BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Definisi Pemasaran Pemasaran memegang peranan penting dalam perusahaan karena bagian pemasaran berhubungan langsung dengan konsumen serta lingkungan luar perusahaan lainnya. Pemasaran berasal dari kata market. Pasar dapat diartikan sebagai tempat dimana pembeli dan penjual bertemu untuk melakukan tukar-menukar barang. Berikut ini dikemukakan definisi tentang pemasaran menurut beberapa ahli : Philip Kotler (2010:1) menyatakan pemasaran adalah proses sosial yang di dalamnya individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Warren J. Keegan (2010:2) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses yang berfokus pada sumber daya manusia dan bertujuan untuk memanfaatkan peluang-peluang pasar secara global. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu proses bisnis yang dinamis dan merupakan hasil interaksi dari berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. 2.2 Pemasaran Jasa Fandy Tjiptono dalam bukunya Pemasaran Jasa (2014 : 17) menjelaskan tentang pemasaran jasa secara sederhana, istilah service mungkin bisa diartikan sebagai “melakukan sesuatu bagi orang lain”. Akan tetapi, tidaklah mudah mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia yang pas untuk istilah terebut. Setidaknya ada tiga kata yang bisa mengacu pada istilah tersebut, yakni jasa, layanan, dan service. Sebagai jasa, service umumnya mencerminkan produk tidak berwujud fisik (intangible) atau sektor industri spesifik, seperti pendidikan, kesehatan, telekomunikasi, transportasi, asuransi, perbankan, perhotelan, konstruksi, perdagangan, rekreasi, dan seterusnya. Sebagai layanan, istilah service menyiratkan segala sesuatu yang dilakukan pihak tertentu individu maupun kelompok kepada pihak lain individu maupun kelompok. Salah satu contohnya adalah layanan pelanggan (customer service), yang mencakup aktivitas menjawab pertanyaan pelanggan, menangani komplain, memproses pesanan, menginstalasi produk, mereparasi setiap kerusakan, dan seterusnya. Sementara itu, kata service lebih mengacu konteks reparasi, misalnya service sepeda motor, service peralatan elektronik, dan seterusnya. Lingkup istilah service juga bisa dibedakan menjadi service sebagai aktivitas dan service sebagai konsep. Sebagai aktivitas, service mencakup layanan pelanggan dalam hal ini, jasa atau layanan dipandang sebagai fungsi tambahan yang melengkapi produk fisik maupun non-fisik, service based activities seperti perbankan, salon kecantikan, jasa kesejahteraan, akuntansi, dan seterusnya, dan added value activitieslayanan dijadikan keunggulan kompetitif, seperti keramahan dan kesigapan pramugari dalam melayani para penumpang, fasilitas hotline service untuk menginstalasi program perangkat lunak yang disediakan oleh gerai ritel komputer, dan seterusnya. Sebagai konsep, service bisa berupa organisasi, struktur organisasi bisnis maupun nirlaba yang berkecimpung dalam sektor jasa, seperti perusahaan asuransi, restoran, rumah sakit, universitas, dan bank, produk inti output atau keluaran komersial dari sebuah organisasi jasa, seperti rekening bank, polis asuransi, atau paket liburan, perluasan produk atau product augmentation, setiap aktivitas tambahan yang dirancang untuk memfasilitasi penyampaian produk inti, contohnya welcome drink di hotel atau kafe, product supportsetiap aktivitas berorientasi pada product atau pelanggan yang berlangsung setelah produk inti disampaikan kepada pelanggan, seperti aktivitas pemantauan, reparasi dan up-dating, dan tindakan mode perilaku, seperti memberi saran dan membantu pelanggan. Seperti tergambar dalam tabel di bawah ini : Tabel 2.3 Lingkup Service Service sebagai aktivitas Service sebagai konsep Layanan pelanggan Organisasi jasa Service based activities Produk inti (care product) Added value activities Augmented product Product support Tindakan (act) Sumber : Gilmore (2003) “Pemasaran Jasa” Fandy Tjiptono. 