J.Haryanto et al., pp 1-13 - Publikasi Universitas Mercu Buana

advertisement
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
PENGARUH ANTESEDEN TRUST IN BRAND TERHADAP BRAND LOYALTY
PADA SITUS BERITA ONLINE KOMPAS.COM DI JAKARTA
Joni Haryanto
Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra
Email: [email protected]
Abstract: The purpose of this research was to analyze the influence of antecedents of
trust in brand on brand loyalty in the online news sites kompas.com. Questionnaires
were given to online news visitors site in Jakarta. This is a quantitative research using
convenience sampling as sampling methode. Data were analized using Structural
Equation Model (SEM). The results showed that the brand characteristics have a positive
influence on trust in brand, the consumers - brand characteristics have a positive impact
on trust in the brand while the company characteristic does not influence on trust in
brand. Ultimately trust in brand has a positive influence on brand loyalty.
Keywords: Brand Loyalty, Trust in Brand, Brand Characteristics, Company
Characteristics, Consumer – Brand Characteristics
Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh anteseden kepercayaan pada
merek terhadap loyalitas merek di situs berita online kompas.com. Kuesioner diberikan
kepada pengunjung situs berita online di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan menggunakan convenience sampling sebagai metode sampling. Data
dianalisis menggunakan Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik merek memiliki pengaruh positif terhadap
kepercayaan pada merek, Konsumen - karakteristik merek memiliki dampak positif pada
kepercayaan pada merek sedangkan karakteristik perusahaan tidak berpengaruh terhadap
kepercayaan pada merek. Pada akhirnya kepercayaan pada merek memiliki pengaruh
positif terhadap loyalitas merek.
Kata kunci: loyalitas merek, kepercayaan pada merek, karakteristik merek,
karakteritikm perusahaan, konsumen - karakteristik merek
PENDAHULUAN
Perkembangan media massa tumbuh menjadi industri dimana terdapat pasar yang cukup
besar dalam industri media tersebut. Terlebih saat ini dinyatakan sebagai era the
information age, dimana kebutuhan masyarakat akan informasi cukup tinggi. Era ini
muncul oleh adanya pengaruh yang kuat dari ekonomi serta perkembangan yang pesat di
dunia teknologi informasi dan tekhnologi komunikasi sehingga media tumbuh dalam
model yang kapitalistik. Masa ini ditandai dengan dijadikannya informasi sebagai
236
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
komoditas, kemudian munculnya media baru dan terjadi penggabungan media serta
berpengaruhnya ekonomi dan pasar.
Seiring dengan semakin canggih dan modernnya berbagai macam teknologi
informasi, penggunaan internet pun semakin marak digunakan dalam berbagai aspek
kehidupan. Internet sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup dan gaya hidup baru yang
menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Dengan hadirnya internet
didalam masyarakat akan berdampak pada majunya suatu masyarakat tersebut,
meningkatkan produktivitas, kecerdasan, dan mutu pendidikan. Tak dapat dipungkiri,
internet memang dapat memberikan informasi secara esktrim, ditambah dengan
kemudahan dan kecepatan akses data.
Dalam hal penggunaan internet untuk mengakses informasi/berita, hasil penelitian
sebuah lembaga survei yang pernah dikutip detik.com menyebutkan adanya
kecenderungan semakin banyaknya orang yang mencari berita melalui situs online
daripada melalui media cetak (www.detik.com). Hal ini dimungkinkan karena
perkembangan website/portal berita dalam hal kemampuan menyajikan berita-berita
hangat yang lebih cepat tersaji dan mudah diakses daripada yang dapat dilakukan media
cetak. Mengingat karakteristik kecepatan, jangkauan dan kemudahan untuk diakses, maka
tidak hanya perusahaan khusus penyedia jasa informasi saja yang memanfaatkan internet
untuk bisnis informasi mereka, namun lembaga-lembaga nirlaba termasuk lembaga
pemerintah telah pula berupaya untuk memanfaatkan website sebagai media penyampai
informasi dan komunikasi kepada publik.
Pertumbuhan web sebagai media online semakin meningkat. Setidaknya terdapat dua
faktor yang menjadikan web melonjak tinggi. Pertama, karena teknologi dan infrastruktur
sudah menyebar dalam jumlah besar di masyarakat khususnya telephon dan komputer.
Kedua, web juga multifungsi dan internet juga mempunyai fungsi yang meluas. Selain itu,
web pada awalnya gratis karena penyediaan akses internet dilakukan oleh pemerintah dan
perusahaan non profit.
Perkembangan media online kemudian mempengaruhi media konvensional
(terutama media cetak), disinilah muncul brand extension dimana banyak media cetak
bergeser karena pasar mereka beralih ke media online. Hal ini terjadi karena menjadi
fakta bahwa telekomunikasi telah menjadi bagian dari hidup dan sumber sosial untuk
mempromosikan dan memperluas ruang publik.
Dari sisi media sendiri, internet dan media online di Indonesia cukup mengalami
perkembangan yang signifikan. Situs berita online di Indonesia pada umumnya dimiliki
dan dikembangkan oleh surat kabar dan majalah besar yang sudah memiliki nama, yang
sebelumnya sudah eksis secara cetak dan kuat secara modal serta jaringan distribusi. Para
pemilik koran dan majalah menerbitkan edisi online sebagai tuntutan kemajuan zaman
yang serba cepat dan instan, apalagi adanya revolusi luar biasa di bidang tekhnologi
informasi dan komunikasi. Internet telah menciptakan bentuk keempat dari jurnalisme,
jurnalisme online secara fungsi berbeda dari bentuk jurnalisme lain karena menggunakan
komponen teknologi sebagai faktor penentu dalam konteks definisi (operasional). Esensi
dari publikasi berita pada web adalah karakternya yang diintegrasikan jurnalisme online
yaitu konvergensi dari suara, gambar, dan teks. Situs berita online muncul untuk memberi
237
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
kemudahan bagi seseorang dalam mengetahui suatu informasi secara cepat. Melalui situs
berita tersebut, berita dan informasi dari berbagai penjuru dunia dapat di akses secara
mudah dan cepat melalui media online (internet) dimana pun dan kapan pun mereka
berada.
Kemunculan situs berita online diramaikan oleh kemunculan kompas.com (milik
Harian Kompas) yang berdiri pada tahun 1997 dengan nama Kompas Online. Harian
kompas merupakan merupakan surat kabar nasional yang mempunyai loyalitas konsumen
kuat dan merupakan brand yang tidak asing lagi di masyarakat. Selama 47 tahun
memberikan informasi kepada masyarakat terbukti kompas mampu eksis dalam mengelola
brand. Tahun 2011 harian Kompas cetak memiliki sirkulasi oplah rata-rata 500 ribu
eksemplar perhari dengan rata-rata jumlah pembaca 1.850.000 orang perhari (data
kompas) terdistribusi keseluruh wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan harian kompas
mendapat kepercayaan (trust) dari pembacanya. Sebagai pengembangan pertama saat itu
Kompas Online hanya berperan sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian
pada tahun 1998 Kompas Online merubah namanya menjadi kompas.com dengan
berfokus pada pengembangan isi, desain, dan strategi pemasaran yang baru. Kompas.com
pun memulai langkahnya sebagai portal berita terpercaya di Indonesia, dengan modal
kepercayaan dan loyalitas dari pembaca Kompas.
Seiring dengan melejitnya nama kompas.com sebagai situs berita online, maka
banyak situs berita sejenis yang masuk ke dalam bisnis jasa ini. Hal ini yang mendasari
munculnya pesaing dalam bisnis jasa situs berita online. Para pemilik koran dan majalah
menerbitkan edisi online sebagai pesaing di media internet ini untuk meningkatkan jumlah
pembacanya. Sebut saja seperti majalah tempo dengan tempo.com, Republika dengan
republika.co.id, serta masih banyak lagi media cetak yang sekarang ini pasti mempunyai
website portal sebagai edisi online. Media-media ini masih harus bersaing dengan portalportal informasi yang memang murni berbisnis di media online. Pada tahun 1998 muncul
detik.com yang kemudian disusul oleh okezone.com, vivanews.com, kapanlagi.com dan
masih banyak lagi portal khusus media online yang tiap saat memberikan informasi berita
kepada para pembacanya. Media-media ini bersaing merebutkan pengguna internet dan
berlomba mendapatkan kunjungan terbanyak dan tentu saja loyal.
Problem etik bermunculan “dilema” antara kecepatan, kelengkapan, akurasi, dan
persaingan bercampur di ruang redaksi. Bila di televisi rating menjadi bahasa persaingan,
media online memiliki isu page-view sebagai penunjuk keberhasilan brand image media
tersebut. Jika media konvensional luar negeri berhasil membangun brand extension
dengan situs berita online, bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Pakar online strategis
dan CEO Virtual Blog Consulting Nukhman Luthfie mengatakan, Indonesia adalah
anomali pasar portal berita. Di mana-mana, termasuk di Amerika Serikat, yang menjadi
raja portal berita adalah media-media cetak mainstream yang masuk ke Internet dan
membangun portal berita, seperti New York Times. Setiap ada dotcom murni (situs berita
online murni) masuk ke wilayah portal berita, pasti kalah jaya dibanding media cetak
online. Namun, khusus untuk Indonesia (juga Malaysia), dotcom murni (situs berita
online murni) yang membangun portal berita justru mengalahkan media mainstream
238
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
(media konvensional) seperti Detik.com mengalahkan Kompas.com (www.tempo.co dan
www.virtual.co.id).
Media online yang didukung oleh brand media cetak yang sudah lama tertanam
dibenak pembaca mestinya bisa membantu para pengunjung internet untuk langsung
menuju portal informasi edisi online mereka. Kompas.com sebagai media online tertua
didukung oleh brand image Koran Kompas yang sudah tidak asing lagi dipikiran para
pembaca dan konsumen informasi di Indonesia. Bahkan pada saat diluncurkan (mei 2008)
dan pada saat penyerahan New Wave Marketing Award kepada Kompas.com, Hermawan
Kartajaya, Presiden MarkPlus, Inc mengatakan sebagai raksasa media cetak, Kompas
Gramedia berhasil membangun sebuah megaportal yakni www.kompas.com, yang
diprediksi dapat mengalahkan detik.com dan okezone.com dalam waktu singkat, namun
sampai tahun 2012 ini, kondisi tersebut belum terjadi.
Data google dan alexa menunjukkan bahwa kompas.com belum bisa mengalahkan
detik.com sebagai pemegang brand image situs media online terbanyak dikunjungi oleh
pencari berita secara online. Fakta di masyarakat menunjukkan bahwa Koran Kompas
mempunyai brand equity yang tinggi. Tidak bisa disangkal bahwa Koran Kompas
mempunyai loyalitas konsumen serta ketenaran nama, persepsi kualitas, dan asosiasi
masyarakat terhadap merek cukup tinggi sehingga merek Koran Kompas sangat familiar
di masyarakat. Keller menyebut bahwa “brand equity as abridge” artinya dengan brand
equity merupakan modal strategis untuk memasarkan sebuah produk. Akan tetapi ketika
Kompas berusaha untuk membentuk brand extension dengan media online kompas.com
belum bisa menjadi top situs berita di Indonesia.
Page views dan jumlah pengunjung yang tinggi merupakan indikator bahwa
konsumen percaya terhadap kualitas konten dari situs berita yang mampu memenuhi
kebutuhan mereka akan informasi online. Loyalitas terhadap situs online ini menjadikan
pertimbangan utama konsumen untuk menuju ke situs tersebut ketika muncul kebutuhan
akan informasi secara online.
Permasalahan yang akan diselesaikan melalui penelitian ini adalah menganalisis pengaruh
brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic terhadap
Trust In Brand pada situs berita online kompas.com di Jakarta. Penelitian ini juga
bertujuan menganalisis pengaruh Trust in Brand terhadap Brand loyalty pada situs
kompas.com di Jakarta.
Kajian Teoritis. Karakteristik merek merupakan faktor penting yang sangat menentukan
apakah pelanggan memutuskan untuk percaya atau tidak terhadap sebuah merek. Lau dan
Lee (1999) menyatakan bahwa dalam konteks hubungan pelanggan dengan merek,
kepercayaan pelanggan/konsumen dibangun berdasarkan pada reputasi merek,
prediktabilitas dan kompetensi merek (Tjahyadi, 2006).
Konsep kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan biasanya memang berpengaruh
terhadap proses terbentuknya kepercayaan terhadap sebuah merek, karena merek
merupakan entitas terkecil dari sebuah entitas perusahaan sebagai pencipta merek/brand.
Reputasi, motivasi, serta integritas perusahaan akan dipersepsikan oleh pelanggan akan
sebuah merek yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhannya. Namun dalam kasus
239
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
penelitian ini konsep tersebut sepertinya tidak terlalu banyak berpengaruh. Hal ini
mungkin terkait dengan produk informasi di dunia cyber yang sangat luas sehingga masih
banyak faktor pengaruh yang membawanya. Pelanggan tidak serta merta berpikir terhadap
sebuah company pencipta sebuah brand. Kecepatan akses dan banyaknya pilihan yang
disajikan oleh tehnologi internet membuat pengunjung situs memperhitungkan faktor lain
sebagai pendukung faktor kepercayaan mereka terhadap sebuah merek.
Karakteristik dalam hubungan pelangan dengan merek mencakup kesamaan
(similarity) antara self concept pelanggan dengan citra merek, kesukaan pelanggan
terhadap sebuah merek, pengalaman pelanggan, kepuasan pelanggan yang disebabkan oleh
pemenuhan akan kebutuhannya. Loyalitas merupakan merupakan sebuah urutan
(pengulangan) atau pemilihan pembelian dari sebuah merek (brand) yang sama dalam
semua kasus pemilihan (pembelian) atau dapat diartikan sebagai komitmen yang
mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang preferensinya secara
konsisten pada masa yang akan datang dengan cara pemakaian ulang merek yang sama
meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang akan menimbulkan
peralihan pemakaian (Abraheem: 2012).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas. Penelitian ditujukan untuk menemukan
pengaruh variabel bebas yaitu brand characteristic, company characteristics, dan
consumers-brand characterstics terhadap variabel tidak bebas yaitu brand loyalty, melalui
variabel intervening yaitu trust in brand. Sehubungan dengan desain penelitian di atas
disusun suatu kerangka penelitian. Gambar 1 menyajikan kerangka penelitian. .
Gambar 1. Kerangka Peneitian
Untuk mendapatkan bukti empiris atas kerangka di atas diperlukan data penelitian berupa
data primer, yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Untuk memastikan
240
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
kuesioner sebagai alat penelitian mampu menghasilkan data yang akurat, dilakukan
pengujian validitas dan reliabilitas. Untuk menemukan pengaruh variabel bebas dan
intervening terhadap variabel terikatnya digunakan pendekatan Structural Equation
Modeling (SEM). Sampel adalah pengguna situs berita online kompas.com. Pendekatan
SEM memerlukan jumlah sampel minimum 5 x jumlah dimensi variabel penelitian.
Sampel penelitian ini adalah 135 orang, yang diambil dengan pendekatan
convenience.Untuk menjawab permaslahan peneitian, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Brand Characteristics berpengaruh positif terhadap Trust in Brand.
H2 : Company Characteristics berpengaruh positif terhadap Trust in Brand..
H3 : Consumers-Brand Characteristics berpengaruh positif terhadap Trust in Brand
H4 : Trust in Brand berpengaruh positif terhadap Brand Loyalty.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam pengambilan responden peneliti memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu di
antaranya lokasi, kemudahan akses internet, dan target informasi. Lokasi diambil di
wilayah Jakarta, karena sesuai data penunjung di google diketahui bahwa pengunjung
terbanyak dari situs kompas.com adalah berasal dari Jakarta. Akses internet mudah seperti
di perkantoran, kampus, atau warung internet yang banyak terdapat di wilayah Jakarta.
Pertimbangan selanjutnya berdasarkan karakter materi dari informasi yang dibawa oleh
kompas.com dimana platform informasi ditujukan untuk kalangan menengah ke atas dan
berpendidikan. Dari perkantoran dipilih beberapa instansi pemerintah dan swasta yang
dijadikan sebagai tempat penelitian. Responden berjumlah 135 orang.
Gambar 2. Model Pengukuran Konstruk Variabel Penelitian
241
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Gambar 2 menunjukkan model pengukuran konstruk variabel penelitian untuk analisis full
model. Dapat dilihat bahwa model memenuhi kriteria fit. Kesimpulan ini diambil
berdasarkan nilai dari hasil perhitungan memenuhi kriteria layak full model.
Tabel 1. Hasil Uji Full Model
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Ukuran GOF
Root Mean Square Error of Approximation
P (close-fit)
Normed Fit Index (NFI)
Tucker-Lewis Index atau Non-Normed Fit
Index (TLI atau NNFI)
Comparative Fit Index (CFI)
Incremental Fit Index (IFI)
Relative Fit Index (RFI)
Goodness-of-Fit Index (GFI)
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Target -tingkat
Kecocokan
RMSEA ≤ 0,08
p ≥ 0,50
NFI ≥ 0,90
Hasil
Estimasi
0,073
0,015
0,83
Tingkat
Kecocokan
Marginal fit
NNFI ≥ 0,90
0,90
Good fit
CFI ≥ 0,90
IFI ≥ 0,90
RFI ≥ 0,90
GFI ≥ 0,90
AGFI ≥ 0,90
0,92
0,92
0,79
0,85
0,79
Good fit
Good fit
Marginal fit
Marginal fit
Marginal fit
Good fit
Sumber: Hasil Olah Data (2012)
Pengukuran kecocokan model (fitness measure) keseluruhan item menunjukkan hasil baik.
Hasil uji kecocokan model pengukuran keseluruhan model dapat dilihat bahwa goodness
of fit menunjukkan kecocokan yang baik (good fit dan marginal fit). Dapat disimpulkan
bahwa kecocokan keseluruhan model goodness of fit adalah baik dan dapat dilanjutkan
dengan pengujian reliabilitas model. Model reliabel dilihat dari jumlah item pengukuran
goodness of fit yang banyak memenuhi syarat yang ditetapkan.
Adapun pengujian validitas model pengukuran dilakukan dengan melihat standardized
loading factor (muatan faktor standar). Sesuai dengan yang diutarakan sebelumnya
standardize loading factor yang digunakan dalam penelitian ini bernilai ≥ 0,5 (Hair et al,
2007). Batas reliabilitas konstruk adalah 0,5, sedang batas variance exctracted adalah 0,3
(Wijayanto, 2008).
Gambar 2 menunjukkan nilai standaridize loading factor variabel-variabel teramati
untuk masing-masing variabel laten. Diketahui bahwa dari 18 dimensi teramati yang
dimasukkan dalam analisis SEM, mempunyai nilai standardized loading factors (muatan
faktor standar) ≥ 0,5. Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada obyek
yang sama. Batas reliabilitas konstruk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,5,
sedang batas variance exctracted adalah 0,3 (Wijayanto, 2008).
242
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
.
Gambar 2. Model Persamaan Struktural (T-Value)
Sumber: Hasil Olah Data (2012)
Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai reliabilitas yang lebih kecil dari 0,50.
Begitu pula pada uji variance extract juga tidak ditemukan nilai yang berada di bawah
0,30. Hasil pengujian ini menunjukkan semua indikator – indikator yang dipakai sebagai
observed variable bagi konstruk atau variabel latennya mampu menjelaskan konstruk atau
variabel laten yang dibentuknya.
Tabel 2. Construct Reliability, Variance Extracted dan Reliability Model
Variabel
Brand Characteristics
Company Characteristics
Consumer-Brand
Characteristics
Trust In Brand
Brand Loyalty
Construct
Reliability
0,8 ≥ 0,50
0,7 ≥ 0,50
Varianced
Extracted
0,41 ≥ 0,30
0,51 ≥ 0,30
Kesimpulan
Reliabilitas
Baik
Baik
0,6 ≥ 0,50
0,42 ≥ 0,30
Baik
0,91 ≥ 0,50
0,85 ≥ 0,50
0,88 ≥ 0,30
0,63 ≥ 0,30
Baik
Baik
Sumber: Hasil Olah Data (2012)
Uji kecocokan model struktural terdiri dari uji kecocokan keseluruhan model dan analisis
hubungan kausal (Wijanto, 2008). Pada uji kausalitas dapat dilihat bagaimana hubungan
kausal antar variabel, dan apakah hubungan tersebut signifikan. Hasil uji kecocokan
keseluruhan model dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Kecocokan Model Struktural Penelitian
No
1
Ukuran GOF
Root Mean Square Error of
Approximation
Target-Tingkat Kecocokan
RMSEA ≤ 0,08
p ≥ 0,50
Hasil
Estimasi
0,076
0,0056
Tingkat
Kecocokan
Good fit
243
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
P (close-fit)
Normed Fit Index (NFI)
Tucker-Lewis Index atau NonNormed Fit Index (TLI atau
NNFI)
Comparative Fit Index (CFI)
Incremental Fit Index (IFI)
Relative Fit Index (RFI)
Goodness-of-Fit Index (GFI)
Adjusted Goodness of Fit Index
(AGFI)
2
3
4
5
6
7
8
NFI ≥ 0,90
0,82
Marginal fit
NNFI ≥ 0,90
0,89
Marginal fit
CFI ≥ 0,90
IFI ≥ 0,90
RFI ≥ 0,90
GFI ≥ 0,90
0,91
0,91
0,79
0,84
AGFI ≥ 0,90
0,79
Good fit
Good fit
Marginal fit
Marginal fit
Marginal fit
Sumber: Hasil Olah Data (2012)
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa nilai kecocokan model menunjukkan nilai yang bagus
artinya secara keseluruhan nilai kecocokan menunjukkan good fit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Anteseden Trust in Brand yaitu variabel Brand
Characteristics dan variabel Consumer Brand Characteristics berpengaruh positif
terhadap Trust in Brand, sedangkan variabel Company Charakteristics tidak berpengaruh
terhadap Trust in Brand, pada akhirnya Trust in Brand berpengaruh positif secara
langsung terhadap Brand Loyalty.
Tabel 4. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
tvalues
Keterangan
H1
Brand Character→Trust In
Brand
2,46
Hipotesis
diterima
H2
Company Character→Trust
In Brand
- 0,63
Hipotesis
ditolak
2,52
Hipotesis
diterima
8,59
Hipotesis
diterima
Hipotesis
H3
H4
Structural Path
Consumer-Brand
Character→Trust In Brand
Trust In
Loyalty
Brand→Brand
Kesimpulan
Brand characteristics
berpengaruh signifikan
terhadap trust in brand
Company characteristics
tidak berpengaruh terhadap
trust in brand
Consumer – brand
characteristics
berpengaruh signifikan
terhadap Trust in Brand
Trust in Brand
berpengaruh terhadap
Brand Loyalty
Karakteristik Merek (Brand Characteristics). Karakteristik merek merupakan faktor
penting yang sangat menentukan apakah pelanggan memutuskan untuk percaya atau tidak
terhadap sebuah merek. Pada penelitian ini brand characteristics (karakteristik merek)
menunjukkan korelasi positif dengan Trust in Brand (kepercayaan merek). Lee dan Lau
244
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
menyatakan bahwa dalam konteks hubungan pelanggan dengan merek, kepercayaan
pelanggan/konsumen dibangun berdasarkan pada reputasi merek, prediktabilitas dan
kompetensi merek (Tjahyadi, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
brand characteristics dibangun atas hubungan konsumen dan merek yang cukup lama,
seperti produk knowledge pelanggan yang cukup baik dan lama terhadap brand kompas,
kepercayaan terhadap reputasi dan keandalan kompas.com memunculkan trust yang cukup
tinggi terhadap brand kompas.com. Konsistensi dan efektifitas dalam pengelolaan
informasi yang dibutuhkan oleh konsumen atau pengunjung situs kompas.com ini juga
merupakan faktor utama dalam membangun kepercayaan merek tersebut, sehingga
konsumen merasa bahwa kebutuhannya akan informasi online dapat dipenuhi oleh situs
berita online ini.
Karakteristik Perusahaan (Company Characteristics). Konsep kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan biasanya memang berpengaruh terhadap proses terbentuknya
kepercayaan terhadap sebuah merek, karena merek merupakan entitas terkecil dari sebuah
entitas perusahaan sebagai pencipta merek/brand. Reputasi, motivasi, serta integritas
perusahaan akan dipersepsikan oleh pelanggan akan sebuah merek yang berkualitas dan
mampu memenuhi kebutuhannya. Namun dalam kasus penelitian ini konsep tersebut
sepertinya tidak terlalu banyak berpengaruh. Hal ini mungkin terkait dengan produk
informasi di dunia cyber yang sangat luas sehingga masih banyak faktor pengaruh yang
membawanya. Pelanggan tidak serta merta berpikir terhadap sebuah company pencipta
sebuah brand. Kecepatan akses dan banyaknya pilihan yang disajikan oleh tehnologi
internet membuat pengunjung situs memperhitungkan faktor lain sebagai pendukung
faktor kepercayaan mereka terhadap sebuah merek.
Kesesuaian karakter merek dan karakter pelanggan (Consumer-Brand
Characteristics). Karakteristik dalam hubungan pelangan dengan merek mencakup
kesamaan (similarity) antara self concept pelanggan dengan citra merek, kesukaan
pelanggan terhadap sebuah merek, pengalaman pelanggan, kepuasan pelanggan yang
disebabkan oleh pemenuhan akan kebutuhannya. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa
kepercayaan pengunjung kompas.com ditunjukkan oleh beberapa dimensi variabel seperti
timing produk knowledge dan juga pengalaman yang cukup lama terhadap brand
kompas.com ini. Selain itu dalam rentang waktu yang lama tersebut pengunjung merasa
kebutuhan akan informasi online terpenuhi oleh kelengkapan konten yang terdapat dalam
situs berita online kompas.com yang selanjutnya memunculkan perasaan puas dan nyaman
terhadap brand kompas.com.
Kepercayaan Merek (Trust in Brand). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari
ketiga variabel sebelumnya yaitu brand character, company character serta consumersbrand character mampu membangun sebuah merek yang berkualitas. Pelanggan
mempercayai hal-hal tersebut sebagai sebuah modal untuk penciptaan merek yang handal.
Terbukti dari ketiga variabel ini mendapatkan jawaban positif dari responden, dan dari
analisis juga menunjukkan bahwa dimensi ini mempunyai korelasi yang baik yaitu
memberikan pengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan terhadap brand
245
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
kompas.com. Hal ini juga dikuatkan oleh dimensi kenyamanan pemakaian oleh
pengunjung yang selalu betah dan berlama-lama dalam penggunaan situs berita online ini.
Fenomena ini dikuatkan oleh Luky Susilowati & Sumarto:2010 yang menyebutkan bahwa
keyakinan mengenai keandalan dan kenyamanan merupakan hal yang penting dari trust.
Semakin seorang pelanggan percaya akan merek tertentu (brand trust) maka pelanggan
semakin puas (customer satisfaction). Selanjutnya Cyber Trust telah dikaitkan dengan
kenyamanan tersebut dimana internet adalah "pengalaman teknologi" dimana kepercayaan
online (cyber trust) meningkat dalam kaitannya dengan jumlah waktu seseorang
menghabiskan kegiatan online dan kedekatannya dengan teknologi internet (Cugelman:
2010).
Loyalitas Konsumen (Brand Loyalty). Loyalitas merupakan merupakan sebuah urutan
(pengulangan) atau pemilihan pembelian dari sebuah merek (brand) yang sama dalam
semua kasus pemilihan (pembelian) atau dapat diartikan sebagai komitmen yang
mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang preferensinya secara
konsisten pada masa yang akan datang dengan cara pemakaian ulang merek yang sama
meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang akan menimbulkan
peralihan pemakaian (Abraheem: 2012). Dimensi-dimensi variabel yang berhubungan
dengan loyalitas konsumen dalam penelitian ini menunjukkan korelasi positif terhadap
loyalitas pengunjung kompas.com. Kompas.com menjadi pilihan utama dari para
pengunjung kompas.com dalam hal pencarian informasi secara online. Mereka juga
bersedia merekomendasikan kompas.com kepada pihak lain selain itu kepercayaan
terhadap brand kompas.com juga diikuti oleh aktifitas mereka dalam mengikuti programprogram yang ada didalam kompas.com seperti member dari forum kompasiana, menjadi
member facebook, twitter dan joint program yang lainnya.
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan temuan penelitian dan hasil pembahasan beberapa kesimpulan
yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: Pertama. Variabel Brand Characteristics
(karakteristik merek) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Trust in Brand
(kepercayaan terhadap merek). Artinya bahwa karakter merek sangat berpengaruh
terhadap terbentuknya kepercayaan pelanggan terhadap citra merek yang pada akhirnya
akan memunculkan motivasi positif dalam hal pemakaian sebuah merek. Kompas.com
sebagai sebuah brand yang dinaungi oleh brand besar KOMPAS mempunyai keuntungan
tersendiri sehingga para pengunjung kompas.com sudah sangat paham terhadap karakter
brand kompas. Kedua. Variabel Company Characteristics (Karakter Perusahaan) tidak
berpengaruh terhadap Trust in Brand (kepercayaan merek). Citra positif dan reputasi
Kelompok Kompas Gramedia (KKG) dan Kompas Cyber Media (KCM) sebagai sebuah
perusahaan yang handal didalam dunia informasi dan media belum mampu mempengaruhi
konsumen untuk mendapat pengaruh dari dimensi ini sehingga percaya terhadap brand
kompas.com. Seperti kita tahu bahwa dunia cyber lingkupnya sangat luas dan tidak
terbatas. Konsumen sebagai pengguna tehnologi ini bisa berselancar secara bebas didunia
246
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
internet. Informasi yang tersaji begitu cepat dan beragam sehingga pilihan begitu banyak.
Kualitas dan kesesuaian antara brand dan konsumen tentu saja menjadi faktor penting
untuk adanya kepercayaan konsumen dalam pengggunaan informasi ataupun layanan
online. Ketiga. Variabel Consumers-Brand Characteristics (kesesuaian karakter merek
dengan karakter pelanggan) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Trust in Brand
(kepercayaan terhadap merek), didalam analisis juga disebutkan bahwa variable ini
merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi terhadap terbentuknya
kepercayaan terhadap merek (Trust in Brand). Rata-rata pengunjung menyatakan bahwa
kesesuaian karakter diantara konsumen dan merek menjadi alasan terhadap kenyamanan
dan kepuasan dalam penggunaan brand kompas.com.
Pada akhirnya kepercayaan terhadap merek (Trust in Brand) berpengaruh positif
terhadap loyalitas pelanggan pada merek (Brand Loyalty). Istilah loyalitas
menggambarkan kesetiaan pelanggan atau konsumen terhadap merek/brand dalam rangka
pemakaian produk dimana sikap ini seperti dijelaskan dalam penelitian ini didasari oleh
kepercayaan (trust) pada merek. Didalam kasus portal berita online kompas.com
disebutkan dalam analisis bahwa trust in brand dikonstruksi oleh dua variabel yaitu
karakteristik merek (brand characteristics) dan kesesuaian hubungan karakter merek
dengan karakter konsumen (consumers-brand characterisrics). Loyalitas terhadap layanan
ini menjadikan konsumen percaya bahwa informasi-informasi yang mereka butuhkan
terdapat didalam portal kompas.com, mereka merasa nyaman karena kesesuaian karakter
dan harapan terpenuhi, sehingga pilihan yang begitu banyak dan luas di dunia internet
mereka jatuhkan kepada layanan ini (kompas.com). Keikutsertaan didalam programprogram dari layanan merupakan bukti loyalitas mereka selain itu layanan ini dianggap
sebagai referensi utama dalam rangka pencarian informasi sehingga ketika mereka berniat
mencari informasi di dunia maya maka portal berita kompas.com yang pertama mereka
buka. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di bagian terdahuu serta dengan
memperhatikan latar belakang penelitian, justifikasi teori, dan metode penelitian, maka
dapat disampaikan beberapa keterbatasan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Pada hasil uji kelayakan full model Structral Equation Model (SEM) ada beberapa
kriteria goodness of fit yang marginal yakni NFI sebesar 0,83, RFI sebesar 0,79, AGFI
sebesar 0,85 dan GFI sebesar 0,85. Dunia internet sangat luas, perkembangan tehnologi
pun juga sangat pesat ditambah lagi dengan populasi pengunjung online yang juga banyak
sehingga perubahan drastis dari waktu ke waktu sangat dimungkinkan. Adanya uji
kelayakan model yang marjinal dalam pengujian analisis SEM, menunjukkan masih ada
variabel yang perlu diganti sehingga penulis menyarankan untuk manambahkan variabel
laten yang lain terkait dengan brand dan produk online khususnya portal media. Penelitian
dengan melibatkan responden dari populasi dan wilayah yang lain untuk bisa
mendapatkan data yang lebih detail tentang pengunjung online.
247
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
DAFTAR RUJUKAN
Anber Abraheem Shlash Mohammad. (2012). The Effect of Brand Trust and Perceived
Value in Building Brand Loyalty. International Research Journal of Finance and
Economics (2012) 111-126
Aaker David A, (1991). Managing Brand Equity, Capitalizing on the Value of a Brand
Name, The Free Press, New York.
Aaker David, A, Kevin L, dan Keller, (1990). Consumer Evaluations of Brand Extension,
Journal of Marketing, 54 (January), 27-41.
Basu Swastha Dharmmesta, (1999). Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual
Sebagai Panduan Bagi Peneliti, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No,3:7388,Vol, 14, BPFE-UGM.
Brian Cugelman, MA., (2010). Online Social Marketing: Website Factors in Behavioural
Change, University of Wolverhampton.
Blackwell, Roger D, Paul. W, Miniard dan Janus F Engel. (2006). Consumer Behaviour,
Edisi 10. USA: Thomson.
Bungin, H.M. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi dan
Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Penerbit Kencana. Jakarta.
Delgado-Ballester, E., dan Munuera-Aleman, J. L. (2001). Brand Trust in the Context of
Consumer Loyalty”, European Journal of Marketing, 35, 11/12, 1238-1258.
Fandy Tjiptono, dan Gregorius Chandra. (2005). Service, Quality and Satisfaction.
Penerbit ANDI. Yogyakarta
Ferdinand, A., (2000). Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen,
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Gede Riana. (2008). Pengaruh Trust in a Brand terhadap Brand Loyalty pada Konsumen
Air Minum AQUA di Kota Denpasar, BULETIN STUDI EKONOMI Volume 13 (2)
Tahun 2008.
Ghozali I, (2008). Structural Equation Modeling. Universitas Diponegoro Press.
Semarang.
Griffin, Jill (2005). Customer Loyalty, Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesehatan
Pelanggan. Penerbit Erlangga. Jakarta
Griffin, Jill. (2003). Customer Loyalty Menumbuhkan & Mempertahankan Kesetiaan
Pelanggan, Alih Bahasa Dwi Kartini Yahya, Edisi Pertama 2005. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Hasan, Ali. (2009). Marketing. Penerbit Medpress Hoffman, K. Douglas dan John.
Jakarta.
Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen Pemasaran (Edisi 13, Jilid 1),
Penerbit Erlangga. Jakarta
____________________, (2009). Manajemen Pemasaran (Edisi 13, Jilid 2), Penerbit
Erlangga Jakarta.
Keller, K. L., (2008). Strategic Brand Management: Building, Measuring, Managing
Brand Equity 3 rd ed., Pearson., New Jersey
248
Haryanto 236 - 249
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Luky Susilowati dan Sumarto. (2012). Membangun Brand Loyalty Melalui Brand Trust
dan Customer Satisfaction. Jurnal. Pascasarjana UPNV Jawa Timur.
Lau, G.T. dan Lee, S.H., (1999). Consumers’ Trust In A Brand And The Link To Brand
Loyalty, Journal of Market-Focused Management, 4 (4), 341-370
Malhotra, N.K. & Birks, D.F. (2003). Marketing Research: An Applied Approach.
Orientation. Prentice Hall. London
Nancy Giddens., (2002). Brand Loyalty. Missouri Value-added Development Center
University of Missouri, File C5-54 August 2002
R. Ayuningtyas dan M. G. Alif. (2009). Journal of Business Strategy and Execution 2
(2009) 50 – 62
Rangkuti F. (2002). Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer Relationship
Strategy, Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan.PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Rully Arlan Tjahyadi, (2006). Brand Trust dalam Konteks Loyalitas Merek: Peran
Karakteristik Merek, Karakteristik Perusahaan, dan Karakteristik Hubungan
Pelanggan-Merek. Jurnal Manajemen, Vol. 6, (1), Nov 2006
Sheth, J.N. dan Mittal, Banwari, (2004). Customer Behavior: A Manajerial Perspective.
Thomson Learning. Amerika.
Schiffman dan Kanuk. (2004). Perilaku Konsumen (edisi 7). Jakarta : Prentice Hall
Setiadi, Nugroho J., (2003). Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi untuk Strategi
dan Penelitian Pemasaran. Kencana. Bogor.
Straubhaar, J & LaRose, R., (2004). Media Now: Understanding Media, Culture and
Technology, 4th edition. Thomson Learning, Inc., Singapore
Tsui Wa, Christine Tam. (2003). An Integrated Online Customer Loyalty Model.
Department of Business Studies, The Hong Kong Polytechnic University, Hung
Hom, Kolwoon, Hong Kong.
Sekaran, U., (2003). Research Methods of Business: A Skill Building Approach, 4th Ed.
John Wiley and Sons Inc., New York.
Straubhaar, J dan LaRose, R., (2004). Media Now: Understanding Media, Culture and
Technology, 4th edition. Thomson Learning, Inc. Singapore
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan keduabelas 2008. Penerbit Alfabeta.
Bandung.
Umar H., (2000). Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Widarjono, Agus. (2010). Analisa Statistika Multivariat Terapan. Cetakan Pertama. UPP
STIM YKPN. Yogyakarta.
Wijayanto, S.H., (2008). Konsep dan Tutorial Structural Equation Modelling dengan
LISREL 8.8. Graha Ilmu. Yogyakarta
249
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
ANALISA PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, SISTEM KONTROL, DAN
KEMAMPUAN MANAJERIAL TENAGA PENJUALAN
PT. PRO HEALTH INTERNATIONAL
(PERSEPSI DARI KARYAWAN)
Kumalaputri
PT Taspen
Email: [email protected]
Abstract: This study analyzed the influence of leadership style, control systems and
managerial skills to the performance of salespeople. With the objective of identifying
and analyzing the impact strength of leadership styles, control system, managerial
ability to affect the performance of jointly or individually, as well as knowing the most
powerful dimensions that affect performance. The research method used was
qualitative research using survey methods. The study population was 40 respondents in
Sales & Marketing Department with the object of study variable-free style of
leadership, control systems and managerial ability and variable tied to the
performance. The results of the questionnaire respondents were given a score by using
likert scale systems. Used to test the validity of the data analysis, reliability test and
multiple linear regression with SPSS program. The results obtained are variable
managerial skills are the most dominant influence on the performance compared to the
style of leadership and control systems. The results of this study can be concluded that
the style of leadership, managerial control systems and capabilities together a positive
effect on the performance.
Keywords: Leadership Style, Control Systems, Managerial Ability, Performance
Abstrak: Penelitian ini menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, sistem kontrol,
dan keterampilan manajerial terhadap kinerja tenaga penjual. Penelitian bertujuan
untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan dampak dari gaya kepemimpinan, sistem
kontrol, kemampuan manajerial untuk mempengaruhi kinerja secara bersama-sama atau
sendiri-sendiri, serta mengetahui dimensi yang paling kuat yang mempengaruhi kinerja.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan
metode survei. Populasi penelitian adalah 40 responden di Sales & Marketing
Department. Kuesioner diberi skor dengan menggunakan skala likert. Uji validitas dan
reliabilitas data serta regresi linier berganda menggunakan program SPSS. Hasil
penelitian menunjukkan keterampilan manajerial berpengaruh paling dominan terhadap
kinerja dibandingkan dengan gaya kepemimpinan dan sistem kontrol. Secara bersamasama gaya kepemimpinan, sistem kontrol manajerial, dan kemampuan manajerial
berpengaruh terhadap kinerja.
Kata kunci: gaya kepemimpinan, sistem kontrol, kemampuan manajerial, kinerja
250
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
PENDAHULUAN
Pertumbuhan perusahaan farmasi berkembang dengan sangat baik belakangan ini dan
menimbulkan persaingan yang sangat ketat. Dalam persaingan tersebut, industri farmasi
terus menerus melakukan peningkatkan dalam pelayanan dan mutu produknya. Salah satu
bagian dari divisi atau bagian yang dipandang penting dalam perusahaan farmasi adalah
bagian penjualan atau sales. Dukungan bagian penjualan atau yang disebut juga dengan
Product Spesialist di bidang industri farmasi menjadi sangat penting, mengingat mereka
inilah ujung tombak perusahaan.Untuk memaksimalkan keuntungan dan penjualan,
perusahaan memberikan target-target penjualan terhadap tenaga penjualannya sehingga
target-target yang dibebankan tercapai. Selanjutnya ditambahkan tujuan utama dari tenaga
penjualan adalah mencapai penjualan produk yang berkelanjutan yang pada akhirnya
mempertahankan penjualan jangka panjang sesuai dengan kondisi perusahaan. Dalam
usaha untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan penjualannya, perusahaan
memandang perlu untuk mempunyai tenaga penjualan yang handal sebagai Sumber Daya
Manusia yang berkualitas yang menjadi faktor kunci keberhasilan bisnis suatu
memasarkan produknya secara proaktif.
Tenaga penjualan dituntut meningkatkan kualitas melalui proses pembelajaran, yang
merupakan usaha untuk meningkatkan potensi dalam mencapai kinerja yang baik. Tenaga
penjualan ditinjau dari sisi aset strategis dituntut memiliki kemampuan dan ketrampilan
manajerial yang menunjang fungsinya sebagai aset strategis perusahaan. Konsep penjualan
yang berorientasi pada kemampuan dan ketrampilan manajerial merupakan karakteristik
yang penting dari tenaga penjualan uang berprestasi tinggi.
PT. Pro Health Internasional adalah perusahaan farmasi yang baru berdiri sejak
tahun 2007. Perusahaan yang merupakan mitra untuk perusahaan multinasional untuk
memasarkan dan mendistribusikan produk-produk medis mereka di Indonesia. Sebagai
perusahaan yang baru tentu saja perusahaan tetap memiliki target dan tujuan yang ingin
dicapai. Berikut data target dan pencapaian dalam tiga tahun terakhir.
Tabel 1. Target dan Pencapaian Penjualan Tahun 2009-2011
Tahun
2009
2010
2011
Total
Target (Rp)
6.000.000.000
7.000.000.000
18.000.000.000
34.800.000.000
Pencapaian (Rp)
4.232.000.000
5.598.000.000
16.057.000.000
25.887.000.000
Persen (%)
84
80
89
74
Sumber: data diolah
Kepemimpinaan di PT ProHealth telah merumuskan batasan-batasan dan meminta untuk
kelompok di bawahnya untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam hal ini
sangat besar untuk mereka, agar dapat mengembangkan potensi dirinya untuk berkembang
dan mencapai kinerja yang lebih baik lagi. Disini pemimpin tidak menggunakan otoritas
kekuasaanya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan kebebasan bawahannya sempit.
251
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Dalam gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar yaitu yang mementingkan
pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerjasama dan yang mementingkan
hasil yang dapat dicapai. Dengan demikian gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah
suatu gaya yang dapat memaksimumkan kinerja.
Dalam menjalankan tujuan perusahaan, karyawan pasti akan menjalin hubungan
dengan para pelanggan, organisasi, rekan sekerja, maupun para distributor. Hubungan ini
menciptakan realitas tertentu yang membimbing dan mengarahkan karyawan, dan
seberapa besar keterlibatan karyawan di dalam perusahaan. Lingkungan kerja yang
mendukung dan rekan kerja yang mendukung akan membawa karyawan untuk bekerja
secara optimal.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tangungjawab masing-masing,
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisai bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja karyawan lebih mengarah pada
tingkatan prestasi kerja karyawan. Penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses
penilaian yang meliputi penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat
perubahan, terbatas waktu, adanya pengarahan dan dukungan atasan. Karyawan bersama
atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai
dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya
akan mendorong kinerja daya manusia secara keseluruhan.
Penjualan produk-produk PT. Pro Health International pada dasarnya memiliki
keunggulan dalam produk. Namun pada kenyataannya dilapangan, angka penjulan belum
bisa mencapai target dari tahun 2009-2011, padahal ada potensi pasar yang besar di
Indonesia. PT. Pro Health International merupakan sebuah perusahaan yang pencapaian
kinerja pegawainya di bagian penjualan relatif belum maksimal. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan tersebut. Penelitian ini
mencakup seluruh pegawai yang terdaftar pada sebuah organisasi dan hanya difokuskan
pada pengaruh gaya kepemimpinan, sistem kontrol dan kemampuan manajerial terhadap
pencapaian kinerja organisasi.
Melihat besarnya potensi seharusnya target pemasaran yang telah ditetapkan bisa
dicapai, namun kenyataannya kondisi saat ini belum mencapai target 100%. Dengan
berpegang pada visi dan misi dan berbagai keterbatasan yang dihadapai, hal ini merupakan
tantangan bagi PT. Pro Health International dalam mengelola sumber daya yang
dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah menganalisa faktor gaya kepemimpinan, sistem kontrol dan
kemampuan manajemen apakah berpengaruh terhadap kinerja medical representatif,
sehingga proses pencapaian target yang telah ditetapkan bisa mencapai lebih dari 100%.
Berdasarkan uraian fakta masalah seperti yang telah dijelaskan di atas maka yang
menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah (1) Apakah terdapat pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kinerja tenaga penjualan? (2) Apakah terdapat pengaruh sistem
kontrol terhadap kinerja tenaga penjualan? (3) Apakah terdapat pengaruh kemampuan
manajerial terhadap kinerja tenaga penjualan? (4) Apakah terdapat pengaruh gaya
kepemimpinan, sistem control dan kemampuan manajerial secara bersama-sama
252
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
mempengaruhi kinerja tenaga penjualan? (5) Pada dimensi yang mana variabel – variabel
bebas tersebut berpengaruh dominan pada variabel terikat?
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja. Perilaku kepemimpinan memiliki
kecenderungan pada dua hal yaitu konsiderasi atau hubungan dengan bawahan dan
struktur inisiasi atau hasil yang dicapai. Kecenderungan kepemimpinan menggambarkan
