agama dan politik - UIN Repository

advertisement
AGAMA DAN POLITIK
Studi Kasus Pada Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
Partai Amanat Nasional
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sosiologi Agama
Pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
Nama
:
Uswah
NIM
:
101032221724
Program Studi
:
Sosiologi Agama (S1)
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007
‫أ‬
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Agama dan Politik ( Studi Kasus pada Dewan
Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional )”, telah diujikan pada sidang munaqasah
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9
Maret 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosiologi Program Strata 1 ( S1 ) pada jurusan Sosiologi Agama.
Jakarta, 9 Maret 2007
Sidang Munaqasah
Ketua merangkap Anggota
Sekretaris merangkap Anggota
Dra. Ida Rosyidah, M.A
150 243 267
Joharotul Jamilah, S.Ag.,M.Si
150 288 401
Anggota
Penguji I
Penguji II
Drs. Masri Mansoer, M.A.
150 244 493
Joharotul Jamilah, S.Ag.,M.Si
150 288 401
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ahzami Samiun Jazuli, M.A
150 311 252
Drs. Yusron Razak, M.A
150 216 359
‫ب‬
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Sosiologi Agama pada Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam skripsi ini, penulis mengambil judul "Agama dan Politik" Studi
Kasus: Pada DPP Partai Amanat Nasional.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan
dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih, khususnya penulis sampaikan mama
dan papa, serta kakak dan adik-adikku (Khaulah, Balqis dan F. Kemal) atas
dorongan moral serta do'a kepada penulis. Selain itu pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh
jenjang pendidikan di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
2. Dra. Ida Rosida, MA., selaku Ketua Jurusan Sosiologi Agama, Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat yang bukan hanya sebagai fasilitator tetapi juga
sebagai motivator bagi penulis.
3. Ibu Joharotul Jamilah, S.Ag., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi
Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan Penasihat Akademik yang selalu
membantu penulis dalam setiap kesulitan dari awal saya masuk di jurusan
‫ج‬
hingga selesainya pendidikan. Perhatian yang ibu berikan tidak akan pernah
penulis lupakan. Ibu bukan hanya dosen buat saya, tetapi ibu adalah orang tua
bagi saya.
4. Drs. Masri Mansoer, MA., selaku penguji I yang telah membantu memberikan
perhatian dalam penyelesaian skripsi ini
5. Kepada Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan DPP Partai Amanat Nasional dan Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta. Terima kasih atas kesempatan dan
bantuannya mencari referensi buku-bukunya.
6. Dra. Hermawati, MA., selaku Penasehat Akademik Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
7. DR. Ahzami Sami'un, MA., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan waktu dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Drs. Yusron Razak, MA., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan waktu dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Drs. Ismail, S.Ag., yang telah banyak membantu memberikan saran dalam
penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman Jurusan Sosiologi Agama angkatan 2001, semoga Allah SWT
senantiasa memberi kemudahan untuk mencapai apa yang diharapkan.
11. Kepada Keluarga Besar Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional yang
telah memberikan waktu kepada penulis dalam wawancara.
‫د‬
12. Hariansyah sekeluarga, atas dorongan yang selalu diberikan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Keluarga Besar tercinta dari mama dan papa yang membantu penyelesaian
skripsi ini dalam memberikan semangat moril dan materil.
Semoga segala budi baik dari semua pihak, diterima oleh Allah SWT dan
mendapat pahala yang berlipat ganda dari-Nya, Amin.
Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan semua pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan keterbatasan
penulis, baik kemampuan akademik maupun kemampuan tekhik penulisan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun, demi penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih.
Jakarta, Februari 2007
Penulis,
Uswah
‫ﻩ‬
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semua umat manusia baik individu maupun kelompok memiliki
keyakinan keagamaan. Namun keyakinan keagamaan seseorang itu berbedabeda, karena telah dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Hal ini menjadi
persoalan menarik untuk dikaji sebab agama menjadi faktor yang memiliki
peran penting dalam kehidupan masyarakat, karena agama adalah salah satu
bentuk konstruksi sosial.
Bagi masyarakat yang tidak memiliki komitmen dan pemahaman
keagamaan, agama bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
dalam kehidupan mereka. Namun bagi masyarakat yang memiliki pemahaman
keagamaan, maka agama memiliki peran penting dalam tatanan sosial.
Faktor peran dan pengaruh agama memang menjadi hal yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Agama adalah refleksi atas wujud rohaniah
yang ada pada diri manusia, dipandang mampu menjadi pedoman yang
memberikan ketenangan hidup. Oleh karena itu, menurut Zakiah Daradjat,
agama mempunyai peran penting dalam pengendalian seseorang.1
Sedangkan bagi Wilson, agama tidak saja memberi arti pada diri
manusia itu sendiri. Tetapi lebih jauh, berdampak dan berfungsi pada tatanan
kehidupan bermasyarakat, salah satu contoh, ketika agama memberi solusi
1
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta; PT.Bulan Bintang, 1993), cet.ke-14, h. 2
1‫و‬
pada kohesi kepentingan sosial atau dalam rangka melegitimasi status sosial.2
Landasan inilah yang menjadi peran dan pengaruh agama tidak bisa
diremehkan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Emile Durkheim bahwa, agama
merupakan kontrol terhadap manusia, dengan cara menetapkan aturan-aturan
yang pada akhirnya akan menciptakan keteraturan natural perekatan hubungan
sosial.3
Lebih lanjut, Zakiah Daradjat mengungkapkan bahwa, agama dengan
ketentuan-ketentuan
dan
hukum-hukumnya
telah
dapat
membendung
terjadinya gangguan jiwa, yaitu dengan dihindarinya segala kemungkinankemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan yang membawa kegelisahan.
Maka, jika terjadi kesalahan yang akhirnya membawa penyesalan pada orang
yang bersangkutan, Pada akhirnya agama dianggap mampu memberi jalan
utama, untuk mengembalikan ketenangan batin dengan meminta ampun
kepada Tuhan.4
Dari pandangan tersebut diatas, agama yang diakui sebagai pedoman
hidup, juga sering ditempatkan tidak seyogyanya. Mereka berpaling, lebih
bepedoman terhadap materi yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan
dunia. Sehingga, apa yang mereka alami adalah kekosongan spiritual. Hal ini,
sering kali tidak disadari bahwa pada dasarnya setiap manusia menginginkan
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan lahiriah dan rohaniyah. Ajaran
tentang keseimbangan ini, sering diserukan bahkan dianjurkan oleh agama.
2
Bryan S. Turner, Agama dan Teori Sosial, (Yogyakarta;IRCisoD, 2003), cet. I, h.189
Turner, Agama dan Teori Sosial, h. 85
4
Zakiah Darajat, Peranan Agama dan Kesehatan Mental, (Jakarta; Agung, 1969), h. 74
3
‫ز‬
Atas dasar itu, maka yang menjadi perhatian penting dalam penelitian
disini adalah, bagaimana agama mempunyai peranan penting dalam
mempengaruhi seseorang berperilaku, dalam hal ini agama telah mengajarkan
pola perilaku, baik yang berhubungan dengan Tuhan atau pun dengan sesama
manusia.
Oleh karena itu, berangkat dari pokok-pokok pikiran diatas, maka
penelitian ini bermaksud melakukan kajian terhadap perilaku keagamaan dari
para politisi Partai Amanat Nasional. Adapun alasan menjadikan hal tersebut
sebagai bahasan penelitian adalah: a). Partai Amanat Nasional adalah partai
baru yang lahir dari percaturan politik di Indonesia era Reformasi, terutama
selama berakhirnya Orde Baru. b). Selama era Orde Baru terutama diakhir
kepemimpinan Soeharto, intensitas kehidupan beragama terasa mengalami
peningkatan yang sangat signifikan. c). Sekalipun PAN bukan partai agamais
tetapi para politisi Partai Amanat Nasional pada umumnya menunjukkan
komitmen untuk mengembangkan kehidupan beragama.
Partai Amanat Nasional (PAN) adalah sebuah lembaga atau organisasi
yang dibentuk dengan tujuan yang disepakati bersama berdasarkan situasi dan
kondisi. Kelahiran Partai Amanat Nasional dibidani oleh Majelis Amanat
Rakyat (MARA), Salah satu organ gerakan reformasi pada era pemerintahan
Soeharto. Majelis Amanat Rakyat dideklarasikan pada 14 Mei 1998 di Jakarta
oleh 50 tokoh nasional, diantaranya Prof. Dr. H. Amien Rais, mantan ketua
umum Muhammadiyah, Goenawan Moehammad, Dr. Rizal Ramli, Dr. Albert
Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim, Drs. Faisal Basri MA,
‫ح‬
A.M.Fatwa, Zoemratin, Alvin Lie Ling Piao, dan lain sebagainya. Akhirnya
pada pertemuan tanggal 5-6 Agustus 1998 di Bogor, Mereka sepakat
membentuk Partai Amanat Bangsa (PAB) yang kemudian berubah menjadi
Partai Amanat Nasional. Sehingga PAN menegaskan dirinya sebagai partai
politik pada tanggal 23 Agustus 1998 di Istora Senayan Jakarta. Partai
Amanat
Nasional
merupakan
rekomendasi
dari
sidang
Tanwir
Muhammadiyah dan MARA (Majelis Amanat Rakyat).
