ANALISIS HIDROLOGI DAN EVALUASI DAS MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI SUB DAS CIAWITALI SUBANG JAWA BARAT FARIS RANGGAWARDANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hidrologi dan Evaluasi DAS Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2016 Faris Ranggawardana NIM E14110087 ABSTRAK FARIS RANGGAWARDANA. Analisis Hidrologi dan Evaluasi DAS Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat. Dibimbing oleh NANA MULYANA ARIFJAYA. Kabupaten Subang memiliki sebaran lanskap yang beragam. Perubahan kondisi lanskap dan tata guna lahan mempengaruhi kondisi lingkungan, termasuk kondisi neraca air. SWAT berperan sebagai model untuk menduga dampak penggunaan lahan terhadap neraca air. Model SWAT dapat digunakan untuk menduga kondisi neraca air. Perbandingan antara data debit observasi dan debit simulasi menghasilkan nilai R2 dan NSE sebesar 0.77 dan 0.54 untuk periode kalibrasi serta 0.66 dan 0.58 untuk periode validasi. Dengan curah hujan sebesar 3 098.7 mm/tahun, keluaran neraca air Sub DAS Ciawitali berupa limpasan permukaan sebanyak 49.2 %, evapotranspirasi aktual sebanyak 24 %, perkolasi sebanyak 23 %, dan aliran lateral sebanyak 3.7 %. Kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) terbukti efektif menurunkan persentase limpasan permukaan dan mampu meningkatkan persentase perkolasi dalam selang 5 - 7 %. Data neraca air seperti debit dan limpasan permukaan dapat digunakan sebagai bahan indikator monitoring dan evaluasi DAS. Hasil monitoring dan evaluasi DAS menunjukan bahwa koefisien rezim aliran Sub DAS Ciawitali berada pada kondisi baik saat musim hujan dan koefisien limpasan permukaan berada pada kondisi baik saat musim kemarau. Debit jenis dan nisbah antar sedimen berada pada kondisi baik sepanjang tahun, sedangkan coefficient of variance berada pada kondisi buruk sepanjang tahun. Kata kunci: Evaluasi DAS, GERHAN, neraca air, Sub DAS Ciawitali, SWAT ABSTRACT FARIS RANGGAWARDANA. Hidrology Analysis and Watershed Evaluation Using SWAT Model in Ciawitali Catchment Subang West Java. Supervised by NANA MULYANA ARIFJAYA. Subang regency has variative landscape distribution. Land use change may impact to environmental condition, including water balance. SWAT model can be used to predict land use impact on water balance. Through modelling approach, SWAT can predict water balance. Correlation between observation and SWAT simulation discharge showed value for R2 dan NSE was at 0.77 and 0.54 for calibration period and 0.66 and 0.58 for validation period. With rainfall input amounted to 3 098.7 mm/year, SWAT was analyzing the output of water balance would form surface runoff at 49.2 %, actual evapotranspiration at 24 %, percolation at 23 %, and lateral flow at 3.7 %. Land and Forest Rehabilitation Movement (GERHAN) was proved to decrease amount of surface runoff effectively and increase amount of percolation approximately 5 – 7 %. Water balance output data, such as discharge and surface runoff can be used as watershed monitoring and evaluation indicator. The result of watershed monitoring and evaluation shows that river regime coefficient of Ciawitali catchment obtained good grade on rainy season and surface runoff coefficient obtained good grade on dry season. Shift-discharge and sediment delivery ratio obtained good grade throughout the year, whereas coefficient of variance obtained poor grade throughout the year. Key word: Ciawitali catchment, GERHAN, SWAT, watershed evaluation, water balance ANALISIS HIDROLOGI DAN EVALUASI DAS MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI SUB DAS CIAWITALI SUBANG JAWA BARAT FARIS RANGGAWARDANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, skripsi berjudul Analisis Hidrologi dan Evaluasi DAS Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat berhasil diselesaikan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam kegiatan perencanaan tata ruang di lokasi penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1. Kedua orang tua, Bapak Ade Durahman dan Ibu Rukmiati, serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungan moril yang diberikan. 2. Bapak Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si. selaku dosen pembimbing atas dedikasi dalam memberikan arahan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi. 3. Kantor BPDAS Citarum-Ciliwung beserta jajaran pegawai ( Pak Cecep, Bu Nina, dan Pak Encun Nurdin) atas diperbolehkannya data SPAS Ciawitali digunakan sebagai data untuk running SWAT. 4. Mas Ardiyanto, Kak Alfred, dan Kak Mawar yang telah menyempatkan diri untuk berbagi ilmu tentang aplikasi SWAT. 5. Rekan-rekan BEM KM IPB 2015 Kabinet “Rumah Kita” yang telah memberikan banyak ilmu dan motivasi, serta mengajarkan apa pentingnya sebuah integritas. 5. Tim KLH BEM KM IPB 2014 dan 2015 yang telah memberikan pengalaman berharga selama proses menyelesaikan skripsi. 6. Keluarga besar MNH 48 serta Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS atas momen berharga di Fakultas Kehutanan. 7. Tim FMSC 2013 dan 2014 serta Tim IFSA 2013 yang telah memberikan ilmu dan pengalaman mengenai kehutanan. 8. Pihak-pihak lain yang membantu dalam menyelesaikan skripsi dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang membangun demi perbaikan tulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Mei 2016 Faris Ranggawardana DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi DAFTAR PERSAMAAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Bahan 2 Alat 2 Prosedur Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Kondisi Daerah Penelitian 7 Pembentukan Hidrology Response Unit (HRU) 8 Iklim dan Debit 11 Parameterisasi 12 Kalibrasi dan Validasi 13 Analisis Hidrologi Sub DAS Ciawitali 15 Skenario Perubahan Tutupan Lahan 17 Monitoring dan Evaluasi DAS 18 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 DAFTAR LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 29 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Data yang digunakan dalam penelitian Kriteria nilai R2 dan NSE Kriteria dan indikator tata air evaluasi DAS Sebaran tutupan lahan Sub DAS Ciawitali Jenis tanah Sub DAS Ciawitali Sebaran kelas lereng Sub DAS Ciawitali Karakteristik HRU pada kelerengan curam dan sangat curam Parameter model terbaik hasil iterasi SUFI-2 Rasio komponen keluaran neraca hidrologi terhadap curah hujan Kondisi tata air Sub DAS Ciawitali 3 5 7 8 9 10 11 13 15 19 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 Hasil delineasi Sub DAS Ciawitali Peta tutupan lahan Sub DAS Ciawitali Peta jenis tanah Sub DAS Ciawitali Peta kelas lereng Sub DAS Ciawitali Grafik curah hujan dan debit bulanan tahun 2012 – 2013 Hidrograf debit simulasi dan debit observasi pasca proses kalibrasi dan validasi tahun 2012 dan 2013 Hasil simulasi neraca air per tahun Sub DAS Ciawitali Respon keluaran neraca air terhadap skenario perubahan tutupan lahan 8 9 10 11 12 15 17 18 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 Hasil Groundcheck kondisi tutupan lahan Kondisi tutupan lahan pra-GERHAN TMA harian (meter) SPAS Ciawitali Januari – Agustus 2012 TMA harian (meter) SPAS Ciawitali September 2012 – April 2013 TMA harian (meter) SPAS Ciawitali Mei – Desember 2013 Karakteristik tanah Sub DAS Ciawitali Persamaan Debit Manning dari bentuk penampang SPAS 23 23 24 25 26 27 28 DAFTAR PERSAMAAN 1 2 3 Persamaan Rating Curve Persamaan Koefisien Determinasi (R2) Persamaan Koefisien Efisiensi Nash-Suctliffe 4 5 5 PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki sebaran lanskap yang beragam. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2002 hingga 2012 menyatakan bahwa fungsi wilayah Kabupaten Subang terbagi ke dalam tiga kawasan. Kawasan utara Subang berkembang sebagai kawasan pertanian, permukiman, dan perikanan. Kawasan tengah Subang berkembang menjadi kawasan industri dan perkebunan. Kawasan selatan Subang berkembang sebagai kawasan perkebunan, pariwisata dan berfungsi sebagai kawasan lindung (Dewi dan Rosyidie 2008). Sudah sejak lama kegiatan perencanaan dan pengembangan kawasan dihadapkan pada permasalahan dan tantangan substantif seperti tata ruang dan perencanaan infrastruktur (Surtiani dan Budiati 2015). Penggunaan lahan tanpa landasan tata ruang akan memperluas terciptanya lahan kritis. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang menyatakan bahwa pada tahun 2006, Kecamatan Cijambe merupakan lokasi yang paling luas dan rawan terbentuk lahan kritis (Maria et al. 2012). Faktor utama penyebab terciptanya kondisi tersebut adalah peningkatan luas areal hutan yang dikonversi menjadi areal penggunaan lain (APL) (Maria et al. 2012). Guna mengurangi jumlah lahan kritis, Departemen Kehutanan menargetkan rehabilitasi 600 000 ha hutan dan lahan yang rusak di 149 DAS seluruh Indonesia (Paranoan et al. 2012). Salah satu bentuk kegiatan rehabilitasi lahan dengan konsep win-win solution adalah pembangunan hutan rakyat. Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial BPDAS Citarum-Ciliwung (2009) secara statistik menghitung bahwa sekitar 3 500 ha lahan telah terealisasikan menjadi hutan rakyat. Hutan Rakyat tersebut tersebar di seluruh Kabupaten Subang dengan sumber anggaran dari Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Penyelenggaraan GERHAN dimaksudkan untuk membangun hutan pada lahan kritis. Terlampir juga pada P.02/Menhut-V/2004 bahwa DAS Cipunagara, termasuk di dalamnya Sub DAS Ciawitali, menjadi sasaran kegiatan GERHAN seluas 2 125 ha. Kegiatan GERHAN memunculkan dinamika perubahan kondisi biofisik lahan. Pemodelan DAS banyak digunakan dalam penelitian untuk memprediksi pengaruh perubahan biofisik lahan terhadap kondisi hidrologis. Banyak pilihan dan versi pemodelan yang digunakan sebagai bentuk adaptasi lokasi penelitian maupun kebutuhan pengguna. Salah satu software pemodelan DAS yang sedang tren pengunaanya di Indonesia adalah Soil Water Assessmen Tool (SWAT). Tujuan awal pengembangan model SWAT adalah untuk mensimulasikan dampak pengelolaan lahan terhadap aliran dan sedimentasi dalam suatu DAS (Ferijal 2013). SWAT menghasilkan data neraca air sebagai basis untuk menghitung sedimentasi, kualitas air, serta besarnya zat polutan yang terlarut dalam air. Secara umum pemakaian model SWAT didasarkan pada kebutuhan untuk memahami kerentanan sumberdaya air terhadap perubahan lingkungan yang terjadi (Gassman et al. 2007 dalam Ferijal et al. 2015). 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi neraca hidrologi Sub DAS Ciawitali, menduga skenario penggunaan lahan terbaik di Sub DAS Ciawitali, dan mengevaluasi kondisi tata air Sub DAS Ciawitali. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kondisi hidrologi serta sebaran neraca air Sub DAS Ciawitali. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan manajemen tata ruang dan DAS. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Proses pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan November hingga Desember 2015. Lokasi penelitian berada di Sub DAS Ciawitali, Subang Jawa Barat yang mana secara geografis terletak antara 107047’54.96” - 107049’36.12” BT dan 6037’35.4” - 6039’8.17” LS. Hulu Sub DAS Ciawitali terletak di jajaran Gunung Putri dan Gunung Pogor hingga bermuara ke lokasi Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) di Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang. Pengolahan data dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Februari 2016 di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS. Bahan Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari jenis data spasial dan data atribut. Kualifikasi data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi Laptop yang dilengkapi software Microsoft Office 2013 Word, Excel, dan Acces, software Arc GIS 10.2.2 dengan extention Arc SWAT 2012, software SWAT-CUP (Calibration and Uncertainty Program) 5.1.6.2 dengan program SUFI2 (Sequential Uncertainty Fitting version 2), GPS, serta kamera. 3 Tabel 1 Data yang digunakan dalam penelitian No. Resolusi, skala, dan deskripsi waktu Jenis Data 1 Digital Elevation Model (DEM) 2 Peta Batas Administrasi Kabupaten Subang 1 : 50 000 3 Peta Jenis Tutupan Lahan 2012-2013 1 : 25 000 4 Peta Jenis Tutupan Lahan 2003 1 : 250 000 5 Peta Klasifikasi Tanah 1 : 250 000 6 Peta Jaringan Sungai 1 : 25 000 7 8 9 Data Tinggi Muka Air (TMA) harian Data Curah Hujan Harian Data Iklim (Temperatur, Radiasi, Kecepatan Angin, Kelembaban Udara) 30 m 2008 - 2013 2008 - 2013 2008 - 2013 Sumber SRTM Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang Badan Planologi Kehutanan Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor Badan Informasi Geospasial BPDAS CitarumCiliwung BPDAS CitarumCiliwung SWAT Global Weather Prosedur Analisis Data Data atribut dan spasial nomor 2 - 9 pada Tabel 1 diperoleh dengan cara mendatangi instasi yang tercantum pada kolom “Sumber”. Data nomor 1 dan 10 pada Tabel 1 bersumber dari internet. Data DEM diperoleh dengan cara mengunduh dari website earthexplorser.usgs.gov. Data iklim diunduh dari website globalweather.tamu.edu. Rincian kegiatan pengolahan data adalah sebagai berikut: 1. Delineasi DAS Wilayah Sub DAS Ciawitali didelineasi secara otomatis menggunakan Arc GIS dengan extension Arc SWAT. Arc SWAT menggunakan data DEM sebagai dasar dalam menentukan cakupan DAS. Delineasi DAS dimulai dengan menunjuk posisi SPAS sebagai titik outlet. Delineasi berlanjut dari titik outlet, dibantu peta jarigan sungai, kemudian mengelilingi suatu wilayah mengikuti ketinggian tempat. 4 2. Pembuatan HRU Hidrology Response Unit (HRU) merupakan unit terkecil analisis yang mempunyai karakteristik sama dalam tipe penutupan lahan, manajemen, dan sifat tanah yang homogen (Mulyana 2012). HRU dibentuk dari hasil overlay peta tutupan lahan, peta jenis tanah, dan peta kelas lereng pada menu HRU Analysis. Dalam prosesnya, Arc SWAT memfasilitasi klasifikasi jenis tutupan lahan, jenis tanah, dan kelas lereng berdasarkan sudut pandang pengguna. Masukan database parameter tanah dipersiapkan pada dokumen Microsoft Acces. Klasifikasi kelas lereng dibagi menjadi 5 macam. Kelas lereng datar mempunyai kecuraman 0 – 8 %, landai 8 – 15 %, agak curam 15 – 25 %, curam 25 – 40 %, dan sangat curam > 40 %. Keluaran hasil overlay bisa dilihat pada sub menu HRU Analysis Report. 3. Simulasi Model SWAT Setelah pembuatan HRU, hal yang perlu dipersiapkan adalah data iklim harian. Input data iklim yang diperlukan model SWAT dipersiapkan dalam format .txt. Jenis data iklim yang diperlukan adalah curah hujan (mm), kelembaban udara (%), suhu udara maksimum dan minimum (0C), kecepatan angin (m/s), serta radiasi surya (MJ/m2/hari). Data iklim dipersiapkan mulai tahun 2008 – 2013. Data input lainnya mengunakan nilai default SWAT. Pada persiapan SWAT Run, periode simulasi diatur mulai tanggal 1 Januari 2008 hingga 31 Desember 2013. Periode warming up diatur selama 4 tahun. Target output yang hendak dianalisis adalah rch. yang berisi informasi mengenai debit model (m3/s) dan hru. yang berisi informasi mengenai evapotranspirasi (mmH2O), perkolasi (mmH2O), limpasan permukaan (surface run off) (mmH2O), dan aliran lateral (lateral flow) (mmH2O) (Winchell et al. 2013). 4. Data Model dan Data Observasi Data debit model diperoleh dari hasil running SWAT dalam dokumen Microsoft Acces. Data debit observasi diperoleh melalui perhitungan debit Manning dari data Tinggi Muka Air (TMA), yang mana secara rinci terdapat pada Lampiran 7. Dari korelasi antara TMA dengan debit didapat persamaan pendugaan debit Rating Curve dengan persamaan rumus: Q = 44.174 h 5.2077 Q = 7.1808 h 1.5719 ; h > 0.5 meter ; h ≤ 0.5 meter ...................................................... (1) Keterangan: Q = Debit Observasi (m3/s) h = Tinggi Muka Air (m) Data Tinggi Muka Air diperoleh dari dua sumber, yaitu data hasil pengamatan pekerja lapang dan sensor AWLR (Automatic Water Level Record). 