hubungan yang akrab dengan bawahan misalnya bersikap ramah, membantu dan membela
kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan dan memberikan
kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin memberikan batasan antara peranan
pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan, memberikan instruksi pelaksanaan tugas
(kapan, bagaimana dan hasil apa yang akan dicapai). Suatu gaya pemimpin atau manajer
dalam organisasi merupakan penggambaran langkah kerja bagi karyawan yang berada
dibawahnya. Gaya kepemimpinan mengundang arti cara pemimpin mempengaruhi
bawahan untuk lebih dapat berbuat atau berusaha dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Dengan demikian gaya dari seorang pemimpin dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja karyawan.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mariam (2009) dan Dulbert (2008)
menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan
dalam meningkatkan kinerja karyawan.
H1: Ada pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja tenaga penjualan.
Pengaruh Sistem Kontrol terhadap Kinerja. Tiap pendekatan kontrol manajemen
penjualan tersebut dapat efektif jika sesuai dengan situasi penjualan yang dihadapi dan
kontingensi yang berasosiasi dengan kesesuaian filosofi kontrol yang berbeda dalam fokus
perhatian manajemen. Menurut Piercy (2000) sistem kontrol yang diadopsi oleh suatu
organisasi seharusnya sesuai dengan tujuan manajemen penjualan dan strategi penjualan
yang dijalankan. Selain itu, sistem kontrol berbasis perilaku memungkinkan
pengidentifikasian hubungan antara perilaku penjualan dan kinerja yang efektif. Sistem ini
juga memungkinkan tenaga penjualan untuk mempelajari cara-cara yang lebih baik dalam
melaksanakan tugas penjualannya dan mendorong perilaku-perilaku yang diharapkan
dapat meningkatkan kinerja tenaga penjualan (Challagala dan Shervani, 1996)
Penelitian serupa dan mendukung pernyataan di atas telah dilakukan oleh Edward
(2009). Edward telah menguji secara empirik efek-efek langsung dari sistem kontrol
terhadap akibat-akibat yang berhubungan dengan pekerjaan tenaga penjualan.
H2: Ada pengaruh antara sistem kontrol terhadap kinerja tenaga penjualan
Pengaruh Kemampuan Manajerial terhadap Kinerja. Weitz (1999) menyatakan
bahwa pencapaian kinerja penjualan bergantung pada tingkat keagresifan tenaga penjual.
Tingkat keagresifan ini akan nampak dari bagaimana aktifnya ia mengidentifikasi
pelanggan potensial, orientasinya untuk selalu berpenghasilan tinggi, motivasinya untuk
selalu menjual dengan melampaui target penjualan, yang dapat dicapai bila selalu ada
upaya pembelajaran serta keinginan meningkatkan kemampuan dari tenaga penjualan
tersebut. Tanpa adanya keterampilan dan kemampuan tenaga penjualan dalam melakukan
253
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
manajemen terhadap dirinya (self management) untuk melakukan kegiatan penjualan
dengan baik, dapat dipastikan bahwa seseorang tersebut tidak akan mencapai sebuah
tingkat kinerja penjualan yang efektif (Kohli, Shervani, Challagalla, 1998). Penelitian
serupa telah dilakukan oleh Ferdinand (2004) yang hasilnya berbanding lurus, dimana
hasilnya menyatakan ada pengaruh kemampuan manajerial terhadap kinerja tenaga
penjualan.
H3: Ada pengaruh antara kemampuan manajerial dengan kinerja tenaga penjualan
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Sistem Kontrol, dan Kemampuan Manajerial
terhadap Kinerja. Ada banyak faktor-faktor ekstern maupun intern perusahaan yang
berpengaruh dalam perkembangan maupun pemasaran produk perusahaan. Dari beberapa
faktor-faktor tersebut, faktor sumber daya manusia sebagai tenaga pemasar merupakan
salah satu faktor yang sangat penting. Kinerja tenaga penjualan sangat vital bagi
perusahaan karena akan memberikan sumber pendapatan utama bagi perusahaan.
Penilaian kinerja tenaga penjual dapat menujukkan bagaimana kondisi pelayanan yang
dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh konsumen. Tidak hanya
kelengkapan feature produk, namun faktor kualitas sumber daya manusia juga sangat
berpengaruh bagi konsumen dalam mengambil keputusan untuk menggunakan produk
tersebut dalam jangka panjang.
Penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi
penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, terbatas
waktu, adanya pengarahan dan dukungan atasan. Karyawan bersama atasan masingmasing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun
waktu tertentu.Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya akan
mendorong kinerja daya manusia secara keseluruhan.
Penelitian ini menganalisis faktor gaya kepemimpinan, sistem kontrol dan
kemampuan manajemen apakah berpengaruh terhadap kinerja tenaga penjualan. Dengan
adanya ketiga faktor tersebut akan mampu memberikan hasil yang positif terhadap
terciptanya kinerja yang positif.
H4: Ada pengaruh antara gaya kepemimpinan, sistem control, dan kemampuan
manajerial terhadap kinerja tenaga penjualan.
METODE
Penelitian ini merupakan studi kausalitas, yang dirancang untuk menemukan pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Variabel terikat adalah kinerja tenaga
penjualan, sedangkan variabel bebas adalah gaya kepemimpinan, sistem control, dan
kemampuan manajerial. Data penelitian merupakan data primer yang dikumpulkan dari
para tenaga penjual perusahaan. Data dikumpullkan menggunakan kuesioner. Jawaban
responden berupa skala Likert, kemudian diolah dengan metode regresi liner berganda..
254
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil
perhitungan R square disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Koefisien Determinasi
Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
0.836
0,699
Sumber: Hasil Olah Data (2012)
0,676
Std Error of the
Estimate
4,77694
Tabel 3 di atas menunjukikan koefisien determinasi (R2) sebesar = 0.676 Nilai koefisien
determinasi (R2) menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan, Sistem Kontrol dan
Kemampuan Manajerial mampu menjelaskan variabilitas Kinerja Tenaga Penjualan
sebesar 67,6%. Sebanyak 32,4% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak masuk
dalam model penelitian ini.
Uji F dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama (simultan)
variabel bebas (gaya kepemimpinan, sistem kontrol dan kemampuan manajerial) terhadap
variabel terikat (kinerja). Dari hasil Uji F pada Tabel 4 didapatkan Fhitung sebesar 6.996
dengan tingkat signifikasi sebesar 0,001. Dikarenakan probabilitas signifikasi tersebut
kurang dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi perubahan
kinerja tenaga penjualan. Dengan kata lain variabel gaya kepemimpinan, sistem kontrol,
dan kemampuan manajerial secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap
variabel kinerja.
Tabel 4. Uji F (ANOVA)
Model
Sum of Squares
Df
I. Regression
478.911
3
Residual
821.489 36
Total
1300.400 39
Sumber: Hasil Olah Data (2012)
Mean Square
159.637
22.819
F
6.996
Sig.
.001a
Hasil luaran uji koefisien regresi dengan menggunakan program SPSS dapat dilihat pada
Tabel 5. Data yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dari tiga variabel yang
diduga mempengaruhi kinerja tenaga penjualan, dua variabel diantaranya yaitu gaya
kepemimpinan dan kemampuan manajerial memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja tenaga penjualan. Artinya jika gaya kepemimpinan dan kemampuan
manajerial ditingkatkan maka kinerja tenaga penjualan akan meningkat. Dari kedua
variabel yang signifikan tersebut, kemampuan manajerial memiliki pengaruh yang lebih
besar.
255
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Tabel 5. Koefisien Regresi
Model
1. (Constant)
Gaya Kepemimpinan
Sistem Kontrol
Kemampuan
Manajerial
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
19.180
10.534
.663
.069
.657
.287
.186
.220
.861
.317
.743
t
1.821
1.916
1.542
2.718
Sig.
.077
.036
.132
.010
Sumber: Hasil Olah Data (2012)
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. Hasil uji
hipotesis pertama dengan uji t untuk variabel Gaya kepemimpinan hasilnya signifikan. Hal
ini menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan pada PT Pro Health International
berpengaruh terhadap kinerja tenaga penjualan. Fakta yang diperoleh dari hasil penelitian
sejalan dengan penelitian terdahulu dan hal tersebut menunjukkan bukti bahwa Gaya
Kepemimpinan secara langsung mempengaruhi kinerja tenaga penjualan. Setelah
dilakukan pengujian secara analisis regresi sederhana antara variabel Gaya Kepemimpinan
dan kinerja tenaga penjualan terdapat pengaruh yang signifikan. Kepemimpinan menjadi
salah satu variabel yang signifikan dalam meningkatkan kinerja para tenaga penjualan.
Dengan memberikan coaching, monitoring dan evaluasi perlu dilakukan oleh pemimpin
sehingga hasil penjualan akan sejalan dengan kinerja yang dilakukan oleh para tenaga
penjualannya.
Pengaturan kerja yang lebih tersistematik dikarenakan adanya kejelasan SOP untuk
masing-masing jenis pekerjaan yang didesign sedemikian rupa sehingga outcome yang di
inginkan oleh perusahaan akan tercapai. Meskipun Gaya Kepemimpinan secara signifikan
telah merubah tatanan design pekerjaan menjadi lebih baik khususnya untuk tenaga
penjualan dari pada pengelolaan sebelumnya. Dengan kemajuan dari perusahaan ini
diperlukan strategi yang lebih sigap (Peka terhadap perubahan) dan memiliki kreativitas
yang tinggi dalam mengelola perkembangan perusahaan.
Pengaruh Sistem Kontrol terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. Hasil uji hipotesis
kedua dengan uji t untuk variabel Sistem Kontrol berpengaruh tetapi signifikannya sangat
rendah terhadap Kinerja Tenaga Penjualan. Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu
dan hal tersebut menunjukkan bukti bahwa Sistem Kontrol secara langsung berpengaruh
terhadap kinerja tenaga penjualnya. Adanya sistem kontrol yang baik oleh perusahaan
akan menjadikan organisasi lebih terkendali. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sistem kontrol pada PT Pro Health International masih belum dimanfaatkan secara optimal
oleh para tenaga penjualannya. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan bagi pihak manajemen setelah menemukan “Opportunity for Improvement”.
256
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Perusahaan akan membenahi sistem yang sudah ada saat ini sehingga untuk kedepannya
akan dilakukan perubahan. Adapun tujuan perubahan yang terjadi berguna dalam
melakukan edukasi kepada para tenaga penjualannya sehingga dapat memperoleh hasil
yang maksimum/optimal. Dengan mengumpulkan fakta-fakta yang ada, peneliti
melakukan evaluasi terhadap karakteristik dari SDM khususnya para tenaga penjual yang
ada. Hal ini akan menjadikan kesempatan bagi peneliti lain dalam melakukan pendekatan
riset khususnya untuk objek penelitian tenaga penjualan perlu diketahui karakteristiknya
terlebih dahulu. Sehingga jika mengambil variabel sistem kontrol akan mendapatkan
pendekatan hasil yang relevan terhadap pengukuran “Sistem Kontrol” akan memiliki
pengaruh terhadap kinerja para tenaga penjualan.
Pengaruh Kemampuan Managerial terhadap Kinerja Tenaga Penjualan Dari hasil
penelitian menggambarkan bahwa Kemampuan Manajerial di PT Pro Health Internasional
telah berjalan dengan baik. Responden memiliki tanggapan yang baik terhadap para leader
atau pimpinan saat ini. Para leader telah bekerja dengan mengorganisasikan perusahaan
dengan baik. Sehingga para tenaga penjualan yang kompetensinya rendah akan segera
diberikan bekal dan untuk memotivasi agar bekerja lebih giat lagi. Dengan manajemen
yang baik PT Pro Health, secara terus menerus untuk bertahan dari persaingan para
kompetitornya. SDM menjadikan tonggak atau acuan dalam menghasilkan revenue
perusahaan yang tinggi.
Keberlangsungan perusahaan yang baik akan mempengaruhi para tenaga penjualan
untuk meningkatkan kinerjanya, terutama dalam memasarkan produk dari PT Pro Health
International. Sejalan dengan peningkatan kinerja tentunya akan membuat perusahaan
dapat melakukan sustainable financial dan dapat memiliki prospek sebagai perusahaan
yang sehat pada masa yang akan datang.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan; Sistem Kontrol; Kemampuan Manajerial terhadap
Kinerja Tenaga Penjualan. Setelah mengetahui pengaruh terhadap masing-masing
variabel independent terhadap variabel terikatnya. Jika dilihat dari hasil pengaruh secara
bersamaan menunjukkan bahwa nilai “Sistem Kontrol” akan menjadi variabel yang
memiliki pengaruh tidak nyata (signifikan). Sedangkan Variabel yang paling dominan
pengaruhnya adalah variabel kemampuan manajerial. Responden telah memberikan
tanggapan yang representatif terhadap kenyataan atau fakta-fakta real yang mendukung
dari hasil penelitian yang ada.
Dengan adanya dominasi yang tinggi dari para leader yang ada membuat perusahaan
agar terus mengedukasi para tenaga penjualan agar terjadi perubahan di pimpinan akan
digantikan oleh karyawan yang telah mengerti sistem yang ada. Kinerja organisasi yang
dinamis akan membuat perusahaan dapat mengejar target maupun sasaran yang hendak
dicapai pada masa jangka pendek atau jangka panjang. Jika jangka pendek tentunya untuk
mencapai sasaran yang segera untuk direalisasikan. Sedangkan untuk jangka panjang
terkait dengan tujuan maupun visi dan misi dari PT. Pro Health International.
Pengaturan kerja yang lebih tersistematik dikarenakan adanya kejelasan SOP untuk
masing-masing jenis pekerjaan yang di design sedemikian rupa sehingga outcome yang di
inginkan oleh perusahaan akan tercapai. Meskipun Gaya Kepemimpinan secara signifikan
257
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
telah merubah tatanan design pekerjaan menjadi lebih baik khususnya untuk tenaga
penjualan dari pada pengelolaan sebelumnya. Dengan kemajuan dari perusahaan ini
diperlukan strategi yang lebih sigap (Peka terhadap perubahan) dan memiliki kreativitas
yang tinggi dalam mengelola perkembangan perusahaan.
PENUTUP
Fakta adanya penurunan hasil pemasaran yang telah berjalan satu tahun terakhir ini. Untuk
mengetahui faktor-faktor penurunan tersebut peneliti melakukan penelusuran melalui studi
pustaka. Penelitian ini mengangkat tiga variabel yaitu Gaya Kepemimpinan; Sistem
Kontrol dan Kemampuan Manajerial sebagai variabel independennya sedangkan Kinerja
Tenaga Penjualan sebagai variabel terikatnya. Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh
antara masing-masing variabel Independen terhadap variabel terikatnya peneliti
menggunakan Analisa Korelasi dan Regresi dalam melakukan analisa datanya. Beberapa
kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut.
Variabel gaya kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja yang
artinya jika gaya kepemimpinan pengasuh yang dilakukan, dimana pemimpin dapat
memberikan pelatihan, coaching terlebih dahulu pada saat tenaga penjualan bergerak
untuk melakukan penugasannya, maka kinerja karyawan akan meningkat. Tampak yang
paling dominan pada tabel matriks korelasi dimensi antar variabel adalah pada dimensi
gaya kepemimpinan pengasuh yang berhubungan kuat terhadap inisiatif. Hal ini
menunjukkan bahwa para tenaga penjualan lebih memilih gaya kepemimpinan pengasuh
sehingga mereka bisa lebih berinisiatif dan bersemangat setelah mendapatkan pengarahan,
petunjuk dan coaching.
Variabel sistem kontrol tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja, yang berarti
variabel sistem control ini belum memberikan kontribusi dari kinerja tenaga penjualan.
Hasil penelitian hubungan antara dimensi yang paling dominan pada dimensi target,
sasaran dan tujuan yang harus dicapai yang berkorelasi terhadap dimensi inisiatif sebesar
0.470. Kondisi ini menggambarkan sistem pengawasan pada target, sasaran dan tujuan
yang harus dicapai telah dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan sehingga terkait
langsung tindakan inisiatif yang dilakukan oleh para tenaga penjualan dalam
melaksanakan penugasan yang diharapkan oleh perusahaan.
Variabel kemampuan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja, hal
ini artinya kemampuan manajerial diperlukan dalam membuka kesempatan jaringan
pelanggan baru sehingga mempermudah para tenaga penjual untuk melaksanakan tugas
jika ada pendekatan yang baik. Faktor yang paling dominan dari hubungan antar
dimensinya yaitu kemampuan dalam komunikasi dan negosiasi terhadap team work
sebesar 0.642. Hal ini menunjukkan para tenaga penjual yang bekerja secara team work
akan solid jika didukung dengan tingkat kemampuan komunikasi dan negosiasi yang baik
sehingga target yang hendak dicapai akan tercapai.
Untuk memperbaiki kinerja organisasi maka dengan penelitian ini akan
merekomendasi fakta dan analisa data yang telah diketahui. Oleh karena itu harapan dari
peneliti akan memberikan kontribusi yang berguna dalam menjalankan arah dan strategi
258
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
yang harus dilakukan untuk kedepannya. Berikut saran yang relevan dengan hasil yang
telah diperoleh dari penelitian:
1. Tanggapan dari tenaga penjualan menunjukkan bahwa Gaya kepemimpinan yang
popular dan diinginkan oleh responden adalah Gaya Kepemimpinan “Pengasuh”.
Sehingga hal-hal yang perlu dipertimbangkan bagi Human Resources PT. Pro Health
International dalam hal memilih dan mempertahankan para pemimpinannya khususnya
pada bagian penjualan:
a. Pemimpin yang mengkoordinasikan pada bagian penjualan produk diharapkan
memiliki Gaya Kepemimpinan “Pengasuh”. Sehingga Pimpinan dengan gaya
“Pengasuh” ini menjadi kekuatan bagi organisasi karena telah tercipta suasana kerja
yang kooperatif sehingga membuat para tenaga penjualan lebih attractive dalam
melakukan setiap penugasannya. Fakta tersebut sesuai dengan nilai koefisien
korelasi tertinggi pada tabel matriks korelasi khususnya hubungan antara variabel
Gaya Kepemimpin terhadap Kinerja Tenaga Penjualan.
b. Gaya kepemimpinan yang tidak diinginkan oleh para tenaga penjualan adalah gaya
kepemimpinan berorientasi pada penugasan. Dimana pemimpin gemar melakukan
pendelegasian dari setiap tugas yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya. Fakta
tersebut sesuai dengan nilai koefisien korelasi terendah pada tabel matriks korelasi
khusunya hubungan antara variabel Gaya Kepemimpin terhadap Kinerja Tenaga
Penjualan.
2. Pelaksanaan Sistem Kontrol masih perlu adanya edukasi kepada para tenaga penjualan.
Meskipun penugasan para tenaga penjualan lebih mengarah kemampuan berkomunikasi
dalam transaksi penjualan. Dikarenakan dalam bertransaksi membutuhkan kemampuan
yang berbeda-beda hal tersebut akan membuat para tenaga penjualan tidak aware
dengan sistem yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini perlu dijembatani gap yang
terjadi sehingga apa yang diinginkan oleh organisasi akan sejalan dengan tujuan dari
masing-masing tenaga penjualan. Hal-hal yang perlu diperbaiki oleh organisasi adalah:
(a) Perlu adanya edukasi yang baik terkait dengan SOP dan peraturan, (b) Adanya
Pengawasan aktivitas Salesman, (c) Tanggapan Umpan balik aktivitas salesman, (d)
Monitoring Penilaian dan evaluasi salesman, (e) Inovasi Strategi dan kebijakan
manajemen.
3. Kemampuan Managerial yang telah berjalan dengan baik hal ini menjadi kekuatan bagi
organisasi. Oleh karena itu perlu adanya program retaining terhadap para pimpinan
yang memiliki kemampuan manajerial yang baik. Sehingga para pimpinan tersebut
akan tetap loyal dan ter-engage untuk terus bergabung dengan PT. Pro Health
International.
4. Dalam melakukan perbaikan dan follow up hasil penelitian yang ada tentunya
organisasi dapat melakukan prioritas kegiatan yang terkait langsung dengan salah satu
misi kedepan. Dimana dari setiap departemen akan dikembangkan menjadi unit bisnis
yang dapat membuat perusahaan akan terus berkembang. Dengan mengangkat tiga
variabel yaitu Gaya Kepemimpinan, Sistem Kontrol dan Kemampuan Manajerial
ketiganya diharapkan prioritas perbaikan akan lebih terarah seperti dengan melakukan
kegiatan: (a) Memperbaiki Sistem kontrol agar lebih familiar dan user friendly
259
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
sehingga akan memudahkan para tenaga penjualan dalam berhubungan dengan
perusahaan terutama dalam menjalankan penugasan berupa administratif.; (b) Memilih
Gaya Kepemimpinan yang dapat menciptakan atmosfer kerja yang baik bagi organisasi.
Dengan adanya teamwork akan mempermudah dalam mencapai target yang telah
ditentukan perusahaan. (c) Mempertahankan kemampuan manajerial yang telah
dilakukan dalam satu tahun terakhir ini dikarenakan telah solid. Para tenaga penjualan
memberikan tanggapan yang positif dan baik atas kinerja yang dilakukan oleh para
pimpinannya.
DAFTAR RUJUKAN
Adriani, Ririn. (2006). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Tenaga
Penjual untuk Meningkatkan Kinerja Tenaga Penjualan. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Challagalla, GN. Shervani, Tassaduq, A., (1996). Dimension and Type of Supervisory
Control Effect on Salesperson Performance and Satisfaction. Journal of Marketing,
Vol.60 (January 1996)
Cravens, David W. Thomas N. Inggram, Jr., Mark W.Johnson, and John F. Tanner.
th
(1993). Sales Force Management 6 ed. McGrow-Hill. Chicago.
Dessler, Garry. (1992). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Prenhalindo. Jakarta.
Dulbert, Biatna. (2007). Analisa Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja
terhadap Kinerja Pegawai pada Organisasi yang telah Menerapkan SNI 19-90012001. Jurnal Standarisasi Buslitbang BSN. Volume 9 (3). Hal 106-115..
Dwitanto, Agus. (2004). Analisis Pengaruh Kejelasan Peran Tenaga Penjualan dan
Kepemimpinan terhadap Orientasi Pembelajaran dan Kinerja Tenaga Penjualan.
Tesis. MM UNDIP. Semarang
Edward. (2009). Studi Proses Sistem Kontrol Dalam Meningkatkan Kinerja Tenaga
Penjual Sebuah Pembuktian Empirik Pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Tengah.
Jurnal Manajemen Bisnis & Publik. Volume 1 No. 1. Hal 1-16
Evans Kenneth.R, Schlacter J.L., Schultz R.J., Gremler Dwayne D., Pass M. and Wolfe
W.G. (2002). Salesperson and Sales Manager Perceptions of Sales Person Job
Outcomes: A Perceptual Congruence Approach, Journal of Marketing Theory and
Practice, Fall
Ferdinand, Agusty. (2004). Sudi Mengenai Orientasi Pengelolaan Tenaga Penjualan.
Jurnal Pemasaran Indonesia. Vol III. Ni. 1. Mei 2004. Hal 1-22.
Harsiwi. (2000). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Pria Manajer dan Wanita Manajer
terhadap Kepuasan Kerja Bawahan. Tesis. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
House, R.J. and Shamir, B., (1993). Toward the Integration of Trans- formational,
Charismatic, and Visi-onary Theories, In M.M. Chemers and R. Ayman (Eds.),
Leadership Theory and Research : Prespectives and Directions. Academy Press.
New York.
Kiryanto, Sutapa, (2005). Pengaruh Sistem Kontrol tidak langsung terhadap Hubungan
260
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
participation Standard Setting, Standart tightness, Standart Based Incentive, Job
Related Stress and Job Performance. JAAI Volume 9 (1). Juni 2005 hal 31-45.
Kohli, Tosadadug A. Shervani and Goutama N.Callagalla, (1998). Learning and
Performance Orientation of Salesperson: The Role of Supervisors. Journal of
Marketing Research, Vol.XXXV, (May).
Kotter, J dan Heskett, Jl, (1992). Corporate Culture and Performance, PT. Prehallindo
Simon and Schuster (Asia) Pte.Ltd. The Free Press.
Mariam, Rani. (2009). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap
Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Sebagai Variabel Intervening.
Tesis Universitas Diponegoro. Semarang
Mas’ud, Fuad. (2004). Survai Diagnosis Organisasional Konsep dan Aplikasi. Badan
Penerbit,BP-UNDIP, Semarang.
Moeljono, Djokosantoso. (2003). Beyond Leadership: 12 Konsep Kepemimpinan, Elex
Media Komputindo, Jakarta.
Parwanti, (2005). Analisis Variabel-Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Tenaga
Penjualan Untuk Meningkatkan Efektivitas Penjualan. Tesis. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Piercy, Cravens dan N. A. Morgan, (1998). Sales force Performance and Behaviour-Based
Management Processes in Business-to-Business Sales Organization, European
Journal of Marketing, Vol. 32, No. 1/2., p. 79-100.
____________________________. (1999). Relationships Between Sales Management
Control, Teritory Design, Salesforce Performance and Sales Organization
Effectiveness. British Journal of Management, Vol. 10, (2), p. 95-111.
Rentz, Joseph, David Shepherd, Armen Taschian, Pratibha A. Dabholkar, and Robert T
Ladd, (2002). A Measuren of selling skill : Scale Development and Vaidation,
Journal of Personal Selling and Sales Management, Vol XXII, No.1.
Rich, Gregory A. (1997). The Sales Managers as Role Model: Effect on Trust, Job
Satisfaction, and performance of Salesperson, Journal of the Academy of Marketing
Science, Vol.25 No.4.
Royan, Frans. (2010). Creating Effective Sales Force. Penerbit Andi. Yogyakarta
Sapiro, Rosann, L and Weitz, Barton A., (1990). Adaptive Selling: Conceptualization
Measurement and Nomological Validity. Journal of Marketing Research, February.
Schuler, Randall S and Jackson, Susan E, (1997). Human Resource Management:
st
Positioning for The 21 Century, Erlangga, Jakarta
Smith, Kirk. (2000). Managing Salesperson Motivation in a Territory Realignment.
Journal of Personal Selling and Management, Vol. XX, No. 4.
Thoha, Miftah. (2010). Kepemimpinan Dalam Manajemen. PT. Raja Grafindo Perkasa.
Jakarta.
Umar, Husain. (2010). Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan. PT. Raja
Grafindo Perkasa.Jakarta
Weitz, barton A. and Kevin D. Bradford. (1999). Personal Selling and Sales Management:
A Relationship Marketing Perspective. Journal of The Academy of Marketing
Science, 27
261
Kumalaputri 250 - 262
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Wibowo, Budi dan Andi Kusrianto.(2011). Jangan Menjual tanpa Ilmu Menjual. PT.
Gramedia Jakarta
Wibowo, (2011). Manajemen Kinerja. PT Raja Grafindo Perkasa. Jakarta
Williams, Michael R. dan Jill S. Attaway. (1996). Exploring Salespersons Customer
Orientation as a Mediator of Organizational Culture’s Infuence on Buyer-Seller
Relationship. Journal of Personal Selling and Sales Management (Fall) Vol. 16, p.
33-52
262
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
ANALISIS KETIDAKSESUAIAN PRODUK BAJA KARBON MENGGUNAKAN
KONSEP LEAN SIX SIGMA SEBAGAI DASAR PENDUKUNG PENINGKATAN
KUALITAS
(STUDI KASUS: PT. CITRA TANAMAS)
Febiyanto Sutrisna
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
E-mail: [email protected]
Abstract: PT. Citra Tanamas is a company that produces carbon steel. Quality
decreasing is occurred on product in Hot Rolled Bar (HRB). Realizing the importance
to the quality of HRB process, hence needed a problem solving method to improve and
control HRB process so the amount of nonconformity product can be minimized.
Problem solving is using Lean Six Sigma method that consist of Define, Measure,
Analyze, Improve, and Control (DMAIC) phase. This phase begins with identifying
customer needs to determine product priority of CTQ. Then measuring the sigma level,
stability and process capability of CTQ product priority. On the analyze phase, fishone
is used to find failure cause analysis product priority of CTQ, and then Failure Modes
Effect Analysis (FMEA) tool is used to analyze the failure. On the final phase,
improvement and process control act is done for company. The result of this research
from Define phase is oversize as the product priority of CTQ. On the Measure phase
known that sigma level in the month of January until March 2010 is decrease equal to
3,00 sigma, 2,94 sigma and 2,75. At that both period, process condition is not stable but
capable enough if seen from Cp and Cpk value. On the Analyze phase is obtained the
information that machine and equipments factors are significantly causing oversize is
furnace drop, caliber problem, guide problem, and stand problem. On the Improve and
Control phase, improve for managerial and technical side are given and Control
suggestions to guarantee the quality of HRB process.
Keywords: Lean Six Sigma, Critical to Quality (CTQ), gap analysis, HRB process,
fishbone, sta
Abstrak: PT. Citra Tanamas salah satu perusahaan yang memproduksi baja karbon dan
mengalami penurunan kualitas pada produk Hot Rolled Bar (HRB). Penelitian ini
bertujuan memberikan pemecahan masalah untuk meningkatkan dan mengontrol proses
HRB sehingga jumlah ketidaksesuaian produk dapat diminimalkan. Pemecahan
masalah dilakukan dengan metode Lean Six Sigma yang terdiri dari fase Define,
Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC). Hasil penelitian menunjukkan
pada fase Define diidentifikasi kebutuhan pelanggan untuk menentukan prioritas
produk CTQ. Pada fase Measure diketahui bahwa terjadi penurunan tingkat sigma pada
bulan Januari sampai dengan Maret 2010 yaitu sebesar sigma 3,00, sigma 2,94 dan
2,75. Pada kedua periode, kondisi proses produksi tidak stabil tapi cukup mampu jika
263
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
dilihat dari Cp dan nilai Cpk. Pada fase Analyze diperoleh informasi bahwa mesin dan
peralatan secara signifikan menjadi penyebab faktor kebesaran yaitu karena terjadi
penurunan tungku, masalah kaliber, panduan, dan pelaksanaan. Pada fase Improve
ditemukan bahwa perlu meningkatkan sisi manajerial dan teknis, sedangkan
berdasarkan analisis pada fase Control disarankan untuk penjaminan kualitas proses
HRB.
Kata kunci: lean six sigma, critical to quality, analisis gap, proses HRB, fishbone
PENDAHULUAN
Dewasa ini persaingan yang ketat telah menuntut semua organisasi dan perusahaan untuk
semakin kompetitif dalam memenuhi keinginan pelanggan dalam upaya mencapai kualitas
kelas dunia. Setiap perusahaan menggunakan berbagai macam strategi manajemen kualitas
untuk membuat segala yang dihasilkan lebih baik dari segi kualitas maupun biaya.
Saat ini, produksi yang dilakukan di PT CT khususnya di Departemen Hot Rolled
Bar (HRB) yang terdiri dari tiga fase utama, yaitu Roughing, Intermediate dan Finishing
dirasakan kurang optimalnya ketiga fase proses dalam proses rolling tersebut
mendominasi terjadinya kecenderungan penurunan kualitas produk. Penyebab dominan
ketidaksesuaian produk antara lain Oversize, Roll Cross, dan Crack masih mendominasi
tingginya prosentase ketidaksesuaian (failure rate) sebagai karakteristik kualitas yang
kritis. Berdasarkan penggambaran permasalahan di PTCT khususnya pada bagian HRB,
maka perusahaan membutuhkan suatu usaha perbaikan menyeluruh, baik dari segi
manajerial maupun proses atau teknis melalui pendekatan konsep Lean Six Sigma dimana
konsep ini memiliki sistematika yang jelas dalam menganalisa dan memperbaiki proses
yang terjadi. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) Apa CTQ
prioritas pada produk HRB?; (2) Bagaimana level sigma, stabilitas serta kapabilitas proses
CTQ prioritas di bagian produksi HRB?; (3) Faktor-faktor apa saja pada mesin dan
peralatan yang secara signifikan menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian kritis yang
menjadi prioritas dan kegagalan yang sering terjadi serta akibatnya pada proses di bagian
produksi HRB?; (4) Bagaimana meningkatkan kualitas proses berdasarkan metode analisa
Lean Six Sigma?
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menerapkan sistem Lean Six Sigma di PT CT
secara menyeluruh. Sedangkan tujuan dari penelitian ini ialah mengidentifikasi Critical to
Quality (CTQ) prioritas pada produk di bagian produksi HRB, mengukur level sigma,
stabilitas serta kapabilitas proses CTQ prioritas di bagian produksi HRB, menganalisa
faktor-faktor yang secara signifikan menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian kritis yang
menjadi prioritas dan kegagalan yang sering terjadi serta akibatnya pada proses di bagian
produksi HRB, serta menetapkan sistem peningkatan dan pengendalian kualitas proses
produksi di bagian produksi HRB berdasarkan metode analisa Lean Six Sigma.
264
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Kajian Teori. Lean process atau lean berakar dari konsep sistem manajemen Toyota yang
dikembangkan dan diperluas. Sistem manajemen Toyota bertujuan untuk mencapai QCD
(Quality, Cost, Delivery) melalui memperpendek aliran produksi dan mengeliminasi
pemborosan. Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas
yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui peningkatan terusmenerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan
produk dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan
eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan.
APICS Dictionary (2005) mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis yang
berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam
berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitasaktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain, produksi (untuk
bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain management, yang
berkaitan langsung dengan pelanggan. Sementara konsep Six Sigma yang lahir dari
konsep sistem manajemen Motorola dikenal dengan nama Six Sigma atau Six Sigma
Motorola. Six Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan
peningkatan kualitas dramatik yang diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak tahun
1986, yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas.
Berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas, Six Sigma Motorola
mampu menjawab tantangan dan membuktikan selama kurang lebih dari 10 tahun setelah
implementasi konsep Six Sigma mampu mencapai tingkat kualitas 3,4 DPMO (kegagalan
per sejuta kesempatan). Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja
proses industry.
Berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas, Six Sigma
adalah usaha yang terus menerus untuk mengurangi waste, menurunkan variance, dan
mencegah defect. Tujuan dari metode peningkatan kualitas Six Sigma dapat dilihat dari
dua kategori, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari metode Six Sigma
ini adalah untuk memperbaiki sistem manajemen suatu perusahaan atau instansi lain yang
terkait dengan pelanggan. Hal ini berarti Six Sigma membantu perusahaan atau instansi
dalam suatu proses guna memiliki dukungan tinggi terhadap produk dan layanan yang
bebas cacat.
METODE
Penelitian ini merupakan studi kasus di PT. CITRA TANAMAS. Penelitian ini merupakan
penelitian eksplorasi, yang dilakukan dengan melakukan observasi terhadap produksi di
Departemen Hot Rolled Bar. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Agar dapat mengidentifikasi Critical to Quality (CTQ) prioritas pada produk di bagian
produksi HRB, mengukur level sigma, stabilitas serta kapabilitas proses CTQ prioritas di
bagian produksi HRB, menganalisa faktor-faktor yang secara signifikan menyebabkan
terjadinya ketidaksesuaian kritis yang menjadi prioritas dan kegagalan yang sering terjadi
serta akibatnya pada proses di bagian produksi HRB, serta menetapkan sistem peningkatan
265
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
dan pengendalian kualitas proses produksi di bagian produksi HRB dilakukan analisis
Lean Six Sigma. Menggunakan konsep Lean Six Sigma, prosedur atau tahapan penelitian
ini adalah sebagaimana digambarkan pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Pendefinisian (Define). Pada tahap pendefinisian (Define) ini dilakukan pemetaan
proses nilai, identifikasi kebutuhan pelanggan, perancangan dan penyebaran lembar
wawancara serta pendefinisian Critical to Quality (CTQ) prioritas produk Hot Rolled Bar.
Pemetaan Proses Nilai. Pemetaan proses disajikan dalam suatu aliran proses keseluruhan
produksi Hot Rolled Bar (HRB) pada Gambar 2 dimana pada garis putus-putus berwarna
merah pada gambar tersebut menggambarkan aliran proses inti produksi Hot Rolled Bar
(HRB).
Identifikasi Kebutuhan Pelanggan. Dari hasil brainstorming dengan bagian Produksi
CDB sebagai pelanggan internal untuk bagian Cold Drawn Bar (CDB), diketahui bahwa
ada 7 jenis Critical to Quality (CTQ) produk Hot Rolled Bar yang paling diperhatikan,
yaitu: oversize, undersize, roll cross, scatch, crack laps, lips, silver.
266
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Latar Belakang
Masalah
Perumusan Masalah
Penetapan Tujuan
Penelitian
Metode D-M-A-I-C
Identifikasi
Awal Penelitian
Define
Pemetaan Proses Nilai
Identifikasi Kebutuhan
Pelanggan
Pendefinisian
CTQ Prioritas
Produk
Measure
Pengumpulan Data CTQ Prioritas
Pengumpulan dan Pengolahan
Data serta Analisa hasil proses
Pengukuran Level Sigma
Pengukuran Stabilitas Proses
Pengukuran Kapabilitas Proses
Analyze
Penelusuran Akar Penyebab
Masalah
Perancangan dan Penyebaran Lembar
Wawancara 2
Analisis Pengaruh Potensial
Kegagalan
Sumber-Sumber
Penetapan
Rencana
Variasi
(FMEA)
Perbaikan
Improve & Control
Penetapan Pengendalian Kualitas Proses
Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 1. Tahapan Penelitian
267
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Pemotongan Material
Gas Cutting
Pemanasan Dapur
Reheating Furnace
Rolling Process A
Roughing Mill
Rolling Process B
Intermediate Mill
Rolling Process C
Finishing Mill
Cooling Process
Cooling Bed
Cutting Process
Dividing & Gang Shear
Gambar 2. Flow Process Chart Produksi Hot Rolled Bar
Pendefinisian CTQ Prioritas Produk Hot Rolled Bar. Pendefinisian Critical To Quality
(CTQ) prioritas produk Hot Rolled Bar selanjutnya dilakukan dengan analisis tingkat
kepentingan - kinerja dan gap. Penghitungan selisih nilai customer importance dan
customer satisfaction disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Selisih Customer Importance dan Customer Satisfaction
No
Customer
Requirements
1
2
3
4
Tidak Oversize
Tidak Undersize
Tidak Roll Cross
Tidak Scratch
Customer
Importance
(Rata-rata)
4,55
4,73
4,27
3,91
Customer
Satisfaction
(Rata-rata)
2,09
3,09
2,91
3,36
Selisih
(Gap)
Kuadran
2,46
1,64
1,36
0,55
A
B
A
B
268
Sutrisna 263 - 279
No
Customer
Requirements
5
6
7
Tidak Crack
Tidak Laps
Tidak Sliver
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Customer
Importance
(Rata-rata)
4,73
4,64
4,27
Customer
Satisfaction
(Rata-rata)
2,55
3,73
3,64
Selisih
(Gap)
Kuadran
2,18
0,91
0,63
A
B
B
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Selanjutnya customer requirements akan dikelompokkan ke dalam kuadran diagram
kartesius berdasarkan titik nilai dari customer importance dan customer satisfaction yang
dibuat dengan menggunakan software Microsoft Visio 2007 yang disajikan pada Gambar
3.
5
Customer Importance
A
5
2
4
B
6
1
3
7
4
1
3
2
4
5
2
C
D
1
Customer Satisfaction
Gambar 3. Diagram Kartesius Customer importance – Satisfaction
Gambar 3 menunjukkan dua buah CTQ yang terdapat pada kuadran A yaitu titik 1, 3 dan
5. Selanjutnya perhitungan selisih (gap) antara customer importance dengan customer
satisfaction dilakukan pada kedua titik tersebut dan diambil selisih nilai yang terbesar
dimana didapatkan Customer Requirements tidak oversize (1) yang memiliki selisih 2,46
(terbesar). Selanjutnya prioritas pembahasan akan menitikberatkan pada CTQ kunci
produk Hot Rolled Bar tersebut, yaitu Oversize.
Tahap Pengukuran (Measure). Pada tahap pengukuran (measure) dilakukan
pengumpulan data CTQ prioritas produk Hot Rolled Bar untuk selanjutnya dilakukan
pengukuran level sigma, stabilitas proses dan kapabilitas proses.
Pengumpulan Data CTQ Prioritas. Dari tahap define diketahui bahwa CTQ prioritas
untuk produk Hot Rolled Bar ialah oversize. Maka dari itu data oversize selanjutnya
digunakan dalam perhitungan selanjutnya.
269
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Pengukuran Level Sigma. Level sigma pada ketidaksesuaian oversize produk Hot Rolled
Bar yang didasarkan pada data bulan Januari 2010, Februari 2010 dan Maret 2010
disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 pada intinya menunjukkan, dengan nilai level sigma
sekitar 3 (tiga) perusahaan dapat dikategorikan sebagai perusahaan rata-rata di Indonesia.
Hal tersebut di atas disebabkan oleh berbagai variasi, baik variasi umum maupun khusus,
dimana akan dianalisa pada penelusuran akar penyebab masalah. Apabila dilihat dari
fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa pada bagian produksi hot rolled bar jauh
lebih mementingkan hasil (product oriented) daripada proses (process oriented) dengan
tidak terlalu mementingkan proses dari produk yang dihasilkan. Hal ini dapat dibuktikan
dimana untuk produksi hot rolled bar masih mentolerir puluhan ribu kesalahan atau
kecacatan, padahal dalam prinsip Six Sigma, hanya memperbolehkan kesalahan 3 hingga 4
buah kesalahan dari satu juta kesempatan proses.
Tabel 2. Level Sigma ketidaksesuaian Oversize bulan Januari – Maret 2010
Pengukuran Stabilitas Proses. Stabilitas proses dilakukan sebagai syarat dalam
pengukuran kapabilitas proses. Stabilitas proses dilakukan dengan alat statistik control chart
untuk mengetahui apakah secara statistik proses berada dalam batas-batas kendali atau
tidak. Apabila sudah terkendali, maka pengukuran kapabilitas proses baru dapat dilakukan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa data telah berada dalam kondisi yang stabil,
sehingga untuk selanjutnya dapat dihitung kapabilitas prosesnya.
Pengukuran Kapabilitas Proses. Pada pengukuran kapabilitas proses data atribut,
terdapat dua jenis penghitungan yaitu kapabilitas proses yang digunakan untuk mengukur
tingkat kapablitas proses sigma berdasarkan output ketidaksesuaian proses yang dihasilkan
(Cp) serta indeks kapabilitas proses yang digunakan untuk mengukur kemampuan proses
bersaing secara kompetitif di pasar global berdasarkan batas-batas level sigma (Cpk).
Semakin kecil central line, maka kapabilitas proses semakin baik. Selanjutnya untuk
kapabilitas proses disajikan pada Tabel 3.
270
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Tabel 3. Kapabilitas Proses bulan Januari – Maret 2010
Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil kapabilitas proses dan indeksnya, dapat diketahui bahwa proses
produksi hot rolled bar dengan CTQ oversize untuk bulan Januari 2010 memiliki
kapabilitas proses yang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,9339 yang dapat diinterpretasikan
bahwa proses tersebut masih mampu untuk memproduksi tegel keramik berdasarkan
output kecacatan proses. Berarti dari sejuta kesempatan yang ada akan terdapat 66803
kesempatan bahwa proses produksi tidak mampu menghasilkan keluaran yang baik yang
diinginkan oleh pelanggan langsung yaitu produksi cold drawn bar. Selanjutnya, untuk
nilai indeks kapabilitas prosesnya dapat dikatakan bahwa proses cukup mampu. Hal ini
dapat dibuktikan dari nilai Cpk untuk bulan Januari 2010 sebesar 0,5 yang dapat diartikan
bahwa proses cukup mampu namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas
menuju target Six Sigma. Perusahaan yang berada di level ini memiliki kesempatan terbaik
dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.
Tahap Analisis (Analyze). Pada tahap Analisis (Analyze) ini dilakukan analisis akar
penyebab masalah serta menganalisis pengaruh potensial kegagalan sumber-sumber
variasi penyebab permasalahan dengan menganalisa Failure Modes Effect Analysis
(FMEA).
Penelusuran Akar Penyebab Masalah. Penelusuran terhadap sumber-sumber variasi
penyebab masalah dilakukan dengan metode Root Cause Analysis (RCA). Penyebab
ketidaksesuaian untuk CTQ prioritas dan fokus pada faktor mesin dan peralatan
digambarkan ke dalam diagram Fishbone pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Analisis Pengaruh Potensial Kegagalan Sumber-Sumber Variasi (FMEA). Pada tahap
ini dilakukan analisis pengaruh potensial kegagalan sumber-sumber variasi dengan
menggunakan salah satu tool Six Sigma yaitu FMEA (Failure Modes and Effect Analysis).
Perhitungan selengkapnya ditampilkan pada Tabel 4 yang menunjukan anaisis FMEA
(Failure Modes and Effect Analysis).
271
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
METODE
PENGUKURAN
MATERIAL
Alat ukur suhu rusak
Pengaturan suhu
Grade Billet
Kurangnya SOP
Jenis Billet
Kurang memadai
Density Billet
Pengontrolan SOP
OVERSIZE
Kurang peduli
Debu sisa rolling
Debu dan Scale menumpuk
Guide bermasalah
Kurang motivasi
Suara Bising
Caliber bermasalah
Training kurang
Suhu dan kelembaban
TENAGA KERJA
LINGKUNGAN
Gambar
FURNACE
Stand bermasalah
MESIN DAN
PERALATAN
4. Diagram Sebab Akibat CTQ Oversize
CALIBER
Kalori gas kecil
Preheating time pendek
Grade material yang
digunakan
Furnace drop
Recuperator bocor
Lifetime yang sudah habis
Air pendingin kaliber kurang
Grade material yang
digunakan
Stok besar
OVERSIZE
Bearing aus
Lifetime yang sudah overtime
Guide base longgar
Machining dan Setup kurang baik
Spring disc tidak
berfungsi
STAND
Traveling time lama
GUIDE
Gambar 5. Diagram Sebab Akibat Kegagalan Rolling Mill CTQ Oversize
Dapat dilihat pada Tabel 4 berikut bahwa RPN (Risk Priority Number) tertinggi yaitu
Caliber bermasalah dengan nilai RPN = 5 x 5 x 4 = 100.
Tahap Perbaikan (Improve) Dan Pengendalian (Control). Pada tahap ini diberikan
penetapan sistem perbaikan dan pengendalian yang didapatkan dari interpretasi hasil.
272
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Perbaikan (Improve). Penetapan perbaikan dibagi ke dalam 2, yaitu perbaikan manajerial
dan teknis. Perbaikan akan dititberatkan pada perbaikan CTQ kunci yang didapatkan dari
hasil analisis tingkat kepentingan - kinerja dan gap yaitu oversize serta perbaikan RPN
tertinggi yaitu Caliber bermasalah. Pertama. Perbaikan Manajerial. Perbaikan manajerial
merupakan perbaikan yang melibatkan manajerial perusahaan dalam upaya melakukan
perbaikan. Perbaikan ini dilakukan dengan melakukan perbaikan Struktur Tim Organisasi.
Kedua, Perbaikan dengan Metode 5W - 2H. Perbaikan terhadap ketidaksesuaian oversize
Hot Rolled Bar dapat dilakukan dengan merencanakan tindakan-tindakan guna mencapai
tujuan utama dengan berbagai metode perbaikan yang secara jelas disajikan dalam Tabel
5.
Tabel 4. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis)
Potential
Failure
Mode
Potential
Effect
of
Failure
Potential
Cause(s) of
Failure
S



