BAHAN AJAR HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

advertisement
BAHAN AJAR
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
(HKU : 311 A / 2 SKS)
I. Pendahuluan
A. Tinjauan Historis Peradilan Tata Usaha Negara.
Keberadaan PTUN di Indonesia telah dikehendaki semenjak jaman Hindia
Belanda hal ini terbukti adanya ketentuan Pasal 134 ayat 1 IS dan Pasal 2 RO :
a.
Peradilan terhadap perselisihan-perselisihan hanya dilakukan oleh badan yg
diserahi kekuasaan kehakiman.
b.
Peradilan oleh badan-badan lain selain badan yg diserahi kekuasaan kehakiman
hanya mungkin jika hal ini diatur oleh UU.
c.
Persoalan yg menurut sifatnya atau berdasarkan ketentuan UU termasuk dalam
wewenang pertimbangan kekuasaan administrasi tetap diadili oleh kekuasaan itu..
d.
Perselisihan wewenang antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan administrasi
diputuskan oleh Gubernur Jenderal.
Setelah kemerdekaan masalah PTUN diatur dalam UU No.5 Tahun 1986 tentang
PTUN disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1986. Undangundang ini juga
disebut Undang-Undang Peradilan Administrasi Negara. Ketentuan Pasal 134 IS dan
Pasal 2 RO tetap diakomodir oleh UU No.5/1986, hal ini dapat dilihat dari ketentuan
pasal 48 UU No.5/1986.
B. Negara Hukum dan PTUN
Konsep Negara Hukum mulai berkembang akhir abad 19 dan awal abad 20. Di
Eropa Barat Kontinental Immanuel Kant dan Friedrich Juluis Sthal menyebut dengan
istilah Rechtstaat, di negara-negara anglo saxan AV Dicey menggunakan istilah Rule
of Law.
Unsur-unsur Rechtstaat menurut Friedrich Juluis Sthal adalah :
a. perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan negara untuk menjamin hak-hak asasi
manusia.
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan.
d. Adanya Peradilan Administrasi.
Adapun unsur-unsur Rule of Law menurut Dicey adalah
a. Supremasi aturan-aturan hukum.
b. Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law)
c. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia
Unsur-unsur yang terdapat dalam Rechtstaats dan Rule of Law mempunyai
persamaan dan perbedaan. Persamaan pokok antara Rechtstaats dan Rule of Law
adalah keinginan untuk memberikan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.
Sedangkan perbedaan antara Rechtstaats dan Rule of Law yaitu pada konsep Rule of
Law tidak ditemukan adanya unsur peradilan administrasi.
C. Tujuan Pembentukan Peradilan Administrasi.
Tujuan pembentukan peradilan administrasi dalam suatu negara, selalu terkait
dengan falsafah negara yang dianutnya. Dalam masyarakat yang individualistis yang
dibangun alas dasar falsafah liberailistis dan demokratis, tujuan pembentukan
peradilan administrasi negara adalah untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap kepentingan yang bersifat individualistis. Adapun bagi Negara RI yg
merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, kecuali dijamin
dan dijunjung tinggi hak perseorangan dalam masyarakat, juga dijunjung tinggi harkat
dan martabat masyarakat pada umumnya. Sehingga tujuan pembentukan Peradilan
Administrasi Negara adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak
perseorangan
dan
hak-hak
masyarakat,
keseimbangan
dan
keselarasan
antara
sehingga
kepentingan
tercapai
keserasian,
perseorangan
dengan
kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.
II. Pengertian PTUN
A. Pengertian Peradilan menurut para ahli
Ada para sarjana yang membedakan pengertian pengadilan dengan peradilan.
Pengadilan merupakan terjemahan dari Rechtbank atau Court maksudnya menunjuk
pada badan, wadah, lembaga atau institusi. Sedangkan peradilan merupakan
terjemahan dari Rechtspraak atau judiciary. Dimaksudkan untuk menunjuk fungsi,
proses atau cara memberikan keadilan, seperti dilakukan antara lain oleh pengadilan.
