajkan dan bagaimana cara mengerjakan suatu pekerjaan, d) kesempatan untuk merencanakan dalam pelaksanaan pekerjaan; 3) Orientasi hasil yaitu sejauhmana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakn untuk mencapai hasil tersebut. Indikator variabel ini a) pengutamaan hasil pekerjaan yang bagus, b) pemberian bantuan atau arahan dari pimpinan dalam penyelesian tugas yang dikerjakan, c) komunikasi antara staf dengan atasan berjalan dengan baik, perhatian kesejahteraan dan pengembangan karya oleh pihak manajemen. 4) Orientasi orang, sejauhmana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang di dalam organisasi. Indikator variabel ini meliputi a) pembuatan keputusan perusahaan dengan memperhtikan data atau informasi dari karyawan, b) penetapan aturan kebijaksanaan perusahaan yang standar atau biasa, c) adanya sanksi atau hukuman yang tegas terhadap kesalahan yangdilakukan oelh karyawan, dan d) dukungan pihak manajemen dalam kerajsama tim; 5) Orientasi tim. Sejauhmana kegiatan kerja di oragnisasi pada tim ketimbang pada individu-individu. Indikatror variabel ini a) pembagian tugas yang adil pada sertiap anggota dalam organisasi, b) adanya hubungan yang baik antara rekan sekerja dalam penyelesaian tugas, c) para anggota tim memiliki semangat kerjasama dalam satu itm organisasi, d) adanya 350 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 sistem yang saling membantu antara satu bagian dengan bagian lain dalam organisasi; 6] keagresivan. Sejauhmana orang bersikap agresif dan kompeteitif ketimbang santai. Indikator dimensi ini adalah: a) penghargaan organisasi bila anggotan organisasi berprestasi dengan baik, b) adanya kritik atas pekerjaan yang merupakan dorongan untuk bekerja baik, c) adanya promosi yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan sehingga karyawan bersemangat dalam bekerja, d) adanya motivasi dari perusahaan untuk mendorong karyawan bekerja lebih baik. 7) Stabilitas. Sejauhmana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan. Indokator dimensi ini adalah a) kebanggaan karyawan menjadi karyawan di perusahaan, b) kebetahan karyawan dalam bekerja karena perusahaan menciptakan suasana kekeluargaan, c) karyawan merasa ikut memiliki perusahaan dalam bekerja, d) adanya harapan karyawan dalam bekerja yang baik pada perusahaan. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dengan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbin, 2003). Kepuasan kerja juga dapat dideskripsikan sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka (Greenberger dan Baron, 2003). Kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi seusai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. perusahaatas orang. Dimensi variabel ini Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dibuat suatu kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini. Kerangka tersebut menunjukkan hubungan antara budaya perusahaan, sikap kerja, dan kinerja beserta dimensi yang diteliti. Gambar 1 berikut ini menyajikan kerangka pemikiran teoritis penelitian ini. Sikap kerja (attitude) dikembangkan oleh karakteristik Kepuasan Kerja (X7). Kinerja karyawan dibentuk oleh 4 (empat) penilaian seperti: X8 = Penilaian Dasar (Basic Performance); X9 = Penilaian Kinerja (Performance Management); X10 = Penilaian Kepemimpinan (Leadership Performance); X11 = Penilaian Pemahaman Bisnis (Business Ak cumen Performance). Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Ada pengaruh budaya perusahaan terhadap kinerja sumber daya manusia H2 : Ada pengaruh sikap kerja terhadap kinerja sumber daya manusia. H3 : Ada pengaruh budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap kinerja sumber daya manusia. Visi & Misi Tujuan Perusahaan 351 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Budaya Perusahaan: 1. Inovasi 2. Perhatian ke rincian 3. Orientasi hasil 4. Orientasi orang 5. Orientasi team 6. keagresifan Sikap Kerja (Attitude): Kepuasan Kerja H1 H2 Kinerja Karyawan: 1. Penilaian dasar 2. Penilaian kinerja 3. Penilaian Kepemimpinan 4. Penilaian pemahaman bisnis H3 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Sumber: Data primer 2011 METODE Penelitian ini merupakan studi kausalitas, yang ditujukan untuk menemukan pengaruh variabel bebas yaitu budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap variabel terikatnya, yaitu kinerja sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia pada penelitian ini adalah karyawan PT. Pacific Place yang merupakan tenaga penjualan dan berjumlah 300 orang. Responden penelitian diambil secara purposive yaitu karyawan yang berada pada kelas 5 sampai kelas 8, dengan total 171 orang. Data penelitian merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diambil menggunakan kuesioner, sementara data sekunder dikumpulkan dengan metode dokumentasi sehubungan dengan data perusahaan yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini. Data primer yang dikumpulkan dari para tenaga penjual perusahaan berupa skala Likert. Data diolah dengan metode regresi liner berganda.. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian hipotesa ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesa dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linear berganda.Dalam analisis regresi linear berganda ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresi melalui uji t dan uji F. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh semua variabel independen (Budaya Perusahaan dan Sikap Kerja) terhadap variable dependen (Kinerja). Hasil pengolahan data untuk koefisien determinasi disajikan pada Tabel 1. 