5. Evaluasi, Kalibrasi, dan Validasi Model. Model DAS berbasis komputer dapat menghemat biaya dan waktu karena keunggulannya dalam melakukan simulasi jangka panjang dari kegiatan manajemen DAS. Evaluasi model berperan dalam menguji kelayakan data keluaran model terhadap data lapang. Teknik evaluasi model dapat dilakukan dengan perhitungan koefisien determinasi dan koefisien efisiensi Nash-Suctliffe. Koefisien determinasi (R2) menjelaskan proporsi dari keragaman data observasi 5 yang dapat diwakili oleh model. Koefisien efisiensi Nash-Suctliffe (NSE) menjelaskan jenjang nilai debit terukur dengan debit model (Moriasi et al. 2007). Nilai R2 dan NSE dihitung menggunakan rumus: 2 R = ̅ sim) ∑nk=0 (Qobs - ̅ Qobs)(Qsim - Q 2 2 2 ̅ obs) - ∑nk=0 (Qsim - Q ̅ sim) ∑nk=0 (Qobs - Q NSE = 1 - ∑nk=0 (Qobs - Qsim) 2 2 ̅ obs) ∑nk=0 (Qobs- Q .................................... (2) ............................................................. (3) Keterangan: Qobs = Debit Observasi (m3/s) ̅ obs = Debit Observasi rata-rata (m3/s) Q Qsim = Debit Model (m3/s) ̅ sim = Debit Model rata-rata (m3/s) Q Sebelum program SWAT dapat diterima dan diaplikasikan di suatu DAS di Indonesia, diperlukan validasi dan kalibrasi parameter-parameter yang sangat sensitif dan sangat berpengaruh terhadap debit sungai (Mulyana 2012). Urgensi melaksanakan kalibrasi dan validasi juga muncul apabila nilai R2 ≤ 0.50 (Santhi et al. 2001; Van Liew 2003 dalam Moriasi et al. 2007) dan NSE ≤ 0.50 (Moriasi et al. 2007). Tabel 2 Kriteria nilai R2 dan NSE Evaluasi Model Selang Nilai R ≤ 0.50 Koefisien Determinasi (R2) R2 > 0.50 NSE ≤ 0.50 Efisiensi Nash Suctliffe 0.50 < NSE ≤ 0.65 (NSE) 0.65 < NSE ≤ 0.75 0.75 < NSE ≤ 1.00 2 Kriteria Tidak Dapat Diterima Dapat Diterima Tidak Memuaskan Memuaskan Baik Sangat Baik Kalibrasi merupakan upaya untuk menyesuaikan komponen parameter model pada kondisi lokal dengan tujuan mengurangi ketidakpastian, sedangkan validasi merupakan upaya untuk menunjukan bahwa model yang dibuat layak menurut fungsi waktu (Arnold et al. 2012). Metode kalibrasi yang digunakan adalah Sequential Uncertainty Fitting 2 (SUFI-2) pada software SWAT Calibration and Uncertainty Procedures (SWAT-CUP). Penggunaan SWATCUP didasarkan karena kemudahan akses dalam memperolehnya. SWAT-CUP juga memudahkan prosedur kalibrasi dengan mengefisienkan waktu dan proses kalibrasi, kemudian diakhiri dengan kesimpulan berupa grafik dan data pembanding (Abbaspour et al. 2008). Keunggulan SUFI-2 adalah mampu menyusun dan mengumpulkan macam ketidakpastian ke dalam bentuk parameter dan membuatnya kedalam selang duga yang seminim mungkin. Bentuk ketidakpastian dalam permodelan berupa ketidakpastian data masukan 6 (curah hujan), model konseptual (Arc SWAT), model parameter, dan data terukur (debit yang digunakan untuk kalibrasi) (Schuol et al. 2008). Teknis kalibrasi menggunakan SWAT-CUP dimulai dengan membuat projek baru. Pembuatan projek baru dimulai dengan menunjuk salah satu berkas TxtInOut hasil keluaran model Arc SWAT. Kemudian pilih versi SWAT dan jenis processor yang digunakan dalam pemodelan sebelumnya. Lalu pada metode kalibrasi pilih menggunakan SUFI-2. Terakhir tentukan di berkas mana projek baru tersebut akan disimpan. Setelah projek baru selesai terbentuk, SWAT-CUP akan menampilkan layar Home. Perintah untuk melakukan proses kalibrasi terdapat pada Project Explorer yang berada di pojok kiri tampilan Home. Persiapan kalibrasi hanya dilakukan pada menu Calibration Inputs. Persiapan parameter dan jumlah simulasi dilakukan pada sub menu Par_inf.txt dan SUFI2_swEdit.def. Kemudian data observasi debit yang akan digunakan sebagai pembanding dipersiapkan pada menu Observation dan sub menu Observed.txt. Lalu pada menu Extraction, pengaturan terbagi menjadi Var_file_rch.txt dan SUFI2_extract_rch.def. Var_file_rch.txt berisi pengaturan menenai nama berkas yang akan diekstrak dari menu Observation. SUFI2_extract_rch.def berisi pengaturan jenis variabel yang akan diekstrak. Variabel yang diatur berupa nomer sub basin tempat diletakannya SPAS, periode simulasi, dan ambang waktu. Setelah pengaturan selesai dilakukan, tutup semua jendela menu dan mulai lakukan kalibrasi (Abbaspour 2015). Hasil satu kali periode simulasi dinamakan iterasi. Riwayat iterasi dapat dilihat pada menu Iteration History yang terdapat pada jendela Project Explorer paling bawah. Hasil perhitungan R2 dan koefisien NSE dapat dilihat pada sub menu Summary_Stat.txt. Hasil data model terkalibrasi dapat dilihat pada sub menu Best_Sim.txt. Nomor simulasi terbaik dan nilai Fitted Value dapat dilihat pada sub menu Best_Par.txt. Apabila ingin memperoleh hasil yang lebik baik, dapat dilakukan iterasi kembali dengan nilai yang disarankan oleh SWAT-CUP pada sub menu New_Pars.txt. Iterasi dengan menggunakan selang nilai New_Pars.txt terhitung sebagai iterasi kedua dan seterusnya (Abbaspour 2015). Teknis validasi adalah kembali mensimulasikan model Arc SWAT atau SWAT-CUP menggunakan parameter terkalibrasi pada periode data yang berbeda (Arnold et al. 2012). 6. Skenario Perubahan Tutupan Lahan Skenario pertama adalah monitoring perubahan kondisi tutupan lahan sebagai dampak dari kegiatan GERHAN. Kegiatan rehabilitasi lahan maupun GERHAN tergolong metode Konservasi Tanah dan Air (KTA) dengan tujuan menjaga kondisi neraca hidrologi dan fluktuasi debit dalam suatu DAS (Nawir et al. 2008). Skenario lainnya adalah melakukan tindak KTA dengan metode agroforestri yang umum diterapkan di daerah Subang bagian selatan. Agroforestri dipercaya mampu meningkatkan simpanan air tanah dan mengurangi jumlah limpasan permukaan (Maria et al. 2012). 7 7. Monitoring dan Evaluasi DAS Monitoring dan evaluasi (monev) DAS merupakan kegiatan menghimpun data dan informasi dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan DAS lestari (Hamdan 2010). Kriteria dan indikator tata air evaluasi DAS dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kriteria dan indikator tata air evaluasi DAS Indikator Koefisien Rezim Aliran (KRA) Coefficient of Variance (CV) Debit Jenis (DJ) Koefisien Aliran Permukaan (c) Nisbah Hantar Sedimen (SDR) Parameter Standar Evaluasi Bobot Qmax (m3 /s) Qmin (m3 /s) KRA < 50 (baik) KRA 50 – 120 (sedang) KRA > 120 (buruk) 3 2 1 CV ≤ 10 % (baik) CV > 10 % (buruk) 3 1 SD Qrata-rata DJ < 58 (baik) DJ 58 – 150 (sedang) Luas DAS (Km2 ) DJ > 150 (buruk) Qmax (m3 /s) Qsurf (m3 /s) CH (mm) -0.2 -0.02 + 0.385A Keterangan Qmax: Debit maksimum Qmin: Debit minimum SD: Standar Deviasi 3 2 1 c < 0.5 (baik) c 0.5 – 0.75(sedang) c > 0.75 (buruk) 3 2 1 Qsurf: Debit limpasan CH: Curah Hujan SDR < 50 % (normal) SDR 50 – 75 % (sedang) SDR > 75 % (buruk) 3 2 1 A: Luas DAS (Km2) Sumber: Hamdan (2010), Junaidi (2009), dan Arsyad (2012) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Daerah Penelitian Berdasarkan hasil delineasi Arc SWAT, Sub DAS Ciawitali memiliki luas 559 Ha. Sub DAS Ciawitali terletak di tiga desa dan dua kecamatan berbeda. Desa Cikadu dan Desa Cimenteng yang berada di wilayah Kecamatan Cijambe mendominasi wilayah Sub DAS sebanyak 72.27% dan 11.45%. Desa Cibalandong Jaya Kecamatan Cibogo mencakup 16.28% dari luas keseluruhan Sub DAS. Hasil delineasi Sub DAS yang berbentuk membulat sejalan dengan penelitian Sutiyono (2006). Stasiun penakar curah hujan berlokasi ditempat yang berbeda dengan SPAS. 8 Gambar 1 Hasil delineasi Sub DAS Ciawitali Pembentukan Hidrology Response Unit (HRU) HRU dibentuk dari hasil overlay peta tutupan lahan, jenis tanah, dan kelas lereng. Tutupan lahan Sub DAS Ciawitali didominasi kebun campuran, kemudian sawah serta pemukiman. Vegetasi kebun campuran terdiri dari jenis pohon rakyat seperti sengon, mangium, mahoni, rambutan, dan durian serta sedikit tegakan pinus. Mengacu kepada Arnold et al. (2013), sebagai hasil adaptasi model dengan jenis tutupan lahan di Indonesia maka kebun campuran tercatat sebagai Forest Mixed (FRST). Pengelompokan ditinjau dari kesamaan antara mayoritas jenis tanaman kebun