Karena itu Sudikno Mertokusumo, merumuskan pengadilan, bukan semata-mata
diartikan sebagai badan yang bertugas mengadili, tetapi juga tercakup didalamnya
pengertian yang lebih abstrak, yakni memberikan keadilan. Jadi pengertian
pengadilan kecuali tercakup didalamnya peradilan, juga mempunyai kemampuan
berfungsi memberikan keadilan. Menurut R.Subekti, R.Tjitrosoedibio dan JCT
Simorangkir, merumuskan peradilan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan tugas negara menegakkan hukum dan keadilan. Rumusan pengertian ini tidak
menunjuk kepada badan tertentu sebagai lembaga yang secara khusus bertugas
menegakkan keadilan. Berard tugas menegakkan keadilan tidak semata-mata
dilakukan oleh badan pengadilan (badan yudikatif), sesuai teori trias politica. Dengan
demikian alat perlengkapan negara lainnya dapat diserahi tugas negara tersebut,
asalkan sesuai dengan tujuan menegakkan hukum dan keadilan.
B. Unsur-unsur peradilan (umum) menurut Rochmat Soemitro.
a. Adanya suatu aturan hukum bersifat abstrak dan umum.
b. Adanya perselisihan yang konkrit.
c. Ada sekurang-kurangnya dua pihak.
d. Adanya aparatur peradilan yg berwenang memutus.
Pengertian Peradilan Adfministrasi
Pengertian Peradilan Administrasi dapat ditinjau dalam arti lugs dan dalam arti sempit,
atau dapat pula digolongkan dari segi mumi dan tidak murni. Rochmat Soemitro,
merumuskan peradilan administrasi dalam arti luas, meliputi peradilan administrasi
dalam arti sempit atau peradilan administrasi murni dan peradilan administrasi tidak
murni
C. Unsur-unsur PTUN (murni)
a. Adanya aturan hukum yang abstrak dan mengikat umum.
b. Adanya perselisihan huk,um yang konkrit.
c. Adanya sekurang-kurangnya dua pihak.
d. Adanya aparatur peradilan yg berwenang memutus perselisihan.
e. Adanya hukum formal dalam rangka menerapkan dan menemukan hukum in
concreto untuk menjamin ditaatinya hukum materiil.
Unsur-unsur Peradilan Administrasi Murni lebih rind adalah :
a. Adanya suatu instansi yang netral dan dibentuk berdasarkan peraturan
perundangan, sehingga mempunyai kewenangan memberikan putusan.
b. Terdapatnya suatu peristiwa hukum.yg konkrit yg memerlukan kepastian hukum.
c. Terdapat aturan hukum yg abstrak dan mengikat umum.
d. Adanya hukum formal.
III. Ciri-Ciri Hukum Acara PTUN
Ketentuan mengenai Hukum Acara PTUN berbeda dengan ketentuan Hukum
Acara Perdata maupun Hukum Acara Pidana, oleh karena itu Hukum acara PTUN
mempunyai ciri-ciri khusus antara lain :
A. Putusan bersifat Orga Omnes
Karena sengketa administrasi merupakan sengketa yang terletak dalam lapangan hukum
publik, maka putusan hakim administrasi akan menimbulkan konsekuensi mengikat
umum dan mengikat sengketa yang mengandung persamaan, yang mungkin timbul pada
masa yang akan datang.
B. Hakim Bersiafat Aktif
Ketentuan Hakim aktif ini berkaitan dengan asas Pembuktian Bebas guna menemukan
kebenaran materiil terhadap sengketa yang diperiksanya
C. Asas Het Vermoeden van Rechtmatigeheid atau asas Presumtio justea
Causa
Asas Het Vermoeden van Rechtmatigeheid atau asas Presumtio justea Causa adalah
asas yang menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha
negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut nukum, karenanya dapat
dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh
hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.
IV Struktur Organisasi PTUN
A. Susunan PTUN
Peradilan Tata Usaha negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
bagi rakayat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Kekuasaan
kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha negara dilaksanakan oleh :
a.