Furnace
drop
Billet
tidak
terbakar
secara
sempurna
3
Caliber
bermasalah
Stok
besar

Grade
material
yang
digunakan

Recuperator
bocor

Lifetime
yang sudah
habis
Air
pendingin
kaliber
kurang
Grade
Material
yang
digunakan
5

Symptoms
Kalori Gas
Kecil
Preheating
time pendek


O
4
5
Gas
yang
diatur
terlalu
besar
keluarn
ya
Bar
masuk
R1
bersuar
a keras
dan
cepat
hitam

Display
tempera
ture
tidak
stabil

Stok
bar
besar
setelah
keluar
dari
caliber
tersebut
Detection Method
D
RPN
3
36
4
100
Dapat digunakan alat
pendeteksi panas
pembakaran
(thermocouple)
Metode visual untuk
mengidentifikasi
temperature yang tidak
stabil, dimana bar akan
cepat hitam
Dapat dilihat secara
langsung pada bar
setelah keluar dari
caliber
273
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012

uide
bermasalah
Stok
berkuping
/ melintir
Overfill
satu /
kedua sisi

4
Bar susah
masuk
Stand
bermasalah
Roll
Jumping
Stok besar
2
Lifetime
yang sudah
overtime
 Pengecekan
rutin jarang
dilakukan
 Machining
dan Setup
kurang baik
 Traveling
time lama

