Templat tugas akhir S1

advertisement
ANALISIS HIDROLOGI DAN EVALUASI DAS
MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI SUB DAS CIAWITALI
SUBANG JAWA BARAT
FARIS RANGGAWARDANA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hidrologi dan
Evaluasi DAS Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Ciawitali Subang Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Faris Ranggawardana
NIM E14110087
ABSTRAK
FARIS RANGGAWARDANA. Analisis Hidrologi dan Evaluasi DAS
Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat. Dibimbing
oleh NANA MULYANA ARIFJAYA.
Kabupaten Subang memiliki sebaran lanskap yang beragam. Perubahan
kondisi lanskap dan tata guna lahan mempengaruhi kondisi lingkungan, termasuk
kondisi neraca air. SWAT berperan sebagai model untuk menduga dampak
penggunaan lahan terhadap neraca air. Model SWAT dapat digunakan untuk
menduga kondisi neraca air. Perbandingan antara data debit observasi dan debit
simulasi menghasilkan nilai R2 dan NSE sebesar 0.77 dan 0.54 untuk periode
kalibrasi serta 0.66 dan 0.58 untuk periode validasi. Dengan curah hujan sebesar
3 098.7 mm/tahun, keluaran neraca air Sub DAS Ciawitali berupa limpasan
permukaan sebanyak 49.2 %, evapotranspirasi aktual sebanyak 24 %, perkolasi
sebanyak 23 %, dan aliran lateral sebanyak 3.7 %. Kegiatan Gerakan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (GERHAN) terbukti efektif menurunkan persentase limpasan
permukaan dan mampu meningkatkan persentase perkolasi dalam selang 5 - 7 %.
Data neraca air seperti debit dan limpasan permukaan dapat digunakan sebagai
bahan indikator monitoring dan evaluasi DAS. Hasil monitoring dan evaluasi DAS
menunjukan bahwa koefisien rezim aliran Sub DAS Ciawitali berada pada kondisi
baik saat musim hujan dan koefisien limpasan permukaan berada pada kondisi baik
saat musim kemarau. Debit jenis dan nisbah antar sedimen berada pada kondisi baik
sepanjang tahun, sedangkan coefficient of variance berada pada kondisi buruk
sepanjang tahun.
Kata kunci: Evaluasi DAS, GERHAN, neraca air, Sub DAS Ciawitali, SWAT
ABSTRACT
FARIS RANGGAWARDANA. Hidrology Analysis and Watershed Evaluation
Using SWAT Model in Ciawitali Catchment Subang West Java. Supervised by
NANA MULYANA ARIFJAYA.
Subang regency has variative landscape distribution. Land use change may
impact to environmental condition, including water balance. SWAT model can be
used to predict land use impact on water balance. Through modelling approach,
SWAT can predict water balance. Correlation between observation and SWAT
simulation discharge showed value for R2 dan NSE was at 0.77 and 0.54 for
calibration period and 0.66 and 0.58 for validation period. With rainfall input
amounted to 3 098.7 mm/year, SWAT was analyzing the output of water balance
would form surface runoff at 49.2 %, actual evapotranspiration at 24 %, percolation
at 23 %, and lateral flow at 3.7 %. Land and Forest Rehabilitation Movement
(GERHAN) was proved to decrease amount of surface runoff effectively and
increase amount of percolation approximately 5 – 7 %. Water balance output data,
such as discharge and surface runoff can be used as watershed monitoring and
evaluation indicator. The result of watershed monitoring and evaluation shows that
river regime coefficient of Ciawitali catchment obtained good grade on rainy season
and surface runoff coefficient obtained good grade on dry season. Shift-discharge
and sediment delivery ratio obtained good grade throughout the year, whereas
coefficient of variance obtained poor grade throughout the year.
Key word: Ciawitali catchment, GERHAN, SWAT, watershed evaluation, water
balance
ANALISIS HIDROLOGI DAN EVALUASI DAS
MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI SUB DAS CIAWITALI
SUBANG JAWA BARAT
FARIS RANGGAWARDANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena
atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, skripsi berjudul Analisis Hidrologi
dan Evaluasi DAS Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Ciawitali Subang
Jawa Barat berhasil diselesaikan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu
bahan pertimbangan dalam kegiatan perencanaan tata ruang di lokasi penelitian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1. Kedua orang tua, Bapak Ade Durahman dan Ibu Rukmiati, serta seluruh keluarga
atas doa, kasih sayang, dan dukungan moril yang diberikan.
2. Bapak Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si. selaku dosen pembimbing atas
dedikasi dalam memberikan arahan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi.
3. Kantor BPDAS Citarum-Ciliwung beserta jajaran pegawai ( Pak Cecep, Bu Nina,
dan Pak Encun Nurdin) atas diperbolehkannya data SPAS Ciawitali digunakan
sebagai data untuk running SWAT.
4. Mas Ardiyanto, Kak Alfred, dan Kak Mawar yang telah menyempatkan diri
untuk berbagi ilmu tentang aplikasi SWAT.
5. Rekan-rekan BEM KM IPB 2015 Kabinet “Rumah Kita” yang telah memberikan
banyak ilmu dan motivasi, serta mengajarkan apa pentingnya sebuah integritas.
5. Tim KLH BEM KM IPB 2014 dan 2015 yang telah memberikan pengalaman
berharga selama proses menyelesaikan skripsi.
6. Keluarga besar MNH 48 serta Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS atas
momen berharga di Fakultas Kehutanan.
7. Tim FMSC 2013 dan 2014 serta Tim IFSA 2013 yang telah memberikan ilmu
dan pengalaman mengenai kehutanan.
8. Pihak-pihak lain yang membantu dalam menyelesaikan skripsi dan tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat belum sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang membangun demi
perbaikan tulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Faris Ranggawardana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR PERSAMAAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Daerah Penelitian
7
Pembentukan Hidrology Response Unit (HRU)
8
Iklim dan Debit
11
Parameterisasi
12
Kalibrasi dan Validasi
13
Analisis Hidrologi Sub DAS Ciawitali
15
Skenario Perubahan Tutupan Lahan
17
Monitoring dan Evaluasi DAS
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
DAFTAR LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Data yang digunakan dalam penelitian
Kriteria nilai R2 dan NSE
Kriteria dan indikator tata air evaluasi DAS
Sebaran tutupan lahan Sub DAS Ciawitali
Jenis tanah Sub DAS Ciawitali
Sebaran kelas lereng Sub DAS Ciawitali
Karakteristik HRU pada kelerengan curam dan sangat curam
Parameter model terbaik hasil iterasi SUFI-2
Rasio komponen keluaran neraca hidrologi terhadap curah hujan
Kondisi tata air Sub DAS Ciawitali
3
5
7
8
9
10
11
13
15
19
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Hasil delineasi Sub DAS Ciawitali
Peta tutupan lahan Sub DAS Ciawitali
Peta jenis tanah Sub DAS Ciawitali
Peta kelas lereng Sub DAS Ciawitali
Grafik curah hujan dan debit bulanan tahun 2012 – 2013
Hidrograf debit simulasi dan debit observasi pasca proses kalibrasi dan
validasi tahun 2012 dan 2013
Hasil simulasi neraca air per tahun Sub DAS Ciawitali
Respon keluaran neraca air terhadap skenario perubahan tutupan lahan
8
9
10
11
12
15
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Hasil Groundcheck kondisi tutupan lahan
Kondisi tutupan lahan pra-GERHAN
TMA harian (meter) SPAS Ciawitali Januari – Agustus 2012
TMA harian (meter) SPAS Ciawitali September 2012 – April 2013
TMA harian (meter) SPAS Ciawitali Mei – Desember 2013
Karakteristik tanah Sub DAS Ciawitali
Persamaan Debit Manning dari bentuk penampang SPAS
23
23
24
25
26
27
28
DAFTAR PERSAMAAN
1
2
3
Persamaan Rating Curve
Persamaan Koefisien Determinasi (R2)
Persamaan Koefisien Efisiensi Nash-Suctliffe
4
5
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang
memiliki sebaran lanskap yang beragam. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2002 hingga 2012 menyatakan bahwa
fungsi wilayah Kabupaten Subang terbagi ke dalam tiga kawasan. Kawasan utara
Subang berkembang sebagai kawasan pertanian, permukiman, dan perikanan.
Kawasan tengah Subang berkembang menjadi kawasan industri dan perkebunan.
Kawasan selatan Subang berkembang sebagai kawasan perkebunan, pariwisata dan
berfungsi sebagai kawasan lindung (Dewi dan Rosyidie 2008).
Sudah sejak lama kegiatan perencanaan dan pengembangan kawasan
dihadapkan pada permasalahan dan tantangan substantif seperti tata ruang dan
perencanaan infrastruktur (Surtiani dan Budiati 2015). Penggunaan lahan tanpa
landasan tata ruang akan memperluas terciptanya lahan kritis. Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Subang menyatakan bahwa pada tahun 2006, Kecamatan
Cijambe merupakan lokasi yang paling luas dan rawan terbentuk lahan kritis (Maria
et al. 2012). Faktor utama penyebab terciptanya kondisi tersebut adalah
peningkatan luas areal hutan yang dikonversi menjadi areal penggunaan lain (APL)
(Maria et al. 2012). Guna mengurangi jumlah lahan kritis, Departemen Kehutanan
menargetkan rehabilitasi 600 000 ha hutan dan lahan yang rusak di 149 DAS
seluruh Indonesia (Paranoan et al. 2012).
Salah satu bentuk kegiatan rehabilitasi lahan dengan konsep win-win solution
adalah pembangunan hutan rakyat. Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial BPDAS Citarum-Ciliwung (2009) secara statistik menghitung bahwa sekitar
3 500 ha lahan telah terealisasikan menjadi hutan rakyat. Hutan Rakyat tersebut
tersebar di seluruh Kabupaten Subang dengan sumber anggaran dari Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Penyelenggaraan GERHAN
dimaksudkan untuk membangun hutan pada lahan kritis. Terlampir juga pada
P.02/Menhut-V/2004 bahwa DAS Cipunagara, termasuk di dalamnya Sub DAS
Ciawitali, menjadi sasaran kegiatan GERHAN seluas 2 125 ha.