Pengadilan Tata Usaha negara yang merupakan peradilan tingkat pertama,
berkedudukan di kotamadya atau ibukota ibukota kabupaten dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. Pengadilan Tata Usaha
Negara ini dibentuk dengan Keputusan Presiden.
b.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang merupakan pengadilan tingkat
banding, berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah
propinsi. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk dengan undang-undang.
Mahkamah Agung yang merupakan puncak kekuasaan kehakiman dilingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara.
B. Kedudukan PTUN
Peradilan Tata Usaha negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
bagi rakayat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Kekuasaan
kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha negara dilaksanakan oleh :
a. Pengadilan Tata Usaha negara yang merupakan peradilan tingkat pertama,
berkedudukan di kotamadya atau ibukota ibukota kabupaten dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. Pengadilan Tata Usaha
Negara ini dibentuk dengan Keputusan Presiden.
b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang merupakan pengadilan tingkat
banding, berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah
propinsi. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk dengan undang-undang.
c. Mahkamah Agung yang merupakan puncak kekuasaan kehakiman dilingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara.
C. Pembinaan Hakim PTUN
Pembinaan teknis peradilan bagi pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung,
sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan
oleh Departemen Kehakiman. Pembinaan sebagaimana dimaksud tidak boleh
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa tata usaha
negara.
Susunan Pengadilan terdiri atas Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera dan
Selcretaris. Pimpinan Pengadilan terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua
V. Kompetensi PTUN
Kompetensi adalah kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus suatu
sengketa. Kompetensi ini dibedakan menajadi
A. Kompetensi Absolut
Yaitu kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus sengketa
berdasarkan objek sengketa. Berkaitan dengan kompetensi absolut maka akan
terlintas adanya Pengadilan Umum, Pengadilan Agama, Pengadilan Mil iter,
dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Objek sengketa Peradilan Tata Usaha
Negara adalah dikekuarkanya Surat Keputusan Tata Usaha Negara terhadap
seseorang atau badan hukum perdata.
B. Kompetensi Relatif
Yaitu kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus sengketa Tata
Usaha Negara berdasarkan wilayah hukum suatu pengadilan. Berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara disetiap kotamadya atau kabupaten akan dibentuk suatu Pengadilan
Tata Usaha Negara.
VI. Para Pihak dalam Sengketa TUN
Tata Usaha Negara :
Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara :
Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku.
Sengketa Tata Usaha Negara :
Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Useia. Negara, baik di
pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
Negara, termasuk sengketa kepegawaian, berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.
Keputusan Tata Usaha Negara:
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkari oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Fiktif adalah :
Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakar dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap menolak mengeluarkan kpts yang
dimaksud bila is tidak mengeluarkan sedangkan jangka waktu sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perundangan telah lewat.
Jika peraturan perundangan tidak menentukan jangka waktu, maka setelah lewat 4
(empat ) bulan setelah penerimaan permohonan Badan atau Pejabat TUN dianggap
telah mengeluarkan keputusan penolakan.(pasal 3 UU No.5/1986) Yang tidak
termasuk pengertian Kpts TUN adalah : (pasal 2 UU No,5/1986)
a. Kpts TUN yg mrpkn perbualan hukum perdata.
b. Kpts TUN yg mrpkn pengaturan yang bersifat umum.
c. Kpts TUN yang masih memerlukan persetujuan.
d. Kpts 'TUN yg dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP atau KUHAP.
e. Kpts TUN yg dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan.
f. Kpts TUN mengenai tata usaha ABRL
g. Kpts Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun daerah ttg hasil pemilu.
A. Tergugat adalah
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugatoleh
seseorang atau badan hukum perdata.
B. Penggugat adalah
seseorang atau badan hukum perdata yang dirugikan akibat dikenai keputusan Tata
Usaha Negara
VII. Jalur Penyelesaian Sengketa TUN
Terhadap sengketa tata usaha negara dapat diselesaikan melalui jalur pengadilan
maupun jalur administrasi (upaya administrasi)
A. Upaya administratif
adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh orang atau badan hukum perdata
apabila is tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur
tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri dari dua
bentuk.
