BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di dunia ini, melalui kata kita dapat melakukan banyak hal, diantaranya : belajar, berteman, bekerja, maupun berkomunikasi dengan negara-negara atau bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Dimana agar kita mampu berkomunikasi dengan bangsa-bangsa atau negara-negara lain, kita harus memahami dan mempelajari kata-kata yang ada di negara tersebut. Dalam berkomunikasi, bukan hanya arti kata yang harus kita pelajari, akan tetapi situasi dan kondisi juga harus diperhatikan, misalnya : kapan dan dimana kata tersebut dapat digunakan. Kata bahasa menurut kamus bahasa Inggris Longman dictionary of contemporary English (2005:903) adalah “a system of communication by written or spoken words which is used by the people of a particular country or area”; sedangkan dalam bahasa Indonesia, bahasa adalah “suatu sistem komunikasi menggunakan kata–kata, baik secara tulisan ataupun lisan yang digunakan oleh masyarakat di suatu daerah atau tempat tertentu”. Berdasarkan pengertian di atas, bahasa h a n y a d a p a t dimengerti oleh orang-orang atau penduduk suatu daerah tertentu yang menggunakan bahasa tersebut. Dikarenakan hal tersebut maka sangat dimungkinkan setiap daerah mempunyai bahasa khas masing–masing. Mempelajari suatu bahasa pada dasarnya adalah belajar supaya dapat berkomunikasi. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran suatu bahasa ditujukan dalam rangka meningkatkan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa adalah alat ucap sehingga sesesorang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Menurut Sutedi (2003:2) bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain. Bahasa sangat membantu kita untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat lain. Menurut Prawiroatmojo dan Hoed (1997:115) peranan bahasa dalam kehidupan manusia sangat besar. Hampir dalam setiap kegiatan, manusia memerlukan bantuan bahasa baik dalam kehidupan seharihari, maupun dalam kegiantan - kegiatan khusus seperti kesenian dan ilmu pasti. Prawiroatmodjo dan Hoed (1997:116) menyatakan bahwa bahasa memiliki variasi. Setiap bahasa yang ada, selain kosa kata, juga memiliki tata bahasa atau grammar dalam penggunaannya sehari–hari, tata bahasa dalam setiap bahasa memiliki variasi dan keunikannya masing-masing. Akan tetapi keunikan tersebut menyebabkan para pemelajar bahasa tertentu mengalami kesulitan dalam proses belajar. Sama halnya dengan bahasa Jepang, tata bahasa Jepang sangat unik dan bervariasi. Namun tidak jarang keunikan–keunikan bahasa tersebut dapat menjadi hambatan, dimana hal semacam ini seringkali terlihat dalam proses penerjemahan bahasa Jepang ke bahasa Indonesia, antara lain adanya kata-kata tertentu yang memiliki lebih dari satu makna dan fungsi tersendiri, tergantung dari konteks kalimatnya. Pemakaian kata-kata tersebut sangat mempengaruhi konteks kalimat secara keseluruhan. Menurut Sudjianto dan Dahidi (2004: 11-12) mengatakan bahwa bahasa Jepang merupakan bahasa yang unik yang merupakan bahasa yang berbeda dengan bahasa lainnya, seperti bahasa Inggris, Malaysia, Brunei, dan bahasa Indonesia maupun bahasa–bahasa dilihat dan diamati dari lainnya. huruf Perbedaan tersebut dapat yang digunakan, kosa kata, sistem pengucapan, gramatika, dan ragam bahasa. Apabila kita cermati secara seksama, bahasa Jepang kaya akan kosa kata, selain itu dalam bahasa Jepang banyak juga kata yang memiliki bunyi ucapan yang sama tetapi ditulis dengan huruf kanji yang berbeda sehingga menunjukan makna yang berbeda pula. Komunikasi dapat berjalan dengan baik bila bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh kedua belah pihak, baik si pendengar