BAHAN AJAR HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (HKU : 311 A / 2 SKS) I. Pendahuluan A. Tinjauan Historis Peradilan Tata Usaha Negara. Keberadaan PTUN di Indonesia telah dikehendaki semenjak jaman Hindia Belanda hal ini terbukti adanya ketentuan Pasal 134 ayat 1 IS dan Pasal 2 RO : a. Peradilan terhadap perselisihan-perselisihan hanya dilakukan oleh badan yg diserahi kekuasaan kehakiman. b. Peradilan oleh badan-badan lain selain badan yg diserahi kekuasaan kehakiman hanya mungkin jika hal ini diatur oleh UU. c. Persoalan yg menurut sifatnya atau berdasarkan ketentuan UU termasuk dalam wewenang pertimbangan kekuasaan administrasi tetap diadili oleh kekuasaan itu.. d. Perselisihan wewenang antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan administrasi diputuskan oleh Gubernur Jenderal. Setelah kemerdekaan masalah PTUN diatur dalam UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1986. Undangundang ini juga disebut Undang-Undang Peradilan Administrasi Negara. Ketentuan Pasal 134 IS dan Pasal 2 RO tetap diakomodir oleh UU No.5/1986, hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 48 UU No.5/1986. B. Negara Hukum dan PTUN Konsep Negara Hukum mulai berkembang akhir abad 19 dan awal abad 20. Di Eropa Barat Kontinental Immanuel Kant dan Friedrich Juluis Sthal menyebut dengan istilah Rechtstaat, di negara-negara anglo saxan AV Dicey menggunakan istilah Rule of Law. Unsur-unsur Rechtstaat menurut Friedrich Juluis Sthal adalah : a. perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan negara untuk menjamin hak-hak asasi manusia. c. Pemerintahan berdasarkan peraturan. d. Adanya Peradilan Administrasi. Adapun unsur-unsur Rule of Law menurut Dicey adalah a. Supremasi aturan-aturan hukum. b. Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law) c. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia Unsur-unsur yang terdapat dalam Rechtstaats dan Rule of Law mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaan pokok antara Rechtstaats dan Rule of Law adalah keinginan untuk memberikan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia. Sedangkan perbedaan antara Rechtstaats dan Rule of Law yaitu pada konsep Rule of Law tidak ditemukan adanya unsur peradilan administrasi. C. Tujuan Pembentukan Peradilan Administrasi. Tujuan pembentukan peradilan administrasi dalam suatu negara, selalu terkait dengan falsafah negara yang dianutnya. Dalam masyarakat yang individualistis yang dibangun alas dasar falsafah liberailistis dan demokratis, tujuan pembentukan peradilan administrasi negara adalah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan yang bersifat individualistis. Adapun bagi Negara RI yg merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, kecuali dijamin dan dijunjung tinggi hak perseorangan dalam masyarakat, juga dijunjung tinggi harkat dan martabat masyarakat pada umumnya. Sehingga tujuan pembentukan Peradilan Administrasi Negara adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat, keseimbangan dan keselarasan antara sehingga kepentingan tercapai keserasian, perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. II. Pengertian PTUN A. Pengertian Peradilan menurut para ahli Ada para sarjana yang membedakan pengertian pengadilan dengan peradilan. Pengadilan merupakan terjemahan dari Rechtbank atau Court maksudnya menunjuk pada badan, wadah, lembaga atau institusi. Sedangkan peradilan merupakan terjemahan dari Rechtspraak atau judiciary. Dimaksudkan untuk menunjuk fungsi, proses atau cara memberikan keadilan, seperti dilakukan antara lain oleh pengadilan. Karena itu Sudikno Mertokusumo, merumuskan pengadilan, bukan semata-mata diartikan sebagai badan yang bertugas mengadili, tetapi juga tercakup didalamnya pengertian yang lebih abstrak, yakni memberikan keadilan. Jadi pengertian pengadilan kecuali tercakup didalamnya peradilan, juga mempunyai kemampuan berfungsi memberikan keadilan. Menurut R.Subekti, R.Tjitrosoedibio dan JCT Simorangkir, merumuskan peradilan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara menegakkan hukum dan keadilan. Rumusan pengertian ini tidak menunjuk kepada badan tertentu sebagai lembaga yang secara khusus bertugas menegakkan keadilan. Berard tugas menegakkan keadilan tidak semata-mata dilakukan oleh badan pengadilan (badan yudikatif), sesuai teori trias politica. Dengan demikian alat perlengkapan negara lainnya dapat diserahi tugas