Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pemasaran
2.1.1 Definisi Pemasaran
Pemasaran memegang peranan penting dalam perusahaan karena
bagian
pemasaran
berhubungan
langsung
dengan
konsumen
serta
lingkungan luar perusahaan lainnya. Pemasaran berasal dari kata market.
Pasar dapat diartikan sebagai tempat dimana pembeli dan penjual bertemu
untuk melakukan tukar-menukar barang. Berikut ini dikemukakan definisi
tentang pemasaran menurut beberapa ahli :
Philip Kotler (2010:1) menyatakan pemasaran adalah proses sosial
yang di dalamnya individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan
dan
inginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan
dan
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.
Warren J. Keegan (2010:2) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu
proses yang berfokus pada sumber daya manusia dan bertujuan untuk
memanfaatkan peluang-peluang pasar secara global.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah
suatu proses bisnis yang dinamis dan merupakan hasil interaksi dari
berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen.
2.2
Pemasaran Jasa
Fandy Tjiptono dalam bukunya Pemasaran Jasa (2014 : 17)
menjelaskan tentang pemasaran jasa secara sederhana, istilah service
mungkin bisa diartikan sebagai “melakukan sesuatu bagi orang lain”. Akan
tetapi, tidaklah mudah mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia yang
pas untuk istilah terebut. Setidaknya ada tiga kata yang bisa mengacu pada
istilah tersebut, yakni jasa, layanan, dan service. Sebagai jasa, service
umumnya mencerminkan produk tidak berwujud fisik (intangible) atau
sektor industri spesifik, seperti pendidikan, kesehatan, telekomunikasi,
transportasi, asuransi, perbankan, perhotelan, konstruksi, perdagangan,
rekreasi, dan seterusnya. Sebagai layanan, istilah service menyiratkan segala
sesuatu yang dilakukan pihak tertentu individu maupun kelompok kepada
pihak lain individu maupun kelompok. Salah satu contohnya adalah layanan
pelanggan (customer service), yang mencakup aktivitas menjawab
pertanyaan
pelanggan,
menangani
komplain,
memproses
pesanan,
menginstalasi produk, mereparasi setiap kerusakan, dan seterusnya.
Sementara itu, kata service lebih mengacu konteks reparasi, misalnya
service sepeda motor, service peralatan elektronik, dan seterusnya.
Lingkup istilah service juga bisa dibedakan menjadi service sebagai
aktivitas dan service sebagai konsep. Sebagai aktivitas, service mencakup
layanan pelanggan dalam hal ini, jasa atau layanan dipandang sebagai fungsi
tambahan yang melengkapi produk fisik maupun non-fisik, service based
activities seperti perbankan, salon kecantikan, jasa kesejahteraan, akuntansi,
dan seterusnya, dan added value activitieslayanan dijadikan keunggulan
kompetitif, seperti keramahan dan kesigapan pramugari dalam melayani
para penumpang, fasilitas hotline service untuk menginstalasi program
perangkat lunak yang disediakan oleh gerai ritel komputer, dan seterusnya.
Sebagai konsep, service bisa berupa organisasi, struktur organisasi bisnis
maupun nirlaba yang berkecimpung dalam sektor jasa, seperti perusahaan
asuransi, restoran, rumah sakit, universitas, dan bank, produk inti output
atau keluaran komersial dari sebuah organisasi jasa, seperti rekening bank,
polis asuransi, atau paket liburan, perluasan produk atau product
augmentation, setiap aktivitas tambahan yang dirancang untuk memfasilitasi
penyampaian produk inti, contohnya welcome drink di hotel atau kafe,
product supportsetiap aktivitas berorientasi pada product atau pelanggan
yang berlangsung setelah produk inti disampaikan kepada pelanggan, seperti
aktivitas pemantauan, reparasi dan up-dating, dan tindakan mode perilaku,
seperti memberi saran dan membantu pelanggan. Seperti tergambar dalam
tabel di bawah ini :
Tabel 2.3 Lingkup Service
Service sebagai aktivitas
Service sebagai konsep
Layanan pelanggan
Organisasi jasa
Service based activities
Produk inti (care product)
Added value activities
Augmented product
Product support
Tindakan (act)
Sumber : Gilmore (2003) “Pemasaran Jasa” Fandy Tjiptono.