maupun si pembicara. Oleh karena itu, kedua pihak yang berkomunikasi harus mampu mengiterprestasikan makna yang tekandung dalam bahasa yang digunakan, karena makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar harus sesuai dengan kesepakatan para pemakainya, sehingga dapat saling mengerti (Djajasudarma, 1993:5). Bahasa Jepang dan bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang serumpun, maka sudah tentu terdapat banyak perbedaan di antara kedua bahasa tersebut. Parera (1997:157) mengatakan bahwa sumber utama kesulitan belajar bahasa kedua adalah perbedaan antar bahasa itu sendiri. Pengetahuan akan penggunaan tata bahasa ibu dengan tata bahasa asing sangat diperlukan untuk membantu dalam proses pembelajaran bahasa asing. Dalam bahasa Jepang banyak sekali terdapat kata yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya sama, namun dalam bahasa Jepang sendiri berbeda antar satu sama lainnya, baik dalam segi katanya maupun makna dari kata tersebut. Yang digunakan sebagai bahasa nasional di Jepang oleh penduduk Jepang adalah hanya bahasa Jepang. Apabila ada bahasa lain yang digunakan di Jepang selain dari bahasa nasional, itu adalah bahasa daerah atau dialek daerah. Variasi dalam bahasa Jepang dapat dilihat melalui penjelasan Sakakura (1992:317) yang mengklasifikasikan kosa kata dalam bahasa Jepang ke dalam sepuluh kelompok kelas kata, yaitu doushi ‘verba’, i-keyoushi ‘adjektiva-i’, keiyoudoshi ‘adjektiva-na’, meishi ‘nomina’, fukushi ‘adverbia’, rentaishi ‘prenomina’, setsuzokushi ‘konjugasi’, kandoushi ‘interjeksi’, jodoushi ‘verba bantu’, joshi ‘partikel’. Dari sepuluh kelas kata yang ada tersebut, beberapa diantaranya dapat dibagi lagi kedalam ruang lingkup yang lebih kecil. Misalnya kelas kata meishi 「名詞. Meishi「名詞」dalam bahasa Jepang dibagi kembali menjadi empat macam yaitu daimeishi 「代名詞 , futsuu meishi 「普通名詞 , keishiki meishi「形式名詞, dan sushi「数詞」. Dari keempat jenis meishi 「名詞」 yang terdapat dalam bahasa Jepang, masing-masing jenisnya diklasifikasikan lagi ke dalam ruang lingkup yang 「形式名詞」yang memiliki lebih kecil. Salah satunya adalah keishiki meishi jenis yang beragam. Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada fungsi keishiki meishi mono. Kata benda mono merup akan salah satu contoh kata dalam bahasa Jepang yang memiliki tata car a p emakaian dan konteks tersendiri dalam k alimat. Menurut Kim (2008), jenis pertama dari sebuah tata bahasa adalah terdapat pada suatu kata benda, dimana hal tersebut biasa digunakan untuk menunjukan konsep yang ditunjukkan kepada suatu penjelasan. Kata benda mono dapat didefinisik an sebagai: arti, baran g, dap at disimp ulkan. Ungkapan tersebut mempunyai fungsi yang bermacam–macam. Hal ini tentu saja mengakibatkan kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang dalam membedakan fungsi penggunaan kata benda mono tersebut. Berikut adalah ciri-ciri umum bah asa Jepang menurut Iwao (2002:2) : 1. Jenis Kata Dalam jenis kata pada bahasa Jepang terdapat kata kerja, kata sifat, kata benda, kata keterangan, kata p enghubun g, dan p artikel. 2. Urutan Kata Predikat selalu terletak di akhir kalimat. Selain itu, dalam bahasa Jepang, kata yang diterangkan terletak di belakang kata yang menerangkan. 3. Predikat Kata benda, kata kerja, dan kata sifat dalam bahasa Jepang berfungsi sebagai p redikat. Predikat dap at menunjukkan: (1) p ositif atau negatif (2) non-waktu lamp au atau waktu lamp au. 4. Partikel Di belakang kata atau kalimat terdapat partikel. Partikel dalam kalimat menunjukan hubungan antara kata dengan kata dalam kalimat dan maksud pembicara 5. Kata-kata dan ungkapan yang dapat diketahui dari konteks kalimat biasanya dihilangkan. Subjek dan objek dalam kalimat juga biasanya dihilangkan. 