negara tersebut, asalkan sesuai dengan tujuan menegakkan hukum dan keadilan. B. Unsur-unsur peradilan (umum) menurut Rochmat Soemitro. a. Adanya suatu aturan hukum bersifat abstrak dan umum. b. Adanya perselisihan yang konkrit. c. Ada sekurang-kurangnya dua pihak. d. Adanya aparatur peradilan yg berwenang memutus. Pengertian Peradilan Adfministrasi Pengertian Peradilan Administrasi dapat ditinjau dalam arti lugs dan dalam arti sempit, atau dapat pula digolongkan dari segi mumi dan tidak murni. Rochmat Soemitro, merumuskan peradilan administrasi dalam arti luas, meliputi peradilan administrasi dalam arti sempit atau peradilan administrasi murni dan peradilan administrasi tidak murni C. Unsur-unsur PTUN (murni) a. Adanya aturan hukum yang abstrak dan mengikat umum. b. Adanya perselisihan huk,um yang konkrit. c. Adanya sekurang-kurangnya dua pihak. d. Adanya aparatur peradilan yg berwenang memutus perselisihan. e. Adanya hukum formal dalam rangka menerapkan dan menemukan hukum in concreto untuk menjamin ditaatinya hukum materiil. Unsur-unsur Peradilan Administrasi Murni lebih rind adalah : a. Adanya suatu instansi yang netral dan dibentuk berdasarkan peraturan perundangan, sehingga mempunyai kewenangan memberikan putusan. b. Terdapatnya suatu peristiwa hukum.yg konkrit yg memerlukan kepastian hukum. c. Terdapat aturan hukum yg abstrak dan mengikat umum. d. Adanya hukum formal. III. Ciri-Ciri Hukum Acara PTUN Ketentuan mengenai Hukum Acara PTUN berbeda dengan ketentuan Hukum Acara Perdata maupun Hukum Acara Pidana, oleh karena itu Hukum acara PTUN mempunyai ciri-ciri khusus antara lain : A. Putusan bersifat Orga Omnes Karena sengketa administrasi merupakan sengketa yang terletak dalam lapangan hukum publik, maka putusan hakim administrasi akan menimbulkan konsekuensi mengikat umum dan mengikat sengketa yang mengandung persamaan, yang mungkin timbul pada masa yang akan datang. B. Hakim Bersiafat Aktif Ketentuan Hakim aktif ini berkaitan dengan asas Pembuktian Bebas guna menemukan kebenaran materiil terhadap sengketa yang diperiksanya C. Asas Het Vermoeden van Rechtmatigeheid atau asas Presumtio justea Causa Asas Het Vermoeden van Rechtmatigeheid atau asas Presumtio justea Causa adalah asas yang menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut nukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum. IV Struktur Organisasi PTUN A. Susunan PTUN Peradilan Tata Usaha negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakayat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha negara dilaksanakan oleh : a. Pengadilan Tata Usaha negara yang merupakan peradilan tingkat pertama, berkedudukan di kotamadya atau ibukota ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. Pengadilan Tata Usaha Negara ini dibentuk dengan Keputusan Presiden. b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang merupakan pengadilan tingkat banding, berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk dengan undang-undang. Mahkamah Agung yang merupakan puncak kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. B. Kedudukan PTUN Peradilan Tata Usaha negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakayat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha negara dilaksanakan oleh : a. Pengadilan Tata Usaha negara yang merupakan peradilan tingkat pertama, berkedudukan di kotamadya atau ibukota ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. Pengadilan Tata Usaha Negara ini dibentuk dengan Keputusan Presiden. b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang merupakan pengadilan tingkat banding, berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk dengan undang-undang. c. Mahkamah Agung yang merupakan puncak kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. C. Pembinaan Hakim PTUN Pembinaan teknis peradilan bagi pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung, sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan oleh Departemen Kehakiman. Pembinaan sebagaimana dimaksud tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara. Susunan Pengadilan terdiri atas Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera dan Selcretaris. Pimpinan Pengadilan terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua V. Kompetensi PTUN Kompetensi adalah kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus suatu sengketa. Kompetensi ini dibedakan menajadi A. Kompetensi Absolut Yaitu kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus sengketa berdasarkan objek sengketa. Berkaitan dengan kompetensi absolut maka akan terlintas adanya Pengadilan Umum, Pengadilan Agama, Pengadilan Mil iter, dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Objek sengketa Peradilan Tata Usaha Negara adalah dikekuarkanya Surat Keputusan Tata Usaha Negara terhadap seseorang atau badan hukum perdata. B. Kompetensi Relatif Yaitu kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara berdasarkan wilayah hukum suatu pengadilan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disetiap kotamadya atau kabupaten akan dibentuk suatu Pengadilan Tata Usaha Negara. VI. Para Pihak dalam Sengketa TUN Tata Usaha Negara : Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara : Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Sengketa Tata Usaha Negara : Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Useia. Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian, berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Keputusan Tata Usaha Negara: suatu penetapan tertulis yang dikeluarkari oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Fiktif adalah : Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakar dengan Keputusan Tata Usaha Negara. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap menolak mengeluarkan kpts yang dimaksud bila is tidak mengeluarkan sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangan telah lewat. Jika peraturan perundangan tidak menentukan jangka waktu, maka setelah lewat 4 (empat ) bulan setelah penerimaan permohonan Badan atau Pejabat TUN dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.(pasal 3 UU No.5/1986) Yang tidak termasuk pengertian Kpts TUN adalah : (pasal 2 UU No,5/1986) a. Kpts TUN yg mrpkn perbualan hukum perdata. b. Kpts TUN yg mrpkn pengaturan yang bersifat umum. c. Kpts TUN yang masih memerlukan persetujuan. d. Kpts 'TUN yg dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP atau KUHAP. e. Kpts TUN yg dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan. f. Kpts TUN mengenai tata usaha ABRL g. Kpts Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun daerah ttg hasil pemilu. A. Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugatoleh seseorang atau badan hukum perdata. B. Penggugat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang dirugikan akibat dikenai keputusan Tata Usaha Negara VII. Jalur Penyelesaian Sengketa TUN Terhadap sengketa tata usaha negara dapat diselesaikan melalui jalur pengadilan maupun jalur administrasi (upaya administrasi) A. Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh orang atau badan hukum perdata apabila is tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri dari dua bentuk. Pertama : Banding Administratif Dalam hal penyelesaiannya harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan. Contoh : Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak berdasarkan Staatsblad 1912 No.29 jo UU No.5 Tabun 1959. Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian berdasarkan PP No.30/1980 Peraturan Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Keputusan Panitia Perselisihan Perburuhan Pusat berdasar kan UU No.22/1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Kedua : Keberatan Dalam hal penyelesaian Keputusan Tata Usah Negara tersebut harus dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menvluarkan keputusan itu. Contoh : Pasal 25 UU No.6/1983 ttg ketentuan umum perpajakan Berbeda dengan prosedur di Pengadilan Tata Usaha Negara , maka penyelesaian sengketa tata usaha negara melalui prosedur banding administratis atau prosedur keberatan dilakukan penelitian yang lengkap, baik dari segi penerapan hukum maupun dari segi kebijaksanaan oleh instansi yang memutus. Ada tidaknya upaya administeasi dapat dilihat dari ketentuan peraturan perundangan yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan tersebut Pasal 48 UU No.5/1986 : Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa TUN tsb harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia. Pengadilan barn berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN tsb jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan. B. Jalur Pengadilan. Apabila terhadap sengketa TUN tidak tersedia upaya administrasi maka Penggugat dapat Iangsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Alamat gugatan ditujukan pada tempat kedudukan