2.2.1 Definisi Jasa
Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata “jasa”
itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan pribadi (personal
service) sampai sebagai suatu produk barang/jasa. Sejauh ini, banyak pakar
pemasaran jasa yang telah berusaha mendefinisikan pengertian jasa. Berikut
adalah beberapa definisi menurut para pakar pemasaran jasa, diantaranya :
Fandy Tjiptono (2014:26), mengemukakan jasa sebagai setiap
tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak lain yang
pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Definisi Jasa menurut Lehtinen (1983) yang dikutip dari buku
karangan Rambat Lupiyoadi Manajemen Pemasaran Jasa (2013:6) definisi
jasa adalah “A service is an activity or a series of activities which take place
in interactions with a contact person or physical machine and which
provides consumer satisfaction”
“Layanan adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berlangsung
dalam interaksi dengan orang atau mesin fisik dan yang menyediakan
kepuasan konsumen”
Jadi, jasa pada dasarnya merupakan semua aktivitas ekonomi yang
hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang
umumnya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan
dan memberikan nilai tambah kenyamanan, hiburan, kesenangan atau
kesehatan dan pemecahan atas masalah yang dihadapi oleh konsumen.
Sementara itu, perusahaan yang memberikan operasi jasa adalah
mereka yang memberikan konsumen produk jasa, baik yang berwujud
maupun tak berwujud, seperti hiburan, transportasi, restoran, dan
pendidikan.
Dari berbagai definisi tersebut, terlihat bahwa didalam jasa selalu ada
aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihakpihak yang terlibat tidak selalu menyadari. Jasa juga bukan merupakan
barang, melainkan suatu proses atau aktivitas dimana berbagai kegiatan
tersebut tidak berwujud.
2.2.2 Tipe-Tipe Kegagalan Jasa
Kegagalan jasa menurut Fandy Tjiptono (2014:476), merupakan
gangguan, keterlambatan atau kemacetan dalam penyampaian jasa. Respon
karyawan terhadap kegagalan jasa berhubungan langsung dengan kepuasan
atau ketidakpuasan pelanggan. Sekalipun organisasi jasa telah berusaha
melakukan yang terbaik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan
customernya.
Fandy Tjiptono (2014:477), menyatakan terdapat tiga kategori dalam
kegagalan jasa, yaitu :
1. Respon karyawan terhadap kegagalan sistem penyampaian
jasa
Tipe ini merupakan kegagalan dalam penawaran jasa inti
perusahaan. Secara garis besar, kegagalan sistem penyampaian jasa
terdiri atas respon karyawan terhadap tiga tipe kegagalan jasa :
 Ketidaktersediaan jasa (unavailable service), berkenaan dengan
tidak adanya layanan tertentu yang biasanya tersedia.
 Layanan yang lambatnya keterlaluan (unreasonably slow
service), yaitu layanan atau karyawan yang dipersepsikan
pelanggan sangat lambat dalam menjalankan fungsi atau
tugasnya.
 Kegagalan jasa inti lainnya (other core service failures),
mencerminkan berbagai jasa inti yang ditawarkan oleh industri
yang berbeda-beda.
2. Respon
karyawan
terhadap
kebutuhan
individual
dan
permintaan spesial pelanggan
Kebutuhan pelanggan bisa implisit maupun eksplisit. Kebutuhan
implisit adalah kebutuhan pelanggan yang tidak diminta secara
khusus, namun sepatutnya diketahui dengan jelas oleh penyedia
jasa. Sebaliknya, kebutuhan eksplisit adalah kebutuhan pelanggan
yang memang jelas diinginkan. Secara garis besar, kebutuhan dan
permintaan pelanggan mencakup respon karyawan terhadap empat
tipe kemungkinan kegagalan jasa :
 Kebutuhan spesial, yaitu permintaan yang didasarkan pada
pertimbangan medis, religious, diet, psikologis, bahasa atau
sosiologis khusus pelanggan.
 Respon karyawan terhadap preferensi pelanggan, menyangkut
kemampuan karyawan memodifikasi sistem penyampaian jasa
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi preferensi khusus
pelanggan yang bukan disebabkan masalah medis, religius, diet,
psikologis, bahasa, maupun sosiologis mereka. Contoh tipikal
preferensi pelanggan restoran adalah permintaan mereka agar
hidangannya ditukar atau diganti.
 Respon karyawan terhadap kesalahan pelanggan (customer
eror), meliputi skenario dimana kegagalan jasa disebabkan
kesalahan pelanggan yang diakui/diterima.
 Respon karyawan terhadap disruptive otherspelanggan atau
pihak-pihak tertentu yang mengganggu pengalaman jasa
pelanggan lainnya, berkenaan dengan kemampuan karyawan
dalam menenangkan situasi atau menyelesaikan perselisihan
antar pelanggan.
3. Tindakan karyawan yang tidak cepat dan tidak diharapkan
Tipe ini menyangkut kejadian dan perilaku karyawan yang baik
maupun yang jelek yang sama sekali tidak diharapkan pelanggan.
Kategori ini terdiri atas lima macam :
 Tingkat perhatian (level of attention), menyangkut sejauh mana
tingkat respect karyawan pada pelanggan. Salah satu cara
mewujudkan tingkat perhatian positif adalah upaya karyawan
“memanjakan”
pelanggan
dan
mengantisipasi
kebutuhan
mereka. Sedangkan tingkat perhatian negatif berkenaan dengan
sikap karyawan yang acuh tak acuh atau mengabaikan
pelanggan.
