BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Gender Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M. echols dan Hassan Sadhily, 1983: 256). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Gender adalah konsep hubungan social yang membedakan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan. Pembedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Heyzer (1981:14) memberi defenisi gender sebagai berikut: gender merupakan bentukan setelah kelahiran yang dikembangkan dan diinternalisasikan oleh orang-orang di lingkungan mereka. Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamis dapat berbeda karena perbedaan adapt istiadat, budaya, agama dan system nilai dari bangsa, masyarakat, dan suku bangsa tertentu. Selain itu gender dapat berubah karena perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi dan social budaya atau karena kemajuan pembangunan. Denga demikian gender tidak bersifat universal atau tidak berlaku secara umum akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya. Oleh karena itu, tidak terjadi kerancuan dan pemutarbalikkan makna tentang apa yang disebut jenis kelamin (seks) dan gender. 2.2 Faktor Pembentukan Gender 2.3 Hubungan Gender Antara Wanita dan Pria Hubungan gender adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam kerja sama saling mendukung atau saling bersaing satu sama lain. Hubungan Gender menunjukkan lebih kepada kompleks, budaya dan sistem sosial historis tertentu yang mengatur interaksi antara perempuan dan laki-laki, serta nilai relatif sosial mereka. Hubungan Gender tidak beroperasi dalam isolasi, tetapi dipengaruhi dan dibentuk oleh sistem lain yang mengatur interaksi sosial antara kelompok-kelompok orang, termasuk ekonomi, seksualitas, "ras," dan kemampuan. Karena gender sering disalahpahami sebagai studi tentang perempuan dan kewanitaan saja, disini ingin menekankan bahwa hubungan gender fokus pada hubungan antara maskulinitas dan feminitas, penilaian perempuan dan laki-laki, dan akses relatif mereka dan pengendalian sumber daya. maskulinitas dan femininitas, komponen pusat hubungan gender, adalah konstruksi sosial, produk interaksi sosial sehari-hari yang terhubung dalam cara yang kompleks dengan realitas material dari trans gender tubuh. Feminis menelaah cara-cara di mana masyarakat berbasis gender diciptakan dengan mempelajari bagaimana kunci sosial lembaga-divisi kerja, kesehatan, pendidikan, keluarga, pekerjaan, budaya populer, dan media-telah terstruktur oleh hubungan jender. Akibatnya, kita perlu ingat bahwa gender adalah properti dari semua lembaga sosial dan masyarakat secara lebih umum, sebanyak itu adalah fitur identitas seorang individu, perwujudan, dan perilaku sehari-hari. 2.4 Perbedaan Seks dan Gender a. Seks Seks mengacu pada jenis kelamin (Sunarto, 2000:112, Macionis, 1989: 314-315) yakni perbedaan bilogis antara perempuan dan laki-laki; perbedaan antara tubuh perempuan dan laki-laki. Defenisi konsep seks tersebut menekankan perbedaan kromosom pada janin. Oleh karena itu kalau kita berbicara tentang perbedaan jenis kelamin, kita berbicara tentang manusia (Fakih, 1995:8) yang berjenis laki-laki dan manusia yang berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, dan memproduksi sperma. Sedangkan manusia perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki alat vagina dan mempunyai alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis kelamin perempuan dan laki-laki selamanya. b. Gender Gender merupakan suatu sifat (Fakih, 1995:8-9) yang melekat pada kaum lelaki mapun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan itu dikenal: lemah lembut, cantik, emosional, keibuan. Sementara lelaki dianggap: kuat, rasional, jantan, perkasa. Ada beberapa karakter dari sifat-sifat tersebut yang dapat dipertukarkan. pertama, ada lelaki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Kedua, perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ketempat lain. Misalnya saja zaman dahulu di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki, tetapi pada jaman yang lain ditempat yang berbeda lelaki yang lebih kuat. Ketiga, dari kelas ke kelas masyarakat yang lain juga berbeda. Pada perempuan kelas bawah di pedesaan pada suku-suku tertentu lebih kuat dibandingkan kaum lelaki. Menurut Giddens (Sunarto, 2000:112) konsep gender menyangkut perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan. Macionis (1989:315) mendefenisikan gender sebagai suatu sifat manusia yang diikat oleh budaya pada masing-masing jenis kelamin. 