Partai Amanat Nasional merupakan proses ijtihad politik dari tanwir
Muhammadiyah sebagai forum musyawarah tertinggi dibawah muktamar.
Posisi dan hubungan antara Muhammadiyah dan PAN tidak ada hubungan
organisatoris antar keduanya, karena masing-masing independen dan otonom.
Hubungan diantara keduanya hanyalah sebatas hubungan aspiratif-historis.
Sejalan dengan tuntutan zaman, yang menginginkan transparansi dan
perbaikan total yang dikenal dengan era reformasi itu, partai PAN melakukan
konsolidasi internal dan eksternal, demi untuk membentuk masyarakat
indonesia baru.
Oleh karena itu, sejak dideklarasikannya Partai Amanat Nasional
dengan dasar pemikiran nya adalah semangat perjuangan dalam pembentukan
format Indonesia baru, yakni semangat inklutif, modern dan kesediaan para
tokoh-tokoh muslim untuk hidup saling mewadahi antara golongan satu
dengan lainnya. Paradigma baru ini terbentuk atas inisiatif Prof. Dr. H. M.
Amin Rais, yang berupaya untuk ikut serta membina kehidupan bersama yang
beradab, bermanfaat, dan saling menghargai.
‫ط‬
Dengan semangat juang, Partai Amanat Nasional dengan para
politisinya melakukan mobilisasi mencoba membangun program yang mesti
menyentuh kepentingan rakyat.
Salah satu cara/strategi Partai Amanat Nasional mendapat kepercayaan
masyarakat adalah, mengedepankan wawasan keagamaan, dengan tetap
menjaga intensitas beragama yang telah terbangun sejak era orde baru. Hal ini
ditandai dengan terbentuknya organisasi sayap yang berafiliasi kepada bidang
keagamaan seperti, Muhammadiyah, Aisiyah, dan Nasyatul Aisyah.
Didalam mengembangkan wawasan keagamaan, Partai Amanat
Nasional mengalami peningkatan. Hal ini tergambar dengan meningkatnya
volume pertemuan pengajian Muhammadiyah dan Aisiyah, baik itu tingkat
lokal maupun nasional. Selain itu masjid yang ada di lingkungan Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) sendiri, digunakan sebagai wadah dakwah yang
melibatkan masyarakat luas.
Intensitas keberagamaan di atas tetap terjaga sampai sekarang. Hal ini
pun terjaga karena didorong oleh tokoh-tokoh Partai Amanat Nasional yang
lahir dari arus seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), Muhammadiyah dan lain-lain.
Dipandang dapat memberikan konstribusi positif kapada para politisi,
kehidupan beragama semakin dikokohkan dengan dibentuknya Departemen
Keagamaan. Walaupun Partai Amanat Nasional bukan partai agamis, namun
karena mayoritas politisinya beragama Islam, maka secara tidak langsung pola
perilaku yang sangat jelas kelihatan adalah hiruk pikuk kegiatan agama Islam.
‫ي‬
Adapun asas pancasila sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Diakui Partai Amanat Nasional sebagai dasar wawasan keagamaan. Ini
diinterpretasikan sebagai komitmen terhadap kehidupan beragama, artinya
kebebasan menjalankan kehidupan beragama sesuai dengan keyakinan
masing-masing. Hal ini tergambarkan dalam AD/ART Partai Amanat
Nasional. Disana disebutkan menghargai perbedaan pendapat dan menerima
kemajemukan tanpa membeda-bedakan. Partai Amanat Nasional sangat
menghargai perbedaan pendapat, suku, agama, ras, dan golongan. Hal ini,
sebagai bukti dari kehidupan beragama di lingkungan Partai Amanat
Nasional.
Oleh karena itu, perilaku keagamaan dari para politisi Partai Amanat
Nasional, sesuai dengan tuntutan agama masing-masing, saling toleransi dan
menghargai satu sama lain. Sekaligus juga mengedepankan kebersamaan
mengakui pluralisme, terlihat dalam setiap kegiatan yang dilakukan di
lingkungan DPP. Pola interaksi satu sama lain, terlihat mereka saling
mengedepankan asas Partai Amanat Nasional, yakni “PANCASILA” yang
dapat mempersatukan kepentingan – kepentingan lainnya. 2
Penulisan memilih judul "Agama dan Partai Politik" adalah 2 hal yang
dalam fase tertentu yang saling melengkapi. Agama sebagai ruh parpol dan
parpol sebagai sarana fisik/tubuh untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama.
Partai Amanat Nasional memang parpol dengan ruh agama. Karena itulah
penulis tertarik untuk mengangkat judul ini, dalam meneliti perilaku
2
Platform, Panitia Musda II, (Bekasi 2005 – 2010), h.1
‫ك‬
keagamaan dan perilaku politik pada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
Amanat Nasional.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Kekhasan penelitian ini adalah, bahwa penelitian ini terkait dengan
amalan dan refleksi atas agama. Hal ini ditentukan oleh tipe riset, metode
penelitian kualitatif dan objek.
Yang dimaksud dengan kehidupan keagamaan dalam pembahasan ini,
terbatas
pada
pemahaman
konsep
tentang
agama,
yang
kemudian
diaplikasikan dalam bentuk perilaku keagamaan.
Dan yang dimaksud dengan politik demokratis dalam pembahasan ini,
terbatas pada pemahaman konsep tentang sistem politik, yang kemudian
diaplikasikan dalam bentuk perilaku politik.
Kehidupan keagamaan dalam kaitannya dengan para politisi Partai
Amanat Nasional dilihat dari bagaimana mereka berperilaku keagamaan,
bagaimana sistem politik berperan dan mempengaruhi mereka dalam
berperilaku politik dilingkungan DPP Partai Amanat Nasional.
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah
penelitiannya adalah “Bagaimanakah kehidupan keagamaan dan perilaku
politik para fungsionaris di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
‫ل‬
a. Untuk mendeskripsikan kehidupan perilaku keagamaan para politisi
Partai Amanat Nasional.
b. Untuk memahami lebih jauh perilaku politik di lingkungan DPP
Partai Amanat Nasional.
2. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat
luas yang diharapkan memberikan pemahaman yang memadai
tentang keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman atau referensi
inovatif bagi lembaga-lembaga yang membutuhkan sebagai bahan
masukan (input bagi kegiatan akademika, khususnya bidang sosial
keagamaan).
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis
induksi, yaitu untuk menggambarkan bagaimana gambaran kehidupan
perilaku keagamaan dan perilaku politik para politisi Partai Amanat
Nasional dengan menggunakan metode wawancara, lalu baru ditarik
kesimpulannya.
Lebih spesifik lagi, pendekatan kualitatif yang digunakan dalam
penelitian ini akan mengambil bentuk studi kasus. Hal itu antara lain
karena, agama seseorang dan perilaku politik pada dasarnya bersifat
‫م‬
sangat pribadi dan subjektif. Selain itu, penggunaan studi kasus ini dipilih
karena seperti yang dikemukakan oleh Yin, peneliti tidak memiliki
kontrol atas kejadian-kejadian yang telah berlangsung. Studi kasus dapat
juga memberi nilai tambah pada pengetahuan seseorang secara unik
tentang fenomena individual dan dapat digeneralisasikan ke-proposisi
teoritis.3
Dalam penelitian ini keseluruhan fungsionaris DPP Partai Amanat
Nasional yang masuk dalam kepengurusan periode 2004-2009 berjumlah
674.000 orang dan yang menjadi subjek penelitian sebagai kasus penulis
memilih 4 orang fungsionaris DPP Partai Amanat Nasional. Dengan
spesifikasi sebagai berikut: 3 (tiga) orang beragama Islam dan 1 (satu)
orang beragama Kristen Protestan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan 3 macam
teknik dalam pengumpulan data yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah, mengamati dan mendengar dalam rangka
memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena sosialkeagamaan (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbolsimbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi
fenomena yang diobservasi, dengan mencatat, merekam, memotret,
3
Robert K. Yin, Studi Kasus, (Jakarta; Raja Grafindo, 2001), h. 4 – 15
‫ن‬
fenomena tersebut guna penemuan data analitis.4 Penelitian yang
penulis lakukan untuk mencari bukti terhadap fenomena sosial
keagamaan di lingkungan DPP PAN menggunakan observasi dengan
cara mengamati, mencatat, dan merekam.
b. Interview / Wawancara
Interview yaitu, mengadakan wawancara atau wawancara tidak
berstruktur dan bersifat luwes, sehingga susunan pertanyaan dan
susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat
wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat
wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya informan yang
penulis
wawancarai.5
Penulis
melakukan
wawancara
secara
berstruktur dan bersifat luwes, sehingga susunan pertanyaan dan kata
– kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara
termasuk karakteristik sosial budaya ke empat informan fungsionaris
DPP PAN selama 2 hari penulis wawancarai.
c. Studi Kepustakaan
Selain kedua metode penelitian di atas, peneliti juga melakukan
penelitian dengan membaca literatur-literatur baik berupa jurnal,
artikel-artikel dokumentasi, buku-buku, majalah serta surat kabar
yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian. Adapun
teknik penulisannya, penulis menggunakan tehnik penulisan makalah
4
Imam Suprayogo, dan Drs. Tobroni, M.SI., Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung;
PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 167
5
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya,
2002), cet-11, h.181.