Bearing aus

Guide base
longgar

Spring disc
tidak
berfungsi

4

3
Bar
susah
masuk
Stok
bar
besar
setelah
keluar
dari
stand
tersebut
Dapat dilihat secara
visual di dalam rumah
guide, apakah entry
guide dan roller guide
ada masalah misal
bengkok dan kendor
Dapat dilihat secara
langsung pada bar
setelah keluar dari stand
4
64
3
18
Metode visual untuk
mengidentifikasi roll
yang jumping
Sumber: data diolah
Tabel 5. Perbaikan Kualitas Hot Rolled Bar dengan 5W-2H
5W-1H
Tujuan
Utama
What
(Apa)
Alasan
Keguna
an
Why
(Mengapa)
Tindakan
1. Memberikan prioritas perbaikan proses.
2. Melihat kemungkinan optimalisasi sistem pe-rolling-an agar proses
dapat lebih dapat maksimal dan menghasilkan lebih sedikit
ketidaksesuaian
3. Menetapkan sistem control terhadap histori penggunaan yang dapat
digunakan sebagai indikator lifetime pada caliber.
4. Kegiatan overhaul dan pengecekan Rolling Mill dan accessoriesnya
dilakukan secara berkala.
5. Memberi form evaluasi pengawasan dan panduan standar
operasional perawatan Rolling Mill dan accessoriesnya kepada
operator serta kondisinya dan menekankan bahwa proses Rolling
Mill sangat penting dalam menghasilkan Hot Rolled Bar yang
berkualitas tinggi.
1. Mesin yang dirawat secara berkala akan menghasilkan kinerja yang
optimal dimana apabila kinerja mesin optimal, maka diharapkan
kualitas yang diinginkan akan tercapai selain itu perawatan juga
perlu agar kerusakan mesin dapat dideteksi sedini mungkin.
2. Prioritas perbaikan dilakukan agar dapat fokus dalam penyelesaian
masalah sehingga ketidaksesuaian yang terjadi dapat diminimasi.
3. Peremajaan part, khususnya caliber dan guide dapat menjadi solusi,
sehingga ketidaksesuaian dapat dihindari.
4. Operator yang mengerti pentingnya proses Rolling Mill akan
memberikan perhatian penuh terhadap proses tersebut. Hal ini
274
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
sangat penting karena proses pembakaran merupakan proses vital
dalam menentukan output Hot Rolled Bar yang berkualitas.
5. Panduan standar yang diberikan akan sangat berguna sebagai
pedoman pelaksanaan pekerjaan oleh operator.
Lokasi
Where
(Dimana)
Urutan
When
(Bilamana)
Orang
Who
(Siapa)
Metode
How
(Bagaimana)
Rencana perbaikan ini dilakukan di Bagian Produksi Hot Rolled Bar
khususnya pada proses Rolling Mill
1. Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan metode Six
Sigma DMAIC
2. Rencana tindakan ini akan dilaksanakan secepatnya, setelah
mengetahui dan menemukan faktor-faktor penyebab kegagalan
akibat Hot Rolled Bar yang oversize.
Rencana tindakan perbaikan dapat dilakukan dengan membentuk tim
Six Sigma dengan dipimpin oleh seorang Black Belt. Rencana
pembentukan dilakukan mengingat bagian Quality Control (QC) tidak
hanya mengawasi bagian Rolling Mill, namun seluruh bagian proses di
PTCT sehingga permasalahan yang kritis sering ditangani terlambat
sehingga menyebabkan kualitas Hot Rolled Bar tidak optimal.
1. Menetapkan prioritas perbaikan proses Rolling Mill dan sistem
proses
2. Membuat schedule pelaksanaan overhaul dan pengecekan Rolling
Mill dan accessoriesnya secara berkala, ingat slogan doing right for
the first time.
3. Secara rutin mengisi form pemeriksaan atau report kondisi Rolling
Mill dan accessoriesnya dan membuat laporan bulanan evaluasi
pengawasan rencana process improvement for Rolling Mill sehingga
jumlah ketidaksesuaian dapat dikendalikan.
4. Memperbaiki prosedur proses yang kurang baik dalam
pelaksanaanya.
5. Menerapkan penetapan sistem perbaikan tersebut.
Sumber: data diolah
Perbaikan (Improve) Keseluruhan. Perbaikan ini difokuskan kepada CTQ kunci yang
sebelumnya terpilih yaitu oversize. Perbaikan yang dilakukan diantaranya melakukan
action planning for failure modes terhadap sebab-sebab terjadinya kegagalan oversize,
serta mendokumentasikan proses operasional. Action Planning for Failure Modes. Data
modus kegagalan yang telah dibuat sebelumnya melalui failure modes and effect analysis
(FMEA) dijadikan dasar dalam pembuatan tabel Action Planning for Failure Modes yang
selanjutnya disajikan pada Tabel 6.
Pengendalian (Control). Sistem control diberikan untuk mengendalikan perbaikan yang
dilakukan pada tahap improve agar dapat meminimasi kegagalan yang potensial terjadi
pada kualitas proses yang berkaitan erat dengan output produk, sehingga produk dapat
optimal serta sesuai dengan standar yang telah ditentukan perusahaan.
275
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Pengendalian (Control) Caliber Bermasalah. Pada tahap ini dipaparkan pengendalian
perbaikan-perbaikan yang telah dibuat pada tahap improve agar permasalahan caliber
yang bermasalah dapat diminimasi dan tidak terulang kembali di masa yang akan datang.
Prosedur standar dari tahap improve di atas harus selalu dikontrol dan dievaluasi.
Tabel 6. Action Planning for Failure Modes
Rank
1
Rank
2
Failure
Modes
Furnace
drop
Failure
Modes
Caliber
bermasa
lah
Actionable Cause
Design Action /
Potensial Solutions
Kalori Gas Kecil
Gas disetting agar keluarnya seimbang
Preheating time
pendek
Operator furnace selalu mengontrol preheating time
berdasarkan standar dan data historis
Grade material
yang digunakan
Dilakukan penyortiran sebelum material masuk ke
dalam furnace
Recuperator
bocor
Selalu mengecek recuperator secara berkala dan
bertindak jika terjadi masalah dengan recuperator
Actionable Cause
 Lifetime yang
sudah habis
 Air pendingin
kaliber kurang
 Grade Material
yang digunakan
 Stok besar
3
Guide
bermasa
lah
Lifetime yang
sudah overtime
Selalu merecord pemakaian guide sehingga pada saat
waktu pakai habis, bisa langsung dilakukan penggantian
Pengecekan rutin
jarang dilakukan
Pengecekan rutin harus secara konsisten dilakukan dan
diberikan sanksi jika tidak dilakukan pengecekan
Machining dan
Setup kurang baik
Untuk machining dan setup harus ada personil yang
bertanggung jawab dalam melakukan hal tersebut,
sehingga kesalahan dapat diminimalisir
Travelling time yang lama akan menyebabkan bar cepat
hitam, sehingga harus dilakukan pengontrolan dan
ketepatan waktu yang baik dan kesiapan alat di
lapangan
Dapat diberikan pelumas apabila dilihat kurang dan
Traveling time
lama
4
Stand
bermasa
Design Action /
Potensial Solutions
Selalu merecord pemakaian caliber sehingga pada saat
waktu pakai habis, bisa langsung dilakukan machining
Selalu mengecek air pendingin kaliber, baik kuantitas
maupun kualitasnya
Dilakukan penyortiran sebelum material masuk ke
dalam furnace
Selalu melakukan kontrol terhadap proses sebelumnya
dan selalu mengecek secara periodik
Bearing aus
diganti apabila sudah aus parah
276
Sutrisna 263 - 279
-lah
Guide base
longgar
 Spring disc tidak
berfungsi
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Selalu dilakukan pengecekan guide base, terutama pada
awal proses fine tunning dan mengecek secara periodik
apakah longgar / tidak.
Pengecekan spring disc harus dilakukan oleh ahlinya di
bidang rolling dan dilakukan tindakan perawatan sesuai
standar
Sumber: data diolah
PENUTUP
Kesimpulan Dan Rekomendasi. Berdasarkan riset yang telah dilakukan di PT. Citra
Tanamas Tangerang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama.
Karakteristik kualitas kritis (CTQ) prioritas adalah Oversize. Pertama. Level sigma bulan
Januari 2010 sebesar 3,00 sigma dengan nilai Cp 0,9339 serta Cpk sebesar 0,5. Rata-rata
proses kurang stabil namun cukup mampu dimana perlu upaya-upaya giat untuk
peningkatan kualitas menuju target yang diinginkan. Level sigma bulan Februari 2010
sebesar 2,94 sigma dengan nilai Cp 0,9260 serta Cpk sebesar 0,48. Rata-rata proses kurang
stabil dan dianggap tidak mampu serta tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global.
Level sigma bulan Maret 2010 sebesar 2,75 sigma dengan nilai Cp 0,8956 serta C pk
sebesar 0,41. Rata-rata proses kurang stabil dan dianggap tidak mampu serta tidak
kompetitif untuk bersaing di pasar global. PT. Citra Tanamas memiliki kesempatan terbaik
dalam melakukan program peningkatan kualitas Lean Six Sigma. Ketiga. Faktor-faktor
pada mesin dan peralatan (Machine) yang secara signifikan menyebabkan oversize ialah
Furnace drop, caliber bermasalah, guide bermasalah dan stand bermasalah. Kegagalan
yang sering terjadi didapatkan melalui penggunaan tools FMEA dengan RPN tertinggi
yaitu caliber bermasalah dengan nilai RPN 100. Keempat. Untuk meningkatkan kualitas
proses berdasarkan metode analisa Lean Six Sigma, ditetapkan sistem perbaikan (improve)
dilakukan melalui 2 aspek, yaitu perbaikan manajerial dan teknis. Improve dilihat dari
aspek manajerial dilakukan dengan pertama membentuk struktur organisasi Six Sigma,
kedua dengan merancang rencana perbaikan proses dengan metode 5W-1H. Untuk aspek
teknisnya dilakukan dengan menetapkan sistem improve untuk caliber bermasalah dengan
menentukan prioritas proyek perbaikan proses di bagian produksi HRB, selanjutnya
menetapkan sistem perbaikan (improve) secara keseluruhan dengan action planning for
failure modes serta membuat Standard Operational Procedures (SOP) mesin rolling mill.
Penetapan sistem pengendalian (control) diberikan untuk RPN tertinggi yaitu caliber
bermasalah dengan membuat form report control perkembangan kondisi kaliber. Untuk
control keseluruhan khususnya CTQ oversize, dilakukan dengan mengimplementasikan
pengendalian proses statistik secara langsung, melakukan verifikasi terhadap hasil
perbaikan proses secara rutin dengan merancang form pencapaian target kinerja dari CTQ
oversize serta dibuat pula design control validation, selanjutnya merancang form Standard
Operational Procedures Roughing Mill pada Rolling Mill yang telah dibuat sebelumnya
serta dilakukan penstabilan dan mempertahankan proses.
277
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
DAFTAR RUJUKAN
Amri, Sahrial. (2005). Analisis Stabilitas dan Kapabilitas Proses Spinning Benang Katun
dengan Metode Six Sigma (Studi Kasus PT. Primissima. Surakarta: Skripsi Jurusan
Teknik Industri UNS. Solo (tidak dipublikasikan)
Ariani, D.W., (2004). Pengendalian Kualitas Statistik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Banuelas, Ricardo and Jiju Antony. (2004). Six Sigma or Design for Six Sigma?. The
TQM Magazine 16: Page 250-263.
Breyfogle, Forest W., (1999). Implementing Six Sigma Smarter Solutions Using Statistical
Methods. John Wiley & Sons Inc. New York
Budiman, Anthony, F., (2004). Penerapan Metode Six Sigma sebagai Metode Peningkatan
Kualitas untuk Menurunkan Jumlah Cacat Benang Jenis Periodik pada Produk Kain
Denim. Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri ITB. Bandung.
DH, Stamatis. (1995). Failure Mode and Effect Analysis FMEA From Theory to
Execution. ASQC Quality Press. Wisconsin
Gasperz, Vincent., (2005). Total Quality Management. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Harry, Mikel and Richard Schroeder. 2000. Six Sigma: The Breakthrough Management
Strategy Revolutionizing the Worlds Top Corporations. Random House Inc. New
York.
Imai, Masaaki. (1986). Kaizen(Ky’zen):The Key to Japan’s Competitive Success. Random
House, Inc. New York
Kurniawan, Indra. (2004). Analisis Implementasi Konsep Six Sigma Motorola’s Sebagai
Alat Pengendalian Kualitas Produk: Skripsi Jurusan Ekonomi UNS, tidak
dipublikasikan.
Manggala, D. (2005). Mengenal Six Sigma Secara Sederhana. http://www.beranda.net
Mitra, Amitava, (1998). Fundamental of Quality Control and Improvement. Prentice Hall.
New Jersey.
Mc Fadden, F.R., (1993). Six Sigma Quality. Quality Progress,: Page. 37-42.
NASA. (2003). Root Cause Analysis Overview. NASA.
Pande, Peter S,. (2000). The Six Sigma Way. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Pyzdek, (2002). The Six Sigma HandBook. PT. Salemba Emban Patria. Jakarta.
Salurante, E., (2002). Penerapan Metode Six Sigma sebagai Metode Pengendalian dan
Peningkatan Kualitas untuk Meminimasi Cacat Pin Pendek pada Produk Fly Back
Transformator (FBT). Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri ITB. Bandung.
Sugiono, Sugiharto, (2004). Six Sigma, Perangkat Manajerial Perusahaan pada Era
Ekonomi Baru(Sebuah Pendekatan Konseptual Terhadap Studi Literatur). Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan Vol. 6, (1) hal. 27 - 33
Sulistiyowati, Wiwik. (2007). Integrasi Metode Servqual, Lean dan Six Sigma
Implementasi : PT. PLN (persero) Distribusi Jawa Timur, APJ Surabaya SelatanUPKJ Ngagel. Skripsi Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya. tidak dipublikasikan.
278
Sutrisna 263 - 279
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Supranto, J., (2001). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa
Pasar. Edisi Baru. Rineka Cipta. Jakarta
Wheat, Barbara. (2003). Leaning Into Six Sigma. PT. Bhuana Ilmu Populer (BIP). Jakarta.
Wijaya, Rudi Indra. (2010). Analisis proyek implementasi modernisasi 3G Radio Access
Network dengan metode Lean-Six Sigma (Studi Kasus:PT. Nokia Siemens
Networks. Surabaya). Skripsi Jurusan Teknik Elektro UI, tidak dipublikasikan.
279
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRICE BOOK VALUE
(PBV): STUDI EMPIRIS EMITEN INDUSTRI BARANG KONSUMSI PERIODE
2007 – 2010
Doni Hendra
Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Padang
Email: [email protected]
Abstract: This study aimed to examine the effect of debt-to-equity ratio (DER), the
dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), firm size, and earnings per share
(EPS) for price-book value (PBV) on issuers and Consumer Goods Industries. Tthe size
of the companies in this study using the natural logarithm of total assets. This study
uses secondary data obtained from the Capital Market Reference Center (CMRC) in
Indonesia Stock Exchange and the Financial Statements manufacturing sector and
consumer goods (www. idx.co.id). The method of analysis used in this study is to use a
multiple linear regression analysis. While the population and the sample used in this
study is the Company manufactures and Consumer Goods Industry sector listed on the
Indonesia Stock Exchange from 2007 to 2010, using financial statements as much as 4
years old and the object of this study consisted of 34 companies, while the variables
used in this study there are two yaiitu: 1) the dependent variable (Price-book value
(PBV)) and 2) Indenpenden variables (debt to equity ratio (DER), the dividend payout
ratio (DPR), return on equity (ROE), firm size and earnings per share (EPS)). Based on
the results of the study indicate that the variable has a positive and significant impact on
price-book value (PBV) is the debt to equity ratio (DER), return on equity (ROE), as
well as the size of the company. Dividend payout ratio (DPR) and earnings per share
(EPS) does not affect the size of the price to book value (PBV).
Keywords: debt to equity ratio (DER), dividend payout ratio (DPR), return on equity
(ROE), firm size, earnings per share (EPS).
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio debt-to-equity (DER),
rasio pembayaran dividen (DPR), return on equity (ROE), ukuran perusahaan, dan laba
per saham (EPS) terhadap nilai price-to-book (PBV) pada emiten Consumer Goods
Industries. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini menggunakan logaritma natural dari
total aset. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Pusat
Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa Efek Indonesia dan sektor Laporan Keuangan
manufaktur dan barang-barang konsumsi (www. idx.co.id). Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Sedangkan populasi dan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur dan sektor
Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari 2007 sampai
2010. Sampel penelitian berjumlah 34 perusahaan, sedangkan variabel yang digunakan
dalam penelitian ini ada dua yaiitu: 1) variabel dependen (nilai Harga-buku (PBV)) dan
2) variabel Indenpenden (debt to equity ratio (DER), rasio pembayaran dividen (DPR),
280
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
return on equity (ROE), ukuran perusahaan dan laba per saham (EPS)). Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa variabel yang memiliki dampak positif dan signifikan
terhadap nilai harga-buku (PBV) adalah rasio hutang terhadap ekuitas (DER), return on
equity (ROE), serta ukuran perusahaan. Dividend payout ratio (DPR) dan laba per
saham tidak berpengaruh signifikan terhadap PBV.
Kata kunci: debt to equity ratio (DER), dividend payout ratio (DPR), return on equity
(ROE), firm size, earnings per share (EPS).
PENDAHULUAN
Investor dalam melakukan keputusan di pasar modal memerlukan informasi tentang
penilaian saham. Menurut Hartono (2000:79) terdapat tiga jenis yang berhubungan dengan
saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai instrinsik
(instrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai
pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai instrinsik merupakan
nilai sebenarnya dari saham. Investor perlu mengetahui dan memahami ketiga nilai
tersebut sebagai informasi yang penting dalam pengambilan keputusan investasi saham
karena dapat membantu investor untuk mengetahui saham mana yang bertumbuh dan
murah. Salah satu pendekatan dalam menentukan nilai instrinsik saham adalah price book
value (PBV). PBV atau rasio harga per nilai buku adalah perhitungan atau perbandingan
antara harga pasar (market value) saham dengan nilai buku (book value) suatu saham,
Jones (2000).
Price book value (PBV) merupakan rasio untuk mengukur kinerja keuangan
perusahaan. Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen
dan organisasi sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Price book value (PBV) juga
menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan yang
relatif terhadap jumlah modal yang di investasikan. Semakin tinggi rasio price book value
(PBV) dapat diartikan semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang
saham. Price book value merupakan indikator lain yang digunakan untuk menilai kinerja
perusahaan. Semakin besar rasio PBV maka semakin tinggi suatu perusahaan dinilai oleh
para investor dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan oleh perusahaan. PBV
digunakan untuk mengukur kinerja harga saham terhadap nilai bukunya. Perusahaan yang
berjalan dengan baik, umumnya rasio PBV mencapai di atas satu yang mununjukkan
bahwa nilai pasar saham lebih besar dari pada nilai bukunya.
Perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya rasio PBV-nya mencapai di atas
satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Price
book value adalah indikator lain yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan.
Semakin besar rasio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal (investor)
relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan diperusahaan.
Debt to Equity Ratio mencerminkan besarnya proporsi antara total debt (total
hutang) dengan total shareholder’s equity (total modal sendiri). Total debt merupakan
total liabilities (baik utang jangka pendek maupun jangka panjang): sedangkan total
281
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
shaareholder’s equity merupakan total modal sendiri (total modal saham yang di setor dan
laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Menurut Robert Ang (2001) rasio ini
menunjukkan komposisi dari total hutang terhadap total ekuitas. Semakin tinggi DER
menunjukkan komposisi total hutang semakin besar di banding dengan total modal sendiri,
sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).
Kebijakan dividen juga bisa dikaitkan dengan nilai perusahaan. Dividen merupakan
nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained
earning) sebagai cadangan bagi perusahaan. Besar kecilnya dividen yang dibagikan
kepada para pemegang saham dapat dilihat dari dividend payout ratio yang merupakan
perbandingan antara DPS dengan EPS, jadi perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan
dividend per share terhadap pertumbuhan earning per share (EPS). Dividend payout ratio
adalah suatu keputusan untuk menentukan berapa besar bagian dari pendapatan
perusahaan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan yang akan
diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan. DPR dapat memberikan
informasi atau isyarat mengenai keuntungan perusahaan karena besarnya pembayaran
dividen akan meningkatkan keyakinan akan keuntungan perusahaan. Peningkatan DPR ini
akan dapat memberikan pengaruh positif pada harga saham yang nantinya juga
berpengaruh positif terhadap nilai suatu perusahaan. yang diproxy-kan price book value
(PBV).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi price book value yaitu profitabilitas
perusahaan. Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola
perusahaan. Ukuran profitabilitas perusahaan dapat berbagai macam seperti: laba operasi,
laba bersih, tingkat pengembalian invetasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas
pemilik. Salah satu rasio profitabilitas yaitu Return On Equity (ROE) merupakan ukuran
kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan (return) bagi perusahaan
dengan memanfaatkan modal atau ekuitas yang dimilikinya. Semakin besar ROE
menunjukkan kinerja yang semakin baik (Ang, 2001). Pada umumnya semakin tinggi
rasio ini semakin tinggi harga sahamnya, Simatupang (2010).
Sektor industri barang dan konsumsi adalah sektor industri yang terdiri dari
perusahaan yang menghasilkan produk atau output berupa barang yang akan dihabiskan
atau dikonsumsi oleh konsumennya. Kinerja dari sektor ini menarik untuk diikuti
mengingat sektor ini merupakan salah satu sektor yang memiliki prospek bagus dan
diminati para investor. Sektor industri barang konsumsi dipilih karena memiliki konsumen
yang tinggi yang akan mendorong perkembangan industri ini. Dengan konsumen yang
tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin dari peningkatan harga
sahamnya. Investor menyukai perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang tinggi,
karena perusahaan seperti ini akan menghasilkan keuntungan atau return yang tinggi, yang
pada akhirnya akan diharapkan membagikan dividen Earning Per Share (EPS) adalah laba
per lembar saham. EPS menunjukkan kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba
tiap lembar saham. EPS diperoleh dari laba setelah pajak dikurangi dividen saham
preveren (laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata-rata
lembar saham yang beredar). Jika EPS tinggi maka investor akan menilai bahwa emiten
memiliki kinerja yang baik. Investor saham mempunyai kepentingan terhadap informasi
282
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
EPS dalam melakukan penentuan harga saham, mengingat pasar modal di Indonesia
semakin menuju ke arah yang efisien sehingga semua informasi yang relevan bisa di pakai
sebagai masukan untuk menilai harga saham. Kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan EPS yang tinggi berarti akan meningkatkan kepercayaan investor pada
perusahaan dan akan menaikkan harga saham. Bila EPS tinggi, pengharapan investor
untuk memperoleh dividen tinggi akan terwujud.
Ukuran perusahaan (firm size) dilihat dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan
yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki
total asset yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan asset yang
ada di perusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen ini sebanding dengan
kekhawatiran yang dirasakan oleh pemilik atas assetnya. Jumlah asset yang besar akan
menurunkan nilai perusahaan jika dilihat dari sisi pemilik perusahaan. Akan tetapi jika
dilihat dari sisi manajemen, kemudahan yang dimilikinya dalam mengendalikan
perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan. Size yang besar memudahkan perusahaan
dalam masalah pendanaan. Perusahaan umumnya memiliki fleksibilitas dan aksebilitas
yang tinggi dalam masalah pendanaan melalui pasar modal. Kemudahan ini bisa ditangkap
sebagai informasi yang baik. Ukuran perusahaan (firm, seperti yang diharapkan para
pemegang saham atau investor. Bahkan saat krisis sekalipun industri ini mendapat peluang
untuk terus berkembang, karena mampu memenuhi selera konsumen yang semakin
beragam dan memiliki pasar yang begitu luas.
Hal tersebut tersebut di atas menjadi suatu fenomena yang memotivasi peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Price
Book Value Studi Empiris Pada Emiten Industri Barang Dan Konsumsi Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2007-2010”. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh dari
debt to equity (DER), ratio, dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), Ukuran
Perusahaan dan Earning Per Share (EPS) terhadap Price Book Value (PBV) pada emiten
Barang dan Konsumsi pada Bursa Efek Indonesia periode 2007 - 2010. Dengan diketahui
seberapa besar pengaruhnya, diharapkan akan dapat diidentifikasikan tindakan apa yang
harus dilakukan dalam meningkatkan nilai saham pada perusahaan yang dimaksud.
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) Apakah debt to equity ratio (DER) berpengaruh
terhadap price book value (PBV)?; (2) Apakah dividend payout ratio (DPR) berpengaruh
terhadap price book value (PBV)? Apakah return on equity ( ROE ) berpengaruh terhadap
price book value (PBV)?; (3) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap price book
value (PBV); (4) Apakah earning per share (EPS) berpengaruh terhadap price book value
( PBV)?
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris
mengenai ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari debt to equity (DER), ratio,
dividend payout ratio (DPR), return on equity (ROE), Ukuran Perusahaan dan Earning
Per Share (EPS) terhadap Price Book Value (PBV) pada emiten barang dan konsumsi
pada Bursa Efek Indonesia periode 2007 -2010.yang diharapkan nanti dapat memberikan
rekomendasi kepada calon investor dalam melakukan penilaian terhadap saham.
283
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Kajian Teori. Menurut Prayitno dalam Wulandari (2009), Price to Book Value (PBV)
menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan.
Makin tinggi rasio ini, berarti pasar semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut.
PBV adalah rasio keuangan yang digunakan untuk membandingkan nilai buku
perusahaan dengan harga pasar saat ini. Nilai buku adalah istilah akuntansi yang
menunjukkan bagian dari perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham, dalam kata
lain, total aset berwujud perusahaan dikurangi total kewajibannya. Leverage atau tingkat
hutang perusahaan akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Ada beberapa ukuran
leverage, salah satunya Debt to Equity Ratio (DER). Debt to Equity Ratio akan
mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyebabkan apresiasi harga saham. DER yang
terlalu tinggi menyebabkan dampak yang buruk bagi kinerja perusahaan, karena tingkat
hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga perusahaan akan semakin besar dan
mengurangi keuntungan.
DER memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh
kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya cenderung semakin besar
risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. Rasio ini menggambarkan
perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan
kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.
Berdasarkan cara perhitungan DER, rasio ini dapat menggambarkan potensi manfaat
dan resiko yang berasal dari penggunaan utang. Apabila DER tinggi, hal ini menandakan
struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap
ekuitas. Semakin tinggi DER mencerminkan resiko perusahaan relatif tinggi karena
perusahaan dalam operasi relatif tergantung terhadap hutang dan perusahaan memiliki
kewajiban untuk membayar bunga hutang akibatnya para investor cenderung menghindari
saham–saham yang memiliki nilai DER yang tinggi.
DER mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin
tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono
2001: 66). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecil laba bersih
yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang diterima karena
kewajiban untuk membayar hutang lebih diutamakan daripada pembagian dividen.
Kebijakan dividen digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi biaya keagenan,
pembayaran dividen yang lebih besar akan memperbesar kesempatan untuk mendapatkan
dana tambahan dari sumber eksternal. (Crutchley dan Hansen 1989 dalam Abdullah 2001).
Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan
bagian keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan
dalam bentuk dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama.
Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar
dividen untuk saham preferen (Jogiyanto, 1998).
Ang (2001) menyatakan bahwa dividend payout ratio merupakan perbandingan
antara Dividend per share dengan earning per share, jadi secara perspektif yang dilihat
adalah pertumbuhan dividend per share terhadap pertumbuhan earning share. Dividen
merupakan salah satu tujuan investor melakukan investasi saham, sehingga apabila
besarnya dividen tidak sesuai dengan yang diharapkan maka ia akan cenderung tidak
284
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
membeli suatu saham atau menjual saham tersebut apabila telah memilikinya. Salah satu
kinerja keuangan yang mendapat perhatian utama investor adalah kemampuan perusahaan
menghasilkan laba atau profitabilitas. ROE adalah rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu (Hanafi dan Halim,
2009). ROE merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai besar kecilnya perusahaan dilihat dari
besarnya nilai equity, nilai perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu
perusahaan (Bambang Riyanto, 1995 dalam Kusumaningrum 2010). Menurut Sujianto
(2001) dalam Kusumaningrum (2010), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya
suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total
penjualan asset, dan rata-rata total aktiva.
Ukuran perusahaan dilihat dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat
dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total asset
yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan asset yang ada
diperusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen ini sebanding dengan
kekhawatiran yang dirasakan oleh pemilik atas assetnya. Jumlah asset yang besar akan
menurunkan nilai perusahaan jika dilihat dari sisi pemilik perusahaan. Akan tetapi jika
dilihat dari sisi manajemen, kemudahan yang dimilikinya dalam mengendalikan
perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar
memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan. Perusahaan umumnya memiliki
fleksibilitas dan aksebilitas yang tinggi dalam masalah pendanaan melalui pasar modal.
Kemudahan ini bisa ditangkap sebagai informasi yang baik. Ukuran yang besar dan
tumbuh bisa merefleksikan tingkat profit mendatang (Suharli, 2006).
Hubungan laba yang diperoleh dengan investasi yang ditetapkan pemegang saham
diamati secara cermat oleh komunitas keuangan. Analis menelusuri beberapa ukuran
pokok yang menggambarkan kinerja perusahaan dalam hubungannya dengan kepentingan
investor. Rasio yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan dalam
hubungannya dengan kepentingan investor adalah Earning per share (EPS).
Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar
keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham.
Bagi seorang investor, informasi mengenai EPS merupakan informasi yang dianggap
paling mendasar dan berguna, karena bisa menggambarkan prospek earning perusahaan
di masa depan. Earning Per Share (EPS) sangat berpengaruh terhadap harga pasar saham.
Semakin tinggi EPS, semakin mahal pula harga saham tersebut, dan sebaliknya, karena
Earning Per Share merupakan salah satu rasio keuangan untuk menilai kinerja perusahaan
Berdasarkan kajian teori dan dalam upaya menjawab permasalahan penelitian,
hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan permasalahan dan tujuan yang
ingin dicapai adalah sebagai berikut:
H1 : Debt to Equity Ratio berpengaruh positif terhadap Price Book Value (PBV).
H2 : Devidend Payout ratio berpengaruh poitif terhadap price book value
H3 : Return on Equity berpengaruh positif terhadap price book value (PBV).
H4 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Price Book Value (PBV).
H5 : Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap Price Book Value (PBV).
285
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
METODE
Penelitian ini dilakukan untuk menemukan bukti empiris pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikatnya. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kausalitas. Data
yang digunakan merupakan data sekunder, yang dikumpulkan melalui penelitian
kepustakaan. Data penelitian merupakan skala rasio. Pengolahan data dilakukan dengan
alat bantú SPSS, menggunakan Regresi Linier Berganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian hipotesis dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam penelitian ini
dapat diterima atau ditolak melalui analisis regresi linear berganda. Dalam analisis regresi
linear berganda ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien
regresinya serta hasil uji_F dan Uji-t.
Uji Koefisien Determinasi (Uji R2). Koefisien determinasi digunakan untuk menguji
goodness of-fit dari model regresi, yaitu seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat. Untuk mencari besarnya kontribusi pengaruh dari variabel Debt to equity
ratio, dividend payout ratio, return on equity, ukuran perusahaan, dan earning per share
terhadap price book to value (Y) secara bersama-sama, maka digunakan analisis koefisien
determinasi atau yang disebut R square.
Tabel 1. Koefisien Determinasi
R
R Square
0,781
0,611
Adjusted
R Square
0,593
Std. Error of
The Estimate
4,14398
Sumber: data diolah
Tabel 1 di atas menjelaskan metode regresi yang digunakan dalam pengolahan data SPSS
adalah metode enter. Dari hasil olahan tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi
sebesar 0,611 (61,1%) yang berarti bahwa pengaruh variabel bebas yaitu debt to equity
ratio, dividend payout ratio terhadap price book to value berpengaruh sebesar 61,1%. Hal
ini menunjukkan bahwa variabel tersebut sangat penting, sedangkan sebesar 38,9%
disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Untuk itu
perlu dilakukan juga upaya-upaya untuk menjaring faktor-faktor lainnya yang mempunyai
pengaruh terhadap price book value
Uji F ( ANNOVA ). Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Hasil uji F dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 di atas menunjukkan
bahwa nilai F sebesar 35,744 dengan probabilitas signifikansi 0,000. Dikarenakan
probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel debt to equity
ratio (DER), devident payout ratio (DPR), return on equity (ROE), Ukuran Perusahaan
286
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
dan earning per share (EPS) secara bersama – sama berpengaruh terhadap price book
value (PBV)
Tabel 2. Uji F (ANOVA)
Model
a.
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
3069,127
1957,676
5026,803
df
Mean Square
5
114
119
613,825
17,173
F
Sig.
35,744
0,000
Sumber: data diolah
Uji Parsial ( Uji-t). Uji ini bertujuan untuk mengetahui hubungan signifikansi dari masing
– masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan untuk mengetahui lebih
lanjut manakah diantara variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap price book
value (PBV). Hasil uji t dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji-t ( Uji Parsial)
Variabel
Constant
DER
DPR
ROE
UkPer
EPS
Unstandardized
Coefficient
B
Std. Error
-6,378
3,656
0,005
0,001
0.046
1,160
0,064
0,01
0,555
0,263
0.001
0,000
Standardized
Coefficients
Beta
0,492
0,003
0,443
0,133
0,071
t
Sig.
-1,744
7,706
0,042
5,870
2,106
0,958
0,084
0,000
0,962
0,000
0,037
0,340
Dependent Variable: PBV
Sumber: data diolah
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel debt to equity ratio (DER) memiliki nilai t hitung
sebesar 7,700 dan nilai sig 0,000 (<0,05). Dengan demikian H1 ditolak dan disimpulkan
terdapat pengaruh signifikan debt to equity ratio (DER) terhadap price book to value. Jika
terjadi peningkatan satu satuan DER maka nilai perusahaan (PBV) akan meningkat
sebesar 0,005 satuan. Variabel dividend payout ratio (DPR) memiliki nilai t hitung sebesar
0,42 dan nilai sig 0, 967 (>0,05). Dengan demikian H2 diterima dan disimpulkan bahwa
tidak terdapat pengaruh signifikan devident payout ratio (DPR) terhadap price book value
(PBV). Variabel return on equity (ROE) memiliki nilai t hitung sebesar 5,870 dan nilai sig
0, 000 (<0,05). Dengan demikian H3 ditolak dan dapat disimpulkan terdapat pengaruh
signifikan return on equity (ROE) terhadap price book value (PBV). Jika terjadi
peningkatan satu satuan ROE, nilai perusahaan (PBV) akan meningkat 0,064 satuan.
Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai t hitung sebesar 2.109 dan nilai sig 0,037
(<0,05). Dengan demikian H4 ditolak dan dapat disimpulkan terdapat pengaruh signifikan
ukuran perusahaan terhadap price book value (PBV). Jika terjadi peningkatan ukuran
perusahaan satu satuan, maka nilai perusahaan (PBV) akan meningkat 0,555 satuan.
287
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Variabel earning per share (EPS) memiliki nilai t hitung sebesar 0,959 dan nilai sig 0,340
(>0,05). Dengan demikian H5 diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh
signifikan earning per share (EPS) terhadap price book value (PBV). Berdasarkan dari
pengujian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa debt to equity ratio
(DPR) berpengaruh terhadap price book value (PBV). Hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian yang dilakukan oleh Masdar Mas’ud (2008) dan Taswan (2003) dalam
hasil penelitiannya mengemukakan bahwa Debt to Equity ratio berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Price Book Value.Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur
modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan
hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut
(Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan
manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat
lebih besar, tambahan hutang masih diperkenankan. Apabila pengorbanan karena
penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel devident payout ratio (DPR) tidak berpengaruh terhadap price book value
(PBV). Hasil penelitin ini menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Suwandi (2000) dan Wiratawi (2008) yang menunjukkan dividend
payout ratio berpengaruh positif terhadap price book value.(PBV).Teori signaling
menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan
sinyal pada pasar dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang
berkualitas baik dan buruk. Deviden memberikan informasi atau isyarat mengenai
keuntungan perusahaan karena pembayaran deviden akan meningkatkan keyakinan akan
keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memiliki sasaran rasio pembayaran deviden yang
stabil selama ini dan perusahaan dapat meningkatkan rasio tersebut, para investor akan
percaya bahwa manajemen mengumumkan perubahan positif pada keuntungan yang
diharapkan perusahaan. Isyarat yang diberikan kepada investor adalah bahwa manajemen
dan dewan direksi sepenuhnya merasa yakin bahwa kondisi keuangan lebih baik daripada
yang direfleksikan pada harga saham. Peningkatan deviden ini akan dapat memberikan
pengaruh positif pada harga saham yang nantinya juga berpengaruh positif terhadap PBV
(Van Horne dan Wachowicz, 1998).
Return on equity merupakan rasio yang sangat penting bagi pemilik perusahaan (the
common stockholder). Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang
semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh
perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah
manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat
kenaikkan permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan
menaikkan harga saham tersebut di pasar modal (Irawan, 2001). Return On Equity (ROE)
merupakan ukuran kemampuan perusahaan didalam menghasilkan keuntungan (return)
bagi perusahaan dengan memanfaatkan modal atau ekuitas yang dimilikinya. Semakin
besar ROE menunjukkan kinerja yang semakin baik (Ang, 2001). Nilai ROE yang
semakin tinggi menunjukkan suatu perusahaan semakin efisien dalam memanfaatkan
modalnya untuk memperoleh laba, sehingga nilai perusahaan meningkat (Brigham dan
288
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Houston, 2003). Jadi semakin tinggi nilai ROE menunjukkan kinerja keuangan perusahaan
semakin baik.Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan
tumbuhnya suatu perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dan tingkat risiko dalam
mengelola investasi yang diberikan para stakeholder untuk meningkatkan kemakmuran
mereka. Perusahaan yang memiliki total asset yang besar menunjukan bahwa perusahaan
telah mencapai tahap kedewasaan. Jika perusahaan memiliki total asset yang besar
menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan (maturity) di mana
dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang
baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa
perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan
dengan total asset yang kecil (Daniati dan Suhairi: 2006). Dividend yang dibagikan
kepada pemegang saham pun semakin besar. Hal ini menyebabkan saham perusahaan
tetap menarik bagi investor dan akhirnya saham tersebut mampu bertahan pada harga yang
tinggi secara relatif.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat ketidak konsistenan
antara penelitian terhadap teori yang ada Earning Per Share (EPS) adalah laba per lembar
saham. EPS menunjukkan kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba tiap lembar
saham. EPS diperoleh dari laba setelah pajak dikurangi deviden saham preveren (laba
yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata-rata lembar saham
yang beredar). Jika EPS tinggi maka investor akan menilai bahwa emiten memiliki kinerja
yang baik. Investor saham mempunyai kepentingan terhadap informasi EPS dalam
melakukan penentuan harga saham, mengingat pasar modal di Indonesia semakin menuju
ke arah yang efisien sehingga semua informasi yang relevan bisa di pakai sebagai
masukan untuk menilai kinerja perusahaan.
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan uraian dan analisis data yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Debt to equity ratio
(DER) berpengaruh signifikan terhadap price book to value Hal ini menunjukkan bahwa
sejauh manfaat lebih besar, maka hutang masih diperkenankan; (2) Dividend payout ratio
(DPR) tidak berpengaruh signifikan terhadap price book to value.;(3) Return on equity
(ROE) berpengaruh signifikan terhadap price book to value; (4) Ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap price book to value; (5). Earning per share (EPS) tidak
berpengaruh signifikan terhadap price book to value
Perusahaan yang menginginkan nilai perusahaannya tinggi, dan hal itu diukur dari
price book to value maka perusahaan hendaknya mengelola hutangnya dengan baik.
Demikian pula dengan kemampuan perusahaan menghasilkan laba, khususnya melalui
ukuran ROE. Bagi investor dan calon investor di sektor barang konsumsi yang mengamai
kinerja emitennya melalui price book to value, perhatian perlu diberikan kepada rasio
hutang perusahaan, profitabilitas perusahaan yang diukur dengan ROE, serta ukuran
perusahaan.
289
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
DAFTAR RUJUKAN
Ang, Robbert. (2001). Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Mediasoft Indonesia. Jakarta.
Anoraga, Panji dan Pakarti. 2005. Pengantar Pasar Modal Indonesia. Rineka Cipta.
Jakarta.
Brigham Eugene F dan Joel F Houston. (2003). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Alih
bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu, Edisi Sepuluh, Salemba Empat, Jakarta.
Carl R. Chen And Thomas L. Steiner. (2001). Managerial Ownership and Agency
Conflicts: A Nonlinear Simultaneous Equation Analysis of Manajerial Ownership,
Risk Taking, Debt Policy, and Dividen Policy. The Financial Review 34, 119-136.
Damodaran, Aswath. (2001). Corporate Finance Theory and Practice. Second Edition.
New York : John Wiley & Sons Inc.
Dendy Ardhata Saputra. (2010). Pengaruh Return On Equity (ROE) Dan Dividend Payout
Ratio (DPR) Terhadap Price To Book Value (PBV) Pada Perusahaan Perbankan
Yang Go Publik Di Bursa Efek Indonesia. Jawa Timur : UPN Veteran.
Eva Eko Hidayati. (2010). Analisis Pengaruh DER, DPR, ROE dan Size Terhadap PBV
Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di BEI Periode 2005-2007. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Fakhruddin, Hendy M., (2008). Istilah Pasar Modal A – Z, Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Harahap, Sofyan Syafri. (2010). Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Hartono, Jogiyanto. (2000). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE, Yogyakarta.
Helfret. (2002). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Tujuh. Erlangga. Jakarta.
Husnan, Suad. (2005). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. BPFE-UGM.
Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.
Jones, Charles P., (2000). Investment Analysis and Management. 7th Edition, John Wiley
& Son Inc, New York.
Munawir. (2008). Analisa Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Ni Gusti Putu Wirawati. (2008). Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan terhadap Price
to Book Value Dalam Penilaian Saham Di Bursa Efek Jakarta Dalam Kondisi Krisis
Moneter. Buletin Studi Ekonomi Volume 13 No.1 Tahun 2008. UNUD. Denpasar
Ninna Daniati, dan Suhairi. (2006). Pengaruh Kandungan Informasi Komponen Arus Kas,
Laba Kotor dan Size Perusahaan terhadap Expected Return Saham Pada Industri
Textile dan Automotive yang Terdaftar di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi 9,
Padang.
Pakpahan, Rosma.(2010). Pengaruh Faktor-faktor Fundamental Perusahaan dan Kebijakan
Dividen Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur di
BE1 tahun 2003 - 2007). Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan, dan Akuntansi,
Bandung.
290
Hendra 280-291
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Putra. (2007). Pengaruh Kinerja Keuangan dan Beta saham Terhadap Price to Book Value
(Studi pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia Periode
Tahun 2004-2006). Semarang. Tesis. UNDIP.
Rahardjo, Budi. (2009). Dasar-dasar Fundamental Saham Laporan Keuangan
Perusahaan, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Salim, Joko. (2010). Cara Gampang Bermain Saham. Visi Media. Jakarta.
Santoso, Singgih. (2008). Buku Latihan SPSS Statistik Parametric. PT Elex Komputindo.
Jakarta.
Sartono, Agus. (2005). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, Edisi 4, BPFE.
Yogyakarta.
Sawir, Agnes. (2005). Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan dan Perencanaan
Keuangan Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Simatupang, Mangasa. (2010). Pengetahuan Praktis Investasi Saham dan Reksa Dana.
Mitra Wacana Media. Jakarta.
Soliha, Euis dan Taswan. (2002. Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan
serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. STIE
Stikubank. Semarang.
Sudarmanto, Gunawan. (2005). Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS, Edisi
Pertama, Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta. Bandung.
Sugiyono, Arief dan Edy Untung. 2008. Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan
Keuangan, Grasindo. Jakarta.
Sujianto. (2001). Dasar-dasar Managemen Keuangan. BPFE. Yogyakarta.
Sujoko dan Soebiantoro. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor
Intern, dan Faktor Ekstern terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol. 9, (1). Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Sutojo, Siswanto. (2000). Manajemen Terapan Bank. Pustaka Binaman Presindo. Jakarta.
Syamsudin, Lukman. (2007). Managemen Keuangan Perusahaan, Edisi Baru, Cetakan ke
7. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Taswan. (2003). Analisis Pengaruh Insider Ownership, Kebijakan Hutang Dan Deviden
Terhadap Nilai Perusahaan Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal
Bisnis dan Ekonomi, Vol.10 (2).
Tito Perdana dkk. (2007). Pengaruh Kinerja Keuangan Dan Beta Saham Terhadap Price
To Book Value (Studi pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek
Indonesia Periode Tahun 2004-2006).
Tryfino. (2009). Cara Cerdas Berinvestasi Saham. Trans Media Pustaka. Jakarta.
Umar, Husein. 2008. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Van Horne, James C., dan John M Wachowicz Jr. (2007). Prinsip-Prinsip
Manajemen Keuangan Jilid 1 Alih Bahasa: Heru Sutojo). Edisi Kesebelas. Salemba
Empat. Jakarta.
White Gerald. Sondhi Ashwinpul dan Fried Dov. (2002). The Analysis and Use of
Financial Statements. John Wiley and Son. New York.
291
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN
KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP KINERJA GURU
PADA SMA NEGERI 101 JAKARTA
Aminah
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: The purpose of the research of this erudite masterpiece study what is there
are a significant positive effect between the Principal Leadership Behavior and Internal
Communication to Teacher Performance at SMA Negeri 101. Data obtained by giving
questioners to 56 teachers as respondents and the technics of intake of amount of