 Tindakan luar biasa (unusual actions), mencerminkan kejadian
positif dan negatif, dimana karyawan merespon dengan tindakan
yang di luar kebiasaan.
 Norma kultural, mengacu pada tindakan-tindakan karyawan jasa
yang secara positif memperkuat norma kultural seperti hak,
keadilan
dan
kejujuran,
serta
melanggar
norma
sosial
masyarakat.
 Gestalt, yaitu evaluasi pelanggan yang dibuat secara holistik dan
tidak merinci atau menspesifikasi kejadian individual yang
dianggap gagal atau bermasalah.
 Adverse conditions, meliputi tindakan positif dan negatif
karyawan dalam kondisi penuh tekanan (stressful).
Tabel 2.4 Sumber Penyebab Kegagalan Jasa
No.
1.
Kategori
Layanan
Deskripsi
Contoh
Layanan yang tidak tersedia :
 Produk keliru
 Masakan terlalu dingin, gosong atau masih
 Harga Keliru
mentah
 Harus
membayar
lebih
mahal
dari
seharusnya
Layanan yang terlalu lambat :
 Menunggu terlalu lama
2.
Penyedia
Tindakan
Jasa
karyawan
dan
 Terlalu lama menunggu pesanan masakan
perilaku a. Tutur bahasa yang tidak sopan dan sikap
yang
tidak
kasar
sepatutnya
3.
Hal-hal
Faktor
lingkungan
non
b. Cuaca buruk
diluar
manusia
kendali
Perilaku organisasi lain
c. Jaringan listrik padam
Perilaku pelanggan yang tidak
d. Kecelakaan
penyedia
jasa
4.
Pelanggan
bisa dihindari
Perilaku pelanggan yang bisa
e. Pelanggan yang datang terlambat
dihindari
Perilaku pelanggan lain
f. Merokok
Sumber: dikutip dari buku Fandy Tjiptono (2014) “Pemasaran Jasa” adaptasi dari McCollKenedy (2003).
2.3
Layanan purna Jual
2.3.1 Definisi Layanan Purna Jual
Pada dasarnya layanan purna jual (after sales service) adalah service
tambahan yang diberikan oleh perusahaan setelah terjadinya transaksi jual
beli. Layanan purna jual muncul dalam bentuk yang beragam dan
merupakan kepentingan konsumen yang sangat vital. Layanan purna jual
diperlukan untuk menjaga citra baik produk, merek dagang dan produsen
atau pedagang di mata pembeli. Dengan citra baik itu, diharapkan pembeli
bersedia membeli lagi produk dan menganjurkan keluarga, kawan atau
relasi mereka ikut membeli barang atau jasa yang bersangkutan. Oleh
karena layanan purna jual berfungsi menjaga citra produk, merek dagang
dan perusahaan, hendaknnya kegiatan pemasaran ini direncanakan,
dilaksanakan dan dimonitor dengan baik. Menurut beberapa ahli layanan
purna jual didefinisikan sebagai :
Siswanto Sutojo (2010 : 152), menyatakan layanan purna jual adalah
berbagai macam layanan yang disediakan produsen atau pedagang setelah
produk dibeli oleh pembeli. Sebagian layanan purna jual diberikan secara
cuma-cuma dalam batas waktu atau batas penggunaan produk tertentu
misalnya batas kilometer penggunaan kendaraan bermotor, sebagian lagi
harus dibayar pembeli dengan harga yang wajar. Merupakan satu kesalahan
besar bagi perusahaan-perusahaan yang secara tidak sengaja telah
menurunkan citra produk, merek dagang dan perusahaan mereka hanya
karena tidak mampu atau tidak mau memberikan layanan purna jual secara
professional.
Basu Swastha (2012:124), layanan purna jual adalah layanan yang
diberikan oleh penjual setelah terjadi penjualan yang dapat berupa
pemberian garansi, jasa reparasi, latihan tenaga profesional dan cara
penggunannya serta jasa pengantaran barang ke rumah. Layanan purna jual
merupakan tahap terakhir, dimana penjual harus berusaha mengatasi
berbagai macam keluhan atau tanggapan yang kurang baik dari pembeli.
Pelayanan lain yang juga perlu diberikan sesudah penjualan adalah
memberikan jaminan kepada pembeli bahwa keputusan yang diambilnya
tepat, barang yang dibelinya betul-betul bermanfaat dan hasil kerja produk
tersebut memuaskan.
Celina Tri Siwi Kristiyanti (2014:149), layanan purna jual sebenarnya
meliputi permasalahan yang lebih luas, dan terutama mencakup masalah
kepastian atas :
1.