Tergugat atau tempat kedudukan Badan / Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan TUN. VIII. Gugatan ke PTUN Gugatan adalah permohonan secara tertulis yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu kpts TUN Ke Pengadilan yang berisi tuntutan agar kpts TUN yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi. A. Tuntutan Dalam Gugatan a. Tuntutan agar kpts TUN yang disengketakan dinyatakan batal. b. Tuntutan agar Badan atau Pejabat TUN mengeluarkan kpts TUN ( Pasal 3 UU No.5 / 1986 ). c. Tuntutan ganti kerugian. d. Tuntutan rehabilitasi dengan atau tanpa kompensasi B. Alasan yang dapat digunakan dalam Gugatan a. Kpts TUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.. (Onrechtmatige /Onwetmatige) Bersifat prosedural / formal. Bersifat materiil / substansial Dikeluarkan pejabat yg tidak berwenang. b. Kpts TUN yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Yang meliputi Asas: Kepastian Hukum . Tertib penyelenggaraan negara. Keterbukaan. Proporsionalits. Profesionalitas. Akuntabilitas. ( sebagaimana dimaksud dalam UU No.28/1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) C. Syarat atau isi gugatan harus memuat a. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, pekerjaan penggugat atau kuasanya. b. Nama, jabatan, dan tempat kedudukkan tergugat. c. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputus oleh Pengadilan c. Ditandatangani penggugat / kuasanya dan disertai surat kuasa yang sah. d. Sedapat mungkin disertai Kpts TUN yang disengketakan oleh Penggugat. D. Tenggang Waktu mengajukan gugatan Gugatan dapat diajukan dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung, sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha negara. E. Beracara dengan cuma-cuma. Pada dasarnya setiap mengajukan gugatan di pengadilan penggugat harus terlebih dahulu membayar uang muka biaya perkara, namun dalam hal tertentu penggugat dapat mengajukan permohonan beracara dengan cuma-cuma. Dalam hukum Acara PTUN, ketentuan ini diatur dalam Pasal 60 UU PTUN. Pasal 60 UU No.5/1986 : (1) Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan untuk bersengketa dengan cuma-cuma. (2) Permohonan diajukan pada waktu penggugat mengajukan gugatannya disertai surat keterangan tidak mampu diri kepala desa ditempat kediaman penggugat. (3) Dalam keterangan tsb harus dinyatakan betul-betul tidak mampu membayar biaya perkara. IX. Acara Pemerikasaan di PTUN A. Acara Singkat Pemeriksaan dengan acara singkat di PTUN dapat dilakukan apabila terjadi perlawanan (verzet) atas penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan. Dalam Pasal 62 UU No. 5 / 1986 disebutkan : (1) Dalam rapat permusyawaratan, ketua pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal : a. pokok gugatan tsb nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan. b. Syarat gugatan tdk dipenuhi walau sudah diberitahu clan diperingatkan. c. Gugatan tdk didasarkan pada alasan yang layak. d. Apa yg digugat sebenarnya sudah dipenuhi oleh kpts TUN yg digugat. e. Gugatan diajukan sebelum waktunya. (2) a. Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil keduabelah pihak untuk mendengarkannya. b.Pemanggilan keduabelah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan atas perintah ketua pengadilan.. (3) a.Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan (4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat. (5) Dalam hal perlawanan tsb dibcnarkanolch Pengadilanmaka pcnetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukumdan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa. (6) Terhadap putusan mengenai perlawanan ini tidak dapat digunakan upaya hukum B. Acara Cepat Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam Pasal 98 dan 99 UU PTUN. Pasal 98 UU No.5/1986 : (1)Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang hams disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapatmemohon kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. (2)Ketua pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut. (3)Terhadap penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) tidak dapat digunakan upaya hukum Pasal 99 UU No.5 / 1986 : (1)Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pasal 98 ayat (1) dikabulkan, ketua pengadilan dalam jangka watu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63. (2)Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masingmasing ditentukan tidak melebihi empat betas hari. Dari ketentuan Pasal 98 dan Pasal 99 UU PTUN bahawa : 1. Adanya kepentingan mendesak dari penggugat misal surat perintah pembongkaran bangunan atas rumah yang ditempati penggugat. 