BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan referensi yang telah dikumpulkan, ditemukan beberapa
penelitian yang dapat dijadikan acuan, yaitu sebagai berikut:
Ningrum (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Pemecahan Konflik
Tokoh Tahara Mika Pada Film Koizora yang Disutradarai Oleh Natsuki Imai”
membahas mengenai pemecahan konflik batin yang dialami Tahara Mika. Selain
itu, skripsi Ningrum membahas mengenai penyebab timbulnya konflik dan cara
penyelesaian konflik yang dialami oleh tokoh Mika. Skripsi Ningrum
menggunakan sumber data film Koizora (Sky of Love) yang disutradarai oleh
Natsuki Imai dengan menggunakan teori pemecahan masalah dalam psikologi
kognitif. Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan skripsi Ningrum yaitu
sumber data yang digunakan sama-sama meneliti karya yang diadaptasi dari kisah
hidup Mika, yaitu Koizora. Namun penelitian yang akan dilakukan meneliti
mengenai karya sastra yaitu manga sedangkan penelitian Ningrum menggunakan
film sebagai sumber data. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian yang
akan dilakukan juga berbeda dengan rumusan masalah yang diangkat dalam
skripsi Ningrum (2014). Penelitian yang akan dilakukan lebih terfokus mengenai
nilai mono no aware pada manga Koizora. Skripsi Ningrum mampu dijadikan
acuan atau pedoman sebagai pemahaman lebih lanjut mengenai kisah Koizora.
8
9
Syaifulloh (2013) dalam skripsinya “Konsep Mono no Aware yang
Tercermin Dalam Film Hotaru No Haka Karya Sato Toya”. Penelitian ini
berfokus pada adegan setiap scene yang mencerminkan mono no aware dalam
film Hotaru no Haka. Penelitian Syaifulloh (2013) membahas tentang mono no
aware dalam scene film yang didukung dengan teori mise-en-scene sebagai teori
pendukung. Film Hotaru no Haka menceritakan tentang perjuangan untuk
bertahan hidup dua orang saudara pada masa setelah perang dunia ke-II. Hasil dari
penelitian Syaifulloh adalah ditemukan konsep mono no aware dalam scene Seita
dan Setsuko yang berusaha keluar dari kondisi pada saat perang dunia. Konsep
mono no aware juga tercermin dalam scene bibi dari Seita dan Setsuko yaitu
Hisako yang memperjuangkan kelangsungan hidup anak-anaknya setelah
suaminya gugur di medan perang. Persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah sama-sama membahas tentang konsep mono no aware.
Perbedaannya terletak pada objek yang diteliti dan teori yang digunakan,
penelitian yang akan dilakukan menggunakan manga sebagai objeknya dan teori
psikologi sastra didukung oleh teori semiotika untuk menggambarkan mono no
aware dalam manga Koizora karya Ibuki Haneda. Dalam penelitian sebelumnya
konsep mono no aware digunakan sebagai konsep dasar sehingga penelitian
Syaifulloh mampu dijadikan acuan atau pedoman untuk pemahaman lebih lanjut
mengenai mono no aware.
Tjandra (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Konsep Mono no
aware dalam Lagu Gekkouka”, menganalisis lirik lagu Gekkouka karya Yasu
Janne da Arc. Lagu ini ditulis oleh Yasu sebagai wujud rasa sedih dan sekaligus
10
sebagai penyemangat hidup. Lagu Gekkouka dianalisis secara sintaksis untuk
menemukan makna denotatif dan kemudian dianalisis secara konteks untuk
mencari apakah ada unsur mono no aware dalam kata atau kalimat pada lirik lagu.
Tujuan dari penelitian Tjandra (2012) adalah untuk menemukan apakah lagu ini
sebagai salah satu karya literatur yang memiliki unsur mono no aware. Hasil dari
penelitian Tjandra adalah adanya unsur mono no aware dalam lirik lagu Gekkouka.