Kegiatan GERHAN memunculkan dinamika perubahan kondisi biofisik
lahan. Pemodelan DAS banyak digunakan dalam penelitian untuk memprediksi
pengaruh perubahan biofisik lahan terhadap kondisi hidrologis. Banyak pilihan dan
versi pemodelan yang digunakan sebagai bentuk adaptasi lokasi penelitian maupun
kebutuhan pengguna. Salah satu software pemodelan DAS yang sedang tren
pengunaanya di Indonesia adalah Soil Water Assessmen Tool (SWAT). Tujuan awal
pengembangan model SWAT adalah untuk mensimulasikan dampak pengelolaan
lahan terhadap aliran dan sedimentasi dalam suatu DAS (Ferijal 2013). SWAT
menghasilkan data neraca air sebagai basis untuk menghitung sedimentasi, kualitas
air, serta besarnya zat polutan yang terlarut dalam air. Secara umum pemakaian
model SWAT didasarkan pada kebutuhan untuk memahami kerentanan
sumberdaya air terhadap perubahan lingkungan yang terjadi (Gassman et al. 2007
dalam Ferijal et al. 2015).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi neraca hidrologi Sub
DAS Ciawitali, menduga skenario penggunaan lahan terbaik di Sub DAS Ciawitali,
dan mengevaluasi kondisi tata air Sub DAS Ciawitali.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
kondisi hidrologi serta sebaran neraca air Sub DAS Ciawitali. Hasil penelitian dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan manajemen tata ruang dan
DAS.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Proses pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan November hingga
Desember 2015. Lokasi penelitian berada di Sub DAS Ciawitali, Subang Jawa
Barat yang mana secara geografis terletak antara 107047’54.96” - 107049’36.12”
BT dan 6037’35.4” - 6039’8.17” LS. Hulu Sub DAS Ciawitali terletak di jajaran
Gunung Putri dan Gunung Pogor hingga bermuara ke lokasi Stasiun Pengamatan
Aliran Sungai (SPAS) di Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang.
Pengolahan data dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Februari 2016 di
Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS.
Bahan
Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari jenis data
spasial dan data atribut. Kualifikasi data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel
1.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi Laptop yang dilengkapi
software Microsoft Office 2013 Word, Excel, dan Acces, software Arc GIS 10.2.2
dengan extention Arc SWAT 2012, software SWAT-CUP (Calibration and
Uncertainty Program) 5.1.6.2 dengan program SUFI2 (Sequential Uncertainty
Fitting version 2), GPS, serta kamera.
3
Tabel 1 Data yang digunakan dalam penelitian
No.
Resolusi, skala, dan
deskripsi waktu
Jenis Data
1
Digital Elevation Model
(DEM)
2
Peta Batas Administrasi
Kabupaten Subang
1 : 50 000
3
Peta Jenis Tutupan
Lahan 2012-2013
1 : 25 000
4
Peta Jenis Tutupan
Lahan 2003
1 : 250 000
5
Peta Klasifikasi Tanah
1 : 250 000
6
Peta Jaringan Sungai
1 : 25 000
7
8
9
Data Tinggi Muka Air
(TMA) harian
Data Curah Hujan
Harian
Data Iklim
(Temperatur, Radiasi,
Kecepatan Angin,
Kelembaban Udara)
30 m
2008 - 2013
2008 - 2013
2008 - 2013
Sumber
SRTM
Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten
Subang
Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten
Subang
Badan Planologi
Kehutanan
Balai Penelitian Tanah
dan Agroklimat Bogor
Badan Informasi
Geospasial
BPDAS CitarumCiliwung
BPDAS CitarumCiliwung
SWAT Global Weather
Prosedur Analisis Data
Data atribut dan spasial nomor 2 - 9 pada Tabel 1 diperoleh dengan cara
mendatangi instasi yang tercantum pada kolom “Sumber”. Data nomor 1 dan 10
pada Tabel 1 bersumber dari internet. Data DEM diperoleh dengan cara mengunduh
dari website earthexplorser.usgs.gov. Data iklim diunduh dari website
globalweather.tamu.edu. Rincian kegiatan pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Delineasi DAS
Wilayah Sub DAS Ciawitali didelineasi secara otomatis menggunakan Arc
GIS dengan extension Arc SWAT. Arc SWAT menggunakan data DEM sebagai
dasar dalam menentukan cakupan DAS. Delineasi DAS dimulai dengan
menunjuk posisi SPAS sebagai titik outlet. Delineasi berlanjut dari titik outlet,
dibantu peta jarigan sungai, kemudian mengelilingi suatu wilayah mengikuti
ketinggian tempat.
4
2. Pembuatan HRU
Hidrology Response Unit (HRU) merupakan unit terkecil analisis yang
mempunyai karakteristik sama dalam tipe penutupan lahan, manajemen, dan
sifat tanah yang homogen (Mulyana 2012). HRU dibentuk dari hasil overlay peta
tutupan lahan, peta jenis tanah, dan peta kelas lereng pada menu HRU Analysis.
Dalam prosesnya, Arc SWAT memfasilitasi klasifikasi jenis tutupan lahan, jenis
tanah, dan kelas lereng berdasarkan sudut pandang pengguna. Masukan database
parameter tanah dipersiapkan pada dokumen Microsoft Acces. Klasifikasi kelas
lereng dibagi menjadi 5 macam. Kelas lereng datar mempunyai kecuraman 0 –
8 %, landai 8 – 15 %, agak curam 15 – 25 %, curam 25 – 40 %, dan sangat curam
> 40 %. Keluaran hasil overlay bisa dilihat pada sub menu HRU Analysis Report.
3. Simulasi Model SWAT
Setelah pembuatan HRU, hal yang perlu dipersiapkan adalah data iklim
harian. Input data iklim yang diperlukan model SWAT dipersiapkan dalam
format .txt. Jenis data iklim yang diperlukan adalah curah hujan (mm),
kelembaban udara (%), suhu udara maksimum dan minimum (0C), kecepatan
angin (m/s), serta radiasi surya (MJ/m2/hari). Data iklim dipersiapkan mulai
tahun 2008 – 2013. Data input lainnya mengunakan nilai default SWAT.
Pada persiapan SWAT Run, periode simulasi diatur mulai tanggal 1 Januari
2008 hingga 31 Desember 2013. Periode warming up diatur selama 4 tahun.
Target output yang hendak dianalisis adalah rch. yang berisi informasi mengenai
debit model (m3/s) dan hru. yang berisi informasi mengenai evapotranspirasi
(mmH2O), perkolasi (mmH2O), limpasan permukaan (surface run off) (mmH2O),
dan aliran lateral (lateral flow) (mmH2O) (Winchell et al. 2013).
4. Data Model dan Data Observasi
Data debit model diperoleh dari hasil running SWAT dalam dokumen
Microsoft Acces. Data debit observasi diperoleh melalui perhitungan debit
Manning dari data Tinggi Muka Air (TMA), yang mana secara rinci terdapat
pada Lampiran 7. Dari korelasi antara TMA dengan debit didapat persamaan
pendugaan debit Rating Curve dengan persamaan rumus:
Q = 44.174 h 5.2077
Q = 7.1808 h 1.5719
; h > 0.5 meter
; h ≤ 0.5 meter ...................................................... (1)
Keterangan:
Q = Debit Observasi (m3/s)
h = Tinggi Muka Air (m)
Data Tinggi Muka Air diperoleh dari dua sumber, yaitu data hasil
pengamatan pekerja lapang dan sensor AWLR (Automatic Water Level Record).
5. Evaluasi, Kalibrasi, dan Validasi Model.
Model DAS berbasis komputer dapat menghemat biaya dan waktu karena
keunggulannya dalam melakukan simulasi jangka panjang dari kegiatan
manajemen DAS. Evaluasi model berperan dalam menguji kelayakan data
keluaran model terhadap data lapang. Teknik evaluasi model dapat dilakukan
dengan perhitungan koefisien determinasi dan koefisien efisiensi Nash-Suctliffe.
Koefisien determinasi (R2) menjelaskan proporsi dari keragaman data observasi
5
yang dapat diwakili oleh model. Koefisien efisiensi Nash-Suctliffe (NSE)
menjelaskan jenjang nilai debit terukur dengan debit model (Moriasi et al. 2007).
Nilai R2 dan NSE dihitung menggunakan rumus:
2
R =
̅ sim)
∑nk=0 (Qobs - ̅
Qobs)(Qsim - Q
2
2
2
̅ obs) - ∑nk=0 (Qsim - Q
̅ sim)
∑nk=0 (Qobs - Q
NSE = 1 -
∑nk=0 (Qobs - Qsim) 2
2
̅ obs)
∑nk=0 (Qobs- Q
.................................... (2)
............................................................. (3)
Keterangan:
Qobs = Debit Observasi (m3/s)
̅ obs = Debit Observasi rata-rata (m3/s)
Q
Qsim = Debit Model (m3/s)
̅ sim = Debit Model rata-rata (m3/s)
Q
Sebelum program SWAT dapat diterima dan diaplikasikan di suatu DAS di
Indonesia, diperlukan validasi dan kalibrasi parameter-parameter yang sangat
sensitif dan sangat berpengaruh terhadap debit sungai (Mulyana 2012). Urgensi
melaksanakan kalibrasi dan validasi juga muncul apabila nilai R2 ≤ 0.50 (Santhi
et al. 2001; Van Liew 2003 dalam Moriasi et al. 2007) dan NSE ≤ 0.50 (Moriasi
et al. 2007).