352 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Tabel 1. Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Square a 1 .427 .182 .173 a. Predictors: (Constant), Sikap_kerja, Budaya_Perusahaan b. Dependent Variable: Kinerja Std. Error of the Estimate 1.31341 Sumber: data diolah Pada hasil perhitungan diperoleh besarnya koefisien korelasi (R) adalah 0,427. Artinya rtinya terdapat hubungan yang kuat antara variabel independent (Budaya Perusahaan dan Sikap Kerja) dengan variabel dependent (Kinerja). Koefisien determinasi (R2) bernilai 0,182. Berarti pengaruh variasi dari variabel dependen (Y) sebesar 18.2 % dapat dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan 81.8 % dipengaruhi oleh faktor - faktor lain yang belum masuk dalam model regresi penelitian ini. Uji Anova digunakan untuk pengujian hipotesis secara simultan (uji F), apakah variabel Independen (Budaya Perusahaan dan Sikap Kerja), secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variable dependen (Kinerja). Hasil uji Anova disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Uji ANOVA Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 64.614 289.807 354.421 df 2 168 170 Mean Square 32.307 1.725 F 18.728 Sig. .000a Sumber: data diolah Hasil pengolahan data menunjukkan nilai F hitung adalah 18,728. F tabel (k, n-k-1) dengan tingkat signifikansi 5 persen adalah 3.90. Dikarenakan FHitung (18,728) > F Tabel (3.90), maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independent (Budaya Perusahaan dan Sikap Kerja) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent (Kinerja). Tabel 4 menyajikan hasil pengujian pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini. Ditemukan bahwa Budaya Perusahaan dan Sikap Kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Tabel 4. Uji Koefisien Regresi (uji t) Model 1 (Constant) Budaya_Perusahaan Sikap_kerja Unstandardized Coefficients B Std. Error 11.095 .636 .092 .033 .165 .044 Standardized Coefficients Beta .214 .290 T 17.435 2.775 3.762 Sig. .000 .006 .000 a. Dependent Variable: Kinerja Sumber: data diolah 353 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Mengacu data pada Tabel 4 diketahui persamaan regresi penelitian ini adalah: Kinerja = 11,095 + 0,092 Budaya_Perusahaan + 0,165 Sikap_Kerja. Persamaan regresi tersebut di atas, dapat dijelaskan seperti di bawah ini: a. Nilai koefisien regresi Budaya Perusahaan sebesar 0.092, memiliki tingkat signifikansi 0.006 dan t hitung = 2.775, menunjukkan bahwa Budaya Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Semakin baik budaya perusahaan yang dikembangkan di peursahaan, akan meningkatkan kinerja karyawan. Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha :β1>0 (Budaya perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja) adalah terbukti (H1 diterima). b. Nilai koefisien regresi Sikap Kerja sebesar 0.165, memiliki tingkat signifikansi 0.000, dan t hitung = 3.762, menunjukkan bahwa Sikap Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Semakin baik sikap kerja yang dikembangkan di perusahaan, akan meningkatkan kinerja karyawan Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha :β2>0 (Sikap kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja), adalah terbukti (H2 diterima). Pembahasan. Penulis berusaha memperluas pengujian dengan menganggap bahwa kinerja sumber daya manusia akan lebih tepat dan sesuai apabila dipengaruhi sekaligus oleh variabel budaya perusahaan dan sikap kerja. Budaya perusahaan melalui sikap kerja mampu menjelaskan secara lebih jauh pengaruhnya terhadap kinerja sumber daya manusia. Budaya perusahaan yang diimplementasikan dengan menumbuhkan sikap kerja yang positif secara signifikan akan senantiasa mampu meningkatkan kinerja sumber daya manusia. Secara keseluruhan penelitian ini memperkuat pandangan-pandangan dan penelitian-penelitian sebelumnya dengan pijakan dasar bahwa budaya perusahaan dan sikap kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja sumber daya manusia. PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian ini yang menggunakan SPSS diperoleh suatu kesimpulan bahwa Budaya Perusahaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan memberikan kontribusi yang besar untuk meningkatkan kinerja. Hipotesis 1 yang diajukan dalam penelitian ini adalah Budaya Perusahaan berpengaruh terhadap Kinerja, dan berdasarkan perhitungan uji ANOVA dibuktikan bahwa Budaya Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja.Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan bahwa Budaya Perusahaan berpengaruh atau memiliki hubungan dengan Kinerja adalah terbukti (H1 diterima). Dalam hipotesis 2 dimana diajukan adanya pengaruh antara Sikap Kerja dengan Kinerja, dan dari perhitungan koefisien regresi yang menggunakan uji ANOVA dibuktikan bahwa Sikap Kerja memberikan konntribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Budaya Perusahaan, hal ini antara lain disebabkan adanya berbagai upaya yang dilakukan pihak manajemen PT. PACIFIC PLACE JAKARTA untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan terhadap perusahaan serta penempatan karyawan sesuai kemampuan. Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa Sikap Kerja berpengaruh atau memiliki hubungan dengan Kinerja adalah terbukti (H2 diterima). 