‫س‬
dan skripsi, yang terdapat dalam buku pedoman Akademik tahun
2003/2004, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN SYAHID Jakarta,
2003.
3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah, pedoman wawancara, tape radio, dan buku catatan.
Pedoman wawancara digunakan agar lebih fokus menggali apa yang
menjadi sasaran penelitian, sedangkan tape recorder digunakan untuk
merekam subjek yang dituju,dan buku catatan untuk mencatat hal-hal
yang tak terekam.
4. Analisa Data
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, berdasarkan
jawaban dari ke empat informan fungsionaris DPP PAN yang diperoleh
melalui wawancara dan pengamatan akan diolah dan dianalisis secara
deskriptif untuk kemudian ditarik kesimpulannya.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan meliputi lima bab sebagai berikut:
Bab I, berisi pendahuluan yang meliputi, latar belakang masalah, yang
mengungkapkan hal-hal yang berkenaan dengan apa yang mendasari penulis,
memilih dan menulis kajian ini. Dilanjutkan, pembatasan dan perumusan
masalah, yang memberi titik fokus atas masalah yang ingin diutarakan.
Kemudian, metode penelitian, metode yang dimaksud di sini adalah, sebagai
kerangka analitif dan operasional. Selanjutnya, penulis akan memberikan
kontribusi pada point tujuan dan manfaat penelitian.
‫ع‬
Bab II berisi, Kajian Pustaka meliputi, perilaku keagamaan dalam
perspektif sosiologi, penulis mengungkapkan beberapa pengertian-pengertian
yang tentunya, ditinjau dari pandangan para ahli sosiologi, sehingga kajian ini
mempunyai patokan. Kedua adalah, perilaku politik dan partai politik, juga
menerangkan pengertian, dan dilanjutkan, agama dan masalah perilaku
politik, dalam kajian ini penulis mengungkapkan beberapa masalah-masalah
perilaku politik yang dihubungkan dengan agama sebagai dasar pijakan, untuk
menjelaskan keterkaitannya.
Bab III berisikan, Deskripsi Partai Amanat Nasional meliputi, latar
belakang berdirinya Partai Amanat Nasional, yang mengungkapkan secara
singkat perjalanan, Proses berdirinya Partai Amanat Nasional, selanjutnya,
landasan filosofi (Platform) Partai Amanat Nasional, Kemudian, visi dan misi
Partai Amanat Nasional, dilanjutkan, Tentang AD/ART Partai Amanat
Nasional, kemudian, struktur organisasi Partai Amanat Nasional, dan terakhir,
program umum Partai Amanat Nasional, semua uraian diatas mencoba
menggambarkan secara umum kondisi DPP Partai Amanat Nasional.
Bab IV berisi, Kehidupan keagamaan para politisi DPP Partai Amanat
Nasional, dalam hal ini, meliputi gambaran perilaku keagamaan para politisi
Partai Amanat Nasional, secara utuh uraian disini mencoba mengungkapkan
temuan hasil penelitian yang telah diamati, ditemukan dan dianalisis.
Bab V berisi, penutup yang meliputi, kesimpulan dan saran. Bab ini,
penulis mengungkapkan dan menguraikan pandangan dan pendapat, yang
dirangkum dalam sebuah kesimpulan atas kajian dan hasil penelitian tersebut,
kemudian, dilanjutkan memberi saran dengan pertimbangan dari hasil
kesimpulan yang telah terangkum, yang tentunya, bagi penulis dapat
memberikan kontribusi positif dan bermanfaat.
‫ف‬
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Agama dan Perilaku Keagamaan
Agama dari segi bahasa, yang dimaksud di dalam “Kamus Besar
Bahasa Indonesia”6 adalah sesuatu yang berhubungan dengan ajaran, sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan), dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya.
Sedangkan, agama dalam kenyataannya untuk membuatkan suatu
definisi memang tidaklah mudah. Hal ini lebih di karenakan definisi yang
diajukan oleh para ahli sosiologi tersebut sangat ditentukan oleh sudut
pandang dari masing-masing agama dan latar belakangnya.
Kesulitan ini lebih disebabkan karena agama itu merupakan hal yang
bersifat abstrak, karena agama menyangkut system kepercayaan, sistem
nilai/norma dan sistem ritus, di mana setiap agama mempunyai pola dan
komponen yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Sehingga ada
beberapa alasan mengapa kemudian istilah agama ini menjadi sulit untuk
didefinisikan. Beberapa alasan tersebut, antara lain:
1. Karena pengalaman keagamaan itu adalah soal batiniyah dan sangat
subjektif serta bersifat individualistis.
2. Tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih
dari pada membicarakan soal agama, maka dalam membahas arti agama
6
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta ;
Balai Pustaka, 1990)
‫ص‬
13
selalu ada emosi yang kuat sehingga sulit memberikan arti kata agama
itu.7
3. Konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan
pengertiaan agama sehingga kerapkali ada perbuatan tujuan diantara para
ahli tentang makna agama itu.
Di samping itu, agama juga dikenal dengan Istilah din dan religi yang
pada umumnya dianggap memiliki pengertian yang sama dengan agama.
Dalam terminologi Arab, agama biasa disebut dengan kata al-Din atau alMillah. Sebagaimana agama, kata al-Din mengandung berbagai arti. Al-Din
atau al-Millah yang berarti “mengikat”, maksudnya adalah mempersatukan
segala pemeluknya dan mengikat dalam satu ikatan yang erat.8 Al-Din juga
berarti undang-undang yang harus dipatuhi. Namun al-Din yang biasa
diterjemahkan dengan “agama”, menurut Guru Besar Al-Azhar Syaikh
Muhammad Abdullah Badran, adalah menggambarkan suatu hubungan antara
dua pihak di mana pihak yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi
daripada yang kedua. Dengan demikian, agama merupakan hubungan antara
manusia dan tuhannya. Hubungan ini terwujud dalam sikap batin serta tampak
dalam praktik ibadah/ritual yang dilakukannya, untuk kemudian tercermin
dalam sikap dan perbuatan keseharian individu tersebut.9 Al-Din yang berarti
agama itu bersifat umum, artinya tidak ditujukan kepada salah satu agama
tertentu.10 Selain itu kata agama juga dapat disamakan dengan kata religion
7
Mukti Ali, Agama dan pembangunan di Indonesia, (Depag-RI, 1972), h.48
Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam, (Jakarta; Bulan Bintang), 1952, h.50
9
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam masyarakat,
(Bandung; mizan,1997), h.210
10
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2000), cet., 1, h.6
8
‫ق‬
(Inggris), atau religie (Belanda) yang keduanya berasal dari bahasa latin,
religio, dari akar kata religare yang memiliki arti “mengikat”.11
Bahkan menurut Kamus sosiologi, pendekatan terhadap pengertian
agama (religion) mencangkup tiga aspek yakni:
1. Menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual.
2. Merupakan seperangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang
dianggap sebagai tujuan tersendiri.
3. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.12
Dengan mengacu pada beberapa pengertian di atas maka, dapat
dicermati bahwa, agama yang dipercaya sebagai sebuah sistem kepercayaan
dan praktik memiliki potensi untuk membentuk sebuah masyarakat yang etis,
yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang dianut bersama.
Maka ketika pengertian agama mendapatkan awalan ke dan akhiran
an, yang menjadi penekanan adalah; agama yang setelah mendapatkan awalan
ke dan akhiran an mempunyai fungsi dan arti tersendiri. Agama yang proses
turunannya setelah di tambah ke dan an
berubah menjadi “keagamaan”,
secara kebahasaan proses pengimbuhannya menunjukkan pertalian makna.13
Dalam kaidah Bahasa Indonesia konflik ke dan an hanya biasa diletakkan
pada kata dasr tunggal. Konflik ke dan an juga diletakkan pada kata
berimbuhan maupun pada frasa. Pemanfaatan ke dan an artinya, pemanfaatan
tenaga/kekuatan yang ada pada kata atau kalimat bahasa itu. Sehingga
11
Kahmad, Sosiologi Agama, h. 6
Soerjono Soekanto, “Kamus Sosiologi”, (Jakarta : CV. Rajawali press, 1993), hlm. 430
13
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdiknas RI, Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempuranakan dan Pedoman Umum pembentukan istilah, (Bandung;
CV. Pustaka Setia, cet., ke-V, 1996), h. 146
12
‫ر‬
imbuhan ke-an mempunyai fungsi dan arti sebagai berikut: fungsinya
membentuk kata benda (nominal), artinya tergantung kepada konteksnya,
dapat berarti hal, atau semua yang bersangkut paut dengan apa yang disebut
oleh kata dasarnya.