Ganti rugi jika barang/jasa yang diberikan tidak sesuai dengan
perjanjian semula.
2.
Barang yang digunakan, jika mengalami kerusakan tertentu,
dapat diperbaiki secara cuma-cuma selama jangka waktu
garansi.
3.
Suku cadang selalu tersedia dalam jumlah cukup dan tersebar
luas dalam jangka waktu yang relatif lama setelah transaksi
konsumen dilakukan.
Layanan purna jual merupakan strategi panjang yang membutuhkan
komitmen, baik menyangkut dana maupun sumberdaya manusua. Ketiga
masalah diatas merupakan implementasi dari pasal 25 UUPK, yang
menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang dan
pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu
tahun, wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan
wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Pelaku usaha tersebut wajib bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi
dan/atau gugatan konsumen jika pelaku usaha itu tidak menyediakan atau
lalai menyediakan suku cadang dan /atau fasilitas perbaikan, dan jika pelaku
usaha tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan garansi yang
diperjanjikan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa layanan
purna jual adalah layanan yang diberikan oleh penjual setelah terjadi
penjualan yang mencakup garansi, jasa reparasi, penanganan atas kerusakan
barang, pelatihan tenaga profesional serta jasa penghantaran barang
kerumah yang bertujuan untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
2.4
Pelaksanaan Layanan Purna Jual
2.4.1 Garansi
Garansi bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi konsumen
garansi merupakan jaminan terhadap keandalan produk yang dibelinya.
Pemberian garansi akan melindungi konsumen dari produk-produk yang
performansinya tidak sesuai dengan performansi yang dijanjikan oleh
produsen. Sedangkan bagi produsen, garansi memberikan batasan terhadap
klaim, sehingga dapat melindunginya dari klaim konsumen yang tidak valid.
Berikut ini adalah definisi garansi menurut beberapa ahli:
Fandy Tjiptono (2010:163) menyatakan, garansi atau jaminan
istimewa dirancang untuk meringankan kerugian pelanggan, dalam hal
pelanggan tidak puas dengan suatu produk atau jasa yang telah dibayarnya.
Garansi ini menjanjikan kualitas primadan kepuasan pelanggan. Fungsi
utama garansi adalah untuk mengurangi risiko kerugian pelanggan, sebelum
dan sesudah pembelian jasa, sekaligus memaksa perusahaan bersangkutan
untuk memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas pelanggan.
Christina Widya Utami (2010 : 331), mendefinisikan garansi sebagai:
a. Garansi/jaminan memaksa perusahaan untuk berfokus pada apa
yang diinginkan dan diharapkan oleh pelanggan mereka dalam
masing-masing elemen layanan itu.
b. Garansi/jaminan menetapkan standar yang jelas, yang memberitahu
pelanggan dan karyawan tentang untuk apa perusahaan itu berdiri.
Pengkompensasian
pelanggan
atas
layanan
yang
buruk
menyebabkan manajer-manajer menganggap serius garansi itu,
karena mereka menyoroti biaya financial dari kegagalan kualitas.
c. Garansi memerlukan pengembangan sistem untuk menciptakan
umpan balik pelanggan yang berarti dan untuk bertindak
terhadapnya.
d. Garansi memaksa organisasi untuk memahami mengapa mereka
gagal dan mendorong mereka untuk mengidentifikasi dan
mengatasi poin-poin gagal potensial.
e. Garansi membangun “otot pemasaran” dengan mengurangi resiko
keputusan pembelian dan membangun loyalitas jangka panjang.
Fandy Tjiptono (2014:490), menyatakan terdapat beberapa manfaat
garansi jasa bagi perusahaan yang lebih spesifik, meliputi :
 Garansi yang bagus mendorong perusahaan untuk berfokus pada
para pelanggannya.
 Garansi yang efektif memberikan standar yang jelas bagi organisasi.
 Garansi yang baik mendorong umpan balik yang segera dan
relevan dari pelanggan.
 Bila garansi diminta, maka ada peluang instan untuk melakukan
perbaikan, sehingga kepuasan dan loyalitas pelanggan bisa tetap
dipertahankan.
 Informasi yang didapatkan melalui garansi bisa dilacak dan
diintegrasikan
dalam
upaya-upaya
penyempurnaan
kualitas
berkesinambungan.
 Berbagai riset tentang dampak garansi jasa menunjukkan bahwa
moral dan loyalitas karyawan dapat
ditingkatkan melalui
penyediaan garansi.
 Bagi pelanggan, garansi mengurangi persepsi negatif mereka
terhadap berbagai tipe resiko jasa dan sebaliknya meningkatkan
evaluasi positif terhadap jasa perusahaan sebelum pembelian.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian
garansi akan membuat konsumen merasa puas, karena garansi merupakan
jaminan dengan standar yang tetap yang akan mengurangi resiko kerugian
bagi konsumen dan membangun loyalitas jangka panjang.