Tabel 2 Kriteria nilai R2 dan NSE
Evaluasi Model
Selang Nilai
R ≤ 0.50
Koefisien Determinasi (R2)
R2 > 0.50
NSE ≤ 0.50
Efisiensi Nash Suctliffe
0.50 < NSE ≤ 0.65
(NSE)
0.65 < NSE ≤ 0.75
0.75 < NSE ≤ 1.00
2
Kriteria
Tidak Dapat Diterima
Dapat Diterima
Tidak Memuaskan
Memuaskan
Baik
Sangat Baik
Kalibrasi merupakan upaya untuk menyesuaikan komponen parameter
model pada kondisi lokal dengan tujuan mengurangi ketidakpastian, sedangkan
validasi merupakan upaya untuk menunjukan bahwa model yang dibuat layak
menurut fungsi waktu (Arnold et al. 2012). Metode kalibrasi yang digunakan
adalah Sequential Uncertainty Fitting 2 (SUFI-2) pada software SWAT
Calibration and Uncertainty Procedures (SWAT-CUP). Penggunaan SWATCUP didasarkan karena kemudahan akses dalam memperolehnya. SWAT-CUP
juga memudahkan prosedur kalibrasi dengan mengefisienkan waktu dan proses
kalibrasi, kemudian diakhiri dengan kesimpulan berupa grafik dan data
pembanding (Abbaspour et al. 2008). Keunggulan SUFI-2 adalah mampu
menyusun dan mengumpulkan macam ketidakpastian ke dalam bentuk
parameter dan membuatnya kedalam selang duga yang seminim mungkin.
Bentuk ketidakpastian dalam permodelan berupa ketidakpastian data masukan
6
(curah hujan), model konseptual (Arc SWAT), model parameter, dan data
terukur (debit yang digunakan untuk kalibrasi) (Schuol et al. 2008).
Teknis kalibrasi menggunakan SWAT-CUP dimulai dengan membuat
projek baru. Pembuatan projek baru dimulai dengan menunjuk salah satu berkas
TxtInOut hasil keluaran model Arc SWAT. Kemudian pilih versi SWAT dan
jenis processor yang digunakan dalam pemodelan sebelumnya. Lalu pada
metode kalibrasi pilih menggunakan SUFI-2. Terakhir tentukan di berkas mana
projek baru tersebut akan disimpan.
Setelah projek baru selesai terbentuk, SWAT-CUP akan menampilkan layar
Home. Perintah untuk melakukan proses kalibrasi terdapat pada Project Explorer
yang berada di pojok kiri tampilan Home. Persiapan kalibrasi hanya dilakukan
pada menu Calibration Inputs. Persiapan parameter dan jumlah simulasi
dilakukan pada sub menu Par_inf.txt dan SUFI2_swEdit.def. Kemudian data
observasi debit yang akan digunakan sebagai pembanding dipersiapkan pada
menu Observation dan sub menu Observed.txt. Lalu pada menu Extraction,
pengaturan terbagi menjadi Var_file_rch.txt dan SUFI2_extract_rch.def.
Var_file_rch.txt berisi pengaturan menenai nama berkas yang akan diekstrak dari
menu Observation. SUFI2_extract_rch.def berisi pengaturan jenis variabel yang
akan diekstrak. Variabel yang diatur berupa nomer sub basin tempat
diletakannya SPAS, periode simulasi, dan ambang waktu. Setelah pengaturan
selesai dilakukan, tutup semua jendela menu dan mulai lakukan kalibrasi
(Abbaspour 2015).
Hasil satu kali periode simulasi dinamakan iterasi. Riwayat iterasi dapat
dilihat pada menu Iteration History yang terdapat pada jendela Project Explorer
paling bawah. Hasil perhitungan R2 dan koefisien NSE dapat dilihat pada sub
menu Summary_Stat.txt. Hasil data model terkalibrasi dapat dilihat pada sub
menu Best_Sim.txt. Nomor simulasi terbaik dan nilai Fitted Value dapat dilihat
pada sub menu Best_Par.txt. Apabila ingin memperoleh hasil yang lebik baik,
dapat dilakukan iterasi kembali dengan nilai yang disarankan oleh SWAT-CUP
pada sub menu New_Pars.txt. Iterasi dengan menggunakan selang nilai
New_Pars.txt terhitung sebagai iterasi kedua dan seterusnya (Abbaspour 2015).
Teknis validasi adalah kembali mensimulasikan model Arc SWAT atau
SWAT-CUP menggunakan parameter terkalibrasi pada periode data yang
berbeda (Arnold et al. 2012).
6. Skenario Perubahan Tutupan Lahan
Skenario pertama adalah monitoring perubahan kondisi tutupan lahan
sebagai dampak dari kegiatan GERHAN. Kegiatan rehabilitasi lahan maupun
GERHAN tergolong metode Konservasi Tanah dan Air (KTA) dengan tujuan
menjaga kondisi neraca hidrologi dan fluktuasi debit dalam suatu DAS (Nawir
et al. 2008). Skenario lainnya adalah melakukan tindak KTA dengan metode
agroforestri yang umum diterapkan di daerah Subang bagian selatan.
Agroforestri dipercaya mampu meningkatkan simpanan air tanah dan
mengurangi jumlah limpasan permukaan (Maria et al. 2012).
7
7. Monitoring dan Evaluasi DAS
Monitoring dan evaluasi (monev) DAS merupakan kegiatan menghimpun
data dan informasi dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran
pengelolaan DAS lestari (Hamdan 2010). Kriteria dan indikator tata air evaluasi
DAS dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria dan indikator tata air evaluasi DAS
Indikator
Koefisien
Rezim
Aliran
(KRA)
Coefficient
of Variance
(CV)
Debit Jenis
(DJ)
Koefisien
Aliran
Permukaan
(c)
Nisbah
Hantar
Sedimen
(SDR)
Parameter
Standar Evaluasi
Bobot
Qmax (m3 /s)
Qmin (m3 /s)
KRA < 50 (baik)
KRA 50 – 120 (sedang)
KRA > 120 (buruk)
3
2
1
CV ≤ 10 % (baik)
CV > 10 % (buruk)
3
1
SD
Qrata-rata
DJ < 58 (baik)
DJ 58 – 150 (sedang)
Luas DAS (Km2 ) DJ > 150 (buruk)
Qmax (m3 /s)
Qsurf (m3 /s)
CH (mm)
-0.2
-0.02 + 0.385A
Keterangan
Qmax: Debit
maksimum
Qmin: Debit
minimum
SD: Standar
Deviasi
3
2
1
c < 0.5 (baik)
c 0.5 – 0.75(sedang)
c > 0.75 (buruk)
3
2
1
Qsurf: Debit
limpasan
CH: Curah
Hujan
SDR < 50 % (normal)
SDR 50 – 75 % (sedang)
SDR > 75 % (buruk)
3
2
1
A: Luas
DAS (Km2)
Sumber: Hamdan (2010), Junaidi (2009), dan Arsyad (2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Daerah Penelitian
Berdasarkan hasil delineasi Arc SWAT, Sub DAS Ciawitali memiliki luas
559 Ha. Sub DAS Ciawitali terletak di tiga desa dan dua kecamatan berbeda. Desa
Cikadu dan Desa Cimenteng yang berada di wilayah Kecamatan Cijambe
mendominasi wilayah Sub DAS sebanyak 72.27% dan 11.45%. Desa Cibalandong
Jaya Kecamatan Cibogo mencakup 16.28% dari luas keseluruhan Sub DAS. Hasil
delineasi Sub DAS yang berbentuk membulat sejalan dengan penelitian Sutiyono
(2006). Stasiun penakar curah hujan berlokasi ditempat yang berbeda dengan SPAS.
8
Gambar 1 Hasil delineasi Sub DAS Ciawitali
Pembentukan Hidrology Response Unit (HRU)
HRU dibentuk dari hasil overlay peta tutupan lahan, jenis tanah, dan kelas
lereng. Tutupan lahan Sub DAS Ciawitali didominasi kebun campuran, kemudian
sawah serta pemukiman. Vegetasi kebun campuran terdiri dari jenis pohon rakyat
seperti sengon, mangium, mahoni, rambutan, dan durian serta sedikit tegakan pinus.
Mengacu kepada Arnold et al. (2013), sebagai hasil adaptasi model dengan jenis
tutupan lahan di Indonesia maka kebun campuran tercatat sebagai Forest Mixed
(FRST). Pengelompokan ditinjau dari kesamaan antara mayoritas jenis tanaman
kebun campuran dengan Oak sebagai pohon daun lebar. Informasi mengenai sawah
dan pemukiman sudah tersedia dalam database Arc SWAT. Rincian luas areal
tutupan lahan beserta peta ditunjukan pada Tabel 4 dan Gambar 2.
Tabel 4 Sebaran tutupan lahan Sub DAS Ciawitali
Kode SWAT
FRST
RICE
URLD
Total
Tutupan Lahan
Kebun Campuran
Sawah
Pemukiman
Luas
Ha
437
109
13
559
Keterangan: FRST = Forest Mixed, RICE = Rice, URLD = Urban Low Density
%
78.14
19.53
2.53
100
9
Gambar 2 Peta tutupan lahan Sub DAS Ciawitali
Berdasarkan sistem klasifikasi tanah Dudal dan Soepraptoharjo tahun 1957 –
1961 yang digunakan Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, jenis tanah
yang tersebar di Sub DAS Ciawitali tergolong menjadi tanah latosol coklat dan
asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan. Latosol coklat merupakan
tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, agregat remah hingga gumpal, memiliki
kisaran warna merah, coklat, hingga kuning dengan batas horizon kabur dan solum
yang dalam. Asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan merupakan tanah
jenis peralihan antara aluvial dan latosol. Tanah aluvial merupakan tanah endapan
baru yang belum berkembang atau perkembangannya lemah, berlapis-lapis,
kandungan pasir kurang dari 60 % dengan bahan organik tersebar tidak teratur
sesuai dengan kedalamannya (Mega et al. 2010; Rachim 2009). Tanah latosol
coklat cocok digunakan untuk tanaman perkebunan dan buah-buahan. Selain cocok
ditanami tanaman perkebunan seperti tanah latosol coklat, tanah aluvial juga cocok
dibuat persawahan. Rincian luas dan persentase sebaran jenis tanah beserta peta
ditunjukan oleh Tabel 5 dan Gambar 3.