Pertama : Banding Administratif
Dalam hal penyelesaiannya harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain
dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan.
Contoh :
Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak berdasarkan Staatsblad 1912 No.29 jo UU
No.5 Tabun 1959.
Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian berdasarkan PP No.30/1980
Peraturan Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Keputusan Panitia Perselisihan Perburuhan Pusat berdasar kan UU No.22/1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Kedua : Keberatan
Dalam hal penyelesaian Keputusan Tata Usah Negara tersebut harus dilakukan
sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menvluarkan keputusan
itu.
Contoh :
Pasal 25 UU No.6/1983 ttg ketentuan umum perpajakan
Berbeda dengan prosedur di Pengadilan Tata Usaha Negara , maka
penyelesaian sengketa tata usaha negara melalui prosedur banding administratis
atau prosedur keberatan dilakukan penelitian yang lengkap, baik dari segi
penerapan hukum maupun dari segi kebijaksanaan oleh instansi yang memutus.
Ada tidaknya upaya administeasi dapat dilihat dari ketentuan peraturan
perundangan yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan tersebut Pasal 48
UU No.5/1986 :
Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh
atau
berdasarkan
peraturan
perundangan
untuk
menyelesaikan
secara
administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa TUN tsb
harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.
Pengadilan barn berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
TUN tsb jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
B. Jalur Pengadilan.
Apabila terhadap sengketa TUN tidak tersedia upaya administrasi maka
Penggugat dapat Iangsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Alamat gugatan ditujukan pada tempat kedudukan Tergugat atau tempat kedudukan
Badan / Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan TUN.
VIII. Gugatan ke PTUN
Gugatan adalah permohonan secara tertulis yang diajukan oleh seseorang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu kpts TUN Ke
Pengadilan yang berisi tuntutan agar kpts TUN yang disengketakan dinyatakan batal
atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.
A. Tuntutan Dalam Gugatan
a. Tuntutan agar kpts TUN yang disengketakan dinyatakan batal.
b. Tuntutan agar Badan atau Pejabat TUN mengeluarkan kpts TUN ( Pasal 3 UU No.5
/ 1986 ).
c. Tuntutan ganti kerugian.
d. Tuntutan rehabilitasi dengan atau tanpa kompensasi
B. Alasan yang dapat digunakan dalam Gugatan
a. Kpts TUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku..
(Onrechtmatige /Onwetmatige)
 Bersifat prosedural / formal.
 Bersifat materiil / substansial
 Dikeluarkan pejabat yg tidak berwenang.
b. Kpts TUN yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik. Yang meliputi Asas:
 Kepastian Hukum .
 Tertib penyelenggaraan negara.
Keterbukaan.
 Proporsionalits.
Profesionalitas.
 Akuntabilitas.
( sebagaimana dimaksud dalam UU No.28/1999 tentang penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
C. Syarat atau isi gugatan harus memuat
a. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, pekerjaan penggugat atau kuasanya.
b. Nama, jabatan, dan tempat kedudukkan tergugat.
c. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputus oleh Pengadilan
c. Ditandatangani penggugat / kuasanya dan disertai surat kuasa yang sah.
d. Sedapat mungkin disertai Kpts TUN yang disengketakan oleh Penggugat.
D. Tenggang Waktu mengajukan gugatan
Gugatan dapat diajukan dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung, sejak
saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha
negara.
E. Beracara dengan cuma-cuma.
Pada dasarnya setiap mengajukan gugatan di pengadilan penggugat harus terlebih
dahulu membayar uang muka biaya perkara, namun dalam hal tertentu penggugat
dapat mengajukan permohonan beracara dengan cuma-cuma. Dalam hukum Acara
PTUN, ketentuan ini diatur dalam Pasal 60 UU PTUN.
Pasal 60 UU No.5/1986 :
(1) Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan untuk
bersengketa dengan cuma-cuma.