2.4.2 Penanganan Keluhan Pelanggan
Mudie dan Cottam (2010:164), menjelaskan tentang penanganan
keluhan pelanggan yaitu penanganan keluhan yang baik memberikan
peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi
pelanggan yang puas atau bahkan pelanggan “abadi”. Manfaat lainnya
adalah sebagai berikut :
a. Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi untuk memperbaiki
hubungannya dengan pelanggan yang kecewa.
b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif.
c. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi
dalam pelayanannya saat ini.
d. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya.
e. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas lebih baik.
Schnaars (2010:166), menyatakan terdapat empat aspek penting dalam
penanganan keluhan, yaitu sebagai berikut :
1. Empati terhadap pelanggan yang marah
Dalam menghadapi pelanggan yang emosi atau marah, perusahaan
perlu bersikap empati, karena bila
tidak maka situasi akan
bertambah runyam. Untuk itu perlu diluangkan waktu untuk
mendengarkan keluhan mereka dan berusaha memahami situasi
yang dirasakan oleh pelanggan tersebut. Dengan demikian,
permasalahan yang dihadapi dapat menjadi jelas sehingga
pemecahan yang optimal dapat diupayakan bersama.
2. Kecepatan dalam penanganan keluhan
Kecepatan merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan
keluhan. Apabila keluhan pelanggan tidak segera ditanggapi, maka
rasa tidak puas terhadap perusahaan akan menjadi permanen dan
tidak dapat diubah lagi. Sedangkan apabila keluhan dapat ditangani
dengan cepat, maka ada kemungkinan pelanggan tersebut menjadi
puas. Apabila pelanggan puas dengan cara penanganan keluhannya,
maka
besar
kemungkinannya
perusahaan kembali.
Hasil
Research
(dalam
Programs
mereka
penelitian
Naumann
menjadi
pelanggan
Technical Assistance
dan
Giel,
1995)
menunjukkan bahwa :
a. 70-90% pelanggan yang menyampaikan keluhannya akan
melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang sama apabila
mereka puas dengan cara penanganan keluhannya.
b. 20-70% pelanggan yang tidak puas dengan cara penanganan
keluhannya yang akan melakukan bisnis lagi dengan perusahaan
yang sama.
c. Hanya 10-30% pelanggan yang memiliki masalah tetapi tidak
menyampaikan keluhan atau meminta bantuan akan melakukan
bisnis lagi dengan perusahaan yang sama.
3. Kewajaran
atau
keadilan
dalam
memecahkan
permasalahan/keluhan
Perusahaan harus memperhatikan aspek kewajaran dalam hal biaya
dan kinerja jangka panjang. Hasil yang diharapkan tentunya adalah
situasi “win-win” realistis, fair, dan proporsional, dimana
pelanggan dan perusahaan jasa sama-sama diuntungkan.
4. Kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan
Hal ini sangat penting bagi pelanggan untuk menyampaikan
komentar, saran, kritik, pertanyaan, dan keluhannya. Disini sangat
dibutuhkan adanya metode yang mudah dan relatif tidak mahal,
dimana pelanggan dapat menyampaikan keluh kesahnya. Bila perlu
dan memungkinkan, suatu perusahaan menyediakan jalur atau
saluran telepon khusus (hot line service) untuk menampung
keluhan pelanggan atau memanfaatkan E-mail di jaringan Internet
dengan membuka site atau homepage di World Wide Web.
2.4.3 Tanggung Jawab Produk
Celina Tri Siwi Kristiyanti (2014:149), menjelaskan tentang tanggung
jawab produk, yaitu bagian dari transaksi konsumen, meliputi tahapan
ketiga pasca transaksi konsumen. Membatasi tanggung jawab produk hanya
pada pergantian atas produk yang cacat berarti tidak memberi banyak
kemajuan bagi perlindungan konsumen. Sudah menjadi kewajiban produsen
untuk menjamin barang yang dijualnya itu bebas dari cacat tersembunyi.
Jaminan ini merupakan perikatan yang otomatis dibebankan kepada
produsen/penyalur produk (penjual) atau kreditor.
Pelaku usaha wajib mengganti kerugian atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian yang diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang dan
/atau jasa. Ganti rugi itu bersifat serta-merta, dan diberi jangka waktu tujuh
hari setelah tanggal transaksi.
2.5
Strategi Dalam Layanan Purna Jual
Layanan purna jual memiliki beberapa strategi yang berupaya
mewujudkan kepuasan pelanggan. Namun demikian, upaya perbaikan atau
penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada
prinsipnya strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para pesaing
harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut
pelanggan suatu perusahaan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa
kepuasan pelanggan merupakan strategi panjang yang membutuhkan
komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Fandy
Tjiptono (2010:161), terdapat beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk
meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan dalam pelayanan purna jual,
diantaranya :
1. Relationship Marketing
Dalam Strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan
pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai.
Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan
pelanggan secara terus-menerus sehingga diharapkan dapat terjadi
bisnis ulangan (repeat business). Salah satu faktor yang dibutuhkan
untuk mengembangkan relationship marketing adalah dibentuknya
customer database, yaitu daftar nama pelanggan yang perlu dibina
hubungan jangka panjang. Database itu tidak sekedar berisi nama
pelanggan, tetapi juga mencakup hal-hal penting lainnya, misalnya
frekuensi dan jumlah pembelian, preferensi, dan lain sebagainya.
Dengan tersedianya informasi seperti itu, maka diharapkan perusahaan
dapat memuaskan para pelanggannya secara lebih baik, yang pada
gilirannya dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan sehingga terjadi
pembelian ulang.
2. Strategi Superior Customer Service
Perusahaan yang menerapkan strategi ini berusaha menawarkan
pelayanan yang lebih unggul dari pada para pesaingnya. Untuk
mewujudkannya dibutuhkan dana
yang besar, kemampuan
sumberdaya manusia, dan usaha yang gigih. Meskipun demikian,
melalui
pelayanan
yang
lebih
unggul,
perusahaan
yang
bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada
jasanya. Akan ada kelompok konsumen yang tidak berkeberatan
dengan harga mahal tersebut. Selain itu perusahaan dengan
pelayanan superior akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang
lebih besar dari pada pesaingnya yang memberikan pelayanan
inferior.
3. Strategi Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees
Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, perusahaan jasa dapat
mengembangkan augmented service terhadap core service-nya,
misalnya dengan merancang garansi tertentu atau dengan
memberikan pelayanan purna jual yang baik. Pelayanan purna jual
harus pula menyediakan media yang efisien dan efektif untuk
menangani keluhan. Meskipun hanya membiarkan konsumen
melepaskan emosinya, itu sudah cukup baik. Minimal persepsi
terhadap kepuasan dan kewajaran akan meningkat jika perusahaan
mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf,
serta memberikan semacam ganti rugi yang berharga bagi
konsumen. Garansi ini diberikan dalam dua bentuk yang
disesuaikan dengan jenis pelanggan, yaitu :
 Garansi Internal
Garansi internal merupakan jaminan atau janji yang diberikan
suatu departemen atau divisi kepada pelanggan internalnya,
yakni pemprosesan lebih lanjut dan setiap orang yang
memanfaatkan hasil/jasa departemen tersebut. Garansi ini
dilandaskan pada komitmen untuk memberikan pelayanan
terbaik, tepat waktu, akurat, jujur, dan sunguh-sungguh.
 Garansi Eksternal
Garansi eksternal merupakan jaminan yang dibuat oleh
perusahaan kepada para pelanggan eksternalnya, yakni orang
yang membeli dan menggunakan jasa perusahaan. Garansi ini
menyangkut service yang unggul dan berkualitas tinggi.
4. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan
Meliputi berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan seperti melakukan pemantauan dan pengukuran
kepuasan
pelanggan
secara
berkesinambungan,
memberikan
pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship,
dan public relations kepada setiap jajaran manajemen dan
karyawan, membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, sehingga
diharapkan wawasan dan pengalaman karyawan semakin besar,
yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuannya dalam
melayani
pelanggan
dan
memberdayakan
(empowerment)
karyawannya sehingga mereka dapat mengambil keputusan tertentu
yang berkaitan dengan tugasnya.
2.5.1 Hambatan Pelayanan Purna Jual
Fandy Tjiptono (2010:159), menyatakan bahwa dalam pelayanan
purna jual pelanggan yang tidak puas atau kecewa merupakan suatu
hambatan untuk dapat bersaing dan merebut pelanggan suatu perusahaan.
Hambatan-hambatan tersebut disebabkan oleh :
1. Faktor Internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan,
misalnya karyawan yang kasar, kesalahan pencatatan transaksi dan
lain-lain.
2.
Faktor Eksternal yang diluar kendali perusahaan, seperti gangguan
cuaca, gangguan pada infrastruktur umum, aktivitas kriminal, dan
masalah pribadi pelanggan.
Pelanggan mengeluh karena ketidakpuasannya terhadap harapan yang
tidak terpenuhi. Dengan demikian semakin tinggi harapan pra-pembelian
seorang pelanggan, maka semakin besar kemungkinan mereka tidak puas
terhadap jasa yang dikonsumsinya. Menganalisis pelanggan yang tidak
puas, merancang sistem penanganan keluhan yang efisien, dan syarat-syarat
jaminan (garansi) yang baik merupakan strategi yang cukup efektif untuk
membangun kepuasan pelanggan.