Tabel 5 Jenis tanah Sub DAS Ciawitali
Jenis Tanah
Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan
Latosol Coklat
Total
Luas
Ha
250
309
559
%
44.80
55.20
100
10
Gambar 3 Peta jenis tanah Sub DAS Ciawitali
Klasifikasi kelas lereng didapat melalui pengolahan data DEM resolusi 30 m.
Kondisi daerah penelitian berada pada ketinggian 111 – 522 mdpl dengan kawasan
selatan merupakan jajaran perbukitan Gunung Putri dan Gunung Pogor. Kawasan
perbukitan tersebut menciptakan topografi yang beragam dengan dominasi kelas
lereng curam (25 – 40 %). Rincian luas dan persentase kelas lereng beserta peta
ditunjukan oleh Tabel 6 dan Gambar 4.
Secara spasial HRU dikelompokan berdasarkan hasil overlay dari peta
tutupan lahan, jenis tanah, dan kelas lereng. Pada sub menu HRU Definition,
threshold yang digunakan untuk jenis tutupan lahan, jenis tanah, dan kelas lereng
sebesar 0 %. Threshold untuk tutupan lahan dan jenis tanah dibuat 0 % karena
keragaman tutupan lahan dan jenis tanah yang rendah (< 5 jenis). Penggunaan
threshold untuk kelas lereng sebesar 0 % dikarenakan Sub DAS Ciawitali termasuk
kategori DAS kecil dengan luas kurang dari 10 Km2 (Uhlenbrook 2004 dalam
Safarina 2011). Keberadaan kelas lereng minoritas pada DAS kecil perlu
dipertahankan agar lebih mewakili kondisi lapangan yang sesungguhnya.
Tabel 6 Sebaran kelas lereng Sub DAS Ciawitali
Kelas Lereng
0–8%
8 – 15 %
15 – 25 %
25 – 40 %
> 40 %
Total
Klasifikasi
Datar
Landai
Agak Curam
Curam
Sangat Curam
Luas
Ha
23
69
169
198
100
559
%
4.10
12.38
30.17
35.38
17.97
100
11
Gambar 4 Peta kelas lereng Sub DAS Ciawitali
Hasil overlay menunjukan adanya 284 unit HRU yang berbeda tiap sub basin.
HRU terluas adalah hasil permutasi kebun campuran dengan tipe tanah latosol
coklat pada kemiringan lereng 25 – 40 % di sub basin 26. Luas HRU tersebut
mendominasi lahan dengan luas 17.471 Ha. Karakteristik HRU pada kelerengan
curam (25 – 40 %) hingga sangat curam (> 40 %) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Karakteristik HRU pada kelerengan curam dan sangat curam
HRU
70
228
45
247
124
251
Keterangan
Kebun Campuran/Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial
Coklat Kekelabuan/25 – 40
Kebun Campuran/Latosol Coklat/25 – 40
Sawah/Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat
Kekelabuan/25 – 40
Sawah/Latosol Coklat/25 – 40
Kebun Campuran/Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial
Coklat Kekelabuan/> 40
Kebun Campuran/Latosol Coklat/> 40
Sub DAS Ciawitali
Ha
%
9.547
1.708
17.471
3.125
1.050
0.188
6.587
1.178
11.266
2.015
10.788
1.930
Iklim dan Debit
Berdasarkan klasifikasi iklim Schimdt-Ferguson, kawasan Sub DAS
Ciawitali pada tahun 2008 – 2013 tergolong kategori iklim B dengan kisaran
perbandingan bulan kering dan bulan basah sebesar 0.143 – 0.333. Pola hujan yang
12
terjadi tergolong ke dalam tipe hujan monsoonal. Tipe hujan ini dicirikan dengan
adanya perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan
dalam setahun. Grafik 5 menunjukan curah hujan tertinggi sepanjang tahun 2012 –
2013 terjadi pada bulan Februari sebesar 584 mm., sedangkan curah hujan terendah
sebesar 4.350 mm terjadi pada bulan Agustus. Nilai rataan per tahun curah hujan
yang terukur sebanyak 3 098.7 mm. Kondisi curah hujan bulanan tersebut sejalan
dengan hasil analisis Khomarudin et al. (2004).
0
12.000
200
10.000
400
8.000
600
6.000
800
4.000
2.000
1000
0.000
1200
Curah Hujan (mm)
Debit (m3/s)
14.000
Bulan
Curah Hujan
Debit
Gambar 5 Grafik curah hujan dan debit bulanan tahun 2012 - 2013
Debit rata-rata bulanan Sub DAS Ciawitali berfluktuasi menurut jumlah
hujan. Curah hujan terbesar di bulan Februari menghasilkan debit terbesar di bulan
yang sama sebesar 5.797 m3/s. Curah hujan terendah di bulan Agustus
menghasilkan debit terendah di bulan yang sama sebesar 0.689 m3/s. Fluktuasi debit
dan curah hujan yang terhitung sejalan dengan hasil penelitian Sutiyono (2006). Hal
ini menunjukan bahwa selama 10 tahun, kondisi iklim dan aliran sungai utama Sub
DAS Ciawitali tidak mengalami perubahan yang signifikan. Keterwakilan data
curah hujan dalam menduga besarnya debit dapat dihitung dengan pendekatan
koefisien determinasi (R2). Nilai R2 yang diperoleh sebesar 0.68. Nilai tersebut
menunjukan bahwa data curah hujan BPDAS Citarum-Ciliwung layak digunakan
untuk menduga debit sungai di Sub DAS Ciawitali.
Parameterisasi
Parameterisasi merupakan proses pemilihan jenis dan selang nilai parameter
yang akan digunakan dalam proses kalibrasi. Keputusan dalam memlih jenis dan
selang nilai parameter merupakan kombinasi dari keputusan ahli, analisis
sensitivitas, atau studi literatur pada lokasi dengan kemiripan kondisi iklim, tanah,
dan tutupan lahan dengan lokasi penelitian (Arnold et al. 2012). Semakin sensitif
suatu parameter, semakin kecil nilai P-Value dan nilai t-Stat semakin menjauhi nol.
Pemilihan jenis parameter berdasarkan keputusan ahli dan kemiripan kondisi iklim
13
mengacu pada Abbaspour et al. (2015) dan Mulyana (2012). Jenis parameter
terpilih kemudian dipersempit jumlahnya berdasarkan hasil analisis sensitivitas.
Tabel 8 Parameter model terbaik hasil iterasi SUFI-2
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Parameter
v__CN2.mgt
v__SHALLST.gw
v__ESCO.hru
v__GW_REVAP.gw
v__REVAPMN.gw
v__RCHRG_DP.gw
v__GW_DELAY.gw
v__GWQMN.gw
v__CH_K2.rte
v__CH_K1.sub
Unit
mmH20
mmH20
Hari
mmH20
mm/hr
mm/hr
Fitted Value
91.221
7 355.879
0.941
0.079
167.669
0.992
6.848
3 895.460
5.543
334.459
Min
84.189
2 469.776
0.466
0.036
0.000
0.492
0.000
1 669.728
0.000
125.188
Max
92.577
7 413.557
0.950
0.145
632.713
1.000
20.647
5 000.000
255.820
357.812
Kalibrasi dan Validasi
Kalibrasi dilaksanakan menggunakan data periode 2012 dengan warm up data
tahun 2008 – 2011. Warm up merupakan fase yang esensial untuk memantapkan
kondisi base flow (Wahdani 2011). Proses kalibrasi menggunakan data model
teroptimasi menghasilkan nilai R2 sebesar 0.77 dan NSE sebesar 0.54. Hasil terbaik
diperoleh pada simulasi nomor 299 dari 300 simulasi di iter asi kedua.
CH_K(2) dan CH_K(1) didefinisikan sebagai konduktivitas hidrolik efektif
pada dinding sungai utama dan sungai cabang. Hasil optimasi menunjukan bahwa
CH_K(2) merupakan parameter paling sensitif dengan nilai P-Value sebesar 0 dan
t-Stat sebesar -87.272. CH_K(1) cukup sensitif dengan nilai P-Value sebesar 0 dan
t-Stat sebesar -4.261. Hasil optimasi menunjukan bahwa terjadi rembesan pada
dinding sungai utama sebesar 5.543 mm/hari dan pada dinding sungai cabang
sebesar 334.459 mm/hari. Perbedaan nilai konduktivitas memungkinkan terjadi
karena perbedaan karakteristik bahan penyusun dinding sungai. Berdasarkan
pendekatan Lane (1983) dalam Arnold et al. (2013), dapat diketahui bahan
penyusun dinding sungai utama dan beberapa sungai cabang berupa pasir campuran
kerikil dengan kandungan debu-liat tinggi, sedangkan sebagian besar dinding
sungai cabang lebih dominan pada tanah berpasir atau tanah humus.
ESCO merupakan parameter paling sensitif setelah CH_K(2) dengan nilai PValue sebesar 0 dan t-Stat sebesar 19.545. ESCO didefinisikan sebagai
pengambilan air tanah lapisan bawah sebagai kompensasi proses evaporasi lapisan
tanah atasnya. Hasil optimasi menunjukan nilai ESCO optimum adalah 0.941 dari
selang nilai 0.01 – 1. Pengambilan air dari lapisan tanah bawah memungkinkan
terjadi karena adanya gejala kapilaritas atau rekahan (Arnold et al. 2013).