(2) Permohonan diajukan pada waktu penggugat mengajukan gugatannya disertai
surat keterangan tidak mampu diri kepala desa ditempat kediaman penggugat.
(3) Dalam keterangan tsb harus dinyatakan betul-betul tidak mampu membayar biaya
perkara.
IX. Acara Pemerikasaan di PTUN
A. Acara Singkat
Pemeriksaan dengan acara singkat di PTUN dapat dilakukan apabila terjadi
perlawanan (verzet) atas penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam
rapat permusyawaratan. Dalam Pasal 62 UU No. 5 / 1986 disebutkan :
(1) Dalam rapat permusyawaratan, ketua pengadilan berwenang memutuskan
dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan
pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima
atau tidak berdasar, dalam hal :
a. pokok gugatan tsb nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan.
b. Syarat gugatan tdk dipenuhi walau sudah diberitahu clan diperingatkan.
c. Gugatan tdk didasarkan pada alasan yang layak.
d. Apa yg digugat sebenarnya sudah dipenuhi oleh kpts TUN yg digugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya.
(2) a. Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan dalam rapat
permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil
keduabelah pihak untuk mendengarkannya.
b.Pemanggilan keduabelah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh panitera
pengadilan atas perintah ketua pengadilan..
(3) a.Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) dapat diajukan
perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah
diucapkan
(4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan dengan acara singkat.
(5) Dalam hal perlawanan tsb dibcnarkanolch Pengadilanmaka pcnetapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukumdan pokok gugatan
akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.
(6) Terhadap putusan mengenai perlawanan ini tidak dapat digunakan upaya hukum
B. Acara Cepat
Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam Pasal 98 dan 99 UU PTUN.
Pasal 98 UU No.5/1986 :
(1)Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang hams
disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya
dapatmemohon kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat.
(2)Ketua pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah diterimanya
permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengeluarkan penetapan
tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut.
(3)Terhadap penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) tidak dapat
digunakan upaya hukum
Pasal 99 UU No.5 / 1986 :
(1)Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pasal 98 ayat (1) dikabulkan,
ketua pengadilan dalam jangka watu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) menentukan hari, tempat, dan
waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63.
(2)Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masingmasing ditentukan tidak melebihi empat betas hari.
Dari ketentuan Pasal 98 dan Pasal 99 UU PTUN bahawa :
1. Adanya kepentingan mendesak dari penggugat misal surat perintah
pembongkaran bangunan atas rumah yang ditempati penggugat.
2. Pemeriksaan dengan acara cepat hams diajukan bersama-sama dalam surat
gugat.
3. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal.
4. Waktu yang yg diperlukan mulai diteimanya permohonan sampai penjatuhan
putusan adalah 35 hari.
C. Pemeriksaan Dengan Acara Biasa
Pemeriksaan dengan acara bisa diatur data Pasal 68 sampai dengan Pasal 97
UU PTUN.
1. Tujuan dan sifat Acara Biasa.
2. Surat gugat.
3. Penelitian dari segi Administratif
4. Pemeriksaan persiapan.
5. Fungsi pemeriksaan dimuka sidang.
6. Para pelaku dalam Sidang.
X. Hukum Pembuktian
A. Teori Ajaran Pembuktian
1. Teori beban pembuktian afirmatif
2. Teori hukum obyektif
3. Teori hukum obyektif.
4. Teori keadilan.
B. Ajaran Pembuktian pd PTUN
Hukum pembuktian yang berlaku pada PTUN diatur dalam Pasal 107 UU PTUN
yang menentukan :
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian
pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurangkurangnya dua alat
bukti berdasarkan keyakinan hakim.