campuran dengan Oak sebagai pohon daun lebar. Informasi mengenai sawah dan pemukiman sudah tersedia dalam database Arc SWAT. Rincian luas areal tutupan lahan beserta peta ditunjukan pada Tabel 4 dan Gambar 2. Tabel 4 Sebaran tutupan lahan Sub DAS Ciawitali Kode SWAT FRST RICE URLD Total Tutupan Lahan Kebun Campuran Sawah Pemukiman Luas Ha 437 109 13 559 Keterangan: FRST = Forest Mixed, RICE = Rice, URLD = Urban Low Density % 78.14 19.53 2.53 100 9 Gambar 2 Peta tutupan lahan Sub DAS Ciawitali Berdasarkan sistem klasifikasi tanah Dudal dan Soepraptoharjo tahun 1957 – 1961 yang digunakan Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, jenis tanah yang tersebar di Sub DAS Ciawitali tergolong menjadi tanah latosol coklat dan asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan. Latosol coklat merupakan tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, agregat remah hingga gumpal, memiliki kisaran warna merah, coklat, hingga kuning dengan batas horizon kabur dan solum yang dalam. Asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan merupakan tanah jenis peralihan antara aluvial dan latosol. Tanah aluvial merupakan tanah endapan baru yang belum berkembang atau perkembangannya lemah, berlapis-lapis, kandungan pasir kurang dari 60 % dengan bahan organik tersebar tidak teratur sesuai dengan kedalamannya (Mega et al. 2010; Rachim 2009). Tanah latosol coklat cocok digunakan untuk tanaman perkebunan dan buah-buahan. Selain cocok ditanami tanaman perkebunan seperti tanah latosol coklat, tanah aluvial juga cocok dibuat persawahan. Rincian luas dan persentase sebaran jenis tanah beserta peta ditunjukan oleh Tabel 5 dan Gambar 3. Tabel 5 Jenis tanah Sub DAS Ciawitali Jenis Tanah Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan Latosol Coklat Total Luas Ha 250 309 559 % 44.80 55.20 100 10 Gambar 3 Peta jenis tanah Sub DAS Ciawitali Klasifikasi kelas lereng didapat melalui pengolahan data DEM resolusi 30 m. Kondisi daerah penelitian berada pada ketinggian 111 – 522 mdpl dengan kawasan selatan merupakan jajaran perbukitan Gunung Putri dan Gunung Pogor. Kawasan perbukitan tersebut menciptakan topografi yang beragam dengan dominasi kelas lereng curam (25 – 40 %). Rincian luas dan persentase kelas lereng beserta peta ditunjukan oleh Tabel 6 dan Gambar 4. Secara spasial HRU dikelompokan berdasarkan hasil overlay dari peta tutupan lahan, jenis tanah, dan kelas lereng. Pada sub menu HRU Definition, threshold yang digunakan untuk jenis tutupan lahan, jenis tanah, dan kelas lereng sebesar 0 %. Threshold untuk tutupan lahan dan jenis tanah dibuat 0 % karena keragaman tutupan lahan dan jenis tanah yang rendah (< 5 jenis). Penggunaan threshold untuk kelas lereng sebesar 0 % dikarenakan Sub DAS Ciawitali termasuk kategori DAS kecil dengan luas kurang dari 10 Km2 (Uhlenbrook 2004 dalam Safarina 2011). Keberadaan kelas lereng minoritas pada DAS kecil perlu dipertahankan agar lebih mewakili kondisi lapangan yang sesungguhnya. Tabel 6 Sebaran kelas lereng Sub DAS Ciawitali Kelas Lereng 0–8% 8 – 15 % 15 – 25 % 25 – 40 % > 40 % Total Klasifikasi Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam Luas Ha 23 69 169 198 100 559 % 4.10 12.38 30.17 35.38 17.97 100 11 Gambar 4 Peta kelas lereng Sub DAS Ciawitali Hasil overlay menunjukan adanya 284 unit HRU yang berbeda tiap sub basin. HRU terluas adalah hasil permutasi kebun campuran dengan tipe tanah latosol coklat pada kemiringan lereng 25 – 40 % di sub basin 26. Luas HRU tersebut mendominasi lahan dengan luas 17.471 Ha. Karakteristik HRU pada kelerengan curam (25 – 40 %) hingga sangat curam (> 40 %) dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik HRU pada kelerengan curam dan sangat curam HRU 70 228 45 247 124 251 Keterangan Kebun Campuran/Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan/25 – 40 Kebun Campuran/Latosol Coklat/25 – 40 Sawah/Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan/25 – 40 Sawah/Latosol Coklat/25 – 40 Kebun Campuran/Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan/> 40 Kebun Campuran/Latosol Coklat/> 40 Sub DAS Ciawitali Ha % 9.547 1.708 17.471 3.125 1.050 0.188 6.587 1.178 11.266 2.015 10.788 1.930 Iklim dan Debit Berdasarkan klasifikasi iklim Schimdt-Ferguson, kawasan Sub DAS Ciawitali pada tahun 2008 – 2013 tergolong kategori iklim B dengan kisaran perbandingan bulan kering dan bulan basah sebesar 0.143 – 0.333. Pola hujan yang 12 terjadi tergolong ke dalam tipe hujan monsoonal. Tipe hujan ini dicirikan dengan adanya perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan dalam setahun. Grafik 5 menunjukan curah hujan tertinggi sepanjang tahun 2012 – 2013 terjadi pada bulan Februari sebesar 584 mm., sedangkan curah hujan terendah sebesar 4.350 mm terjadi pada bulan Agustus. Nilai rataan per tahun curah hujan yang terukur sebanyak 3 098.7 mm. Kondisi curah hujan bulanan tersebut sejalan dengan hasil analisis Khomarudin et al. (2004). 0 12.000 200 10.000 400 8.000 600 6.000 800 4.000 2.000 1000 0.000 1200 Curah Hujan (mm) Debit (m3/s) 14.000 Bulan Curah Hujan Debit Gambar 5 Grafik curah hujan dan debit bulanan tahun 2012 - 2013 Debit rata-rata bulanan Sub DAS Ciawitali berfluktuasi menurut jumlah hujan. Curah hujan terbesar di bulan Februari menghasilkan debit terbesar di bulan yang sama sebesar 5.797 m3/s. Curah hujan terendah di bulan Agustus menghasilkan debit terendah di bulan yang sama sebesar 0.689 m3/s. Fluktuasi debit dan curah hujan yang terhitung sejalan dengan hasil penelitian Sutiyono (2006). Hal ini menunjukan bahwa selama 10 tahun, kondisi iklim dan aliran sungai utama Sub DAS Ciawitali tidak mengalami perubahan yang signifikan. Keterwakilan data curah hujan dalam menduga besarnya debit dapat dihitung dengan pendekatan koefisien determinasi (R2). Nilai R2 yang diperoleh sebesar 0.68. Nilai tersebut menunjukan bahwa data curah hujan BPDAS Citarum-Ciliwung layak digunakan untuk menduga debit sungai di Sub DAS Ciawitali. Parameterisasi Parameterisasi merupakan proses pemilihan jenis dan selang nilai parameter yang akan digunakan dalam proses kalibrasi. Keputusan dalam memlih jenis dan selang nilai parameter merupakan kombinasi dari keputusan ahli, analisis sensitivitas, atau studi literatur pada lokasi dengan kemiripan kondisi iklim, tanah, dan tutupan lahan dengan lokasi penelitian (Arnold et al. 2012). Semakin sensitif suatu parameter, semakin kecil nilai P-Value dan nilai t-Stat semakin menjauhi nol. Pemilihan jenis parameter berdasarkan keputusan ahli dan kemiripan kondisi iklim 13 mengacu pada Abbaspour et al. (2015) dan Mulyana (2012). Jenis parameter terpilih kemudian dipersempit jumlahnya berdasarkan hasil analisis sensitivitas. Tabel 8 Parameter model terbaik hasil iterasi SUFI-2 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Parameter v__CN2.mgt v__SHALLST.gw v__ESCO.hru v__GW_REVAP.gw v__REVAPMN.gw v__RCHRG_DP.gw v__GW_DELAY.gw v__GWQMN.gw v__CH_K2.rte v__CH_K1.sub Unit mmH20 mmH20 Hari mmH20 mm/hr mm/hr Fitted Value 91.221 7 355.879 0.941 0.079 167.669 0.992 6.848 3 895.460 5.543 334.459 Min 84.189 2 469.776 0.466 0.036 0.000 0.492 0.000 1 669.728 0.000 125.188 Max 92.577 7 413.557 0.950 0.145 632.713 1.000 20.647 5 000.000 255.820 357.812 Kalibrasi dan Validasi Kalibrasi dilaksanakan menggunakan data periode 2012 dengan warm up data tahun 2008 – 2011. Warm up merupakan fase yang esensial untuk memantapkan kondisi base flow (Wahdani 2011). Proses kalibrasi menggunakan data model teroptimasi menghasilkan nilai R2 sebesar 0.77 dan NSE sebesar 0.54. Hasil terbaik diperoleh pada simulasi nomor 299 dari 300 simulasi di iter asi kedua. CH_K(2) dan CH_K(1) didefinisikan sebagai konduktivitas hidrolik efektif pada dinding sungai utama dan sungai cabang. Hasil optimasi menunjukan bahwa CH_K(2) merupakan parameter paling sensitif dengan nilai P-Value sebesar 0 dan t-Stat sebesar -87.272. CH_K(1) cukup sensitif dengan nilai P-Value sebesar 0 dan t-Stat sebesar -4.261. Hasil optimasi menunjukan bahwa terjadi rembesan pada dinding sungai utama sebesar 5.543 mm/hari dan pada dinding sungai cabang sebesar 334.459 mm/hari. Perbedaan nilai konduktivitas memungkinkan terjadi karena perbedaan karakteristik bahan penyusun dinding sungai. Berdasarkan pendekatan Lane (1983) dalam Arnold et al. (2013), dapat diketahui bahan penyusun dinding sungai utama dan beberapa sungai cabang berupa pasir campuran kerikil dengan kandungan debu-liat tinggi, sedangkan sebagian besar dinding sungai cabang lebih dominan pada tanah berpasir atau tanah humus. ESCO merupakan parameter paling sensitif setelah CH_K(2) dengan nilai PValue sebesar 0 dan t-Stat sebesar 19.545. ESCO didefinisikan sebagai pengambilan air tanah lapisan bawah sebagai kompensasi proses evaporasi lapisan tanah atasnya. Hasil optimasi menunjukan nilai ESCO optimum adalah 0.941 dari selang nilai 0.01 – 1. Pengambilan air dari lapisan tanah bawah memungkinkan terjadi karena adanya gejala kapilaritas atau rekahan (Arnold et al. 2013). 