354 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Dalam Hipotesis 3 yang menyatakan adanya hubungan antara pengaruh budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap kinerja, penulis melakukan pengujian melalui SPSS yang pada hasilnya menunjukkan bahwa variabel dependent (dalam hal ini adalah Kinerja), dapat dijelaskan oleh variabel independent (Budaya Perusahaan dan Kinerja). Dan dari hasil uji simultan (uji F) menunjukkan bahwa semua variabel independent berpengaruh significant pada variabel dependent. Berdasarkan hasil penelitian ketiga variabel yakni budaya perusahaan dan sikap kerja menunjukkan hasil berpengaruh dalam meningkatkan kinerja sumber daya manusia, artinya bahwa faktor-faktor inilah yang harus lebih diperhatikan oleh pihak manajemen PT. PACIFIC PLACE JAKARTA, misalnya dengan cara memperkuat dan memperkokoh budaya perusahaan agar mampu dihayati oleh semua karyawan, dan meningkatkan sikap kerja dengan memperkuat hal-hal yang menjadi dasar bagi terciptanya kepuasan karyawan. Masing-masing variabel itu sendiri mengandung beberapa dimensi yang perlu menjadi perhatian. Dari variabel budaya perusahaan, dimensi inovasi menduduki peringkat pertama yang harus diperbaiki, disusul dengan dimensi perhatian ke hal-hal yang bersifat rinci (analisa) serta orientasi tim (kerjasama tim).Sebaiknya manajemen perlu memberikan kesempatan yang lebih baik bagi para karyawannya untuk mengembangkan gagasan atau ide agar lebih dapat meningkatkan kepercayaan diri bahwa posisinya sangat dibutuhkan di dalam perusahaan. Disamping itu juga para karyawan didorong untuk memiliki kecermatan, analitis, dan ketepatan terhadap bagian-bagian yang paling rinci atau detail dari pekerjaannya. Begitupun juga dengan teamworkatau orientasi tim harus lebih dikembangkan di PT. PACIFIC PLACE JAKARTA, karena budaya yang tidak berorientasi pada tim biasanya didominasi oleh arogansi individual dan departemental. Budaya yang berorientasi pada tim lebih tepat diaplikasikan karena dimensi ini berhubungan dengan tingkat homogenitas dan soliditas budaya dalam melaksanakan dan menyelesaikan aktifitas pekerjaan sehingga setiap pekerjaan akan terasa lebih mudah diselesaikan karena memiliki tingkat kerjasama yang baik Sementara dari variabel Sikap Kerja pada dimensi kepuasan kerja, cenderung sudah memadai hanya saja perlu ditingkatkan adanya fasilitas yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja, misalnya dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik dan nyaman serta mendukung eksistensi karyawan dengan segala prasarana dan fasilitas yang memadai. Oleh karena itu perlu diciptakan kepuasan kerja yang berkesinambungan terhadap seluruh karyawan di setiap level organisasi. Kinerja sumber daya manusia mengacu pada prestasi kerja karyawan yang diukur berdasarkan standar atau kinerja yang telah ditetapkan oleh PT. PACIFIC PLACE JAKARTA Pengelolaan untuk mencapai kinerja sumber daya manusia yang tinggi dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Langkahlangkah yang harus ditempuh oleh PT. PACIFIC PLACE JAKARTA untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia nya antara lain: (1) Menyusun strategi organisasi, baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang agar mampu berkompetisi dalam persaingan bisnisnya dan mampu mengantisipasi perubahan jaman.; (2) Melakukan telaah terhadap budaya perusahaan yang ada apakah telah sesuai dengan nilai-nilai perusahaan dan apakah budaya yang ada mendukung perkembangan perusahaan dimasa depan.; (3) Atribut individual juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja sumber daya manusia. Pekerja yang memiliki keahlian dan ketrampilan yang handal harus dihargai 355 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 lebih oleh perusahaan bila perusahaan tidak ingin kehilangan sumber daya manusia yang handal. DAFTAR RUJUKAN Ajzen, Icek dan Fishbein. (2000). Theory of Planned Behavior. University of Massachusetts. Al Fajar, Siti dan Heru, Tri. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia – Sebagai Dasar Meraih Keunggulan Bersaing, Badan Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Rineka Cipta – Jakarta. Armstrong, Michael. (1993). Handbook of Personnel Management Practice, Kopen Page, Ltd – London. Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia – Teori dan Pengukurannya Edisi ke-2. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Bernardin, John. (2001). Sistem Manajemen Kinerja. Hasil Google Books. Cartwright, Jeff. (2000). Cultural Transformation. Pearson Education Limited – London Gozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gordon, G.G., (1991). Industry Determinants of Organizational Culture. Academy of Management Review, Vol.16 No. 2 Greenberg, dan Baron. (2003). Commitment Organization dalam Jurnal Seputar Komitmen Organisasi. Perpustakaan Universitas Indonesia, Liche Seniati, (2004), Jakarta. Grote, Dick. (2010) The Complete Guide to Performance Appraisal. Grote Consulting Corporation, Dalls – USA. Hanggraeni, Dewi. (2011). Perilaku Organisasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia – Jakarta. Hofstede. (1991). Measuring Organizational Cultural: A Qualitative Study Across Twenty Cases, Administrative Science Quarterly. Irawan, Prasetya. (2006). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Ilmu – Ilmu Sosial, Jakarta. Kotter J.P. and Heskett J.L, (1997). Corporate Culture and Performance. The Free Press – New York Kreitner, Robert and Angelo Kinicki. (2001). Organizational Behavior. D. Erwin, Inc – USA. Mondy, Wayne. (2008). Human Resource Management, Perason Education, Inc – New Jersey. Nurhayati, Mafizatun. (2011). Modul Pelatihan SPSS. Lembaga Penelitian Universitas Mercu Buana – Jakarta. Priasmoro, Tri. (2000). Budaya Kerja dan Etos Kerja. Bentang Budaya – Jakarta. Robbins, Stephen. (2003). Organizational Behavior, Prentice Hall International Incorporated -New Jersey. Rumijati, Aniek. (2005). Human Resource Blogs. Melalui Google. Com. (28/05/11). Sarwono, Jonathan. (2009). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. CV Alfabeta – Bandung. 356 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Schein, (1997). Organizational Culture and Leadership. Hlm 10, Kutipan Prabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. 2008. Bumi Aksara – Jakarta. Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Pustaka Pelajar – Yogyakarta. Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta – Bandung. Sunarcahya, Putu. (2008). Analisa Pengaruh Faktor-faktor Indvidu dan Iklim Organisasi dengan kinerja Karyawan.Tesis. Program Pascasarjana – Universitas Diponegoro Semarang. Supranto, J., (2009). Statistik: Teori dan Aplikasi, Jilid 2 Edisi 7. Erlangga – Jakarta. Suwatno dan Priansa, Donni. (2011). Manajemen SDM Dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Alfabeta – Bandung. Umar, Husein. (2006). Metode Riset Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama – Jakarta. Wahyudin, Parwanto. (2002). Analisis Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Tesis.Program Pascasarjana – Universitas Diponegoro. Semarang. Webster’s New Collegiate Dictionary – an encyclopedia Britannica. (2010). Merriam Webster Incorporated. Wibowo, Budi. (2000). Analisis Budaya Perusahaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Karyawan. Tesis. Program Pascasarjana – Universitas Diponegoro Semarang. Wibowo. (2010). .Budaya Organisasi- Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Rajawali Pers – Jakarta. Zwell, Michael. (2000). Creating a Culture of Competence, Hlm 9. Kutipan Wibowo, Budaya Organisasi (2010), Raja Grafindo Persada. Jakarta. 357 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUH DIVIDEND PAYOUT RATIO (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Indratno Nugrahadi Program Pascasarjana Univeristas Mercu Buana Jakarta Email: [email protected] Abstract: This research’s aim is to test whether the return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA), dan earning per share (EPS) have an influence on dividend payout ratio (DPR) both partial and simultaneous at the bank companies listed in Indonesia Stock Exchange. Samples used in this study are 7 banks companies listed on the Indonesia Stock Exchange. The data is secondary data from financial statements of the period 2006 to 2011.The sampling technique in this study using purposive random sampling method, The method of data collection is done by the method of documentation. The collected data were analyzed with multiple linear regression for hypothesis testing. The results indicate that research that is free from classical assumption normally distributed data, and free from multicollinearity, autocorrelation, and heteroskedastisitas. Partially (their own) shows that, there is no a significant negative effect between the return on investment (ROI) to partially dividend payout ratio (DPR). There is a significant positive effect between the return on equity (ROE) to partially dividend payout ratio (DPR). There is no a significant positive effect between the debt to total asset(DTA) to partially dividend payout ratio (DPR). there is a significant positive effect between the earning per share (EPS) to partially dividend payout ratio (DPR). Simultaneously there is a significant effect between ROI, ROE, DTA and EP) of DPR on the banks companies. Keywords: Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Debt to Total Asset (DTA), Earning per Share (EPS) and Dividend Payout Ratio (DPR) Abstrak: Penelitian ini bertujuan menguji apakah return on investment (ROI), pengembalian ekuitas (ROE), debt to total asset (DTA), dan earning per share (EPS) berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) baik parsial dan simultan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel terdiri atas tujuh bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data merupakan data sekunder dari laporan keuangan periode 2006 sampai dengan 2011. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive random sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik regresi linier berganda untuk pengujian hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data penelitian terdistribusi normal dan memenuhi asumsi klasik. Secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan dari ROI, ROE, DTA dan EPS terhadap DPR pada perusahaan bank. Secara parsial, ditemukan bahwa tidak ada pengaruh negatif yang signifikan return on investment (ROI) terhadap dividend payout ratio (DPR). Ada pengaruh positif yang signifikan dari return on equity (ROE) terhadap dividend payout ratio. Tidak ada pengaruh positif yang signifikan atas rasio total utang per total aset 358 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 (DTA) terhadap dividend payout ratio (DPR). Ada pengaruh positif yang signifikan dari earning per share (EPS) terhadap dividend payout ratio (DPR). Kata Kunci: Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Debt to Total Asset (DTA), Earning per Share (EPS) and Dividend Payout Ratio (DPR) PENDAHULUAN Bagi investor memperhatikan pembagian dividen merupakan suatu hal yang penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi, karena dividen juga dapat menjadi penyampai informasi tentang keyakinan manajer dan prospek perusahaan di masa depan. Jika perusahaan merasa bahwa prospek di masa mendatang baik, pendapatan dan aliran kas diharapkan meningkat atau diperoleh pada tingkat di mana dividen yang meningkat tersebut dibayarkan. Pasar akan merespon positif pengumuman kenaikan dividen tersebut. Sedangkan hal yang