Perilaku adalah suatu tindakan rutin yang dilakukan oleh seseorang
dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi atau pun kehendak untuk
mencapai suatu tujuan yang diinginkannya, dan hal itu mempunyai arti.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Weber, bahwa yang dimaksud
dengan perilaku adalah pelaku hendak mencapai suatu tujuan atau ia
terdorong oleh motivasi, entah itu berupa perenungan, perencanaan,
pengambilan keputusan, dan kelakuan itu terdiri dari intervensi positif ke
dalam suatu situasi positif atau sikap pasif yang sengaja tidak mau terlibat.14
Di dalam “Kamus Umum Bahasa Indonesia” perilaku dapat juga
dikatakan dengan kata tingkah laku. Prof. Dr.Singgih D. Gunarsa menyatakan
bahwa, perilaku adalah setiap cara reaksi atau respon manusia, respon mahluk
hidup terhadap lingkungannya, perilaku adalah aksi, reaksi, terhadap
rangsangan dari luar.15 Selanjutnya Singgih D. Gunarsa menyatakan pula
bahwa, perilaku manusia dengan segala tindakannya ada yang mudah untuk
dilihat, tetapi ada juga yang sulit untuk dilihat dan hanya biasa diketahui dari
hasil atau akibat dari perbuatan. Kecuali itu, perilaku ada yang tertutup atau
terselubung dan ada perilaku terbuka. Yang termasuk perilaku tertutup antara
lain; aspek-aspek mental meliputi persepsi, ingatan, dan perhatian. Sedangkan
14
K. J. Veeger, Realitas Sosial, (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1993), cet., Ke-4, h.171
Prof, Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, (Jakarta;
BPK Gunung Mulia, 1995), h. 5
15
‫ش‬
perilaku terbuka adalah perilaku yang langsung dapat dilihat seperti; jalan,
lari, tertawa dan lain-lain.16
Di lain pihak, Talcott Parson juga mengungkapkan, bahwa perilaku
manusia digairahkan dari dalam batin oleh tujuan-tujuan tertentu yang
didasarkan atas nilai-nilai dan norma-norma yang dibagi bersama dengan
orang lain.17 Jadi, segala perilaku manusia sangat berhubungan dengan
lingkungan dan kehidupannya, karena apapun bentuknya perilaku dibentuk
berdasarkan kesadaran dan motivasi yang ingin dituju.
Selain itu juga Weber mengklasifikasikan perilaku sebagai berikut:
a. Perilaku yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya tujuan. Baik
tujuan itu
tujuan
itu
sendiri maupun segala tindak yang diambil dalam rangka
dan
akibat-akibat
sampingan
yang
akan
timbul,
dipertimbangkan dengan otak sehat.
b. Perilaku yang berorientasi kepada suatu nilai, seperti keindahan,
kemerdekaan, persaudaraan, dan seterusnya.
c. Perilaku yang menerima orientasinya dari perasaan atau emosi seseorang,
contohnya, orang yang merasa didorong melampiaskan hawa nafsu,
membalas dendam, mengabdikan diri kepada seorang tokoh atau suatu
cita-cita, atau mereka yang bertindak di bawah pengaruh ketegangan
emosional.
d. Perilaku yang menerima arahnya dari tradisi, sehingga disebut “perilaku
tradisional”, sebagai contoh, banyak hal yang dilakukan tiap hari tanpa
16
17
Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, h.34
Veeger, Realitas Sosial, h.200
‫ت‬
memikirkan tujuan atau latar belakang motivasinya. Hal ini menjadi rutin
dan bersifat kebiasaan.18
Dengan demikian perilaku merupakan ekspresi dan manifestasi
dari gejala-gejala hidup yang bersumber dari kemampuan-kemampuan
psikis yang berpusat adanya kebutuhan, sehingga segala perilaku manusia
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai mahluk individu,
mahluk sosial dan mahluk yang berketuhanan. Jadi perilaku mengandung
sebuah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan
(sikap) bukan saja badan atau ucapan.19 Setelah digabungkan perilaku dan
keagamaan, maka definisinya secara kebahasaan adalah, segala tingkah
laku, aksi, reaksi yang termotivasi oleh rangsangan dan semua indikasi
tersebut berhubungan dengan agama.
Sedangkan,
pemahaman
perilaku
keagamaan
yang
ingin
disampaikan disini bagaimanapun adanya harus mengikutsertakan aspekaspek sosiologisnya. Ketika dihubungkan perilaku dan keagamaan yang
ditinjau dalam sudut pandang sosiologi. Sosiologi akan memberikan
gambaran yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami
pemeluk-pemeluknya.20 Jika dijabarkan secara terinci perilaku keagamaan
mengandung penjelasan sebagai suatu tanggapan atau reaksi individu
terhadap ajaran agama yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja
melalui badan ataupun ucapan. Hal ini menunjukkan bahwa, perilaku
keagamaan mencerminkan sikap kesalehan hidup berdasarkan nilai-nilai
18
Veeger, Realitas Sosial, h.200
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 1990), Cet.,ke-3, h. 671
20
Hendropuspito, Sosiologi agama, (Yogyakarta; PT. Kanisius, 1983), h. 29
19
‫ث‬
ketuhanan dan kemanusiaan, yang mengarah kepada pengalaman dan
penghayatan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai keagamaan
yang diyakininya.
Lebih lanjut, menurut buku pengantar sosiologi karangan kamanto
sunarto bagi Emile Durkheim mengatakan bahwa perilaku keagamaan
adalah, ”suatu sistem yang telah mendapatkan kepercayaan untuk
kemudian dipraktekkan, baik yang berhubungan dengan hal yang suci.
Bahwa kepercayaan dan perilaku tersebut mempersatukan semua orang
yang beriman kedalam suatu komunitas yang bermoral”.21 Perilaku
keagamaan yang suci dapat memberikan solusi dan sanggup menolong
manusia membawa pada ketenangan batin di dalam berinteraksi,
berhubungan dengan manusia lainnya.
Senada dengan Durkheim, Ligh Keller dan Calhoun, memilih
memusatkan
perhatiannya
tentang
perilaku
keagamaan
melalui
pendekatan sosiologi, mereka mengatakan ada lima aspek yang mendasari
hal tersebut, yakni: Pertama, kepercayaan agama. Kedua, Praktik agama.
Ketiga, Praktik agama,. Keempat, Umat agama. Kelima, Pengalaman
Keagamaan.22
Hal itu pula yang membuat perilaku keagamaan mempunyai
tingkat dalam praktiknya. Karena menurut, J. P. Williams tingkat perilaku
keagamaan seseorang sangatlah beragam ia mengatakan, bahwa ada
empat tipe yang dianut oleh seseorang/individu dalam beragama.
21
22
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi ; Edisi Kedua, (Jakarta ; FEUI), h. 69
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hlm. 70.
‫خ‬
1. Tingkat Rahasia, yakni tingkat seseorang memegang ajaran agama
yang dianut dan diyakininya itu, untuk dirinya sendiri dan tidak untuk
di diskusikan dengan atau dinyatakan kepada orang lain.
2. Tingkat Privat/Pribadi, yakni tingkat dia mendiskusikan dengan, atau
menambah
atau
menyebarkan
pengetahuan
dan
keyakinan
keagamaannya, dari dan kepada sejumlah orang tertentu yang
digolongkan sebagai orang yang secara pribadi amat dekat
hubungannya dengan dirinya.
3. Tingkat Denominasi, yakni tingkat individu mempunyai keyakinan
keagamaan yang sama dengan yang dipunyai oleh individu-individu
lainnya dalam suatu kelompok besar, dan karena itu bukan
merupakan sesuatu yang rahasia atau privat.
4. Tingkat Masyarakat, yakni tingkat individu memiliki keyakinan
keagamaan yang sama dengan keyakinan keagamaan dari warga
masyarakat tersebut.23
Fenomena keagamaan dalam masyarakat yang majemuk ini, jika
di perhatikan banyak ditimbulkan oleh ekspresi pelaku agama itu sendiri,
hal ini tentu sangat bervariasi dan banyak diasumsikan bahwa dengan
adanya perbedaan ini agama justru memiliki kepanutannya masingmasing.
Sesuai dengan beragam cara dan tingkatan keagamaan diatas, niat
agama dalam praktiknya muncul ingin mencipyakan suatu ikatan bersama
dalam menjalankan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ajaran agama
23
Parsudi Suparlan, “Kata Pengantar”, dalam Roland Robertson, ed., “Agama dalam
Analisa dan Interpretasi Sosiologis”, (Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. XII-XIII.
‫ذ‬
yang diyakini. Yang selanjutnya dapat mempersatukan mereka, dengan
dilandasi semangat nilai-nilai dan sistem-sistem kebenaran universal yang
diakui bersama. Hal ini menjamin adanya kombinasi bersama, oleh
karena nilai-nilai kesakralan yang terkandung di dalamnya.
B. Politik dan Partai Politik
Politik dalam bahasa Arabnya disebut “Siyasah” atau dalam bahasa
Inggrisnya “Politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik atau bijaksana.24
Memang dalam pembicaraan sehari-hari, kita seakan-akan mengartikan
politik sebagai suatu cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan, tetapi
sebenarnya para ahli ilmu politik sendiri mengakui bahwa sangat sulit
memberikan definisi tentang politik.
Ilmu politik pada dasarnya mempunyai ruang lingkup negara.