2. Pemeriksaan dengan acara cepat hams diajukan bersama-sama dalam surat gugat. 3. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal. 4. Waktu yang yg diperlukan mulai diteimanya permohonan sampai penjatuhan putusan adalah 35 hari. C. Pemeriksaan Dengan Acara Biasa Pemeriksaan dengan acara bisa diatur data Pasal 68 sampai dengan Pasal 97 UU PTUN. 1. Tujuan dan sifat Acara Biasa. 2. Surat gugat. 3. Penelitian dari segi Administratif 4. Pemeriksaan persiapan. 5. Fungsi pemeriksaan dimuka sidang. 6. Para pelaku dalam Sidang. X. Hukum Pembuktian A. Teori Ajaran Pembuktian 1. Teori beban pembuktian afirmatif 2. Teori hukum obyektif 3. Teori hukum obyektif. 4. Teori keadilan. B. Ajaran Pembuktian pd PTUN Hukum pembuktian yang berlaku pada PTUN diatur dalam Pasal 107 UU PTUN yang menentukan : Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurangkurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Berdasarkan ketentuan tsb di atas maka hukum pembuktian yang dianut oleh UU PTUN adalah ajaran pembuktian bebas yang terbatas. Dikatakan bebas terbatas adalah karena mengenai alat-alat bukti yang boleh digunakan dalam membuktikan sesuatu sudah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 100. Selain itu dalam Pasal 107 hakim dibatasi dalam wewenangnya untuk menilai sahnya pembuktian, harus didukung paling sedikit dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim. Ajaran pembuktian itu meliputi bidang : 1. Luas pembuktian ; 2. Pembebanan pembuktian / pembagian beban pembuktian ; 3. Penilaian hasil pembuktian ; 4. Alat-alat pembuktian. C. Mat Bukti Jenis-jenis alat bukti diatur dalam Pasal 100 yang terdiri dari : 1. Surat atau tulisan. 2. Keterangan ahli. 3. Keterangan saksi. 4. Pengakuan Para Pihak. 5. Pengetahuan hakim XI. Putusan PTUN A. Pengertian Putusan hakim adalah : Suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antar para pihak B. Isi Putusan Putusan pengadilan dapat berupa : a. gugatan ditolak ; b. gugatan dikabulkan ; c. gugatan tidak diterima ; d. gugatan gugur. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh badan atau pejabat TUN berupa : a. Pencabutan KTUN yang bersangkutan, atau b. Pencabutan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN yg baru, atau c. Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 UU PTUN. Kewajiban sebagaimana dimaksud di atas dapat disertai pembebanan ganti rugi. C. Sususnan Isi Putusan Dalam Pasal 109 UU PTUN disebutkan susunan isi putusan sebagai berikut : Putusan pengadilan harus memuat : a. Kepala putusan yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Mafia Esa. b. Nama, jabatan, kewarganegaraar, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa. c. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas. d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa. e. Alasan hokum yang menjadi dasar putusan. f. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara. g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera, serta keterangan tentang Nadir atau tidaknya para pihak. Tidak terpenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud di atas dapat menyebabkan batalnya putusan pengadilan. D. Pelaksanaan Putusan /Eksekusi Dalam Pasal 115 UU PTUN disebutkan bahwa hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan. Mengenai pelaksanaan putusan pengadilan TUN dalam Pasal 116 disebutkan: (1) Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya daiam waktu 14 (empat belas) hari. (2) Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud path ayat (1) dikrimkan, tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. (3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan terebut. (4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administratif (5) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). XII. Upaya Hukum Ada beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa TUN, baik terhadap putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap maupun terhadap putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukturi tetap. Upaya hukum tyang dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah perlawanan, banding, dan kasasi, yang dikenal dengan dengan sebutan upaya hukum biasa. Sedangkan upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah adalah peninjauan kembali (request civil) dan perlawanan pihak ketiga (derden ververzet) yang dikenal dengan sebutan upaya hukum istimewa atau upaya hukum luar biasa. A. Perlawanan Perlawanan (verzet) merupakan upaya hukum terhadap penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan (prosedur dismissal). Perlawanan diajukan oleh penggugat terhadap penetapan dismissal pada dasarnya membantah alasan-alasan yang digunakan oleh Ketua Pengadilan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a,b,c,d dan e UU PTUN. Tenggang waktu mengajukan perlawanan adalah 14 (empat belas) hari sejak penetapan tersebut dikeluarkan oleh ketua pengadilan.. Perlawanan diperiksa dan diputus oleh pengadilan dengan acara singkat. Dalam hal perlawanan dibenarkan oleh pengadilan, maka penetapan ketua pengadilan tersebut di atas menjadi gugur demi hukum, dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus, dan diselesaikan menurut acara biasa. Sebaliknya apabila perlawanan ditolak, maka penetapan hakim yang diputus dalam rapat permusyawaratan menjadi tetap berlaku. Dengan demikian gugatan tetap dinytakan tidak dapat diterima, atau tidak berdasar. Terhadap putusan penolakan tsb penggugat tidak dapat mengajukan upaya hukum banding, maupun kasasi. Wicipto Setiadi, mengatakan dalam hal penggugat tidak dapat menerima putusan tersebut, satu-satunya kemungkinan adalah mengajukan gugatan Baru, sepanjang tenggang waktu mengajukan gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU PTUN masih berlaku. B. Banding. Pengaturan mengenai upaya hukum banding diatur dalam pasal 122 sampai dengan Pasal 130 UU PTUN. Pasal 122 UU PTUN menyebutkan bahawa terhadap putusan PTUN dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ( PTTUN). Selanjutnya Pasal 123 UU PTUN menyebutkan bahwa pemeriksaan banding dilakukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah. Asas peradilan diselenggarakan dalam dua tingkat pada dasarnya dilatarbelakangi pemikiran dan keyakinan bahwa putusan pengadilan tingkat pertama itu belum tentu sudah memenuhi kepastian hukum dan rasa keadilan, dari para pencari keadilan, oleh karena itu perlu pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi yang juga dikenal dengan pengadilan tingkat banding. Menurut Soedikno Mertokusurno, dalam tingkat bandingpun hakim tidak boleh mengabulkan lebih daripada yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak dituntut. ITU berarti bahwa hakim dalam tingkat banding hams membiarkan putusan dalam tingkat pertama, sepanjang tidak dibantah dalam tingkat banding (tantum devolutum quantum apellatum). Tidak semua keputusan PTUN dapat dimintakan upaya hukum banding, putusan PTUN yang tidak dapat dimintakan upaya hukum banding adalah : 1. Penetapan Ketua PTUN mengenai permohonan untuk berperkara dengan cumacuma berdasarkan Pasal 61 ayat (2) merupakan putusan tinggkat pertama dan terakhir, khususnya Magi permohonan yang ditolak. 2. Penetapan Dismisal Ketua Pengadilan terdasarkan Pasal 62 ayat 3 hump a UU PTUN. 3. Putusan PTUN terhadap perlawanan yang diajukan penggugat atas penetapan dismissal berdasarkan Pasal 62 ayat (6) UU PTUN. 4. Putusan pengadilan mengenai gugatan perlawanan pihak ketiga sebelum pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan Pasal 118 ayat (2) berlaku ketentuan Pasal 62 dan 63. 5. Putusan PTUN sebagai pengadilan tingkat pertama yang sudah tidak dapat di lawan atau dim intakan pemeriksaan banding. C . Kasasi. Mengenai upaya hukum kasasi• diatur dalam Pasal 131 UU PTUN yang menyebutkan : (1) Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimintakan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. (2) Acara pemeriksaan kasasi dilakukan sebagaimana dimaksus1d dalam ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) UU No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Tenggang waktu mengajukan upaya hukum kasasi adalah 14 (empat belas) hari, sesudah putusan atau penetapan pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Permohonan kasasi ini disampaikan pemohon secara tertulis atau lisan melalui pnitera pengadilan tingkat pertama yang telah memutus perkaranya. Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar, panitera membetitahukan secara tertulis mengenai pennohonan kasasi itu kepada pihak lawan. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan dicatat dalam buku daftar, pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-aiasan permohonan kasasi.. Panitera dalam tenggang waktu selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari harus menyampaikan salinan memori kasasi itu kepada pihak lawan. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi, maka pihak lawan harus sudah mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada panitera.. Dalarr, waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh ) hari setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi, panitera mengirimkan pennolionan kasasi,memori kasasi, jawaban atas memori kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung. Permohonan upaya kasasi dapat diajukan dalam hal : - Permohonan upaya kasasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali. - Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan jika terhada perkaranya pemohon telah menggunakan upaya hukum banding. - Pihak yang dapat mengajukan upaya hukum kasasi adalah pihak yang berperkara atau wakilnya. Menurut Soedikno Mertokusumo, dalam tingkat kasasi tidak diperiksa tentang duduknya perkara atau faktanya tetapi tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Penilaian hasil pembuktian tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Mahkamah Agung terikat pada peristiwa yang telah diputuskan dalam tingkat terakhir. Jadi dalam tingkat kasasi peristiwanya tidak diperiksa kembali. Dengan demikian kasasi tidak dimaksudkan sebagai peradilan tingkat ketiga. D. Perlawanan Pihak Ketiga Perlawanan pihak ketiga ini diatur dalam Pasal 118 UU PTUN. Hal-hal yang berkaitan dengan perlawanan pihak ketiga adalah : 1. Syarat untuk dapat melakukan gugatan perlawanan adalah pihak ketiga yang bersangkutan belum pernah melakukan intervensi balk atas prakarsa sendiri ataupun atas prakars hakim. 2. Pihak ketiga yang bersangkutan mempunyai suatu kepentingan. Kepentingan mana didasarkan adanya kekhawatiran bahwa kepentingannya akan dirugikan dengan dilaksankannya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 3. Gugatan perlawanan hams diajukar, kepada pengadilan yang mengadili sengketa itu pada tingkat pertama. 4. Gugatan perlawanan hares diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilaksanakan. 5. Gugatan perlawanan hares memuat alasan-alasan sesuai ketentuan Pasal 56 UU PTUN, sehingga dimungkinkan adanya penyempurnaan. Gugatan. 6. Terhadap gugatan itu juga berlaku ketentuan Pasal 62 dan Pasal 63 UU PTUN., sehingga dimungkinkan dinyatakan dismissed. 7. Namun, gugatan perlawanan tidak dengan sendirinya mengakibatkan ditundanya pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. E. Peninjauan Kembali Mengenai peninjauan kembli dalm UU PTUN diatur dalam Pasal 132 yang menyebutkan : (1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. (2) Acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 Pasal 77 ayat (1) UU No.14 / 1985 menyatakan : Dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh pengadilan di ngkungan peradilan agam a atau oleh pengadilan di li ngk un gan PTUN di gunakan hukum acara peninjauan kembali yang tercantum dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 75. Dalam Pasal 67 UU MA disebutkan alasan-alasan mengajukan peninjauan kembali : a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan tang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada buktibukti yang kemudianoleh hakim pidana dinyatakan palsu. b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat diketemukan. c. Apabila telah dikahulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut. d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya. e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain. f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Dari ketentuan Pasal 67 UU MA di atas, jelaslah bahwa alasan-alasan untuk dapat mengajukan pemeriksaan peninjauan kembali terhadap perkara yang telah memperoleh keuatan hokum tetap bersifat limitatif. Tenggang waktu mengajukan permohonan peninjauan kembali menurut Pasal 69 UU MA adalah 180 (seratus delapan puluh ) hari, sesuai alasan yang dipergunakan pemohon sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 67 UU MA. Berdasarkan ketentuan Pasal 68 UU MA yang dapat mengajukan permohonan adalah para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan. untuk itu. Permohonan peninjauan kembali ini ditujukan kepada Mahkamah Agung melalui ketua Pengadilan yang memutus perkara tsb.