14 SHALLST merupakan parameter paling sensitif setelah ESCO dengan nilai P-Value sebesar 0 dan t-Stat sebesar 11.128. SHALLST didefinisikan sebagai kedalaman awal air tanah pada zona akuifer dangkal. Hasil optimasi menunjukan nilai SHALLST optimum adalah 7 355.879 mm. SHALLST bersamaan dengan GWQMN dan REVAPMN merupakan parameter baseflow. GWQMN merupakan parameter paling sensitif setelah SHALLST dengan nilai P-Value sebesar 0 dan tstat sebesar -6.816. GWQMN didefinisikan sebagai ambang kedalaman air tanah pada zona akuifer dangkal yang dibutuhkan agar menjadi aliran dasar. Hasil optimasi menunjukan nilai GWQMN optimum adalah 3 895.460 mm. REVAPMN didefinisikan sebagai ambang kedalaman air tanah pada zona akuifer dangkal untuk berpindah menuju zona perakaran atau melakukan proses perkolasi menuju akuifer dalam. Hasil optimasi menunjukan nilai REVAPMN optimum adalah 167.669 mm dengan P-Value sebesar 0.943 dan t-Stat sebesar -0.071. GW_REVAP dan RCHRG_DP merupakan parameter yang mempengaruhi kondisi air lapisan perakaran. GW_REVAP dan RCHRG_DP merupakan dua parameter paling sensitif setelah GWQMN. Keduanya memiliki nilai P-Value sebesar 0 dan nilai t-Stat masing-masing sebesar -3.594 dan 5.212. GW_REVAP didefinisikan sebagai koefisien perpindahan air dari zona akuifer dangkal menuju zona perakaran. Dari selang nilai 0.02 – 0.2, nilai optimum yang diperoleh sebesar 0.079. Perpindahan air tersebut memungkinkan terjadi karena proses evaporasi melalui pori-pori kapiler tanah atau penarikan air oleh akar tanaman (Arnold et al. 2013). RCHRG_DP didefinisikan sebagai fraksi perkolasi dari zona perakaran menuju zona akuifer dalam. Hasil optimasi menunjukan nilai RCHRG_DP optimum sebesar 0.992 pada skala 0 – 1. GW_DELAY dan CN2 merupakan parameter yang kurang sensitif tetapi esensial dalam proses optimasi. GW_DELAY didefinisikan sebagai masa jeda yang dibutuhkan air dari zona profil tanah mengalir menuju zona akuifer dangkal. Kondisi masa jeda dipengaruhi oleh tinggi muka air tanah dan sifat hidrolika dari formasi bebatuan yang tersebar di zona jenuh dan tak jenuh (Arnold et al. 2013). CN2 didefinisikan sebagai nilai kurva air larian. Pendekatan nilai CN sering digunakan untuk menduga tingkat limpasan. Nilai CN merupakan fungsi dari tanaman penutup, tipe tanah, dan perlakuan pada tanah. Optimasi nilai CN hanya diberlakukan untuk wilayah pemukiman. Hasil optimasi menunjukan CN2 optimum adalah 91.221 dari selang nilai 0 – 100. Nilai tersebut menunjukan bahwa pemukiman yang berada dalam lingkup Sub DAS Ciawitali termasuk wilayah pemukiman yang sedang berkembang ke arah perkotaan (Arnold et al. 2013). Periode validasi yang digunakan adalah tahun 2013. Data kalibrasi dan validasi pada periode yang berdampingan sesuai dengan sifat data yang diskontinyu dengan menggunakan pengukuran tunggal (debit) (Arnold et al. 2012). Proses validasi menghasilkan nilai R2 sebesar 0.66 dan NSE sebesar 0.58. Nilai R2 lebih kecil dari nilai hasil kalibrasi akan tetapi masih berada pada skala “dapat diterima”. Nilai hasil kalibrasi dan validasi menurut selang waktu diilustrasikan pada Gambar 6. 40 0 35 50 30 100 25 150 20 15 R2 = 0.77 NSE = 0.54 R2 = 0.66 NSE = 0.58 200 250 10 300 5 350 0 400 Curah Hujan (mm) Debit (m3/s) 15 Waktu (bulan/tanggal/tahun) Curah Hujan Debit Observasi Debit Simulasi Gambar 6 Hidrograf debit simulasi dan debit observasi pasca proses kalibrasi dan validasi tahun 2012 dan 2013 Analisis Hidrologi Sub DAS Ciawitali Neraca hidrologi DAS merupakan pengukuran besaran tiap komponen siklus aliran air yang masuk dan keluar DAS. Proses simulasi SWAT mampu menduga neraca hidrologi dengan melibatkan curah hujan sebagai komponen masukan, sedangkan komponen keluaran secara garis besar terdiri dari evapotranspirasi aktual, limpasan permukaan, perkolasi, dan aliran lateral (Faramarzi et al. 2013). Hasil simulasi model SWAT menunjukan bahwa sebagian besar curah hujan diubah menjadi limpasan permukaan sebesar 1 524.16 mm/tahun. Curah hujan yang tidak menjadi limpasan diubah menjadi evapotranspirasi aktual sebesar 757.7 mm/tahun, perkolasi sebesar 699.8 mm/tahun, dan aliran lateral sebesar 115.69 mm/tahun. Tingginya konversi limpasan disebabkan karena kondisi topografi yang beragam dengan dominansi kelerengan curam. Rasio komponen keluaran neraca hidrologi terhadap curah hujan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Rasio komponen keluaran neraca hidrologi terhadap curah hujan Komponen neraca hidrologi Limpasan Permukaan Evapotranspirasi Aktual Perkolasi Aliran Lateral Jumlah rataan per tahun (mm) 1 524.290 757.700 699.710 115.680 Rasio terhadap curah hujan 0.492 0.240 0.230 0.037 16 Limpasan permukaan merupakan komponen keluaran neraca air berupa aliran air diatas permukaan tanah. CN2 dan CH_K2 adalah parameter yang berpengaruh langsung terhadap kondisi limpasan permukaan. Optimasi nilai CN2 dari 79 menjadi 91 merupakan upaya untuk menaikan nilai limpasan permukaan model (Yang et al. 2007). Hal ini menunjukan bahwa data observasi cenderung overestimate terhadap data model. Perubahan nilai CH_K2 tidak begitu signifikan dari 0 mm/hari menjadi 5.543 mm/hari. Nilai konduktivitas hidrolik dinding sungai utama yang minim menunjukan kondisi influent maupun effluent stream yang cenderung tidak deras. Alian air yang sudah masuk sungai utama tidak akan berkurang secara signifikan melalui rembesan dinding sungai dan akan langsung menuju titik patusan. Parameter lain yang cukup berpengaruh terhadap kondisi limpasan permukaan adalah SHALLST. Nilai SHALLST mengalami kenaikan dari 5 000 mm menjadi 7 355.879. Nilai tersebut merupakan hasil optimasi pendugaan kedalaman awal air tanah pada zona akuifer dangkal. Pada awal periode simulasi, kondisi air tanah yang dalam dan tebal mengurangi jumlah air yang dapat masuk ke dalam tanah saat terjadi hujan. Hal ini dikarenakan air pada zona aquifer dangkal mendesak ruang pori tanah. Air hujan yang tidak bisa ditampung pada ruang tanah akan berubah menjadi limpasan permukaan. Limpasan permukaan terbesar terjadi pada tutupan lahan pemukiman sebesar 9.317 mm/ha/tahun, kemudian sawah sebesar 4.858 mm/ha/tahun dan kebun campuran sebesar 2.1 mm/ha/tahun. Evapotranspirasi aktual merupakan proses penguapan dari permukaan tanah dan vegetasi yang terjadi sesuai dengan keadaan persediaan air atau kelembaban tanah yang tersedia (Suhartanto et al. 2012). ESCO, GW_REVAP, dan REVAPMN merupakan parameter yang berpengaruh langsung terhadap jumlah air dalam proses evapotranspirasi. Perubahan nilai ESCO tidak terlalu signifikan dari 0.95 menjadi 0.941. Hal ini menunjukan bahwa pengambilan air dari lapisan tanah bawah sebagai kompensasi air lapisan tanah atas yang terbawa proses evapotranspirasi berada pada intensitas rendah. Nilai optimasi REVAPMN yang lebih kecil dari SHALLST menunjukan bahwa terjadi pengurangan jumlah simpanan akuifer dangkal menuju lapisan perakaran (Arnold et al. 