Berdasarkan ketentuan tsb di atas maka hukum pembuktian yang dianut oleh
UU PTUN adalah ajaran pembuktian bebas yang terbatas. Dikatakan bebas terbatas
adalah karena mengenai alat-alat bukti yang boleh digunakan dalam membuktikan
sesuatu sudah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 100. Selain itu dalam Pasal 107
hakim dibatasi dalam wewenangnya untuk menilai sahnya pembuktian, harus
didukung paling sedikit dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
Ajaran pembuktian itu meliputi bidang :
1. Luas pembuktian ;
2. Pembebanan pembuktian / pembagian beban pembuktian ;
3. Penilaian hasil pembuktian ;
4. Alat-alat pembuktian. C. Mat Bukti Jenis-jenis alat bukti
diatur dalam Pasal 100 yang terdiri dari :
1. Surat atau tulisan.
2. Keterangan ahli.
3. Keterangan saksi.
4. Pengakuan Para Pihak.
5. Pengetahuan hakim
XI. Putusan PTUN
A. Pengertian Putusan hakim adalah :
Suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang
untuk
itu,
diucapkan
dipersidangan
dan
bertujuan
untuk
mengakhiri
atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antar para pihak
B. Isi Putusan
Putusan pengadilan dapat berupa :
a. gugatan ditolak ;
b. gugatan dikabulkan ;
c. gugatan tidak diterima ;
d. gugatan gugur.
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat
ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh badan atau pejabat TUN berupa :
a. Pencabutan KTUN yang bersangkutan, atau
b. Pencabutan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN yg baru, atau
c. Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 UU PTUN.
Kewajiban sebagaimana dimaksud di atas dapat disertai pembebanan ganti rugi.
C. Sususnan Isi Putusan
Dalam Pasal 109 UU PTUN disebutkan susunan isi putusan sebagai berikut :
Putusan pengadilan harus memuat :
a. Kepala putusan yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Mafia Esa.
b. Nama, jabatan, kewarganegaraar, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para
pihak yang bersengketa.
c. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas.
d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa.
e. Alasan hokum yang menjadi dasar putusan.
f.
Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera, serta
keterangan tentang Nadir atau tidaknya para pihak.
Tidak terpenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud di atas dapat
menyebabkan batalnya putusan pengadilan.
D. Pelaksanaan Putusan /Eksekusi
Dalam Pasal 115 UU PTUN disebutkan bahwa hanya putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan.
Mengenai pelaksanaan putusan pengadilan TUN dalam Pasal 116 disebutkan:
(1) Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan
setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat
pertama selambat-lambatnya daiam waktu 14 (empat belas) hari.
(2) Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud path ayat (1) dikrimkan, tergugat
tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat
(9) huruf a, Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak
mempunyai kekuatan hukum lagi.
(3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 3
(tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, penggugat
mengajukan permohonan kepada Ketua pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan
Pengadilan terebut.
(4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan
dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau
sanksi administratif
(5) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak
tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
XII. Upaya Hukum
Ada beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam
penyelesaian sengketa TUN, baik terhadap putusan pengadilan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap maupun terhadap putusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukturi tetap.
Upaya hukum tyang dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap adalah perlawanan, banding, dan kasasi, yang
dikenal dengan dengan sebutan upaya hukum biasa. Sedangkan upaya hukum
terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah
adalah peninjauan kembali (request civil) dan perlawanan pihak ketiga (derden
ververzet) yang dikenal dengan sebutan upaya hukum istimewa atau upaya hukum
luar biasa.
A. Perlawanan
Perlawanan (verzet) merupakan upaya hukum terhadap penetapan yang
diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan (prosedur dismissal).
Perlawanan diajukan oleh penggugat terhadap penetapan dismissal pada
dasarnya membantah alasan-alasan yang digunakan oleh Ketua Pengadilan
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a,b,c,d dan e UU PTUN.