「形式 Takano (2004:160) menjelaskan bahwa pengertian keishiki meishi 名詞」yaitu nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya sebagai nomina. Penulis sebagai 「形式名 pembelajar bahasa Jepang, seringkali menemukan keishiki meishi 詞」y ang telah disebutkan di atas p ada kalimat bahasa Jep ang. 1.2 Masalah Pokok Penulis meneliti masalah fungsi keishiki meishi mono dalam komik Jepang Doraemon. 1.3 Formulasi Masalah Peneliti akan meneliti tentang keishiki meishi mono. Penulis akan membatasi penelitian hanya pada kalimat–kalimat yang terdapat pada komik Doraemon kary a Fujio F Fujiko. Komik ini dipilih sebagai korpus data karena selain bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti, juga karena banyak ditemukan kalimat yang di dalamnya memakai kata benda mono dengan konteks kalimat yang bervariasi. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup yang akan diteliti adalah keishiki meishi mono dalam komik Doraemon yang mempunyai 6 fungsi, yaitu : a. Menunjukkan kebiasaan yang pada umumnya atau yang alami. b. Menunjukkan kebiasaan masa lampau yang didapat dari pengalamanpengalaman yang sudah terjadi. c. Menunjukkan perasaan hati. d. Berfungsi untuk menjelaskan sesuatu. e. Menunjukkan perasaan yang menegaskan sesuatu hal atau menunjukkan tindakan yang berlawanan dengan perasaan yang sebenarnya. f. Menunjukkan sebab dan akibat suatu tindakan. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami fungsi penggunaan kata benda mono pada bahasa lisan maupun tulisan dalam penggunaan sehari-hari. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah supaya mempermudah pembelajar bahasa Jepang dalam memahami fungsi penggunaan kata benda mono yang muncul pada bahasa lisan maupun tulisan bahasa Jepang. 1.6 Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka ini, penulis mengambil 2 (dua) penelitian terdahulu, yakni : Analisis Fungsi Keishiki Meishi Mono dalam novel Shiosai oleh Darmawan Cahyadi pada tahun 2009 dan Analisis Kemampuan Penggunaan Fungsi Keishiki Meishi Koto dan Mono pada Pemelajar Bahasa Jepang Tingkat Jokyu di Japan Foundation oleh Oey Priestley pada tahun 2010. Permasalahan yang dianngkat oleh Darmawan Cahyadi yang berjudul Analisis Fungsi Keishiki Meishi Mono dalam novel Shiosai adalah penggunaan fungsi dan makna keishiki meishi mono di dalam novel Jepang Shiosai. Metode penelitian yang dipakai oleh Darmawan Cahyadi yaitu metode kepustakaan dimana data-data yang ditemukan berasal dari sumber yang berbentuk tulisan, selain itu Darmawan Cahyadi juga menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan suatu hal seperti apa adanya. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Darmawan Cahyadi ialah terdapat 6 (enam) fungsi keishiki meishi mono, tetapi ia hanya dapat menemukan 3 (tiga) fungsi di dalam novel Jepang Shiosai. Permasalahan yang diangkat oleh Oey Priestley dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kemampuan Penggunaan Fungsi Keishiki Meishi Koto dan Mono pada Pemelajar Bahasa Jepang Tingkat Jokyu di Japan Foundation adalah menganalisis kemampuan penguasaan penggunaan seluruh fungsi keishiki meishi koto dan mono. Metode penelitian yang dipakai Oey Priestley yaitu metode penelitian dengan menggunakan angket atau kuesioner berupa soal-soal yang berhubungan dengan penggunaan keishiki meishi koto dan mono, ditambah dengan wawancara yang dilakukan kepada pemelajar Bahasa Jepang Tingkat Jokyu di Japan Foundation. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Oey Priestley ialah sebanyak 47% yang menguasai keishiki meishi koto dan mono dan sebanyak 53% yang belum atau tidak menguasai keishiki meishi koto dan mono.