Membicarakan politik pada galibnya adalah membicarakan negara, karena
teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi
hidup masyarakat. Selain itu, ilmu politik juga menyelidiki ide-ide, issue,
asas-asas, sejarah pembentukan negara, hakikat negara serta bentuk dan
tujuan negara, disamping menyelidiki hal-hal seperti pressure group, interst
group, elit politik, pendapat umum (public opinion), peranan partai politik dan
pemilihan umum. 25
Ilmu politik adalah, ilmu yang mempelajari asal mula, bentuk-bentuk,
proses
negara-negara
dan
pemerintahan-pemerintahan.26
Menurut
Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah. Siyasah Syariyah sesungguhnya merupakan
dakwah seruan sistemik (manhajiyah) yang berbalik
24
25
26
dari hukum buatan
Drs. Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik , (Jakarta;PT. Rieneka Cipta, Cet.,1,1997), h.18
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, h. 18
Isjwara, F. S. H. LLM, Pengantar Ilmu Politik, (Bandung; Dhiwantara, 1987), h.34
‫ض‬
manusia menuju pada hukum kransendental dari Allah Swt, yang didalamnya
berisikan pula rincian terhadap penerapan hukum ini dalam kehidupan
manusia. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari
berbagai Sanad, dari Shahih Imam Muslim dan Perawi lain tentang
kepemimpinan dengan bentuk perwakilan yang bercorak kenabian
( Inabah
Nabawiyah ) :
“Sesungguhnya Allah rela atas kalian dalam 3 perkara : Hendaklah kalian
menyembah Allah dan tidak menyekutukan – Nya dengan sesuatu, hendaklah
kalian berpegang teguh dengan tali (agama) Allah dan jangan berpecah belah,
dan hendaklah kalian saling menasehati dengan orang yang diangkat Allah
untuk memegang perkara kalian ( pemimpin ). “ (HR.Muslim dan Ahmad ). 27
Bagi Gilchrist, ilmu politik adalah, ilmu tentang negara dan
pemerintahan. Sedangkan Adolf Grabowsky mengatakan bahwa, ilmu politik
menyelidiki negara dalam keadaan bergerak.
Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “Polis” yang berarti
“Negara Kota” dengan politik berarti ada hubungan itu khusus antara manusia
yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, dan
27
Ibnu Taimiyah, Siyasah Syariyah, (Surabaya ; Risalah Gusti, 1995), h.X
‫غ‬
akhirnya kekuasaan. Politik bisa juga dikatakan sebagai kebijaksanaan,
kekuatan, kekuasaan, pemerintahan, konflik dan pembagian atau kata-kata
yang serumpun (Hoogerwerf).28
Sedangkan Islam politik adalah Islamisasi politik / menerima politik,
atau memasukkan politik didalam Islam dan fakta Islam politik ini harus
tertuang dalam pasal-pasal yang jelas, yang menegaskan bahwa kedudukan
rakyat diatas penguasa sebab pemimpin sebuah kaum adalah pelayan bagi
rakyatnya.
Pengawasan terhadap penguasa ini tidak akan berjalan tanpa peran
paratai-partai. Sementara pembentukan partaipun diperintahkan oleh AlQur’an :
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung. ( QS. Ali Imron : 104 ). 29
Bagi DR. Fahmi Asy – Syannawi, ” kaum muslim akan berdosa jika
diantara mereka tidak terdapat golongan atau partai. Sebab, tuntutan untuk
menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar tidak ditujukan kepada
setiap individu, melainkan dibebankan kepada “umat” diantara kalian atau
kepada sebagian golongan atau partai, Dengan demikian pembentukan partai
28
29
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik,h.19
DR. Fahmi Asy – Syannawi, Fiqih Politik , (Bandung ; Pustakasetia, 2006), h.302-330
‫ظ‬
untuk menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar bukan merupakan
hak semata, melainkan sebagai perintah langsung dari Tuhan ”. 30
Sedangkan partai politik secara umum dapat dikatakan bahwa partai
politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama tujuannya untuk
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik.31 Dan
biasanya, partai politik untuk mendapatkan itu, melalui jalur konstitusionil
demi untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan partai tersebut.
Partai politik pertama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan
meluasnya
gagasan
bahwa
rakyat
merupakan
faktor
yang
perlu
diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik
telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat
disatu pihak dan pemerintahan di pihak lain. Partai politik umumnya dianggap
sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang
sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di
negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga politik yang biasa
dijumpai.
Partai politik, adalah alat yang sangat ampuh untuk mencapai stabilitas
politik karena didasari oleh pandangan bahwa rakyat perlu dibimbing dan
dibina untuk mencapai tujuan politik yang langgeng.
Basis partai politik mula-mulanya dipusatkan pada kelompokkelompok politik dalam parlemen. Seiring dengan perkembangannya
30
DR. Fahmi Asy – Syannawi, Fiqih Politik. h. 17
31
Haryanto, Sistem Politik: Suatu Pengantar, h.88
‫أأ‬
kegiatan-kegiatan partai politik mengalami pergeseran dengan meluasnya hak
pilih, sehingga kegiatan politik juga berkembang diluar parlemen dengan
terbentuknya panitia-panitia, organisasi-organisasi sayap, dan organisasiorganisasi kader dan lain sebagainya.
Kegiatan dalam partai politik merupakan suatu bentuk aplikasi
program untuk menunjang tujuan yang akan dicapai.
Sedangkan partisipasi politik mencangkup semua kegiatan sukarela, di
mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin
politik dan turut serta secara langsung atau tak langsung dalam pembentukan
kebijakan-kebijakan umum.
Partai politik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya harus
mempertimbangkan kelompok-kelompok yang terdapat di dalamnya dan
tujuan-tujuan yang akan dicapainya. Oleh karena itu, partai politik dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatannya tentu akan menempuh cara-cara yang
berbeda dengan cara-cara yang ditempuh oleh partai politik lainnya. Tentu
sesuai dengan target dan sasaran, situasi dan kondisi, untuk mewujudkan
kekuatan politik yang solid.
Di bawah ini akan diketengahkan fungsi-fungsi yang diselenggarakan
oleh partai politik: Pertama, sebagai sarana komunikasi politik. Kedua,
sebagai saran artikulasi dan agregasi kepentingan. Ketiga, sebagai sarana
sosialisasi politik. Keempat, sebagai sarana rekruitmen politik. Kelima,
sebagai sarana pembuatan kebijakan. Keenam, sebagai sarana pengatur
konflik.32
32
Haryanto, sistem Politik: Suatu Pengantar; h. 89
‫بب‬
Dari fungsi-fungsi yang disebutkan di atas setidaknya pendekatan ini
secara umum banyak di lakukan oleh partai politik. Oleh karena itu untuk
mengklasifikasikan partai politik ke dalam berbagai macam ciri, dapat dilihat
dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara umum dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu, partai massa dan partai kader. Apabila
pengklasifikasian tersebut dilakukan dari segi sifat dan orientasinya, partai
dapat dibagi menjadi dua jenis pila; yaitu, partai lindungan dan partai
ideologi/partai asas.33
Ciri-ciri partai tersebut adalah:
1. Partai Massa, ciri utamanya adalah, jumlah anggota atau pendukungnya
yang banyak.
2. Partai Kader, ciri utamanya tidak mempunyai anggota atau pendukung
sebanyak yang dipunyai partai massa. Partai kader lebih mementingkan
disiplin anggota-anggota dan ketaatan dalam organisasi, doktrin dan
idiologi selalu tetap terjamin.
3. Partai Lindungan, ciri utamanya partai ini biasanya aktif pada saat-saat
menjelang dilangsungkan pemilihan umum saja.
4. Partai Idiologi/partai asas, ciri utamanya mempunyai disiplin yang kuat
dan
mengikat
diantara
anggota-anggotanya,
dan
penyeleksiaan
anggotanya melalui rekruitmen yang ketat.34
Hal
lain
yang
dikemukakan
oleh
Maurice
Duverger,
yang
diketengahkan dalam bukunya yang berjudul “Political Parties”, ia
33
Prof. Meriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta; PT.Gramedia Pustaka Utama,
1995), h. 96
34
Haryanto, Sistem Politik: Suatu Pengantar, h. 97
‫جج‬
mengemukan pendapatnya bahwa partai politik dapat diklasifikasikan atau
dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu; Pertama, sistem partai tunggal (one
party system) yakni sistem di mana suatu negara hanya terdapat satu partai
politik saja yang sangat berperan atau dominant. Kedua, sistem dwi partai
yakni sistem yang dianut oleh suatu negara di mana dua partai politik yang
memainkan peran yang sangat dominant dibidang kehidupan politik. Ketiga,
sistem multi partai sering pula disebut dengan sistem banyak partai, pada
umumnya ini dianut suatu negara di mana negara tersebut terdapat beberapa
partai politik dan diantara partai-partai politik yang ada itu memiliki kekuatan
yang seimbang.35
C. Agama dan Perilaku Politik
Agama sebagai pengatur hubungan antar manusia dan juga
hubungannya
dengan
tuhan,
pada
dasarnya
sudah
berbekas
pada
seseorang/individu, bagaimanapun dalam masyarakat yang sudah mapan atau
belum, agama merupakan salah satu struktur institusional mempunyai nilai
dan norma penting yang melengkapi keseluruhan sistem sosial.
Agama yang menyangkut kepercayaan beserta dengan ritual-ritualnya
yang menjadi pengalaman dalam masyarakat sehingga menimbulkan kekuatan
tersendiri.
Penelaahan terhadap agama merupakan hal yang mesti dilakukan,
karena pemahaman bagi pemeluknya sangat beragam dan bermacam-macam,
menurut Abdullah, sebagaimana dikutip oleh Imam Suprayogodan Tobroni,
agama merupakan landasan terbentuknya suatu masyarakat yang kognitif.
