BAB VII RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN

advertisement
BAB VII
RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA
7.1.
Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Relasi gender, mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam
pembagian sumberdaya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, kekuasaan dan
previlege. Penggunaan relasi gender sebagai suatu kategori analisis tidak lagi
berfokus pada perempuan yang dilihat terisolasi dari laki-laki. Relasi gender
dalam masyarakat dapat dilihat sebagai faktor yang tidak tetap. Hal itu karena
gender berkaitan dengan klasifikasi maskulin dan feminin yang dikonstruksi oleh
suatu masyarakat. Klasifikasi sosial tersebut berbeda-beda tergantung budaya
yang ada dalam masyarakat.
Masyarakat di Desa Sidakaton berasal dari etnis Jawa yang cenderung
menjunjung tinggi budaya patriakhi. Masyarakat patriarkhi menurut Sadawi
(2001) adalah masyarakat yang mempunyai rujukan sistem yang berdasarkan
pada kesepakatan laki-laki, dimana dalam masyarakat tersebut kondisi perempuan
sangat termarginalisasikan dan dipinggirkan melalui kerja-kerja domestik.
Peminggiran perempuan dalam masyarakat patriarkhi dilihat dari sisi pola
pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan terwujud dengan sangat jelas,
dimanalaki-laki lebih banyak mendominasi sektor publik, sedangkan perempuan
pada sektor domestik. Dalam masyarakat patriarkhi, hubungan pembagian kerja
tidak menampakkan pola keseimbangan. Dalam pekerjaan, laki-laki lebih dihargai
dibandingkan pekerjaan perempuan
Juliet Mitchell (1994), seperti ditulis oleh Juliastuti4, mendeskripsikan
patriarki dalam suatu term psikoanalisis yaitu “ the law of the father” (aturan
ayah) yang masuk dalam kebudayaan lewat bahasa atau proses simolik lainnya.
Selanjutnya Juliastuti mengutip pendapat Herdi Hartmann (1992), salah seorang
feminis sosial, mengatakan bahwa patriarki adalah relasi hirarkis antara laki-laki
4
Juliastuti,
Nuraini.
“Kebudayaan
Maskulin,
Macho,
Jantan,
dan
Gagah”,
from:http://www.kunci.or.id/esai/nws/08/macho.htm. tanggal, 27 November 2011
Retrieved
64
dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi
subordinat. Selain itu, patriaki merupakan sisten nilai atau cara pandang terhadap
kehidupan dengan menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi dan peran
yang berbeda-beda. Laki-laki ditempatkan pada posisi tinggi, dominan, dan sektor
publik. Perempuan diposisikan rendah, subordinasi, dan sektor domestik,
konsekuensi sosialnya adalah laki-laki mendominasi perempuan.
Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja pada masyarakat di Desa
Sidakaton sudah berdasarkan
jenis kelamin dan telah disosialisasikan dalam
keluarga pada setiap individu. Hal ini dilakukan agar seorang individu mengetahui
apa yang menjadi hak dan kewajibannya dalam keluarga, dan bahkan dalam
masyarakat. Atau dengan kata lain, pola sosialisasi yang diterapkan dalam
keluarga akan membentuk kepribadian seseorang.
Berkaitan dengan hal itu, Mead dalam Megawangi (1999) mengatakan
bahwa sesungguhnya pria dan wanita adalah makhluk yang belajar berperilaku,
mereka sebagai orang dewasa tergantung dari pengalaman-pengalaman di masa
kanak-kanak. Pengalaman yang didapatkan dari proses belajar di masa kecil akan
terus mengiringi pola tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan keluarga
dan orang lain. Pernyataan Mead di atas berlaku pada masyarakat Jawa di Desa
Sidakaton. Masyarakat di desa tersebut mempunyai kebiasaan berinteraksi dalam
mengerjakan tugas sehari-hari. Setiap anggota keluarga mempunyai peranan yang
disesuaikan dengan pola pembagian kerja yang seimbang serta saling membantu
agar dapat mengerjakan pekerjaan yang lain selain bertani.
Pola sosialisasi dilakukan oleh generasi yang lebih tua dengan
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki kepada generasi
selanjutnya. Nilai-nilai tersebut ditanamkan sesuai dengan tingkat dan pola
pemahamannya mengenai pembagian kerja dalam mengerjakan aktivitas seharihari. Pembagian kerja secara seksual oleh laki-laki dan perempuan telah menjadi
kesepakatan masyarakat awam atas tubuh perempuan dan tubuh laki-laki,
sehingga akan muncul nilai-nilai dan norma yang berbeda untuk laki-laki dan
perempuan, baik dalam keluarga dan lembaga masyarakat. Pada umumnya anak
laki-laki berorientasi pada jenis pekerjaan yang biasa dilakukan setiap hari
sedangkan anak perempuan lebih banyak berorientasi kepada ibunya.
