BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoretis Berkaitan dengan konsep status dan peran dijelaskan bahwa pada dasarnya seorang individu akan mampu memiliki beberapa peran sekaligus yang harus dijalankan sehubungan dengan kedudukannya dimasyarakat. Ini menunjukkan bahwa tiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Dan kombinasi dari peran-peran yang dimiliki seorang individu merupakan sesuatu yang unik. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatankesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya (Soerjono Soekanto, 1990). Pentingnya peranan adalah karena ia mampu mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang dalam batas-batas tertentu mampu meramalkan perbuatan orang lain sehingga individu akan mampu menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang dalam kelompoknya (Ely Chinoy, 1961). Peranan menurut Levinson dalam Soerjono Soekanto (1990) mencakup tiga hal yaitu: 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2. Peranan adalah konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Menurut Ashar Sunyoto Munandar (Sc Utami Munandar, 1985), peran wanita dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe yaitu: 1. Wanita yang melayani 5 Kegiatannya berpusat pada kegiatan melayani dalam arti yang luas, terrmasuk disini mendidik, merawat, mengatur dan mengurus untuk dinikmati oleh orang lain atau untuk dinikmati bersama-sama. Wanita dalam hal ini menjadi sumber yang dapat membahagiakan orang lain. 2. Wanita yang bekerja Dalam peran ini, selain kegiatan melayani wanita juga bekerja atau melakukan kegiatan yang memberikan penghasilan. Sebagai istri, wanita melayani ditambah dengan ikut mencari penghasilan untuk menunjang keperluan keluarga. Dibanding wanita yang melayani, wanita bekerja memiliki kesibukan yang lebih banyak. 3. Wanita yang mandiri Tipe wanita ini menekankan pada kemandiriannya sebagai wanita yang bekerja, melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang yang dapat ia putuskan sendiri penggunaannya. Sebagai istri, wanita ini tidak “memonopoli” pendidikan dan perawatan anak. Perawatan dan pendidikan anak serta pengaturan rumah tangga diatur bersama suami dengan kesepakatan bersama. Ia melayani suami sebagaimana ia harapkan suami melayaninya. Suami istri merupakan partner yang duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Peran sosial dalam konteks keberadaan wanita sesuai dengan teori di atas adalah berkaitan dengan fungsi status atau kedudukan yang dimilikinya baik didalam keluarga atau lingkungan domestik serta dalam pekerjaannya atau lingkungan publik yang digelutinya. Harus diakui, bahwa pada dasarnya setiap individu akan menyandang berbagai peran sosial. Ini sama dengan yang terjadi dengan kaum wanita yang harus menjalankan berbagai peran tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan yaitu sebagai seorang istri bagi suami yang harus mampu menjadi penyeimbang, kawan ataupun mitra dan partner, sebagai seorang ibu yang harus mampu menjalankan fungsi afeksi atau kasih sayang sekaligus perhatian bagi anak-anaknya, sebagai ibu rumah tangga yang harus menjalankan aktivitas keseharian yang berkaitan dengan kelangsungan hidup rumah tangganya sekaligus sebagai seorang pekerja apabila dia memiliki aktivitas lain diluar rumah 6 (publik) yang harus menjalankan tanggung jawab suatu pekerjaan yang dibebankan padanya dan mungkin juga berkaitan dengan peran sosial yang berkaitan dengan upaya pemuasan kebutuhan akan ruang-ruang pribadi didalam dirinya. Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu (jenis kelamin tertentu) dan masyarakat tertentu. Peran gender berbeda antar masyarakat atau bahkan antar kelompok didalam masyarakat tertentu dan sering mengalami perubahan. Cth: Single Parent (ibu sebagai Kepala Rumah Tangga), Istri bekerja vs Suami mengurus rumah. Menurut Davis dan Newstrom (1996) peran diwujudkan dalam perilaku. Peran adalah bagian yang dimainkan individu pada setiap keadaan dan cara tingkah lakunya untuk menyelaraskan diri dengan keadaan. Wanita bekerja menghadapi situasi rumit yang menempatkan posisi mereka di antara kepentingan keluarga dan kebutuhan untuk bekerja. Muncul sebuah pandangan bahwa wanita ideal adalah superwoman atau supermom yang sebaiknya memiliki kapasitas yang dapat mengisi bidang domestik dengan sempurna dan bidang publik tanpa cacat. Dalam perjuangan menuju keseimbangan kerja dan keluarga inilah maka bermunculan berbagai konflik dan masalah yang harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya jika ingin tetap menjalani kedua peran tersebut. Bekerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk uang atau barang, mengeluarkan energi dan mempunyai banyak kegiatan diluar rumah, kegiatan dimana memungkinkan mereka memperoleh penghasilan bagi keluarganya sebenarnya bukanlah gejala yang baru dalam masyarakat kita (Ihromi, 2000). Dalam pengertian ini termasuk istri sendiri atau bersama suami berusaha untuk memperoleh penghasilan, dengan demikian wanita yang bekerja dapat dianggap berperan ganda. Secara universal, disesuaikan dengan keadaan sosial budaya yang tumbuh dan berkembang di Indonesia selama ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga tugas utama wanita dalam rumah tangga yaitu (Hubeis, 2010: 83): 7 1. Peran Reproduktif (Domestik) a. Peran reproduktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan seperti menyiapkan makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik anak. b. Kegiatan reporduktif sangat penting dalam melestarikan kehidupan keluarga, tetapi jarang dipertimbangkan sebagai bentuk pekerjaan yang kongkret. c. Dalam masyarakat miskin, sebagian besar pekerjaan reproduktif dilakukan wanita secara manual (menggunakan tangan). d. Kegiatan reproduktif, pada umumnya memerlukan waktu yang lama, bersifat rutin, cenderung sama dari hari ke hari, dan hampir selalu merupakan tanggung jawab wanita dan anak wanita. e. Pekerjaan reproduktif yang dilakukan di dalam rumah tangga tidak diperhitungkan sebagai pekerjaan produktif (karena tidak dibayarunpaid work). 2. Peran Produktif a. Pekerjaan produktif menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan (petani, nelayan, konsultasi, jasa, pengusaha dan wirausaha). b. Pembakian kerja dalam peran produktif dapat memperlihatkan dengan jelas perihal kebedaan tanggungjawab antara lelaki dan wanita. Sebagai contoh, untuk kegiatan di bidang pertanian maka kegiatan membajak atau bekerja dengan menggunakan bantuan peralatan mesin merupakan tanggungjawab lelaki, sedangkan pekerjaan menanami menyiangi, memerah susu dan pekerjaan lainnya yang dianggap ringan merupakan pekerjaan wanita. c. Jenis pekerjaan yang dinilai sebagai pekerjaan produktif terkait pada pekerjaan yang dapat diperhitungkan melalui sistem perhitungan nasional (GNP ataupun Statistik Sosial Ekonomi). 8 d. Pekerjaan produktif dapat dilakukan oleh gender lelaki maupun gender wanita dan diimbali (dibayar) dengan uang (tunai) atau natura. 3. Peran Masyarakat (Sosial) a. Peran masyarakat terkait dengan kegiatan jasa dan partisipasi politik b. Kegiatan jasa masyarakat banyak bersifat relawan dan biasanya dilakukan oleh wanita. Misalnya, membantu pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan (Posyandu, Karang Balita), pelaksanaan 10 tugas pokok PKK, menyiapkan makanan untuk acara kemasyarakatan, rapat-rapat dan lain-lain. Lelaki kurang banyak terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan relawan seperti ini. c. Peran politik di masyarakat adalah peran yang terkait dengan status atau kekuasaan seseorang pada organisasi tingkat desa atau tingkat yang lebih tinggi. Sebagian besar kegiatan yang terkait dengan politik umumnya dilakukan oleh lelaki. Menurut Kamarovsky dalam Ismail dan Mahbar (1996) memperlihatkan ada dua penilaian yang bertentangan tentang wanita. Dari satu pandangan wanita dilihat sebagai anggota dalam sat u kategori berdasarkan peranannya yang tradisional. Penilaian ini memperlihatkan status paling asas bagi wanita yaitu menjadi istri bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya. Pandangan yang lebih liberal menyatakan wanita sebagai kumpulan orang yang mempunyai potensi untuk melakukan pencapaian individu. Menurut Hubeis (2010) dari segi peran, pemilahan yang akan terjadi dapat berbentuk : a. Peran tradisi, menempatkan wanita dalam fungsi reproduksi (mengurus rumah tangga, melahirkan dan mengurus anak, serta mengayomi suami). Hidupnya 100% untuk keluarga. Pembagian kerja sangat jelas, yaitu wanita di rumah dan lelaki di luar rumah. b. Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain. Pembagian tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab wanita. 9 c. Dwiperan, memposisikan wanita dalam kehidupan dua dunia, peran domestik-publik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau sebaliknya pemicu keresahan atau bahkan menimbulkan konflik terbuka atau terpendam. d. Peran Egalitarian, menyita waktu dan perhatian wanita untuk kegiatan di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk menghindari konflik kepentingan pemilahan dan pendistribusian peranan. Jika tidak, yang terjadi adalah masing-masing akan saling berargumentasi untuk mencari pembenaran atau menumbuhkan ketidaknyamanan suasana kehidupan keluarga. e. Peran Kontemporer, adalah dampak pilihan wanita untuk mandiri dalam kesendirian. Jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari dominasi pria yang belum terlalu peduli pada kepentingan wanita mungkin akan meningkatkan populasinya. Berikut ini diagram prospek peran wanita dalam era global: Peran Domestik = PD (Pekerjaan Produktif Tidak Langsung Alternatif Peran Variasi Peran PD PD > PP PP PD= PP PD + PP PD < PP Perempuan Peran Publik = PP (Pekerjaan Produktif Langsung) Gambar 2.1.1 Prospek Peran Wanita dalam Era Global Sumber : Hubeis (2010) Sampai kini, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap pekerjaan domestik sebagai kewajiban wanita. Pada saat bersamaan, anggapan ini diikuti tuntutan keterlibatan aktif wanita di ranah publik. Sayangnya anggapan ini juga diikuti dengan kekeliruan mempersepsi keterlibatan wanita di ranah publik sebagai refleksi partisipasi pembangunan. Keruwetan identifikasi peran termunculkan oleh keharusan mempertahanlan kelanggengan dan keharmonisan 10 keluarga sebagai indikator kesuksesan di tingkat mikro dan partisipasi aktif wanita dalam pembangunan sebagai keberhasilan di tingkat makro. Dalam keadaan normal tanggung jawab wanita terhadap keluarga merupakan prioritas sedangkan kaum laki-laki bertanggung jawab terhadap pencarian nafkah. Wanita yang terlibat dalam pekerjaan profesional perlu mencurahkan sebahagian besar waktu dan tenaga untuk kepentingan pekerjaan. Sementara itu disisi lain wanita juga harus memperhitungkan pekerjaan rumah sebagai tanggung jawab di dalam keluarga. Oleh karena wanita yang bekerja terpaksa menghadapi dua peranan. Meraka akan sering mengalami kesulitan bahkan menghadapi tekanan untuk melaksanakan kedua tanggung jawab ini dengan sempurna. Profesi wanita di luar rumah menuntut mereka untuk mencari peran pengganti (subtitute agent) dalam menyelesaikan pekerjaan domestik. Berbagai alternatif muncul sebagai bentuk solusi dalam menghadapi peran ganda yang dihadapi wanita yang berprofesi diluar rumah. Wanita modern dengan penghasilan cukup dapat membeli beraneka peralatan seperti mesin cuci pakaian, mesin cuci piring, vacum cleaner hingga jasa pembantu Rumah tangga, laundry, hingga tukang kebun. Wanita modern mengharapkan rumah yang bersih dan tertata rapi, makanan yang terjaga dan terpelihara kualitasnya, anak-anak sehat secara fisik dan emosional (Hartman, 1982). Peningkatan nilai wanita bekerja mempengaruhi pola pembagian kerja antara suami dan istri. Jika suami berpenghasilan lebih rendah cenderung memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap pekerjaan rumah atau domestik (Noor Aina, 1996). Pembagian peran antara suami dan istri diranah domestik merupakan wujud pemahaman bahwa istri dapat menyumbang terhadap ekonomi keluarga dan suami dapat membantu mengurus rumah tangga. Konsep Peran Gender Berkaitan dengan peran gender, perlu diingat kembali istilah-istilah kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan yang digunakan dalam analisis gender terutama Model Moser dan Harvard: 11 1. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam rangka mencari nafkah. Kegiatan ini disebut juga kegiatan ekonomi karena kegiatan ini menghasilkan uang secara langsung atau barang yang dapat dinilai setara uang. Contoh kegiatan ini adalah bekerja menjadi guru, pedagang, petani, pengrajin dan sebagainya. 2. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan pemeliharaan dan pengembangan serta menjamin kelangsungan sumberdaya manusia dan biasanya dilakukan dalam keluarga. Kegiatan ini tidak menghasilkan uang secara langsung dan biasanya dilakukan bersamaan dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan dan dalam beberapa referensi disebut reproduksi sosial. Contoh peran reproduksi adalah pemeliharaan dan pengasuhan anak, pemeliharaan rumah, tugas-tugas domestik, dan reproduksi tenaga kerja untuk saat ini dan masa yang akan datang (misalnya masak, bersih-bersih rumah). 3. Kegiatan kemasyarakatan yang berkaitan dengan politik dan sosial budaya yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan dengan bidang politik, sosial dan kemasyarakatan dan mencakup penyediaan dan pemeliharaan sumberdaya yang digunakan oleh setiap orang seperti air bersih/irigasi, sekolah dan pendidikan, kegiatan pemerintah lokal dan lain-lain. Kegiatan ini bisa menghasilkan uang dan bisa juga tidak menghasilkan uang. Tabel 2.1.1 Peran Gender menurut Talcott Parson. Aspek Pendidikan Model A: Pemisahan Peran Total antara Laki-laki dan Perempuan Pendidikan spesifik gender, kualifikasi professional tinggi hanya penting untuk laki-laki Profesi Tempat kerja professional bukan tempat utama perempuan, karir dan professional tinggi tidak penting untuk perempuan Pekerjaan di Rumah Pemeliharaan rumah dan Model B: Peleburan Total Peran antara Laki-laki dan Perempuan Sekolah bersama, kualitas kelas yang sama untuk lakilaki dan perempuan, dan kualitas pendidikan yang sama untuk laki-laki dan perempuan Karir adalah sama pentingnya untuk laki-laki dan perempuan, oleh karena itu kesetaraan kesempatan untuk berkarir professional bagi laki-laki dan perempuan sangat diperlukan. Semua pekerjaan di rumah 12 pengasuhan anak merupakan harus dikerjakan oleh lakifungsi utama perempuan, laki dan perempuan, dengan partisipasi laki-laki pada demikian ada kontribusi yang fungsi ini hanya sebagian saja. setara antara suami dan istri. Pengambilan Keputusan Hanya bila ada konflik, maka Laki-laki tidak dapat laki-lakilah yang terakhir mendominasi perempuan, menangani, misalnya memilih harus ada kesetaraan. tempat tinggal, memilih sekolah nak, dan keputusan untuk membeli. Pengasuhan Anak dan Perempuan menangani Laki-laki dan perempuan Pendidikan sebagian besar fungsi untuk berkontribusi secara setara mendidik anak dan dalam fungsi ini. merawatnya tiap hari. Sumber: diterjemahkan dari Talcott Parsons: Family Socialization and Interaction Process, New York 1955 Parson mengembangkan suatu model “keluarga inti (nuclear family) pada Tahun 1955 yang memang menjadi tipe keluarga yang dominan pada saat itu dengan tradisi peran gender yang masih sangat tradisional (http://www.artetv.com, Karambolage, August 2004). Parson meyakini bahwa peran feminin adalah peran expressive, sedangkan peran maskulin adalah peran instrumental. Parson juga percaya bahwa aktivitas expressive dari perempuan memenuhi fungsi-fungsi 'internal', sebagai contoh menguatkan jalinan hubungan antar anggota keluarga. Sedangkan laki-laki di lain pihak menunjukkan pemenuhan fungsi-fungsi 'external' dari keluarga dengan menyediakan kebutuhan keuangan keluarga. Model Parsons digunakan untuk mengilustrasikan posisi ekstrim dari peran gender dengan menggunakan Model A yang menggambarkan pemisahan peran gender antara laki-laki dan perempuan secara total, dan Model B menjelaskan peleburan pembatas peran gender secara sempurna antara laki-laki dan perempuan (Brockhaus: Enzyklopadie der Psychologie 2001). Dalam kenyataan di masyarakat, posisi ekstrim (seperti Model A atau Model B) sangat jarang ditemui. Kenyataan yang ada adalah diantara dua kutub di atas, yaitu campuran antara Model A dan B. Model yang sangat nyata di masyararakat adalah adanya „double burden‟ pada perempuan yang mempunyai peran ganda sebagai pekerja dan sekaligus sebagai ibu rumahtangga. Bagaimanapun, peran gender bagi setiap pasangan suami istri tidak baku atau kaku, pasti ada negosiasi di waktu yang diperlukan seiring dengan perkembangan tahapan keluarga. 