sebaliknya akan terjadi, jika perusahaan merasa prospek di masa mendatang menurun maka perusahaan akan menurunkan pembayaran dividennya dan pasar akan merespon negatif pengumuman tersebut. Dengan demikian manajemen akan enggan mengurangi pembagian dividen. Pembagian dividen di tentukan oleh laba yang diperoleh suatu perusahaan, maka rasio yag digunakan untuk menentukan pembagian dividen mengaunakan rasio profitabilitas yang lazim digunakan oleh invesor antara lain return on investment (ROI), return on equity (ROE) dan earning per share (EPS).Disamping itu ada juga yang mempertimbangkan hutang perusahaan atau rasio debt to total asset (DTA), semakin besar hutang, maka laba yang dibagikan akan berkurang yang tentunya berdampak terhadap pembagian dividen berkurang disebakan hal tersebut di atas maka peneliti tertarik menggunakan rasio-rasio tersebut untuk memprediksi naik turunnya atau pergerakan rasio pembayaran diveden artau dividend payout ratio (DPR) Kebijakan dividen merupakan keputusan tentang laba yang diperoleh perusahaan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan oleh perusahaan dalam bentuk laba ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa datang. Dalam kaitannya dengan hal tersebut dapat diketahui bahwa return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan oleh suatu perusahaan. Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikasi dan rumusan permasalahan penelitian ini adalah 1) Apakah return on investment (ROI) berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan? 2) Apakah return on equity (ROE) berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan? 3) Apakah debt to total asset (DTA) berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan? 4) Apakah earning per share (EPS) berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan? 5) Apakah return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) secara simultan berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan ?. 359 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Kajian Teori. Teori kebijakan dividen yang optimal artinya rasio pembayaran dividen yang ditetapkan dengan memperhatikan kesempatan untuk menginvestasikan dana serta berbagai preferensi yang dimiliki para investor mengenai dividen daripada capital gain. Kebijakan dividen tersebut juga dipandang untuk menciptakan keseimbangan dividen saat ini dan pertumbuhan mendatang sehingga memaksimumkan harga saham. Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan dalam perusahaan (Riyanto, 2008) atau dengan kata lain kebijakan dividen berkaitan dengan penentuan berapa proporsi dari laba yang akan dibagikan sebagai dividen dan berapa proporsi yang ditahan untuk diinvestasikan kembali. Pembayaran dividen dalam bentuk tunai lebih banyak diinginkan investor daripada dalam bentuk lain, karena pembayaran dividen kasi membantu mengurangi ketidakpastian investor dalam melaksanakan investasinya di dalam perusahaan. Penelitian bertujuan untuk memperoleh bukti mengenai return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI. Dengan variabel dependennya ialah dividend payout ratio (Y) sedangkan variabel independen ialah return on investment (X1), return on equity (X2), debt to total asset (X3) dan earning per share (X4). Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai adalah: H1: Return on investment (ROI) berpengaruh terhadap dividend payout ratio. H2: Return on equity (ROE) berpengaruh terhadap dividend payout ratio. H3: Debt to total asset (DTA) berpengaruh terhadap dividend payout ratio. H4: Earning per share (EPS) berpengaruh terhadap dividend payout ratio. H5: Return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) secara simulatan berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR). METODE Sesuai tujuan penelitian ini yaitu menemukan pengaruh variabel bebas terhadap varibel terikatnya, maka desain penelitian ini adalah penelitian kausalitas. Penelitian dilakukan terhadap perussahaan perbankan terdaftar di BEI. Sampel diambil menggunakan purposive sampling, dengan kriteria perusahaan terdaftar secara kontinu di BEI pada periode 2006-2011, laporan keuangan pada periode 2006-2011 tersedia, perusahaan membagikan dividen pada periode 2006-2011. Diperoleh tujuh perusahaan sebagai sampel penelitian. Data penelitian merupakan data sekunder dalam skala rasio. Data dikumpulkan secara kepustakaan dan ditabulasi dengan bantuan program excel. Data diolah dengan pendekatan regresi linier berganda, menggunakan software SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan uji regresi untuk menemukan pengaruh variabel bebas terhdap variabel terikat, dilakukan pengujian distribusi data dan pengujian asumsi klasik. 360 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Asymp. Sig. (2-tailed) ROI ROE DTA EPS DPR .627 .843 .092 .733 .100 Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17 Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal, di mana kelima variabel memiliki nilai asymp sig yang lebih besar dari 0.05 yaitu return on investment (ROI) adalah 0.627, return on equity (ROE) adalah 0.843, debt to total asset (DTA) adalah 0.092, earning per share (EPS) adalah 0.733, dan dividend payout ratio (DPR) adalah 0.100. Gambar 1 juga menunjukkan bahwa sebaran data berada di sekitar garis diagonal atau tidak terpencar jauh dari garis lurus. Hal ini berarti model regresi ini normal atau mendekati normal sehingga layak dipakai dalam penelitian. Gambar 1. Uji Normalitas Sumber: Hasil diolah dengan SPSS 17 Uji asumsi klasik selanjutnya adalah multikolinearitas. Diperoleh hasil bahwa nilai variance inflation factor (VIF) masing – masing variabel bebas lebih kecil dari 10, yaitu return on investment (ROI) adalah 5.536, return on equity (ROE) adalah 7.070, debt to total asset (DTA) adalah 1.937, earning per share (EPS) adalah 3.410. Nilai tolerance keempat variabel tidak kurang dari 0.1. Dapat disimpulkan bahwa antar variabel independen tidak terjadi persoalan multikolinearitas. Pada tabel 2, hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai DW dari model regresi adalah 2.214. Berdasarkan Tabel DW untuk data berjumlah 42 serta k = 4 dengan signifikansi 0.05 diperoleh nilai dL sebesar 1.285 dan dU sebesar 1.721. Nilai DW hitung (2.214) berada pada daerah dU (1.721) dan 4-dU (2.279), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif atau negatif pada data pengamatan. 