2013). Nilai GW_REVAP terhitung rendah yaitu 0.079 dari skala 0.02 – 0.2. Nilai ini menunjukan bahwa kontribusi perpindahan air dari akuifer dangkal menuju lapisan perakaran terhadap proses evapotranspirasi hanya 7.8 %. Evapotranspirasi aktual terbesar terjadi pada tutupan lahan pemukiman sebesar 4.539 mm/ha/tahun, kemudian sawah sebesar 1.853 mm/ha/tahun dan kebun campuran sebesar 1.126 mm/ha/tahun. Mengacu pada Gambar 7, perkolasi didefinisikan sebagai pergerakan air dalam tanah yang bermuara ke lapisan akuifer dangkal. Parameter yang mempengaruhi secara langsung proses perkolasi diatas zona akuifer dangkal adalah CH_K1 dan GW_DELAY. Nilai optimasi CH_K1 menjelaskan bahwa terjadi proses perkolasi pada dinding sungai utama dengan kecepatan 334.459 mm/hari. Nilai optimasi GW_DELAY menjelaskan bahwa terjadi jeda sekitar 7 hari pada aliran air selama melalui lapisan tanah menuju akuifer dangkal. Selain menuju akuifer dangkal, proses perkolasi juga bergerak menuju zona akuifer dalam. Parameter yang mempengaruhi pergerakan tersebut adalah RCHRG_DP dan REVAPMN. Nilai optimasi RCHRG_DP menjelaskan bahwa sekitar 99.3 % simpanan air akuifer dalam pernah melalui lapisan perakaran. Nilai optimasi REVAPMN yang lebih kecil dari SHALLST menunjukan bahwa terjadi proses perkolasi dari zona akuifer dangkal menuju zona akuifer dalam (Arnold et al. 2013). 17 Selain menuju akuifer dangkal dan dalam, pergerakan air dalam tanah dapat berupa aliran lateral dan aliran dasar. Aliran dasar didefinisikan sebagai aliran dari zona akuifer dangkal yang mengisi badan sungai. Nilai hasil optimasi GWQMN yang lebih kecil dari SHALLST menunjukan bahwa terjadi aliran dasar di Sub DAS Ciawitali (Arnold et al. 2013). Aliran lateral merupakan aliran air pada zona perakaran yang akhirnya masuk ke badan sungai. Jumlah aliran lateral merupakan merupakan sisa dari aliran air yang tidak menuju zona akuifer dangkal. Skema neraca air Sub DAS Ciawitali dapat dilihat pada Gambar 7. PET 1468.9 Evaporation and Transpiration 757.7 Precipitation 3098.7 Vadose (unsaturated) Zone Shallow (unconfined) Aquifer Surface Runoff 1524.29 Infiltration/Plant uptake/ Soil moisture redistribution Root Zone Lateral Flow 115.68 Revap from shallow aquifer Percolation to shallow aquifer 29.38 699.71 Return Flow 637.31 Confining Layer Deep (confined) Aquifer Flow out of watershed Recharge to deep aquifer All units mm 34.99 Gambar 7 Hasil simulasi neraca air per tahun Sub DAS Ciawitali Skenario Perubahan Tutupan Lahan Hasil simulasi model menunjukan adanya perbedaan respon hidrologi mengikuti tipe penggunaan lahan tertentu. Kebun campuran menghasilkan limpasan permukaan paling rendah per hetar per tahunnya. Aliran lateral paling rendah dihasilkan oleh tutupan lahan sawah, sedangkan seluruh keluaran neraca air terbesar dihasilkan dari tutupan lahan pemukiman. Skenario perubahan tutupan lahan merupakan upaya memerankan hasil simulasi untuk menghitung keluaran neraca air yang telah lalu ataupun yang akan datang berdasarkan fungsi tutupan lahan. Respon keluaran neraca air terhadap kondisi tutupan lahan di Sub DAS Ciawitali dapat dilihat pada Gambar 8. Skenario pra-GERHAN mengacu pada kondisi tutupan lahan sebelum dimulainya kegiatan GERHAN di DAS Cipunagara pada tahun 2004. Jenis tutupan lahan yang mendominasi adalah pertanian lahan kering sebesar 79.96 %, kemudian terdapat kebun campuran sebesar 19.50 % dan lahan pemukiman sebesar 0.54 %. Mengacu pada Gambar 8, kegiatan GERHAN mampu menurunkan limpasan permukaan sebesar 13.8 % serta menaikan jumlah aliran dasar dan perkolasi sebesar 5.8 % dan 6.1 % . Terjadi kenaikan jumlah evapotranspirasi dan aliran lateral akan 18 tetapi tidak signifikan (< 5 %). Kondisi tersebut diperoleh karena telah mengonversi mayoritas penggunaan pertanian lahan kering menjadi kebun campuran. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Pra-GERHAN (2003) Limpasan Permukaan (mm) Aliran Dasar (mm) 2012-2013 Evapotranspirasi (mm) Aliran Lateral (mm) Agroforestri Sengon Perkolasi (mm) Gambar 8 Respon keluaran neraca air terhadap skenario perubahan tutupan lahan Secara spasial, sekenario agroforestri adalah mengganti tutupan lahan selain pemukiman dan sawah menjadi agroforestri. Agroforestri merupakan suatu sistem pola tanam yang memadukan pohon dengan tanaman semusim untuk meningkatkan produktivitas lahan tanpa mengesampingkan aspek ekologi (Maria et al. 2012). Jenis tanaman pokok yang digunakan adalah sengon. Penerapan pola tanam agroforestri nanas dengan sengon mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga petani di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang (Kuswantoro et al. 2012). Mengacu pada Gambar 8, agroforestri juga mampu menurunkan laju limpasan dan meningkatkan simpanan air tanah dangkal melalui peningkatan perkolasi. Limpasan permukaan turun sebanyak 9.4 % dari kondisi pra GERHAN, sedangkan aliran dasar dan perkolasi naik sebanyak 3.7 % dan 3.9 % dari kondisi pra GERHAN. Skenario agroforestri efisien dalam menurunkan limpasan serta menaikan jumlah aliran dasar dan perkolasi, akan tetapi tidak seefektif skenario GERHAN. Hal ini disebabkan karena strata kanopi pohon yang dibentuk kebun campuran hasil kegiatan GERHAN lebih rapat dan beragam sehingga lebih efektif dalam mereduksi energi kinetik curah hujan. Monitoring dan Evaluasi DAS Salah satu aspek penting dalam kegiatan monitoring dan evaluasi DAS adalah tata air. Mengacu kepada P.61/Menhut-II/2004, monitoring dan evaluasi tata air dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas aliran air setelah dilaksanakan kegiatan pengelolaan DAS. Kondisi tata air Sub DAS Ciawitali dapat dilihat pada Tabel 10. 19 Tabel 10 Kondisi tata air Sub DAS Ciawitali Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember *KRA 17.774 48.296 38.183 35.106 18.521 177.145 53.032 28.061 1 536.624 1 824.266 1 917.296 389.915 *CV 1.155 1.776 1.842 1.802 1.046 2.431 0.921 1.022 6.653 4.732 3.904 2.379 *DJ 0.423 1.566 1.350 1.211 0.363 0.757 0.065 0.020 0.691 0.600 1.045 1.314 *c 0.363 0.624 0.535 0.580 0.220 0.447 0.062 0.003 0.369 0.317 0.361 0.561 *SDR 0.253 0.253 0.253 0.253 0.253 0.253 0.253 0.253 0.253 0.253 0.253 0.253 Keterangan: Akronim bertanda (*) merujuk pada Tabel 3. Nilai KRA cenderung berada pada kondisi “baik” selama periode bulan hujan (Desember – Mei). Hal ini disebabkan karena selisih jumlah debit maksimum dan minimum menurun saat musim hujan sehingga menghasilkan rasio parameter KRA yang minim. Sebaliknya, nilai c berada pada kondisi “baik” selama periode musim kering (Juni – November). Saat musim kering, intensitas dan frekuensi hujan menurun sehingga menghasilkan rasio parameter c minimum. Nilai DJ dan SDR berada pada kondisi “baik” sepanjang tahun 2012 dan 2013. Nilai DJ yang “baik” merupakan representasi kapasitas tanah yang cukup baik dalam menyimpan air. Saat musim hujan, fluktuasi debit masih berada pada skala normal dan saat musim kering, tanah mampu mengalirkan air secara perlahan untuk mengisi badan sungai. Nilai SDR diperoleh menggunakan metode Auerswald melalui pendekatan luas DAS (Arsyad 2012). Dengan luas 559 ha, nisbah hantar sediment Sub DAS Ciawitali berada pada kapasitas normal. Nilai CV berada pada kondisi “buruk” sepanjang tahun 2012 dan 2013. Hal ini menunjukan bahwa dinamika perubahan iklim dan respon hidrologi yang terjadi di Sub DAS Ciawitali tergolong tinggi. Mengacu pada Tauriza (2006), nilai CV debit sungai Sub DAS Ciawitali lebih kecil dari CV debit sungai 30 DAS dan sub DAS di Jawa Barat. Mengingat curah hujan sebagai masukan data paling sensitif, ragam debit sungai merupakan respon dari fluktuasi curah hujan dan kondisi iklim. Hal ini menunjukan bahwa Sub DAS Ciawitali memiliki kondisi iklim yang lebih stabil dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya (iklim mikro). 