13 Aplikasi peran gender dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat mempengaruhi semua perilaku manusia, seperti pemilihan pekerjaan, pemilihan rumah, pemilihan bidang pendidikan, bahkan pemilihan pasangan dan cara mendidik anak. Oleh karena itu sosialisasi peran gender yang tidak bias gender harus dilakukan di dalam keluarga sejak usia dini. Sesuai dengan pendapat Schulz bahwa proses individu belajar dan menerima suatu peran yang disebut sosialisasi ini akan berjalan dengan baik apabila didorong dengan cara memotivasi perilaku yang diinginkan sesuai dengan tujuan atau kurang mendorong atau bahkan melarang perilaku yang tidak diinginkan (Einführung in die Soziologie, Vienna 1989). Peran gender mempunyai sejarah debat yang panjang antara nature atau nurture. Terdapat kritik terhadap aliran Biologi. Teori awam tantang gender mengasumsikan bahwa identitas gender adalah suatu yang kodrati. Sebagai contoh, sering dinyatakan dalam masyarakat Barat bahwa perempuan secara alamiah lebih cocok untuk mengasuh anak. Ide adanya perbedaan peran gender karena perbedaan biologi membawa kontroversi di kalangan masyarakat ilmiah. Pada abad ke-19, Antropologi menggunakan penjelasan yang sederhana tentang kehidupan imajinatif dari masyarakat Paleolithic hunter-gatherer untuk menjelaskan evolusioner tentang perbedaan gender. Sebagai contoh, karena adanya kebutuhan untuk merawat anak-anaknya, maka para perempuan mempunyai keterbatasan dalam berburu. Dengan adanya pengaruh kinerja para feminist selama Tahun 1980an, khususnya di Bidang Sosiologi dan Anthropologi Budaya, seperti Simone de Beauvoir dan Michel Foucault yang merefleksikan jenis kelamin, maka ide gender tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Seseorang dapat lahir dengan jenis kelamin laki-laki namun mempunyai sifat gender feminin. Simon Baron-Cohen, seorang profesor Psikologi dan Psikiatri dari Cambridge University, berargumen bahwa otak perempuan lebih banyak dikuasasi oleh „hard-wired‟ untuk empati, sedangkan otak laki-laki lebih banyak dikuasasi oleh „hard-wired‟ untuk pengertian dan membangun sistem. Pada saat ini, tren yang terjadi di masyarakat Barat adalah berbagi antara laki-laki dan perempuan pekerjaan yang serupa, 14 tanggung jawab yang menunjukkan bahwa jenis kelamin pada saat lahir tidak secara langsung menentukan kemampuan talentanya. Perubahan global dan trend industrialisasi telah menyebabkan transformasi pada institusi sosial, komunitas dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang akhirnya juga memberikan tekanan-tekanan, baik secara sosial, ekonomi maupun psikologi pada tingkatan individu, keluarga dan masyarakat. Perkembangan ekonomi dan teknologi juga membawa pengaruh pada pergeseran nilai-nilai individu dan keluarga baik yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hidup, nilai-nilai keluarga maupun nilai-nilai kebersamaan termasuk pergeseran peran gender antara laki-laki dan perempuan. Pergeseran nilai-nilai individu tercermin dari kesadaran bahwa peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan adalah sama (equal) meskipun secara biologis mempunyai perbedaan. Pergeseran nilai-nilai individu juga tercermin dari persamaan tingkatan nilai antara anak laki-laki dan anak perempuan. Artinya nilai anak laki-laki tidak lebih tinggi dari anak perempuan, dan sebaliknya. Pergeseran nilai-nilai atau norma masyarakat tercermin dari adanya kemitraan laki-laki dan perempuan dalam pembangunan, dan bahwa laki-laki (suami) tidak satu-satunya aktor yang bertanggung jawab pada pekerjaan publik (mencari uang), namun sudah menjadi tanggung jawab bersama dengan perempuan (istri). Pergeseran nilai keluarga tercermin dari meningkatnya kemitraan gender (gender relations/parternship) dalam menjalankan fungsi ekonomi keluarga yang ditunjukkan dengan saling dukungan dalam generating income keluarga. 