Fandy Tjiptono (2010:154), menyatakan bahwa terdapat beberapa
tindakan yang bisa dilakukan pelanggan jika mereka tidak puas dalam
layanan purna jual, yaitu :
1 Tidak melakukan apa-apa
Pelanggan yang tidak puas dalam pelayanan purna jual tidak
melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli
atau menggunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi.
2. Melakukan komplain
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seorang
pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak,
yaitu :
a. Derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan
Hal ini menyangkut derajat pentingnya jasa yang dikonsumsi
dan harganya bagi konsumen, waktu yang dibutuhkan untuk
mengkonsumsi jasa, serta social visibility. Apabila derajat
kepentingan, biaya, dan waktu yang dibutuhkan dalam
mengkonsumsi jasa relatif tinggi, maka kuat kecenderungannya
bahwa pelanggan akan melakukan komplain.
b. Tingkat ketidakpuasan pelanggan
Semakin tidak puas seorang pelanggan, maka semakin besar
kemungkinannya mereka melakukan komplain.
c. Manfaat yang diperoleh
Apabila manfaat yang diperoleh dari penyampaian komplain
besar, maka semakin besar pula kemungkinan pelanggan akan
melakukan komplain. Manfaat yang bisa diperoleh terdiri atas
empat jenis, yaitu :
 Manfaat emosional, yakni kesempatan untuk menuntut hak,
menumpahkan kekesalan dan kemarahan, serta menerima
permintaan maaf.
 Manfaat fungsional, yakni pengembalian uang, penggantian
jasa yang dibeli, dan reparasi.
 Manfaat bagi orang lain, yakni membantu pelanggan lain
agar terhindar dari ketidak puasan akibat pelayanan yang
buruk.
 Penyempurnaan produk, yaitu perusahaan jasa kemungkinan
akan meningkatkan atau memperbaiki penawarannya.
d. Pengetahuan dan pengalaman
Hal ini meliputi jumlah pembelian (pemakian jasa) sebelumnya,
pemahaman akan jasa. Persepsi terhadap kemampuan sebagai
konsumen, dan pengalaman komplain sebelumnya.
e. Sikap pelanggan terhadap keluhan
Pelanggan yang bersikap positif terhadap penyampaian keluhan
biasanya sering menyampaikan keluhannya karena yakin akan
manfaat positif yang akan diterimanya.
f. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi
Faktor ini mencakup waktu yang dibutuhkan, gangguan
terhadap aktivitas rutin yang dijalankan, dan biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan komplain. Apabila tingkat
kesulitannya tinggi, maka pelanggan cenderung tidak akan
melakukan komplain.
g. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain
Bila pelanggan merasa bahwa peluang keberhasilannya dalam
melakukan komplain sangat kecil, maka ia cenderung tidak akan
melakukannya. Hal sebaliknya terjadi apabila dirasakan peluang
besar.
2.5.2 Solusi Pelayanan Purna Jual
Fandy Tjiptono (2010:159), untuk dapat menyelesaikan hambatan
dalam pelayanan purna jual secara umum dapat diwujudkan dengan tiga
cara pokok, yaitu :
1. Memperlakukan
para
pelanggan
yang
tidak
puas
dengan
sedemikian rupa sehingga bisa mempertahankan loyalitas mereka.
2. Penyedia jasa memberikan jaminan yang luas dan tidak terbatas
pada ganti rugi yang dijanjikan saja.
3. Penyedia jasa memenuhi atau melebihi harapan para pelanggan
yang mengeluh dengan cara menangani keluhan mereka.
Berdasarkan hasil beberapa observasi terhadap perusahaan-perusahaan
jasa yang unggul, Heskett, Sasser dan Hart (2010:159) merangkum hal-hal
yang banyak diterapkan untuk menangani solusi dalam pelayanan purna
jual, yaitu :
1 Melakukan aktivitas rekrutment, penempatan, pelatihan, dan
promosi yang mengarah pada keunggulan service recovery secara
keseluruhan.
2 Secara aktif mengumpulkan atau menampung keluhan pelanggan
yang dipandang sebagai peluang pemasaran dan penyempurnaan
proses.
3 Mengukur biaya primer dan sekunder dari pelanggan yang tidak
puas, lalu melakukan penyesuaian investasi terhadap tingkat biaya
tersebut.
4 Memberdayakan karyawan lini depan untuk mengambil tindakan
tepat dalam rangka service recovery.
5 Mengembangkan jalur komunikasi yang singkat antara pelanggan
dan manajer.
6 Memberikan penghargaan kepada setiap karyawan yang menerima
dan memecahkan keluhan pelanggan, serta memperbaiki sumbersumber masalahnya.
7 Memasukkan keunggulan pelayanan dan recovery sebagai bagian
dari strategi bisnis perusahaan.
8 Komitmen manajemen puncak terhadap dua hal utama, yaitu
melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal dan
mengembangkan program service recovery yang efektif.