sample use sampling Census. The method used used are, Test Instrument that is
Validity and of Reliability, Classic Test is Multikoleniarity and Autokorelation,
Doubled Regression and Correlation Matrix. The result of this hypothesis there is a
significant positive influence effect between the Principal Leadership Behavior and
Internal Communication of Teacher Performance. Results of testing showed that there
was a significant positive effect between the Principal Leadership Behavior and Internal
ommunication of Teacher Performance either simultaneously or partial. This means that
if the Principal Leadership Behavior and Internal Communications, the better the
performance will get better teachers. To researcher which wish to suggested can be
given is to increase the regular meeting in formal and non formal as outbound activities,
lectures and monthly social gathering, making computer-based communication
channels to perform the procurement intranet and internet, to improve relations between
all people of the school, the empowerment of learning media and learning resources.
For researchers who want to conduct further research is recommended to conduct
research on other factors that can be used to improve teacher performance.
Keywords: leadership behavior, internal communications, teacher’s performance
Abtrak: Tujuan penelitian ini menguji pengaruh positif perilaku kepemimpinan kepala
sekolah dan komunikasi internal terhadap Kinerja Guru di SMA Negeri 101. Data
diperoleh dengan memberikan kuesioner kepada 56 guru sebagai responden, yang
merupakan sampel dengan penarikan secara Sensus. Sebelum dilakukan uji pengaruh,
dilakukan Test Instrument yang meliputi uji Validitas dan Keandalan, serta Uji Asumsi
Klasik. Hasil pengujian menunjukkan ada efek pengaruh signifikan Perilaku
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru. Jika
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah baik, maka kinerja guru akan baik. Jika
Komunikasi internal meningkat, maka kinerja guru akan semakin baik. Agar kinerja
guru semakin baik disarankan untuk meningkatkan pertemuan rutin formal dan non
formal, dilaksanakan kegiatan outbond, ceramah, dan arisan bulanan. Perlu dibuat
saluran komunikasi berbasis komputer, melalui pengadaan intranet dan internet, perlu
292
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
memperbaiki hubungan antara semua orang di lingkungan sekolah, serta pemberdayaan
media pembelajaran dan sumber belajar. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian
lebih lanjut dianjurkan untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja guru.
Kata kunci: perilaku kepemimpinan, komunikasi internal, kinerja guru
PENDAHULUAN
Kepala sekolah adalah seorang manajer sekolah yang memimpin berjalannya kegiatan
pada suatu sekolah. Keberadaan Kepala Sekolah ini sangat diperlukan oleh seluruh guru,
siswa, pegawai tata usaha, petugas keamanan, petugas kebersihan beserta wanga sekolah
lainnya. Masa jabatan seorang Kepala Sekolah dibatasi oleh peraturan yang berlaku,
sehingga di dalam suatu sekolah terjadi pergantian kepala sekolah, namun dengan jangka
waktu yang tidak sama. Begitupun di SMA Negeri 101 Jakarta, sejak berdiri tahun 1990
sudah terjadi delapan kali pergantian Kepala Sekolah. Dari setiap Kepala Sekolah
menampilkan perilaku kepemimpinan yang berbeda-beda. Ada Kepala Sekolah yang lebih
senang duduk di dalam ruangan kerja Kepala Sekolah, jika membutuhkan informasi atau
bantuan guru/pegawai, maka guru/pegawai tersebut dipanggil ke dalam ruangannya. Ada
juga Kepala Sekolah yang lebih suka untuk mengobrol dan memonitor setiap kegiatan
guru/pegawai, siswa dan warga sekolah lainnya. Selain itu juga Kepala Sekolah seringkali
harus menghadiri Rapat Dinas yang diadakan oleh instansi terkait. Untuk kegiatan seperti
ini ada Kepala Sekolah yang hadir tetapi ada juga yang mendelegasikannya kepada
bawahannya yaitu wakil Kepala Sekolah atau guru yang ditunjuk.
Perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah yang berbeda-beda diterjemahkan berbeda
pula oleh guru dan pegawai. Ada guru yang beranggapan apabila Kepala Sekolah tidak
melakukan monitoring, sering mengikuti Rapat Dinas di luar, maka guru tidak perlu
bersungguh-sungguh di dalam mengajar. Tetapi bila seorang Kepala Sekolah berperilaku
tegas dan menuntut anak buahnya untuk selalu bekerja dengan disiplin dan bertanggung
jawab, ditambah dengan ajakan agar guru juga selalu meningkatkan kinerjanya, maka
gurupun bekerja dengan giat, rajin dan penuh disiplin. Namun ada pula guru tidak
mempermasalahkan perilaku kepemimpinan kepala sekolah atau keberadaannya, artinya
bagaimanapun perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah guru tetap melaksanakan tugasnya
dengan profesional.
Aktivitas seorang Kepala Sekolah yang lebih banyak berada di dalam ruangan atau
sering menghadiri Rapat Dinas dapat menimbulkan terjadinya komunikasi internal yang
tidak berjalan dengan efektif karena guru mengalami kesulitan menemui Kepala Sekolah.
Hal-hal yang berhubungan dengan masalah kegiatan belajar mengajar yang berakibat
terhadap hasil belajar siswa tidak dapat dikomunikasikan secara efektif kepada Kepala
Sekolah begitu juga sebaliknya, sehingga permasalahan yang dihadapi tidak dapat
terleselaikan dengan baik akibatnya prestasi belajar anak didik tidak maksimal. Untuk
itu komunikasi internal antar Kepala Sekolah dengan Guru dan sebaliknya maupun antar
warga sekolah sangat penting agar tidak terjadi kesalah pahaman, sehingga dapat
293
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
menunjang kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik. Dengan komunikasi yang
efektif diharapkan juga Guru dapat melakukan kegiatan belajar mengajar bertambah baik,
sehingga dapat meningkatkan kwalitas prestasi anak didik.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan
menemukan pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru dan
pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja guru.
Kajian Teoritis. Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam
manajemen organisasi. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual,
kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam organisasi dan
persepsi mengenai pengaruh yang sah. Menurut Rivain (2004), kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses
komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Suyuti (2001) yang
dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan
mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan
ke arah tujuan tertentu.
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam
memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, keterampilan, dan sikap pemimpin dalam politik.
Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu
(Heidjrachman dan Husnan, 2002). Sedangkan menurut Tjiptono (2001), gaya
kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinterkasi dengan
bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah
laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang
lain (Hersey, 2004).
Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori ini menyatakan bahwa leder are born and
not made (pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukanya dibuat). Para penganut
aliran teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia
telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalan keadaan yang bagaimanapun
seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia
akan timbul sebgai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini
tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
Teori Sosial. Jika teori pertama diatas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka
teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa
leader are made not born (Pemimpin itu dibuat atau didik dan bukannya kodrati). Jadi
teori ini merupakan kebalikan teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan
pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan
pendidikan dan pengalaman yang cukup.
Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung
kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga.
Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan
294
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan.
Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman
yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segisegi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang
paling mendekati kebenaran.
Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena
sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab
itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif,
dimana seorang pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang
lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam
satu situasi misalnya, tindakan pemimpin pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak
sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah
berlainan, dengan demikian, ketika unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan
tersebut, yaitu pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu
dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.
Gaya Kepemimpinan Transformasional. Model kepemimpinan transformasional
merupakan model yang relatif baru dalam studi – studi kepemimpinan. Konsep
kepemimpinan transformasionalmengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam
pendekatan watak, gaya, dan kontingensi. Kebanyakan teori terbaru dari kepemimpinan
tranformasional amat terpengaruh oleh Burns (1978) menurut Burns (dalam Yukl 2010:
290) “Kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai moral dari pada pengikut
dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis dan untuk
memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi.” Menurut Bass
(dalam Yukl, 1996:224) bahwa kepemimpinan tranformasional sebagai pemimpin yang
mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Yukl (200:
315) menyatakan bahwa kepemimpinan tranformasional sering didefinisikan melalui
dampaknya terhadap bagaimana pemimpin memperkuat sikap saling kerjasama dan
mempercayai, kemanjuran diri secara kolektif, dan pembelajaran tim. Disini para
pemimpin tranformasional membuat para pengikutnya menjadi lebih menyadari
kepentingan dan nilai dari pekerjaan serta membujuk pengikut untuk tidak mendahulukan
kepentingan pribadi diatas kepentingan organisasi.
Pemimpin tranformasional menurut Bass (dalam Wutun, 2001) cenderung berusaha
untuk memanusiakan manusia melalui berbagai cara seperti memotivasi dan
memberdayakan fungsi dan peran karyawan dalam mengembangkan organisasi dan
pengembangan diri menuju aktualisasi diri yang nyata. Wutun (2001) menambahkan
bahwa kepemimpinan tranformasional adalah bagaimana pemimpin mengubah (to
transform) persepsi, sikap, dan perilaku bawahan terlepas dari meningkat-tidaknya
perubahan yang terjadi. Secara konseptual, kepemimpinan tranformasional (to transform)
adalah sebagai pemimpin dalam mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, pola kerja,
dan nilai-nilai kerja bawahan sehingga bawahan akan lebih mengoptimalkan kinerja untuk
mencapai tujuan organisasi.
295
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses dimana para pemimpin dan anggota
saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin
berupaya untuk mengubah perilaku anggotanya agar menjadi orang yang merasa mampu
dan bermotivasi tinggi serta berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan berkualitas
guna mencapai tujuan organisasi. Para anggota organisasi yang dipimpin secara
tranformasional akan merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat
terhadap pimpinan, dan mereka termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan cara lebih
dari yang di harapkan (Yulk, 1978).
Pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai
peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin
transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan
dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih
tinggi dari apa yang mereka butuhkan.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
tranformasional merupakan seorang yang memiliki visi sebagai agen perubahan pada
sebuah organisai dan bawahannya dalam mengubah lingkungan kerja dengan
meningkatkan moralitas dan motivasi yang tinggi pada bawahan dan juga menghargai
serta memperhatikan kebutuhan – kebutuhan bawahannya sehingga bawahan akan lebih
mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Dimensi - Dimensi Kepemimpinan Transformasional. Menurut Bass (dalam Wutun,
2001) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki lima aspek perilaku,
yaitu:
a. Idealized Influence (attributed). Pemimpin berusaha mempengaruhi bawahan dengan
komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, komitmen dan
keyakinan, serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan tetap
mempertimbangkan akibat – akibat moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat.
b. Idealized Influence (behavioural). Sedangkan pada idealized influence behaviour
mengacu pada perilaku seorang pemimpin yang memiliki kharisma dan membuat para
karyawan menjadi pengikutnya dengan sukarela. Para pengikut tersebut memiliki
tingkat kepercayaan dan loyalitas yang tinggi kepada pemimpinnya, karena seorang
pemimpin transformasional tidak mengandalkan jabatan, wewenang, dan aturan yang
ada tetapi seorang pemimpin transformasional mengandalkan keyakinan dan
kepercayaan para pengikutnya yang berhasil ia bangun.
c. Inspirational Motivation. Pemimpin bertindak dengan cara memotivasi dan
menginspirasi bawahan melalui pemberian arti, partisipasi dan tantangan terhadap
tugas bawahan. Upaya pemimpin tranformasional dalam memberikan inspirasi para
pengikutnya agar mencapai kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbayangkan,
ditantangnya bawahan mencapai standar yang tinggi. Pemimpin transformasional akan
mengajak bawahan untuk memandang ancaman dan masalah sebagai kesempatan
belajar dan berprestasi. Oleh karenanya, pemimpin transformasional menciptakan
budaya untuk berani salah, karena kesalahan itu adalah awal dari pengalaman belajar
296
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
segala sesuatu. Pemimpin transformasional akan menggunakan simbol – simbol dan
metafora untuk memotivasi mereka, bicara dengan antusias dan optimis.
d. Intelectual Stimulation. Pemimpin beruasha mendorong bawahan untuk memikirkan
kembali cara kerja dan mencari cara – cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya,
imajinasi, dipadu dengan intuisi namun dikawal oleh logika dimanfaatkan oleh
pemimpin ini dalam mengajak bawahan berkreasi. Pemimpin transformasional
menyadari bahwa sering kali kepercayaan tertentu telah menghambat pola berpikir,
oleh karenanya, pemimpin tranformasional mengajak bawahannya untuk
mempertanyakan, meneliti, mengkasi dan jika perlu mengganti kepercayaan itu.
e. Individualized Consideration. Pemimpin berusaha memberikan perhatian kepada
bawahan dan menghargai sikap bawahan terhadap organisasi perilaku pemimpin
transformasional, dimana ia merenung, berpikir, dan selalu mengidentifikasi kebutuhan
para bawahannya, berusaha sekuat tenaga mengenali kemampuan karyawan,
membangkitkan semangat belajar pada para karyawannya dengan penuh perhatian, dan
baginya adalah kunci kesuksesan sebuah karya.
Gaya Kepemimpinan Transaksional. Definisi kepemimpinan transaksional tidak
terlepas dari pendapat Burn (1978) kepemimpinan yang melakukan transaksi memotivasi
para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka (Yukl, 2010). Menurut
Yukl (2010) kepemimpinan transaksional dapat melibatkan nilai–nilai, tetapi nilai tersebut
relevan dengan proses pertukaran seperti kejujuran, tanggung jawab, dan timbal balik.
Pemimpin transaksional membantu para pengikut mengidentifikasi apa yang harus
dilakukan, dalam identifikasi tersebut harus mempertimbangkan konsep diri dan self
esteem dari bawahan (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2006: 213).
Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun
lembaga swasta. Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance yang
merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan
selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja berasal dari akar kata “to
performance” dan menurut The Scibner bantam English Dictionary yang dikutip Widodo
(2005) mengartikan sebagai berikut: (1) To do or carry out; execute (Melakukan,
menjalankan, melaksanakan).; (2) To discharge or fulfill; as a vow (Memenuhi atau
menjalankan kewajiban suatu nazar).; (3) To Portray as a character in a play
(Menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan).; (4) To render by the voice or a
musical instrument (Menggambarkannya dengan suara atau alat musik).; (5) To Execute or
complete an undertaking (Melaksanakan atau menyempurnakan tanggungjawab).; (6) To
act a part in a play (Melaksanakan suatu kegiatan dalam suatu permainan).; (7) To
perform music (memainkan/pertunjukan musik); (8) To do what is expected of a person or
machine (Melakukan suatu yang diharapkan oleh seorang atau mesin). Senada dengan
pendapat tersebut, Fustino Cardosa Gomes mengungkapkan bahwa kinerja karyawan
297
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
sebagai “Ungkapan seperti output, efisien serta efektivitas sering dihubungkan dengan
produktifitas” (Fustino Cardosa Gomes dalam Mangkunegara, 2009). Pendapat tersebut
menyatakan bahwa kinerja suatu pegawai tidak lepas dari hasil yang dicapai, serta efektif
dalam peningkatan produktivitas.
Menururt Mangkunegara (2009) kinerja adalah: “hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2009:9). Pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia adalah prestasi kinerja
atau hasil kerja (Output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas.
Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan
tanggung jawabnya dengan hasil seperti diharapkan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian
kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing,
dalam rangka mencapai tujuan organisasi, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan
moral dan etika.
Kinerja merupakan suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi serta organisasi.
Pada dasarnya pengertian kinerja berkaitan dengan tanggung jawab individu atau
organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Menurut A. Dale Timple dalam Mangkunegara (2009) terdapat beberapa faktor
dalam kinerja yang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan hal
tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut: “Faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal, faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang berhubungan
dengan sifat-sifat seseorang. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap,
dan tindakan-tindakan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi
Faktor internal dan faktor eksternal diatas merupakan jenis-jenis atribusi yang
mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat yang mempengaruhi
kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat oleh para pegawai memiliki sejumlah
akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seorang pegawai yang mengaggap
kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampuan atau upaya.
Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan
seseorang itu mempunyai tipe pekerja keras. Sedangkan seseorang mempunyai kinerja
jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak
memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja menurut Keith Davis dalam
Mangkunegara adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (Knowlede+Skill). “Artinya, pimpinan dan karyawan memiliki IQ
298
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
diatas rata-rata (IQ 110 -120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaannya sehari-hari, maka akan mudah mencapai kinerja yang maksimal” (Dalam
Mangkunegara, 2009:13).
Faktor motivasi (motivation), motivasi diartikan sebagai suatu sikap (atittude)
seorang pemimpin dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan
organisasinya. “Motivasi diartikan suatu sikap (atitude) pimpinan dan karyawan terhadap
situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro)
terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika
mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerja akan menunjukan kerja yang
rendah, situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja,
kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja” (Dalam Mangkunegara,
2009:14)
Motivasi dalam situasi kerja merupakan suatu sikap terhadap situasi kerja
dilingkungan tempat kerjanya. Motivasi seseorang dalam bekerja dapat menepatkan diri
sendiri dilingkungan kerja mereka agar dapat meningkatkan sikap yang positif (pro)
terhadap lingkungannya sehingga dapat menunjukan motivasi yang tinggi dalam bekerja.
Sedangkan menurut Hennry dalam Mangkunegara (2009), kinerja (performance)
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: a) Faktor Individu. Kinerja individu adalah hasil kerja
karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah
ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu,
upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi; b) Faktor Psikologis. Psikologis dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang mental/jiwa yang bersifat abstrak yang
membatasi pada tingkah laku dan prosess atau kegiatannya. Psikologis kerja dapat
diartikan sebagai limgkungan kerja, sikap serta motivasi dalam melaksanakan
pekerjaannya. Faktor psikoloigs bisa berupa persepsi, atitude, personality, pembelajaran,
dan motivasi. Kelompok faktor psikologis terdiri dari variabel eprsepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi
oleh keluarga, tingkat sosial, pengalamana kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Faktor ini akan bermanifestasi pada munculnya pola-pola sikap dan kepribadian
karyawan, dan c) Faktor Organisasi. Menurut Willian Stern yang dikutip Mangkunegara:
“Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai
prestasi kerja. Faktor Lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan
yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang”.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan
kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam
suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang
diperoleh dari proses belajar serta keingingan untuk berprestasi. Komunikasi adalah suatu
proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi dan masyarakat
menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang
lain. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai sebuah “proses yang kompleks”.
Komunikasi merupakan proses dasar suatu hubungan antar manusia .Fungsi dari
komunikasi adalah mentransfer informasi dari sumber (sender) kepada penerima
299
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
(receiver). Menurut PMI (2008), komunikasi dalam konteks proyek merupakan hal yang
lebih dari sekadar kemampuan untuk berkomunikasi dan penekanan lebih diarahkan
kepada pengolahan informasi. Karena itu manajemen komunikasi didefinisikan sebagai
sebuah proses yang diperlukan untuk memastikan ketepatan dari pembuatan,
pengumpulan, distribusi, penyimpanan dan implementasi akhir dari informasi proyek. PMI
lebih jauh berpendapat bahwa proses komunikasi merupakan jalur penting antara para
pihak yang terlibat, ide dan informasi yang diperlukan untuk keberhasilan proyek
Beberapa peneliti yang meneliti peran komunikasi menjelaskan peran intergrasi dari
pengetahuan dan informasi. Sebagai contoh, Anumba dan Evbuomwan (1999)
mendefinisikan komunikasi sebagai “alat untuk pertukaran ide, pengetahuan atau
informasi”. Beberapa penelitian lain, khususnya dalam bidang disiplin manajemen,
cenderung menekankan fungsi komunikasi. Pietroforte (1999) menyatakan bahwa fungsi
komunikasi adalah untuk mencapai tujuan bersama dan mendefiniskan komunikasi
sebagai sarana yang berpengaruh dalam mengubah hubungan pribadi dan pekerjaan. Lebih
lanjut Pietroforte (1999), melihat komunikasi sebagai sebuah mekanisme penyatuan
perbedaan ide, persepsi dan tujuan bisnis yang dikompromikan untuk mencapai
pemahaman bersama tentang arti dan kesepakatan informasi.
Secara umum terdapat dua tipe komunikasi yaitu komunikasi verbal dan komunikasi
non-verbal. Komunikasi verbal adalah semua jenis komunikasi yang meliputi komunikasi
lisan, tulisan, gambar dan grafik. Komunikasi verbal secara eksplisit dapat dimengerti oleh
semua pihak. Kelemahan komunikasi verbal dapat disebabkan oleh a) Keterbatasan
bahasa, yang disebabkan oleh i) Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili
object, ii) Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual, dan iii) Kata-kata mengandung bias
budaya serta b) Kerumitan makna kata.
Komunikasi non-verbal adalah komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan
bahasa isyarat. Selanjutnya Komunikasi secara lisan adalah semua jenis komunikasi secara
lisan seperti presentasi dalam rapat, instruksi dari pemilik kepada perencana secara lisan,
komunikasi antar perencana secara lisan dan lain-lain. Komunikasi tulisan adalah semua
jenis komunikasi yang berbentuk grafik seperti gant chart untuk penyajian penjadwalan
suatu proyek (Nugroho, 1986).
Komunikasi Organisasi. Organisasi merupakan suatu kesatuan atau perkumpulan yang
terdiri atas orang-orang atau bagian-bagian yang didalamnya terdapat aktivitas kerja sama
berdasarkan aturan-aturan untuk mencapai tujuan bersama (Pace & Faules, 2005).
Beberapa penelititan mengungkapkan bahwa komunikasi menunjukan korelasi dengan
pelaksana organisasi secara kesuluruhan. Pace & Faules (2005) menyatakan bahwa
karyawan yang memiliki informasi yang lebih baik akan menjadi karyawan yang baik
pula. Komunikasi organisasi dapat terjadi dalam bentuk kata-kata yang tertulis atau
diucapkan, atau simbol-simbol yang menghasilkan perubahan tingkah laku
dalamorganisasi, baik antara manajer dengan karyawan yang terlibat dalam pemberian
atau pertukaran informasi (Putu Sunarcaya, 2008)
Secara spesifik aktivitas komunikasi organisasi ada tiga hal yaitu: (1) Operasional
Internal, yakni mestruktur komunikasi yang dijalankan dalam sebuah organisasi dalam
300
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
rangka mencapai tujuan kerja; (2) Operasional Eksternal, yakni struktur komunikasi
dalam organisasi yang berkonsentrasi pada pencapaian tujuan kerja yang dilakukan oleh
orang dan kelompok dilluar organisasi.; (3) Personal, yakni semua perubahan informasi
dan persaaan yang dirasakan orleh manusia yang berlangsung kapan saja.
Komunikasi dalam Organisasi
Penelitian
mengenai
komunikasi
dalam
organisasi
pada
umumnya
mengklasifikasikan komunikasi menjadi komunikasi internal atau eksternal komunikasi,
dan independen dari organisasi atau dalam organisasi. Dalam konteks komunikasi dalam
proyek, PMI (2008) meneliti komunikasi pada tingkat proyek dan mengklasifikasikan
komunikasi menjadi dua jenis: internal (dalam proyek) dan eksternal (dengan klien,
media, masyarakat, pemerintah, dll) (Project Management Institute, 2008). Guevara
(1979) memberikan gambaran rinci dari tiga bidang komunikasi yang dihadapi dalam
gambaran dari komunikasi dalam suatu organisasi. Yang pertama adalah tingkat
kemandirian dari sebuah organisasi, misalnya, interpersonal komunikasi, utamanya
pengaruh adalah fenomena kognitif dan peran sosial dan norma. Kedua adalah
organisasinya sendiri, termasuk komunikasi interpersonal dan antar-departemen (Guevara,
1979). Pengaruh utama pada komunikasi interpersonal adalah peran organisasi dan normanorma, ditambah norma-norma sosial yang berlaku dan pengaruh dari hubungan
komunikasi antar departemen dan pengaruh dari informasi yang dipertukarkan. Terakhir,
komunikasi eksternal organisasi yang dapat dipecah menjadi antar-organisasi dan
komunikasi organisasi. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh utama dari dari sebuah
hubungan dalam sebuah organisasi adalah faktor lingkungan.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka peneliti membuat
kerangka penilaian sebagaimana digambarkan pada Gamabr 1.Instrumen dari perilaku
kepemimpinan, komunikasi internal sebagai variabel independent dan kinerja guru adalah
variabel dependent. Variabel independent mempengaruhi variabel dependent yakni kinerja
guru yang ditunjukan dengan tanda garis panah. Hipotesis merupakan jawaban sementara
atau bagaimana menduga permasalahan yang akan dibahas. Hipotesis pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan antara Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
dan Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru SMAN 101 Jakarta.
H2: Terdapat pengaruh positif signifikan antara Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap Kinerja Guru SMAN 101 Jakarta.
H3: Terdapat pengaruh positif signifikan antara Komunikasi Internal terhadap Kinerja
Guru SMAN 101 Jakarta.
1)
2)
3)
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
Berorientasi Tugas
Berorientasi Hubungan
Berorientasi Perubahan
Komunikasi Internal
1) Komunikasi Vertikal
2) Komunikasi Horizontal
3) Komunikasi Diagonal
r X1.Y
r X1.X2..Y
Gambar 1. Kerangka Penelitian
1)
2)
3)
4)
Kinerja Guru
Pedagogik
Kepribadian
Profesional
Sosial
r X2.Y
301
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
METODE
Penelitian ini bertujuan menemukan secara empiris bukti pengaruh beberapa variabel
bebas, yaituperilaku kepemimpinan dan komunikasi internal terhadap variabel terikat,
yaitu kinerja. Dengan demikian penelitian ini merupakan studi kausalitas. Penelitian
dilakukan terhadap para guru di SMUN 101 Jakarta Barat. Sampel penelitian merupakan
sampel jenuh, karena seluruh guru di SMUN 101 Jakarta Barat dijadikan responden.
Data penelitian ini merupakan data primer. Data dikumpulkan menggunakan
kuesioner. Kuesioner sebagai alat pengumpul data diuji validitas dan reliabilitasnya.
Sesuai tujuan penelitian ini untuk menemukan pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat, maka digunakan metod regresi linier berganda. Sebelum data diolah dengan
pendekatan regresi dilakukan pengujian normalitas data dan pengujian asumsi klasik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian instrumen penelitian (kuesioner) menunjukkan seluruh butir pertanyaan
valid dan reliabel. Kesimpulan atas instrumen penelitian tersebut diambil karena seluruh
pertanyaan yang dinubakan untuk mengukura variabel Perilaku Kepemimpinan Kepala
Sekolah, Komunikasi Internal dan Kinerja Guru, memiliki nilai rhitung lebih besar dari r tabel
(0.2632), sehingga seluruh pertanyaan dapat disimpulkan Valid (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Uji Validitas
No
Pertanyaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
r hitung ( Total Score )
Perilaku Kepemimpinan
Komunikasi
Kepala Sekolah
Internal
.659**
.453**
**
.709
.546**
*
.605
.291*
**
.535
.539**
**
.736
.661**
**
.677
.509**
.544**
.575**
**
.449
.666**
**
.603
.620**
**
.628
.588**
**
.703
.462**
**
.664
.511**
.458**
.584**
**
.533
.568**
**
.701
.624**
Kinerja
Guru
.665**
.707**
.604*
.716**
.523**
.546**
.550**
.355**
.355**
.597**
.746**
.667**
.752**
.639**
.616**
r tabel
Kesimpulan
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
0.2632
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data Diolah (2012)
302
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Hasil uji reliabilitas menghasilkan nilai Cronbach's Alpha masing-masing variabel lebih
besar dari rtabel (0.2632). Dapat disimpulkan bahwa variabel Perilaku Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Komunikasi Internal, dan Kinerja Guru adalah reliabel.
Tabel 2. Hasil Uji Reliabitas
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
Komunikasi Internal
Kinerja Guru
Cronbach's Alpha
.877
.833
.875
N of Items
15
15
15
Sumber: Data Diolah (2012)
Dikarenakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data terbukti valid dan reliabel,
maka selanjutnya sebelum melakukan pengujian pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik pertama adalah uji
multikolinearitas.
Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas
Model
1 (Constant)
Komunikasi Internal (X2)
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
.560
.560
1.785
1.785
Sumber: Data Diolah (2012)
Pengujian multikolinearitas Pada menunjukkan variabel independen memiliki nilai
Tolerance lebih dari 0.10 serta nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10.
Jadi dapat disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Setelah pengujian asumsi
klasik memenuhi kriteria, dilakukan pengujian pengaruh perilaku kepemimpinan kepala
sekolah dan komunikasi internal terhadap kinerja guru. Hasil pengolahan data
menunjukkan koefisein determinasi bernilai 0,615 (lihat Tabel 7).
Berarti secara bersama-sama perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi
internal mampu menjelaskan 60% variablilitas kinerja guru. Sebanyak 40% lainnya dapat
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini.
Tabel 7. Koefisien Determinasi
Model
1
R
a
.784
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
.615
.600
4.46318
a. Predictors: (Constant), Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1),
Komunikasi Internal (X2)
Sumber: data diolah
303
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Berdasarkan uji Anova diketahui bahwa model yang disusun sesuai untuk mengetahui
pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal terhadap kinerja
guru. Nilai F hitung adalah 42,268, signifikan pada 0,000 (< 0,05). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat Tabel 8.
Tabel 8. Uji F
Sum of
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Regression
1683.956
2
841.978
42.268
.000a
Residual
1055.758
53
19.920
Total
2739.714
55
Model
1
Sumber: data diolah
Hasil pengujian melalui uji t menunjukkan bahwa baik perilaku kepemimpinan kepala
sekolah dan komunikasi internal berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru. Tabel 9
menyajikan hasil uji t.
Tabel 9. Uji t
Model
1
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
(Constant)
17.682
4.849
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)
.349
.100
.398
3.494 .001
Komunikasi Internal (X2)
.422
.104
.461
4.049 .000
3.647 .001
a. Dependent Variable: Kinerja Guru (Y)
Sumber: data diolah
Ditemukan bahwa perilaku kepemimpinan kepala Sekolah berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja Guru SMAN 101 Jakarta. Apabila perilaku kepemimpinan kepala
sekolah semakin baik maka kinerja guru akan meningkat. Ditemukan juga bahwa
komunikasi internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru SMAN 101
Jakarta. Dengan demikian apabila komunikasi internal semakin baik maka kinerja guru
semakin meningkat.
Ada beberapa dimensi baik pada variabel perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan
komunikasi internal Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja guru perlu
ditingkatkan perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi internal yang terjadi
di lingkungan SMAN 101 Jakarta. Agar dapat diketahui dimensi yang perlu diperbaiki,
dilakukan uji korelasi antar dimensi dari masing-masing variabel bebas terhadap dimensi
variabel terikat. Hasil pengujian korelasi antar dimsensi disajikan pada Tabel 10.
304
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Tabel 10. Matrik Korelasi Dimensi antar Variabel
Dimensi
X1
X2
Pedagogik Kepribadian Profesional
Dimensi
(Y1)
(Y2)
(Y3)
Berorientasi Tugas (X11)
.349
.439
.592
Berorientasi Hubungan (X12)
.492
.362
.511
Berorientasi Perubahan (X13)
.469
.356
.374
Komunikasi Vertikal (X21)
.277
.379
.605
Komunikasi Horizontal (X22)
.541
.303
.556
Komunikasi Diagonal (X23)
.447
.368
.516
Sosial
(Y4)
.533
.542
.437
.569
.490
.454
Sumber: Data yang diolah
Korelasi antar dimensi yang disajikan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa: Pertama.
Variabel perilaku kepemimpinan (X1), dimensi Berorientasi Tugas (X11) memiliki hasil
korelasi positif dan signifikan dengan tingkat hubungan ”Sedang” dengan dimensi
Pedagogik (Y1). Nilai koefisien korelasinya sebesar 0.592 (cukup kuat). Selanjutnya
dimensi Berorientasi Hubungan (X12) memiliki hubungan dengan dimensi Sosial (Y4)
dengan koefisien korelasi sebesar 0.542 (cukup kuat). Dimensi Berorientasi Tugas (X11)
memiliki hubungan dengan dimensi Sosial (Y4) dengan koefisien korelasi sebesar 0.533
(cukup kuat). Dimensi Berorientasi Hubungan (X12) memiliki korelasi dengan diemnsi
Profesional (Y3) dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.511 (cukup kuat). Dimensi
Berorientasi Hubungan (X12) memiliki korelasi dengan dimensi Pedagogik (Y1) dengan
koefisien korelasi sebesar 0.492 (cukup kuat). Dimensi Berorientasi Perubahan (X13)
memilkiki korelasi dengan dimensi Pedagogik (Y1) dengan koefisien korelasi sebesar
0.469 (cukup kuat). Dimensi Berorientasi Tugas (X11) memiliki korelasi dengan dimensi
Profesional (Y3) dengan nkiai koefiisen 0.439, Berorientasi Perubahan(X13) dengan Sosial
(Y4) 0.437. Sementara korelasi dengan hubungan kurang dominan atau “Lemah” adalah
Berorientasi Perubahan(X13) dengan Profesional (Y3) 0.374, Berorientasi Hubungan (X12)
dengan Kepribadian (Y2) 0.362, Berorientasi Perubahan (X13) dengan Kepribadian (Y2)
0.356, terakhir yang paling rendah adalah dimensi Berorientasi Tugas (X11) dengan
Kepribadian (Y2) 0.349. Dengan demikian hubungan palling kuat ditemukan antara
dimensi Berorientasi Tugas pada variabel bebas Perilaku Kepemimpinan dengan dimensi
Pedagogik pada variabel Kinerja.
Kedua. Variabel Komunikasi Internal (X2), dimensi yang memiliki hubungan positif dan
signifikan serta paling dominan adalah dimensi Komunikasi Vertikal (X21). Dimensi ini
berkorelasi paling kuat dengan dimensi Pedagogik (Y1) yaitu sebesar 0.605. dengan
tingkat hubungan “Kuat”, kemudian dimensi dengan tingkat hubungan ”Sedang” adalah
dimensi Komunikasi Vertikal (X21) dengan dimensi Sosial (Y4) sebesar 0.569, dimensi
Komunikasi Horizontal (X22) dengan dimensi Pedagogik (Y1) 0.541, Komunikasi
Horizontal (X22) dengan dimensi Profesional (Y3) 0.556 dan Komunikasi Diagonal (X23)
dengan dimensi Profesional (Y3) 0.516, dimensi Komunikasi Horizontal (X22) dengan
dimensi Sosial (Y4) sebesar 0.490, dimensi Komunikasi Diagonal (X23) dengan dimensi
Sosial (Y4) sebesar 0.454, dimensi Komunikasi Diagonal (X23) dengan Pedagogik (Y1)
305
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
0.447. Dimensi yang kurang dominan dengan hubungan ”Rendah” adalah Komunikasi
Vertikal (X21) dengan Profesional (Y3) 0.379, Komunikasi Diagonal (X23) dengan
Kepribadian (Y2) sebesar 0.368, Komunikasi Horizontal (X22) dengan dimensi
Kepribadian (Y2) 0.303, dan terakhir merupakan nilai yang terendah adalah dimensi
Komunikasi Vertikal (X21) dengan Kepribadian (Y2) sebesar 0.277. Dengan demikian
hubungan palling kuat ditemukan antara dimensi Komunikasi Vertikal pada variabel bebas
Berorientasi Tugas pada variabel bebas Komunikasi Internal dengan dimensi Pedagogik
pada variabel Kinerja
PENUTUP
Kesimpulan. Dari hasil análisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut: Pertama. Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh positif signifikan antara
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru
SMA Negeri 101 Jakarta. Apabila Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Komunikasi Internal semakin baik maka Kinerja Guru semakin meningkat. Terutama pada
dimensi Berorientasi Tugas dengan Pedagogik dan Komunikasi Vertikal dengan
Pedagogik, perlu dilakukan peningkatan pemberian apresiasi kepada guru dan siswa,
pertemuan rutin dan penambahan saluran komunikasi. Kedua. Hasil pengujian
menunjukkan ada pengaruh positif signifikan antara Perilaku Kepemimpinan Kepala
Sekolah terhadap Kinerja Guru. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya hubungan antara
dimensi Berorientasi Tugas dengan Pedagogik, berarti Kepala Sekolah dapat
meningkatkan Kinerja dengan memberikan Tugas sesuai dengan ketrampilan dan
kemampuan masing-masing Guru, perlu dilakukan pengembangan sarana dan prasarana
serta fasilitas sekolah, pemberdayaan media pembelajaran dan sumber daya pembelajaran,
meningkatkan sikap disiplin baik guru dan siswa. Ketiga. Hasil pengujian hipótesis
menunjukkan terdapat pengaruh positif signifikan antara Komunikasi Internal terhadap
Kinerja Guru, yang berarti Komunikasi Internal dapat mempengaruhi Kinerja Guru. Hal
ini dapat ditunjukkan besarnya hubungan Komunikasi Vertikal dengan Pedagogik dan
Sosial, Komunikasi Horisontal dengan Pedagogik dan Profesional. Ini berarti komunikasi
atasan dengan bawahan atau sebaliknya bawahan dengan atasan, komunikasi horizontal
antar guru dengan guru yang lebih baik dapat meningkatkan Kinerja Guru, perlu
dilakukan pertemuan rutin secara formal dan non formal seperti kegiatan outbond,
pengajian bulanan dan arisan, membuat saluran komunikasi yang berbasis komputer
dengan melakukan pengadaan intranet dan internet.
DAFTAR RUJUKAN
Davis, Keith. (1980). Human Behavior at Work. Fith Edition. Penerbit Tata McGraw-Hill
Publishing Company LTD. New Delhi.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
306
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Hani Handoko T., (2003). Manajemen. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu, S.P., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Cetakan
Kesembilan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Herlina, Budi, (2009). Pengaruh Komunikasi Internal dan Motivasi terhadap
Produktivitas PT Zentha Mandala. Universitas Muhammadiyah. Malang.
Husein Umar. (2005). Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama dengan Jakarta Business Research Center (JBRC). Jakarta.
Indrawati, Yuliani, (2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru matematika
Dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada Sekolah
Menengah Atas Kota Palembang, Universitas Sriwijaya. Palembang.
Irawan, Prastya. (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia.. Penerbit STIA LAN
PRESS. Jakarta.
Kinicki, A., Kreitner, R., (2003). Perilaku Organisasi. Edisi Pertama, Salemba Empat.
Jakarta.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit
PT Remaja Rosdakarya. Jakarta.
Nurhadi, (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan & Jawaban. Cetakan Pertama. Penerbit: PT
Grasindo. Anggota IKAPI. Jakarta.
Peraturan Pemerintah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005,
tentang Guru dan Dosen.
Priyatno, Dwi. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Cetakan 1. Penerbit Mediakom.
Yogyakarta.
Priyono, Hadi.,(2011). Pengaruh Komunikasi Intern Terhadap Semangat Kerja Guru
Sekolah Menengah Kejuruan se Kota Salatiga, Alumni Fakultas Ekonomi UNNES.
Semarang.
Riberu, (2003). Dasar-Dasar Kepemimpinan. Penerbit Pedoman Ilmu Jaya. Jakarta.
Ricks, Betty R. Ginn dan Mary L. Daughtrey Anne S.,”Contemporary Supervision,
Managing People and Technology”, McGraw-Hill. America.
Riduwan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Riduwan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Penerbit Alfabeta.
Bandung.
Santoso, Singgih. (2007). Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. PT. Elex
Media Komputindo. Jakarta.
Schuler, Randall S., (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Senge, Peter, (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning
Organization, New York, Doubleday, Deli Publishing group.Inc.
Stephen P. Robbins, (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Penerbit PT Indeks
Kelompok Gramedia. Jakarta.
Stoner, James A.F., R.Edward Freeman. (1994). Manajemen (Penerjemah Wilhelmus
W.Bakowatun dan Benyamin Molan). Intermedia. Jakarta.
Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabet. Bandung.
307
Aminah 292-308
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Surip. (2005). Efektivitas Kepemimpinan Kepala Sekolah, Studi Kasus di SMA Negeri 4
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sutisna, Endang. (2010). Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Kepuasan Kerja Terhadap Mutu Sekolah SMAN Sumedang. Jurnal Perpustakaan
Universitas Pendidikan Indonesia.
Sutrisno, Edy. (2010). Budaya Organisasi, Edisi Pertama, Cetakan Ke-1, Penerbit
Kencana, Jakarta.
T.Aritonang. (2005). Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kinerja Guru SMP
Kristen BPK PENABUR. Jakarta.
Tommy Suprapto. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi., Cetakan 1 - Yogyakarta.
Tony Wijaya. (2011). Manajemen Kualitas Jasa. Penerbit Indeks. Jakarta.
Uma Sekaran. (2006). Research Methods For Business/Metodologi Penelitian Untuk
Bisnis, Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Veithzal, Rivai. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: dari Teori
ke Praktik, Ed.1-2, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Yukl, Garry. (2005). Kepemimpinan dalam Organisasi, Alih Bahasa: Budi Suprianto.
Penerbit PT.Indeks. Jakarta.
308
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
STRATEGI PEMASARAN KRISAN POTONG
DI PT. ALAM INDAH BUNGA NUSANTARA
Aminudin Aziz
FMIPA Universitas Indonesia
Email: [email protected]
Abstract: The research is to evaluate in implementing marketing strategy which is
apllied for these days and to formulate marketing strategy in cutting Chrysanthemum at
PT. AIBN in the future.The method which was used in getting the data and information
done by survey and interview deeply to all group of persons which are related. The
method of analysis uses the input CP Matrix, EFE Matrix,IFE Matrix to get some
alternatives of marketing strategy, then it is done analysis of QSP Matrix to choose
strategy priority. From the evalution gotten that implementing functional marketing
strategy Segmenting, Targeting and Positioning), Tactic (Differentiation, Marketing
Mi: Product–Price–Place – Promotion, Selling ) and Value (Brand, Services, Process)
isn’t consistent too focus. Then marketing development strategy and strategy in giving
bonus and implementing improperly and unable to support increasing income and
implementing strategy of the mix-price which decrease quality of product the cutchrysant from PT. AIBN. Formulating of the right marketing strategy in the future is
(1) Product Development; (2) Backward Integration; (3) Dependent Diversification
where the implementation combined by functional marketing strategy which is more
focus, consistent and more control.
Keywords: strategy evaluation, formulation future marketing strategies
Abstrak: Penelitian ini untuk mengevaluasi pelaksanaan strategi pemasaran yang
diterapkan selama ini dan memformulasikan strategi pemasaran krisan potong di PT.
AIBN di masa datang. Metode yang digunakan dalam pengambilan data dan informasi
dilakukan dengan survey dan wawancara yang mendalam kepada semua pihak
terkait. Metode analisis menggunakan input CP Matrix, EFE Matrix dan IFE Matrix,
kemudian mencocokkan dengan alat analisis I-E Matrix, SWOT Matrix, SPACE Matrix
untuk mendapatkan beberapa alternatif strategi pemasaran, kemudian dilakukan
analisis QSPMatrix untuk memilih prioritas strategi. Dari evaluasi didapatkan bahwa
pelaksanaan strategi pemasaran fungsional (Segmenting, Targeting dan Positioning),
Tacktik (Differensiasi, Marketing Mix: Product - Price – Place - Promotion, Selling)
dan Value (Brand, Services, Process) tidak konsisten dan kurang fokus. Kemudian
strategi pengembangan pangsa pasar dan strategi pemberian bonus dalam
pelaksanaannya kurang tepat dan belum mampu mendorong peningkatan pendapatan,
serta pelaksanaan strategi harga campuran yang justru menurunkan citra kualitas produk
krisan potong dari PT. AIBN. Formulasi strategi pemasaran yang tepat pada masa
mendatang adalah (1) Product Development; (2) Backward Integration; (3) Dependent
309
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Diversification yang pelaksanaannya dikombinasikan dengan strategi pemasaran
fungsional. yang lebih fokus, konsisten dan terkontrol.
Kata kunci: evaluasi strategi, formulasi strategi pemasaran mendatang.
PENDAHULUAN
Ketatnya persaingan mengakibatkan di tengah semakin berkembangnya industri krisan
setidaknya sejak tahun 2005 hingga 2010 yang tumbuh 21,8 % pertahun, mengakibatkan
beberapa perusahaan krisan mangalami keterpurukan dan tidak sedikit yang menutup
usahanya, atau merubah strateginya sesuai kondisi ekstern maupun intern perusahaan.
Persaingan juga dialami oleh PT. Alam Indah Bunga Nusantara (PT. AIBN).
Perusahaan ini merupakan perusahaan krisan terbesar di Indonesia yang memproduksi dan
memasarkan krisan potong (86 %) sebagai unggulannya, krisan pot (9%), Carnation (3 %)
dan daun potong (2 %). Pendapatan perusahaan belum cukup menguntungkan pada tahun
2007-2010 dan market share krisan potong PT.AIBN terhadap pasar krisan potong
Nasional menurun dalam lima tahun terakhir. Produksi krisan nasional serta penurunan
pangsa pasar dan tingkat keuntungan PT AIBN tahun 2005-2010 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Krisan Nasional, Market Share Krisan dan Tingkat Keuntungan PT.
AIBN
No
1
2
3
Uraian
Produksi
Krisan
Nasional
Market Share
PT. AIBN
Keuntungan
PT.AIBN
2005
47.465.794
2006
63.716.256
4.750.000
10,00 %
4.750.000
7,45 %
2007
66.979.260
4.750.000
7,08 %
Rp 1,2 m
Tahun
2008
101.777.126
4.750.000
4,56 %
Rp 0,85 m
2009
107.847.072
4.750.000
4,4 %
Rp 0,541m
2010
120.485.701
4.966.000
4,12 %
Rp.0,396 m
Sumber: Ditjen Hortikultura 2010 dan PT. AIBN 2011 (diolah)
Tabel 1 menunjukkan bahwa bila produksi krisan identik dengan permintaan pasar
