Merindukan Media yang “Ramah Anak” Karya : Rizky Hamdani Sakti Kelas IX G SMP Negeri 4 Purwakarta Pada masa kini, masih adakah media yang “ramah anak”, menurut saya sangat sedikit. Bahkan hampir jadi sesuatu yang langka. Yang aneh lagi, animasi tidak dilirik lagi, hanya sedikit yang peduli. Media lebih menginginkan acara atau film ataupun berita yang membangkitkan penasaran para khalayak, yang ikut pula membangkitkan rating mereka. Sebutlah saja beberapa media swasta yang terjajah oleh film negeri Hindu, negeri Paman Sam, ataupun film negara Konstantinopel yang kebanyakan sebenarnya tidak “tidak ramah anak”. Mereka seperti tidak peduli akan dampaknya terhadap anak. Bahkan, adik saya pun tergila-gila oleh salah satu produk media swasta yang “tidak ramah anak” itu. Film itu sungguh membuat dampak yang sangat amat luar biasa. Mereka ingin seperti para tokoh dalam film itu. Tidak peduli tokoh yang mereka idolakan itu merupakan penokohan antagonis. Bahkan yang lebih ngeri, mereka seperti “terbius” oleh film itu. Ketika mereka lupa menontonnya, mereka segera bertanya pada yang menonton. Mereka rela menghilangkan waktu belajar yang notabenenya untuk masa depan mereka hanya untuk menonton film yang “tidak ramah anak” tersebut. Mereka menjadikan film itu layaknya kebutuhan pokok. Anak kecil sudah berpacaran layaknya pasangan dewasa, galaugalauan akibat patah hati, curhat-curhatan patah hati, status yang menyindir siapapun yang mereka tidak suka dengan bahasa yang teramat kotor. Sebegitu dahsyatnya kah media swasta tersebut mengambil jiwa para anak yang melihat? Sedih saya melihat situasi ini. Apakah mereka ada simpati sedikit saja dengan dampak yang mereka buat. Mereka hanya meinginkan keuntungan. Media swasta online pun tidak mau ketinggalan. Baik media swasta lokal maupun media swasta mancanegara. Saya pun sepertinya menyesal telah mengikuti salah satu media swasta online macanegara yang berasal dari negeri kelahiran pemimpin NAZI. Mereka mengatakan bahwa media mereka memberitakan perkembangan teknologi dari negeri itu dan dari negeri lain yang maju teknologinya. Tapi, akhir-akhir ini media itu rasis, liberalis, bahkan yang saya paling kesal media ini memojokkan agama Islam yang damai ini. Mereka tidak peduli dengan norma-norma ataupun kebijakan yang ada di negeri ini. Mereka sekarang kapitalis, hanya peduli dengan uang. Lalu, kami para anak harus berkeluh kesah pada siapa? Apakah ada yang perduli dengan nasib kita saat ini. Apakah akan ada yang menyelamatkan kami dari “siksaan” ini? Apakah masih ada yang prihatin akan kondisi ini. Jujur saja, kami tersiksa oleh media saat ini. Hanya sedikit media yang “perduli” dengan kami. Tidak ada yang benar-benar ingin menolong kami dari situasi ini. Bahkan sepertinya orang tua kami pun “kalah” kuatnya dengan media yang “tidak perduli” itu. Apa kami hanya bisa meminta bantuan dari Allah tuhan kami yang maha agung yang memiliki sifat kun fayakun?