65
Pembagian kerja dalam rumahtangga petani memiliki beragam hubungan
dalam tabulasi silang dengan relasi gender. Hasil tabulasi silang antara relasi
gender dengan pembagian kerja disajikan pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13
Persentase Responden menurut Relasi Gender dalam Pembagian
Kerja di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal,
2011
Pembagian Kerja
Relasi Gender
Produktif
R
Adil
Kurang
Adil
Tidak Adil
S
Reproduktif
Sosial
T
R
S
T
R
S
T
R
40
0
42.9
22.2
36.4
50.0
30.0
0
42.9
S
40
75.0
42.9
50.0
54.4
33.3
65.0
75.0
57.1
T
20
25.0
14.3
27.8
9.1
16.7
5.0
25.0
0
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
35.0
12.5
42.9
27.8
36.4
37.3
22.2
18.2
50.0
S
65.0
50.0
28.6
55.6
45.5
66.7
72.2
72.7
33.3
T
0
37.5
28.0
16.7
18.2
0
5.6
9.1
16.7
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
40.0
0
14.3
33.3
18.2
16.7
56.0
37.5
0
S
35.0
37.5
71.4
33.3
54.5
50.0
24.0
25.0
0
T
25.0
62.5
14.3
33.4
27.3
33.3
20.0
37.5
100
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Keterangan : R= Rendah, S= Sedang, T= Tinggi
Berdasarkan tabulasi silang dapat dilihat bahwa relasi gender adil tertinggi
ketika kegiatan produksi berada pada kategori sedang, sedangkan pada saat
kegiatan produksi rendah , persentase responden yang dihasilkan relasi gender adil
berada pada kategori sedang sebesar 65 persen. Pada saat kegiatan produksi
tinggi persentase responden yang dihasilkan relasi gender tidak adil berada
kategori sedang. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian responden
mengatakan bahwa dalam kegiatan produktif (usahatani bawang merah)
mengatakan adil, sebagian lagi kurang adil dan bahkan persentase terbesar saat
66
kegiatan produktif tinggi menghasilkan persentase responden tidak adil sebesar
71,4 persen. Hal ini dikarenakan oleh budaya patriarkhi yang memposisikan
kaum laki-laki sebagai pemimpin dan pencari nafkah bagi perempuan. Dengan
demikian, posisi perempuan hanya dianggap sebagai pembantu atau perawat yang
melakukan pekerjaan sebatas melayani kepentingan laki-laki.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang melakukan kegiatan
reproduktif yang tinggi dengan relasi gender adil yang rendah sebesar 50 persen.
Hal ini menunjukkan responden yang menganggap kegiatan reproduktif dalam
rumahtangga petanin bawang merah memiliki relasi adil hanya setengahnya..
Sedangkan ketika responden menganggap kegiatan reproduktif tinggi dan relasi
gender yang mengatakan adil juga tinggi memiliki persentase sebesar 16.7 persen,
artinya kegiatan reproduktif tidak membuat relasi gender adil menjadi tinggi pada
rumahtangga petani. Responden yang memiliki kegiatan reproduktif yang tinggi,
menghasilkan pernyataan akan relasi gender kurang adil pada rumahtangga petani
bawang merah tergolong pada kategori sedang yaitu sebesar 66.7 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan reproduktif rumahtangga petani tidak terlalu
berhubungan dengan relasi gender. Sedangkan kegiatan reproduktif yang tinggi
tidak membuat relasi gender tidak adil juga tinggi seperti terlihat pada tabel.
Sebagian besar responden yang menganggap kegiatan reproduktif tinggi,
menghasilkan pernyataan responden pada relasi gender kurang adil sedang yaitu
sebanyak 50 persen. Hal ini dikarenakan kegiatan reproduktif rumahtangga petani
bawang merah tidak terlalu memperhatikan relasi gender dalam kegiatan
reproduktif.
Dilihat dari persentase atas tanggapan responden mengenai pernyataan
yang diajukan dan wawancara mendalam dalam studi kasus yang dilakukan
terhadap responden dan informan terdapat pernyataan-pernyataan yang sangat
jelas bahwa diantara laki-laki dan perempuan mempunyai tugas utama masingmasing. Tampak jelas bahwa tugas utama yang digarisbawahi adalah tugas
perempuan sebagai pengatur rumahtangga dan mengurus anak. Meskipun
demikian, satu hal yang amat menonjol dari jawaban-jawaban responden adalah
bahwa mereka tetap diperbolehkan oleh suaminya untuk bekerja. Hal ini
disebabkan sifat pekerjaan yang ditekuni dapat disesuaikan dengan kondisi
67
kesibukan dalam rumahtangga. Sementara itu, secara eksplisit tidak disebutkan
bahwa laki-laki juga bertanggung jawab untuk mengurus rumahtangga dan
merawat anak.
Menurut masyarakat Desa sidakaton, nilai-nilai pembagian kerja atau
peran gender istri dalam rumahtangga cenderung ketat jika dibandingkan dengan
nilai-nilai pembagian kerja atau peran gender suami. Responden suami boleh
menjalankan perannya dalam kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan.
Berbeda dengan responden istri yang perannya dominan di sektor domestik,
terutama pada rumahtangga yang memiliki pendapatan rendah, istri harus
membantu suami mencari nafkah dengan ikut bekerja di lahan usahatani bawang
merah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Responden istri memiliki beban kerja yang terlalu berat. Beban kerja istri
pada kegiatan produktif dan reproduktif menghambat perannya untuk ikut dalam
kegiatan kemasyarakatan. Sehingga mereka merasa bahwa relasi gender dalam
rumahtangga kurang adil. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh ibu ZNB
(60 tahun):
“…ya nok gimana mau ikut kegiatan masyarakat wong kerjaan di
rumah banyak, belum lagi kerjaan di sawah udah cape duluan,,,”
Pembagian kerja yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan
dalam sektor domestik dan publik akan melahirkan beban kerja ganda bagi kaum
perempuan. Akan tetapi, beban tersebut dianggap sebagai peran pembantu dalam
pekerjaan laki-laki, bukan sebagai perempuan yang mampu bekerja terlepas dari
segala mitos tubuh dan isu gender yang bias.
Tabel 14 memaparkan beberapa pernyataan yang merupakan gambaran
dari ketat atau tidaknya nilai-nilai gender dalam rumahtangga menurut masyarakat
Desa Sidakaton. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari 15 item pernyataan
mengenai relasi gender dapat dilihat bahwa sebagian responden di Desa Sidakaton
memiliki pandangan positif terhadap pernyataan ketat atau tidaknya nilai-nilai
peran gender akan tetapi ada juga yang masih memandang nilai-nilai tersebut
negatif.