Nasional, maka pada tahun 2005 hingga tahun 2010 market share krisan potong
mengalami penurunan, yaitu dari 10 % pada tahun 2005 menjadi 4,12 % pada tahun 2010.
Begitu juga dengan kerugian pada tahun 2007 hingga 2009 dan sedikit keuntungan
(Rp.0,396 milyar) pada tahun 2010 karena tambahan investasi pada tahun 2009.
Dengan semakin ketatnya persaingan, tantangan maupun bergesernya preferensi
konsumen yang senantiasa berubah, perusahaan belum mampu memenuhi keinginan
pelanggan, perusahaan belum mampu meningkatkan pendapatan yang cukup
menguntungkan dan market share yang menurun, walaupun beberapa strategi telah
diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengevaluasi pelaksanaan strategi
pemasaran krisan potong yang dilakukan perusahaan pada saat ini dan (2)
memformulasikan strategi pemasaran krisan potong yang sesuai untuk meningkatkan
pendapatan dan market share yang mendukung keberhasilan perusahaan.
310
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Teoritis. Hasan (2009), mengatakan bahwa strategi pemasaran adalah serangkaian
program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan
misi perusahaan yang dilakukan secara aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan
strategi untuk menghadapi lingkungan yang terus berubah. Menurut Kertajaya (2003:)
marketing harus menjadi sebuah konsep bisnis strategis yang bertujuan untuk meraih
kepuasan berkelanjutan bagi ketiga stakeholders utama, yaitu pelanggan, orang-orang
dalam organisasi atau perusahaan itu serta pemegang saham. Agar setiap perusahaan
mampu bertahan hidup, mampu mengatasi persaingan dan menang, maka perusahaan
harus senantiasa berusaha menjadikan pemasaran sebagai konsep strategi bisnis yang
mampu melakukan tindakan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan yang terus berubah.
Kertajaya (2003), menggambarkan tiga dimensi architecture strategi pemasaran, yaitu
Strategy atau “how to win mind share” (Segmentatin, Targeting, Positioning), Tactic atau
“ how to win market share” (Differentiation; Marketing Mix: product, price, place,
promotion; Selling) dan Value atau “how to win heart share” (Merek, Services, Pocess).
Bagan sembilan elemen pemasaran dan hubungan segitiga Strategy, Taktic, dan Value
dapat dilihat pada Gambar berikut
Gambar 1. Segitiga Strategi, Taktic, dan Value
Sumber: Kertajaya (2003)
Menurut Hunger dan Wheelen (2003), dalam bersaing terdapat enam kekuatan yang
mempengaruhi persaingan, yaitu 1) Persaingan antar Perusahaan yang saling bersaing; 2)
Ancaman Masuknya Pesaing Baru; 3) Ancaman Produk atau Jasa Pengganti; 4)
Kekuatan atau Daya Tawar Pemasok; 5) Kekuatan Tawar Pembeli; dan 6). Kekuatan
Relatif dari Stakeholder Lainnya. Menurut David (2009:324), bahwa dalam menganalisis
311
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
perencanaan strategi pemasaran jangka panjang dapat menggunakan strategy formulation
frame work yang dapat dibagi dalam tiga tahapan. Tabel 2 menunjukkan tahap analisis
perumusan strategi.
Kerangka analisis dapat dijelaskan pada tahapan analisis seperti dijelaskan pada kerangka
pemikiran dan tahapan perencanaan tersebut tersebut di atas. Pada penelitaian ini, pada
tahap pencocokan menggunakan SWOT Matrix, IE Matrix dan SPACE Matrix yang pada
hakekatnya akan akan memperkuat dan saling melengkapi hasil analisis yang pada
akhirnya menghasilkan hasil analisis yang relatif sama. Kemudian dilakukan tahapan
memilih alternatif strategi yang paling menarik sesuai bobot dan tingkat kemenarikannya
melalui analisis QSPM. David (2009: 248), mengemukakan 11alternatif pemasaran yang
dapat dilakukan dalam usaha sebuah perusahaan, yaitu
Tabel 2. Kerangka Analisis Perumusan Strategi
TAHAP I : TAHAP INPUT
External Factor Evaluation (EFE)
Competitive Profile Matrix(CPM)
Internal Factor Evaluatin (IFE) Matrix
TAHAP 2: TAHAP PENCOCOKAN
Strengths Weaknesses
Opportunitles Threats
(SWOT) Matrix
Strategic Position And
Action Evaluation
(SPACE) Matrix
Boston Competitive Group
(BCG) Matrix
Internal External (IE)
Matrix
Grand Strategy (GS)
Matrix
TAHAP 3 : TAHAP KEPUTUSAN
Sumber: David (2009)
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
1) Integrasi ke depan (Forward Integration); 2) Integrasi ke Belakang (Bacward
Integration); 3) Integrasi Horisontal (Horizontal Integration); 4)Penetrasi Pasar (Market
Penetration); 5) Pengembangan Pasar (Market Development); 6) Pengembangan Produk
(Product Development); 7) Diversivikasi Terkait (Diversification Dependent); 8)
Diversifikasi Tak Terkait (Diversification Independent); 9) Penciutan (Retrenchment);
10) Divestasi (Divestiture); dan 11) Likuidasi (Liquidation).
METODE
Penelitian dilakukan dengan model penelitian deskriptif. Data dan informasi yang
dibutuhkan dikumpulkan melalui survei, observasi, wawancara, dan melalui FGD (focus
group discussion) mendalam kepada pihak terkait, baik pelanggan, pihak manajemen dan
pihak yang membidangi pemasaran krisan potong. Pihak yang membidangi pemasaran
krisan potong termasuk pesaing perusahaan.
Data dan informasi yang diperoleh digunakan untuk analisis input Competitive
Profil Matrix (CMP) dengan membandingkan dua perusahaan yang sebanding untuk
mengetahui kekuatan serta kelemahan antar pesaing. Selanjutnya dilakukan analisis
312
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
External Factor Evaluation (EFE) untuk mengetahui faktor peluang dan ancaman dalam
industri krisan potong dan tingkat respon pihak manajemen PT. AIBN terhadap faktor
eksternal yang ada. Berikutnya dilakukan analisis Internal Factor Evaluation (IFE) untuk
mengetahui posisi perusahaan terkait faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan.
Selanjutnya dilakukan analisis pencocokan untuk mengetahui posisi perusahaan dalam
persaingan, mendapatkan alternatif strategi dan menagambil tindakan manajemen strategis
yang diperlukan melalui analisis IE, SWOT, dan SPACE. Tahap terakhir adalah
melakukan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) untuk mendapatkan
prioritas strategi pemasaran yang sesuai untuk dapat diterapkan pihak PT. AIBN.
Upaya mengetahui dan mengevaluasi strategi pemasaran saat ini dilakukan saat ini
dilakukan dengan wawancara mendalam kepada semua pihak manajemen PT.AIBN.
Sedangkan perumusan perencanaan strategi pemasaran yang akan datang dilakukan sesuai
alur perencanaan sebagaimana disajikan pada Gambar 1.
Dari alur perencanaan strategi tersebut dapat dijelaskan bahwa data dan informasi
sebagai input dianalisis melalui tiga tahapan seperti tersebut di atas yang akhirnya
menghasilkan strategi terpilih yan dijadikan dasar penelaahan target market dan
perencanaan penerapan strategi pemasaran fungsional, baik Strategi (Segmentation,
Targetting, dan Positioning) Tactik (differensiasi, marketing mix (produk, price, place/
distribution dan promotion, selling, maupun Value (brand, servicess, process).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Competitive Pofile Matrix (CPM). Analisis Competitive Profile matrix (CPM)
dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pesaing utama. Dalam Analisis
Competitive Profile Matrix dibandingkan 10 faktor utama yang menentukan keberhasilan
pemasaran krisan potong pada PT. AIBN dengan dua pesaing yaitu PT. Rose Farm dan
PT. Ciputri. Data diambil dari 20 responden dari 58 pelanggan yang mengetahui ketiga
perusahaan. Informasi yang diperoleh digunakna untuk menilai 10 faktor keberhasilan
perusahaan. Dari penilaian tersebut diperoleh Analisis Competitif Profil Matrix
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Melalui Tabel 3 diketahui bahwa hasil penilaian rating terhadap 10 faktor
keberhasilan penting yang dimiliki ke tiga perusahaan menunjukkan bahwa PT. AIBN
memiliki nilai skore 2,77 dengan faktor kekuatan utama banyaknya pilihan varietas dan
warna, kredibilitas perusahaan, back up keuangan dan kualitas produk. PT. Rose Farm
mendapat skore 2,51 dengan kekuatan utama perusahaan ini adalah tersedianya berbagai
jenis produk, baik krisan, lily, mawar, carnation, peacok, dan daun-daunan dll maupun
kualitas produk yang mendorong konsumen membeli karena lebih lengkap. Sedangkan
PT. Ciputri mendapat total skore 2.27 dengan keunggulan yang tidak terlalu menonjol.
Nilai skore PT. AIBN dibanding pada PT. Rose Farm berbeda tipis dan memungkinkan
bergeser posisinya bila PT. AIBN tidak meningkatkan daya saingnnya. Upaya
meningkatkan daya saing dapat dilakukan dengan memperkuat faktor 1) promosi dengan
mengangkat keunggulan kualitas produk, kredibilitas perusahaan, banyaknya pilihan
313
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
varietas atau warna yang ada; 2) jaminan pasokan produk dengan meningkatkan kapasitas
produksi dan meningkatkan prduktivitas; 3) daya saing harga minimal dipertahankan dan
menekan biaya operasional; 4) pelayanan yang harus ditingkatkan sehingga dapat melebihi
harapan konsumen/ pelanggan; 5) meningkatkan penyedian produk berbagai jenis bunga
untuk menjaring pelanggan dengan melakukan kerjasama produsen jenis bunga/daun
lainnya.
Konsep Manajemen
Strategis
Analisis
Persaingan &
CPM
1. Kekuatan tawar pemasok
2. Ancaman produk pengganti
3. Persaingan perusahaan
sejenis
4. Masuknya pesaing baru
5. Kekuatan tawar konsumen
6. Tekanan dari stakeholders
lainnya (pemerintah,
pekerja dll)
MODEL 6
Kekuatan
Bersaing
Analisis
Eksternal
(EFE)
Analisis
Internal
(IFE)
Peluang &
Ancaman
EFE
IE Matrix,
SWOT,
SPACE
Value:
-Brand
Service
Process
Konsep Pemasaran
Perumusan
Sasaran
Perumusan
Strategi
Perumusan
Positioning
Kekuatan &
Kelemahan
IFE
QSPM
MATRIX
Tactik:
- Diferensiasi
- Marketing Mix (4P)
- Selling
RANCANGAN
STRATEGI
PEMSARAN
Strategy (STP):
Segmentation, Targetting,
Positioning
Gambar 1. Alur Perencanaan Strategi
314
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Tabel 3. Kekuatan Persaingan PT. AIBN, PT. Rose Farm dan PT. Ciputri
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Faktor KeberhasilanPenting
Daya Saing Harga
Harga produk keseluruhan
(tampilan, lama kesegaran bunga,
warna, dimater bunga, panjang
tangkai, ketegaran tangkai dan
bunga)
Kualitas
Kualitas produk keseluruhan
(tampilan, ketahanan kesegaran
warna, panjang tangkai, diameter
bunga, kelenturan batang, paking)
Pelayanan/Service
Pelayanan pemberian informasi
tentang produk, penjualan, after
sales service)
Reputasi /Kredibilitas
Perusahaan
Kredibilitas perusahaan menurut
sudut pandang customer
Pengiriman
Ketepatan waktu pengiriman,
jumlah barang terkirim, dan
informasi jika ada keterlambatan
pengiriman)
Promosi
Sampainya informasi kepada
customer, kesesuaian promosi dg
produk, kemenarikan promosi.
Keuangan
Kemampuan keuangan
Banyaknya varietas krisan
potong
Banyaknya pilihan varietas dan
warna krisan potong
Jaminan Pasokan Produk
Jaminan kontinuitas pasokan
produk
Variasi jenis produk bunga
potong
Banyaknya jenis produk bunga
potong, tidak hanya krisan potong
Jumlah
Bobot
PT. AIBN
(skor)
PT. Rose
PT. Ciputri
Farm
(skor
(skor)
Skor Pering- Skor Pering- Skor
kat
kat
0,36
1
0,18
2
0,36
0,18
Peringkat
2
0,13
3
0,39
3
0,39
2
0,26
0,12
2
0,24
2
0,24
3
0,36
0, 10
4
0,40
3
0,30
2
0,20
0,07
3
0,21
3
0,21
2
0,21
0,07
1
0,07
3
0,21
1
0,07
0,10
4
0,40
3
0,30
2
0,20
0,08
4
0,32
3
0,24
3
0,24
0,08
3
0,24
2
0,16
2
0,16
0,07
2
0,14
4
0,28
3
0,21
1,00
2,77
2,50
2,27
Sumber: Data primer 2011
315
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Analisis External Factor Evaluation (EFE). Evaluasi atas faktor eksternal perusahaan
menghasilkan Exterrnal Faktor Evaluation (EFE)Matrix. Matriks tersebut digunakan
untuk melihat besar peluang dan ancaman dari luar perusahaan. Tabel 4 menyajikan
Matriks EFE. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa nilai bobot faktor peluang usaha
krisan potong sebesar 0,54 lebih besar dari pada nilai bobot ancaman yang mungkin terjadi
sebesar 0,46. Ini menunjukkan bahwa peluang lebih dominan mendorong usaha industri
krisan potong daripada ancaman yang akan dihadapi, karenanya saat ini berkembang
usaha krisan di berbagai daerah. Ancaman yang mungkin terjadi, akan diatasi pihak
perusahaan PT. AIBN.
Tabel 4. External Factor Evaluation (EFE) Matrix
No External Factor Evaluation Matrix
(%)
Bobot
kat
Nilai
Pering Skore
Bobot
(1-4)
Opportunities (Peluang)
1
Masih terbukanya peluang pasar krisan potong,
2
Nilai margin usaha krisan potong (± 25 %)
3
Diprediksi perekonomian Indonesia tumbuh 6,5 -7 %
pertahun hingga 2014.
4
Umur tanam hingga panen krisan potong sekitar 90 - 110 hari
5
Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan industri
florikultura
Jumlah
Threats (Ancaman)
1
Mudahnya usaha krisan potong dimasuki pendatang baru
2
Munculnya kompetitor baru
3
Semakin berkembangnya usaha krisan potong di berbagai
daerah di Indonesia
4
Tidak tercapainya target produksi krisan potong
5
Mundurnya waktu panen
No External Factor Evaluation Matrix
6
7
8
Semakin tingginya ongkos produksi
Semakin besarnya tekanan pemasok
Munculnya industri produk pengganti krisan potong
Jumlah
Total EFE (Peluang + Ancaman)
0,18
0,12
0,06
3
3
1
0,54
0,36
0,06
0,10
0,08
4
3
0,40
0,24
0,54
1,60
0,05
0,06
0,06
2
2
3
0,06
0,05
Bobot
4
4
(%)
0,08
0,07
0,03
0,46
1,00
Nilai
kat
(1-4)
3
3
1
0,10
0,12
0,18
0,24
0,20
Pering Skore
Bobot
0,24
0,21
0,03
1,32
2,92
Sumber: Data primer, 2011
Focus group memberikan penilaian rating 1 s/d 4 pada masing-masing faktor peluang dan
ancaman pada External Factor Evaluation Matrix dengan nilai skor bobot faktor peluang
sebesar 1,60 dan skor bobot ancaman sebesar 1,32, sehingga total skor bobot peluang
dan ancaman sebesar 2,92. Ini berarti dapat disimpulkan, bahwa pihak manajemen PT.
AIBN dalam strateginya telah merespon faktor-faktor eksternal sedikit di atas rata-rata
2,5 yaitu sebesar 2,92, namun respon pihak manajemen terhadap faktor peluang dan
ancaman belum cukup kuat, sehingga perlu terus ditingkatkan.
316
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix. Dalam analisis Internal Factor
Evaluation (IFE) Matrix dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama
dalam area fungsional pemasaran yang akan dijadikan landasan identifikasi dan evaluasi
hubungan antara keduanya. Intuisi para nara sumber yang ahli dan membidangi pemasaran
krisan potong dikumpulkan melalui FGD. Hasil diskusi, pembahasan, dan pemberian
bobot maupun nilai rating pada FGD menghasilkan nilai Internal Factor Evaluation (IFE)
Matrix. Matriks IFE disajikan pada Tabel 5.
Matriks IFE pada Tabel 5. menunjukkan bahwa PT ABN memiliki nilai bobot faktor
kekuatan mencapai 0,53. Bobot kekuatan ini lebih besar dari faktor kelemahan yang
memiliki bobot lebih rendah yaitu sebesar 0,47. Selisih antara kekuatan dengan kelemahan
relatif sedikit, hanya 0,06. Namun dapat disimpulkan bahwa faktor kekuatan masih lebih
besar daripada faktor kelemahan perusahaan. Dengan faktor kekuatan yang sedikit lebih
besar PT. AIBN. akan mampu mengatasi faktor kelemahan, namun diperlukan strategi
pemasaran yang tepat.
Tabel 5. Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix
No
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8
Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix
STRENGTH (KEKUATAN)
Penguasaan teknologi
Kelengkapan infrastruktur
Produk yang berkualitas baik
Jaminan kontinuitas pasokan
Cadangan lahan potensial untuk produksi
Kuatnya permodalan
Reputasi Perusahaan/ Citra Merek
Servise penjualan
Jumlah
WEAKNESS (KELEMAHAN)
Strategi pemasaran yang belum tepat
Harga produk kurang bersaing
Tingkat keberhasilan panen yang rendah
Semakin tingginya biaya operasional
Terbatasnya promosi
Keterbatasan distribusi pemasaran
Rendahnya tingkat penjualan produk
Sering terjadi tidak terpenuhinya permintaan
konsumen
Jumlah
Total IFE (Kekuatan + Kelemahan)
Bobot
(%)
Nilai
Peringkat
(1-4)
Skore
Bobot
0,05
0,07
0,11
0,06
0,04
0,07
0,09
0,04
0,53
3
3
3
3
3
3
4
2
0,15
0,21
0,33
0,18
0,12
0,21
0,36
0,08
1,64
0,06
0,09
0,06
0,07
0,04
0,05
0,05
0,05
3
3
3
3
3
3
2
3
0,18
0,27
0,18
0,21
0,12
0,15
0,10
0,15
0,47
1,00
1,36
3,00
Sumber: Data Primer
Dari nilai skore bobot pada faktor kekuatan PT. AIBN adalah sebesar 1,64 dan nilai skor
bobot faktor kelemahannya 1,36, sehinggga total nilai IFE Matrik 3,00. Ini berarti bahwa
317
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
pihak manajemen PT. AIBN posisinya masih di atas-rata, namun belum cukup kuat.
Kondisi ini menuntut pihak manajemen senantiasa memperkuat posisinya dengan
memanfaatkan kekuatannya maupun memperkuat faktorr yang belum kuat menjadi lebih
kuat, serta meminimalisir kelemahan/ meningkatkan kelemahan menjadi suatu kekuatan.
Analisis Internal External (IE) Matrix. Analisis Internal – Eksternal (IE) Matrix
digunakan untuk menganalisis kondisi perusahaan dan membantu merencanakan strategi
pemasaran berdasarkan Analisis External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor
Evaluation (IFE) Matrix pada PT.AIBN yang dikombinasi dalam satu model analisis.
Berdasarkan hasil IFE dan EFE Matrix, maka diperoleh posisi PT. AIBN dengan nilai
posisi IFE sebesar 3, 00 dan nilai bobot EFE 2,92 seperti terlihat pada diagram Internal
External (IE) Matrix atau Gambar I-E Matrix (Gambar 2).
Gambar 1 menunjukkan bahwa devisi usaha krisan potong pada PT. AIBN masuk
dalam posisi cell IV berarti dalam posisi tumbuh dan membangun. Pada posisi tersebut,
sangat mungkin.
Tumbuh dan
Membangun
ï‚· Integrasi ke
belakang,
ï‚· Integrasi ke Depan,
ï‚· Integrasi Horizontal
ï‚· Penetrasi Pasar
ï‚· Pengembangan Pasar
ï‚· Pengembangan
Produk
SKOR
SKOR BOBOT TOTAL IFE (3,00)
Kuat
3,0 – 4,0
4
Tinggi
3,0 – 4,0
3
Sedang
2,0 –2,99
2
Lemah
1,0 – 1,99
II
III
V
VI
VIII
IX
1
I
BOBOT
3
TOTAL
EFE
*(3,00/2,92)
Sedang
2,0 – 2,99
IV
(2,92)
2
Rendah
1,0 –1,99
VII
1
ï‚·
ï‚·
Menjaga dan Mempertahankan
Penetrasi pasar
Pengembangan Produk
Panen atau Divestasi
ï‚· Penciutan
ï‚· Divestasi
Gambar 2. Internal -Eksternal (IE) Matrix
Sumber: David (2009: 344)
318
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
bergeser ke posisi yang lebih rendah yaitu ke sel III, V, atau VII. Pergeseran ini terjadi bila
pihak manajemen tidak memperkuat dan memanfaatkan kekuatan dan meminimalisasi
atau mengubah kelemahan menjadi kekuatan (IFE) dan bila manajemen kurang merespon
peluang maupun ancaman sebagai faktor luar (EFE).
Kondisi tersebut mengharuskan pihak manajemen khususnya bagian pemasaran PT.
AIBN senantiasa memperbaiki dan memperkuat posisinya pada posisi tumbuh dan
membangun atau Agresif, yaitu dengan meningkatkan total score bobot EFE dan IFE
dengan nilai lebih besar dari (3,00: 2,92) sehingga posisinya naik dari cell IV ke II atau
ke cell I. Strategi yang cocok pada posisi tumbuh dan membangu (Agresif) adalah dengan
strategi yang sesuai untuk dilaksanakan adalah strategi 1) integrasi kebelakang, 2)
integrasi ke depan, 3) integrasi horizontal, 4) penetrasi pasar, 5) pengembangan pasar, dan
6) pengembangan produk.
Analisis Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) Matrix. Atas dasar
matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE)
dirumuskanlah matriks SWOT. Matriks SWOT sebagai alat analisis untuk mencocokkan 4
strategi, yaitu Strategi SO (Kekuatan – Peluang), Strategi WO (WeaknessesOpportunities)/ Kelemahan-Peluang, Strategi ST (Strengths-Threats)/ KekuatanAncaman, dan Strategi WT (Weaknesses-Threats)/ Kelemahan – Ancaman). Kombinasi
strategi tersebut disajikan pada Tabel 6.
Selain dari hasil matrix SWOT di atas, untuk mengetahui posisi perusahaan saat ini
dan mengetahui strategi apa yang harus dilakukan dan kebijakan apakah yang harus
dilakukan dalam posisi tersebut, maka dilakukan pemetaan analisis SWOT melalui
diagram SWOT untuk. atas dasar perolehan nilai EFE dan IFE matriks sebelumnya.
Dalam diagram analisis SWOT dilakukan dengan membandingkan antara faktor eksternal
yaitu nilai skore Peluang (Opportunities) dikurangi dengan nilai skor Ancaman (Threats)
sebagai sumbu Y dengan faktor internal berupa skor Kekuatan (Strength) dikurangi
dengan nilai skore Kelemahan (Weaknesses) sebagai sumbu X. Atas dasar perhitungan
tersebut diperoleh posisi kuadran dalam matrix analisis SWOT. Dari perhitungan analisis
SWOT terhadap kondisi perusahaan, dapat diketahui posisi PT. AIBN dalam koordinat
pada diagram analisis SWOT.
Tabel 6. Strategi PT ABN Menurut Analisis SWOT Matrix
IFE
EFE
STRENGTH (Kekuatan)
1. Penguasaan teknologi
2. Kelengkapan infrastruktur
3. Produk yang berkualitas baik
4. Jaminan kontinuitas pasokan
5. Cadangan lahan potensial
untuk produksi
6. Kuatnya permodalan
7. Reputasi Perusahaan/ Citra
Merek
8. Servise penjualan
WEAKNESS (Kelemahan)
1. Strategi pemasaran yang belum
tepat
2. Harga produk kurang bersaing
3. Tingkat keberhasilan panen
yang rendah
4. Semakin tingginya biaya
operasional
5. Terbatasnya promosi
6. Keterbatasan distribusi
pemasaran
319
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
7. Rendahnya tingkat penjualan
produk
8. Sering tidak terpenuhinya
permintaan konsumen
OPPORTUNITIES (Peluang)
1. Masih terbukanya peluang
pasar krisan potong,
2. Nilai margin usaha krisan
potong (± 25 %)
3. Diprediksi perekonomian
Indonesia tumbuh sekitar 6,5
-7 % pertahun hingga 2014.
4. Umur tanam hingga panen
krisan potong sekitar 90 110 hari;
5. Kebijakan pemerintah yang
mendorong pertumbuhan
industri florikultura
STRENGHT – OPPORTUNITY
(SO) STRATEGY
1.Memanfaatkan kekuatan
kualitas produk, reputasi
perusahaan, ketersediaan
cadangan lahan dan kekuatan
permodalan untuk menarik
keuntungan dengan
memanfaatkan peluang pasar
yang masih terbuka (S3,5,6 -O1)
2. Memanfaatkan reputasi
perusahaan/ citra merek, servise
penjualan yang baik, teknlogi
dan infrastruktur yang lengkap
untuk menarik keuntungan
dengan memanfaatkan nilai
margin 25 % yang cukup besar
(S1,7,8 –O2, 3,4,5);
THREATHS (Ancaman)
1. Mudahnya usaha krisan
potong dimasuki pendatang
baru
2. Munculnya kompetitor baru;
3. Semakin berkembangnya
usaha krisan potong di
berbagai daerah
4. Tidak tercapainya target
produksi krisan potong
5. Mundurnya waktu panen
6. Semakin tingginya ongkos
produksi
7. Semakin besarnya tekanan
pemasok
8. Munculnya industri produk
pengganti krisan potong
STRENGTH- THREATS
(ST) STARTEGY
1. Mengoptimalkan pemanfaatan
penguasaan teknologi,
kelengkapan infrastruktur, untuk
meningkatkan target produksi
dan mencapai panen yang tepat
waktu dan menekan biaya
operasional serta menghindari
tekanan pemasok (S1,2,6;
T5,6,7)
2.
Memanfaatkan kelebihan
citra perusahaan/citra merk,
produk yang berkualitas baik,
kuatnya servise penjualan,
memanfaatkan kekuatan modal
untuk meningkatkan kapasitas
produksi dan pasokan produk
dengan manfaatkan lahan yang
tersedia untuk menghambat
masuknya pendatang baru, dan
masuknya kompetitor baru dan
menekan masuknya produk
pengganti (S7, 3,8,6,5, T1,2,8)
WEAKNESS –
OPPORTUNITY (WO)
STRATEGY
1. Merumuskan strategy
pemasaran yang tepat dan
meningkatkan keberhasilan
panen untuk meraih keuntungan
dengan memanfaatkan peluang
pasar yang masih terbuka dan
nilai margin yang cukup besar
(W1,2 –O1,2);
2. Menekan biaya operasional dan
memperbaiki harga,
meningkatkan promosi dan
distribusi untuk meningkatkan
laba dengan memanfaatkan
peluang pasar yang masih
terbuka dan mendapatkan nilai
margin 25%. (W2,3,4,5 –O1,2)
WEAKNESS - THREATS
(WT) STRATEGY
1.
Merumuskan dan
menerapkan strategi pemasaran
yang tepat, memberikan harga
yang terbaik, meningaktkan
keberhasilan panen, menekan
biaya operasional,
meningkatkan promosi,
distribusi, meningkatkan
penjualan unttuk membatasi
masuknya pendatang pesaing
baru, menekan persaingan
krisan dari berbagai daerah dan
menekan masuknya produk
krisan pengganti (W1,2,
3,4,5,6,7; T1,2,3);
320
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Gambar 3 menyajikan diagram analisis SWOT. Diagram analisis SWOT pada Gambar 3
dapat dijelaskan bahwa: nilai skore Peluang (Opportunities) dikurangi dengan nilai skor
Ancaman (Threats) sebagai sumbu Y sebesar ((1,60 – 1,32 = 0,28) dan sumbu X dengan
skore Kekuatan (Strength) dikurangi skore Kelemahan (Weaknesses) diperoleh nilai (1,641,36=0,28), sehingga posisinya pada kuadran I (0,28 ; 0,28), posisi ini menggambarkan
kekuatan yang tidak begitu tinggi (0,28) dan kekuatan tersebut belum sepenuhnya
memanfaatkan peluang yang ada sehingga nilainya hanya (0,28).
Berbagai Peluang
(Opportunities)1,60
3:
3: Mendukung
Mendukung
Strategi
Turn
Strategi Turn
around
around
1: Mendukung
Strategi Agresif
(0,28; 0,28)
Kelemahan
Internal
Kelemahan
(Weaknesses)1,36
Internal(Weaknesses)
Kekuatan Internal
(Strength) 1,64
2: Mendukung
Strategi Diversifikasi
4: Mendukung
Strategi Defensif
Berbagai Ancaman
(Threats) 1,32
Gambar 3. Diagram Analisis SWOT
Sumber: Rangkuti (2006:19)
Pada posisi kuadran I ini, berarti posisi PT. AIBN masih cukup menguntungkan untuk
mendukung dilakukannya kebijakan strategi Agresif (Growth Oriented Strategy). Namun
dengan nilai kuadran yang kecil (0,28 ; 0,28 ) sangat rawan untuk berubah ke kuadran
2,3,4 yang kurang menguntungkan. Karenanya agar tetap aman dalam posisi yang agresif
pada kuadran I, maka pihak manajemen PT. AIBN harus senantiasa meningkatkan dan
memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan meminimalisir kelemahan dan ancaman untuk
memanfaatkan atau meraih peluang yang ada, kemudian meminimalisir kelemahan dan
menekan ataupun menghalangi ancaman yang akan akan terjadi, sesuai strategi yang
diperoleh pada tabel SWOT di atas.
Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) Matrix. Analisis SPACE dilakukan
untuk mengetahui pilihan strategi yang diukur dari dua dimensi internal berupa kekuatan
finansial (FS) dan keunggulan kompetitif (CA) serta dua dimensi eksternal, yaitu stabilitas
lingkungan (ES) dan kekuatan industri (IS). Matrik keempat faktor tersebut digunakan
sebagai penentu penting posisi strategis keseluruhan PT. AIBN, yaitu posisi agresif,
321
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
konservatif, defensif atau kompetitif. Dari berbagai variabel tersebut dipetakan dimensi
dalam sumbu X (CA-IS) dan sumbu Y (FS-ES). Dari beberapa faktor hasil matriks EFE
dan IFE sebelumnya ikut dipertimbangkan. Faktor-aktor penentu kekutan finansial
perusahaan PT.AIBN adalah: pengembalian atas investasi, (Return on Invesment – ROI),
pengungkit (Laverage) likuiditas, modal kerja dan arus kas. Dalam pencocokan dengan
SPACE penelitian ini juga menggunakan variabel penentu kekuatan keuangan yang
sama. Dari diskusi dan pengisian skor oleh peserta FGD serta pemetaan FS, CA, IS dan
ES diperoleh faktor-faktor yang menentukan, seperti pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Pemetaan Kekuatan Finansial, Keunggulan Kompetitif, Kekuatan Industri
dan Stabilitas Lingkungan (SPACE)
Posisi Strategis Internal
Kekuatan Finansial (FS)
ï‚· Pengembalian atas investasi (ROI)
ï‚· Pengungkit/Laverage
ï‚· Likuiditas
ï‚· Modal kerja
ï‚· Arus Kas
ï‚· Perputaran persediaan
ï‚· Laba perusaham
ï‚· Rasio harga/ laba
Jumlah
Rata-rata
Posisi Strategis Eksernal
Skor
3
4
4
5
3
5
2
2
28
3,50
Stabilitas Lingkungan (ES)
ï‚· Perubahan teknologis
ï‚· Tingkat inflasi
ï‚· Variabilitas permintaan
ï‚· Rentang harga produk saingan
ï‚· Hambatan masuk ke pasar
ï‚· Tekanan kompetitif
ï‚· Kemudahan keluar dari pasar
ï‚· Elastisitas harga permintaan
ï‚· Resiko bisnis
Jumlah
Rata-rata
Nilai FS+ES= 3,50 -3,00=
Keunggulan Kompetitif (CA)
Skor
Kekuatan Industri (IS)
1. Penguasaan teknologi
-2 1. Potensi pertumbuhan
2. Infrastruktur produksi
-2 2. Potensi laba
3. Kualitas produk
-1 3. Stabilitas keuangan
4. Kontinuitas pasokan,
-2 4. Trik-trik teknologis
5. Lahan cadangan produksi 4,7 ha.
-3 5. Utilitas sumberdaya
6. Kuatnya permodalan,
-2 6. Kemudahan masuk ke pasar
7. Reputasi Merek/Kredibilitas PT.AIBN
-2 7. Produktivitas, penggunaan kapasitas
8. Servise penjualan
-3 Jumlah
9. Loyalitas konsumen
-2 Rata-rata
10. Distribusi geografis /panggsa pasar
-3
Jumlah
-22
Fata-rata
-2,2
Nilai CA+IS= -22 + 4,57=
Skor
-2
-4
-4
-3
-2
-3
-3
-4
-2
-27
-3,00
0,50
Skor
5
4
5
5
4
5
4
32
4,57
2,35
Sumber: Hasil Penelitian
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah skor FS + ES menghasilkan nilai 0,5. Nilai tersebut
lebih kecil dari jumlah skor CA+IS yang bernilai 2,35. Penggabungan skor FS+ES serta
CA+IS menunjukkan posisi PT ABN pada Matrix SPACE. Gambar 4 menunjukkan
Matriks SPACE PT ABN.
322
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Gambar 4 menunjukkan bahwa PT. AIBN berada pada kuadran kanan atas yang disebut
Kuadran Agresif (Agresive Quadrant). Perusahaan yang berada pada kuadran ini berarti
berada pada posisi sangat bagus untuk memanfaatkan kekuatan internalnya untuk (1)
menarik keuntungan dari peluang eksternal; (2) mengatasi kelemahan internal, dan (3)
menghindari berbagai ancaman eksternal. Strategi yang sesuai untuk diterapkan
perusahaan pada Kuadran Agresif adalah penetrasi pasar, pengembangan produk, integrasi
ke belakang, integrasi kedepan, integrasi horizontal, diversifikasi, atau strategi kombinasi
kesemuanya tergantung pada situasi khusus yang dihadapi perusahaan.
FS (Financial Strength)3,5
6
5
4
3
2
1
Konservatif
1. Penetrasi pasar
2. Pengembangan
pasar
3. Pengembangan
produk
4. Diversifikasi terkait
Agresif
1. Integrasi ke belakang,
2. Integrasi ke depan,
3. integrasi horizontal
4. Penetrasi pasar
5. Pengembangan
produk
6. Diversifikasi terkait
(2,35; 0,5)
atau tak terkait
IS (Industri Strength)4,57.
CA(Competitive Advantage) -22
-6
-5
-4
-3
-2
Defensif
1. Penciutan
2. Divestasi
3. Likuidasi
-1
0
+1
-1
-2
-3
-4
-5
-6
+2
+3
+4
+5
+6
Kompetitif
1. Integrasi kebelakang
2. Integrasi ke depan,
3. inegrasi horizontal
4. Penetrasi pasar
5. Pengembangan Pasar
6. Pengembangan Produk
ES (Environmental Stability)-3,00
Gambar 4. Matriks SPACE
Sumber: David (2009: 333)
Agar posisi PT. AIBN tetap dalam posisi agresif pada kuadran I dan tidak bergeser ke
kuadran 4, 3, 2 yang kurang menguntungkan, maka pihak manajemen memperkuat daya
saing atau Competitive Advantage. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan : 1)
Memanfaatkan kekuatan back up permodalan untuk meningkatkan kontinuitas pasokan
produk dengan memanfaatkan cadangan lahan yang tersedia untuk meningkatkan
kapasitas produksi, memperbaiki dan memanfaatkan infrastruktur yang dimiliki; 2)
Meningkatkan dan memanfaatkan penguasaan teknologi, mendapatkan produk yang
berkualitas dan mendapatkan nilai tambah yang tinggi dari produk krisan; 3) Dengan
meningkatkan dan memanfaatkan reputasi merek, services, dan loyalitas pelanggan agar
dilakukan peningkatan distribusi geografis yang lebih intensif.
323
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Dari hasil analisis IE matriks
diperoleh alternatif strategi 1) Market Penetration dan 2) Product Development yang
keduanya termasuk dalam strategi hasil analisis SWOT matriks dan SPACE matriks yaitu
Strategi Agresif (Growth Oriented Strategi, yang terdiri : 1) Backward Inegration; 2)
Forward Integration; 3) Horizontal Penetration; 4) Market Penetration; 5) Product
Development; 6) Dependent Diversification; 7) Independent Diversification.
Dari tujuh alternatif strategi pemasaran tersebut di lakukan analisis QSPM untuk
menentukan prioritas strategi yang paling menarik. Dalam analisis QSPM, alternatif
strategi yang diperoleh dituangkan dalam QSPM untuk dipilih berdasarkan urutan prioritas
melalui penilaian kemenarikan dan pembototan yang memerlukan pertimbangan yang
bersifat intuitif oleh anggota Focus Group Discusion (FGD). Dari hasil Hasil
Quantitattive Strategic Planning Matrix (QSPM) menunjukkkan bahwa nilai Total
Ketertarikan (TAS) strategi secara berurutan sebagai berikut: 1) Product Development
(TAS=6,94), 2) Backward Integration (TAS=6,86), 3) Dependent
Diversification
(TAS=6,72), 4) Market Development (TAS=6,39), 5) Market Penetration (TAS= 6), 6)
Forward Integratio (TAS=5,94) dan 7) Inependent Diversifikcation (TAS=5,07), dan 8)
Horizontal Penetration (TAS=4,77). Dari ke delapan alternatif strategi yang telah diuji
ketertarikannya diperoleh bahwa Strategi Product Development sebagai setrategi yang
paling menarik. Strategi ini akan digunakan sebagai dasar analisis rencana strategik
fungsional berikutnya.
Selain analisis tersebut, untuk mengetahui pelaksanaan strategi pemasaran yang
diterapkan di PT. AIBN dilakukan evaluasi melalui wawancara yang mendalam kepada
pihak manajemen dan pihak terkait lainnya. Dari evaluasi tersebut didapat: 1) Pelaksanaan
strategi perluasan pangsa pasar dengan menjaring pelanggan melalui internet dinilai
kurang tepat, Tidak semua calon pelanggan mempromosikan usahanya melalui internet
dan tidak semua yang mempromosikan melalui internet mencerminkan calon pelanggan
yang potensial; 2) Strategi kombinasi harga dari kombinasi harga grade A, B, C menjadi
dua kelompok (Premium Grade dan Standar Grade) harga sehinggga terkesan harga
murah untuk pelanggan baru di wilayah yang daya belinya rendah, dinilai kurang tepat.
Dengan strategi ini berarti menurunkan grade atau menurunkan kualitas produk, sehingga
menurunkan citra perusahaan; 3) Strategi pemberian bonus penjualan berupa produk
kepada pelanggan yang mencapai target penjualan minimal 2.500 s/d 10.000 ikat perbulan,
dinilai kurang tepat karena hanya dapat dinikmati oleh satu agen tunggal saja, Pelanggan
umumnya merupakan pedagang kecil, decorator musiman sesuai even yang tidak mudah
mencapai target tersebut; 3) Segmenting, Targeting dan Positioning dalam pemasaran
krisan potong pelaksanaannya tidak konsisten dan kurang focus sehingga belum mampu
mendorong tingkat penjualan; 4) Tacti (Differensiasi, Marketing Mix, Selling),
perusahaan belum diperhati kan sebagai suatu strategi pemasaran yang penting, karena
berbagai keterbatasan. Sama halnya dengan Value (Merek, Services dan Process) yang
kurang mendapat perhatian penuh dari pihak manajemen.
324
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
PENUTUP
Kesimpulan. Strategi pemasaran fungsional (Segmenting, Targeting dan Positioning),
Tacktik (Diffrensiasi, Marketing Mix: Product - Price – Place - Promotion, Selling) dan
Value (Brand, Services, Process) pelaksanaannya tidak konsisten dan kurang fokus.
Kemudian strategi pengembangan pangsa pasar dan strategi pemberian bonus dalam
pelaksanaannya kurang tepat dan belum mampu mendorong peningkatan pendapatan, serta
pelaksanaan strategi harga campuran yang justru menurunkan citra kualitas produk krisan
potong dari PT. AIBN;
Mengacu kesimpulan bahwa PT.AIBN dalam posisi yang cukup agresif maka
formulasi strategi pemasaran pemasaran krisan potong untuk masa yang akan datang
cocok untuk diterapkan (sesuai urutan prioritas): Pertama. 1) Product Development, 2)
Backward Integration, 3) Dependent Diversification, 4) Market Development, 5) Market
Penetration, 6) Forward Integratio dan 7) Inependent Diversifikcation), dan 8)
Horizontal Penetration. Kedua. Strategi pemasaran yang utama adalah strategi Product
Development, namun strategi tersebut dipandang belum cukup sehingga perlu diback-up
penguasaan pasokan benih dan percepatan penyerapan pasar, karenanya dipilihlah tiga
strategi prioritas utama untuk dapat diterapkan, yaitu: 1) Product Development, 2)
Backward Integration, 3) Dependent Diversification. Ketiga. Penjabaran Product
Development Strategy dilakukan dengan mengupayakan peningkatan penjualan melalui
produk krisan potong dengan memperbaiki atau memodifikasi produk sesuai keinginan
konsumen/ pelanggan. Produk agar didesain untuk memenuhi kebutuhan decorator dan
floris sebagai pelanggan atau pemakai yang menginginkan produk berkualitas karena fase
life yang panjang, batang kokoh dan lentur, diameter lebar, warna sesuai even dengan
komposisi warna: putih (25 %), kuning (25 %), hijau (15 %), ungu (10 %), merah (7%),
pink (5%), mix (5 %), orange (3 %), bebas hama penyakit, jumlah mencukupi terutama
saat peak season. Disamping pelayanan dan cara menyampaikan yang merupakan bagian
yang melekat dari produk yang dijual; Ketiga. Backward Integration Strategy, lebih
diprioritaskan pada penguasaan pasokan benih mother stock untuk mengurangi
ketergantungan dan tekanan dari satu pihak perusahaan breeding di Belanda melalui
pembelian putus beberapa varietas unggul sekaligus pembelian hak patennya ke beberapa
perusahaan breeding. Kemudian membangun kerjasama dengan lembaga penelitian
BALITHI di Indonesia, maupun melakukan litbang sendiri. Keempat. Dependent
Diversification Strategy diarahkan pada upaya peningkatan penjualan krisan potong
melalui pengembangan usaha jasa decorasi dengan memanfaatkan tenaga kerja yang ada
dan berlebihan. Begitu juga dengan diversifikasi usaha penjualan berbagai jenis bunga
dan daun yang dilakukan kerjasama dengan perusahaan lain untuk meningkatkan
pelayanan dan menjaring pelanggan yang menghendakinya. Kelima. Strategi Best –Value
Focus, sebagai strategi focus nilai terbaik yang menawarkan produk krisan potong grade
A kepada kelompok ceruk konsumen menengah ke atas dengan nilai harga terbaik, maka
strategi ini agar diterapkan. Strategi ini bertujuan untuk menawarkan produk dengan nilai
terbaik kepada konsumen menengah ke atas untuk memenuhi selera konsumen; Keenam.
Strategi tersebut di atas dalam pelaksanaannya disinergikan dengan strategi fungsional
325
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
pemasaran yang pelaksanaannya lebih konsisten, yaitu Strategy (Segmenting, Targetting
dan Positioning), Taktic (Differensiasi; Marketing Mix: - product, price, place,
promotion; dan Selling) dan Value (Merk, Services dan Process).
DAFTAR RUJUKAN
Bloom, Paul.M. dan Louise N. Boone. (2006). Strategi Pemaran Produk. Jakarta. Prestasi
Pustaka Raya
David, Fred, R., (2006). Strategic Management Concept Edisi Bahasa Indonesia, Edisi 12.
Salemba Empat. Jakarta
Ferrel, O,C. Dan Hartline, D. Michael. (2008). Marketing Strategy 4e, SA, Thomson
South-Western.
Grifin, Jill. (2005). Customer Loyality. Erlangga. Jakarta
Hasan, Ali. (2008). Marketing. Medpress. Yogyakarta.
Hunger, David,J. dan Thomas L.Wheelen. (2003). Manajemen Strategis. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Hurriyati, Ratih. (2005). Bauran Pemasaran dan Loyailtas Konsume. CV. Alfabeta.
Bandung.
Irawan, Handi. (2003). Indonesian Customer Satisfaction, Membedah Strategi Kepuasan
Merek Pemenang ICSA. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta
Kanagal, N., (2010). Peran Pemasaran dalam Strategi Pemasaran Hubungan Kompetitif,
Terjemahan Jurnal India Institute of Management, Bangalore. Jurnal Manajemen
dan Riset Pemasaran.
Kertajaya, Herman. (2003). Retthinking Marketing, Edisi Bahasa Indonesia.
PT.Prehallindo. Jakarta.
Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. (2009). Manajemen Pemasaran, Eedisi 13. Jilid 1,
Edisi Bahasa Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Malhotra, Naresh, K., (2009). Riset Pemasara. Jilid 1 edisi 4. PT. Indeks. Jakarta.
Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung,
Nugroho, D., (2010). Strategi Pemasaran Nexium untuk Meningkatkan Market Share.
Tesis. Universitas Mercu Buana. Jakarta,
Porter, Michael.E dan Agus Maulana. 1997. Strategi Bersaing. Erlangga. Jakarrta.
Rangkuti, Freddy. (2002). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Shimp, Terence, A., (2003). Periklanan Promosi. Erlangga. Jakarta
Sutojo, Siswanto. (2001). Menyusun Strategi Harga. Damar Mutia Pustaka. Jakarta.
Supranto dan Nandan Limakrisna. (2007). Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran.
Mitra Wacana Media. Jakarta.
Suyanto, M., (2007). Strategic Management. Penerbit Andi. Yogjakarta
Tjiptono, Fandy. dan Gregorius Chandra. (2008). Pemasaran Strategik. CV.Andi Offset.
Yogyakarta.
__________. (2005). Brand Manajemen dan Strategy. Penerbit Andi. Yogyakarta.
326
Aziz 309 - 327
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Veronika, M, S., (2010). Strategi Pemasaaran Golden Porta sebagai Upaya Meningkatkan
Keuntungan Perusahaan. Tesis. Universitas Mercu Buana. Jakarta.
Sumarwan,Ujang dan. Agus Djunaidi. (2009). Pemasaran Strategik. Inti Prima
Promosindo. Jakasrta.
Utomo, Kresno. W., (2011). Strategi Pemasaran Produk My Meals pada PT. Katering
Makanan Indonesia. Tesis. Universitas Mercu Buana. Jakarta.
327
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
ANALISIS KOMPETENSI PENGELOLA MUSEUM DI DKI JAKARTA
Ropiko
Facultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: Museum in Jakarta experienced an increase in visitors. Museum managers
are competent to support the excellent service provided to visitors. The purpose of this
study is to investigate and analyze the factors of management competence museums in
Jakarta. Museum managers are the people who work in the museum so that the need for
a competency in supporting the task manager of the museum. Competence manager of
the museum consists of the skills, attitudes and education. Skills manager of the
museum consists of service, communication, guidance. The attitudes manager of the
museum consists of friendly, flexible, creative, loves her job and professional.
Educational background museum managers tailored to the needs of the museum as
museum logy, sociology, anthropology, history, language.This research is a qualitative
descriptive study using a pilot study that is allowed to be continued by other researchers
to increase the sample not only in Jakarta alone and classify competence museum
managers by type of museum. This study is also expected to provide the decision maker
to enter in determining the policy of the museum management competency standards in
Indonesia.
Keywords: competency, museum
Abstrak: Museum di Jakarta mengalami peningkatan pengunjung. Kompetensi
pengelola museum diperlukan untuk mendukung layanan bagi pengunjung. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor kompetensi
manajemen museum di Jakarta. Pengelola museum adalah orang-orang yang bekerja di
museum sehingga kebutuhan untuk kompetensi dalam mendukung tugas pengelola
museum. Kompetensi pengelola museum terdiri dari keterampilan, sikap dan
pendidikan. Keterampilan pengelola museum terdiri dari layanan, komunikasi,
bimbingan. Sikap pengelola museum terdiri dari ramah, fleksibel, kreatif, mencintai
pekerjaannya dan profesional. Manajer museum pendidikan latar belakang disesuaikan
dengan kebutuhan museum sebagai museum logi, sosiologi, antropologi, sejarah,
bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan
studi percontohan yang diperbolehkan untuk dilanjutkan oleh peneliti lain untuk
meningkatkan sampel tidak hanya di Jakarta saja dan mengklasifikasikan manajer
museum kompetensi menurut jenis museum. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan pembuat keputusan untuk masuk dalam menentukan kebijakan standar
kompetensi manajemen museum di Indonesia.
Kata kunci: kompetensi, museum
328
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
PENDAHULUAN
Manusia memiliki keterbatasan memori untuk mengingat apa yang telah terjadi di masa
lampau, dan manusia pula tidak ada yang abadi pasti suatu saat akan meninggal dunia.
Salah satu cara yang dilakukan untuk mengabadikan pengalaman masa lalu yaitu dengan
didirikannya museum. Museum seperti mesin waktu, kita bisa flash back apa yang terjadi
dimasa dahulu tanpa kita berada didalamnya, kita bisa menyelami apa yang terjadi masa
dulu dan mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, dengan belajar dari sebuah pengalaman khususnya yang
pernah terjadi dari sebuah negara salah satunya yaitu dengan mengunjungi museum. Di
Indonesia khususnya DKI Jakarta terdapat 45 museum dengan berbagai jenisnya. Presiden
Soekarno mengatakan bahwa “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasajasa pahlawannya” maksudnya adalah sebagai masyarakat kita harus mengetahui
bagaimana dahulu para pahlawan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, apabila kita
saja tidak mengingat sejarah perjuangan pahlawan negara kita sendiri bagaimana kita bisa
mempertahankan negara ini. Salah satu, bentuk penghargaan akan jasa pahlawan dan agar
kita bisa terus mengingat perjuangan pahlawan maka dibuatlah museum, dengan adanya
museum diharapkan kaum muda mampu mempelajari dan mengambil hikmah dari
perjalanan perjuangan merebut kemerdekaan.
Pada kenyataannya, tahun 2006–2008 minat belajar masyarakat dengan
mengunjungi museum dinilai masih rendah, terjadi penurunan jumlah pengunjung
museum yang cukup signifikan pada hampir semua museum di Indonesia. Berdasarkan
data dari Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan, Depbudpar (2009) pada tahun 2006
terdapat 731.4381 pengunjung lalu menurun lagi di tahun 2007 menjadi 69.846
pengunjung dan pada tahun 2008 jumlahnya 35.77 pengunjung museum di DKI Jakarta.
Selain itu, terdapat kasus hilangnya koleksi yang terjadi pada 11 Agustus 2010
beberapa hari setelah hilangnya koleksi masterpiece Museum Sonobudoyo merupakan
barang yang mempunyai nilai seni tinggi. Hal ini tentunya tidak hanya sekedar pelaporan
untuk ditindak lanjuti penemuan kembali koleksi tersebut, namun lebih mendalam dari hal
itu bahwa pengelola museum dinilai kurang memperhatikan keamanan dalam penjagaan
koleksi museum.
Menurut Astini (2011) tingkat penurunan pengunjung museum, salah satunya juga
disebabkan oleh kurangnya pelayanan maksimal (service delivery) pengelola museum.
Seringkali, ketika kita mengunjungi museum hanya sekedar ruangan kosong tanpa adanya
pemandu yang mengarahkan dan menjelaskan mengenai koleksi yang ada. Adapun, ketika
ada pengelola museum yang dinilai kurang ramah bagi pengunjung yang membutuhkan
informasi.
Kondisi sumber daya manusia di museum berpengaruh terhadap perkembangan
museum itu sendiri. Pengelola museum berdasarkan studi pendahuluan peneliti yang
terdiri dari kepala museum, bagian edukasi, bagian tata pamer, bagian koleksi dan
perawatan, staff tata usaha dan keamanan merupakan satu bagian yang berkaitan satu sama
lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan museum. Satu hal lagi berkaitan dengan
sumber daya manusia yang ada di museum ada istilah orang yang bekerja di museum
329
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
adalah orang yang “dimuseumkan” artinya apabila dalam suatu departemen ada pegawai
yang tidak berkompeten lagi di departemen itu maka akan dipindahkan atau dimutasikan
ke museum.
Berdasarkan pada berbagai fenomena yang didapat oleh penetiti berkaitan dengan
kondisi museum di Indonesia, penelitian ini bertujuan menemukan kompetensi pengelola
museum di DKI Jakarta sehingga dapat dianalisis kondisi sumber daya manusia sebagai
pengelola museum di DKI Jakarta, dapat dikaji lebih jauh berkaitan dengan kompetensi
pengelola museum yang ada di DKI Jakarta, dan dapat dianalisis factor-faktor yang
mempengaruhi kompetensi pengelola museum di DKI Jakarta
Pengertian Museum. Museum berasal dari kata latin mouseion, yang dalam sejarahnya
merujuk pada Candi Muses, yaitu dewa seni dan ilmu pengetahuan. Pada tahun 200 SM,
kata itu dipakai sebagai nama lokasi perpustakaan dan penelitian di Alexandria Mesir
kuno. Mouseion merupakan sebuah bangunan tempat suci untuk memuja Sembilan Dewi
Seni dan Ilmu Pengetahuan. Salah satu dari sembilan Dewi tersebut ialah: Mouse, yang
lahir dari Maha Dewa Zous dengan istrinya Mnemosyne. Dewa dan Dewi tersebut
bersemayam di Pegunungan Olympus.Museion selain tempat suci, pada waktu itu juga
untuk berkumpul pada cendekiawan yang mempelajari serta menyelidiki berbagai ilmu
pengetahuan, juga sebagai tempat pemujaan Dewa Dewi.
Museum adalah wahana mengabadikan dan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan
maupun peristiwa-peristiwa dan benda-benda bersejarah.Di museum, orang dapat
mengetahui bukti perjuangan dan peristiwa bersejarah.Museum adalah bagian integral dari
civil society (masyarakat madani kewargaan).Peran sosial museum adalah mendidik dan
menciptakan komitmen sosial, dimana institusi-institusi lain seperti sekolah tak mampu
menjalankannya.Lebih dari itu, museum pun berfungsi membangkitkan pengalaman dan
ingatan masa lalu bagi refleksi identitas diri (Karp, 1992).
Pengertian museum dewasa ini adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak
mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk umum,
yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan
studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya
(ICOM = International Council of Museum = Organisasi Permuseuman Internasional di
bawah Unesco). Hal ini berarti museum merupakan suatu badan yang mempunyai tugas
dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan
tentang benda-benda yang penting bagi kebudayaan dan Ilmu pengetahuan.
Fungsi Museum. Fungsi museum dapat didefinisikan sebagai lembaga yang mengabdikan
diri pada perolehan, pemeliharaan, penelitian, dan pameran benda-benda yang memiliki
nilai atau daya tarik abadi (Webster’s New Collegiate Dictionary, 1981).Dengan demikian,
ada tiga fungsi utama dari museum, yaitu pertama fungsi akuisisi (acquisition) materi baru
untuk menambah koleksi.Koleksi baru dapat berupa sumbangan dari perorangan (kolektor
seni, lukisan, patung, benda purbakala, dsb).Koleksi dapat dibeli, dipinjam, atau hasil
penggalian (excavation).Semua hasil akuisisi ini senantiasa didokumentasikan melalui
katalog untuk disebarluaskan. Kedua, fungsi ekshibisi dan pemeliharaan koleksi. Di sini
330
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
ada beberapa tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab yang khusus, yaitu (1)
kurator yang menjadi pengarah (director) dari segala kegiatan museum termasuk
penelitian yang perlu dilakukan, (2) konservator yaitu yang bertugas menjaga,
membersihkan, dan menjaga koleksi sebelum dipajangkan bagi umum, dan (3) penjaga