Tenggang waktu mengajukan perlawanan adalah 14 (empat belas) hari sejak
penetapan tersebut dikeluarkan oleh ketua pengadilan.. Perlawanan diperiksa dan
diputus oleh pengadilan dengan acara singkat. Dalam hal perlawanan dibenarkan oleh
pengadilan, maka penetapan ketua pengadilan tersebut di atas menjadi gugur demi
hukum, dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus, dan diselesaikan menurut acara
biasa. Sebaliknya apabila perlawanan ditolak, maka penetapan hakim yang diputus
dalam rapat permusyawaratan menjadi tetap berlaku. Dengan demikian gugatan tetap
dinytakan tidak dapat diterima, atau tidak berdasar. Terhadap putusan penolakan tsb
penggugat tidak dapat mengajukan upaya hukum banding, maupun kasasi. Wicipto
Setiadi, mengatakan dalam hal penggugat tidak dapat menerima putusan tersebut,
satu-satunya kemungkinan adalah mengajukan gugatan Baru, sepanjang tenggang
waktu mengajukan gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU PTUN masih
berlaku.
B. Banding.
Pengaturan mengenai upaya hukum banding diatur dalam pasal 122 sampai dengan
Pasal 130 UU PTUN. Pasal 122 UU PTUN menyebutkan bahawa terhadap putusan
PTUN dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ( PTTUN). Selanjutnya Pasal 123 UU PTUN
menyebutkan bahwa pemeriksaan banding dilakukan secara tertulis oleh pemohon
atau kuasanya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan
pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah.
Asas
peradilan
diselenggarakan
dalam
dua
tingkat
pada
dasarnya
dilatarbelakangi pemikiran dan keyakinan bahwa putusan pengadilan tingkat pertama
itu belum tentu sudah memenuhi kepastian hukum dan rasa keadilan, dari para pencari
keadilan, oleh karena itu perlu pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi
yang juga dikenal dengan pengadilan tingkat banding.
Menurut Soedikno Mertokusurno, dalam tingkat bandingpun hakim tidak boleh
mengabulkan lebih daripada yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak
dituntut. ITU berarti bahwa hakim dalam tingkat banding hams membiarkan putusan
dalam tingkat pertama, sepanjang tidak dibantah dalam tingkat banding (tantum
devolutum quantum apellatum).
Tidak semua keputusan PTUN dapat dimintakan upaya hukum banding,
putusan PTUN yang tidak dapat dimintakan upaya hukum banding adalah :
1.
Penetapan Ketua PTUN mengenai permohonan untuk berperkara dengan cumacuma berdasarkan Pasal 61 ayat (2) merupakan putusan tinggkat pertama dan
terakhir, khususnya Magi permohonan yang ditolak.
2.
Penetapan Dismisal Ketua Pengadilan terdasarkan Pasal 62 ayat 3 hump a UU
PTUN.
3.
Putusan PTUN terhadap perlawanan yang diajukan penggugat atas penetapan
dismissal berdasarkan Pasal 62 ayat (6) UU PTUN.
4.
Putusan pengadilan mengenai gugatan perlawanan pihak ketiga sebelum
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan Pasal 118
ayat (2) berlaku ketentuan Pasal 62 dan 63.
5.
Putusan PTUN sebagai pengadilan tingkat pertama yang sudah tidak dapat di
lawan atau dim intakan pemeriksaan banding.
C . Kasasi.
Mengenai upaya hukum kasasi• diatur dalam Pasal 131 UU PTUN yang menyebutkan
:
(1) Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimintakan pemeriksaan
kasasi kepada Mahkamah Agung.
(2) Acara pemeriksaan kasasi dilakukan sebagaimana dimaksus1d dalam ayat (1)
dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) UU
No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Tenggang waktu mengajukan upaya hukum kasasi adalah 14 (empat belas) hari,
sesudah putusan atau penetapan pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan
kepada pemohon. Permohonan kasasi ini disampaikan pemohon secara tertulis atau
lisan melalui pnitera pengadilan tingkat pertama yang telah memutus perkaranya.
Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar,
panitera membetitahukan secara tertulis mengenai pennohonan kasasi itu kepada
pihak lawan.
Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan dicatat dalam
buku daftar, pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat
alasan-aiasan permohonan kasasi.. Panitera dalam tenggang waktu selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari harus menyampaikan salinan memori kasasi itu kepada
pihak lawan. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya
salinan memori kasasi, maka pihak lawan harus sudah mengajukan surat jawaban
terhadap memori kasasi kepada panitera.. Dalarr, waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh ) hari setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi,
panitera mengirimkan pennolionan kasasi,memori kasasi, jawaban atas memori
kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung.