68
Tabel 14. Jumlah Responden Suami dan Responden Istri berdasarkan Relasi
Gender, Desa Sidakaton, 2011
Responden
Suami
Istri
No
Relasi Gender
Jumlah
S TS
S
TS
1. Suami dan istri memiliki kedudukan yang 24 21 17 28
90
sama dalam keluarga
2. Istri boleh menjadi penanggung jawab 38
7
45
0
90
dalam keluarga jika suami tidak ada
3. Perempuan boleh menikmati pendidikan 35 10 42
3
90
setinggi mungkin seperti yang diimgimkan
4. Perempuan boleh sering meninggalkan 6
39
0
45
90
rumah
5. Perempuan boleh pulang malam
9
36
9
36
90
6. Perempuan atau istri boleh menafkahi 38
7
45
0
90
keluarga
7. Perempuan boleh bekerja diluar rumah
23 22 39
6
90
8. Perempuan boleh melakukan pekerjaan 0
45
0
45
90
berat seperti: mencangkul, mengolah lahan,
dan mengairi lahan usahatani.
9. Laki-laki juga dapat melakukan pekerjaan 41
4
45
0
90
yang ringan seperti: menyemai, menanam,
serta menyiangi
10. Istri harus mendapat izin dari suami untuk 30 15 42
3
90
melakukan kredit usahatani
11. Suami dan istri mremiliki tanggungjawab 25 20 41
4
90
yang sama terhadap usahatani yang dimiliki
12. Melakukan pekerjaan rumah seperti: 17 28 37
8
90
memasak, mengasuh anak, membersihkan
rumah tidak hanya dilakukan oleh istri tapi
juga suami
13. Istri boleh terlibat aktif dalam kegiatan 30 15 42
3
90
berorganisasi
14. Istri boleh memimpin rapat dalam 12 33 14 31
90
pertemuan-pertemuan kemasyarakatan
15 Istri tidak perlu mendapatkan izin dari 0
45
0
45
90
suami untuk mengikuti kegiatan diluar
rumah
Keterangan: S: Setuju; TS: Tidak Setuju
Pembagian kerja gender menurut Budiman (1985) adalah pola pembagian
kerja antara pasangan suami-istri yang disepakati bersama, serta didasari oleh
sikap saling memahami dan saling mengerti. Pembagian kerja tersebut diciptakan
oleh pasangan dalam keluarga pada sektor publik dan sektor domestik. Pembagian
kerja tersebut tidak dilakukan berdasarkan konsep tubuh laki-laki dan tubuh
perempuan, melainkan atas kerjasama yang harmonis dalam membangun
69
keluarga. Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja menurut jenis kelamin
dan telah disosialisasikan dalam keluarga pada setiap individu. Hal ini dilakukan
agar seorang individu mengetahui apa yang menjadi hak dan masyarakat. Atau
dengan kata lain, pola sosialisasi yang diterapkan dalam keluarga akan
membentuk kepribadian seseorang.
Relasi gender dalam pembagian kerja pada rumahtangga untuk penelitian
ini didekati dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan yang mencakup kegiatan
produktif, kegiatan reprodukstif, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Kegiatan
produktif atau nafkah yaitu kegiatan yang dilakukan langsung atau tidak langsung
yang menghasilkan pendapatan berupa uang. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan
yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan rumahtangga serta mendukung
kegiatan produkstif. Sementara kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan
kegiatan dimana terdapat saling interaksi sesama manusia yang bertujuan untuk
menjalin hubungan yang baik dalam suatu masyarakat.
7.2.
Kegiatan Produktif (Usahatani Bawang Merah)
Kegiatan produktif responden petani bawang merah adalah kegiatan dalam
usahatani yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan terdiri dari
beberapa tahapan kegiatan. Bawang merah merupakan tanaman semusim, yang
dimanfaatkan adalah umbinya yang berlapis-lapis yang sebenarnya merupakan
pangkal daun yang bagian atasnya berbentuk silinder dan dari pangkal daun
sampai bagian yang ada akarnya berubah bentuk dan membengkak menjadi umbi
yang berlapis-lapis.
Tahapan kegiatan dalam menanam bawang merah diantaranya yaitu;
tahapan pra panen, tahapan panen serta tahapan pasca panen. Tahapan pra panen
terdiri dari: pengolahan lahan, pembuatan bedengan, penyediaan bibit, penanaman
bibit,
pemberian
pupuk
pertama,
pengairan,
penjarangan,
penyiangan
(membersihkan lahan sawah dari gulma), pemberian pupuk kedua dan seterusnya
sampai empat kali serta pengontrolan hama. Sedangkan tahapan pasca panen
terdiri dari; pengangkutan, sortasi (memilih hasil panen yang layak untuk dijual),
pembersihan, pengemasan,memuat hasil panen ke dalam truk dan pemasaran.
70
7.2.1. Proses Budidaya Tanaman Bawang merah
Seperti halnya yang sudah dijelaskan di atas bahwa proses usahatani atau
budidaya tanaman bawang merah memiliki beberapa tahapan. Tahapan pertama
yaitu tahapan pra panen yang terdiri dari: Pengolahan Lahan Bertujuan untuk
menciptakan tanah sebagai media tumbuh tanaman menjadi gembur sehingga
tanah seperti ini akan dapat menunjang pertumbuhan akar dengan baik sedini
mungkin. Disamping itu pengolahan tanah juga dimaksudkan untuk dapat
menciptakan iklim makro dari tanah yang dimaksudkan untuk membasmi sisa-sisa
gulma.