14
SHALLST merupakan parameter paling sensitif setelah ESCO dengan nilai
P-Value sebesar 0 dan t-Stat sebesar 11.128. SHALLST didefinisikan sebagai
kedalaman awal air tanah pada zona akuifer dangkal. Hasil optimasi menunjukan
nilai SHALLST optimum adalah 7 355.879 mm. SHALLST bersamaan dengan
GWQMN dan REVAPMN merupakan parameter baseflow. GWQMN merupakan
parameter paling sensitif setelah SHALLST dengan nilai P-Value sebesar 0 dan tstat sebesar -6.816. GWQMN didefinisikan sebagai ambang kedalaman air tanah
pada zona akuifer dangkal yang dibutuhkan agar menjadi aliran dasar. Hasil
optimasi menunjukan nilai GWQMN optimum adalah 3 895.460 mm. REVAPMN
didefinisikan sebagai ambang kedalaman air tanah pada zona akuifer dangkal untuk
berpindah menuju zona perakaran atau melakukan proses perkolasi menuju akuifer
dalam. Hasil optimasi menunjukan nilai REVAPMN optimum adalah 167.669 mm
dengan P-Value sebesar 0.943 dan t-Stat sebesar -0.071.
GW_REVAP dan RCHRG_DP merupakan parameter yang mempengaruhi
kondisi air lapisan perakaran. GW_REVAP dan RCHRG_DP merupakan dua
parameter paling sensitif setelah GWQMN. Keduanya memiliki nilai P-Value
sebesar 0 dan nilai t-Stat masing-masing sebesar -3.594 dan 5.212. GW_REVAP
didefinisikan sebagai koefisien perpindahan air dari zona akuifer dangkal menuju
zona perakaran. Dari selang nilai 0.02 – 0.2, nilai optimum yang diperoleh sebesar
0.079. Perpindahan air tersebut memungkinkan terjadi karena proses evaporasi
melalui pori-pori kapiler tanah atau penarikan air oleh akar tanaman (Arnold et al.
2013). RCHRG_DP didefinisikan sebagai fraksi perkolasi dari zona perakaran
menuju zona akuifer dalam. Hasil optimasi menunjukan nilai RCHRG_DP
optimum sebesar 0.992 pada skala 0 – 1.
GW_DELAY dan CN2 merupakan parameter yang kurang sensitif tetapi
esensial dalam proses optimasi. GW_DELAY didefinisikan sebagai masa jeda yang
dibutuhkan air dari zona profil tanah mengalir menuju zona akuifer dangkal.
Kondisi masa jeda dipengaruhi oleh tinggi muka air tanah dan sifat hidrolika dari
formasi bebatuan yang tersebar di zona jenuh dan tak jenuh (Arnold et al. 2013).
CN2 didefinisikan sebagai nilai kurva air larian. Pendekatan nilai CN sering
digunakan untuk menduga tingkat limpasan. Nilai CN merupakan fungsi dari
tanaman penutup, tipe tanah, dan perlakuan pada tanah. Optimasi nilai CN hanya
diberlakukan untuk wilayah pemukiman. Hasil optimasi menunjukan CN2
optimum adalah 91.221 dari selang nilai 0 – 100. Nilai tersebut menunjukan bahwa
pemukiman yang berada dalam lingkup Sub DAS Ciawitali termasuk wilayah
pemukiman yang sedang berkembang ke arah perkotaan (Arnold et al. 2013).
Periode validasi yang digunakan adalah tahun 2013. Data kalibrasi dan
validasi pada periode yang berdampingan sesuai dengan sifat data yang diskontinyu
dengan menggunakan pengukuran tunggal (debit) (Arnold et al. 2012). Proses
validasi menghasilkan nilai R2 sebesar 0.66 dan NSE sebesar 0.58. Nilai R2 lebih
kecil dari nilai hasil kalibrasi akan tetapi masih berada pada skala “dapat diterima”.
Nilai hasil kalibrasi dan validasi menurut selang waktu diilustrasikan pada Gambar
6.
40
0
35
50
30
100
25
150
20
15
R2 = 0.77
NSE = 0.54
R2 = 0.66
NSE = 0.58
200
250
10
300
5
350
0
400
Curah Hujan (mm)
Debit (m3/s)
15
Waktu (bulan/tanggal/tahun)
Curah Hujan
Debit Observasi
Debit Simulasi
Gambar 6 Hidrograf debit simulasi dan debit observasi pasca proses kalibrasi dan
validasi tahun 2012 dan 2013
Analisis Hidrologi Sub DAS Ciawitali
Neraca hidrologi DAS merupakan pengukuran besaran tiap komponen siklus
aliran air yang masuk dan keluar DAS. Proses simulasi SWAT mampu menduga
neraca hidrologi dengan melibatkan curah hujan sebagai komponen masukan,
sedangkan komponen keluaran secara garis besar terdiri dari evapotranspirasi
aktual, limpasan permukaan, perkolasi, dan aliran lateral (Faramarzi et al. 2013).
Hasil simulasi model SWAT menunjukan bahwa sebagian besar curah hujan diubah
menjadi limpasan permukaan sebesar 1 524.16 mm/tahun. Curah hujan yang tidak
menjadi limpasan diubah menjadi evapotranspirasi aktual sebesar 757.7 mm/tahun,
perkolasi sebesar 699.8 mm/tahun, dan aliran lateral sebesar 115.69 mm/tahun.
Tingginya konversi limpasan disebabkan karena kondisi topografi yang beragam
dengan dominansi kelerengan curam. Rasio komponen keluaran neraca hidrologi
terhadap curah hujan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Rasio komponen keluaran neraca hidrologi terhadap curah hujan
Komponen neraca
hidrologi
Limpasan Permukaan
Evapotranspirasi Aktual
Perkolasi
Aliran Lateral
Jumlah rataan per tahun
(mm)
1 524.290
757.700
699.710
115.680
Rasio terhadap curah
hujan
0.492
0.240
0.230
0.037
16
Limpasan permukaan merupakan komponen keluaran neraca air berupa aliran
air diatas permukaan tanah. CN2 dan CH_K2 adalah parameter yang berpengaruh
langsung terhadap kondisi limpasan permukaan. Optimasi nilai CN2 dari 79
menjadi 91 merupakan upaya untuk menaikan nilai limpasan permukaan model
(Yang et al. 2007). Hal ini menunjukan bahwa data observasi cenderung
overestimate terhadap data model. Perubahan nilai CH_K2 tidak begitu signifikan
dari 0 mm/hari menjadi 5.543 mm/hari. Nilai konduktivitas hidrolik dinding sungai
utama yang minim menunjukan kondisi influent maupun effluent stream yang
cenderung tidak deras. Alian air yang sudah masuk sungai utama tidak akan
berkurang secara signifikan melalui rembesan dinding sungai dan akan langsung
menuju titik patusan. Parameter lain yang cukup berpengaruh terhadap kondisi
limpasan permukaan adalah SHALLST. Nilai SHALLST mengalami kenaikan dari
5 000 mm menjadi 7 355.879. Nilai tersebut merupakan hasil optimasi pendugaan
kedalaman awal air tanah pada zona akuifer dangkal. Pada awal periode simulasi,
kondisi air tanah yang dalam dan tebal mengurangi jumlah air yang dapat masuk ke
dalam tanah saat terjadi hujan. Hal ini dikarenakan air pada zona aquifer dangkal
mendesak ruang pori tanah. Air hujan yang tidak bisa ditampung pada ruang tanah
akan berubah menjadi limpasan permukaan. Limpasan permukaan terbesar terjadi
pada tutupan lahan pemukiman sebesar 9.317 mm/ha/tahun, kemudian sawah
sebesar 4.858 mm/ha/tahun dan kebun campuran sebesar 2.1 mm/ha/tahun.
Evapotranspirasi aktual merupakan proses penguapan dari permukaan tanah
dan vegetasi yang terjadi sesuai dengan keadaan persediaan air atau kelembaban
tanah yang tersedia (Suhartanto et al. 2012). ESCO, GW_REVAP, dan REVAPMN
merupakan parameter yang berpengaruh langsung terhadap jumlah air dalam proses
evapotranspirasi. Perubahan nilai ESCO tidak terlalu signifikan dari 0.95 menjadi
0.941. Hal ini menunjukan bahwa pengambilan air dari lapisan tanah bawah sebagai
kompensasi air lapisan tanah atas yang terbawa proses evapotranspirasi berada pada
intensitas rendah. Nilai optimasi REVAPMN yang lebih kecil dari SHALLST
menunjukan bahwa terjadi pengurangan jumlah simpanan akuifer dangkal menuju
lapisan perakaran (Arnold et al. 2013). Nilai GW_REVAP terhitung rendah yaitu
0.079 dari skala 0.02 – 0.2. Nilai ini menunjukan bahwa kontribusi perpindahan air
dari akuifer dangkal menuju lapisan perakaran terhadap proses evapotranspirasi
hanya 7.8 %. Evapotranspirasi aktual terbesar terjadi pada tutupan lahan
pemukiman sebesar 4.539 mm/ha/tahun, kemudian sawah sebesar 1.853
mm/ha/tahun dan kebun campuran sebesar 1.126 mm/ha/tahun.
Mengacu pada Gambar 7, perkolasi didefinisikan sebagai pergerakan air
dalam tanah yang bermuara ke lapisan akuifer dangkal. Parameter yang
mempengaruhi secara langsung proses perkolasi diatas zona akuifer dangkal adalah
CH_K1 dan GW_DELAY. Nilai optimasi CH_K1 menjelaskan bahwa terjadi
proses perkolasi pada dinding sungai utama dengan kecepatan 334.459 mm/hari.
Nilai optimasi GW_DELAY menjelaskan bahwa terjadi jeda sekitar 7 hari pada
aliran air selama melalui lapisan tanah menuju akuifer dangkal. Selain menuju
akuifer dangkal, proses perkolasi juga bergerak menuju zona akuifer dalam.