yaitu yang bertugas mengawasi keamanan museum. Dalam museum besar, selain tiga
petugas di atas, ada juga staf yang membantu menjual katalog, petunjuk, dan publikasi
lainnya.Bahkan, museum besar menyediakan kafetaria dan fasilitas sejenisnya.
Ketiga, fungsi dan layanan khusus.Sejumlah museum memiliki unit-unit pendidikan
yang menyelenggarakan perkuliahan atau ceramah mengenai tema yang terkait dengan
koleksi museum.Kadang beberapa museum melakukan pameran keliling dan memberikan
ceramah ke sekolah-sekolah. Museum juga lazimnya menyelenggarakan bincang-bincang
seni (gallery talks), wisata terpadu (guided tour), dan program lain yang sejenis bagi
pengunjung anak-anak maupun dewasa.
Sebagai lembaga yang menyimpan, memelihara serta memamerkan hasil karya,
cipta, dan karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat sebagai
sumber pembelajaran bagi kalangan pendidikan, karena melalui benda yang
dipamerkannya pengunjung dapat belajar tentang berbagai hal berkenaan dengan nilai,
perhatian serta peri kehidupan manusia. Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum
merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan, karena keberadaannya mampu menjawab
berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan
sejarah perkembangan manusia, budaya dan lingkungannya.
Salah satu fungsi pendidikan antara lain menciptakan anak didik yang memiliki
informasi tentang masa silam, kritis terhadapnya, dan berdasarkan informasi itu mampu
memprediksi kejadian masa mendatang. Para pembela kebudayaan, khususnya kaum
humanis tradisional melihat bahwa kebudayan itu rapuh sehingga dapat hilang, melemah,
atau terasingkan dari kehidupan sosial ekonomi. Oleh karena itu, budaya mesti
dilestarikan melalui institusi pendidikan, antara lain melalui arsip kultural seperti dalam
perpustakaan dan museum. Bila semua orang berhak mendapat layanan pendidikan, semua
orang pun berhak mendapatkan akses terhadap museum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kelly dan Sullivan (1999) bahwa untuk
mengembangkan organisasi dalam hal ini museum menjadi the excited mind diperlukan 3
(tiga) elemen yaitu: sumberdaya manusia, riset & koleksi dan pengetahuan. Ketiga elemen
tersebut harus saling terkait satu sama lain. Seperti misalnya: museum perlu ditata secara
modern, tanpa mengabaikan peran pendidikannya. Sentuhan teknologi seperti hadirnya
alat-alat yang digerakkan dengan komputer, presentasi audiovisual, pajangan video secara
interaktif akan membuat museum lebih menarik dan lebih mendidik bagi para pengunjung.
Ini tentu saja merupakan tantangan profesional bagi pengelola museum.
Museum harus didesain sedemikian rupa sehingga pengunjung nyaman dan betah
karena fasilitasnya sehingga mereka merasa sedang berwisata intelektual. Ini antara lain
karena didukung oleh sumberdaya manusia antara lain staf yang menguasai bidangnya,
fasih berkomunikasi, ramah, dan selalu ingin belajar, dan berpenampilan profesional,
misalnya dengan seragam yang khas kedaerahan. Penataan koleksi (display) harus
sedemikian menarik dengan tata warna dan cahaya yang artistik dan informatif dengan
331
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
caption yang jelas, sehingga benda-benda yang bisu, aneh bahkan mengerikan (misalnya
tengkorak) tampak hidup, ramah, enak dipandang, dan membangkitkan kecerdasan para
pengunjung. Hal ini berkaitan dengan riset and koleksi, yaitu adanya aktivitas penelitian
yang berhubungan dengan biologi, geologi, dan koleksi dari kultur masyarakat setempat
serta penelitian dalam hal mengkomunikasikan dan belajar di museum. Pengetahuan yang
terdapat di museum berasal dari dalam dan luar Indonesia, kemudian pengetahuan tersebut
kita bagi dengan pengunjung sehingga dapat menambah pengalaman bagi pengunjung.
Selain itu sentuhan teknologi bisa menjadikan museum sebagai sebuah tempat yang
menyenangkan untuk dikunjungi.Bangunan museum tidak perlu suram.Dengan teknologi
yang ada saat ini, museum bisa diberi lampu sorot dan tata letak semenarik
mungkin.Selain itu museum sebaiknya tematis sehingga dapat menarik berbagai
kalangan.Diantara sesama museum sendiri juga harus mengembangkan komunikasi yang
baik. Dengan bekerjasama antar museum maka jumlah pengunjung yang datang
diharapkan akan meningkat.
Idealnya museum memiliki fasilitas seperti ruang parkir yang memadai, kamar kecil,
kafetaria, telefon umum, ruang baca, auditorium untuk kuliah umum, dan ruang luas untuk
pameran. Museum seyogyanya menjadi arena pameran umum dan tempat seminar
sehingga terakses oleh mind dari museum terlebih dahulu seperti yang telah disebutkan di
atas, hal ini tidak dapat dilakukan oleh museum sendiri namun harus bersama-sama
dengan lapisan masyarakat, pengunjung yang mungkin selama ini tidak pernah
mengetahui peran museum.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pilot study
yaitu metode penelitian untuk mengetahui gambaran umum dari sebuah fenomena objek
yang diteliti. Pada akhirnya metode ini akan menghasilkan preposisi. Penelitian ini
menggunakan 45 sampel museum yang ada di DKI Jakarta, alasan mengapa DKI Jakarta
yang dipilih sebagai sampel penelitian yaitu karena DKI Jakarta merupakan kota yang
paling banyak terdapat museumnya dibandingkan dengan kota lain sebanyak 45 museum,
dan kota DKI Jakarta merupakan pusat administrasi sehingga apabila sebuah kebijakan
dicanangkan maka akan mempengaruhi kota yang lainnya pula.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses analisis data yang dilakukan pada penelitian kualitatif, saat merumuskan focus
penelitian dan pembatasan masalah maka secara langsung proses analisis data mulai
berjalan dan berlangsung selama proses penelitian. Caranya dengan melalui beberapa
tahapan. Tahap pertama, hasil wawancara dikonversi kedalam bentuk tertulis, disebut
sebagai verbatim. Setelah itu, dilakukan teknik kodifikasi terhadap masing-masing
verbatim, yaitu suatu proses memecah-mecah hasil wawancara kedalam kelompokkelompok kategori yang bersifat deskriptif. Salah satu teknik kodifikasi adalah melakukan
analisis baris per baris (line-by-line analysis). Caranya yaitu mencari kata-kata atau frase
332
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
kunci yang memberikan wawasan bagi permasalahan studi di setiap baris hasil
wawancara. Umumnya identifikasi dilakukan pada satu paragraf. Setelah itu, di samping
masing-masing paragraf diberi nama atau kategori.
Analisis baris per baris dilakukan berulang-ulang hingga peneliti menangkap adanya
suatu pola tertentu. Pola dapat teridentifikasi karena suatu kata-kata atau frase tertentu
sering muncul pada data (Brause, 2000). Setelah itu, kode-kode tersebut kemudian
dikelompokkan berdasarkan kesamaan dalam menjelaskan suatu perilaku. Pada akhirnya,
dilakukan identifikasi terhadap hubungan antara kelompok kode sehingga lambat laut
tersusun suatu model eksplanatori.
Jadi, pada penelitian ini untuk menguji kredibilitas (realibilitas) data dilakukan
dengan menggunakan model Miles Dan Huberman yaitu peneliti mengadakan wawancara
kepada narasumber bila jawaban belum memuaskan maka dilanjutkan ke narasumber yang
lain sampai jawaban tersebut jenuh. Selain itu, merekam dan mendokumentasikan hasil
penelitian juga merupakan metode menguji kredibilitas data.Berdasarkan hasil analisis
PILOT SYUDY Confirmatory Factor Analysis (CFA) yang telah dilakukan pada studi
kualitatif berkaitan dengan kompetensi pengelola museum diperoleh informasi berkaitan
dengan pengelola museum yang ada di DKI Jakarta.
a. Usia pengelola museum. Berbagai kendala dan tantangan di hadapi pengelola museum
diantaranya pengelola museum yang bekerja di museum berkisar 40-50 tahunan sudah
mau pensiun diberikan computer sebagai penunjang kerja sudah tidak mau, mereka
beralasan matanya yang sudah tidak kuat dan pada usia menjelang pensiun itu sudah
tidak bisa diapa-apakan lagi tidak mampu dikatrol. Hasilnya kegiatan yang dilakukan
museum hanya rutinas saja. Bila terus menerus kondisi seperti ini pelayanan yang
diberikan tidak maksimal sehingga tidak memberikan kepuasan bagi pengujung dan
pada akhirnya pengelola museum yang berusia 40 tahunan ini dinilai tidak kompeten
dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan demikian dapat dirumuskan preposisi
sebagai berikut:
Preposisi 1: usia pengelola museum mempengaruhi kompetensi pengelola museum
b. Jumlah pengelola museum. Jumlah pengelola museum yang berkisar antara 5-20 orang
yang berstatus PNS dinilai masih kurang dan sangat kurang untuk mengelola museum
apalagi usia mereka mendekati pensiun, karenanya pihak museum sendiri berinisiatif
untuk melakukan penambahan karyawan dengan biaya mandiri karena dari Pemda tidak
menganggarkan dana untuk penambahan karyawan tersebut. Hal tersebut dilakukan
untuk tetap menunjang kegiatan museum, pihak museum melakukan penambahan
karyawan diantaranya untuk menunjang kegiatan informasi seperti pemanfaatan
teknologi computer misalnya karena pada usia menjelang pensiun itu kondisi pengelola
museum mata sudah mulai rabun dan sulit menerima pelajaran sehingga pada usia
tersebut sulit dikatrol. Selain itu, bidang-bidang seperti edukasi, perawatan dan tata
pameran juga memerlukan orang-orang muda yang kreatif karenanya pihak dari
museum berinisiatif merekrut staff honorer yang dibayar standar UMR untuk
mengembangkan museum menjadi lebih baik lagi. Jadi, bukanlah menjadi hambatan
jumlah pengelola museum terhadap kompetensi pengelola museum asalkan masingmasing pengelola museum menjalankan tugasnya dengan baik maka jumlah yang
333
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
sedikit bukanlah menjadi masalah, selain itu pihak museum bisa merekrut karyawan
baru untuk menunjang tugas mereka.
Preposisi 2: Kompetensi pengelola museum tidak ditentukan pada jumlah pengelola
museum
c. Pelatihan. Pihak museum mempunyai kebijakkan bahwa siapapun yang bekerja di
museum secara otomatis harus bisa menjadi guide, paling tidak pengelola museum
mengetahui koleksi-koleksi apa saja yang terdapat di museum tempat pengelola
museum itu bekerja. Dalam mendukung hal tersebut, pihak museum melakukan
pelatihan-pelatihan dasar museum yang diberikan di awal pengelola museum tersebut
bekerja dan pelatihan yang dilakukan setelah pengelola museum sekaligus cleaning
service dan security adalah sharing knowledge yaitu apabila ada salah satu karyawan
diundang dalam pelatihan di luar maka setelahnya karyawan tersebut harus berbagi
pengetahuan mengenai materi yang diberikan pada pelatihan tersebut dan sharing
forum yaitu antar pengelola museum berbagi pengetahuan yang dimiliki.
Selain pelatihan yang dilakukan oleh pihak museum, Pemda juga memberikan
pelatihan seperti pelatihan konservasi yang dilakukan Balai Konservasi, ada juga
pelatihan guide yang dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sehingga pengelola
museum mendapat informasi untuk pengembangan potensi diri untuk membuat
museum lebih baik. Pengelola museum sebagai salah satu pekerjaan juga dinilai dengan
adanya sertifikasi pengelola museum, saat ini terdapat sertifikasi pengelola museum,
guide, pengadaan barang dan bendahara. Dengan adanya pelatihan yang dilakukan
berbagai pihak untuk menambah pengetahuan kepada pengelola museum akan
berdampak pada kompetensi pengelola museum, pengetahuan berkaitan dengan
perawatan koleksi, jenis-jenis koleksi sampai bagaimana cara memandu bisa pengelola
museum dapatkan dengan pelatihan.
Preposisi 3: kompetensi pengelola museum dipengaruhi pelatihan oleh pelatihan
pengelola museum
d. Struktur Organisasi. Sebenarnya jumlah pengelola museum untuk PNS yang berkisar 520 orang dan security serta cleaning servive 40 orang itu dinilai sudah cukup asalkan
masing-masing menjalankan perannya dengan baik dan sesuai bidangnya masingmasing. Dengan struktur organisasi yang terdiri dari kepala, tata usaha, tata pameran,
edukasi, dan perawatan apabila menjalankan pekerjaan sesuai dengan fungsinya
masing-masing akan berjalan dengan baik.
Presposisi 4: Kompetensi pengelola museum tidak ditentukan pada struktur organisasi
yang ada di museum
e. Latar belakang pendidikan. Untuk tingkat pendidikan pengelola museum yang rata-rata
lulusan S1 dan SMA terdiri dari berbagai lintas ilmu diharapkan sesuai dengan jenis
pekerjaannya misalnya untuk tata pamer diharapkan orang seni rupa, untuk bidang
perawatan diharapkan ahli kimia, untuk manajemen diharapkan memiliki kemampuan
leadership dan lulusan Musiologi. Dalam hal ini diharapkan sesuai latar belakang
pendidikan masing-masing karena menangani museum itu beragam tidak semua harus
lulusan musiologi. Dengan demikian preposisi dinyatakan sebagai berikut:
Preposisi 5: Kompetensi pengelola museum ditentukan oleh latar belakang pendidikan
334
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
f. Sikap. Berkaitan dengan sikap yang dimiliki pengelola museum diantaranya: (i) Trust,
yang artinya bisa dipercaya. Untuk menjaga museum dengan berbagai koleksi yang
memiliki nilai sejarah tinggi dibutuhkan pengelola museum yang memiliki tingkat
kejujuran tinggi sehingga mampu dipercaya untuk menjaga koleksi.; (ii) Integrity,
memiliki integritas dalam bekerja; (iii) Professional, mampu bekerja dengan baik
sesuai dengan job desknya; (iv) Tidak kaku, dalam hal memandu disesuaikan dengan
pengunjung; (5) Ramah, bersikap ramah kepada semua pengunjung; (6) Kreatif,
mampu menangani berbagai pengunjung atau kegiatan museum sehingga mampu
menjadikan museum lebih baik; (7) Ikhlas, dalam menjalankan pekerjaannya pengelola
museum tidak boleh mengharapkan pamrih yang berlebihan
Preposisi 6: kompetensi ditentukan oleh sikap pengelola museum
g. Keterampilan. Berikutnya adalah berkaitan dengan keterampilan yang dimiliki
pengelola museum yaitu pengelola museum memiliki kemampuan komunikasi karena
pengelola museum akan bertemu dengan pengunjung sehingga kemampuan
komunikasi penting. Selanjutnya, pengelola museum juga harus mampu melayani
dengan baik, bisa memandu dan mampu menguasai bahasa Inggris jadi ketika ada
pengunjung dari mancanegara pengelola museum mampu menjelaskan koleksi kepada
pengunjung mancanegara tersebut. Berdasarkan hal diatas maka preposisi dinyatakan
dalam: Preposisi 7: kompetensi pengelola museum ditentukan keterampilan pengelola
museum
Pembahasan. Dari hasil analisis dan pembahasan diatas, maka penelitian ini melahirkan
penemuan atau preposisi yang berkaitan dengan kompetensi pengelola museum,
diantaranya:
1. Preposisi 1: Usia pengelola museum mempengaruhi kompetensi pengelola museum
Semakin banyak orang-orang muda yang bekerja di museum maka akan semakin
bervariatif kegiatan/program yang dilakukan pihak museum.
2. Preposisi 2 : Kompetensi pengelola museum tidak ditentukan pada jumlah pengelola
museum
Banyak atau sedikitnya pengelola museum tidak mempengaruhi akan kompetensi yang
ada pada pengelola museum karena kompetensi terdapat dalam diri masing-masing
individu tersebut.
3. Preposisi 3 : kompetensi pengelola museum dipengaruhi pelatihan oleh pelatihan
pengelola museum
Pelatihan-pelatihan yang diadakan berbagai lembaga untuk pengelola museum
berpengaruh terhadap kompensi pengelola museum karena dengan adanya pelatihan
maka pengelola museum mendapatkan berbagai informasi dan pengetahuan mengenai
perawatan, jenis koleksi dan sejarah pada masing-masing museum tersebut.
4. Presposisi 4: Kompetensi pengelola museum tidak ditentukan pada struktur organisasi
yang ada di museum
Besar kecilnya organisasi yang ada di museum tidak berpengaruh pada kompetensi
pengelola museum karena walaupun struktur organisasi hanya terdiri dari bagian inti
335
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
seperti kepala dan staf namun kalo dijalankan dengan sungguh-sungguh maka kegiatan
operasional akan berjalan dengan semestinya.
5. Preposisi 5 : Kompetensi pengelola museum ditentukan oleh latar belakang pendidikan
Latar belakang pendidikan menentukan kompetensi pengelola museum, berbagai
harapan berkaitan dengan latar belakang pendidikan muncul. Lulusan yang bekerja di
museum itu terdiri dari berbagai bidang ilmu dan masing-masing setiap bidang
pekerjaan di museum disesuaikan dengan latar belakang pendidikannya.
6. Preposisi 6: kompetensi ditentukan oleh sikap pengelola museum. Sikap dalam
memberikan pelayanan menentukan kompetensi pengelola museum. Diantara sikap
yang harus dimiliki sebagai pengelola museum yaitu: (a) Trust, yang artinya bisa
dipercaya. Untuk menjaga museum dengan berbagai koleksi yang memiliki nilai
sejarah tinggi dibutuhkan pengelola museum yang memiliki tingkat kejujuran tinggi
sehingga mampu dipercaya untuk menjaga koleksi. (b) Integrity, memiliki integritas
dalam bekerja, (c) Professional, mampu bekerja dengan baik sesuai dengan job
desknya, (d) Tidak kaku, dalam hal memandu disesuaikan dengan pengunjung, (e)
Ramah, bersikap ramah kepada semua pengunjung, (f) Kreatif, mampu menangani
berbagai pengunjung atau kegiatan museum sehingga mampu menjadikan museum
lebih baik, (g) Ikhlas, dalam menjalankan pekerjaannya pengelola museum tidak boleh
mengharapkan pamrih yang berlebihan
7. Preposisi 7: kompetensi pengelola museum ditentukan keterampilan pengelola
museum. Pengelola museum dalam melakukan pekerjaannya membutuhkan
keterampilan diantaranya pengelola museum juga harus mampu melayani dengan baik,
bisa memandu dan mampu menguasai bahasa Inggris jadi ketika ada pengunjung dari
mancanegara pengelola museum mampu menjelaskan koleksi kepada pengunjung
mancanegara tersebut.
PENUTUP
Kesimpulan. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada narasumber pengelola
museum menghasilkan beberapa saran yang mungkin bisa dijadikan masukan untuk
berbagai pihak di masa yang akan datang. Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut. Untuk status karyawan yang sudah lama bekerja dimuseum diharapkan
mampu untuk diangkat menjadi pegawai tetap sesuai pada harapan pengelola museum
pada data transkip wawancara. Latar belakang pendidikan pengelola disesuaikan dengan
jenis pekerjaannya masing-masing (Preposisi 5). Usia merekrut pengelola museum
merupakan usia produktif jadi bukan orang yang mulai pensiun yang ditempatkan pada
museum (Preposisi 1). Menambah pelatihan-pelatihan berkaitan dengan peningkatan
keterampilan dan sikap pengelola museum (Preposisi 3)
Penelitian yang akan datang dapat melanjutkan penelitian ini secara empiris
berdasarkan preposisi yang telah dihasilkan dari penelitian ini. Sampel museum sebaiknya
tidak hanya di DKI Jakarta, sehingga sampel juga semakin banyak. Memperbanyak
sampel memberikan kemungkinan berbagai jawaban akan ditemukan. Penelitian
selanjutnya dapat dilakukan dengan menambah variable yang diteliti. Penelitian ini hanya
336
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
menggunakan variable kompetensi, dengan adanya preposisi/temuan yang didapatkan
pada penelitian ini maka peneliti selanjutnya bisa menambahkan berbagai variable sesuai
dengan tema penelitiannya.
Saran. Penelitian yang akan datang dapat didasarkan jenis museum. Jenis museum
diklasifikan dengan berbagai macam klasifikasi, peneliti memberikan saran kepada
peneliti selanjutnya untuk meneliti berdasarkan pada jenis museum yang ada.
DAFTAR RUJUKAN
Alwasilah,Chaedar A., (2003). Pokoknya Kualitatif Dasar-dasar Merancang Dan
Melakukan Penelitian Kualitatif. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta
Ardianto, Elvinaro. (2010). Metodologi Penelitian Untuk Public Relation Kuantitatif Dan
Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Bungin,Burhan. (2007). PenelitianKualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakkan Publik
Dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Danim,Sudarwan. (2008). Kinerja Staf Dan Organisasi. Pustaka Setia. Bandung
Harsono. (2010). Perencanaan Kepegawaian. Fokusmedia. Bandung.
K, Santana Septiawan. (2007). Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Yayasan
Obor. Jakarta.
Mangkuprawita dan Aida Vitalaya Hubeis. (2007). Manajemen Mutu Sumber Daya
Manusia. Ghalia Indonesia. Bogor.
Nawawi,Hadari. (2005). Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit Yang Kompetitif.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Nazir, Moh. (2003). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
P, Darsono & Tjatjuk Siswandoko. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia Abad 21
Kajian Tentang Sumber Daya Manusia Secara Filsafat, Ekonomi, Sosial,
Antropologi, Dan Kajian Politik. . Nusantara Consulting. Jakarta
Sarwono,Jonathan. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. (2003). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif Tata
Langkah Dan Teknik-teknik Teorisasi Data. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif R&D. Alfabeta. Jakarta
Sulistiyani, Teguh Ambar & Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia
Konsep,Teori Dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Sutrisno, Edi. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana Pranada Media
Group. Jakarta
Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. PT Rajagrafindo. Jakarta
Yuniarsih, Tjutju dan Suwatno. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Alfabeta.
Bandung
337
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
PENGARUH DISIPLIN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA
PERAWAT BAGIAN ANAK RSU TANGERANG
Evawati
Fakultas Ekonomi Eniversitas Esa Unggul Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: In this study discusses the effect of the Discipline and Motivation Work for
The Children's Nurse Performance RSU Tangerang. Data obtained by giving
questionnaires to 38 nurses as respondents. The hypothesis taken is suspected of
influence between discipline and motivation on performance RSU Tangerang Child
nurse. Statistical calculations using SPSS analytical test equipment. The results showed
that the discipline and motivation nurses have an influence on performance in the
Tangerang General Hospital, which means that an increase in discipline and motivation
will improve the performance of nurses at Tangerang General Hospital.
Keyword: Discipline, Work Motivatio, Employee Performance
Abstrak: Penelitian ini membahas pengaruh disiplin dan motivasi kerja terhadap
kinerja perawaqt Bagian Anak RSU Tangerang. Data diperoleh dengan memberikan
kuesioner kepada 38 perawat sebagai responden. Diduga ada pengaruh disiplin dan
motivasi terhadap kinerja perawat Bagian Anak RSU Tangerang. Digunakan
pendekatan statistika untuk membuktikan hipotesis yang diajukan dengan bantuan
SPSS sebagai alat penguji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin dan
motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat Bagian Anak di Rumah Sakit
Umum Tangerang. Jika disiplin dan motivasi meningkat maka kinerja perawat Bagian
Anak di Rumah Sakit Umum Tangerang akan meningkat.
Keyword: Disiplin, Motivasi Kerja, Kinerja Pegawai
PENDAHULUAN
Pembangunan dan pelayanan kesehatan tahun ke tahun semakin mnunjukkan peningkatan
yang lebih baik. Peningkatan tersebut digambarkan dengan meningkatnya mutu pelayanan
yang berkesinambungan serta ditunjang oleh kelengkapan sarana dan pra sarana yang
lebih baik. Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang dalam terus meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya.
Kontribusi petugas kesehatan di dalam Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
menunjukkan komitmen yang semakin baik dan bergairah dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan baik pada tingkat administrasi maupun tekhnis. Kesadaran masyarakat dan
petugas terhadap perilaku hidup bersih dan sehat menunjukan adanya peningkatan dari
waktu ke waktu. Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa keberhasilan peningkatan mutu
338
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
pelayanan juga dipengaruhi dari semua unsur dukungan yang ada di Rumah Sakit Umum
Daerah Tanggerang..Kinerja pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang perlu
dipadukan dengan meningkatkan pelayanan yang efektif dan efisien, sehingga Rumah
Sakit Umum Tangerang menghasilkan produk pelayanan bermutu dengan biaya relatif
terjangkau oleh para pengguna jasa. Kualitas Sumber Daya Manusia perlu ditingkatkan
terutama disiplin dan motivasi para perawat Bagian Anak di Rumah Sakit Umum Daerah
Tanggerang. Dalam kaitannya dengan kinerja karyawan sebagai pelaksana pelayanan
pengguna jasa rumahsakit, dibutuhkan SDM yang memiliki disiplin dan motivasi kerja
yang baik, sehingga dapat mempengaruhi kinerja sesuai standar kualitas mutu pelayanan.
Penelitian ini bertujuan menemukan pengaruh disiplin dan motivasi kerja terhadap
kinerja karyawan, yaitu perawat di Bagian Anak RSU Tanggerang. Hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat bagi Bagi Rumah Sakit Umum Tanggerang yaitu sebagai bahan
masukan dan pikiran bagi pimpinan RSU Tanggerang serta dapat menambah kazanah
bacaan bermanfaat, bahan masukan dan bahan perbandingan bagi pembaca yang ingin
melakukan penelitian.
Tinjauan Teori. Dessler (2003) mendefinisikan bahwa manajemen sumber daya manusia
adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada
karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan dan masalah
keadilan. Menurut Hariandja dan Hardiwati (2005), manajemen SDM dengan keseluruhan
penentuan dan pelaksanaan berbagai aktifitas, policy dan program yang bertujuan untuk
mendapatkan tenaga kerja, pengembangan dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan
dukungannya terhadap peningkatan efektifitas organisasi dengan cara yang etis dan sosial
dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Hasibuan (2007) manajemen sumber daya manusia adalah “ Ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien, membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat “. Sedangkan menurut
Simamora (2004) manajemen sumber daya manusia adalah
pendayagunaan,
pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota
organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan implementasi sistem
perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi
kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.
Fungsi manajemen meliputi fungsi manajerial dan fungsi operasional.
1. Fungsi Manajerial: (a) Fungsi Perencanaan (Planning), merupakan fungsi
manajemen sumber daya manusia yang dinilai esensial. Karena menyangkut rencana
pengelolaan sumber daya manusia organisasi baik dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang yang berkaitan dengan operasionalisai organisasi dan kelancaran
kerja yang ada didalamnya.; (b) Fungsi Pengorganisasian (Organizing),
pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan
koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya
tujuan secara efektif.; (c) Fungsi Pengarahan (Actuating), adalah kegiatan
339
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
mengarahkan semua karyawan agar dapat bekerjasama dan bekerja efektif serta efisien
dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan
pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan
baik.; (d) Fungsi Pengendalian (Controlling), adalah kegiatan mengendalikan semua
karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan
rencana. Apalagi terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan
dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan,
perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan kerja.
2. Fungsi Operasional meliputi: (a) Fungsi pengadaan (Procurement), perencanaan
adalah suatu proses untuk penentuan rencana atau program kegiatan. Ini merupakan
fungsi manajemen sumber daya manusia didalam suatu usaha untuk memperoleh jenis
dan jumlah sumber daya manusia yang diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi
yang tepat, baik dan benar.; (b) Fungsi Pengembangan (Development) fungsi ini
berkaitan sangat erat dalam peningkatan keterampilan dan kemampuan yang
diupayakan melalui jalur pelatihan maupun pendidikan terhadap sumber daya manusia
yang ada. Dan juga dilakukan dalam bentuk suatu pengembangan diri untuk semua
para karyawan yang berprestasi maupun yang kurang berprestasi.; (c) Fungsi
kompensasi (Compensation), yaitu pemberian balas jasa baik secara langsung maupun
tidak langsung yang berupa finansial maupun non finansial yang layak diberikan
kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang telah diberikan kepada perusahaan.; (d)
Fungsi integrasi (Integration), adalah kegiatan manajemen yang bertujuan untuk
rekonsiliasi kepentingan karyawan dalam organisasi. Dengan kata lain, untuk
mempersatukan kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan agar tercipta
kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.; (e) Fungsi Pemeliharaan
(Maintenance), fungsi ini berkaitan dengan upaya dalam mempertahankan kemauan
dan kemampuan minat kerja karyawan yang dilakukan.; (f) melalui penerapan
beberapa program yang dapat meningkatkan loyalitas dan kebanggaan kerja.; (g)
Fungsi Kedisiplinan (Discipline), merupakan fungsi manajemen sumber manusia yang
terpenting dan kunci terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan
dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma
sosial.; (h) Fungsi Pemberhentian (Separation), adalah putusnya hubungan kerja
seseorang yang disebabkan oleh karyawan, perusahaan, berakhirnya kontrak kerja
maupun pensiun.
Kedisiplinan merupakan fungsi SDM yang keenam dari fungsi operatif MSDM yang
terpenting karena semakin banyak disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang
dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan mencapai
hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Indikator - Indikator Kedisiplinan. Pada dasarnya banyak indicator yang mempengaruhi
tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya: (1) Tujuan dan kemampuan;
(2) teladan pimpinan; (3) Balas jasa; (4) Keadilan; (5) Waskat; (6) Sanksi hukuman; (7)
Ketegasan; (8) Hubungan kemanusiaan
340
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Menurut Hasibuan (2007), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi
dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.
Veithzal (2006) mengatakan motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang
mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.
Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk
mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan.
Menurut Maslow dalam Maslow’s Need Hierarchy Theory, kebutuhan manusia
tersusun dalam suatu jenjang, yaitu: (1) Fisiologis: antara lain rasa lapar, haus,
perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan jasmani lain.; (2) Keamanan:
antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.; (3)
Sosial: mencakup kasih saying, rasa memiliki, diterima-baik dan persahabatan.; (4)
Penghargaan: mencakup faktor penghormatan diri seperti harga dan prestasi serta faktor
penghormatan dari luar seperti status, pengakuan dan perhatian.; (5) Aktualisasi diri:
dorongan untuk menjadi seseorang sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan,
pencapaian potensi dan pemenuh diri.
Menurut Mangkunegara (2007), “kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Selain itu, kinerja adalah hasil seseorang
secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar
hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah
disepakati bersama.(Rivai dan Basri, 2004).
Untuk
mengetahui
kinerja
karyawan
diperlukan
kegiatan-kegiatan
khusus.Bernandin dan Russell (2006) mengajukan enam kinerja primer yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu: (a) Quality, merupakan tingkat sejauh mana
proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan
yang diharapkan.; (b) Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah
rupiah, unit, siklus kegiatan yang dilakukan.; (c) Timelinness, merupakan sejauh mana
suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dihendaki, dengan memperhatikan
koordinasi output lain serta waktu yang tersebut untuk kegiatan orang lain.; (d) Cost
effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumberdaya organisasi
(manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalkanuntuk mencapai hasil
tertinggi atau pengurangan
kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.; (e)
Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat
melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seseorang
supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.; (f) Interpersonal impact,
merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja
sama diantara rekan kerja dan bawahan.
Adapun sejumlah tujuan penilaian kinerja menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003),
antara lain: (a) Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai.; (a)
Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya.; (c) Mendistribusikan reward dari
organisasi atau instansi yang dapat berupa kenaikan pangkat dan promosi yang adil.; (d)
Mengadakan penelitian manajemen personalia.
341
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Untuk menunjang tercapainya tujuan kinerja organisasi yang legal dan tidak melanggar
hukum serta sesuai dengan moral dan etika, dibutuhkan sumber daya manusia yang
memenuhi kriteria tetentu dalam memenuhi kriteria, diantaranya disiplin dan motivasi
pegawai. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat
kerja dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kausal, yaitu penelitian untuk
mengetahui pengaruh satu atau lebih variabel bebas (independen variable) terhadap
variabel terikat (dependent variable). Dalam hal ini adalah mengetahui pengaruh disiplin
dan motivasi terhadap kinerja perawat bagian anak RSU Tanggerang.
RSU Kabupaten Tangerang didirikan pada tahun 1928 berlokasi di sebuah ruangan
BUI (Penjara) yang lahannya digunakan sekarang sebagai mastid agung Al-Ittihad dengan
kapasitas perawat 12TT. Tahun 1932 pindah kejalan. DaanMogot no3 dengan kapasitas 40
tempat tidur. Tahun 1946 dipindahkan ke Balaraja, dan tahun 1955 pengelola
RSUTangerang diserahkan pada pemerintah swatatantra Kabupaten Tangerang. Pada
tahun 1959 mulai direncanakan membangun sebuah rumah sakit baru dilokasi yang
sekarang di jalan A.Yani no 9 Tangerang. Pada tahun 1976 RSU Tangerang dimanfaatkan
untuk pendidikan tingkat V dan VI FKUI, pada semua bagian .Dantahun 1986 dijalin kerja
sama antara pemda Tangerang dengan Fakultas kedokteran Gigi UI dengan tujuan
meningkatkan pelayanan RSU Tangerang serta memanfaatnya untuk pendidikan
Dengan keputusan Bupati Tangerang No.445/kep.113/Huk/2008 RSU Kabupaten
tanggerang ditetapkan sebagai penyeleggaraan pola pengelola keuangan badan layanan
umum daerah Kabupaten Tanggerang .Setalah dikembangkan secara bertahap saat ini RSU
Tanggerang mempunyai bangunan yang luas keseluruhanya 24.701 M2 diatas tanah 41.615
m2 dan memiliki fasilitas perawatan dengan 383 TT 27 jenis keahlian dengan jumlah
karyawan 1065 orang.Hipotesis yang diajukan pada penleitian ini adalah diduga ada
pengaruh disiplin dan motivasi terhadap kinerja perawat bagian anak RSU Tanggerang.
Tabel 1. Variabel dan Indikatornya
Variabel
Disiplin (X1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Indikator
Tujuan dan kemampuan
Teladan pimpinan
Balas jasa
Keadilan
Waskat
Sanksi hukuman
Ketegasan
Hubungan kemanusiaan
342
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Variabel
Motivasi (X2)
Kinerja (Y)
Indikator
1. Kebutuhan
2. Tingkah Laku
3. Harapan
4. Imbalan
1. Tangibles
2. Reliability
3. Responsivness
4. Competence
5. Courtesy
6. Credibility
7. Security
8. Acess
9. Communication
10. Understanding the Customer
Sumber: diolah
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat bagian anak RSU Tangerang yang
berjumlah 38 orang. Sampel yang digunakan ialah dengan sampling jenuh, jadi seluruh
populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini. Variabel dan indikator yang digunakan
pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Variabel dan Pengukurannya
Variabel
Disiplin (X1)
Motivasi (X2)
Kinerja (Y)
Indikator
1. Tujuan dan kemampuan
2. Teladan pimpinan
3. Balas jasa
4. Keadilan
5. Waskat
6. Sanksi hukuman
7. Ketegasan
8. Hubungan kemanusiaan
1. Kebutuhan
2. Tingkah Laku
3. Harapan
4. Imbalan
1. Tangibles
2. Reliability
3. Responsivness
4. Competence
5. Courtesy
6. Credibility
7. Security
8. Acess
9. Communication
10. Understanding the Customer
343
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Definisi Operasional Variabel: (1) Disiplin (X1). Kedisiplinan adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku.; (2) Motivasi (X2). Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang
mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan
individu.Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan
kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan.; (3) Kinerja
(Y). Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Skala yang dipakai untuk pengukuran data variabel X1 ,X2 dan variabel Y dalam
penelitian ini adalah skala linkert yang digunakan untuk mengukur sikap,pendapat dan
persepsi orang tentang fenomena sosial.variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator
tersebut.
Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data primer sehubungan
dengan data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan penelitian. Data primer
adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumber informasi. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik
analisis regresi berganda. Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) versi 12.00.
Pengujian hipotesis ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan secara simultan
antar variabel digunakan pendekatan Analisis Regresi Berganda. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut.
Y = a+b1X1+b2X2
Dimana: Y = Kinerja Pegawai; A = Konstanta (X=0); b1b2 = Koefisien Regresi; X1 =
Disiplin; X2 = Motivasi Kerja
Pengujian Hipotesis secara simultan menggunakna rumus sebagai berikut.
R2 (N-m-1)
Fhitung = ------------M(1-R2)
Rumusan Hipotesis adalah:
Ho: Disiplin dan Motivasi Kerja tidak terdapat pengaruh secara signifikan terhadap
kinerjaperawat bagian anak RSU Tanggerang
Ha:Disiplin dan Motivasi Kerja terdapat pengaruh secara signifikan terhadap
kinerjaperawat bagian anak RSU Tanggerang
Hipotesis diuji dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%, sehingga α yang digunakan
adalah 0,05. Dengan menggunakan uji dua arah (two tailed), maka ( n - k ; α/2 ). Jadi
38 - 2 ; α = 0,005/2 = 0,025.
Pengambilan keputusan menerima atau menolak hipotesis didasarkan pada nilai
probabilitas. Jika nilai probabilitas > 0,05 maka Ho diterima. Sebaliknya jika Probabilitas
< 0,05 maka Ho ditolak.
344
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini membahas hasil data yang telah penulis kumpulkan dari responden
sebanyak 36 perawat bagian anak RSU Tanggerang. Hasil analisis ini nantinya digunakan
untuk mengetahui pengaruh disiplin dan motivasi terhadap kierja pegawai.
Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel
Colinearity Statistic
Tolerance
VIF
0,859
1,164
0.859
1,164
X1 (Disiplin)
X2 (Motivasi Kerja)
Hasil uji asumsi klasik atas gejala multikolinearitas menunjukkan kesimpulan tidak ada
gejala multikolinearitas. Pada tabel di atas terlihat kedua variabel independent (Disiplin
dan Motivasi) pada Tolerance = 0,859 dan angka VIF (Variance Inflation Factor) = 1,164.
Jika nilai VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan
multikolinearitas atau dengan kata lain model regresi yang bebas multikolinearitas adalah
jika nilai VIF lebih kecil dari 5. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai VIF
1,164 tersebut pada tabel di atas tidak terdapat masalah multi kolinearitas sehingga metode
regresi berganda layak dilakukan berikutnya.
Hasil pengujian hipotesis melalaui persamaan regresi linier berganda menghasilkan
output sebagaimana disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Koefisien Determinasi
Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
0.627
0,393
0,358
Std Error of the
Estimate
3,31515
Tabel 3 di atas menunjukikan koefisien determinasi (R2) sebesar = 0.393. Nilai koefisien
determinasi (R2) menunjukkan bahwa disiplin dan motivasi kerja mampu menjelaskan
variabilitas kinerja perawat Bagian Anak di RSU Tangerang sebesar 39,3%. Sebanyak
60,7% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian
ini.
Tabel 4. Uji F (ANOVA)
Model
I. Regression
Residual
Total
Sum of Squares
Df
248,737
2
348,657 35
633,395 37
Mean Square
124,369
10,99
F
11,316
Sig.
.000a
Sumber: data diolah
Uji F dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel
disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja perawat. Hasil Uji F pada Tabel 4
345
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
menunjukkan Fhitung sebesar 11,316 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000. Probabilitas
signifikasi tersebut bernilai kurang dari 0,01 maka model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi kinerja perawat. Dapat dikatakan bahwa variabel disiplin dan motivasi kerja
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel kinerja perawat.
Tabel 5. Koefisien Regresi
Model
1. (Constant)
Disiplin
Motivasi kerja
Unstandardized
Coefficients
B
21.015
0,396
0,273
Std. Error
9,885
0,142
0,110
Standardized
Coefficients
T
Sig.
Beta
0,398
0,348
2,126
2,797
2,516
0,041
0,008
0,017
Sumber: data diolah
Mengacu Tabel 5 diperoleh persamaan regresi atas penelitian ini sebagai berikut:
Kinerja = 21,015 + 0,396 Disiplin + 0,273 Motivasi Kerja. Jika RSU Tangerang
bermaksud meningkatkan kinerja perawat, maka pimpinan perlu meningkatkan disiplin
dan motivasi kerja para perawat. Pengaruh disiplin lebih besar daripada pengaruh motivasi
kerja. Dengan demikian langkah utama untuk meningkatkan kinerja sebaiknya ditempuh
dengan menegakkan disiplin di kalangan perawat.
PENUTUP
Kesimpulan. Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: (1)
Disiplin berpenbgaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perawat. Semakin tinggi
disiplin, semakin baik kinerja perawat.; (2) Motivasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja perawat. Semakin termotivasi para perawat dalam bekerja, semakin tinggi
kinerja mereka.; (3) Kemampuan menjelaskan variabel disiplin dan motivasi kerja
terhadap kinerja perawat relatif rendah
Saran. Beberapa saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: (1) Manajemen RSU
Tangerang disarankan meningkatkan disiplin kerja para perawat. Disiplin para perawat
dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya, di antaranya keteladan, ketegasan, dan adanya
sanksi. Manajemen juga perlu meningkatkan motivasi kerja para perawat. Kebutuhan,
harapan, dan imbalan bagi perawat perlu dikaji lebih jauh agar motivasi mereka dalam
bekerja meningkat. (2) Bagi penelitian yang akan datang sebaiknya ditambahkan variabel
bebas lainnya, agar kemampuan menjelaskan variabilitas kinejra perawat dapat
ditingkatkan. Variabel lain yang dapat ditambahkan misalnya kompensasi, beban kerja,
atau gaya kepemimpinan.
DAFTAR RUJUKAN
Anonymous. (2012). Profil Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang Tahun 2011.
346
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Garry Dessler. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit: Macana Jaya
Cemerlang. Jakarta
Hasibuan, Malayu, S.P., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi Aksara.
Jakarta.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Rosdakarya. Bandung.
Riduwan. (2004). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Cetakan kedua
CV.Alfabeta.
Riva’i dan Basri. (2004). Penilaian Kinerja dan Organisasi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Rivai, Veithzal. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. PT. Raja
grafindo Persada. Jakarta.
Singgih Santoso. (2007). Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15, PT. Elex
Media Komputindo. Jakarta.
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha
Ilmu Yogyakarta..
Supranto, J., (2007). Statistik Teori dan Aplikasi. Erlangga. Jakarta
347
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
ANALISA PENGARUH BUDAYA PERUSAHAAN DAN SIKAP KERJA DALAM
MENINGKATKAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA
Andriati Endang Pratiwi
Program Pascasarjana Universitas Mercu Buana Yogyakarta
E-mail: [email protected]
Abstract: The success ofan organization not only based onexcellenceortechnology.
Howeverthe management ofcorporate cultureis one important thing for the company
because of its ability to influence theattitudes of individual work, especially to push the
performance of human resources with in the company. The management of corporate
culture and positive working attitude needs to be done so that corporate culture can
provide maximum benefit for the company. This research is trying to analyze the
influence of corporate culture on work attitudes in relation to improving the
performance of human resources. Actually the problems arising from this study which
the corporate culture is not strong enough, because of differences in the variant of the
existing character of the behavior and poor work attitudes (inconsistently) that
ultimately has an affect to the performance.Object of this study is PT. Pacific Place
which has 300 number of employees, and respondents were taken from grade 5 to
grade 8, which total its about 171 employees. In this research using collecting data
questionnaire and company data documentation for research tools. The results of this
research is indicated that the corporate culture and working attitude has a strong
influence on the human resource’s performance.
Keywords: Company Culture, Attitude, and Performance mutually influencing each
other
Abstrak: Keberhasilan ofan organisasi tidak hanya didasarkan pada keunggulan atau
technology.However pengelolaan budaya perusahaan merupakan salah satu hal yang
penting bagi perusahaan karena kemampuannya untuk mempengaruhi sikap kerja
individu, terutama untuk mendorong kinerja sumber daya manusia dengan di
perusahaan. Manajemen budaya perusahaan dan sikap kerja yang positif perlu
dilakukan agar budaya perusahaan dapat memberikan manfaat maksimal bagi
perusahaan. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh budaya perusahaan
terhadap sikap kerja dalam kaitannya dengan meningkatkan kinerja sumber daya
manusia. Sebenarnya masalah yang timbul dari penelitian ini yang budaya perusahaan
tidak cukup kuat, karena perbedaan varian karakter yang ada dari perilaku dan sikap
kerja yang buruk (tidak konsisten) yang pada akhirnya memiliki mempengaruhi pada
performance. Object dari penelitian ini adalah PT. Pacific Place yang memiliki 300
jumlah karyawan, dan responden yang diambil dari kelas 5 sampai kelas 8, yang total
yang sekitar 171 karyawan. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner pengumpulan
data dan dokumentasi data perusahaan untuk alat-alat penelitian. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa budaya perusahaan dan sikap kerja memiliki pengaruh yang kuat
pada kinerja sumber daya manusia.
Kata kunci: budaya perusahaan, sikap, kinerja
348
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
PENDAHULUAN
Pertumbuhan industri bisnis pada masyarakat ditandai dengan semakin besarnya jumlah
dan jenis organisasi atau perusahaan yang saling berhubungan secara dinamis dalam
bentuk persaingan maupun kerjasama, baik antara organisasi industri, pelaku bisnis,
maupun profesi. Akibatnya terjadilah interaksi sosial dengan karakteristik masing-masing
serta banyak kepentingan yang membentuk gaya hidup, pola perilaku, dan etika kerja
yang kesemuanya ini menggambarkan ciri khas kondisi suatu organisasi. Sehingga setiap
individu dalam organisasi tidak lepas dari hakekat nilai-nilai budaya yang dianutnya dan
berada dalam lingkungan organisasi tersebut, yang pada akhirnya dapat bersinergi
dengan perangkat organisasi, teknologi, sistem dan strategi, serta gaya kepemimpinan. Di
samping itu, dalam situasi persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini, sebuah
organisasi membutuhkan keunggulan bersaing untuk memenangkan persaingan. Al Fajar
dan Heru (2010) mengatakan bahwa alternatif keunggulan bersaing dari sebuah organisasi
yang dapat digunakan antara lain: 1) Quality Leadership – yang menghasilkan produk
yang berkualitas paling tinggi di antara produk-produk yang dihasilkan oleh para
pesaingnya; 2) Cost Leadership – yang menanggung biaya operasi yang paling efisien di
antara para pesaingnya; dan 3) Sumber daya manusia – yang memiliki sumber daya
manusia lebih unggul bila dibandingkan dengan sumber daya manusia yang dimiliki para
pesaingnya. Diantara ketiganya, sumber daya manusialah yang kini semakin diakui
keberadaannya dan menjadi fokus bagi banyak perusahaan, karena menghasilkan
keunggulan bersaing dalam jangka panjang dan tidak mudah diduplikasi oleh para
pesaing. Sehubungan dengan sumber daya manusia di suatu perusahaan, ada satu hal
penting lain yang terkait dengannya yakni budaya perusahaan (company culture).
Seringkali budaya perusahaan berdampak begitu besar terhadap suksesnya suatu bisnis.
Penelitian ini dilakukan di perusahaan konsorsium yang cukup besar yang bergerak
di bidang property management di Jakarta, yakni PT. Pacific Place Jakarta. PT Pacific
Place Jakarta merupakan sebuah perusahaan konsorsium jasa yang salah satu usaha
bisnisnya adalah Pacific Place Mall, yang berlokasi di kawasan Sudirman – Jakarta
Selatan. PT. Pacific Place Jakarta memiliki karakteristik perusahaan dengan jumlah
karyawan yang besar, status karyawan yang beragam, pemekaran business unit, dan