Setelah struktur tanah yang gembur dapat diciptakan, pekerjaan
selanjutnya yaitu membuat bedengan-bedengan sesuai dengan ukuran yang
dikehendaki serta arah bedengan yang benar. Ukuran bedengan yang pas adalah
lebarnya 80 - 100 cm dengan ketinggian bedeng 30 - 50 cm; panjang bedengan
disesuaikan dengan ukuran lahan setempat. Sedangkan jarak antara satu bedengan
dengan bedengan lainnya (lebar parit) adalah 30 - 40 cm. Arah memanjang
bedengan tegak lurus dari arah/alur irigasi pokoknya.
Penyediaan Bibit , Bibit merupakan awal dari keberhasilan atau kegagalan.
Oleh karena itu bibit haruslah bibit yang sehat yang telah melewati masa dorman
selama 3 - 4 bulan, dan akar telah mulai keluar. Umbi masih terasa padat, utuh
dan tidak cacat. Sehari sebelum tanam, dilakukan pemotongan sepertiga dari
pucuknya dengan maksud untuk mempercepat pertumbuhan umbi dan tumbuhnya
tunas dan umbi. Hal ini sesuai dengan apa yang dituturkan oleh Bapak HJK (50
tahun);
“…pemilihan bibit itu harus yang bagus agar mendapat hasil
yang bagus juga. Biasa bawang yang akan dijadikan bibit yaitu
bawang kawak (bawang lama) dan biasanya bibit yang
digunakan untuk 1 hektar sawah sebanyak 16 kwintal…”
Dasar pemilihan bibit yang baik lainnya adalah sebagai berikut : Siung
bawang merah yang akan dijadikan bibit sudah harus mengalami penyimpanan
selama tiga bulan sejak dipanen, diameter siung sebesar 1,5 - 2 cm, keadaan
umbi/siung harus merupakan bawang merah yang utuh bulat, padat, keras dan
mengkilat dengan kadar air sebesar 80 persen, di panen dari tanaman yang telah
71
berumur dari 60- 70 hari, setiap siung yang ditanam akan mampu menghasilkan
hasil panen 4 - 6 siung anakan serta untuk luas tanam satu ha memerlukan bibit
berkisar antara 15-16 Kwintal. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Hj.CS (65
tahun);
”...bibit yang baik atau bibit unggul memiliki harga yang cukup
tinggi. Harga bibit unggul sebesar Rp.2.000.000,00 per kwintal,
untuk satu hektar tanah yang akan dikelola dibutuhkan 15 kwintal
jadi harga bibit unggul yang akan digunakan untuk budidaya
bawang merah sebesar Rp. 3.000.000, 00...”
Kegiatan sebelum penanaman Bibit, diatas bedengan dibuat alur tanam
untuk tanah yang relatif subur dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan
kedalaman tanam 2 - 3 cm. Pemupukan Awal dilakukan bilamana pupuk kandang
mudah didapat maka setiap hektar lahan memerlukan sebanyak 15 - 20 ton pupuk
kandang yang harus dicampur merata dengan tanah sewaktu pekerjaan
mempersiapkan bedengan. Pemupukan dilakukan sebanyak empat kali dalam satu
kali tanam. Komposisi Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kujang satu kwintal,
NPK 1 kwintal, dan TS 0.5 kwintal untuk lahan satu hektar. Kegiatan selanjutnya
yaitu kegiatan pemeliharaan seperti pengairan, pengontrolan hama, penyiangan,
penjarangan.
Tahapan terakhir yaitu tahapan pasca panen. Untuk mempertahankan
kualitas yang baik, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian karena
sifatnya yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan antara lain penurunan
kandungan air, pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, kebusukan, dan pelunakan
umbi. Kerusakan tersebut menurunkan kualitas bawang merah baik dan nilai gizi ,
warna, bau, maupun rasa. Penanganan pasca panen yang penting untuk
menghindari
kerusakan
dan
penurunan
kualitas
meliputi
pembersihan,
pengeringan, sortasi dan grading, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan dan
pengolahan, seperti yang dikemukakan salah satu informan yaitu bapak LLM (50
tahun);
“…setelah 60 -70 hari maka bawang siap dipanen dan setelah
bawang dipanen sebelum dijual bawang harus dijemur selama 10
hari dan setelah itu dilakukan pembersihan (mbutik). Mbutik
untuk dua kwintal bawang merah biasanya dikerjakan oleh 1
orang buruh tani..”
72
7.2.2. Pembagian kerja dalam Kegiatan Produktif
Kegiatan Produktif merupakan kegiatan yang menyumbang pendapatan
keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, berkebun, berdagang,
dan lain-lain. Kegiatan produktif dalam penelitian ini yaitu kegiatan usahatani
bawang merah. Peran dalam kegiatan ini dilihat melalui pembagian kerja antara
laki-laki dan perempuan pada tiap tahapan kegiatan usahatani bawang merah.
mulai dari pra produksi (persiapan) hingga pasca panen (pemasaran).
Pembagian kerja produktif responden petani bawang merah dibedakan
dalam tiga jenis kegiatan yaitu kegiatan produktif di lahan usahatani yang hanya
dilakukan suami, kegiatan tang dilakukan bersama (suami dan istri) serta kegiatan
yang hanya dilakuakan oleh istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian
kerja untuk kerja produktif di keluarga responden lebih banyak dilakukan lakilaki, perempuan yang bekerja hanya untuk menambah pendapatan keluarga.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada tahapan kegiatan dalam
usahatani bawang merah yang sifatnya merupakan pekerjaan kasar dan berat maka
pelaku kegiatannya dominan laki-laki (suami). Sebaliknya, pada tahapan kegiatan
yang sifatnya merupakan pekerjaan ringan maka pelaku kegiatannya dominan
perempuan (istri). Munculnya anggapan bahwa perempuan melakukan pekerjaan
ringan dalam tahapan kegiatan usahatani disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain: (1) bentuk fisik laki-laki dan fisik perempuan, dimana fisik perempuan
dikatakan tidak sekuat tubuh laki-laki yang dimitoskan tidak kuat dalam bekerja;
(2) perempuan adalah makhluk yang berperasaan halus, lemah-lembut, suka
merapikan, dan melakukan pekerjaan yang sifatnya menata. Hal tersebut
merupakan salah satu bentuk pelabelan (stereotipi) yang dibentuk oleh masyarakat
terhadap perempuan dalam kegiatan usahatani.bawang merah.