2.2.1 Definisi Jasa Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata “jasa” itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan pribadi (personal service) sampai sebagai suatu produk barang/jasa. Sejauh ini, banyak pakar pemasaran jasa yang telah berusaha mendefinisikan pengertian jasa. Berikut adalah beberapa definisi menurut para pakar pemasaran jasa, diantaranya : Fandy Tjiptono (2014:26), mengemukakan jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Definisi Jasa menurut Lehtinen (1983) yang dikutip dari buku karangan Rambat Lupiyoadi Manajemen Pemasaran Jasa (2013:6) definisi jasa adalah “A service is an activity or a series of activities which take place in interactions with a contact person or physical machine and which provides consumer satisfaction” “Layanan adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berlangsung dalam interaksi dengan orang atau mesin fisik dan yang menyediakan kepuasan konsumen” Jadi, jasa pada dasarnya merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang umumnya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan dan pemecahan atas masalah yang dihadapi oleh konsumen. Sementara itu, perusahaan yang memberikan operasi jasa adalah mereka yang memberikan konsumen produk jasa, baik yang berwujud maupun tak berwujud, seperti hiburan, transportasi, restoran, dan pendidikan. Dari berbagai definisi tersebut, terlihat bahwa didalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihakpihak yang terlibat tidak selalu menyadari. Jasa juga bukan merupakan barang, melainkan suatu proses atau aktivitas dimana berbagai kegiatan tersebut tidak berwujud. 2.2.2 Tipe-Tipe Kegagalan Jasa Kegagalan jasa menurut Fandy Tjiptono (2014:476), merupakan gangguan, keterlambatan atau kemacetan dalam penyampaian jasa. Respon karyawan terhadap kegagalan jasa berhubungan langsung dengan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Sekalipun organisasi jasa telah berusaha melakukan yang terbaik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan customernya. Fandy Tjiptono (2014:477), menyatakan terdapat tiga kategori dalam kegagalan jasa, yaitu : 1. Respon karyawan terhadap kegagalan sistem penyampaian jasa Tipe ini merupakan kegagalan dalam penawaran jasa inti perusahaan. Secara garis besar, kegagalan sistem penyampaian jasa terdiri atas respon karyawan terhadap tiga tipe kegagalan jasa : Ketidaktersediaan jasa (unavailable service), berkenaan dengan tidak adanya layanan tertentu yang biasanya tersedia. Layanan yang lambatnya keterlaluan (unreasonably slow service), yaitu layanan atau karyawan yang dipersepsikan pelanggan sangat lambat dalam menjalankan fungsi atau tugasnya. Kegagalan jasa inti lainnya (other core service failures), mencerminkan berbagai jasa inti yang ditawarkan oleh industri yang berbeda-beda. 2. Respon karyawan terhadap kebutuhan individual dan permintaan spesial pelanggan Kebutuhan pelanggan bisa implisit maupun eksplisit. Kebutuhan implisit adalah kebutuhan pelanggan yang tidak diminta secara khusus, namun sepatutnya diketahui dengan jelas oleh penyedia jasa. Sebaliknya, kebutuhan eksplisit adalah kebutuhan pelanggan yang memang jelas diinginkan. Secara garis besar, kebutuhan dan permintaan pelanggan mencakup respon karyawan terhadap empat tipe kemungkinan kegagalan jasa : Kebutuhan spesial, yaitu permintaan yang didasarkan pada pertimbangan medis, religious, diet, psikologis, bahasa atau sosiologis khusus pelanggan. Respon karyawan terhadap preferensi pelanggan, menyangkut kemampuan karyawan memodifikasi sistem penyampaian jasa sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi preferensi khusus pelanggan yang bukan disebabkan masalah medis, religius, diet, psikologis, bahasa, maupun sosiologis mereka. Contoh tipikal preferensi pelanggan restoran adalah permintaan mereka agar hidangannya ditukar atau diganti. Respon karyawan terhadap kesalahan pelanggan (customer eror), meliputi skenario dimana kegagalan jasa disebabkan kesalahan pelanggan yang diakui/diterima. Respon karyawan terhadap disruptive otherspelanggan atau pihak-pihak tertentu yang mengganggu pengalaman jasa pelanggan lainnya, berkenaan dengan kemampuan karyawan dalam menenangkan situasi atau menyelesaikan perselisihan antar pelanggan. 