pemekaran department (yang berasal dari divisi operasional), serta sikap dan perilaku
karyawan yang berbeda-beda. Kondisi ini mempengaruhi pemahaman budaya perusahaan
(dalam bekerja) yang tercermin dari sikap kerjanya yang terkesan sangat terkotak-kotak
dan sendiri-sendiri.
PT. Pacific Place Jakarta telah memiliki budaya perusahaan (corporate culture).
Budaya perusahaan telah dicanangkan, namun keberadaannya dirasakan masih kurang
dalam memberikan kontribusi terhadap karyawan dalam kaitannya dengan pencapaian
tujuan perusahaan. Untuk itu perlu dikaji ulang aspek-aspek yang berkaitan dengan
dimensi budaya perusahaan dan sikap kerja dalam hubungannya untuk menciptakan
kinerja karyawan ataupun manajemen sekaligus kinerja perusahaan.
Permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah: 1) Berapa
besar pengaruh faktor-faktor budaya perusahaan terhadap kinerja sumber daya manusia;
2) Berapa besar pengaruh sikap kerja terhadap kinerja sumber daya manusia, dan 3)
349
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Berapa besar pengaruh faktor-faktor budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap kinerja
sumber daya manusia.
Penelitian ini bertujuan memperoleh bukti empiris mengenai ada atau tidaknya
pengaruh yang signifikan budaya perusahaan terhadap kinerja karyawan, ada atau
tidaknya pengaruh yang signifikan sikap kerja terhadap kinerja karyawan, dan ada atau
tidaknya pengaruh yang signifikan dari budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap
kinerja karyawan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi dunia
usaha mengenai sejauhmana budaya perusahaan (corporate culture) dan sikap kerja
memberikan kontribusi dalam meningkatkan kinerja sumber daya manusia.
Kajian Teori. Budaya organisasi atau corporate culture menurut Freemont kast E dan
Rosenzweig dalam Robbins (2008) merupakan sistem nilai dan kepercayaan yang dianut
bersama yang berinteraksi dengan orang-orang suatu perusahaan, struktur oragnisasi, dan
sistem pengawaqsan untuk menghasilkan norma-norma perilaku. Sedangkan Schein
dalam Robbins (2008) mendefinisikan budaya sebagai pola dariasumsi dasar yang telah
ditentukan atau dikemabngkan untuk mempelajari cara-cara berintegrasi,m yang telah
berfungsi dengan baik dan yang telah dianggap baru oelh karenanya harus diajarkan
kepad anggota baru sebagai cara yang besar untuk emmikirkan, emmandang dan merasa
berklepentingan dengan masaklah tersebut.
Pengukuran variabel budaya organisasi mengikuti instrumen yang digunakan
Robbins (2008) meliputi 7 dimensi yaitu 1) inoveasi dan keberanian mengambil risiko,
yaitu sejauhmana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil
risiko. Indikator variabel ini antara lain a) ide-ide inovatif karyawan, b) pengembangan
ide atau gagasan dalam proses pekerjaan, c) perlindungan terhadap risiko kerja, d)
penyelesaian suatu pekerjaan tidak memandang risiko besar/kecil. 2) perhatian pada halhal rinci yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan
perhatian pada hal-hal detail; 2) Perhatian pada hal-hal rinci yaitu sejauh mana keryawan
diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail. Indikator
variabel ini a) pemenuhan peraturan kerja yang telah ditetapkan, b) ketelitian dalam
pelaksanaan kerja, c) petunjuk kerja apa yang harus dikerajkan dan bagaimana cara
mengerjakan suatu pekerjaan, d) kesempatan untuk merencanakan dalam pelaksanaan
pekerjaan; 3) Orientasi hasil yaitu sejauhmana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang pada teknik dan proses yang digunakn untuk mencapai hasil tersebut. Indikator
variabel ini a) pengutamaan hasil pekerjaan yang bagus, b) pemberian bantuan atau arahan
dari pimpinan dalam penyelesian tugas yang dikerjakan, c) komunikasi antara staf dengan
atasan berjalan dengan baik, perhatian kesejahteraan dan pengembangan karya oleh pihak
manajemen. 4) Orientasi orang, sejauhmana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang di dalam organisasi. Indikator
variabel ini meliputi a) pembuatan keputusan perusahaan dengan memperhtikan data atau
informasi dari karyawan, b) penetapan aturan kebijaksanaan perusahaan yang standar atau
biasa, c) adanya sanksi atau hukuman yang tegas terhadap kesalahan yangdilakukan oelh
karyawan, dan d) dukungan pihak manajemen dalam kerajsama tim; 5) Orientasi tim.
Sejauhmana kegiatan kerja di oragnisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.
Indikatror variabel ini a) pembagian tugas yang adil pada sertiap anggota dalam
organisasi, b) adanya hubungan yang baik antara rekan sekerja dalam penyelesaian tugas,
c) para anggota tim memiliki semangat kerjasama dalam satu itm organisasi, d) adanya
350
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
sistem yang saling membantu antara satu bagian dengan bagian lain dalam organisasi; 6]
keagresivan. Sejauhmana orang bersikap agresif dan kompeteitif ketimbang santai.
Indikator dimensi ini adalah: a) penghargaan organisasi bila anggotan organisasi
berprestasi dengan baik, b) adanya kritik atas pekerjaan yang merupakan dorongan untuk
bekerja baik, c) adanya promosi yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan sehingga
karyawan bersemangat dalam bekerja, d) adanya motivasi dari perusahaan untuk
mendorong karyawan bekerja lebih baik. 7) Stabilitas. Sejauhmana kegiatan-kegiatan
organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan
pertumbuhan. Indokator dimensi ini adalah a) kebanggaan karyawan menjadi karyawan di
perusahaan, b) kebetahan karyawan dalam bekerja karena perusahaan menciptakan
suasana kekeluargaan, c) karyawan merasa ikut memiliki perusahaan dalam bekerja, d)
adanya harapan karyawan dalam bekerja yang baik pada perusahaan.
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dengan jumlah
yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbin, 2003). Kepuasan kerja juga dapat
dideskripsikan sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap
pekerjaan mereka (Greenberger dan Baron, 2003). Kinerja karyawan adalah hasil kerja
yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi seusai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya. perusahaatas orang. Dimensi variabel ini
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dibuat suatu kerangka
pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini. Kerangka tersebut menunjukkan
hubungan antara budaya perusahaan, sikap kerja, dan kinerja beserta dimensi yang diteliti.
Gambar 1 berikut ini menyajikan kerangka pemikiran teoritis penelitian ini.
Sikap kerja (attitude) dikembangkan oleh karakteristik Kepuasan Kerja (X7).
Kinerja karyawan dibentuk oleh 4 (empat) penilaian seperti: X8 = Penilaian Dasar
(Basic Performance); X9 = Penilaian Kinerja (Performance Management); X10 =
Penilaian Kepemimpinan (Leadership Performance); X11 =
Penilaian
Pemahaman
Bisnis (Business Ak cumen Performance).
Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Ada pengaruh budaya perusahaan terhadap kinerja sumber daya manusia
H2 : Ada pengaruh sikap kerja terhadap kinerja sumber daya manusia.
H3 : Ada pengaruh budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap kinerja sumber daya
manusia.
Visi & Misi
Tujuan Perusahaan
351
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Budaya Perusahaan:
1. Inovasi
2. Perhatian ke rincian
3. Orientasi hasil
4. Orientasi orang
5. Orientasi team
6. keagresifan
Sikap Kerja (Attitude):
Kepuasan Kerja
H1
H2
Kinerja Karyawan:
1. Penilaian dasar
2. Penilaian kinerja
3. Penilaian
Kepemimpinan
4. Penilaian
pemahaman
bisnis
H3
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Sumber: Data primer 2011
METODE
Penelitian ini merupakan studi kausalitas, yang ditujukan untuk menemukan pengaruh
variabel bebas yaitu budaya perusahaan dan sikap kerja terhadap variabel terikatnya, yaitu
kinerja sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia pada penelitian ini adalah karyawan
PT. Pacific Place yang merupakan tenaga penjualan dan berjumlah 300 orang. Responden
penelitian diambil secara purposive yaitu karyawan yang berada pada kelas 5 sampai
kelas 8, dengan total 171 orang.
Data penelitian merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diambil
menggunakan kuesioner, sementara data sekunder dikumpulkan dengan metode
dokumentasi sehubungan dengan data perusahaan yang diperlukan untuk mendukung
penelitian ini. Data primer yang dikumpulkan dari para tenaga penjual perusahaan berupa
skala Likert. Data diolah dengan metode regresi liner berganda..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian hipotesa ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesa dalam penelitian ini
diterima atau ditolak melalui analisis regresi linear berganda.Dalam analisis regresi linear
berganda ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresi
melalui uji t dan uji F.
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh semua
variabel independen (Budaya Perusahaan dan Sikap Kerja) terhadap variable dependen
(Kinerja). Hasil pengolahan data untuk koefisien determinasi disajikan pada Tabel 1.
352
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Tabel 1. Koefisien Determinasi
Model
R
R Square
Adjusted R Square
a
1
.427
.182
.173
a. Predictors: (Constant), Sikap_kerja, Budaya_Perusahaan
b. Dependent Variable: Kinerja
Std. Error of the
Estimate
1.31341
Sumber: data diolah
Pada hasil perhitungan diperoleh besarnya koefisien korelasi (R) adalah 0,427. Artinya
rtinya terdapat hubungan yang kuat antara variabel independent (Budaya Perusahaan dan
Sikap Kerja) dengan variabel dependent (Kinerja). Koefisien determinasi (R2) bernilai
0,182. Berarti pengaruh variasi dari variabel dependen (Y) sebesar 18.2 % dapat
dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan 81.8 % dipengaruhi oleh faktor - faktor
lain yang belum masuk dalam model regresi penelitian ini.
Uji Anova digunakan untuk pengujian hipotesis secara simultan (uji F), apakah
variabel Independen (Budaya Perusahaan dan Sikap Kerja), secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variable dependen (Kinerja). Hasil uji Anova disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji ANOVA
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of Squares
64.614
289.807
354.421
df
2
168
170
Mean Square
32.307
1.725
F
18.728
Sig.
.000a
Sumber: data diolah
Hasil pengolahan data menunjukkan nilai F hitung adalah 18,728. F tabel (k, n-k-1)
dengan tingkat signifikansi 5 persen adalah 3.90. Dikarenakan FHitung (18,728) > F
Tabel (3.90), maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independent (Budaya
Perusahaan dan Sikap Kerja) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependent (Kinerja). Tabel 4 menyajikan hasil pengujian pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini. Ditemukan bahwa
Budaya Perusahaan dan Sikap Kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja.
Tabel 4. Uji Koefisien Regresi (uji t)
Model
1
(Constant)
Budaya_Perusahaan
Sikap_kerja
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
11.095 .636
.092 .033
.165 .044
Standardized
Coefficients
Beta
.214
.290
T
17.435
2.775
3.762
Sig.
.000
.006
.000
a. Dependent Variable: Kinerja
Sumber: data diolah
353
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Mengacu data pada Tabel 4 diketahui persamaan regresi penelitian ini adalah:
Kinerja = 11,095 + 0,092 Budaya_Perusahaan + 0,165 Sikap_Kerja.
Persamaan regresi tersebut di atas, dapat dijelaskan seperti di bawah ini:
a. Nilai koefisien regresi Budaya Perusahaan sebesar 0.092, memiliki tingkat signifikansi
0.006 dan t hitung = 2.775, menunjukkan bahwa Budaya Perusahaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja. Semakin baik budaya perusahaan yang
dikembangkan di peursahaan, akan meningkatkan kinerja karyawan.
Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha :β1>0 (Budaya
perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja) adalah terbukti (H1
diterima).
b. Nilai koefisien regresi Sikap Kerja sebesar 0.165, memiliki tingkat signifikansi 0.000,
dan t hitung = 3.762, menunjukkan bahwa Sikap Kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja. Semakin baik sikap kerja yang dikembangkan di
perusahaan, akan meningkatkan kinerja karyawan
Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha :β2>0 (Sikap kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja), adalah terbukti (H2 diterima).
Pembahasan. Penulis berusaha memperluas pengujian dengan menganggap bahwa
kinerja sumber daya manusia akan lebih tepat dan sesuai apabila dipengaruhi sekaligus
oleh variabel budaya perusahaan dan sikap kerja. Budaya perusahaan melalui sikap kerja
mampu menjelaskan secara lebih jauh pengaruhnya terhadap kinerja sumber daya
manusia. Budaya perusahaan yang diimplementasikan dengan menumbuhkan sikap kerja
yang positif secara signifikan akan senantiasa mampu meningkatkan kinerja sumber daya
manusia. Secara keseluruhan penelitian ini memperkuat pandangan-pandangan dan
penelitian-penelitian sebelumnya dengan pijakan dasar bahwa budaya perusahaan dan
sikap kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja sumber daya manusia.
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian ini yang menggunakan SPSS diperoleh suatu
kesimpulan bahwa Budaya Perusahaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan
memberikan kontribusi yang besar untuk meningkatkan kinerja. Hipotesis 1 yang diajukan
dalam penelitian ini adalah Budaya Perusahaan berpengaruh terhadap Kinerja, dan
berdasarkan perhitungan uji ANOVA dibuktikan bahwa Budaya Perusahaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Kinerja.Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan
bahwa Budaya Perusahaan berpengaruh atau memiliki hubungan dengan Kinerja adalah
terbukti (H1 diterima).
Dalam hipotesis 2 dimana diajukan adanya pengaruh antara Sikap Kerja dengan
Kinerja, dan dari perhitungan koefisien regresi yang menggunakan uji ANOVA
dibuktikan bahwa Sikap Kerja memberikan konntribusi yang lebih besar dibandingkan
dengan Budaya Perusahaan, hal ini antara lain disebabkan adanya berbagai upaya yang
dilakukan pihak manajemen PT. PACIFIC PLACE JAKARTA untuk meningkatkan
kepuasan kerja karyawan terhadap perusahaan serta penempatan karyawan sesuai
kemampuan. Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa Sikap Kerja
berpengaruh atau memiliki hubungan dengan Kinerja adalah terbukti (H2 diterima).
354
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Dalam Hipotesis 3 yang menyatakan adanya hubungan antara pengaruh budaya
perusahaan dan sikap kerja terhadap kinerja, penulis melakukan pengujian melalui SPSS
yang pada hasilnya menunjukkan bahwa variabel dependent (dalam hal ini adalah
Kinerja), dapat dijelaskan oleh variabel independent (Budaya Perusahaan dan Kinerja).
Dan dari hasil uji simultan (uji F) menunjukkan bahwa semua variabel independent
berpengaruh significant pada variabel dependent.
Berdasarkan hasil penelitian ketiga variabel yakni budaya perusahaan dan sikap
kerja menunjukkan hasil berpengaruh dalam meningkatkan kinerja sumber daya manusia,
artinya bahwa faktor-faktor inilah yang harus lebih diperhatikan oleh pihak manajemen
PT. PACIFIC PLACE JAKARTA, misalnya dengan cara memperkuat dan memperkokoh
budaya perusahaan agar mampu dihayati oleh semua karyawan, dan meningkatkan sikap
kerja dengan memperkuat hal-hal yang menjadi dasar bagi terciptanya kepuasan
karyawan.
Masing-masing variabel itu sendiri mengandung beberapa dimensi yang perlu
menjadi perhatian. Dari variabel budaya perusahaan, dimensi inovasi menduduki
peringkat pertama yang harus diperbaiki, disusul dengan dimensi perhatian ke hal-hal
yang bersifat rinci (analisa) serta orientasi tim (kerjasama tim).Sebaiknya manajemen
perlu memberikan kesempatan yang lebih baik bagi para karyawannya untuk
mengembangkan gagasan atau ide agar lebih dapat meningkatkan kepercayaan diri bahwa
posisinya sangat dibutuhkan di dalam perusahaan. Disamping itu juga para karyawan
didorong untuk memiliki kecermatan, analitis, dan ketepatan terhadap bagian-bagian yang
paling rinci atau detail dari pekerjaannya. Begitupun juga dengan teamworkatau orientasi
tim harus lebih dikembangkan di PT. PACIFIC PLACE JAKARTA, karena budaya yang
tidak berorientasi pada tim biasanya didominasi oleh arogansi individual dan
departemental. Budaya yang berorientasi pada tim lebih tepat diaplikasikan karena
dimensi ini berhubungan dengan tingkat homogenitas dan soliditas budaya dalam
melaksanakan dan menyelesaikan aktifitas pekerjaan sehingga setiap pekerjaan akan
terasa lebih mudah diselesaikan karena memiliki tingkat kerjasama yang baik
Sementara dari variabel Sikap Kerja pada dimensi kepuasan kerja, cenderung
sudah memadai hanya saja perlu ditingkatkan adanya fasilitas yang lebih baik untuk
meningkatkan kinerja, misalnya dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik dan
nyaman serta mendukung eksistensi karyawan dengan segala prasarana dan fasilitas yang
memadai. Oleh karena itu perlu diciptakan kepuasan kerja yang berkesinambungan
terhadap seluruh karyawan di setiap level organisasi.
Kinerja sumber daya manusia mengacu pada prestasi kerja karyawan yang diukur
berdasarkan standar atau kinerja yang telah ditetapkan oleh PT. PACIFIC PLACE
JAKARTA Pengelolaan untuk mencapai kinerja sumber daya manusia yang tinggi
dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Langkahlangkah yang harus ditempuh oleh PT. PACIFIC PLACE JAKARTA untuk meningkatkan
kinerja sumber daya manusia nya antara lain: (1) Menyusun strategi organisasi, baik
bersifat jangka pendek maupun jangka panjang agar mampu berkompetisi dalam
persaingan bisnisnya dan mampu mengantisipasi perubahan jaman.; (2) Melakukan telaah
terhadap budaya perusahaan yang ada apakah telah sesuai dengan nilai-nilai perusahaan
dan apakah budaya yang ada mendukung perkembangan perusahaan dimasa depan.; (3)
Atribut individual juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja sumber daya
manusia. Pekerja yang memiliki keahlian dan ketrampilan yang handal harus dihargai
355
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
lebih oleh perusahaan bila perusahaan tidak ingin kehilangan sumber daya manusia yang
handal.
DAFTAR RUJUKAN
Ajzen, Icek dan Fishbein. (2000). Theory of Planned Behavior. University of
Massachusetts.
Al Fajar, Siti dan Heru, Tri. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia – Sebagai Dasar
Meraih Keunggulan Bersaing, Badan Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN.Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Rineka Cipta – Jakarta.
Armstrong, Michael. (1993). Handbook of Personnel Management Practice, Kopen Page,
Ltd – London.
Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia – Teori dan Pengukurannya Edisi ke-2. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Bernardin, John. (2001). Sistem Manajemen Kinerja. Hasil Google Books.
Cartwright, Jeff. (2000). Cultural Transformation. Pearson Education Limited – London
Gozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Gordon, G.G., (1991). Industry Determinants of Organizational Culture. Academy of
Management Review, Vol.16 No. 2
Greenberg, dan Baron. (2003). Commitment Organization dalam Jurnal Seputar
Komitmen Organisasi. Perpustakaan Universitas Indonesia, Liche Seniati, (2004),
Jakarta.
Grote, Dick. (2010) The Complete Guide to Performance Appraisal. Grote Consulting
Corporation, Dalls – USA.
Hanggraeni, Dewi. (2011). Perilaku Organisasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia – Jakarta.
Hofstede. (1991). Measuring Organizational Cultural: A Qualitative Study Across Twenty
Cases, Administrative Science Quarterly.
Irawan, Prasetya. (2006). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Ilmu – Ilmu Sosial,
Jakarta.
Kotter J.P. and Heskett J.L, (1997). Corporate Culture and Performance. The Free Press
– New York
Kreitner, Robert and Angelo Kinicki. (2001). Organizational Behavior. D. Erwin, Inc –
USA.
Mondy, Wayne. (2008). Human Resource Management, Perason Education, Inc – New
Jersey.
Nurhayati, Mafizatun. (2011). Modul Pelatihan SPSS. Lembaga Penelitian Universitas
Mercu Buana – Jakarta.
Priasmoro, Tri. (2000). Budaya Kerja dan Etos Kerja. Bentang Budaya – Jakarta.
Robbins, Stephen. (2003). Organizational Behavior, Prentice Hall International
Incorporated -New Jersey.
Rumijati, Aniek. (2005). Human Resource Blogs. Melalui Google. Com. (28/05/11).
Sarwono, Jonathan. (2009). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. CV Alfabeta
– Bandung.
356
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Schein, (1997). Organizational Culture and Leadership. Hlm 10, Kutipan Prabundu Tika,
Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. 2008. Bumi Aksara –
Jakarta.
Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Pustaka Pelajar –
Yogyakarta.
Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta – Bandung.
Sunarcahya, Putu. (2008). Analisa Pengaruh Faktor-faktor Indvidu dan Iklim Organisasi
dengan kinerja Karyawan.Tesis. Program Pascasarjana – Universitas Diponegoro
Semarang.
Supranto, J., (2009). Statistik: Teori dan Aplikasi, Jilid 2 Edisi 7. Erlangga – Jakarta.
Suwatno dan Priansa, Donni. (2011). Manajemen SDM Dalam Organisasi Publik dan
Bisnis. Alfabeta – Bandung.
Umar, Husein. (2006). Metode Riset Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama – Jakarta.
Wahyudin, Parwanto. (2002). Analisis Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan.
Tesis.Program Pascasarjana – Universitas Diponegoro. Semarang.
Webster’s New Collegiate Dictionary – an encyclopedia Britannica. (2010). Merriam
Webster Incorporated.
Wibowo, Budi. (2000). Analisis Budaya Perusahaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja
Karyawan. Tesis. Program Pascasarjana – Universitas Diponegoro Semarang.
Wibowo. (2010). .Budaya Organisasi- Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan Kinerja
Jangka Panjang. Rajawali Pers – Jakarta.
Zwell, Michael. (2000). Creating a Culture of Competence, Hlm 9. Kutipan Wibowo,
Budaya Organisasi (2010), Raja Grafindo Persada. Jakarta.
357
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUH DIVIDEND PAYOUT
RATIO (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERBANKAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Indratno Nugrahadi
Program Pascasarjana Univeristas Mercu Buana Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: This research’s aim is to test whether the return on investment (ROI), return
on equity (ROE), debt to total asset (DTA), dan earning per share (EPS) have an
influence on dividend payout ratio (DPR) both partial and simultaneous at the bank
companies listed in Indonesia Stock Exchange. Samples used in this study are 7 banks
companies listed on the Indonesia Stock Exchange. The data is secondary data from
financial statements of the period 2006 to 2011.The sampling technique in this
study using purposive random sampling method, The method of data collection is
done by the method of documentation. The collected data were analyzed with multiple
linear regression for hypothesis testing. The results indicate that research that is free
from classical assumption normally distributed data, and free from multicollinearity,
autocorrelation, and heteroskedastisitas. Partially (their own) shows that, there is no a
significant negative effect between the return on investment (ROI) to partially
dividend payout ratio (DPR). There is a significant positive effect between the return
on equity (ROE) to partially dividend payout ratio (DPR). There is no a significant
positive effect between the debt to total asset(DTA) to partially dividend payout ratio
(DPR). there is a significant positive effect between the earning per share (EPS) to
partially dividend payout ratio (DPR). Simultaneously there is a significant effect
between ROI, ROE, DTA and EP) of DPR on the banks companies.
Keywords: Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Debt to Total Asset
(DTA), Earning per Share (EPS) and Dividend Payout Ratio (DPR)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan menguji apakah return on investment (ROI),
pengembalian ekuitas (ROE), debt to total asset (DTA), dan earning per share (EPS)
berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) baik parsial dan simultan pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel terdiri atas tujuh
bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data merupakan data sekunder dari
laporan keuangan periode 2006 sampai dengan 2011. Pengambilan sampel
menggunakan metode purposive random sampling. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik regresi
linier berganda untuk pengujian hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data
penelitian terdistribusi normal dan memenuhi asumsi klasik. Secara bersama-sama ada
pengaruh yang signifikan dari ROI, ROE, DTA dan EPS terhadap DPR pada
perusahaan bank. Secara parsial, ditemukan bahwa tidak ada pengaruh negatif yang
signifikan return on investment (ROI) terhadap dividend payout ratio (DPR). Ada
pengaruh positif yang signifikan dari return on equity (ROE) terhadap dividend payout
ratio. Tidak ada pengaruh positif yang signifikan atas rasio total utang per total aset
358
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
(DTA) terhadap dividend payout ratio (DPR). Ada pengaruh positif yang signifikan dari
earning per share (EPS) terhadap dividend payout ratio (DPR).
Kata Kunci: Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Debt to Total
Asset (DTA), Earning per Share (EPS) and Dividend Payout Ratio (DPR)
PENDAHULUAN
Bagi investor memperhatikan pembagian dividen merupakan suatu hal yang penting
sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi,
karena dividen juga dapat menjadi penyampai informasi tentang keyakinan manajer dan
prospek perusahaan di masa depan. Jika perusahaan merasa bahwa prospek di masa
mendatang baik, pendapatan dan aliran kas diharapkan meningkat atau diperoleh pada
tingkat di mana dividen yang meningkat tersebut dibayarkan. Pasar akan merespon positif
pengumuman kenaikan dividen tersebut. Sedangkan hal yang sebaliknya akan terjadi,
jika perusahaan merasa prospek di masa mendatang menurun maka perusahaan akan
menurunkan pembayaran dividennya dan pasar akan merespon negatif
pengumuman tersebut. Dengan demikian manajemen akan enggan mengurangi
pembagian dividen.
Pembagian dividen di tentukan oleh laba yang diperoleh suatu perusahaan, maka
rasio yag digunakan untuk menentukan pembagian dividen mengaunakan rasio
profitabilitas yang lazim digunakan oleh invesor antara lain return on investment
(ROI), return on equity (ROE) dan earning per share (EPS).Disamping itu ada juga
yang mempertimbangkan hutang perusahaan atau rasio debt to total asset (DTA),
semakin besar hutang, maka laba yang dibagikan akan berkurang yang tentunya
berdampak terhadap pembagian dividen berkurang disebakan hal tersebut di atas maka
peneliti tertarik menggunakan rasio-rasio tersebut untuk memprediksi naik turunnya
atau pergerakan rasio pembayaran diveden artau dividend payout ratio (DPR)
Kebijakan dividen merupakan keputusan tentang laba yang diperoleh
perusahaan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan
oleh perusahaan dalam bentuk laba ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan
investasi di masa datang. Dalam kaitannya dengan hal tersebut dapat diketahui bahwa
return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan
earning per share (EPS) mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan
oleh suatu perusahaan.
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikasi dan rumusan
permasalahan penelitian ini adalah 1) Apakah return on investment (ROI) berpengaruh
terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan? 2) Apakah
return on equity (ROE) berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada
perusahaan sektor perbankan? 3) Apakah debt to total asset (DTA) berpengaruh
terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan? 4) Apakah
earning per share (EPS) berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada
perusahaan sektor perbankan? 5) Apakah return on investment (ROI), return on equity
(ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS) secara simultan
berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan ?.
359
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Kajian Teori. Teori kebijakan dividen yang optimal artinya rasio pembayaran dividen
yang ditetapkan dengan memperhatikan kesempatan untuk menginvestasikan dana serta
berbagai preferensi yang dimiliki para investor mengenai dividen daripada capital gain.
Kebijakan dividen tersebut juga dipandang untuk menciptakan keseimbangan dividen
saat ini dan pertumbuhan mendatang sehingga memaksimumkan harga saham.
Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan antara
penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai
dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti pendapatan tersebut
harus ditahan dalam perusahaan (Riyanto, 2008) atau dengan kata lain kebijakan
dividen berkaitan dengan penentuan berapa proporsi dari laba yang akan dibagikan
sebagai dividen dan berapa proporsi yang ditahan untuk diinvestasikan kembali.
Pembayaran dividen dalam bentuk tunai lebih banyak diinginkan investor daripada
dalam bentuk lain, karena pembayaran dividen kasi membantu mengurangi
ketidakpastian investor dalam melaksanakan investasinya di dalam perusahaan.
Penelitian bertujuan untuk memperoleh bukti mengenai return on investment
(ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS)
terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor perbankan yang terdaftar
di BEI. Dengan variabel dependennya ialah dividend payout ratio (Y) sedangkan
variabel independen ialah return on investment (X1), return on equity (X2), debt to total
asset (X3) dan earning per share (X4).
Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan permasalahan dan
tujuan yang ingin dicapai adalah:
H1: Return on investment (ROI) berpengaruh terhadap dividend payout ratio.
H2: Return on equity (ROE) berpengaruh terhadap dividend payout ratio.
H3: Debt to total asset (DTA) berpengaruh terhadap dividend payout ratio.
H4: Earning per share (EPS) berpengaruh terhadap dividend payout ratio.
H5: Return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan
earning per share (EPS) secara simulatan berpengaruh terhadap dividend payout
ratio (DPR).
METODE
Sesuai tujuan penelitian ini yaitu menemukan pengaruh variabel bebas terhadap varibel
terikatnya, maka desain penelitian ini adalah penelitian kausalitas. Penelitian dilakukan
terhadap perussahaan perbankan terdaftar di BEI. Sampel diambil menggunakan
purposive sampling, dengan kriteria perusahaan terdaftar secara kontinu di BEI pada
periode 2006-2011, laporan keuangan pada periode 2006-2011 tersedia, perusahaan
membagikan dividen pada periode 2006-2011. Diperoleh tujuh perusahaan sebagai
sampel penelitian. Data penelitian merupakan data sekunder dalam skala rasio. Data
dikumpulkan secara kepustakaan dan ditabulasi dengan bantuan program excel. Data
diolah dengan pendekatan regresi linier berganda, menggunakan software SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan uji regresi untuk menemukan pengaruh variabel bebas terhdap
variabel terikat, dilakukan pengujian distribusi data dan pengujian asumsi klasik.
360
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas
Asymp. Sig. (2-tailed)
ROI
ROE
DTA
EPS
DPR
.627
.843
.092
.733
.100
Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal,
di mana kelima variabel memiliki nilai asymp sig yang lebih besar dari 0.05 yaitu
return on investment (ROI) adalah 0.627, return on equity (ROE) adalah 0.843, debt to
total asset (DTA) adalah 0.092, earning per share (EPS) adalah 0.733, dan dividend
payout ratio (DPR) adalah 0.100.
Gambar 1 juga menunjukkan bahwa sebaran data berada di sekitar garis diagonal
atau tidak terpencar jauh dari garis lurus. Hal ini berarti model regresi ini normal atau
mendekati normal sehingga layak dipakai dalam penelitian.
Gambar 1. Uji Normalitas
Sumber: Hasil diolah dengan SPSS 17
Uji asumsi klasik selanjutnya adalah multikolinearitas. Diperoleh hasil bahwa nilai
variance inflation factor (VIF) masing – masing variabel bebas lebih kecil dari 10, yaitu
return on investment (ROI) adalah 5.536, return on equity (ROE) adalah 7.070, debt to
total asset (DTA) adalah 1.937, earning per share (EPS) adalah 3.410. Nilai tolerance
keempat variabel tidak kurang dari 0.1. Dapat disimpulkan bahwa antar variabel
independen tidak terjadi persoalan multikolinearitas.
Pada tabel 2, hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai DW dari model regresi
adalah 2.214. Berdasarkan Tabel DW untuk data berjumlah 42 serta k = 4 dengan
signifikansi 0.05 diperoleh nilai dL sebesar 1.285 dan dU sebesar 1.721. Nilai DW
hitung (2.214) berada pada daerah dU (1.721) dan 4-dU (2.279), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi autokorelasi positif atau negatif pada data pengamatan.
361
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas
Model
1
Tolerance
VIF
(Constant)
ROI
.181
5.536
ROE
.141
7.070
DTA
.516
1.937
EPS
.293
3.410
Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17
Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17
Gambar 2 menunjukkan bahwa scatterplot titik-titik residual menyebar secara acak,
tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di
bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastistas pada model regresi ini, sehingga model regresi layak dipergunakan.
Tabel 5. Hasil Pengujian Model Regresi Ganda
Model
R
R Square
1
.512a
.262
Adjusted R
Square
.182
Std. Error of
the Estimate
53.31581
DurbinWatson
2.214
Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17
Tabel 5 di atas menunjukkan niali R sebesar 0.512 terletak di antara interval 0.41 s/d
0.60. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang cukup kuat antara return on
362
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per
share (EPS) terhadap dividend payout ratio (DPR).
Koefisien determinasi persamaan regresi menunjukkan seberapa besar kontribusi X
terhadap naik turunnya Y. Data pada Tabel 5 menunjukkan Adjusted R Square sebesar
0.182 atau 18.2%. Berarti bahwa prosentase kontribusi variabel return on investment
(ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS)
terhadap variabilitas dividend payout ratio (DPR) sebesar 18.2%. Selebihnya,
sebesar 81.8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Variabel lain tersebut
antara lain adalah seperti ukuran perusahaan (firm size), pertumbuhan perusahaan,
likuiditas, profitabiitas dengan proksi berbeda, atau solvabilitas dengan proksi berbeda.
Tabel 6. Hasil Uji Simultan
Model
1 Regression
Residual Total
Sum of
Squares
df
37285.352
105175.317
142460.668
4
37
41
Mean Square F
9321.338 3.279
2842.576
Sig.
.021a
Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17
Hasil ANOVA atau uji F test diketahui nilai Fhitung sebesar 3.279 sedangkan Ftabel
dengan tingkat signifikansi 5% diperoleh diketahui bernilai 2.626. Dalam hal ini maka
Fhitung (3.279) > Ftabel (2.626), sehingga H0 ditolak. Berdasarkan nilai
signifikansi diketahui bahwa probabilitas kesalahan yaitu 0.021. Menggunakan
signifikansi 5%, H0 ditolak karena kesalahan persamaan regresi kurang dari 0.05 (0.021
< 0.05). Berarti model regresi yang disusun sesuai. Secara bersama-sama ada pengaruh
signifikan dari return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to total asset
(DTA) dan earning per share (EPS) secara simultan (bersama-sama) terhadap dividend
payout ratio (DPR).
Tabel 7. Hasil Pengujian Pengaruh Masing-Masing Variabel Bebas
Model
1
Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
(Constant) 570.656
Standardized
Coefficients
Beta
399.861
T
Sig.
1.427 .162
ROI
1.269
25.949
.016
ROE
7.303
3.280
.836
2.226 .032
DTA
-7.844
4.524
-.341
-1.734 .091
.076
.537
2.059 .047
EPS
.156
.049
.961
Sumber: Hasil Diolah dengan SPSS Versi 17
363
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Berdasarkan Tabel 7 di atas persamaan regresi penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Y = 570.656 + 1.269 X1 + 7.303 X2 - 7.844 X3 + 0.156 X4
Keterangan: Y = dividend payout ratio (DPR), a = konstanta, X1 = return on investment
(ROI), X2 = return on equity (ROE), X3 = debt to total asset (DTA), X4 = earning per
share (EPS)
Persamaan regresi tersebut di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: (1)
Konstanta sebesar 570.656; dengan signifikansi 0,162. Menggunakan α = 5%, nilai
konstanta ini tidak signifikan.; (2) Koefisien regresi variabel return on investmen (X1)
sebesar 1.269; dengan signifikansi 0,962. Menggunakan α = 5%, pengaruh ROI tidak
signifikan. Artinya pengaruh ROI terhadap DPR tidak nyata. (3) Koefisien regresi
variabel return on equity (X2) sebesar 7.303 dengan signifikansi sebesar 0,032.
Menggunakan α = 5%, nilai signifikansi ini lebih kecil nilai α. Koefisien bernilai positif
artinya terjadi hubungan positif antara variabel independen dengan variabel dependen,
semakin naik return on equity (ROE) maka semakin naik dividend payout ratio (DPR),
begitupun sebaliknya. Jika variabel independen lain nilainya tetap dan return on equity
(ROE) mengalami kenaikan 1%, maka dividend payout ratio/DPR (Y) akan mengalami
kenaikan sebesar 7.303 persen.; (4) Koefisien regresi variabel debt to total asset (X3)
sebesar -7.844 dengan signifikansi sebesar 0,091. Menggunakan α = 10%, nilai
signifikansi ini lebih kecil nilai α. Koefisien bernilai negative artinya terjadi hubungan
negative antara variabel independen dengan variabel dependen, semakin tinggi DTA
maka semakin kecil dividend payout ratio (DPR), begitupun sebaliknya. Jika variabel
independen lain nilainya tetap dan DTA mengalami kenaikan 1%, maka dividend payout
ratio/DPR (Y) akan mengalami penurunan sebesar 7.844 persen.; (5) Koofisien regresi
variabel earning per share (X4) sebesar 0.156 dengan signifikansi sebesar 0,047.
Menggunakan α = 5%, nilai signifikansi ini lebih kecil nilai α. Koefisien bernilai positif
artinya terjadi hubungan positif antara variabel independen dengan variabel dependen,
semakin tinggi EPS maka semakin tinggi dividend payout ratio (DPR), begitupun
sebaliknya. Jika variabel independen lain nilainya tetap dan EPS mengalami kenaikan 1%,
maka dividend payout ratio/DPR (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 15,6%.
Dalam penelitian ini ternyata didapatkan hasil bahwa return on investment (ROI)
tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Hasil ini
mengindikasikan bahwa ROI tidak dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam
pembayaran besarnya dividen, sehingga para pemegamg saham tidak terlalu penting
untuk mempertimbangkan ROI ketika pemegang saham tersebut mengharapkan
besarnya dividen kas yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Menurut Sartono (2005),
salah satu asumsi dalam pendekatan Modigliani-_Miller ini adalah bahwa kebijakan
dividen tidak saling mempengaruhi dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan
oleh investor, oleh sebab itu profitabilitas tidak akan selalu berpengaruh terhadap rasio
pembayaran dividen atau dividend payout ratio (DPR).Hasil penelitian sama atau
didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Edi Susanto (2002) dan Sri
Sumariyati (2009) yang mendapatkan hasil bahwa return on investment (ROI) tidak
berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Akan tetapi sebaliknya
dalam penelitian Suharli (2004), Andi Syahbana (2007) Sunarto dan Kartika (2003) yang
mendapatkan hasil yang berlawanan menunjukkan bahwa return on investment (ROI)
364
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Hasil pengolahan data
menunjukkan bahwa sSemakin besar return on equity (ROE) menunjukan kinerja
perusahaan semakin baik, karena tingkat pengembalian investasi (return) semakin
besar. Return yang diterima oleh investor dapat berupa pendapatan dividen dan capital
gain. Dengan demikian meningkatnya return on equity (ROE) juga akan meningkatkan
pendapatan dividen. Dalam penelitian ini ternyata didapatkan hasil bahwa return on equity
(ROE) mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Artinya
kemampuan perusahaan menghasilkan laba atas ekuitas pemegang saham menjadi
pertimbangan manajemen dalam menentukan kebijakan dividennya melalui proksi DPR.
Hasil penelitian sama atau didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto
(2002), Suharli dan Harahap (2004), serta Sunarto dan Kartika (2003) yang
mendapatkan hasil bahwa return on equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap
dividend payout ratio (DPR).
Ditemukan bahwa solvablitas atau kebijakan pendanaan perusahaan yang diukur
dengan debt to asset ratio berpengaruh signifikan. Manajemen hendaknya memiliki
rencana yang matang dan mampu memilih pembiayaan hutang dengan bunga yang
ringan untuk pembiayaan proyek atau kebutuhan operasionalnya. Hal tersebut
dimaksudkan agar pembiayaan menjadi lebih efisien dan optimalisasi pendanaan yang
menggunakan hutang tidak menggangu likuiditas perusahaan sehingga kebijakan
dividen perusahaan tetap baik. Hal ini menunjukkan perusahaan memiliki dana internal
yang cukup memadai dan bermaksud mempertahankan dividen serta menjalankan
investasi dengan menggunakan utang.. Hal ini dapat dlihat dari nilai utang perusahaan
yang juga semakin meningkat. Pemegang saham akan merelakan aliran kas internal yang
sebelumnya digunakan untuk membayar dividen beralih untuk membiayai investasi
sehingga agency cost of equity meningkat seiring dengan menurunnya agency cost of
debt. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa debt ratio merupakan faktor yang
dipertimbangkan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dalam
menentukan kebijakan DPR-nya. Hasil penelititan ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian Sunarto dan Kartika (2003) yang mendapatkan hasil bahwa debt to total
asset (DTA) tidak dipertimbangkan oleh manajemen dalam pembayaran dividen kas
atau tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. Di lain pihak hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian Syahbana (2007) yang berpendapat bahwa debt to total
asset (DTA) mempunyai pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio (DPR),
yaitu bahwa tingkat hutang yang tinggi akan mempengaruhi pembayaran dividen
yang semakin rendah
Earning per share (EPS) seringkali dijadikan dasar pertimbangan oleh pihak
manajemen dalam menentukan pembayaran cash dividend (dividen kas). Hal ini
dikarenakan besaran earning per share (EPS) menunjukkan berapa besar keuntungan
yang diperoleh untuk setiap satu lembar sahamnya. Hal ini tentunya menjadi
pertimbangan perusahaan dalam membagikan keuntungan. Maka merupakan kewajaran
jika penelitian ini earning per share (EPS) mempunyai pengaruh positif dan signifikan
teerhadap dividend payout ratio (DPR). Hasil penelitian ini diperkuat oleh Sunarto dan
Kartika (2003) yang mendapatkan hasil bahwa earning per share (EPS) merupakan
variabel yang digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh manajemen dalam
pembayaran dividen atau dividend payout ratio (DPR). Akan tetapi sebaliknya dalam
penelitian Sumariyati (2009) yang mendapatkan hasil yang berlawanan
365
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
menunjukkan bahwa earning per share (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap
dividend payout ratio (DPR).
PENUTUP
Kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang
signifikan dan positif return on investment (ROI) terhadap dividend payout ratio (DPR).
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan return
on equity (ROE) terhadap dividend payout ratio (DPR). Ditemukan pengaruh negatif
yang signifikan dari debt to total asset (DTA) terhadap dividend payout ratio (DPR).
Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan
earning per share (EPS) terhadap dividend payout ratio (DPR). Secara keseluruhan
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan return on investment
(ROI), return on equity (ROE), debt to total asset (DTA) dan earning per share (EPS)
secara simultan terhadap dividend payout ratio (DPR). Sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan investor dalam menentukan berapa deviden yang akan diterima pada masa
yang akan datang.
Hendaknya manajemen perusahaan perbankan dan para investor serta calon
investor dapat lebih memperhatikan pergerakan/perubahan return on equity (ROE),
debt to asset ratio (DTA), dan earning per share (EPS) karena kedua variabel tersebut
dapat mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) perusahaan sektor perbankan. Bagi
investor/calon investor yang mempertimbnagkan kebijakan dividen perusahaan perbankan
bisa mengabaikan perubahan atau pergerakan dari return on investmen (ROI) karena
variabel ini tidak mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) perusahaan sektor
perbankan secara signifikan.
Saran. Kepada peneliti selanjutnya, masih memungkinkan untuk menambah variabel
yang lain sehingga kemampuan menjelaskan dari variabel bebas yang disusun dapat
meningkat. Selain itu, data pengamatan dapat ditambah baik untuk tahun dan jumlah
perusahaan, serta meneliti untuk industri lainnya, agar hasilnya lebih baik dan untuk
melengkapi penelitian di bidang kebiajkan dividen.
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan sebagai berikut 1) Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 31 perusahaan perbankan, sedangkan sampelnya
(yang memenuhi syarat) hanya sedikit, yaitu 7 perusahaan perbankan yang terdaftar
(listed) di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2006 – 2011 dan 2) Penelitian ini hanya
menggunakan empat variabel bebas, sedangkan variabel yang mempengaruhi Dividend
Payout Ratio (DPR) tidak hanya empat variabel bebas tersebut. Oleh karena itu, hasil
penelitian ini tidak sepenuhnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan.
DAFTAR RUJUKAN
Adedeji, Abimbola. (1998). Does the Pecking Hypotesis Explain the Dividend Payout
Ratio of Firm in The UK. Journal of Business Finance and Accounting 25 (9) and
(10). November/December. 1127-1155.
366
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Ang, Robbert. (2001). Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Mediasoft Indonesia,
Jakarta.
Anoraga, Panji dan Pakarti, (2005). Pengantar Pasar Modal Indonesia. Rineka Cipta,
Jakarta.
Arifin, Zaenal. (2004). Teori Keuangan dan Pasar Modal. Ekonosia. Yogyakarta.
Brigham Eugene F dan Joel F Houston. (2003). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,
Alih bahasa Ali Akbar Yulianto. Buku satu. Salemba Empat. Jakarta.
Fahmi, Irham. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Alfabeta. Bandung.
Florentina. (2001). Pengujian Hipotesis Pecking Order Theory: Analisis Terhadap
Keterkaitan Dividend Payout Ratio, Financial Leverage dan Investasi. Tesis.
UGM, Yogyakarta.
Frank and Goyal. (2003). Testing the Pecking Order Theory of Capital Structure.
Journal of Financial Economics. 67. 2003. pp217-248.
Harahap, Sofyan Syafri. (2010). Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat.
Jakarta.
Nugroho, Bhuono A., (2005). Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS. Andi. Yogyakarta.
Parthington. (1999). Dividend Policy: Case Study Australian Capital Market. Journal of
Finance: 155-176.
Priyatno, Duwi. (2008). Mandiri Belajar SPSS (Statistic Product and Service Solution).
Mediakom. Yogyakarta .
Rahardjo, Budi. (2009). Dasar-dasar Fundamental Saham Laporan Keuangan
Perusahaan, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Riyanto, Bambang. (2008). Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi 4,
BPFE. Yogyakarta,
Simatupang, Mangasa. (2010). Pengetahuan Praktis Investasi Saham dan Reksa Dana,
Mitra Wacana Media. Jakarta
Sudarmanto, Gunawan. (2005). Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS, Edisi
Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
-----------. (2011). Metode Penelitian Kombinasi. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono, Arief dan Edy Untung. (2008). Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan
Keuangan. Grasindo. Jakarta.
Suharli, Michell dan Sofyan S. Harahap. (2004). Studi Empiris terhadap Faktor Penentu
Kebijakan Jumlah Dividen. Media Riset Akuntansi, Auditing, dan Infomasi Vol 4
No 3.
Sunarto dan Andi Kartika. (2003). Pengaruh Cash Ratio, Current Ratio, DTA, ROI,
ROE dan EPS terhadap DPR Pada 34 Perusahaan yang Listed di BEJ Periode
1999-2000. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol.10, No 1:67-82.
Susanto, Edi. (2002). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ periode tahun 1997 sampai 1999.
Semarang.
367
Nugrahadi 358- 368
Jurnal MIX, Volume II, No. 3, Oktober 2012
Syahbana, Andi. (2006). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen
Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta 2003-2005.
Tesis. UNDIP. Semarang.
Sumariyati, Sri, (2009). Analisis Pengaruh ROI, Cash Ratio, DER, dan EPS terhadap
Kebijakan Dividen Pada perusahaan yang Terdaftar di Bursa efek Indonesia,
Gunadarma, Jakarta.
Umar, Husein. (2008). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Weston dan Thomas Copeland. (2002). Manajemen Keuangan, Jilid 1. Edisi Kesepuluh
(Alih Bahasa: Jaka Wasana dan Kibrandoko). Binarupa Aksara. Jakarta
White Gerald. Sondhi Ashwinpul dan Fried Dov, (2002), The Analysis and Use of
Financial Statements, John Wiley and Son, New York.
368
Download