Berikut data hasil persentase responden dalam pembagian kerja kegiatan
produktif.
73
Tabel 15. Pembagian Kerja dalam Rumahtangga untuk Kerja Produktif
NO
KEGIATAN
USAHATANI
BAWANG MERAH
SUAMI+ISTRI
S
n
I
persen
TOTAL
(persen)
B
n
persen
n
persen
1
Pengolahan lahan
90
100 0
0
0
0
100
2
Pembuatan Bedengan
90
100 0
0
0
0
100
3
Mencangkul
90
100 0
0
0
0
100
4
Penanaman bibit
14
15,6 50
55,6
26
28, 9
100
5
Pemberian pupuk I
68
75, 6 4
4,4
18
20,0
100
6
Pengairan (nyiram)
60
66, 7 4
4, 4
26
28, 9
100
7
Penjarangan
30
33,3 12
13, 3 48
53, 3
100
8
Penyiangan
2
2,22 54
60
34
37,8
100
9
Pemberian pupuk II
72
80 0
0
18
20
100
10
Pengontrolan hama
56
62, 2 6
6,7
28
31, 1
100
11
Panen
8
8, 9 32
35, 6
50
55,6
100
12
Pengangkutan
82
91,1 0
0
8
8,9
100
13
Sortasi
56
62,2 6
6, 7
28
31, 1
100
14
Pembersihan
10
11,1 32
35,6
48
53, 3
100
15
Pengemasan
12
13, 3 32
35,6 46
51, 1
100
16
Memuat hasil panen ke
dalam alat angkut
89
97, 8 0
0
1
2, 2
100
17
Pemasaran
48
53,3 0
0
42
46, 7
100
18
Membeli benih
64
71,1 0
0
26
28, 9
100
Keterangan : S= Suami, I= Istri , B= Bersama
Berdasarkan Tabel 15, terlihat beberapa pola umum pembagian kerja
dalam kegiatan usahatani bawang merah di Desa Sidakaton. Kegiatan produktif
yang dominan dilakukan oleh suami atau laki-laki diantaranya Pengolahan lahan,
pembuatan guludan, mencangkul, memupuk, pengairan, pengangkutan, membeli
benih dal lain-lain. Keadaan di Desa Sidakaton sejalan dengan hasil penelitian di
Kecamatan
Ngargoyoso,
Kabupaten
Karanganyar
(Pratiwi,
2007)
yang
menunjukan bahwa tahapan kegiatan usahatani yang sifatnya merupakan
pekerjaan kasar dan berat maka pelaku kegiatannya dominan suami. Sebaliknya,
74
tahapan kegiatan yang sifatnya merupakan pekerjaan ringan maka pelaku
kegiatannya dominan istri.
Pembelian benih dan pupuk dominan dilakukan oleh suami karena
suamilah yang tergabung dalam kelompok tani. Sementara istri hanya membantu
dalam proses pembibitan dan pemupukan. Kegiatan produktif yang dominan
dilakukan oleh istri atau perempuan antara lain menanam benih (tandur),
menyiram, menyiangi hama (matun), pembersihan (mbutik), pemilihan benih
(mrotol). Kegiatan produktif yang dilakukan secara bersama adalah memanen
(ngunduh). Pengemasan, dan lain-lain.
Pembagian kerja tersebut dipengaruhi oleh steterotipi yang berkembang
dalam masyarakat yaitu; perempuan tidak boleh melakukan pekerjaan berat
karena pekerjaan berat di sawah seharusnya dilakukan oleh laki-laki. Seperti yang
telah dikemukakan oleh Bapak WS (60 tahun) berikut ini;
“..mencangkul yang ngerjain ya laki-laki. kan pekerjaan berat
terus butuh tenaga yang kuat kasihan kalo yang ngerjain
perempuan. Perempuan mah kerja yang ringan-ringan aja
seperti; mrotol, nandur, panen, nyiangi, karo mbutik..”
7.2.3. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Usahatani
Bawang Merah
Curahan waktu antara responden laki-laki dan responden perempuan
dalam kegiatan usahatani berbeda. Curahan waktu yang diukur yaitu curahan
waktu responden petani dalam mengelola sawah pertanian Pada Gambar 6
disajikan curahan waktu kerja produktif responden suami dan responden istri.
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa curahan waktu responden suami
dalam kegiatan usahatani bawang merah dominan pada tahap pra panen atau kerja
pemeliharaan. Namun jam kerja suami lebih banyak daripada istri yaitu 149 jam
dari total waktu kerja dalam satu kali musim tanam. Sedangkan sisanya digunakan
untuk kegiatan pasca panen yaitu enam jam.
75
Gambar 6. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden
Istri(Satu Kali Musim Tanam), Desa Sidakaton, 2011 (dalam jam)
Berbeda dengan responden istri, responden suami tidak melalukan
kegiatan panen. Curahan waktu istri dalam kegiatan usahatani bawang merah juga
dominan pada tahapan pra panen yaitu menghabiskan waktu 86 jam untuk satu
kali musim tananm dari total kerja produktif. Sisanya, delapan jam digunakan
untuk panen, delapan jam lagi digunakan untuk sortasi dan pembersihan (mbutik).
Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki keterlibatan dalam pekerjaan produktif dalam hal usahatani bawang
merah. Perbedaannya pada jenis pekerjaannya serta jumlah jam kerja laki-laki
yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah jam kerja perempuan. Pada
tahap pasca panen jumlah jam kerja istri lebih banyak daripada jumlah jam kerja
suami. Jika dilihat terjadi pola keseimbangan antara kerja domestik dengan kerja
produktif hal ini disebabkan perempuan atau para istri ikut serta dalam kegiatan
mencari nafkah (kegiatan produktif). Selain itu faktor budaya masyarakat petani
bawang merah dalam mendukung terjadinya keseimbangan pembagian kerja
dalam keluarga petani tersebut. Faktor tersebut menumbuhkan kesadaran gender
pada keluarga petani untuk menerapkan praktik pembagian kerja yang seimbang,
baik di dalam maupun di luar rumah. Pembagian kerja tersebut juga melahirkan
nilai-nilai dan sikap yang menghargai dan memposisikan istri (perempuan) tanpa
menimbulkan ketimpangan gender pada keluarga petani ltersebut
76
Upah satu hari kerja dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB untuk
buruh perempuan adalah sebesar Rp.25.000,00, sedangkan untuk buruh tani lakilaki sebesar Rp.35.000,00 akan tetapi biasanya buruh tani laki-laki mendapat
upahnya bagi hasil dengan pemilik lahan. Dengan bagi hasil 1/8 yaitu satu untuk
pekerja dan tujuh untuk pemilik modal. Misalkan saja mendapat uang sebesar
Rp.16.000.000,00 , Rp.2.000.000,00 untuk buruh tani laki-laki dan sisanya untuk
pemilik modal. Seperti yang telah dikemukakan oleh Bapak SN(45 tahun);
“…upah untuk buruh laki-laki dalam satu hari kerja sebesar
Rp.30.000,00-Rp.35.000,00
dan
perempuan
sebesar
Rp.25.000,00-Rp.30.000,00. Biasanya buruh laki-laki mendapat
bagi hasil dari pemilik modal sebesar 1/8. 1 untuk buruh tani dan
7 untuk pemilik lahan dan modal. Sementara untuk upah
pembersihan berbeda lagi itu sudah jadi tanggung jawab
pembeli. Saya mah hanya upah panen mbak kalo masalah mbutik
ya yang bayar upah pembeli..”
Lebih besarnya upah buruh tani laki-laki daripada buruh tani perempuan
disebabkan karena jenis pekerjaan laki-laki dalam pengelolaan usahatani bawang
merah lebih berat daripada pekerjaan perempuan. Dengan demikian, tampaknya
masih terdapat ketidakadilan gender dalam hal perbedaan upah antara buruh tani
laki-laki dan buruh tani perempuan. Seperti yang telah dikemukakan oleh
Mugniesyah dan Fadhilah dalam Meylasari (2010) bahwa pekerjaan di sektor
pertanian, sebagaimana sektor informal lainya belum dilindungi oleh UndangUndang Ketenagakerjaan No. 25 tahun 1997, padahal Indonesia memiliki
Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan, khususnya Pasal 11 tentang hak perempuan
dan laki-laki untuk menerima upah yang sama.
7.3.
Kegiatan Reproduktif
Kerja reproduktif adalah kegiatan yang tidak langsung menghasilkan
pendapatan baik berupa uang atau barang akan tetapi kegiatan yang dilakukan
dalam kehidupan rumah tangga Kegiatan reproduktif yang dilakukan oleh
responden petani bawang merah meliputi: memasak, mencuci pakaian, mengasuh
anak, membersihkan halaman, membersihkan rumah, berbelanja ke pasar,
77
mendampingi anak belajar, mengantar anak sekolah, menyetrika pakaian, mencuci
piring, memperbaiki rumah jika ada yang rusak, memperbaiki peralatan listrik,
pengelolaan keuangan, menyapu dan mengepel. Kegiatan ini diukur melalui
curahan waktu dengan menggunakan metode recall sehari yang lalu dengan
satuan jam perhari. Pada tabel berikutnya akan dilihat bagaimana pembagian
kerja reproduktif dan curahan waktu antara responden suami dan responden istri.
7.3.1. Pembagian kerja dalam Kegiatan Reproduktif
Pembagian kerja dalam rumahtangga dapat dilihat dari profil kegiatan lakilaki dan perempuan. Berdasarkan konsep peran laki-laki dan perempuan dalam
keluarga dapat dibedakan adanya lingkup kerja reproduktif. Pembagian kerja
dalam keluarga untuk kerja reproduktif adalah kegiatan yang menjamin
kelangsungan hidup manusia dan keluarga, seperti melahirkan dan mengasuh anak
serta pekerjaan rumah tangga. Kerja reproduktif dalam penelitian ini dilihat dari
pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam menyiapkan makanan, mencuci
pakaian, menyetrika pakaian, membersikan rumah dan belanja kebutuhan rumah
tangga. Berikut data hasil persentase responden dalam pembagian kerja kegiatan
reproduktif
78
Tabel 16. Pembagian Kerja dalam Rumahtangga untuk Kerja Reproduktif.