Permohonan upaya kasasi dapat diajukan dalam hal :
- Permohonan upaya kasasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali.
- Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan jika terhada perkaranya pemohon telah
menggunakan upaya hukum banding.
- Pihak yang dapat mengajukan upaya hukum kasasi adalah pihak yang berperkara
atau wakilnya.
Menurut Soedikno Mertokusumo, dalam tingkat kasasi tidak diperiksa tentang
duduknya perkara atau faktanya tetapi tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti
tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Penilaian hasil pembuktian tidak dapat
dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Mahkamah Agung terikat pada
peristiwa yang telah diputuskan dalam tingkat terakhir. Jadi dalam tingkat kasasi
peristiwanya tidak diperiksa kembali. Dengan demikian kasasi tidak dimaksudkan
sebagai peradilan tingkat ketiga.
D. Perlawanan Pihak Ketiga
Perlawanan pihak ketiga ini diatur dalam Pasal 118 UU PTUN. Hal-hal yang
berkaitan dengan perlawanan pihak ketiga adalah :
1.
Syarat untuk dapat melakukan gugatan perlawanan adalah pihak ketiga yang
bersangkutan belum pernah melakukan intervensi balk atas prakarsa sendiri
ataupun atas prakars hakim.
2.
Pihak ketiga yang bersangkutan mempunyai suatu kepentingan. Kepentingan
mana didasarkan adanya kekhawatiran bahwa kepentingannya akan dirugikan
dengan dilaksankannya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
3.
Gugatan perlawanan hams diajukar, kepada pengadilan yang mengadili sengketa
itu pada tingkat pertama.
4.
Gugatan perlawanan hares diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dilaksanakan.
5.
Gugatan perlawanan hares memuat alasan-alasan sesuai ketentuan Pasal 56 UU
PTUN, sehingga dimungkinkan adanya penyempurnaan. Gugatan.
6.
Terhadap gugatan itu juga berlaku ketentuan Pasal 62 dan Pasal 63 UU PTUN.,
sehingga dimungkinkan dinyatakan dismissed.
7.
Namun, gugatan perlawanan tidak dengan sendirinya mengakibatkan ditundanya
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
E. Peninjauan Kembali
Mengenai peninjauan kembli dalm UU PTUN diatur dalam Pasal 132 yang
menyebutkan :
(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
(2) Acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) UU
No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah diubah dengan UU No. 5
Tahun 2004
Pasal 77 ayat (1) UU No.14 / 1985 menyatakan :
Dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh pengadilan di
ngkungan peradilan agam a atau oleh pengadilan di li ngk un gan PTUN di gunakan
hukum acara peninjauan kembali yang tercantum dalam Pasal 67 sampai dengan
Pasal 75.
Dalam Pasal 67 UU MA disebutkan alasan-alasan mengajukan peninjauan kembali :
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan tang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada buktibukti
yang kemudianoleh hakim pidana dinyatakan palsu.
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat diketemukan.
c. Apabila telah dikahulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang
dituntut.
d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya.
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar
yang sama oleh pengadilan yang sama tingkatnya telah diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lain.
f.
Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
Dari ketentuan Pasal 67 UU MA di atas, jelaslah bahwa alasan-alasan untuk
dapat mengajukan pemeriksaan peninjauan kembali terhadap perkara yang telah
memperoleh keuatan hokum tetap bersifat limitatif.
Tenggang waktu mengajukan permohonan peninjauan kembali menurut Pasal
69 UU MA adalah 180 (seratus delapan puluh ) hari, sesuai alasan yang
dipergunakan pemohon sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 67 UU MA.
Berdasarkan ketentuan Pasal 68 UU MA yang dapat mengajukan permohonan
adalah para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang
secara khusus dikuasakan. untuk itu. Permohonan peninjauan kembali ini ditujukan
kepada Mahkamah Agung melalui ketua Pengadilan yang memutus perkara tsb.
Download