20 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Hasil model SWAT menunjukan bahwa hampir setengah dari jumlah curah hujan yang masuk ke Sub DAS Ciawitali diubah menjadi limpasan permukaan. Sisa dari curah hujan yang tidak menjadi limpasan kemudian terbagi sama besar menjadi evapotranspirasi dan perkolasi serta sedikit aliran lateral. 2. Skenario GERHAN paling efektif meningkatkan simpanan air tanah dan menurunkan limpasan permukaan Sub DAS Ciawitali. Kegiatan GERHAN mampu menurunkan limpasan permukaan sebesar 13.8 % serta menaikan jumlah aliran dasar dan perkolasi sebesar 5.8 % dan 6.1 %. 3. Hasil monitoring dan evaluasi DAS menggunakan data keluaran model SWAT menunjukan bahwa bentang alam Sub DAS Ciawitali mampu menjaga stabilitas debit sungai selama tahun 2012 – 2013. Sub DAS Ciawitali juga memiliki kondisi iklim yang lebih stabil dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya (iklim mikro). Saran Kegiatan GERHAN perlu dilanjutkan. Keberadaan kebun campuran perlu dipertahankan guna menjaga keseimbangan kondisi neraca hidrologi. Kegiatan monitoring dan evaluasi DAS, serta simulasi dampak kegiatan konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan model SWAT. DAFTAR PUSTAKA [BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Citarum-Ciliwung. 2010. Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung Tahun 2009. Bogor (ID): BPDAS Citarum-Ciliwung Abbaspour KC, Vejdani M, Haghighat S. 2008. SWAT-CUP: Calibration and uncertainty programs for SWAT [ulasan]. Ueberlandstr (CH): Eawag Aquatic Research ____________. 2015. SWAT-CUP: SWAT calibration and uncertainty programs – a user manual [ulasan]: Ueberlandstr (CH): Eawag Aquatic Research ____________, Rouholahnejad E, Vaghefi S, Srinivasan R, Yang H, Klove B. 2015. A continental-scale hydrology and water quality model for Europe: calibration and uncertainty of high-resolution large-scale SWAT model. J. Hydrol. 524: 733-752. doi:10.1016/j.jhydrol.2015.03.027 Arsyad S. 2012. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Press Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press 21 Arnold JG, Moriasi DN, Gassman PW, Abbaspour KC, White MJ, Srinivasan R, Santhi C, Harmel RD, Van Griensven A, Van Liew MW et al. 2012. SWAT: Model use, calibration, and validation. Trans. ASABE. 55(4): 1491-1508 ________, Kiniry JR, Srinivasan R, Williams JR, Haney EB, Neitsch SL. 2013. Soil water assesment tool input/output documentation version 2012 [ulasan]. Texas (US): Texas Water Resources Institute Dewi YK dan Rosyidie A. 2008. Kajian pengembangan kawasan Capolaga sebagai daya tarik ekowisata. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 19(2): 23-36 Faramarzi M, Abbaspour KC, Vaghefi SA, Farzaneh MR, Zehnder AJB, Srinivasan R, Yang H. 2013. Modeling impacts of climate change on freshwater availability in Africa. J. Hydrol. 480: 85-101. doi: 10.1016/j.jhydrol.2012.12.016 Ferijal T. 2013. Aplikasi model SWAT untuk mensimulasikan debit Sub DAS Krueng Meulesong menggunakan data klimatologi aktual dan data klimatologi hasil perkiraan. Rona Teknik Pertanian. 6(1): 398-404 _______, Mechram S, Jayanti DS, Satriyo P. 2015. Pemodelan daerah tangkapan air Waduk Keliling dengan model SWAT. AGRITECH. 35(1): 121-127 Hamdan M. 2010. Analisis debit aliran sungai Sub DAS Ciliwung Hulu menggunakan MW-SWAT [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Junaidi E. 2009. Kajain berbagai alternatif perencanaan pengelolaan DAS Cisadane menggunakan model SWAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Khomarudin MR, Parwati, Dalimunthe W. 2004. Analisis pola hujan bulanan dengan data outgoing longwave radiation (OLR) untuk menentukan kandungan air lahan pertanian. Warta LAPAN. 3(2): 56-62 Koyari E, Priyantoro D, Sisinggih D. 2012. Pola pengendalian banjir kawasan bambu kuning Kota Jayapura. Jurnal Teknik Pertanian. 3(2): 240-249 Kuswantoro DP, Ruhimat IS, Priono D. 2012. Penggunaan Pola Agroforestri pada Budidaya Nanas di Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Seminar Nasional Agroforestri III. Ciamis (ID): Balai Penelitian Teknologi Agroforestri Lin B, Chen X, Yao H, Chen Y, Liu M, Gao L, James A. 2015. Analyses of landuse change impact on catchment runoff using different time indicators based on SWAT model. Ecological Indicators. 58: 55-63. doi: 10.1016/j.ecolind.2015.05.031 Maria R, Lestiana H, Mulyono A. 2012. Upaya Konservasi Tanah dan Air dengan Agroforestri di Subang Selatan. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Bandung (ID): Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Mega IM, Dibia IN, Adi IGPR, Kusmiyarti TB. 2010. Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Denpasar (ID): Universitas Udayana Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Bingner RL, Harmel RD, Veith TL. 2007. Model evaluation guidelines for systematic quantification of accuracy in watershed simulation. Trans. ASABE. 50(3): 885-900 Mulyana N. 2012. Analisis luas tutupan hutan terhadap kesediaan green water dan blue water di Sub DAS Gumbasa dan Sub DAS Cisadane Hulu dengan aplikasi model SWAT [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor 22 Nawir AA, Murniati, Rumboko L. 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Akan Kemanakah Arahnya Setelah Lebih Dari Tiga Dasawarsa ?. Bogor (ID): CIFOR Paranoan D, Paembonan SA, Millang S. 2008. Pelaksanaan program rehabilitasi lahan (Studi kasus: program GN-RHL BP-DAS Saddang Kabupaten Tanah Toraja) [ulasan]. Makassar (ID): Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Rachim DA. 2009. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bogor (ID): Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Safarina AB. 2011. Analisis multi hydrograph satuan daerah aliran sungai Citarum Hulu menggunakan peta isokhorn dan mekanisme runoff routing. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 10(1): 57-64 Schuol J, Abbaspour KC, Yang H, Srinivasan R, Zehnder AJB. 2008. Modelling blue and green water availability in Africa. Water Resour. Res. 44(7):1-18. doi: 10.1029/2007WR006609 Suhartanto E, Limantara LM, Samosir A. 2012. Analisis neraca air Sub DAS Irigasi Wirway Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. Jurnal Irigasi. 7(2): 74-86 Surtiani Y, Budiati L. 2015. Evaluasi rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Juwana pada kawasan Gunung Muria Kabupaten Pati. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. 11(1): 117-128 Sutiyono AP. 2006. Penggunaan model AGNPS berbasis sistem informasi geografis dalam analisis karakteristik hidrologi Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Tauriza M. 2006. Klasifikasi respon hidrologi DAS di Jawa Barat berdasarkan hidrograf satuan sintetik gama 1 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Wahdani DK. 2011. Perkiraan debit sungai dan sedimentasi dengan model MWSWAT di Sub DAS Citarum Hulu, Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Winchell M, Srinivasan R, Luzio MD, Arnold J. 2013. Arc SWAT interface for SWAT 2012 [ulasan]. Texas (US): Texas Agrilife Research Yang J, Reichert P, Abbaspour KC, Yang H. 2007. Hydrological modelling of the Chaohe Basin in China: Statistical model formulation and Bayesian inference. J. Hydrol. 