NO
JENIS KEGIATAN
SUAMI+ISTRI
REPRODUKTIF
S
n
1
Memasak
2
Mencuci pakaian
3
Mengasuh anak
4
I
persen
n
TOTAL
(persen)
B
persen
n
persen
0
0
88,0
97,8
2,0
2,2 100
16,0
17, 8
54,0
60,0
20,0
22,2 100
0
0
46,0
51,1
44,0
48,9 100
Membersihkan halaman
22,0
24, 4
41,0
45,6
27,0
30,0 100
5
Membersihkan rumah
22,0
24, 4
41,0
45,6
27,0
30,0 100
6
Berbelanja ke pasar
0
0
90,0
100,0
0
0 100
7
Mendampingi anak
belajar
0
0
45,0
50,0
45,0
50,0 100
8
Mengantar anak sekolah
41,0
45,6
49,0
54,4
0
0 100
9
Menyetrika pakaian
0
0
90,0
100,0
0
0 100
10
Mencuci piring
6,0
6,7
71,0
78,9
13,0
14,4 100
11
Memperbaiki rumah jika
rusak
53,0
58,9
14,0
15,6
23,0
43,4 100
12
Memperbaiki peralatan
listrik
78,0
86,7
6,0
6,7
6,0
6,7 100
13
Pengelolaan keuangan
33,0
36,7
57,0
63,3
0
0 100
14
Menyapu
2,0
2, 2
39,0
43,3
49,0
54,4 100
15
Mengepel
23,0
25,6
44,0
48,9
23,0
25,6 100
Keterangan : S= Suami, I= Istri , B= Bersama
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat sebanyak 13 dari 15 kegiatan
reproduktif yang diamati dalam penelitian ini dominan dikerjakan oleh istri atau
perempuan. Kegiatan reproduktif yang dominan dilakukan oleh suami atau lakilaki yaitu memperbaiki rumah dan peralatan listrik jika terjadi kerusakan.
Walaupun suami ikut membantu, akan tetapi istri lebih dominan dalam mengasuh
anak. Proses pengasuhan ini mencakup bidang pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dan pendidikan. Dalam pengasuhan, para suami tidak cukup sabar dalam
mengasuh dan mendidik anak.
79
7.3.2.
Curahan Waktu Responden Petani Bawang Merah dalam Kegiatan
Reproduktif
Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya dimana perempuan
dominan bekerja pada sektor domestic, maka laki-laki dominan pada sektor
publik. Pada rumahtangga petani bawang merah yang diteliti, total curahan waktu
yang digunakan responden istri untuk melakukan pekerjaan reprpduktif lebih
banyak daripada total curahan waktu responden suami. Responden suami
mencurahkan 8,63 jam dari 24 jam waktu yang dimilikinya untuk melaukan
kegiatan reproduktif. Sedangkan istri mencurahkan 16 jam dari 24 jam waktu
yang dimilikinya untuk melakukan kegiatan reproduktif. Rata-rata curhan waktu
kerja reproduktif responden dalam rumahtangga petani bawang merah tersaji pada
Tabel 17.
Tabel 17 .Rata-rata Curahan Waktu Kerja Reproduktif Responden Suami dan
Responden Istri dalam Kegiatan Reproduktif (dalam jam), Desa
Sidakaton, 2011
Responden Suami
Responden Istri
Jenis pekerjaan
Jam
jam
Memasak
0,10
1,48
Mencuci pakaian
0,30
0,97
Mengasuh anak
1,50
2,98
Membersihkan halaman
0,98
1,00
Membersihkan rumah
0,60
1,50
Berbelanja ke pasar
1,00
2,34
Mendampingi anak belajar
1,50
1,98
Mengantar anak sekolah
0,55
0,55
Menyetrika pakaian
0,50
1,00
Mencuci piring
0,30
0,40
Memperbaiki rumah jika rusak
0,40
0,20
Memperbaiki peralatan listrik
0,50
0
Pengelolaan keuangan
0,20
1,00
Menyapu
0,10
0,30
Mengepel
0,10
0,30
Total
8,63
16
80
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa memang benar jika
dikatakan sektor domestik didominasi oleh perempuan akan tetapi tidak berarti
laki-laki tidak berperan dalam sektor domestik
7.4.
Kegiatan Sosial
Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan
dengan lingkungan masyarakat setempat. Kegiatan kemasyarakatan di Desa
Sidakaton terbagi menjadi dua bagian yaitu; kegiatan kelembagaan informal dan
kegiatan kelembagaan formal. Keikutsertaan responden responden petani bawang
merah dalam kegiatan kemasyarakatan dilihat berdasarkan pendapat responden
suami dan responden istri.
7.4.1. Pembagian kerja dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan
Kegiatan sosial kemasyarakatan lebih sering dilakukan secara bersamaan.
Kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang biasanya diikuti oleh baik suami
maupun istri yaitu arisan, pengajian, takziah (melayat), menjenguk orang sakit,
membantu dan menghadiri acara hajatan dan kerja bakti. Kegiatan yang sering
diikuti oleh responden laki-laki diantaranya yaitu rapat RT, siskamling, kelompok
tani. Sedangkan kegiatan sosial yang khusus diikuti oleh responden perempuan
yaitu posyandu, kegiatan PKK akan tetapi kegiatan ini jarang sekali dilaksanakan.
Responden suami dan responden istri sepakat bahwa dalam kelembagaan
formal didominasi oleh peran suami dalam bidang kegiiatn politik seperti rapat
RT, Kelompok Usaha Tani. Sedangkan istri seperti kegiatan posyandu, KB, dan
PKK. Kegiatan PKK di desa ini tidak terlalu berjalan dikarenakan ibu-ibu atau
para istri yang kurang aktif dalam kegiatan tersebut.
Pada kelembagaan informal, kegiatan yang dominasi dilakukan oleh istri
adalah pengajian. Pengajian diadakan secara rutin setiap satu minggu sekali,
Pengajian diadakan di masjid masjid dengan jamaah laki-laki maupun perempuan
terkadang ada juga pengajian khusus laki-laki dan pengajian khusus perempuan.
Selain kegiatan pengajian acara kumpul bersama dengan warga-warga lain yaitu
81
pada saat ada warga yang meninggal dunia dan setiap malam selama tujuh hari
diadakan pengajian di rumah keluarga orang yang meninggal dunia.