3. Tindakan karyawan yang tidak cepat dan tidak diharapkan Tipe ini menyangkut kejadian dan perilaku karyawan yang baik maupun yang jelek yang sama sekali tidak diharapkan pelanggan. Kategori ini terdiri atas lima macam : Tingkat perhatian (level of attention), menyangkut sejauh mana tingkat respect karyawan pada pelanggan. Salah satu cara mewujudkan tingkat perhatian positif adalah upaya karyawan “memanjakan” pelanggan dan mengantisipasi kebutuhan mereka. Sedangkan tingkat perhatian negatif berkenaan dengan sikap karyawan yang acuh tak acuh atau mengabaikan pelanggan. Tindakan luar biasa (unusual actions), mencerminkan kejadian positif dan negatif, dimana karyawan merespon dengan tindakan yang di luar kebiasaan. Norma kultural, mengacu pada tindakan-tindakan karyawan jasa yang secara positif memperkuat norma kultural seperti hak, keadilan dan kejujuran, serta melanggar norma sosial masyarakat. Gestalt, yaitu evaluasi pelanggan yang dibuat secara holistik dan tidak merinci atau menspesifikasi kejadian individual yang dianggap gagal atau bermasalah. Adverse conditions, meliputi tindakan positif dan negatif karyawan dalam kondisi penuh tekanan (stressful). Tabel 2.4 Sumber Penyebab Kegagalan Jasa No. 1. Kategori Layanan Deskripsi Contoh Layanan yang tidak tersedia : Produk keliru Masakan terlalu dingin, gosong atau masih Harga Keliru mentah Harus membayar lebih mahal dari seharusnya Layanan yang terlalu lambat : Menunggu terlalu lama 2. Penyedia Tindakan Jasa karyawan dan Terlalu lama menunggu pesanan masakan perilaku a. Tutur bahasa yang tidak sopan dan sikap yang tidak kasar sepatutnya 3. Hal-hal Faktor lingkungan non b. Cuaca buruk diluar manusia kendali Perilaku organisasi lain c. Jaringan listrik padam Perilaku pelanggan yang tidak d. Kecelakaan penyedia jasa 4. Pelanggan bisa dihindari Perilaku pelanggan yang bisa e. Pelanggan yang datang terlambat dihindari Perilaku pelanggan lain f. Merokok Sumber: dikutip dari buku Fandy Tjiptono (2014) “Pemasaran Jasa” adaptasi dari McCollKenedy (2003). 2.3 Layanan purna Jual 2.3.1 Definisi Layanan Purna Jual Pada dasarnya layanan purna jual (after sales service) adalah service tambahan yang diberikan oleh perusahaan setelah terjadinya transaksi jual beli. Layanan purna jual muncul dalam bentuk yang beragam dan merupakan kepentingan konsumen yang sangat vital. Layanan purna jual diperlukan untuk menjaga citra baik produk, merek dagang dan produsen atau pedagang di mata pembeli. Dengan citra baik itu, diharapkan pembeli bersedia membeli lagi produk dan menganjurkan keluarga, kawan atau relasi mereka ikut membeli barang atau jasa yang bersangkutan. Oleh karena layanan purna jual berfungsi menjaga citra produk, merek dagang dan perusahaan, hendaknnya kegiatan pemasaran ini direncanakan, dilaksanakan dan dimonitor dengan baik. Menurut beberapa ahli layanan purna jual didefinisikan sebagai : Siswanto Sutojo (2010 : 152), menyatakan layanan purna jual adalah berbagai macam layanan yang disediakan produsen atau pedagang setelah produk dibeli oleh pembeli. Sebagian layanan purna jual diberikan secara cuma-cuma dalam batas waktu atau batas penggunaan produk tertentu misalnya batas kilometer penggunaan kendaraan bermotor, sebagian lagi harus dibayar pembeli dengan harga yang wajar. Merupakan satu kesalahan besar bagi perusahaan-perusahaan yang secara tidak sengaja telah menurunkan citra produk, merek dagang dan perusahaan mereka hanya karena tidak mampu atau tidak mau memberikan layanan purna jual secara professional. Basu Swastha (2012:124), layanan purna jual adalah layanan yang diberikan oleh penjual setelah terjadi penjualan yang dapat berupa pemberian garansi, jasa reparasi, latihan tenaga profesional dan cara penggunannya serta jasa pengantaran barang ke rumah. Layanan purna jual merupakan tahap terakhir, dimana penjual harus berusaha mengatasi berbagai macam keluhan atau tanggapan yang kurang baik dari pembeli. Pelayanan lain yang juga perlu diberikan sesudah penjualan adalah memberikan jaminan kepada pembeli bahwa keputusan yang diambilnya tepat, barang yang dibelinya betul-betul bermanfaat dan hasil kerja produk tersebut memuaskan. Celina Tri Siwi Kristiyanti (2014:149), layanan purna jual sebenarnya meliputi permasalahan yang lebih luas, dan terutama mencakup masalah kepastian atas : 1. Ganti rugi jika barang/jasa yang diberikan tidak sesuai dengan perjanjian semula. 2. Barang yang digunakan, jika mengalami kerusakan tertentu, dapat diperbaiki secara cuma-cuma selama jangka waktu garansi. 