340: 167-182. doi:10.1016/j.jhydrol.2007.04.006 23 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Groundcheck kondisi tutupan lahan Sawah Kebun Campuran Pemukiman Lampiran 2 Kondisi tutupan lahan pra-GERHAN 24 Lampiran 3 TMA harian (meter) SPAS Ciawitali Januari - Agustus 2012 Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 0.303 - 0.427 - 0.233 0.191 0.175 0.171 2 - 0.263 0.523 - 0.223 0.194 0.175 0.171 3 0.293 0.263 - 0.330 0.198 0.189 0.175 0.171 4 0.287 0.263 - 0.483 0.190 0.188 0.176 0.172 5 0.257 0.263 - 0.753 0.186 0.188 0.175 0.172 6 0.380 0.263 - - 0.183 0.189 0.176 0.171 7 - 0.653 0.410 - 0.233 0.195 0.175 0.172 8 - 0.567 - 0.673 0.182 0.185 0.175 0.172 9 0.307 - 0.530 - 0.179 0.186 0.175 0.171 10 0.300 - - - 0.230 0.183 0.175 0.171 11 - 0.470 0.457 - 0.179 0.183 0.175 0.171 12 - 0.607 0.443 - 0.180 0.181 0.175 0.172 13 - - - - 0.223 0.181 0.175 0.172 14 - 0.430 - 0.205 0.253 0.182 0.174 0.172 15 - - - 0.206 0.192 0.180 0.173 0.172 16 0.277 - - 0.202 0.186 0.178 0.174 0.172 17 0.360 0.697 - 0.223 0.182 0.179 0.175 0.172 18 0.490 0.580 - 0.196 0.182 0.179 0.174 0.172 19 - - - 0.200 0.182 0.179 0.173 0.173 20 - - - 0.202 0.182 0.179 0.174 0.173 21 - - - 0.201 0.182 0.178 0.173 0.175 22 - - - 0.250 0.189 0.178 0.173 0.177 23 - - - 0.202 0.193 0.178 0.173 0.173 24 - - - 0.413 0.191 0.178 0.172 0.173 25 0.283 - 0.343 0.267 0.190 0.176 0.170 0.172 26 0.380 - 0.333 0.188 0.189 0.176 0.170 0.171 27 0.337 - 0.190 0.186 0.176 0.170 0.172 28 - 0.363 0.343 0.194 0.186 0.177 0.172 0.172 29 - 0.503 0.590 0.190 0.184 0.176 0.172 0.172 30 - - 0.188 0.185 0.176 0.171 0.171 31 - - 0.171 0.172 0.186 25 Lampiran 4 TMA harian (meter) SPAS Ciawitali September 2012 – April 2013 Tanggal September Oktober November Februari Maret April 1 0.172 0.070 - 0.213 0.137 0.377 0.347 0.243 2 0.172 - - 0.207 0.081 0.493 0.221 0.287 3 0.171 - - 0.183 0.080 0.537 0.224 0.273 4 0.171 - - 0.087 0.087 0.241 0.222 0.340 5 0.171 - 0.317 0.086 0.086 0.577 0.393 0.660 6 0.171 - 0.490 0.187 0.089 0.690 0.223 0.747 7 0.172 - - 0.173 0.088 0.910 0.697 - 8 0.171 - - 0.217 0.096 0.245 0.242 0.006 9 0.170 - - 0.207 0.102 0.450 0.244 0.006 10 0.171 0.070 - 0.088 0.094 0.597 0.470 0.006 11 0.170 - - 0.230 0.092 0.730 0.737 0.273 12 0.170 - - 0.550 0.387 0.250 0.243 0.263 13 0.170 - - 0.128 0.523 0.252 0.240 0.005 14 0.170 - - 0.303 0.597 0.767 0.245 0.006 15 0.170 - - 0.347 0.239 0.880 0.657 0.006 16 0.132 - 0.303 0.100 0.235 0.241 0.250 0.570 17 - - 0.082 0.108 0.510 0.225 0.252 0.297 18 - 0.067 0.320 0.129 0.603 0.223 0.231 0.583 19 - - 0.084 0.557 0.236 0.225 0.817 0.007 20 0.070 - 0.078 0.667 0.229 0.225 - 0.007 21 - - 0.074 0.217 0.377 0.226 0.623 0.007 22 - - 0.180 0.118 0.407 0.224 - 0.007 23 - - 0.387 0.260 0.227 - 0.250 0.007 24 - - 0.293 0.570 0.377 - 0.360 0.007 25 - - 0.091 0.103 0.450 - 0.005 0.008 26 - 0.070 0.083 0.082 0.235 0.225 0.079 0.008 27 - - 0.082 0.071 0.234 - 0.457 0.008 28 - 0.197 0.082 0.088 0.363 0.224 0.347 0.008 29 - - 0.089 0.393 0.650 0.443 0.009 30 - 0.197 0.089 0.373 0.238 0.450 0.008 0.102 0.247 0.397 31 - Desember Januari 26 Lampiran 5 TMA harian (meter) SPAS Ciawitali Mei – Desember 2013 Tanggal Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 1 0.009 0.006 - 0.061 0.144 - - - 2 0.009 0.006 - 0.084 0.158 - - 0.243 3 0.009 0.006 - 0.087 0.152 - - 0.250 4 0.009 0.310 0.327 0.101 0.151 - - - 5 0.009 0.012 0.293 0.093 0.152 - - - 6 0.010 0.010 - 0.086 0.141 0.120 - - 7 0.009 0.570 - 0.079 0.136 - - - 8 0.010 0.677 - 0.094 0.116 - 0.560 0.353 9 0.010 0.477 - 0.101 0.119 - - 0.563 10 0.200 0.397 - 0.049 0.136 - - - 11 0.010 - 0.280 0.077 0.133 - - - 12 0.011 - - 0.080 0.108 0.133 - - 13 0.011 0.353 - 0.082 0.113 0.123 0.393 - 14 0.012 - - 0.100 0.128 - - 0.503 15 0.011 0.467 0.197 0.116 0.119 - 0.397 0.487 16 0.011 - - 0.090 0.106 - - - 17 0.200 - - 0.086 0.086 - - - 18 0.011 - 0.059 0.120 0.081 - 0.373 - 19 0.012 - 0.067 0.123 0.094 - - - 20 0.011 - 0.129 0.092 0.104 0.167 - - 21 0.417 - 0.101 0.107 0.099 0.193 - 0.413 22 0.353 - 0.057 0.129 0.099 - - - 23 0.009 - 0.047 0.111 0.164 - - - 24 0.011 - 0.035 0.091 0.073 0.363 - - 25 0.012 - 0.030 0.102 0.063 - - - 26 0.012 - 0.020 0.120 0.168 0.557 - 0.433 27 0.013 - 0.026 0.149 - - - - 28 0.280 - 0.027 0.165 - 0.653 - - 29 0.013 - 0.030 0.168 - - - - 30 0.013 - 0.048 0.169 - - - - 31 0.012 0.055 0.152 - - 27 Lampiran 6 Karakteristik tanah Sub DAS Ciawitali Jenis Tanah SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX *ANION_EXCL *SOL_CRK *TEXTURE Lapisan SOL_Z SOL_BD SOL_AWC SOL_K SOL_CBN CLAY SILT SAND ROCK K_USLE SOL_ALB SOL_EC Keterangan: * SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX ANION_EXCL SOL_CRK TEXTURE SOL_Z SOL_BD SOL_AWC SOL_K SOL_CBN Latosol Coklat 1 200 1.1 0.08 2 1.17 72 18 10 8 0.26 0.09 0 2 600 1.19 0.1 2.2 1.61 61 34 5 8 0.26 0.09 0 LC 5 C 1600 0.5 0.5 3 920 1.1 0.12 2.31 1.97 74 22 4 5 0.24 0.09 0 4 5 1340 1500 1.1 1.1 0.11 0.1 2.2 2.3 1.71 0.45 80 86 15 11 5 3 5 3 0.24 0.24 0.09 0.09 0 0 Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan AAKACK 4 C 1200 0.5 0.5 1 2 3 4 200 500 850 1200 1.1 1.1 1.1 1.16 0.2 0.2 0.2 0.16 2.7 2.8 3 2.8 3.4 2.3 0.8 0.54 56 55 48 52 37 42 48 44 7 3 4 4 21 17 10 5 0 0.2 0.2 0.16 0.3 0.3 0.3 0.27 0 0 0 0 : Data tidak diproses dalam model. Status Opsional. : Nama Tanah. : Jumlah Horizon. : Group Hidrologi Tanah (berdasarkan penamaan kriteria dari SCS [Soil Conservation Service]). : Kedalaman maksimum perakaran tanaman pada profil tanah (mm). : Fraksi porositas (pori kosong) yang terdapat anion. : Potensial atau maksimum volume retakan pada profil tanah. : Tekstur tanah pada semua lapisan pada profil tanah. : Ketebalan setiap horison pada profil tanah dari permukaan tanah (mm). : Bulk Density (mg/m3 atau g/cm3). : Kemampuan lapisan tanah dalam menahan air (mm H2O/mm tanah). : Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam). : Kandungan bahan organik tanah (% berat tanah). 28 CLAY SILT SAND ROCK K_USLE SOL_ALB SOL_EC : Kandungan liat tanah (% berat tanah). : Kandungan debu tanah (% berat tanah). : Kandungan pasir tanah (% berat tanah). : Kandungan fraksi batuan (% berat tanah). : Nilai erodibilitas tanah menurut USLE (m3- ton cm) : Albedo kelembapan tanah atau rasio perbandingan jumlah radiasi yang direfleksikan tanah. : Konduktivitas elektrik tanah (dS/m). Sumber: Arnold et al. (2013) Lampiran 7 Persamaan Debit Manning dari bentuk penampang SPAS c d B h b QManning Vmanning R P A = A x VManning R2/3 x S1/2 = n = A/P = b + (2 x TMA) = B + (2 x TMA) =bxh = (b x h) + (B x d) + (c x d) ; TMA ≤ 0.5m ; TMA > 0.5m ; TMA ≤ 0.5m ; TMA > 0.5m Keterangan: b = 1 meter h R P A S n c = 0.55 meter B = 7.4 meter 2 = 0.5 meter d = √TMA - c2 : Jari-jari hidraulik (m) : Keliling penampang basah (m) : Luas Penampang (m2) : Kemiringan Dasar Saluran (rataan nilai Csl feature class “Watershed” dari keluaran model Arc SWAT = 0.18) : Koefisien Kekasaran Manning ( saluran tak bervegetasi, dasar berkerikil = 0.04) Sumber: Koyari et al. 2012, Winchell et al. 2013, dan Asdak (2010) 29 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bekasi pada tanggal 16 Juni 1993. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara pasangan Bapak Ade Durahman dan Ibu Rukmiati. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Bahrul Ulum (1998 – 1999), SDN 8 Majalaya (1999 – 2005), SMPN 1 Ibun (2005 – 2008), dan SMAN 1 Majalaya (2008 – 2011). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pengembangan Wilayah (2014), mata kuliah Hidrologi Hutan (2015), mata kuliah Pengelolaan Ekosistem Hutan DAS (2016). Penulis pernah mengikuti organisasi kemahasiswaan International Forestry Student Association Local Committe IPB (IFSA-LC IPB) sebagai staf Human Resource Development (2012) dan Staff Public Relation (2013), serta di Himpunan Profesi Forest Management Student Club (FMSC) berperan sebagai staf divisi Keprofesian dan staf Kelompok Studi Hidrologi (2012-2014). Penulis aktif sebagai staf Kementrian Lingkungan Hidup BEM KM IPB 2014 Kabinet Berani Beda dan Mentri Lingkungan Hidup BEM KM IPB 2015 Kabinet Rumah Kita. Penulis pernah melaksanakan kegiatan magang mandiri di kawasan Cagar Alam - Taman Wisata Alam (CA-TWA) Kamojang, Kabupaten Garut (2013). Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi penerima beasiswa PPA-BBM (2013-2014) dan Korean Exchange Bank (KEB) (2014). Penulis pernah mengikuti Leadership Training berjudul “7 Habits” yang pernah diadakan Dunamis Foundation (2013) dan menjadi peserta pelatihan wirausaha oleh Youth Ecopreneurship Camp (2014). Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di kawasan konservasi Gunung Sawal – Pangandaran (2013), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (2014), dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II Unit Malinau Provinsi Kalimantan Utara.