Jika ada tetangga yang sedang mengadakan acara hajatan atau selamatan
maka penduduk akan turut membantu penyelenggaraan acara tersebut. Para suami
dapat membantu dalam persiapan peralatan dan perlengkapan acara, sedangkan
para istri dapat membantu dalam persiapan konsumsi. Bantuan (snoman) tersebut
biasanya dilakukan sejak tiga hari menjelang penyelenggaraan acara.
Sementara itu, kerja bakti yang bersifat tidak rutin diadakan menurut
kepentingan tertentu. Misalnya pada saat ada pengajian akbar, ada pembangunan
jalan, jumat bersih. Biasanya kerja bakti dilakukan pada masing-masing RT
tergantung dari kesepakan RT tersebut. Keikutsertaan responden petani bawang
merah dalam kegiatan kemasyarakatan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri dalam
Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011
No
Jenis Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
KB
Posyandu
Pemilu
Rapat RT
PKK/Dasawisma
6.
7.
Kelompok tani
KUT
8.
9.
Pengajian
Arisan
10.
11.
Responden Suami (persen)
Suami
Istri
Bersama
23,0
65,4
11,5
0 100,0
0
0
0
100,0
100,0
0
0
0 100,0
0
Responden Istri (persen)
Suami
Istri
Bersama
23,1
65,4
11,5
0 100,0
0
0
0
100,0
83,3
0
16,7
0 100,0
0
100,0
100,0
0
0
0
0
80,0
83,3
10,0
10,0
10,0
6,67
10,0
0
83,3
0
6,7
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
Gotong-royong
Selamatan/hajatan
0
0
0
0
100,0
100,0
0
0
0
0
100,0
100,0
12.
13.
Kematian/dukacita
Siskamling
0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
0
14.
Menjenguk orang
sakit
Membantu di
hajatan
0
0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
0
0
100,0
15.
82
7.4.2. Curahan Waktu Responden Petani Bawang Merah dalam Kegiatan
Kemasyarakatan
Kegiatan kemasyarakatan pada responden petani bawang merah lebih
dilakukan oleh suami, begitu juga dengan curahan waktunya. Curahan waktu
dalam kegiatan kemasyarakatan diukur dalam waktu satu bulan (24 jam x 30 hari).
Berikut disajikan hasil rata-rata curahan waktu responden petani bawang merah
dalam kegiatan kemasyarakatan.
Tabel 19. Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri dalam
Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa Sidakaton, 2011
Responden Suami
Responden Istri
No
Jenis Kegiatan
Jam
jam
1. KB
0
1,00
2. Posyandu
0
1,60
3. Pemilu
0
0
4. Rapat RT
2,27
1,86
5. PKK/Dasawisma
0
1,50
6. Kelompok tani
2,33
2,00
7. KUT
1,86
0
8. Pengajian
2,12
2,29
9. Arisan
2,03
1,89
10. Gotong-royong
3,17
1,46
11. Selamatan/hajatan
2,87
2,85
12. Kematian/dukacita
2,89
2,00
13. Siskamling
6,39
0
14. Menjenguk orang sakit
1,74
1,87
15. Membantu di hajatan
2,98
3,00
Total
30,65
23,32
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata curahan waktu untuk kegiatan sosial
yang dilakukan oleh responden suami lebih banyak daripada responden istri.
Responden suami mencurahkan waktu 30,65 jam dari total waktu selama satu
bulan. Sedangkan istri hanya mencurahkan waktu sebanyak 23,32 jam dari total
waktu selama satu bulan
.
83
7. 5.
Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan
KKG dalam Rumahtangga Petani
Hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja (reproduktif ,
produktif dan sosial) dengan kesetaraan dan keadilan gender dalam rumahtangga
petani dilihat dari akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat diuji dengan
menggunakan uji korelasi Rank-Spearman. Hasil pengujian hubungan tersebut
tersaji pada Tabel 18 di bawah ini. Hasil pengujian hubungan antara relasi gender
dalam pembagian kerja dengan konsep KKG tidak memiliki hubungan yang nyata
baik untuk akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat. Dengan demikian hipotesis
keduayang menyatakan “Terdapat hubungan nyata antara relasi gender dalam
pembagian kerja dengan konsep KKG dalam rumah tangga petani yang ditinjau
dari akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat” ditolak.
Tabel 20 . Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian
Kerja dengan Konsep KKG dalam Rumahtangga Petani
Pembagian
kerja
Akses
Kontrol
Kontrol
Kontrol
Pembentukan Kegiatan Kegiatan
Utbm
Masyarakat
Keluarga
Partisip
asi
Manfaat
Reproduktif
.190
-.188
-.162
.204
-.177
-0.037
Produktif
-.029
.043
-.051
.136
-.061
-0.153
Kegiatan
Sosial
.036
-.194
.025
.212
-.090
0.026
Reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia
dan keluarga, seperti melahirkan dan mengasuh anak serta pekerjaan rumah
tangga. Kerja reproduktif dalam penelitian ini dilihat dari pembagian kerja lakilaki dan perempuan dalam menyiapkan makanan, mencuci pakaian, menyetrika
pakaian, membersikan rumah dan belanja kebutuhan rumah tangga.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) lebih besar
dari 0,05 (p>0,05) untuk persepsi akses, partisipasi, kontrol dan mafaat. Dengan
demikian relasi gender dalam pembagian kerja bidang reproduktif tidak
berhubungan nyata dengan konsep KKG yang di tinjau dari akses, kontrol,
partisipasi dan manfaat.
84
Responden penelitian ini adalah Rumahtangga petani yang melakukan
kegiatan produktif seluruhnya yaitu menanam bawang merah. Hasil pengujian
hubungan antara produktif dengan diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari
0,05 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata. Hal ini
dikarenakan seluruh responden bekerja dalam bidang produktif.
Download