Parameter yang mempengaruhi pergerakan tersebut adalah RCHRG_DP dan
REVAPMN. Nilai optimasi RCHRG_DP menjelaskan bahwa sekitar 99.3 %
simpanan air akuifer dalam pernah melalui lapisan perakaran. Nilai optimasi
REVAPMN yang lebih kecil dari SHALLST menunjukan bahwa terjadi proses
perkolasi dari zona akuifer dangkal menuju zona akuifer dalam (Arnold et al. 2013).
17
Selain menuju akuifer dangkal dan dalam, pergerakan air dalam tanah dapat
berupa aliran lateral dan aliran dasar. Aliran dasar didefinisikan sebagai aliran dari
zona akuifer dangkal yang mengisi badan sungai. Nilai hasil optimasi GWQMN
yang lebih kecil dari SHALLST menunjukan bahwa terjadi aliran dasar di Sub DAS
Ciawitali (Arnold et al. 2013). Aliran lateral merupakan aliran air pada zona
perakaran yang akhirnya masuk ke badan sungai. Jumlah aliran lateral merupakan
merupakan sisa dari aliran air yang tidak menuju zona akuifer dangkal. Skema
neraca air Sub DAS Ciawitali dapat dilihat pada Gambar 7.
PET
1468.9
Evaporation and
Transpiration
757.7
Precipitation
3098.7
Vadose (unsaturated)
Zone
Shallow (unconfined)
Aquifer
Surface Runoff
1524.29
Infiltration/Plant uptake/
Soil moisture redistribution
Root Zone
Lateral Flow
115.68
Revap from shallow aquifer
Percolation to shallow aquifer
29.38
699.71
Return Flow
637.31
Confining Layer
Deep (confined)
Aquifer
Flow out of watershed
Recharge to deep aquifer
All units mm
34.99
Gambar 7 Hasil simulasi neraca air per tahun Sub DAS Ciawitali
Skenario Perubahan Tutupan Lahan
Hasil simulasi model menunjukan adanya perbedaan respon hidrologi
mengikuti tipe penggunaan lahan tertentu. Kebun campuran menghasilkan
limpasan permukaan paling rendah per hetar per tahunnya. Aliran lateral paling
rendah dihasilkan oleh tutupan lahan sawah, sedangkan seluruh keluaran neraca air
terbesar dihasilkan dari tutupan lahan pemukiman. Skenario perubahan tutupan
lahan merupakan upaya memerankan hasil simulasi untuk menghitung keluaran
neraca air yang telah lalu ataupun yang akan datang berdasarkan fungsi tutupan
lahan. Respon keluaran neraca air terhadap kondisi tutupan lahan di Sub DAS
Ciawitali dapat dilihat pada Gambar 8.
Skenario pra-GERHAN mengacu pada kondisi tutupan lahan sebelum
dimulainya kegiatan GERHAN di DAS Cipunagara pada tahun 2004. Jenis tutupan
lahan yang mendominasi adalah pertanian lahan kering sebesar 79.96 %, kemudian
terdapat kebun campuran sebesar 19.50 % dan lahan pemukiman sebesar 0.54 %.
Mengacu pada Gambar 8, kegiatan GERHAN mampu menurunkan limpasan
permukaan sebesar 13.8 % serta menaikan jumlah aliran dasar dan perkolasi sebesar
5.8 % dan 6.1 % . Terjadi kenaikan jumlah evapotranspirasi dan aliran lateral akan
18
tetapi tidak signifikan (< 5 %). Kondisi tersebut diperoleh karena telah mengonversi
mayoritas penggunaan pertanian lahan kering menjadi kebun campuran.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pra-GERHAN (2003)
Limpasan Permukaan (mm)
Aliran Dasar (mm)
2012-2013
Evapotranspirasi (mm)
Aliran Lateral (mm)
Agroforestri Sengon
Perkolasi (mm)
Gambar 8 Respon keluaran neraca air terhadap skenario perubahan tutupan lahan
Secara spasial, sekenario agroforestri adalah mengganti tutupan lahan selain
pemukiman dan sawah menjadi agroforestri. Agroforestri merupakan suatu sistem
pola tanam yang memadukan pohon dengan tanaman semusim untuk meningkatkan
produktivitas lahan tanpa mengesampingkan aspek ekologi (Maria et al. 2012).
Jenis tanaman pokok yang digunakan adalah sengon. Penerapan pola tanam
agroforestri nanas dengan sengon mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga
petani di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang (Kuswantoro et al. 2012).
Mengacu pada Gambar 8, agroforestri juga mampu menurunkan laju limpasan dan
meningkatkan simpanan air tanah dangkal melalui peningkatan perkolasi.
Limpasan permukaan turun sebanyak 9.4 % dari kondisi pra GERHAN, sedangkan
aliran dasar dan perkolasi naik sebanyak 3.7 % dan 3.9 % dari kondisi pra
GERHAN.
Skenario agroforestri efisien dalam menurunkan limpasan serta menaikan
jumlah aliran dasar dan perkolasi, akan tetapi tidak seefektif skenario GERHAN.
Hal ini disebabkan karena strata kanopi pohon yang dibentuk kebun campuran hasil
kegiatan GERHAN lebih rapat dan beragam sehingga lebih efektif dalam
mereduksi energi kinetik curah hujan.
Monitoring dan Evaluasi DAS
Salah satu aspek penting dalam kegiatan monitoring dan evaluasi DAS
adalah tata air. Mengacu kepada P.61/Menhut-II/2004, monitoring dan evaluasi tata
air dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas, kualitas, dan
kontinyuitas aliran air setelah dilaksanakan kegiatan pengelolaan DAS. Kondisi
tata air Sub DAS Ciawitali dapat dilihat pada Tabel 10.
19
Tabel 10 Kondisi tata air Sub DAS Ciawitali
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
*KRA
17.774
48.296
38.183
35.106
18.521
177.145
53.032
28.061
1 536.624
1 824.266
1 917.296
389.915
*CV
1.155
1.776
1.842
1.802
1.046
2.431
0.921
1.022
6.653
4.732
3.904
2.379
*DJ
0.423
1.566
1.350
1.211
0.363
0.757
0.065
0.020
0.691
0.600
1.045
1.314
*c
0.363
0.624
0.535
0.580
0.220
0.447
0.062
0.003
0.369
0.317
0.361
0.561
*SDR
0.253
0.253
0.253
0.253
0.253
0.253
0.253
0.253
0.253
0.253
0.253
0.253
Keterangan: Akronim bertanda (*) merujuk pada Tabel 3.
Nilai KRA cenderung berada pada kondisi “baik” selama periode bulan hujan
(Desember – Mei). Hal ini disebabkan karena selisih jumlah debit maksimum dan
minimum menurun saat musim hujan sehingga menghasilkan rasio parameter KRA
yang minim. Sebaliknya, nilai c berada pada kondisi “baik” selama periode musim
kering (Juni – November). Saat musim kering, intensitas dan frekuensi hujan
menurun sehingga menghasilkan rasio parameter c minimum. Nilai DJ dan SDR
berada pada kondisi “baik” sepanjang tahun 2012 dan 2013. Nilai DJ yang “baik”
merupakan representasi kapasitas tanah yang cukup baik dalam menyimpan air.
Saat musim hujan, fluktuasi debit masih berada pada skala normal dan saat musim
kering, tanah mampu mengalirkan air secara perlahan untuk mengisi badan sungai.
Nilai SDR diperoleh menggunakan metode Auerswald melalui pendekatan luas
DAS (Arsyad 2012). Dengan luas 559 ha, nisbah hantar sediment Sub DAS
Ciawitali berada pada kapasitas normal. Nilai CV berada pada kondisi “buruk”
sepanjang tahun 2012 dan 2013. Hal ini menunjukan bahwa dinamika perubahan
iklim dan respon hidrologi yang terjadi di Sub DAS Ciawitali tergolong tinggi.
Mengacu pada Tauriza (2006), nilai CV debit sungai Sub DAS Ciawitali lebih kecil
dari CV debit sungai 30 DAS dan sub DAS di Jawa Barat. Mengingat curah hujan
sebagai masukan data paling sensitif, ragam debit sungai merupakan respon dari
fluktuasi curah hujan dan kondisi iklim. Hal ini menunjukan bahwa Sub DAS
Ciawitali memiliki kondisi iklim yang lebih stabil dibandingkan dengan wilayah di
sekitarnya (iklim mikro).
20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Hasil model SWAT menunjukan bahwa hampir setengah dari jumlah curah
hujan yang masuk ke Sub DAS Ciawitali diubah menjadi limpasan permukaan.
Sisa dari curah hujan yang tidak menjadi limpasan kemudian terbagi sama besar
menjadi evapotranspirasi dan perkolasi serta sedikit aliran lateral.
2. Skenario GERHAN paling efektif meningkatkan simpanan air tanah dan
menurunkan limpasan permukaan Sub DAS Ciawitali. Kegiatan GERHAN
mampu menurunkan limpasan permukaan sebesar 13.8 % serta menaikan
jumlah aliran dasar dan perkolasi sebesar 5.8 % dan 6.1 %.
3. Hasil monitoring dan evaluasi DAS menggunakan data keluaran model SWAT
menunjukan bahwa bentang alam Sub DAS Ciawitali mampu menjaga stabilitas
debit sungai selama tahun 2012 – 2013. Sub DAS Ciawitali juga memiliki
kondisi iklim yang lebih stabil dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya
(iklim mikro).
Saran
Kegiatan GERHAN perlu dilanjutkan. Keberadaan kebun campuran perlu
dipertahankan guna menjaga keseimbangan kondisi neraca hidrologi. Kegiatan
monitoring dan evaluasi DAS, serta simulasi dampak kegiatan konservasi tanah dan
air dapat dilakukan dengan model SWAT.
DAFTAR PUSTAKA
[BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Citarum-Ciliwung. 2010.
Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung Tahun
2009. Bogor (ID): BPDAS Citarum-Ciliwung
Abbaspour KC, Vejdani M, Haghighat S. 2008. SWAT-CUP: Calibration and
uncertainty programs for SWAT [ulasan]. Ueberlandstr (CH): Eawag
Aquatic Research
____________. 2015. SWAT-CUP: SWAT calibration and uncertainty programs –
a user manual [ulasan]: Ueberlandstr (CH): Eawag Aquatic Research
____________, Rouholahnejad E, Vaghefi S, Srinivasan R, Yang H, Klove B. 2015.
A continental-scale hydrology and water quality model for Europe:
calibration and uncertainty of high-resolution large-scale SWAT model. J.
Hydrol. 524: 733-752. doi:10.1016/j.jhydrol.2015.03.027
Arsyad S. 2012. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Press
Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press
21
Arnold JG, Moriasi DN, Gassman PW, Abbaspour KC, White MJ, Srinivasan R,
Santhi C, Harmel RD, Van Griensven A, Van Liew MW et al. 2012. SWAT:
Model use, calibration, and validation. Trans. ASABE. 55(4): 1491-1508
________, Kiniry JR, Srinivasan R, Williams JR, Haney EB, Neitsch SL. 2013.
Soil water assesment tool input/output documentation version 2012 [ulasan].
Texas (US): Texas Water Resources Institute
Dewi YK dan Rosyidie A. 2008. Kajian pengembangan kawasan Capolaga sebagai
daya tarik ekowisata. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 19(2): 23-36
Faramarzi M, Abbaspour KC, Vaghefi SA, Farzaneh MR, Zehnder AJB, Srinivasan
R, Yang H. 2013. Modeling impacts of climate change on freshwater
availability
in
Africa.
J.
Hydrol.
480:
85-101.
doi:
10.1016/j.jhydrol.2012.12.016
Ferijal T. 2013. Aplikasi model SWAT untuk mensimulasikan debit Sub DAS
Krueng Meulesong menggunakan data klimatologi aktual dan data
klimatologi hasil perkiraan. Rona Teknik Pertanian. 6(1): 398-404
_______, Mechram S, Jayanti DS, Satriyo P. 2015. Pemodelan daerah tangkapan
air Waduk Keliling dengan model SWAT. AGRITECH. 35(1): 121-127
Hamdan M. 2010. Analisis debit aliran sungai Sub DAS Ciliwung Hulu
menggunakan MW-SWAT [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Junaidi E. 2009. Kajain berbagai alternatif perencanaan pengelolaan DAS Cisadane
menggunakan model SWAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Khomarudin MR, Parwati, Dalimunthe W. 2004. Analisis pola hujan bulanan
dengan data outgoing longwave radiation (OLR) untuk menentukan
kandungan air lahan pertanian. Warta LAPAN. 3(2): 56-62
Koyari E, Priyantoro D, Sisinggih D. 2012. Pola pengendalian banjir kawasan
bambu kuning Kota Jayapura. Jurnal Teknik Pertanian. 3(2): 240-249
Kuswantoro DP, Ruhimat IS, Priono D. 2012. Penggunaan Pola Agroforestri pada
Budidaya Nanas di Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten
Subang. Seminar Nasional Agroforestri III. Ciamis (ID): Balai Penelitian
Teknologi Agroforestri
Lin B, Chen X, Yao H, Chen Y, Liu M, Gao L, James A. 2015. Analyses of landuse
change impact on catchment runoff using different time indicators based on
SWAT
model.
Ecological
Indicators.
58:
55-63.
doi:
10.1016/j.ecolind.2015.05.031
Maria R, Lestiana H, Mulyono A. 2012. Upaya Konservasi Tanah dan Air dengan
Agroforestri di Subang Selatan. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Bandung (ID): Pusat Penelitian
Geoteknologi LIPI
Mega IM, Dibia IN, Adi IGPR, Kusmiyarti TB. 2010. Klasifikasi Tanah dan
Kesesuaian Lahan. Denpasar (ID): Universitas Udayana
Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Bingner RL, Harmel RD, Veith TL. 2007.
Model evaluation guidelines for systematic quantification of accuracy in
watershed simulation. Trans. ASABE. 50(3): 885-900
Mulyana N. 2012. Analisis luas tutupan hutan terhadap kesediaan green water dan
blue water di Sub DAS Gumbasa dan Sub DAS Cisadane Hulu dengan
aplikasi model SWAT [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
22
Nawir AA, Murniati, Rumboko L. 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Akan
Kemanakah Arahnya Setelah Lebih Dari Tiga Dasawarsa ?. Bogor (ID):
CIFOR
Paranoan D, Paembonan SA, Millang S. 2008. Pelaksanaan program rehabilitasi
lahan (Studi kasus: program GN-RHL BP-DAS Saddang Kabupaten Tanah
Toraja) [ulasan]. Makassar (ID): Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanuddin
Rachim DA. 2009. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bogor (ID): Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Safarina AB. 2011. Analisis multi hydrograph satuan daerah aliran sungai Citarum
Hulu menggunakan peta isokhorn dan mekanisme runoff routing. Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil. 10(1): 57-64
Schuol J, Abbaspour KC, Yang H, Srinivasan R, Zehnder AJB. 2008. Modelling
blue and green water availability in Africa. Water Resour. Res. 44(7):1-18.
doi: 10.1029/2007WR006609
Suhartanto E, Limantara LM, Samosir A. 2012. Analisis neraca air Sub DAS Irigasi
Wirway Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. Jurnal Irigasi. 7(2): 74-86
Surtiani Y, Budiati L. 2015. Evaluasi rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Juwana pada kawasan Gunung Muria Kabupaten Pati.
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. 11(1): 117-128
Sutiyono AP. 2006. Penggunaan model AGNPS berbasis sistem informasi
geografis dalam analisis karakteristik hidrologi Sub DAS Ciawitali Subang
Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Tauriza M. 2006. Klasifikasi respon hidrologi DAS di Jawa Barat berdasarkan
hidrograf satuan sintetik gama 1 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Wahdani DK. 2011. Perkiraan debit sungai dan sedimentasi dengan model
MWSWAT di Sub DAS Citarum Hulu, Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor
Winchell M, Srinivasan R, Luzio MD, Arnold J. 2013. Arc SWAT interface for
SWAT 2012 [ulasan]. Texas (US): Texas Agrilife Research
Yang J, Reichert P, Abbaspour KC, Yang H. 2007. Hydrological modelling of the
Chaohe Basin in China: Statistical model formulation and Bayesian
inference. J. Hydrol. 340: 167-182. doi:10.1016/j.jhydrol.2007.04.006
23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Groundcheck kondisi tutupan lahan
Sawah
Kebun Campuran
Pemukiman
Lampiran 2 Kondisi tutupan lahan pra-GERHAN
24
Lampiran 3 TMA harian (meter) SPAS Ciawitali Januari - Agustus 2012
Tanggal
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
1
0.303
-
0.427
-
0.233
0.191
0.175
0.171
2
-
0.263
0.523
-
0.223
0.194
0.175
0.171
3
0.293
0.263
-
0.330
0.198
0.189
0.175
0.171
4
0.287
0.263
-
0.483
0.190
0.188
0.176
0.172
5
0.257
0.263
-
0.753
0.186
0.188
0.175
0.172
6
0.380
0.263
-
-
0.183
0.189
0.176
0.171
7
-
0.653
0.410
-
0.233
0.195
0.175
0.172
8
-
0.567
-
0.673
0.182
0.185
0.175
0.172
9
0.307
-
0.530
-
0.179
0.186
0.175
0.171
10
0.300
-
-
-
0.230
0.183
0.175
0.171
11
-
0.470
0.457
-
0.179
0.183
0.175
0.171
12
-
0.607
0.443
-
0.180
0.181
0.175
0.172
13
-
-
-
-
0.223
0.181
0.175
0.172
14
-
0.430
-
0.205
0.253
0.182
0.174
0.172
15
-
-
-
0.206
0.192
0.180
0.173
0.172
16
0.277
-
-
0.202
0.186
0.178
0.174
0.172
17
0.360
0.697
-
0.223
0.182
0.179
0.175
0.172
18
0.490
0.580
-
0.196
0.182
0.179
0.174
0.172
19
-
-
-
0.200
0.182
0.179
0.173
0.173
20
-
-
-
0.202
0.182
0.179
0.174
0.173
21
-
-
-
0.201
0.182
0.178
0.173
0.175
22
-
-
-
0.250
0.189
0.178
0.173
0.177
23
-
-
-
0.202
0.193
0.178
0.173
0.173
24
-
-
-
0.413
0.191
0.178
0.172
0.173
25
0.283
-
0.343
0.267
0.190
0.176
0.170
0.172
26
0.380
-
0.333
0.188
0.189