Persamaan penelitian Tjandra (2012) dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah sama-sama membahas mono no aware dalam karya sastra. Perbedaannya
terletak pada objek dan masalah yang akan dibahas, dalam penelitian Tjandra
membahas tentang lirik lagu dan makna denotatif dalam lirik lagu Gekkouka,
sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan membahas tentang manga dan
cerminan mono no aware dalam manga. Penelitian yang dilakukan juga
membahas sikap para tokoh dlam menghadapi mono no aware. Penelitian Tjandra
memfokuskan pada mono no aware yang di analisis berdasarkan makna dan
konteks
2.2 Konsep
Adapun konsep yang digunakan untuk memahami hal-hal yang ada dalam
penelitian ini adalah:
2.2.1 Mono no Aware
Norinaga seorang ahli literatur klasik Jepang menyatakan mono no aware
dapat diartikan sebagai kesedihan (aware) dari berbagai hal (mono). Aware adalah
sesuatu yang dapat menggugah perasaan paling dalam yang sangat mengharukan
dalam suasana yang emosional dan estetis sedangkan mono adalah fenomena
11
konkrit dari dunia luar yang berhubungan dengan aware (Petterson, 2006: 132).
Mono no aware mencerminkan perasaan seseorang yang langsung mengarah
kepada keindahan berekspresi yang pada umumnya selalu diwarnai dengan
kesedihan dan melankolis (Varley, 2000: 61). Mono no aware pertama kali
diperkenalkan pada abad ke-18 pada zaman Edo oleh Motoori Norinaga
sedangkan mono no aware sudah berkembang pada zaman Heian dan
mempengaruhi karya sastra Jepang seperti Genji Monogatari (karya sastra klasik
Jepang yang ditulis oleh Murasaki Shikibu, yang menceritakan mengenai keluarga
kekaisaran di Jepang). Selain monogatari (cerita rakyat Jepang yang biasanya
diceritakan dari mulut kemulut), mono no aware juga mempengaruhi waka (puisi
Jepang yang sudah ada sejak akhir abad ke 6) dan lainnya (Shirane, 2002: 611).
Dalam estetika Jepang mono no aware berarti emosi yang dialami
sementara waktu dalam unsur-unsur karya seni. Perasaan mono no aware timbul
dari penglihatan yang objektif. Dalam mono no aware selain emosi, pemahaman
peristiwa juga sangat penting karena peristiwa merupakan suatu alasan munculnya
perasaan mono no aware. Peristiwa yang membuat perasaan tergerak karena
betapa sedihnya hal tersebut adalah wujud dari pemahaman mono no aware.
Ketika mengahadapi perasaan yang mendalam dari peristiwa yang membuat sedih,
dalam diri manusia akan timbul perasaan simpati. Meskipun mencoba menolak
perasaan tersebut akan sulit untuk tidak bersimpati karena ini merupakan emosi
alami manusia. Secara umum emosi manusia lemah, seperti perempuan dan anakanak. Meskipun terlihat gagah dan bijaksana ketika melihat ke dalam hati akan
menemukan perasaan yang halus, seperti perempuan dan anak-anak. Satu-satunya
12
perbedaannya adalah bagaimana cara dan bagaimana mereka menyembunyikan
perasaan tersebut (Shirane, 2002: 620-621).
Menurut Norinaga tujuan dari mono no aware bukan hanya melepaskan
emosi terpendam dalam diri, melainkan sebuah proses untuk memahami perasaan
orang lain untuk menjadikannya objek dari rasa empati. Hal yang menunjukkan
adanya mono no aware adalah pengekspresian perasaan terpendam, timbulnya
kesadaran akan ketidakkekalan dalam benda maupun manusia, perasaan sedih
yang dominan namun tidak mengenai berjuang melawan takdir melainkan
mencoba berdamai dengan tragedi dan kemudian hidup bersamanya (Shirane,
2002: 611).
2.2.2 Nilai
Menurut Max Scheler dalam Sudarminta (2004) nilai adalah kualitas yang
membuat suatu hal menjadi hal yang bernilai. Dunia nilai merupakan tempat
berdanya nilai-nilai, yang keberadaannya bersifat mutlak dan tersusun secara
hierarkis, sedangkan perwujudan nilai dapat beraneka ragam dan berubah-ubah
sesuai dengan perubahan dunia empiris. Dalam hubungannya dengan manusia,
manusia tidak menciptakan nilai, melainkan menemukan nilai yang telah ada
secara objektif sebelumnya. Manusia yang hidup dalam waktu dan lingkungan
tertentu tidak mampu menangkap dan mewujudkan keseluruhan nilai yang
kompleks secara tuntas, melainkan hanya sebagian saja. Dalam menghadapi nilai,
manusia dapat memiliki sikap terbuka atau tertutup terhadap nilai yang berada
dalam objek. Menurut Max Scheler nilai merupakan dasar dari kewajiban, dan
13
bukan kewajiban sebagai dasar bagi tindakan bernilai. Namun, dalam
kenyataannya, orang sering bertindak lebih didasarkan pada aturan-aturan atau
kebiasaan-kebiasaan daripada didasarkan pada nilai-nilai, tanpa peduli terhadap
nilai yang mungkin mendasarinya (Sudarminta, 2004 : 100).