3. Suku cadang selalu tersedia dalam jumlah cukup dan tersebar luas dalam jangka waktu yang relatif lama setelah transaksi konsumen dilakukan. Layanan purna jual merupakan strategi panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumberdaya manusua. Ketiga masalah diatas merupakan implementasi dari pasal 25 UUPK, yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang dan pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu tahun, wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. Pelaku usaha tersebut wajib bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen jika pelaku usaha itu tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan /atau fasilitas perbaikan, dan jika pelaku usaha tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan garansi yang diperjanjikan. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa layanan purna jual adalah layanan yang diberikan oleh penjual setelah terjadi penjualan yang mencakup garansi, jasa reparasi, penanganan atas kerusakan barang, pelatihan tenaga profesional serta jasa penghantaran barang kerumah yang bertujuan untuk memenuhi kepuasan pelanggan. 2.4 Pelaksanaan Layanan Purna Jual 2.4.1 Garansi Garansi bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi konsumen garansi merupakan jaminan terhadap keandalan produk yang dibelinya. Pemberian garansi akan melindungi konsumen dari produk-produk yang performansinya tidak sesuai dengan performansi yang dijanjikan oleh produsen. Sedangkan bagi produsen, garansi memberikan batasan terhadap klaim, sehingga dapat melindunginya dari klaim konsumen yang tidak valid. Berikut ini adalah definisi garansi menurut beberapa ahli: Fandy Tjiptono (2010:163) menyatakan, garansi atau jaminan istimewa dirancang untuk meringankan kerugian pelanggan, dalam hal pelanggan tidak puas dengan suatu produk atau jasa yang telah dibayarnya. Garansi ini menjanjikan kualitas primadan kepuasan pelanggan. Fungsi utama garansi adalah untuk mengurangi risiko kerugian pelanggan, sebelum dan sesudah pembelian jasa, sekaligus memaksa perusahaan bersangkutan untuk memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas pelanggan. Christina Widya Utami (2010 : 331), mendefinisikan garansi sebagai: a. Garansi/jaminan memaksa perusahaan untuk berfokus pada apa yang diinginkan dan diharapkan oleh pelanggan mereka dalam masing-masing elemen layanan itu. b. Garansi/jaminan menetapkan standar yang jelas, yang memberitahu pelanggan dan karyawan tentang untuk apa perusahaan itu berdiri. Pengkompensasian pelanggan atas layanan yang buruk menyebabkan manajer-manajer menganggap serius garansi itu, karena mereka menyoroti biaya financial dari kegagalan kualitas. c. Garansi memerlukan pengembangan sistem untuk menciptakan umpan balik pelanggan yang berarti dan untuk bertindak terhadapnya. d. Garansi memaksa organisasi untuk memahami mengapa mereka gagal dan mendorong mereka untuk mengidentifikasi dan mengatasi poin-poin gagal potensial. e. Garansi membangun “otot pemasaran” dengan mengurangi resiko keputusan pembelian dan membangun loyalitas jangka panjang. Fandy Tjiptono (2014:490), menyatakan terdapat beberapa manfaat garansi jasa bagi perusahaan yang lebih spesifik, meliputi : Garansi yang bagus mendorong perusahaan untuk berfokus pada para pelanggannya. Garansi yang efektif memberikan standar yang jelas bagi organisasi. Garansi yang baik mendorong umpan balik yang segera dan relevan dari pelanggan. Bila garansi diminta, maka ada peluang instan untuk melakukan perbaikan, sehingga kepuasan dan loyalitas pelanggan bisa tetap dipertahankan. Informasi yang didapatkan melalui garansi bisa dilacak dan diintegrasikan dalam upaya-upaya penyempurnaan kualitas berkesinambungan. Berbagai riset tentang dampak garansi jasa menunjukkan bahwa moral dan loyalitas karyawan dapat ditingkatkan melalui penyediaan garansi. Bagi pelanggan, garansi mengurangi persepsi negatif mereka terhadap berbagai tipe resiko jasa dan sebaliknya meningkatkan evaluasi positif terhadap jasa perusahaan sebelum pembelian. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian garansi akan membuat konsumen merasa puas, karena garansi merupakan jaminan dengan standar yang tetap yang akan mengurangi resiko kerugian bagi konsumen dan membangun loyalitas jangka panjang. 