1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Apapun

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Apapun profesi pekerjaan seseorang, setidaknya ia pernah mendengarkan
radio, siaran, menonton televisi atau film, membaca koran atau majalah. Ketika
seseorang mendengarkan radio siaran, membaca koran atau menonton film,
sebenarnya ia berhadapan dengan atau terterpa dengan media massa, dimana
pesan media itu secara langsung atau tidak langsung memengaruhinya. Gambaran
ini mencerminkan bahwa komunikasi massa, dengan berbagai bentuknya,
senantiasa menerpakan dirinya kepada media massa.1
Perkembangan informasi pada era globalisasi pada zaman sekarang ini
sangat berkembang pesat. Ini sangat berpengaruh terhadap gaya hidup masyarakat
sekarang yang tidak bisa terlepas dari informasi dan media massa pun mudah
menyampaikan pesan dan informasi melalui media teknologi.
Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan
orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini dimungkinkan
karena adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana
penyampaian pesan. Media penyiaran, yaitu radio dan televisi merupakan salah
satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya dalam jumlah
1
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala,Siti Karlinah, 2005, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
Bandung, Simbiosa Rekatama Media, Hal 1
1
2
yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran memegang peranan yang sangat
penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya ilmu komunikasi
massa.2
Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling
berpegaruh terhadap kehidupan manusia. 99% orang Amerika memiliki televisi
dirumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita dan iklan. Mereka
menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari. Tahun
1948 merupakan tahun penting dalam dunia pertelevisian, dengan adanya
perubahan dari televisi eksperimen ke televisi komersial di Amerika. Karena
perkembangan televisi yang sangat cepat, dari waktu ke waku media ini memiliki
dampak terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari. 3
Rutinitas di kota-kota besar yang padat membuat penduduknya butuh
sarana untuk menyegarkan otak mereka dengan cara bepergian, belanja atau pun
dengan menonton film-film yang diputar di bioskop. Media massa yang
berkembang sekarang ini tidak hanya sebagai media hiburan, tetapi dalam
perkembangan dunia perfilman tersebut dapat digunakan sebagai suatu alat dan
dapat dipergunakan untuk melihat atau memantau kondisi sosial budaya yang ada
di masyarakat. Tapi sekarang hiburan melalui menonton film tidak hanya bisa
dinikmati oleh kalangan menengah keatas, karena sudah banyak film-film layar
lebar yang sudah ditayangkan di televisi. Sehingga banyak orang yang bisa
menikmati pesan-pesan serta karya anak bangsa lewat film tersebut.
2
Morissan,2009, Manajemen Media Penyiaran, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, Hal 13
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, 2005, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
Bandung, Simbiosa Rekatama Media, Hal 134
3
3
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa
visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di
bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat
dan Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya. Film Amerika
dibuat di Hollywood. Film disini membanjiri pasar global dan memengaruhi
sikap, perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia. Film lebih dulu
menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton film ke
bioskop ini menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an
sampai 1950-an.4
Pengertian film tercantum pada pasal 1 ayat (1) UU 8 Tahun 1992 tentang
Perfilman dimana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya
cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar
yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid,
pita video, piringan video dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam
segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronika, atau
proses lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan/atau
ditayangkan dengan sistem mekanik, elektronik, dan/atau lainnya. Sedangkan
menurut pasal 1 ayat (1) UU Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2009 Tentang
Perfilman film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan
4
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, 2005, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
Bandung, Simbiosa Rekatama Media, Hal 143
4
media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan
atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.5
Remaja adalah salah satu penikmat film-film yang ada di bioskop
Indonesia, bahkan tak sedikit remaja yang menyukai film, terutama film-film yang
berkaitan dengan kehidupan dengan gaya hidup mewah. Remaja berasal dari kata
latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik. Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai
tempat yang jelas karena termasuk golongan anak tetapi juga tidak termasuk
golongan dewasa atau tua.
Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena
remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anakanak. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa
yang mengalami perkembangan melalui semua aspek atau fungsi untuk memasuki
masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21
tahun bagi wanita, sedangkan bagi pria 13 tahun sampai dengan 22 tahun.6
Perkembangan film di bioskop-bioskop Indonesia sangat pesat dan
beragam, mulai dari film anak-anak, remaja sampai dewasa. Banyaknya film-film
tersebut memungkinkan para remaja Indonesia melepas penatnya dengan
menonton film yang mereka inginkan atau mereka sukai. Salah satu film remaja
yang tayang dibioskop Indonesia adalah Film The Bling Ring.