2.2.3 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap merupakan kesadaran individu untuk menentukan tingkah laku
nyata dan perilaku yang mungkin terjadi. Individu memiliki sikap terhadap
bermacam-macam objek, mungkin benda, orang, peristiwa, pemandangan, norma,
nilai, lembaga dan sebagainya. Sikap masih merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, bukan pelaksana motif tertentu. Dengan kata lain, sikap belum
merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan suatu kecenderungan untuk
bertindak terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek tersebut (Sunaryo, 2004 : 196).
14
2.3 Kerangka Teori
Dalam suatu penelitian teori merupakan dasar acuan, karena penelitian
tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa ada teori yang mendasarinya. Kerangka
teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.3.1 Teori Psikologi Sastra
Dalam Endaswara (2008) psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin
antara psikologi dan sastra. Daya tarik psikologi sastra ialah pada manusia yang
melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi
juga bisa pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu
sering pula dialami oleh orang lain (Minderop, 2013: 59).
Terkait dengan hubungan antara sastra dan psikologi, terdapat beberapa
faktor yang perlu diperhatikan. Pertama, suatu karya sastra harus merefleksikan
kekuatan, kekaryaan dan kepakaran penciptanya. Kedua, karya sastra harus
memiliki keistimewaan dalam hal gaya dan masalah bahasa sebagai alat untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang. Ketiga, masalah gaya, struktur
dan tema karya sastra harus saling terkait dengan elemen-elemen yang
mencerminkan pikiran dan perasaan individu, tercakup di dalamnya yaitu, pesan
utama, peminatan, gelora jiwa, kesenangan dan ketidaksenangan yang
memberikan kesinambungan dan koherensi terhadap kepribadian (Minderop,
2013: 62).
15
Dalam Endaswara (2008) penelitian psikologi sastra memiliki peranan
penting dalam pemahaman sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti:
pertama, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek
perwatakan. Kedua, dengan pendekatan ini dapat memberi umpan balik kepada
peneliti tentang masalah perwatakan yang dikembangkan. Terakhir, penelitian
semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental
dengan masalah-masalah psikologis (Minderop, 2013: 2).
Teori psikologi sosial menurut Sigmund Freud yang mengatakan bahwa
perilaku dimotivasi dari dalam oleh dorongan dan impuls internal yang kuat.
Salah satu teori dalam psikologi sosial yaitu teori motivasi. Teori ini terfokus pada
kebutuhan atau motif individu. Pengalaman sehari-hari maupun riset psikologi
sosial telah memeberikan banyak contoh cara bagaimana kebutuhan kita bisa
memengaruhi persepsi kita, sikap kita, dan perilaku kita.
Pandangan Freud tentang motivasi manusia menunjukan arti penting dari
dorongan “bawaan” kita, khususnya dorongan yang berhubungan dengan
seksualitas dan agresi. Sebaliknya, psikologi sosial lebih mempertimbangkan
sederetan kebutuhan dan keinginan manusia. Psikologi sosial juga menekankan
cara di mana situasi dan hubungan sosial tertentu dapat menciptakan dan
menimbulkan kebutuhan motif. Misalnya, pengalaman pindah dari rumah ke koskosan untuk kuliah di kota lain mungkin akan menimbulkan perasaan kesepian di
antara remaja yang menjelang dewasa. Perpindahan dari suatu tempat ke tenpat
lain akan memutus jaringan sosial dan pertemanan, dan karenanya muncul
kebutuhan akan keakraban dan rasa memiliki. Keinginan untuk menciptakan
16
kelompok sahabat di kampus mungkin akan menyebabkan mahasiswa baru itu
ingin bergabung dengan klub atau organisasi kemahasiswaan, atau ingin
berbincang-bincang dengan orang asing di kantin kampus. Kebutuhan yang tak
terpenuhi mungkin akan menyebabkan beberapa mahasiswa mencari cara keluar
dari rasa tidak nyaman ini dengan menenggelamkan diri dalam kegiatan studi atau
menggunakan narkoba.