2.4.2 Penanganan Keluhan Pelanggan Mudie dan Cottam (2010:164), menjelaskan tentang penanganan keluhan pelanggan yaitu penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas atau bahkan pelanggan “abadi”. Manfaat lainnya adalah sebagai berikut : a. Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungannya dengan pelanggan yang kecewa. b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif. c. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanannya saat ini. d. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya. e. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas lebih baik. Schnaars (2010:166), menyatakan terdapat empat aspek penting dalam penanganan keluhan, yaitu sebagai berikut : 1. Empati terhadap pelanggan yang marah Dalam menghadapi pelanggan yang emosi atau marah, perusahaan perlu bersikap empati, karena bila tidak maka situasi akan bertambah runyam. Untuk itu perlu diluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan mereka dan berusaha memahami situasi yang dirasakan oleh pelanggan tersebut. Dengan demikian, permasalahan yang dihadapi dapat menjadi jelas sehingga pemecahan yang optimal dapat diupayakan bersama. 2. Kecepatan dalam penanganan keluhan Kecepatan merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan keluhan. Apabila keluhan pelanggan tidak segera ditanggapi, maka rasa tidak puas terhadap perusahaan akan menjadi permanen dan tidak dapat diubah lagi. Sedangkan apabila keluhan dapat ditangani dengan cepat, maka ada kemungkinan pelanggan tersebut menjadi puas. Apabila pelanggan puas dengan cara penanganan keluhannya, maka besar kemungkinannya perusahaan kembali. Hasil Research (dalam Programs mereka penelitian Naumann menjadi pelanggan Technical Assistance dan Giel, 1995) menunjukkan bahwa : a. 70-90% pelanggan yang menyampaikan keluhannya akan melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang sama apabila mereka puas dengan cara penanganan keluhannya. b. 20-70% pelanggan yang tidak puas dengan cara penanganan keluhannya yang akan melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang sama. c. Hanya 10-30% pelanggan yang memiliki masalah tetapi tidak menyampaikan keluhan atau meminta bantuan akan melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang sama. 3. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan/keluhan Perusahaan harus memperhatikan aspek kewajaran dalam hal biaya dan kinerja jangka panjang. Hasil yang diharapkan tentunya adalah situasi “win-win” realistis, fair, dan proporsional, dimana pelanggan dan perusahaan jasa sama-sama diuntungkan. 4. Kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan Hal ini sangat penting bagi pelanggan untuk menyampaikan komentar, saran, kritik, pertanyaan, dan keluhannya. Disini sangat dibutuhkan adanya metode yang mudah dan relatif tidak mahal, dimana pelanggan dapat menyampaikan keluh kesahnya. Bila perlu dan memungkinkan, suatu perusahaan menyediakan jalur atau saluran telepon khusus (hot line service) untuk menampung keluhan pelanggan atau memanfaatkan E-mail di jaringan Internet dengan membuka site atau homepage di World Wide Web. 2.4.3 Tanggung Jawab Produk Celina Tri Siwi Kristiyanti (2014:149), menjelaskan tentang tanggung jawab produk, yaitu bagian dari transaksi konsumen, meliputi tahapan ketiga pasca transaksi konsumen. Membatasi tanggung jawab produk hanya pada pergantian atas produk yang cacat berarti tidak memberi banyak kemajuan bagi perlindungan konsumen. Sudah menjadi kewajiban produsen untuk menjamin barang yang dijualnya itu bebas dari cacat tersembunyi. Jaminan ini merupakan perikatan yang otomatis dibebankan kepada produsen/penyalur produk (penjual) atau kreditor. Pelaku usaha wajib mengganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian yang diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang dan /atau jasa. Ganti rugi itu bersifat serta-merta, dan diberi jangka waktu tujuh hari setelah tanggal transaksi. 