361 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas Model 1 Tolerance VIF (Constant) ROI .181 5.536 ROE .141 7.070 DTA .516 1.937 EPS .293 3.410 Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17 Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17 Gambar 2 menunjukkan bahwa scatterplot titik-titik residual menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastistas pada model regresi ini, sehingga model regresi layak dipergunakan. Tabel 5. Hasil Pengujian Model Regresi Ganda Model R R Square 1 .512a .262 Adjusted R Square .182 Std. Error of the Estimate 53.31581 DurbinWatson 2.214 Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17 Tabel 5 di atas menunjukkan niali R sebesar 0.512 terletak di antara interval 0.41 s/d 0.60. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang cukup kuat antara return on 362 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) terhadap dividend payout ratio (DPR). Koefisien determinasi persamaan regresi menunjukkan seberapa besar kontribusi X terhadap naik turunnya Y. Data pada Tabel 5 menunjukkan Adjusted R Square sebesar 0.182 atau 18.2%. Berarti bahwa prosentase kontribusi variabel return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) terhadap variabilitas dividend payout ratio (DPR) sebesar 18.2%. Selebihnya, sebesar 81.8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Variabel lain tersebut antara lain adalah seperti ukuran perusahaan (firm size), pertumbuhan perusahaan, likuiditas, profitabiitas dengan proksi berbeda, atau solvabilitas dengan proksi berbeda. Tabel 6. Hasil Uji Simultan Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares df 37285.352 105175.317 142460.668 4 37 41 Mean Square F 9321.338 3.279 2842.576 Sig. .021a Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17 Hasil ANOVA atau uji F test diketahui nilai Fhitung sebesar 3.279 sedangkan Ftabel dengan tingkat signifikansi 5% diperoleh diketahui bernilai 2.626. Dalam hal ini maka Fhitung (3.279) > Ftabel (2.626), sehingga H0 ditolak. Berdasarkan nilai signifikansi diketahui bahwa probabilitas kesalahan yaitu 0.021. Menggunakan signifikansi 5%, H0 ditolak karena kesalahan persamaan regresi kurang dari 0.05 (0.021 < 0.05). Berarti model regresi yang disusun sesuai. Secara bersama-sama ada pengaruh signifikan dari return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) secara simultan (bersama-sama) terhadap dividend payout ratio (DPR). Tabel 7. Hasil Pengujian Pengaruh Masing-Masing Variabel Bebas Model 1 Unstandardized Coefficients Std. B Error (Constant) 570.656 Standardized Coefficients Beta 399.861 T Sig. 1.427 .162 ROI 1.269 25.949 .016 ROE 7.303 3.280 .836 2.226 .032 DTA -7.844 4.524 -.341 -1.734 .091 .076 .537 2.059 .047 EPS .156 .049 .961 Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17 363 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Berdasarkan Tabel 7 di atas persamaan regresi penelitian ini adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e Y = 570.656 + 1.269 X1 + 7.303 X2 - 7.844 X3 + 0.156 X4 Keterangan: Y = dividend payout ratio (DPR), a = konstanta, X1 = return on investment (ROI), X2 = return on equity (ROE), X3 = debt to total asset (DTA), X4 = earning per share (EPS) Persamaan regresi tersebut di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: (1) Konstanta sebesar 570.656; dengan signifikansi 0,162. Menggunakan α = 5%, nilai konstanta ini tidak signifikan.; (2) Koefisien regresi variabel return on investmen (X1) sebesar 1.269; dengan signifikansi 0,962. Menggunakan α = 5%, pengaruh ROI tidak signifikan. Artinya pengaruh ROI terhadap DPR tidak nyata. (3) Koefisien regresi variabel return on equity (X2) sebesar 7.303 dengan signifikansi sebesar 0,032. Menggunakan α = 5%, nilai signifikansi ini lebih kecil nilai α. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara variabel independen dengan variabel dependen, semakin naik return on equity (ROE) maka semakin naik dividend payout ratio (DPR), begitupun sebaliknya. Jika variabel independen lain nilainya tetap dan return on equity (ROE) mengalami kenaikan 1%, maka dividend payout ratio/DPR (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 7.303 persen.; (4) Koefisien regresi variabel debt to total asset (X3) sebesar -7.844 dengan signifikansi sebesar 0,091. Menggunakan α = 10%, nilai signifikansi ini lebih kecil nilai α. Koefisien bernilai negative artinya terjadi hubungan negative antara variabel independen dengan variabel dependen, semakin tinggi DTA maka semakin kecil dividend payout ratio (DPR), begitupun sebaliknya. Jika variabel independen lain nilainya tetap dan DTA mengalami kenaikan 1%, maka dividend payout ratio/DPR (Y) akan mengalami penurunan sebesar 7.844 persen.; (5) Koofisien regresi variabel earning per share (X4) sebesar 0.156 dengan signifikansi sebesar 0,047. Menggunakan α = 5%, nilai signifikansi ini lebih kecil nilai α. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara variabel independen dengan variabel dependen, semakin tinggi EPS maka semakin tinggi dividend payout ratio (DPR), begitupun sebaliknya. Jika variabel independen lain nilainya tetap dan EPS mengalami kenaikan 1%, maka dividend payout ratio/DPR (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 15,6%. Dalam penelitian ini ternyata didapatkan hasil bahwa return on investment (ROI) tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Hasil ini mengindikasikan bahwa ROI tidak dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran besarnya dividen, sehingga para pemegamg saham tidak terlalu penting untuk mempertimbangkan ROI ketika pemegang saham tersebut mengharapkan besarnya dividen kas yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Menurut Sartono (2005), salah satu asumsi dalam pendekatan Modigliani-_Miller ini adalah bahwa kebijakan dividen tidak saling mempengaruhi dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor, oleh sebab itu profitabilitas tidak akan selalu berpengaruh terhadap rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio (DPR).Hasil penelitian sama atau didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Edi Susanto (2002) dan Sri Sumariyati (2009) yang mendapatkan hasil bahwa return on investment (ROI) tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Akan tetapi sebaliknya dalam penelitian Suharli (2004), Andi Syahbana (2007) Sunarto dan Kartika (2003) yang mendapatkan hasil yang berlawanan menunjukkan bahwa return on investment (ROI) 364 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa sSemakin besar return on equity (ROE) menunjukan kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat pengembalian investasi (return) semakin besar. Return yang diterima oleh investor dapat berupa pendapatan dividen dan capital gain. Dengan demikian meningkatnya return on equity (ROE) juga akan meningkatkan pendapatan dividen. Dalam penelitian ini ternyata didapatkan hasil bahwa return on equity (ROE) mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Artinya kemampuan perusahaan menghasilkan laba atas ekuitas pemegang saham menjadi pertimbangan manajemen dalam menentukan kebijakan dividennya melalui proksi DPR. Hasil penelitian sama atau didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2002), Suharli dan Harahap (2004), serta Sunarto dan Kartika (2003) yang mendapatkan hasil bahwa return on equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Ditemukan bahwa solvablitas atau kebijakan pendanaan perusahaan yang diukur dengan debt to asset ratio berpengaruh signifikan. Manajemen hendaknya memiliki rencana yang matang dan mampu memilih pembiayaan hutang dengan bunga yang ringan untuk pembiayaan proyek atau kebutuhan operasionalnya. Hal tersebut dimaksudkan agar pembiayaan menjadi lebih efisien dan optimalisasi pendanaan yang menggunakan hutang tidak menggangu likuiditas perusahaan sehingga kebijakan dividen perusahaan tetap baik. Hal ini menunjukkan perusahaan memiliki dana internal yang cukup memadai dan bermaksud mempertahankan dividen serta menjalankan investasi dengan menggunakan utang.. Hal ini dapat dlihat dari nilai utang perusahaan yang juga semakin meningkat. Pemegang saham akan merelakan aliran kas internal yang sebelumnya digunakan untuk membayar dividen beralih untuk membiayai investasi sehingga agency cost of equity meningkat seiring dengan menurunnya agency cost of debt. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa debt ratio merupakan faktor yang dipertimbangkan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dalam menentukan kebijakan DPR-nya. Hasil penelititan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Sunarto dan Kartika (2003) yang mendapatkan hasil bahwa debt to total asset (DTA) tidak dipertimbangkan oleh manajemen dalam pembayaran dividen kas atau tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. Di lain pihak hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Syahbana (2007) yang berpendapat bahwa debt to total asset (DTA) mempunyai pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio (DPR), yaitu bahwa tingkat hutang yang tinggi akan mempengaruhi pembayaran dividen yang semakin rendah Earning per share (EPS) seringkali dijadikan dasar pertimbangan oleh pihak manajemen dalam menentukan pembayaran cash dividend (dividen kas). Hal ini dikarenakan besaran earning per share (EPS) menunjukkan berapa besar keuntungan yang diperoleh untuk setiap satu lembar sahamnya. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan perusahaan dalam membagikan keuntungan. Maka merupakan kewajaran jika penelitian ini earning per share (EPS) mempunyai pengaruh positif dan signifikan teerhadap dividend payout ratio (DPR). Hasil penelitian ini diperkuat oleh Sunarto dan Kartika (2003) yang mendapatkan hasil bahwa earning per share (EPS) merupakan variabel yang digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh manajemen dalam pembayaran dividen atau dividend payout ratio (DPR). Akan tetapi sebaliknya dalam penelitian Sumariyati (2009) yang mendapatkan hasil yang berlawanan 365 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 menunjukkan bahwa earning per share (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). PENUTUP Kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dan positif return on investment (ROI) terhadap dividend payout ratio (DPR). Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan return on equity (ROE) terhadap dividend payout ratio (DPR). Ditemukan pengaruh negatif yang signifikan dari debt to total asset (DTA) terhadap dividend payout ratio (DPR). Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan earning per share (EPS) terhadap dividend payout ratio (DPR). Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) secara simultan terhadap dividend payout ratio (DPR). Sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan investor dalam menentukan berapa deviden yang akan diterima pada masa yang akan datang. Hendaknya manajemen perusahaan perbankan dan para investor serta calon investor dapat lebih memperhatikan pergerakan/perubahan return on equity (ROE), debt to asset ratio (DTA), dan earning per share (EPS) karena kedua variabel tersebut dapat mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) perusahaan sektor perbankan. Bagi investor/calon investor yang mempertimbnagkan kebijakan dividen perusahaan perbankan bisa mengabaikan perubahan atau pergerakan dari return on investmen (ROI) karena variabel ini tidak mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) perusahaan sektor perbankan secara signifikan. Saran. Kepada peneliti selanjutnya, masih memungkinkan untuk menambah variabel yang lain sehingga kemampuan menjelaskan dari variabel bebas yang disusun dapat meningkat. Selain itu, data pengamatan dapat ditambah baik untuk tahun dan jumlah perusahaan, serta meneliti untuk industri lainnya, agar hasilnya lebih baik dan untuk melengkapi penelitian di bidang kebiajkan dividen. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan sebagai berikut 1) Populasi yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 31 perusahaan perbankan, sedangkan sampelnya (yang memenuhi syarat) hanya sedikit, yaitu 7 perusahaan perbankan yang terdaftar (listed) di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2006 – 2011 dan 2) Penelitian ini hanya menggunakan empat variabel bebas, sedangkan variabel yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio (DPR) tidak hanya empat variabel bebas tersebut. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak sepenuhnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. DAFTAR RUJUKAN Adedeji, Abimbola. (1998). Does the Pecking Hypotesis Explain the Dividend Payout Ratio of Firm in The UK. Journal of Business Finance and Accounting 25 (9) and (10). November/December. 1127-1155. 366 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Ang, Robbert. (2001). Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Mediasoft Indonesia, Jakarta. Anoraga, Panji dan Pakarti, (2005). Pengantar Pasar Modal Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta. Arifin, Zaenal. (2004). Teori Keuangan dan Pasar Modal. Ekonosia. Yogyakarta. Brigham Eugene F dan Joel F Houston. (2003). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Alih bahasa Ali Akbar Yulianto. Buku satu. Salemba Empat. Jakarta. Fahmi, Irham. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Alfabeta. Bandung. Florentina. (2001). Pengujian Hipotesis Pecking Order Theory: Analisis Terhadap Keterkaitan Dividend Payout Ratio, Financial Leverage dan Investasi. Tesis. UGM, Yogyakarta. Frank and Goyal. (2003). Testing the Pecking Order Theory of Capital Structure. Journal of Financial Economics. 67. 2003. pp217-248. Harahap, Sofyan Syafri. (2010). Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta. Nugroho, Bhuono A., (2005). Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Andi. Yogyakarta. Parthington. (1999). Dividend Policy: Case Study Australian Capital Market. Journal of Finance: 155-176. Priyatno, Duwi. (2008). Mandiri Belajar SPSS (Statistic Product and Service Solution). Mediakom. Yogyakarta . Rahardjo, Budi. (2009). Dasar-dasar Fundamental Saham Laporan Keuangan Perusahaan, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Riyanto, Bambang. (2008). Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi 4, BPFE. Yogyakarta, Simatupang, Mangasa. (2010). Pengetahuan Praktis Investasi Saham dan Reksa Dana, Mitra Wacana Media. Jakarta Sudarmanto, Gunawan. (2005). Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS, Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung. -----------. (2011). Metode Penelitian Kombinasi. Alfabeta. Bandung. Sugiyono, Arief dan Edy Untung. (2008). Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan Keuangan. Grasindo. Jakarta. Suharli, Michell dan Sofyan S. Harahap. (2004). Studi Empiris terhadap Faktor Penentu Kebijakan Jumlah Dividen. Media Riset Akuntansi, Auditing, dan Infomasi Vol 4 No 3. Sunarto dan Andi Kartika. (2003). Pengaruh Cash Ratio, Current Ratio, DTA, ROI, ROE dan EPS terhadap DPR Pada 34 Perusahaan yang Listed di BEJ Periode 1999-2000. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol.10, No 1:67-82. Susanto, Edi. (2002). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ periode tahun 1997 sampai 1999. Semarang. 367 Nugrahadi 358- 368 Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012 Syahbana, Andi. (2006). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta 2003-2005. Tesis. UNDIP. Semarang. Sumariyati, Sri, (2009). Analisis Pengaruh ROI, Cash Ratio, DER, dan EPS terhadap Kebijakan Dividen Pada perusahaan yang Terdaftar di Bursa efek Indonesia, Gunadarma, Jakarta. Umar, Husein. (2008). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Weston dan Thomas Copeland. (2002). Manajemen Keuangan, Jilid 1. Edisi Kesepuluh (Alih Bahasa: Jaka Wasana dan Kibrandoko). Binarupa Aksara. Jakarta White Gerald. Sondhi Ashwinpul dan Fried Dov, (2002), The Analysis and Use of Financial Statements, John Wiley and Son, New York. 368