Intinya
adalah situasi
dapat
menciptakan atau
menimbulkan kebutuhan yang, pada gilirannya, menyebabkan orang melakukan
suatu perilaku untuk memenuhi kebutuhan itu (Taylor, 2007 : 7).
Teori psikologi sosial menurut Sigmund Freud akan digunakan dalam
menganalisis mono no aware dan menjelaskan perilaku setiap tokoh dalam
menghadapi mono no aware.
2.3.2 Teori Semiotik
Dalam penelitian ini juga menggunakan teori semiotika atau teori
mengenai tanda. Tanda adalah sesuatu warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus
matematika, dan lain-lain yang mempresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya.
Tanda merujuk kepada sesuatu dan manusia melihat sebuah tanda, memiliki
konsep mengenai rujukan tersebut dalam pikirannya. Oleh sebab itu tanda
merupakan sesuatu yang mempresentasikan seseorang atau sesuatu yang lain
dalam kapasitas dan pandangan tertentu (Danesi, 2010: 7-10). Menurut Danesi,
narasi baik dalam bentuk mitos awal, novel, fiksi atau komik strip, adalah suatu
pembuatan teks yang memberikan manusia sarana yang kuat untuk membuat
pesan dan makna. Teori ini mengkaji tentang tanda-tanda berupa warna, gambar,
17
gerakan tangan, bahasa tubuh, bentuk-bentuk seni, media, mitos, bahasa, isyarat,
pakaian, makanan, upacara, dan lain-lain yang diadopsi oleh manusia untuk
memproduksi makna (Danesi, 2010:6). Di dalam komik terdapat beberapa tandatanda yang berupa garis, simbol, maupun kata yang dapat mengartikan sebuah
makna tertentu (Danesi, 2010:223-224).
Danesi menyebutkan ada empat tanda-tanda yaitu tanda-tanda tubuh,
tanda-tanda visual, bahasa, dan metafora. Dalam penelitian yang akan dilakukan
menggunakan tanda-tanda tubuh. Tanda-tanda tubuh umumnya memiliki fungsi
sosial, dan mengatur hubungan diri. Tanda-tanda ini memastikan bahwa cara-cara
orang berinteraksi dalam lingkup budaya mereka dan di masyarakat pada
umumnya, teratur dan lancar. Kedipan mata, isyarat tangan, ekspresi wajah,
postur, dan tindakan badaniah lainnya mengomunikasikan sesuatu yang relevan
dengan budaya dalam situasi-situasi tertentu. Tubuh adalah sumber utama
signifikasi, dan sarana untuk memahami hubungan antara alam dan budaya dalam
kehidupan manusia. Kita menggunakan tubuh, wajah, tangan, dan bagian tubuh
lainnya untuk mempresentasikan dan mengomunikasikan maksud, peran, kesan,
kebutuhan, dan seterusnya, bukan hanya untuk memberi sinyal tentang keadaan
biologis (Danesi, 2010:64-89).
Teori semiotika Danesi tersebut juga didukung dengan teori semiotika
Scott McCloud yang menjelaskan mengenai ekspresi wajah dan bahasa tubuh
yang digambarkan dalam sebuah manga. Ekspresi wajah dalam sebuah manga
digolongkan menjadi empat macam, yaitu marah, jijik, senang, sedih, dan terkejut.
Masih banyak ada ekspresi wajah yang bisa tercipta dari adanya penggabungan
18
aspek. Keadaan fisik dan emosi dasar juga mempengaruhi dalam ekspresi wajah,
namun hal tersebut sedikitnya bisa diselaraskan atau diperkirakan. Ekspresi wajah
dan bahasa tubuh sering mengungkapkan perasaan yang sama dan beriringan,
namun ada perbedaan antara ekspresi wajah dan bahasa tubuh, yaitu bahasa tubuh
lebih dipengaruhi situasi, arah, daerah, sumber bahaya, keadaan fisik, dan lainlain (McCloud, 2008: 80-103).
Berdasarkan teori semiotik yang di jelaskan, dalam penelitian ini teori
semiotik digunakan untuk mengetahui tanda kesedihan dalam manga Koizora
karya Ibuki Haneda.
Download