Artinya, agama merupakan awal dari terbentuknya suatu komunitas atau
35
Haryanto, Sistem Politik: Suatu Pengantar, h. 98
‫دد‬
kesatuan hidup yang diikat oleh keyakinan akan kebenaran hakiki yang sama,
yang memungkinkan berlakunya suatu patokan pengetahuan yang sama.36
Untuk itu dapat dikatakan bahwa pada umumnya orang percaya pada agama
yang bersifat holistic sebagai sebuah alat untuk mencerna kehidupan. Bahwa,
agama memberi panduan, nilai, moral, dan etika perilaku dalam bentuknya
yang universal.
Apa yang diungkapkan tentang definisi perilaku, bahwasannya
perilaku tidaklah akan tetap, dan pada suatu saat dapat mengalami pergerakan
atau perubahan, bahkan pergerakan/perubahan yang kira-kira sama akan
terlihat seiring dengan kondisi sosio-kulturalnya dan perkembangan seseorang
tersebut.
Ada beberapa unsur-unsur pokok tujuan politik untuk mendapatkan
kekuasaan. Yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antar manusia ataupun
antara kelompok: Pertama, adanya unsur rasa takut. Kedua, adanya unsur rasa
cinta. Ketiga, adanya unsur pemujaan. Keempat, adanya unsur kepercayaan.37
Dari keempat unsur inilah yang mendasari berbagai tindak perilaku
politik seseorang atau suatu kelompok untuk mencapai tujuannya yaitu
“kekuasaan’.
Jadi perilaku politik adalah tingkah laku yang terorganisir dalam upaya
mencapai tujuan politik dengan unsur-unsur yang sistematis, bagi David
Easton, perilaku politik pertama-tama terdiri dari alokasi nilai-nilai yang
36
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung;
PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 16
37
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, h. 35
‫ﻩﻩ‬
kemudian pengalikasiannya tersebut bersifat mengikat/paksaan terhadap
kelompok masyarakat secara keseluruhan.38
Identifikasi perilaku politik yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan Keputusan
2. Skala Prioritas dalam menentukan kebijakan-kebijakan umum.
3. Pengaturan dan pembagian alokasi sumber-sumber yang ada.39
Dari ketiga tipe di atas, untuk melaksanakannya di perlukan sebuah
kekuasaan (power) dan kewenangan (authority), untuk membina kerja sama
maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin dalam proses itu akan
terjadi. Bahkan banyak cara yang dilakukan seseorang yang telah
berkecimpung dalam dunia politik. Di dalam berprilaku, untuk mewujudkan
suatu tujuannya, cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi (meyakinkan),
dan jika perlu bersifat paksaan. Karena tanpa paksaan kadang-kadang
kebijakan itu, hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent)
belaka.40
Bagaimanapun agama selalu membayang-bayangi proses kehidupan
seseorang, agama sangat berarti ketika masing-masing pemeluk menghadapi
suatu masalah. Masing-masing pemeluk suatu agama dapat mempraktikan
dalam kehidupan sehari-hari, ketika dirundung masalah atau sedang
menghadapi masalh, maka agama bias menjadi “Rem” wujud dari menjaga
38
39
40
Drs. Haryanto, Sistem Politik; Suatu Pengantar, h. 2
Prof. Meriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 8
Prof. Meriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 8
‫وو‬
atau mengingatkan umatnya agar tidak jatuh ke dalam perbuatan yang
menyimpang.
Namun yang menjadi sorotan penting disini adalah gejala-gejala yang
timbul dalam penguasaan dari sekelompok orang yang berkuasa terhadap
berbagai kelompok rakyat banyak, yang dipandang sebagai usaha penataan
masyarakat.
Dalam hal ini perlu dilihat peranan para elit politik yang mempunyai
tanggung jawab dan tugas sangat mulia untuk meluruskan kekuasaan.
Loyalitas mereka kepada bangsa dan negara itu, harus diatasi dari loyalitas
mereka kepada partai. Sejauh mana mereka mampu berprilaku politik merebut
kekuasaan tersebut untuk kemudian dapat menggunakannya dengan baik.
Dalam kaitannya dengan Partai Amanat Nasional, Partai Amanat Nasional
yang mengatsnamakan dirinya adalah, Partai Kader, atau Partai Ideologi yang
berpegang teguh pada asas PANCASILA, mengedepankan perilaku politiknya
pada aturan-aturan hukum yang berlaku.
‫زز‬
BAB IV
KEHIDUPAN KEAGAMAAN PARA POLITISI
DPP PARTAI AMANAT NASIONAL
A. Gambaran Kehidupan Keagamaan di Lingkungan DPP Partai Amanat
Nasional.
Dalam memaparkan gambaran kehidupan keagamaan di lingkungan
DPP Partai Amanat Nasional. Sejauh ini, yang menjadi siklus di
lingkungannya adalah kehidupan yang berusaha mewujudkan para anggotanya
meningkatkan iman dan takwa. Melalui basis dakwah dan pengajian hal ini
ditangani organisasi-organisasi sayap yang berafiliasi kepada bidang
keagamaan. Jika diperhatikan, ekspresi agama yang dianut oleh manusia
sangatlah bervariasi dan berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini
tentunya mengasumsikan bahwa agama-agama yang ada, memiliki perbedaan
pula dalam kepanutannya dan bentuk pelaksanaannya. Karena, fenomena
sosial banyak ditimbulkan oleh agama, diantaranya berupa struktur sosial,
pranata sosial, dan dinamika masyarakat yang sangat majemuk.
Partai Amanat Nasional bermaksud menciptakan wawasan keagamaan
dan menyadarkan bahwa kader Partai Amanat Nasional dalam berpolitik harus
berani menghukum parpolnya sendiri, seandainya menghianati prinsip-prinsip
keorganisasian Partai Amanat Nasional. Dengan cara mengaktualkan
kegiatan-kegiatan tersebut, PAN selalu melibatkan masyarakat luas.
Partai Amanat Nasional mengaktualkan kegiatan-kegiatan tersebut,
dengan melibatkan masyarakat secara luas. Pola keagamaan yang diperhatikan
‫حح‬
52
Partai Amanat Nasional untuk menciptakan kerukunan beragama adalah,
dengan menjadikan nilai agama menjadi tujuan pokok di dalam menggerakkan
organisasi dan programnya.41
Partai Amanat Nasional melalui mekanisme kompetitif berkomitmen
membangun kehidupan-kehidupan keberagamaan, membuka kesempatan
secara luas kepada para anggota untuk mengaktualkan diri dalam bentuk
kegiatan-kegiatan positif. Sebagai bagian integral dari realitas politik, daya
jangkau hati nurani para politisi Partai Amanat Nasional masih dihantui oleh
dosa politik orde baru, yang secara umum orientasinya kini, artinya jabatan
dan harta menjadi lebih menarik untuk mencapai kekuasaan. Namun, dengan
pola kehidupan keagamaan seperti di atas, sekarang ini sekiranya dapat
memberikan sumbangsih cukup signifikan untuk menghilangkan penyakit
politik orde baru. Agama-agama yang ada, mengajarkan nilai-nilai positif dan
mampu menjadi rem terhadap praktek-praktek politik menyimpang. Sehingga,
tercipta perilaku politik yang bersandar pada ajaran-ajaran agama.
Secara umum para politisi Partai Amanat Nasional, mengungkapkan
bahwa yang diajarkan dalam agama-agama, sesuatu hal yang pada prinsipnya
mengantarkan umatnya kepada yang baik. Artinya pemahaman keagamaan
seseorang di sini, seolah-olah tidak bisa diukur secara eksak tetapi dapat
dilihat secara empirik.
Secara empirik setelah dianalisa, pemahaman keagamaan para politisi
Partai Amanat Nasional memiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar41
Ali Taher Parasong, WK. Sekjen Badan Hubungan antar lembaga DPP Partai Amanat
Nasional, Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006.
‫طط‬
dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi keagamaan, hal ini
tercermin dalam hasil wawancara, yang diungkapkan Ir. Muhammad Najib,
M.Sc.:
“Bahwa agama itu hal yang sangat pribadi dalam kehidupan seseorang,
agama memberikan spirit dan motivator kepada manusia untuk
memudahkan manusia mencintai Tuhannya hingga mencapai tujuan”.42
Oleh karena itu, para politisi Partai Amanat Nasional yang
berkecimpung di dunia politik memahami agama bukan saja hubungan
vertikal dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal dengan manusia.
Agama yang dipahami oleh mereka mengajarkan untuk berbuat baik, kasih
mengasihi antar sesama manusia sebagai bentuk ibadah kepanutannya. Hal ini
senada diungkapkan Lilly Walandha dalam wawancara penulis, bahwa:
“Agama yang ada pada ajaran Kristen Protestan adalah cinta kasih,
yang dimaksud cinta kasih di sini adalah mengasihi sesama manusia
dalam arti kehidupan vertikal, dan ke atas mengasihi Tuhan dengan
segenap hati. Memang dalam agama yang saya anut diajarkan untuk
mengasihi sesama manusia bukan hanya mengasihi saudara, keluarga
dan mengasihi orang seiman saya. Tetapi mengasihi sesama manusia
seperti mengasihi diri kita sendiri.43
Menganalisa hal ini, mereka para politisi Partai Amanat Nasional
memiliki pemahaman keagamaan yang memahami agama tidak kaku, dan
tidak menimbulkan fanatisme agama.