2.5 Strategi Dalam Layanan Purna Jual Layanan purna jual memiliki beberapa strategi yang berupaya mewujudkan kepuasan pelanggan. Namun demikian, upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Fandy Tjiptono (2010:161), terdapat beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan dalam pelayanan purna jual, diantaranya : 1. Relationship Marketing Dalam Strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business). Salah satu faktor yang dibutuhkan untuk mengembangkan relationship marketing adalah dibentuknya customer database, yaitu daftar nama pelanggan yang perlu dibina hubungan jangka panjang. Database itu tidak sekedar berisi nama pelanggan, tetapi juga mencakup hal-hal penting lainnya, misalnya frekuensi dan jumlah pembelian, preferensi, dan lain sebagainya. Dengan tersedianya informasi seperti itu, maka diharapkan perusahaan dapat memuaskan para pelanggannya secara lebih baik, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan sehingga terjadi pembelian ulang. 2. Strategi Superior Customer Service Perusahaan yang menerapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul dari pada para pesaingnya. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumberdaya manusia, dan usaha yang gigih. Meskipun demikian, melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya. Akan ada kelompok konsumen yang tidak berkeberatan dengan harga mahal tersebut. Selain itu perusahaan dengan pelayanan superior akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang lebih besar dari pada pesaingnya yang memberikan pelayanan inferior. 3. Strategi Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, perusahaan jasa dapat mengembangkan augmented service terhadap core service-nya, misalnya dengan merancang garansi tertentu atau dengan memberikan pelayanan purna jual yang baik. Pelayanan purna jual harus pula menyediakan media yang efisien dan efektif untuk menangani keluhan. Meskipun hanya membiarkan konsumen melepaskan emosinya, itu sudah cukup baik. Minimal persepsi terhadap kepuasan dan kewajaran akan meningkat jika perusahaan mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf, serta memberikan semacam ganti rugi yang berharga bagi konsumen. Garansi ini diberikan dalam dua bentuk yang disesuaikan dengan jenis pelanggan, yaitu : Garansi Internal Garansi internal merupakan jaminan atau janji yang diberikan suatu departemen atau divisi kepada pelanggan internalnya, yakni pemprosesan lebih lanjut dan setiap orang yang memanfaatkan hasil/jasa departemen tersebut. Garansi ini dilandaskan pada komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik, tepat waktu, akurat, jujur, dan sunguh-sungguh. Garansi Eksternal Garansi eksternal merupakan jaminan yang dibuat oleh perusahaan kepada para pelanggan eksternalnya, yakni orang yang membeli dan menggunakan jasa perusahaan. Garansi ini menyangkut service yang unggul dan berkualitas tinggi. 4. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan Meliputi berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan seperti melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship, dan public relations kepada setiap jajaran manajemen dan karyawan, membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, sehingga diharapkan wawasan dan pengalaman karyawan semakin besar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuannya dalam melayani pelanggan dan memberdayakan (empowerment) karyawannya sehingga mereka dapat mengambil keputusan tertentu yang berkaitan dengan tugasnya. 2.5.1 Hambatan Pelayanan Purna Jual Fandy Tjiptono (2010:159), menyatakan bahwa dalam pelayanan purna jual pelanggan yang tidak puas atau kecewa merupakan suatu hambatan untuk dapat bersaing dan merebut pelanggan suatu perusahaan. Hambatan-hambatan tersebut disebabkan oleh : 1. Faktor Internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, misalnya karyawan yang kasar, kesalahan pencatatan transaksi dan lain-lain. 2. Faktor Eksternal yang diluar kendali perusahaan, seperti gangguan cuaca, gangguan pada infrastruktur umum, aktivitas kriminal, dan masalah pribadi pelanggan. Pelanggan mengeluh karena ketidakpuasannya terhadap harapan yang tidak terpenuhi. Dengan demikian semakin tinggi harapan pra-pembelian seorang pelanggan, maka semakin besar kemungkinan mereka tidak puas terhadap jasa yang dikonsumsinya. Menganalisis pelanggan yang tidak puas, merancang sistem penanganan keluhan yang efisien, dan syarat-syarat jaminan (garansi) yang baik merupakan strategi yang cukup efektif untuk