2.5 Ketidakadilan Gender Perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan atau yang lebih tinggi dikenal dengan perbedaan gender yang terjadi di masyarakat tidak menjadi suatu permasalahan sepanjang perbedaan tersebut tidakmengakibatkan diskriminasi atau ketidak adilan. Patokan atau ukuran sederhana yang dapat digunakan untukmengukur apakah perbedaan gender itu menimbulkan ketidakadilan atau tidak adalah sebagai berikut: 1.Marginalisasi proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yangmengakibatkan kemiskinan a. Kerja domestik tidak dihargai setara dengan pekerjaan publik. b. Perempuan sering tidak mempunyai akses terhadap sumber daya ekonomi,waktu luang dan pengambilan keputusan .c. c. Perempuan kurang didorong atau memiliki kebebasan kultural untuk memilih karir daripada rumah tangga atau akan mendapat sanksi sosial.d. d. Perempuan sering mendapat upah yang lebih kecil dibanding lelaki untuk jenis pekerjaan yang setarae. e. Perempuan sering menjadi korban pertama jika terjadi PHKf. f. Izin usaha perempuan harus diketahui ayah (jika masih lajang & suami jikasudah menikah, permohonan kredit harus seizin suamig. g. Pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan tertentu terhadap perempuanh. h. Ada beberapa pasal hukum dan tradisi yang memperlakukan perempuantidak setara dengan laki-laki : harta waris, gono-gini, dst.i. i. Kemajuan teknologi sering meminggirkan peran serta perempuan. 2.Sub-Ordinasi atau penomorduaana. a. Masih sedikit perempuan yang berperan dalam level pengambil keputusandalam organisasi / pekerjaanb. b. Perempuan yang tidak menikah atau tidak punya anak dianggap lebihrendah secara sosial sehingga ada alasan untuk poligami.c. c. Perempuan dibayar sebagai pekerja lajang atau bahkan dikeluarkan karenaalasan menikah atau hamil,. d. Ada aturan pajak penghasilan perempuan lebih tinggi dari laki-laki karenaperempuan dianggap lajang.e. e. Beberapa pasal hukum tidak menganggap perempuan setara dengan laki-laki misalnya : pendirian izin usaha, pengelolaan harta (suami wajibmengemudikan harta pribadi isteri)f. f. Dalam materi pendidikan agama Islaam tentang hukum waris masih menjdisebuah fenomena .3. Stereotype (Pelabelan Negatif) Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan. Bentuk-Bentuk Stereotype a. Perempuan : sumur - dapur – kasur - macak - masak – manak : “sekedar ibu rumah tangga” dan dianggap sebagai pengangguran, kalaupun bekerja dianggap sebagai perpanjangan peran domestik : guru TK, sekretaris,bagian penjualan, dst.b. b. Perempuan emosional, tidak rasional dan tidak mandiri sehingga tidak berhak pada fungsi perwakilan dan pemimpin. c. Perempuan tidak mampu mengendalikan syahwat jika diberi kekebasan :tradisi sunat perempuan, perda tentang larangan keluar malam bagiperempuan, janda dianggap sebagai berpotensi mengganggu rumah tanggaorang.d. d. Pria adalah tulang punggung keluarga dan pencari nafkah tidak peduliseperti apapun kondisinya, jika gagal dicap sbg “tidak bertanggungjawab”. e. Pria adalah Kehebatannya dilekatkan pada kemampuan seksual dan karirnya, menganggap “wajar” jika laki-laki menggoda perempuan,selingkuh, poligami 4.Beban Ganda (Double Burden) Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda. Bentuk-Bentuk Beban Ganda (Double Burden) a. Beban pekerjaan di rumah tidak berkurang dengan adanya peran publik danperan pengelolaan komunitas (walaupun perempuan telah masuk dalamperan publik/meniti karier peran dalam rumah tangga masih besar).b. b. Pekerjaan dalam rumah tangga, sebagian besar dikerjakan ibu dan anak perempuan sedangkan ayah dan anak lelaki terbebas dari pekerjaan domestik. c. Perempuan sebagai perawat, pendidik anak, pendamping suami, jugapencari nafkah tambahan,d. d. Perempuan pencari nafkah utama masih harus mengerjakan tugasdomestik, e. Lelaki meski bekerja sebagai mencari nafkah, tetap harus terlibat dalamperan sosial kemasyarakatan, karena tidak dapat diwakili oleh perempuan. 