Apa yang dipahami para politisi Partai Amanat Nasional tentang
agama, dilatarbelakangi oleh pendidikan yang berjenjang, lingkungan sosial
dan lingkungan keluarga yang kondusif. Mereka menganggap, bahwa
42
Ir. Muhammad Najib, Ketua MPP DPP Partai Amanat Nasional, Wawancara Pribadi,
Jakarta, 29 Juni 2006.
43
Lilly Walandha, Ketua Bidang Buruh Tani dan Nelayan, Wawancara Pribadi, Jakarta 29
Juni 2006.
‫يي‬
berpolitik juga sebagai gerakan moral yang dituntut oleh agama, dan partai
sebagai wadah untuk memperjuangkan agama tersebut.
B. Praktik Keagamaan Para Politisi Partai Amanat Nasional
Teori dan praktik sering tidak sejalan dalam aplikasi di lapangan,
bahwa apa yang dipahami oleh para politisi tentang keagamaan tersebut, tidak
selamanya sesuai dengan praktiknya.
Untuk mengidentifikasi praktik keagamaan yang dilakukan oleh para
politisi Partai Amanat Nasional dalam hal ini, penulis menekankan kepada
aspek ritual, seperti pelaksanaan ibadah wajib dan sunnah dan praktik yang
sifatnya ketaatan seperti kontemplasi dan persembahan.
Aspek
ritual
seperti
pelaksanaan
ibadah
wajib,
penulis
menempatkannya sebagai syarat seseorang beragama. Artinya, ibadah wajib
inilah yang dapat memperlihatkan secara empirik bahwasannya seseorang itu
beragama, karena melakukan tuntunan agama.
Praktik ritual yang digolongkan ke dalam ibadah wajib, merupakan
konsensus formalistik yang dipraktikan para politisi setiap harinya. Salah satu
contoh ketika seseorang itu beragama Islam maka, yang menjadi penekanan
adalah hal-hal yang berkaitan dengan rukun Islam yang telah diwajibkan
sepeti: sholat, puasa, zakat dan haji, sejauhmana kelengkapan dan
ketepatannya.
Pertama, sholat wajib yang dilakukan oleh politisi Partai Amanat
Nasional, menurut 3 informan beragama Islam menyebutkan bahwa mereka
kebanyakan melakukannya di mushola sebuah ruangan kecil yang telah
tersedia di gedung DPP sendiri dan bukannya di mesjid kecuali sholat Jum’at.
‫كك‬
Sedangkan mengenai ketepatan waktu sangat banyak yang mematuhinya dan
sedikit
pula
yang
tidak
mematuhinya. Kedua, puasa wajib, yang
melakukannya dengan total sangat banyak (hampir semuanya). Ketiga, zakat
wajib para politisi yang menunaikan ibadah tersebut sangat banyak. Keempat,
ibadah haji yang diwajibkan bagi yang mampu, politisi Partai Amanat
Nasional yang melakukannya hampir semuanya sudah menunaikannya.
Dari hasil tersebut di atas, secara umum Partai Amanat Nasional
mempunyai politisi mayoritas beragama Islam. Hal ini tercermin dalam hasil
wawancara, seperti yang diungkapkan M. Junaedi, SE, “Dalam Praktek
keagamaan yang secara rukun Islam seperti; shalat, puasa, zakat dan pergi haji
sudah saya lakukan dan Insya Allah hal-hal lain saya pun lakukan”.44
Tampaknya praktik keagamaan yang terjadi seperti disebutkan di atas, para
politisi DPP Partai Amanat Nasional secara keseluruhan mereka sudah
menunaikannya. Untuk ibadah sunnah para politisi Partai Amanat Nasional
selalu menempatkannya sebagai pengimbang ibadah wajib artinya selalu
menambah nilai ibadahnya dan biasa melakukannya, hal itu akan menjadi
inspirasi dan motivator tersendiri dan perbuatan tersebut tidak dipaksakan.
Sedangkan untuk agama non-Islam, dari hasil wawancara dilapangan
maka ditemukan hasil hanya beberapa orang saja yang beragama non-Islam.
Praktik keagamaan yang dilakukan oleh mereka, yang berkenaan dengan ritual
seperti sembahyang. Untuk agama non Islam pun tercermin dalam hasil
wawancara, seperti yang diungkapkan Lilly Walandha, “Dalam melakukan
44
M. Junaedi, SE, Anggota MPP DPP Partai Amanat Nasional, Wawancara Pribadi, Jakarta,
29 Juni 2006.
‫لل‬
praktek keagamaan saya sembahyang ke gereja karena sibuk dan jarang ke
gereja untuk sembahyang, sekarang saya berprinsip idealnya lebih menjadi
tuntutan untuk berbuat baik seperti apa yang diajarkan agama”.45 Dari hasil
wawancara dilapangan penulis menemukan, mereka yang melakukan sangat
banyak,
sedangkan
tempat
peribadatan
masing-masing
agama
yang
keberadaanya dekat lingkungan tempat tinggal mereka sendiri tetapi kadangkadang mereka ketempat lain.
Penunjang
dalam
merealisasikan
kegiatan-kegiatan
keagamaan,
ditangani langsung oleh bidang keagamaan Partai Amanat Nasional. Sesuai
dengan garis program umum yang dicanangkan oleh Partai Amanat Nasional,
bahwasanya untuk memenuhi tuntutan reformasi, bidang agama Partai Amanat
Nasional bertekad berperan aktif dan mendukung upaya-upaya peningkatan
keimanan dan ketakwaan, serta kerukunan hubungan umat seagama, antar
umat beragama, dan umat beragama dengan pemerintah. Untuk meningkatkan
kualitas sarana peribadatan dan kualitas pendidikan guru agama dengan cara
mengatasi demoralisasi seperti: memerangi pornografi, pornoaksi, dan
perdagangan wanita.46
Upaya dalam memberdayakan masyarakat dibidang keagamaan yang
dilakukan para politisi Partai Amanat Nasional, menjadi kepedulian tersendiri
agar dapat melibatkan masyarakat lebih jauh. Praktik keagamaan seperti ini,
masuk dalam kategori ketaatan sebagai bentuk kebaktian. Hal ini sangat
memberi makna pada seseorang dalam kehidupan beragama.
45
Lilly Walandha, Ketua Badan Buruh, Petani dan Nelayan DPP Partai Amanat Nasional,
Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006.
46
Platform Partai Amanat Nasional 2005-2010, h.25
‫مم‬
Mengenai praktik yang sifatnya ketaatan dan mempunyai kekhasan
tersendiri, sebagai upaya mewujudkan kerukunan beragama, yang menghargai
perbedaan dan tanpa mambeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan. Partai
Amanat Nasional memberi peluang yang sangat terbuka, untuk mengaktualkan
diri. Misalnya, agama non-Islam, walaupun mereka minoritas namun mereka
dilingkungan DPP Partai Amanat Nasional tidak pernah merasa tertindas atau
terdiskriminatifkan, menurut mereka. Warga negara Indonesia mempunyai hak
yang sama dan di Partai Amanat Nasional sangat peduli dengan hal tersebut,
yang dikedepankan oleh mereka adalah persatuan dan kesatuan secara utuh.47
Praktik keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional, yang
beragama non-Islam, berupaya menciptakan suasana saling toleransi antar
umat seagama dan antara umat beragama, walaupun dilingkungan DPP Partai
Amanat Nasional
tersebut, tempat peribadatan seperti gereja tidak ada.
Namun mereka saling berpartisipasi ketika ada kegiatan-kegiatan keagamaan
dari agama lain.
Bagaimanapun wujudnya agama itu, bagi para politisi Partai Amanat
Nasional, pengaruh agama selalu memberikan inspirasi dan motivasi
tersendiri. Baik itu melalui ritualitas maupun ketaatan yang relatif spontan,
informasi dan khas pribadi masing-masing pemeluk agama.
C. Fungsi agama bagi para politisi Partai Amanat Nasional
Fungsi agama tidak dapat dilepaskan dari tantangan-tantangan yang
dihadapi manusia dan masyarakat. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan
47
Lihat lampiran hasil wawancara dengan Lily Walandha, Wawancara Pribadii, 29 Juni
2006
‫نن‬
analitis dapat disimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi manusia
dikembalikan pada tiga hal, yakni; ketidakpastian, ketidakmampuan dan
kelangkaan. Untuk mengatasi itu semua agama menjadi solusi, karena
manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki
kesanggupan yang definitif dalam memberikan solusi terhadap manusia.