membangun kepuasan pelanggan. Fandy Tjiptono (2010:154), menyatakan bahwa terdapat beberapa tindakan yang bisa dilakukan pelanggan jika mereka tidak puas dalam layanan purna jual, yaitu : 1 Tidak melakukan apa-apa Pelanggan yang tidak puas dalam pelayanan purna jual tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau menggunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi. 2. Melakukan komplain Ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu : a. Derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan Hal ini menyangkut derajat pentingnya jasa yang dikonsumsi dan harganya bagi konsumen, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi jasa, serta social visibility. Apabila derajat kepentingan, biaya, dan waktu yang dibutuhkan dalam mengkonsumsi jasa relatif tinggi, maka kuat kecenderungannya bahwa pelanggan akan melakukan komplain. b. Tingkat ketidakpuasan pelanggan Semakin tidak puas seorang pelanggan, maka semakin besar kemungkinannya mereka melakukan komplain. c. Manfaat yang diperoleh Apabila manfaat yang diperoleh dari penyampaian komplain besar, maka semakin besar pula kemungkinan pelanggan akan melakukan komplain. Manfaat yang bisa diperoleh terdiri atas empat jenis, yaitu : Manfaat emosional, yakni kesempatan untuk menuntut hak, menumpahkan kekesalan dan kemarahan, serta menerima permintaan maaf. Manfaat fungsional, yakni pengembalian uang, penggantian jasa yang dibeli, dan reparasi. Manfaat bagi orang lain, yakni membantu pelanggan lain agar terhindar dari ketidak puasan akibat pelayanan yang buruk. Penyempurnaan produk, yaitu perusahaan jasa kemungkinan akan meningkatkan atau memperbaiki penawarannya. d. Pengetahuan dan pengalaman Hal ini meliputi jumlah pembelian (pemakian jasa) sebelumnya, pemahaman akan jasa. Persepsi terhadap kemampuan sebagai konsumen, dan pengalaman komplain sebelumnya. e. Sikap pelanggan terhadap keluhan Pelanggan yang bersikap positif terhadap penyampaian keluhan biasanya sering menyampaikan keluhannya karena yakin akan manfaat positif yang akan diterimanya. f. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi Faktor ini mencakup waktu yang dibutuhkan, gangguan terhadap aktivitas rutin yang dijalankan, dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan komplain. Apabila tingkat kesulitannya tinggi, maka pelanggan cenderung tidak akan melakukan komplain. g. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain Bila pelanggan merasa bahwa peluang keberhasilannya dalam melakukan komplain sangat kecil, maka ia cenderung tidak akan melakukannya. Hal sebaliknya terjadi apabila dirasakan peluang besar. 2.5.2 Solusi Pelayanan Purna Jual Fandy Tjiptono (2010:159), untuk dapat menyelesaikan hambatan dalam pelayanan purna jual secara umum dapat diwujudkan dengan tiga cara pokok, yaitu : 1. Memperlakukan para pelanggan yang tidak puas dengan sedemikian rupa sehingga bisa mempertahankan loyalitas mereka. 2. Penyedia jasa memberikan jaminan yang luas dan tidak terbatas pada ganti rugi yang dijanjikan saja. 3. Penyedia jasa memenuhi atau melebihi harapan para pelanggan yang mengeluh dengan cara menangani keluhan mereka. Berdasarkan hasil beberapa observasi terhadap perusahaan-perusahaan jasa yang unggul, Heskett, Sasser dan Hart (2010:159) merangkum hal-hal yang banyak diterapkan untuk menangani solusi dalam pelayanan purna jual, yaitu : 1 Melakukan aktivitas rekrutment, penempatan, pelatihan, dan promosi yang mengarah pada keunggulan service recovery secara keseluruhan. 2 Secara aktif mengumpulkan atau menampung keluhan pelanggan yang dipandang sebagai peluang pemasaran dan penyempurnaan proses. 3 Mengukur biaya primer dan sekunder dari pelanggan yang tidak puas, lalu melakukan penyesuaian investasi terhadap tingkat biaya tersebut. 4 Memberdayakan karyawan lini depan untuk mengambil tindakan tepat dalam rangka service recovery. 5 Mengembangkan jalur komunikasi yang singkat antara pelanggan dan manajer. 6 Memberikan penghargaan kepada setiap karyawan yang menerima dan memecahkan keluhan pelanggan, serta memperbaiki sumbersumber masalahnya. 