5.Violence atau Kekerasan Terhadap Perempuan baik Fisik & Non Fisik a. Larangan untuk belajar atau mengembangkan karir b. Penggunaan istilah yang menyebut ciri fisik atau status sosial : bahenol, janda kembang, perawan tua, nenek lincah, dst, c. Tindakan yang diasosiasikan sebagai pernyataan hasrat seksual : kerdipan,suitan, rangkulan,green jokes, d. Pemaksaan atau sebaliknya pengabaian penggunaan kontrasepsi, e. Pencabulan, perkosaan, inses, f. Pembatasan atau pengabaian pemberian nafkah g. Penggunaan genitalitas perempuan sbg alat penaklukan baik pada masadamai ataupun perang, h. Perselingkuhan atau poligami tanpa izin isteri, i. Pemukulan atau penyiksaan fisik lain, j. Pengurungan di dalam rumah, k. Pemasungan hak-hak politik l. Pemaksaan perkawinanm. m. Pemaksaan pindah agama mengikuti agama pasangan, n. Perendahan martabat laki-laki dan perempuan semata- mata sebagai objek seks dalam iklan, o. Pria yang tidak “macho” atau maskulin atau gagal di bidang karir dianggap kurang laki-laki, dan akan dilecehkan dalam masyarakat. 2.6 Masalah Kesetaraaan Gender Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utamaperadaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, Membangun keharmonisankehidupan bermasyarakat, bernegara dan membangun keluarga berkualitas, Jumlahpenduduk perempuan hampir setengah (49,9%) dari seluruh penduduk Indonesia danmerupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yanglebih berkualitas. Kesetaraan Gender, Kesamaan kondisi bagi laki-laki danperempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agarmampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosialbudaya, pendidikan dan pertahanan & keamanan nasional (hankamnas) sertakesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Keadilan gender Suatu perlakuanadil terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasaruntuk terjadinya diskriminasi mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin tertentu. Dengan keadilan gender berarti tidak adapembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadapperempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, ditandaidengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan dengandemikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol ataspembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. BAB III PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pembedaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak menjadi masalah.Pembedaan tersebut menjadi bermasalah ketika menghasilkan ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu. Proses pembelajaran yang efektif untuk mentransfer danmenumbuhkembangkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender harus didukungoleh komponen-komponen seperti; kebijakan pendidikan, kompetensi guru,kurikulum (tujuan pembelajaran. bahan ajar, metode/strategi pembelajaran, evaluasi)serta fasilitas dan media pendidikan lainnya.Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setaraantara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yanglebih egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalammelakukan measure(pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuanterutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksioleh masyarakat itu sendiri.Adapun faktor yang menjadi penyebab bias gender berkaitan dengan perolehankesempatan belajar pada setiap jenjang pendidikan dasar adalah : Perbedaan angkatanpartisipasi pendidikan pada tingkat SD/Ibtidaiyah sudah mencapai titik optimal yangtidak mungkin diatasi hanya dengan kebijakan pendidikan, sehingga perbedaan itumenjadi semakin sulit ditekan ke titik yang lebih rendah lagi. Kesenjangan ini lebihdipengaruhi oleh faktor-faktor struktur karena fasilitas pendidikan SD sudah tersebarrelatif merata. Faktor-faktor struktural itu di antaranya adalah nilai-nilai sosialbudaya, dan ekonomi keluarga yang lebih menganggap pendidikan untuk anak laki-laki lebih penting dibandingkan dengan perempuan. Faktor ini berlaku terutama didaerah-daerah terpencil yang jarang penduduknya serta pada keluarga-keluargaberpendidikan rendah yang mendahulukan pendidikan untuk anak lakilak 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA http://www.scribd.com/doc/47775009/MAKALAH-PAI-GENDER http://faizalnizbah.blogspot.com/2008/03/perbedaan-seks-dan-gender.html http://www.gudangmateri.com/2011/01/pengertian-gender.html