Ketidakpuasan bisa semakin besar apabila pelanggan yang mengeluh
merasa keluhannya tidak diselesaikan dengan cepat dan tepat. Kondisi ini
dapat menyebabkan mereka berprasangka buruk dan sakit hati. Yang
terpenting bagi pelanggan adalah bahwa pihak perusahaan harus
menunjukkan rasa perhatian, keprihatinan, dan penyesalannya terhadap
kecewanya pelanggan dan berusaha memperbaiki situasi. Oleh karena itu,
para karyawan perusahaan perlu dilatih dan diberi wewenang untuk
mengambil keputusan dalam rangka menangani situasi-situasi seperti itu.
Disamping itu, keterlibatan manajemen puncak dalam menangani keluhan
pelanggan juga memberikan dampak positif. Hal ini dikarenakan pelanggan
lebih suka berurusan dengan orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk
mengambil keputusan dan tindakan untuk memecahkan masalah mereka.
Selain itu pelanggan juga akan merasa bahwa perusahaan menaruh perhatian
besar pada setiap masalah pelanggannya, dan selalu berusaha memperbaiki
kekurangan perusahaan.
Masalah lain yang menyangkut layanan purna jual adalah soal garansi
dalam jangka waktu tertentu yang diberikan produsen/penyalur produk
(penjual) atau kreditor kepada konsumennya. Demikian pula dengan
tanggung jawab produsen/penyalur produk (penjual) atau kreditor dalam
memenuhi hak konsumen, terutama hak untuk memperoleh barang/jasa
yang sesuai dengan nilai tukar yang diberikan. Konsumen tidak boleh ditipu
memperoleh barang kualitas tertentu, padahal kenyataannya tidak demikian.
Tampak masalah layanan purna jual adalah masalah perlindungan
konsumen yang tidak dapat dipisahkan dengan tahapan-tahapan transaksi
konsumen lainnya, penyalur produk (penjual) atau kreditorlah yang
bertanggung jawab.
2.6
Proses Pemulihan Jasa Dalam Layanan Purna Jual
Pemulihan terhadap kegagalan jasa dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk. Oleh sebab itu, perusahaan jasa harus merancang dan menerapkan
secara efektif berbagai strategi pemulihan jasa, seperti jaminan jasa tanpa
syarat, pemberdayaan karyawan, penyelesaian kegagalan jasa secara cepat.
Taktik-taktik pemulihan jasa spesifik sangat variatif, misalnnya
berupa permohonan maaf, kompensasi, pengembalian uang, penjelasan atas
penyebab kegagalan jasa, pengerjaan ulang jasa yang diberikan dan lain
sebagainya.
Bowen dan Johnston yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dalam
bukunya yang berjudul “Pemasaran Jasa” (2014 : 481), terdapat empat
aktivitas yang diperlukan dalam rangka memulihkan layanan pelanggan,
yaitu :
1. Respon
Respon merupakan pengakuan bahwa telah terjadi masalah atau
kegagalan jasa.
2. Informasi
Informasi merupakan penjelasan atas kegagalan yang terjadi,
mendengarkan
pandangan
pelanggan
terhadap
solusi
yang
diharapkan, menyepakati solusi, menjamin bahwa masalah yang
sama tidak akan terulang kembali, dan permohonan maaf tertulis.
3. Tindakan
Tindakan merupakan koreksi atas kegagalan atau kesalahan,
mengambil langkah-langkah perbaikan, seperti mengubah prosedur
untuk mencegah terulangnya masalah di kemudian hari, dan
melakukan tindak lanjut untuk memeriksa dampak setelah
pemulihan jasa.
4. Kompensasi
Kompensasi merupakan pengambilan uang yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan atas hasil kerja mereka.
Peranan pemulihan jasa dalam pemasaran jasa sangat krusial.
Kepuasan terhadap pemulihan jasa berkontribusi pada minat pembelian
ulang, loyalitas dan komitmen pelanggan. Dalam hal terjadi kegagalan jasa,
Berry & Parasuraman (2014 : 481), menegaskan bahwa organisasi jasa
harus berkomitmen untuk “doing the service very right the second time”.
Terdapat dua perspektif mengenai pemulihan jasa. Pertama, perspektif
berfokus pada transaksi menekankan kepuasan pelanggan pada “moment of
truth” yaitu saat konsumen berinteraksi dengan penyedia jasa. Kedua,
perspektif berfokus pada relasi menekankan bukan hanya upaya
mengkoreksi aspek-aspek spesifik dari kegagalan jasa, namun juga
memperbaiki sistem penyampaian jasa dalam rangka menghindari
terulangnya masalah yang sama di kemudian hari, meningkatkan persepsi
keseluruhan pelanggan terhadap kualitas jasa, dan menjamin relasi jangka
panjang dengan pelanggan yang loyal.
Download