15 2.2 Kerangka Berfikir Alternative Peran Peran Domestik (PD) = Pekerjaan Produktif tidak langsung Peran Public (PP) = Pekerjaan Produktif langsung Subtitute Agent Peran Produktif (PD + PP) = Dwi Peran Variasi Peran KARAKTERISTIK : Sosial dan Ekonomi Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Status Sosial dll (PD) = Tradisi (PP) = Kontemporer WANITA Peran Reproduktif Pola pembagian Peran (istri,suami, bersama) Peran Sosial (PD > PP) = Transisi (PD = PP) = Dwi peran Formal In formal (PD < PP) = Egaliterian Gambar 2.2.1: Kerangka Pikir Pola Pembagian Peran Dalam Keluarga 16 2.3 Kajian terdahulu Hasil penelitian Sri Murni Soenarno pada tahun 2006 yang berjudul “Peran Perempuan dalam kegiatan perikanan tangkap laut (kasus keluarga nelayan kecil di Kab.Subang, JawaBarat)”. Adapun hasil penelitian yang didapat adalah bahwa perempuan nelayan di Kab.Subang terlibat dalam kegiatan reproduktif, produktif serta sosial kemasyarakatan. Perempuan nelayan memiliki akses dan kontrol terhadap kegiatan reproduktif dan produktif serta sosial kemasyarakatan yang tidak bersifat politik. Kemudian perempuan neleyan jarang dilibatkan dalam kegiatan penyuluhan, termasuk penyuluhan terkait dengan pelestarian alam. Penelitian yang dilakukan oleh Harjoni (2008) mengenai “Perempuan yang bekerja dalam perspektif islam”. Menurut Harjoni status perempuan dalam kehidupan sosial dalam banyak hal masih mengalami diskriminasi. Kondisi ini terkait erat dengan masih kuatnnya nilai-nilai ketidakpercayaan terhadap perempuan dimana perempuan kurang memperoleh akses terhadap pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan dan aspek lainnya. Keadaan ini menciptakan permaslahan tersendiri dalam upaya pemberdayaan perempuan dimana diharapkan perempuan memiliki peranan yang lebih kuat dalam proses pembangunan. Kurangnya keikutsertaan perempuan dalam memberikan kontribusi terhadap program pembangunan menyebabkan kesenjangan yang ada terus terjadi. Kajian yang dilakukan oleh Adhi Kusumastuti (2006) yang berjudul “Fasilitasi Tempat Penitipan Anak di Sentra Industri Batik sebagai Upaya Peningkatan Produktif Kerja Bagi Pekerja Perempuan”. Menurut Adhi Kusumastuti bahwa keputusan seorang perempuan untuk bekerja didorong oleh bermacam-macam faktor antara lain faktor ekonomi dan keinginan akan eksistensi diri. Tentunya pekerja perempuan harus menerima konsekuensi yang cukup berat. Perannya sebagai pekerja sekaligus istri dan ibu mengharuskannya untuk menentukan win-win solution. Lokasi industri batik yang tersentralisasi tentunya memberikan keuntungan tersendiri, karena paguyuban tersebut dapat menyediakan tempat penitipan anak secara kolektif dan sangat menguntungkan banyak pihak seperti perusahaan, orang tua, anak, dan para pengelola serta pengasuh. 17 Penelitian Hubeis (2010) “Pengenalan nilai diri dan nilai masyarakat: Perspektif Gender”. Hubies mengklasifikasikan peran gender terdiri dari : 1). Peran Reproduktif, 2). Peran Produktif dan 3). Peran Sosial. Menurutnya peran gender teridentifikasi oleh kegiatan atau pekerjaan yang dipandang tepat untuk tiap orang menurut perbedaan jenis kelamin. Yesi ( 2009) “peranan sistem sokongan/ bantuan formal dan tidak formal bagi pemberdayaan wanita dalam dunia usaha”. Dari hasil kajian disampaikan bahwa Sokongan merupakan sistem bantuan untuk mensupport dan memajukan usaha bagi wanita. Terdiri dari Sokongan Formal dan Sokongan Informal. Selanjutnya, Yesi (2010) “Penglibatan kaum wanita dalam aktiviti keusahawanan di Pekanbaru”. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan wanita terlibat dalam dunia usaha, permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta faktor-faktor yang mempengaruhu keberhasilan wanita dalam dunia usaha. 18