0.176
0.170
0.171
27
0.337
-
0.190
0.186
0.176
0.170
0.172
28
-
0.363
0.343
0.194
0.186
0.177
0.172
0.172
29
-
0.503
0.590
0.190
0.184
0.176
0.172
0.172
30
-
-
0.188
0.185
0.176
0.171
0.171
31
-
-
0.171
0.172
0.186
25
Lampiran 4 TMA harian (meter) SPAS Ciawitali September 2012 – April 2013
Tanggal
September
Oktober
November
Februari
Maret
April
1
0.172
0.070
-
0.213
0.137
0.377
0.347
0.243
2
0.172
-
-
0.207
0.081
0.493
0.221
0.287
3
0.171
-
-
0.183
0.080
0.537
0.224
0.273
4
0.171
-
-
0.087
0.087
0.241
0.222
0.340
5
0.171
-
0.317
0.086
0.086
0.577
0.393
0.660
6
0.171
-
0.490
0.187
0.089
0.690
0.223
0.747
7
0.172
-
-
0.173
0.088
0.910
0.697
-
8
0.171
-
-
0.217
0.096
0.245
0.242
0.006
9
0.170
-
-
0.207
0.102
0.450
0.244
0.006
10
0.171
0.070
-
0.088
0.094
0.597
0.470
0.006
11
0.170
-
-
0.230
0.092
0.730
0.737
0.273
12
0.170
-
-
0.550
0.387
0.250
0.243
0.263
13
0.170
-
-
0.128
0.523
0.252
0.240
0.005
14
0.170
-
-
0.303
0.597
0.767
0.245
0.006
15
0.170
-
-
0.347
0.239
0.880
0.657
0.006
16
0.132
-
0.303
0.100
0.235
0.241
0.250
0.570
17
-
-
0.082
0.108
0.510
0.225
0.252
0.297
18
-
0.067
0.320
0.129
0.603
0.223
0.231
0.583
19
-
-
0.084
0.557
0.236
0.225
0.817
0.007
20
0.070
-
0.078
0.667
0.229
0.225
-
0.007
21
-
-
0.074
0.217
0.377
0.226
0.623
0.007
22
-
-
0.180
0.118
0.407
0.224
-
0.007
23
-
-
0.387
0.260
0.227
-
0.250
0.007
24
-
-
0.293
0.570
0.377
-
0.360
0.007
25
-
-
0.091
0.103
0.450
-
0.005
0.008
26
-
0.070
0.083
0.082
0.235
0.225
0.079
0.008
27
-
-
0.082
0.071
0.234
-
0.457
0.008
28
-
0.197
0.082
0.088
0.363
0.224
0.347
0.008
29
-
-
0.089
0.393
0.650
0.443
0.009
30
-
0.197
0.089
0.373
0.238
0.450
0.008
0.102
0.247
0.397
31
-
Desember Januari
26
Lampiran 5 TMA harian (meter) SPAS Ciawitali Mei – Desember 2013
Tanggal
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
1
0.009
0.006
-
0.061
0.144
-
-
-
2
0.009
0.006
-
0.084
0.158
-
-
0.243
3
0.009
0.006
-
0.087
0.152
-
-
0.250
4
0.009
0.310
0.327
0.101
0.151
-
-
-
5
0.009
0.012
0.293
0.093
0.152
-
-
-
6
0.010
0.010
-
0.086
0.141
0.120
-
-
7
0.009
0.570
-
0.079
0.136
-
-
-
8
0.010
0.677
-
0.094
0.116
-
0.560
0.353
9
0.010
0.477
-
0.101
0.119
-
-
0.563
10
0.200
0.397
-
0.049
0.136
-
-
-
11
0.010
-
0.280
0.077
0.133
-
-
-
12
0.011
-
-
0.080
0.108
0.133
-
-
13
0.011
0.353
-
0.082
0.113
0.123
0.393
-
14
0.012
-
-
0.100
0.128
-
-
0.503
15
0.011
0.467
0.197
0.116
0.119
-
0.397
0.487
16
0.011
-
-
0.090
0.106
-
-
-
17
0.200
-
-
0.086
0.086
-
-
-
18
0.011
-
0.059
0.120
0.081
-
0.373
-
19
0.012
-
0.067
0.123
0.094
-
-
-
20
0.011
-
0.129
0.092
0.104
0.167
-
-
21
0.417
-
0.101
0.107
0.099
0.193
-
0.413
22
0.353
-
0.057
0.129
0.099
-
-
-
23
0.009
-
0.047
0.111
0.164
-
-
-
24
0.011
-
0.035
0.091
0.073
0.363
-
-
25
0.012
-
0.030
0.102
0.063
-
-
-
26
0.012
-
0.020
0.120
0.168
0.557
-
0.433
27
0.013
-
0.026
0.149
-
-
-
-
28
0.280
-
0.027
0.165
-
0.653
-
-
29
0.013
-
0.030
0.168
-
-
-
-
30
0.013
-
0.048
0.169
-
-
-
-
31
0.012
0.055
0.152
-
-
27
Lampiran 6 Karakteristik tanah Sub DAS Ciawitali
Jenis Tanah
SNAM
NLAYERS
HYDGRP
SOL_ZMX
*ANION_EXCL
*SOL_CRK
*TEXTURE
Lapisan
SOL_Z
SOL_BD
SOL_AWC
SOL_K
SOL_CBN
CLAY
SILT
SAND
ROCK
K_USLE
SOL_ALB
SOL_EC
Keterangan:
*
SNAM
NLAYERS
HYDGRP
SOL_ZMX
ANION_EXCL
SOL_CRK
TEXTURE
SOL_Z
SOL_BD
SOL_AWC
SOL_K
SOL_CBN
Latosol Coklat
1
200
1.1
0.08
2
1.17
72
18
10
8
0.26
0.09
0
2
600
1.19
0.1
2.2
1.61
61
34
5
8
0.26
0.09
0
LC
5
C
1600
0.5
0.5
3
920
1.1
0.12
2.31
1.97
74
22
4
5
0.24
0.09
0
4
5
1340 1500
1.1
1.1
0.11
0.1
2.2
2.3
1.71 0.45
80
86
15
11
5
3
5
3
0.24 0.24
0.09 0.09
0
0
Asosiasi Aluvial
Kelabu dan Aluvial
Coklat Kekelabuan
AAKACK
4
C
1200
0.5
0.5
1
2
3
4
200 500 850 1200
1.1 1.1 1.1 1.16
0.2 0.2 0.2 0.16
2.7 2.8
3
2.8
3.4 2.3 0.8 0.54
56 55 48
52
37 42 48
44
7
3
4
4
21 17 10
5
0 0.2 0.2 0.16
0.3 0.3 0.3 0.27
0
0
0
0
: Data tidak diproses dalam model. Status Opsional.
: Nama Tanah.
: Jumlah Horizon.
: Group Hidrologi Tanah (berdasarkan penamaan kriteria
dari SCS [Soil Conservation Service]).
: Kedalaman maksimum perakaran tanaman pada profil
tanah (mm).
: Fraksi porositas (pori kosong) yang terdapat anion.
: Potensial atau maksimum volume retakan pada profil tanah.
: Tekstur tanah pada semua lapisan pada profil tanah.
: Ketebalan setiap horison pada profil tanah dari permukaan
tanah (mm).
: Bulk Density (mg/m3 atau g/cm3).
: Kemampuan lapisan tanah dalam menahan air (mm
H2O/mm tanah).
: Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam).
: Kandungan bahan organik tanah (% berat tanah).
28
CLAY
SILT
SAND
ROCK
K_USLE
SOL_ALB
SOL_EC
: Kandungan liat tanah (% berat tanah).
: Kandungan debu tanah (% berat tanah).
: Kandungan pasir tanah (% berat tanah).
: Kandungan fraksi batuan (% berat tanah).
: Nilai erodibilitas tanah menurut USLE (m3- ton cm)
: Albedo kelembapan tanah atau rasio perbandingan jumlah
radiasi yang direfleksikan tanah.
: Konduktivitas elektrik tanah (dS/m).
Sumber: Arnold et al. (2013)
Lampiran 7 Persamaan Debit Manning dari bentuk penampang SPAS
c
d
B
h
b
QManning
Vmanning
R
P
A
= A x VManning
R2/3 x S1/2
=
n
= A/P
= b + (2 x TMA)
= B + (2 x TMA)
=bxh
= (b x h) + (B x d) + (c x d)
; TMA ≤ 0.5m
; TMA > 0.5m
; TMA ≤ 0.5m
; TMA > 0.5m
Keterangan:
b = 1 meter
h
R
P
A
S
n
c = 0.55 meter
B = 7.4 meter
2
= 0.5 meter d = √TMA - c2
: Jari-jari hidraulik (m)
: Keliling penampang basah (m)
: Luas Penampang (m2)
: Kemiringan Dasar Saluran (rataan nilai Csl feature class “Watershed” dari
keluaran model Arc SWAT = 0.18)
: Koefisien Kekasaran Manning ( saluran tak bervegetasi, dasar berkerikil =
0.04)
Sumber: Koyari et al. 2012, Winchell et al. 2013, dan Asdak (2010)
29
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bekasi pada tanggal 16 Juni 1993. Penulis merupakan anak
kelima dari lima bersaudara pasangan Bapak Ade Durahman dan Ibu Rukmiati.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Bahrul Ulum (1998 – 1999), SDN
8 Majalaya (1999 – 2005), SMPN 1 Ibun (2005 – 2008), dan SMAN 1 Majalaya
(2008 – 2011). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pengembangan Wilayah (2014), mata kuliah Hidrologi
Hutan (2015), mata kuliah Pengelolaan Ekosistem Hutan DAS (2016). Penulis
pernah mengikuti organisasi kemahasiswaan International Forestry Student
Association Local Committe IPB (IFSA-LC IPB) sebagai staf Human Resource
Development (2012) dan Staff Public Relation (2013), serta di Himpunan Profesi
Forest Management Student Club (FMSC) berperan sebagai staf divisi Keprofesian
dan staf Kelompok Studi Hidrologi (2012-2014). Penulis aktif sebagai staf
Kementrian Lingkungan Hidup BEM KM IPB 2014 Kabinet Berani Beda dan
Mentri Lingkungan Hidup BEM KM IPB 2015 Kabinet Rumah Kita.
Penulis pernah melaksanakan kegiatan magang mandiri di kawasan Cagar
Alam - Taman Wisata Alam (CA-TWA) Kamojang, Kabupaten Garut (2013).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi penerima beasiswa PPA-BBM
(2013-2014) dan Korean Exchange Bank (KEB) (2014). Penulis pernah mengikuti
Leadership Training berjudul “7 Habits” yang pernah diadakan Dunamis
Foundation (2013) dan menjadi peserta pelatihan wirausaha oleh Youth
Ecopreneurship Camp (2014).
Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
kawasan konservasi Gunung Sawal – Pangandaran (2013), Praktek Pengelolaan
Hutan (PPH) di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (2014), dan Praktek
Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II Unit Malinau Provinsi Kalimantan Utara.
Download