5
6
http//mind8pro.blogspot.com/p/production-house.html?m=1
http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/
5
Film The Bling Ring menggambarkan kisah sekelompok kehidupan nyata
remaja Los Angeles dari lingkungan makmur yang hidup berfoya-foya ala
selebriti Hollywood kaya selama hampir setahun sebelum akhirnya tertangkap.
Film yang menunjukkan sekelompok remaja terobsesi dengan fashion, ketenaran
dan kehidupan glamour, yang membobol rumah selebriti di Los Angeles. Mereka
menjadi selebriti yang ditargetkan melalui keberadaan online, saat mereka
mencuri harta benda, desainer pakaian dan mencuri lebih dari 3 juta barang
mewah dari rumah selebriti Hollywood. Mereka dikenal dimedia sebagai “The
Bling Ring”. Apa yang dimulai sebagai hal yang menyenangkan berputar diluar
kendali, membuat mereka sulit untuk menolak. Dalam “The Bling Ring” membuat
dunia remaja saat ini, dimana kenaifan dan kegembiraan mereka terobsesi oleh
budaya modern selebriti dan merek mewah saat ini sehingga mereka menlakukan
berbagai macam cara untuk memenuhi obsesi mereka.
Selebriti yang menjadi sebuah daya tarik dari cara hidup nya serta gaya
berpakaiannya, membuat mereka menjadi contoh dalam kehidupan remaja sehari
harinya. Bahkan sampai terobsesi sehingga para remaja secara serta merta meniru
apa yang mereka lihat. Dan tak sedikit yang memenuhi hasratnya tersebut dengan
bebagai macam cara sampai bisa melakukan pelanggaran norma norma yang
berlaku.
Berdasarkan ulasan diatas saya sebagai peneliti tertarik untuk mengangkat
film The Bling Ring sebagai bahan penelitian, karena film ini memiliki kemiripan
dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang hidup di kota-kota besar seperti
Jakarta. Dimana remaja di kota-kota besar Indonesia sudah mengenal dan
6
menggunakan budaya kebarat-baratan yang menjadikan diri mereka terobsesi
dengan barang-barang mewah, kehidupan yang glamour.
Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha
melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka
masa remaja menjadi periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral dan
sikap individu mencakup aspek psikologis, social, budaya dan fisik kebendaan,
baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana
reaksi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan
mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu yang tumbuh dan
berkembang didalamnya. Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang penuh rasa aman secara
psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asih bina kasih dan religious
dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur,
moralitas yang tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebaliknya, individu yang
tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik,
pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang
religius maka harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi
individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku
terpuji menjadi diragukan.
7
1.2
Fokus Penelitian
Dari latar belakang penelitian tersebut, maka fokus penelitian ini adalah
“Bagaimana potret realitas remaja dalam film The Bling Ring ?”
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini bermaksud
untuk mengetahui potret kehidupan remaja dalam film “The Bling Ring” dengan
melihat makna dalam semiotika Ferdinand De Saussure.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ada 2 macam, yaitu :
1.4.1 Manfaat Akademis
Hasil analisis penelitian semiotika ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan masyarakat akan remaja di Indonesia menjelaskan
potret realitas remaja dalam film the bling ring serta memberikan kontribusi
dalam pengembangan ilmu komunikasi sebagai tambahan referensi bahan
pustaka, khususnya penelitian tentang analisis dengan minat pada kajian film dan
semiotika.
1.4.2Manfaat Praktis
Analisis semiotika potret realitas remaja dalam film the bling ring
diharapkan dapat dijadikan sebagai kerangka acuan, memberikan deskripsi dalam
membaca makna yang terkandung dalam film dan masukan kepada film maker
8
indonesia, sutradara, dan rumah produksi agar lebih kreatif dalam menyampaikan
isi pesan film yang berbobot dan tentunya mengandung unsur nilai-nilai budaya
dan edukatif bagi masyarakat Indonesia.
Download