7 Memasukkan keunggulan pelayanan dan recovery sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan. 8 Komitmen manajemen puncak terhadap dua hal utama, yaitu melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal dan mengembangkan program service recovery yang efektif. Ketidakpuasan bisa semakin besar apabila pelanggan yang mengeluh merasa keluhannya tidak diselesaikan dengan cepat dan tepat. Kondisi ini dapat menyebabkan mereka berprasangka buruk dan sakit hati. Yang terpenting bagi pelanggan adalah bahwa pihak perusahaan harus menunjukkan rasa perhatian, keprihatinan, dan penyesalannya terhadap kecewanya pelanggan dan berusaha memperbaiki situasi. Oleh karena itu, para karyawan perusahaan perlu dilatih dan diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menangani situasi-situasi seperti itu. Disamping itu, keterlibatan manajemen puncak dalam menangani keluhan pelanggan juga memberikan dampak positif. Hal ini dikarenakan pelanggan lebih suka berurusan dengan orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan dan tindakan untuk memecahkan masalah mereka. Selain itu pelanggan juga akan merasa bahwa perusahaan menaruh perhatian besar pada setiap masalah pelanggannya, dan selalu berusaha memperbaiki kekurangan perusahaan. Masalah lain yang menyangkut layanan purna jual adalah soal garansi dalam jangka waktu tertentu yang diberikan produsen/penyalur produk (penjual) atau kreditor kepada konsumennya. Demikian pula dengan tanggung jawab produsen/penyalur produk (penjual) atau kreditor dalam memenuhi hak konsumen, terutama hak untuk memperoleh barang/jasa yang sesuai dengan nilai tukar yang diberikan. Konsumen tidak boleh ditipu memperoleh barang kualitas tertentu, padahal kenyataannya tidak demikian. Tampak masalah layanan purna jual adalah masalah perlindungan konsumen yang tidak dapat dipisahkan dengan tahapan-tahapan transaksi konsumen lainnya, penyalur produk (penjual) atau kreditorlah yang bertanggung jawab. 2.6 Proses Pemulihan Jasa Dalam Layanan Purna Jual Pemulihan terhadap kegagalan jasa dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Oleh sebab itu, perusahaan jasa harus merancang dan menerapkan secara efektif berbagai strategi pemulihan jasa, seperti jaminan jasa tanpa syarat, pemberdayaan karyawan, penyelesaian kegagalan jasa secara cepat. Taktik-taktik pemulihan jasa spesifik sangat variatif, misalnnya berupa permohonan maaf, kompensasi, pengembalian uang, penjelasan atas penyebab kegagalan jasa, pengerjaan ulang jasa yang diberikan dan lain sebagainya. Bowen dan Johnston yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dalam bukunya yang berjudul “Pemasaran Jasa” (2014 : 481), terdapat empat aktivitas yang diperlukan dalam rangka memulihkan layanan pelanggan, yaitu : 1. Respon Respon merupakan pengakuan bahwa telah terjadi masalah atau kegagalan jasa. 2. Informasi Informasi merupakan penjelasan atas kegagalan yang terjadi, mendengarkan pandangan pelanggan terhadap solusi yang diharapkan, menyepakati solusi, menjamin bahwa masalah yang sama tidak akan terulang kembali, dan permohonan maaf tertulis. 3. Tindakan Tindakan merupakan koreksi atas kegagalan atau kesalahan, mengambil langkah-langkah perbaikan, seperti mengubah prosedur untuk mencegah terulangnya masalah di kemudian hari, dan melakukan tindak lanjut untuk memeriksa dampak setelah pemulihan jasa. 4. Kompensasi Kompensasi merupakan pengambilan uang yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atas hasil kerja mereka. Peranan pemulihan jasa dalam pemasaran jasa sangat krusial. Kepuasan terhadap pemulihan jasa berkontribusi pada minat pembelian ulang, loyalitas dan komitmen pelanggan. Dalam hal terjadi kegagalan jasa, Berry & Parasuraman (2014 : 481), menegaskan bahwa organisasi jasa harus berkomitmen untuk “doing the service very right the second time”. Terdapat dua perspektif mengenai pemulihan jasa. Pertama, perspektif berfokus pada transaksi menekankan kepuasan pelanggan pada “moment of truth” yaitu saat konsumen berinteraksi dengan penyedia jasa. Kedua, perspektif berfokus pada relasi menekankan bukan hanya upaya mengkoreksi aspek-aspek spesifik dari kegagalan jasa, namun juga memperbaiki sistem penyampaian jasa dalam rangka menghindari terulangnya masalah yang sama di kemudian hari, meningkatkan persepsi keseluruhan pelanggan terhadap kualitas jasa, dan menjamin relasi jangka panjang dengan pelanggan yang loyal.