Sebelum lebih jauh menjelaskan fungsi agama bagi para politisi Partai
Amanat Nasional, penulis akan mengetengahkan terlebihan dahulu bahwa
agama mempunyai fungsi sebagai berikut:
Pertama, Fungsi Edukatif, dalam hal ini manusia mempunyai bahwa
agama mempunyai tugas mengajar dan membimbing. Agama menyampaikan
ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya, baik dalam bentuk upacara
keagamaan, khutbah, renungan dan pendalam rohani.48
Kedua, Fungsi Penyelamatan, yakni setiap manusia menginginkan
keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati, jaminan
untuk itu mereka temukan dalam agama. Terutama karena agama mengerjakan
dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai titik
kebahagian yang mutlak.49
Ketiga, Fungsi Pengendalian Sosial, yakni agama menjadikan
seseorang lebih kuat sehingga agama dapat memberika pengendalian untuk
menggerakkan dan membantu seseorang menjalin kehidupan ini. Secara
48
49
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 40
‫سس‬
berkala agama dapat menegakkan dan memperkuat perasaan dan ide sesuai
dengan ajaran agama tersebut.50
Keempat, Fungsi Memupuk Persaudaraan, dalam hal ini, agama
mempunyai peranan membina kerukunan antara umat seagama, antar umat
beragama dan antara pemerintah menjalin satu kesatuan yang diungkapkan
atas dasar persamaan sebagai makhluk Tuhan.51
Kelima, Fungsi Tansformatif, merupakan fungsi yang mengubah
bentuk kehidupan masyarakat lama ke dalam bentuk kehidupan baru atau
mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru dengan
harapan membentuk kepribadian manusia yang ideal.52
Senada dengan menganut faham fungisonalisme, yang memberikan
sorotan dan tekanan khusus atas apa yang ia lihat dari agama, jelasnya ia
melihat agama dari fungsinya. Agama dipandang sebagai suatu institusi yang
lain mengemban tugas agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam
lingkup lokal, regional maun nasional. Maka dalam tinjaun teroi fungsional,
yang dipentingkan ialah daya guna dan pengaruh agama terhadap individu,
atau masyarakat sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama, apa yang dicitacitakannya, terciptanya suatu kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan jasmani
dan rohani dapat terwujud.53
Agama berfungsi bagi individu atau kelompok, fungsi agama dalam
diri individu memenuhi kebutuhan batiniah serta pemeliharaan masyarakat,
50
51
52
53
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 45
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 53
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 56
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 30
‫عع‬
artinya bahwa dalam mengatur kehidupan sosial, agama memiliki kekuatan
untuk memaksa dan mengikat masyarakat untuk mau mengorbankan
kepentingan-kepentingan pribadinya demi kepentingan bersama.
Di lain pihak, agama pun berfungsi dalam membantu menciptakan
sistem-sistem nilai sosial yang tepadu dan utuh dengan cara memberikan nilainilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para individu/masyarakat.
Dalam hal ini, fungsi agama bagi politisi sangat penting dalam
menjalankan kehidupan sosial kemasyarakatan, karena disadari atau pun tidak,
agama merupakan kekuatan aktif dalam menjaga keutuhan dan kelestarian
hidup umat manusia khususnya dari penyelewengan-penyelewengan yang ada.
Dalam setiap agama apa pun akan berisi ajaran-ajaran doktrin dan
peraturan mengenai bagaimana tata cara hidup yang baik. Artinya secara
fungsional, agama sama saja.
Mengharapkan hilangnya perilaku politik yang menyimpang seperti
berkurangnya atau hilangnya para politisi yang senang korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN) dan mengaharapkan terciptanya kehidupan yang harmonis
dan saling tolong menolong satu sama lain, semata-mata bergantung pada
perbaikan pola hidup beragama.
Penyalahgunaan agama yang dilakukan kerapkali dituduhkan kepada
politisi menjadi sorotan penting bagi masyarakat. Sehingga bagi politisi Partai
Amanat Nasional fungsi agama yang sangat dominan dalam dunia politik
adalah sebagai kontrol. Dengan mematuhi agama memiliki fungsi sebagai
‫فف‬
kontrol maka, menumbuhkan rasa sungkan untuk melakukan penyelewenganpenyelewengan dan konflik dengan sendirinya akan berkurang bahkan hilang.
Dengan demikian fungsi agama bagi para politisi Partai Amanat
Nasional adalah untuk memberi rahmat, menebar kasih sayang antar sesama
bukan saling menyalahkan, menafikkan dan mematikan satu sama lain. Hal ini
diungkapkan Ali Taher Parasong, SH. MH., dalam wawancara penulis bahwa
“Agama berfungsi mengantarkan kita pada jalan kebenaran, keteraturan hidup
dan kebahagiaan”.54 Politisi itu memang mutlak harus mempunyai latar
belakang moralitas agama yang dituntun oleh agama tertentu, karena agama
sebagai
perilaku
(religion
in
action),
terutama
untuk
mengurangi
kegelisahaan, memantapkan kepercayaan kepada pribadi sendiri dan yang
paling penting memelihara keadaan manusia agar siap menghadapi realitas.55
Hal senadapun telah diungkapkan oleh para politisi Partai Amanat
Nasional seperti apa yang telah diungkapkan oleh M. Junaedi, SE., dalam
wawancara
bahwa “Di setiap saya kegelisahan, saya berdo’a dan sholat
kepada Tuhan yang saya anut, dan Alhamdulillah semuanya hilang, hingga
memang benar disetiap agama selalu menjadi obat penenang kita’.56
D. Pengalaman Keagamaan Para Politisi Partai Amanat Nasional
Sesuatu yang diperankan dalam agama memberikan sumbangan yang
positif terhadap individu atau masyarakat. Banyak hal-hal yang berkaitan
dengan pengalaman keagamaan, Durkheim, mengkajinya dengan membuat
54
Ali Taher Parasong, Wakil Sekretaris Jendral DPP PAN Badan Hubungan Antar Lembaga,
Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006
55
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama,( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 121
56
M. Junaedi, SE., Anggota MPP DPP PAN, Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006
‫صص‬
permisalan yang menggolongan semua pengalaman manusia ke dalam dua
kategori yang mutlak bertentangan, yakni pengalaman yang suci dan profan.
Pengalaman yang profan adalah pengalaman rutin yang samapai tingkat
tertentu sajalah dan merupakan bagian dari perilaku penyesuaian.
Sedangakan pengalaman yang suci ini lebih tinggi martabatnya dan
mengandung sifat serius yang lebih tinggi. Jadi lewat pengalaman yang suci
ini lahir suatu sifat dan seperangkat praktik keagamaan yang lebih mempunyai
kekuatan (power).57 Pengalaman keagamaan yang sifatnya dapat memberikan
inspirasi, jelas merupakan hal yang cukup berarti.
Untuk mengalami hal tersebut yang dapat menyatukan dia dan aku,
sehingga apa yang dimaknai dalam hidup ini, seperti mencari ketenangan
hidup, menemukan jalan keluar dari permasalahan atau melihat fenomena
kehidupan meneguhkan hati pada moral keagamaan.
Dari hasil analisis penulis, pengalaman seperti disebutkan di atas
adalah, pengalaman yang pernah dialami oleh para politisi Partai Amanat
Nasional semua pernah mengalami pengalaman keagamaan tersebut, karena
dalam setiap kejadian yang pernah dialami merupakan pengalaman religius
terlebih jika kita punya niat baik pasti tuhan akan memberi jalan hingga
menggapai cita-cita.58 Sehingga bagi para politisi Partai Amanat Nasional,
ketika pengalaman keagamaan itu berarti padamu, maka berprinsiplah kamu
sesuai dengan ajaran agama, maka kamu akan menempatkan jalan yang sangat
luas.
57
Thomas F. O’dea, Sosiologi Agaam; Suatu Pengenalan Awal,(Jakarta: Rajawali Press, Cet.
1, 1987), h. 35
58
Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Najib, Jakarta, tanggal 29 Juni 2006
‫قق‬
E. Konsekuensi Keagamaan bagai Para Politisi Partai Amanat Nasional
Kalau semua dimensi di atas dapat terpenuhi sadar tidak sadar individu
atau masyarakat tersebut mendapatkan kecerdasan spiritual/emosi yang lebih
dewasa.
Para politisi mempunayi konsekuensi dalam beragama mereka yang
ingin menciptakan kondisi yang demokratis dalam tatanan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), salah satu persyaratannya adalah dipupuknya
semangat hidup ke-Bhineka Tunggal Ika-an sesuai dengan ajaran agama.
Dalam membangun semangat persatuan inilah salah satu unsur yang
sangat penting adalah pluralisme agama-agama, maka yang diperlukan adalah
kerjasama berbagai pihak terutama para pemeluk agama. Konsekuensi
keagamaan bagi politisi adalah semuanya inklud di dalam frame kerukuanan
beragama yang dapat menciptakan kehidupan beragama dengan tenang, damai
dan aman yang disertai dengan kesediaan membangun dialog antara umat
beragama.
Menumbuhkan sikap menghargai kemajemukan agama, adalah
kenyataan setelah reformasi digulirkan. Para Politisi Partai Amanat Nasional
mengibarkan kembali makna yang tekandung dalam Pancasila dan UUD 1945
yang diakui oleh mereka sebagai asas dan perjuangan Partai Amanat Nasional
menghormati kebebasan politik masyarakat dewasa ini, yang dilain pihak
tidak merugikan keutuhan dan persatuan bangsa dan negara.
Tidaklah mudah bagi para politisi Partai Amanat Nasional menjadikan
kerukunan beragama sebagai jalan hidup yang modern, oleh karena pilihan
‫رر‬
jalan hidup ini mengandung konsekuensi yang tidak ringan, seperti kesedihan
mendengar kebenaran yang sangat mungkin terkandung dalam ajaran agama
lain, seperti kesediaan belajar dari pengalaman umat beragama sendiri dalam
menyelesaikan berbagai masalah-masalah dan konflik yang muncul dalam
kehidupan keseharian.
Hal ini tercermin pula dalam hasil wawancara pribadi dengan Ali
Taher Parasong, SH.MH “Jadilah tauladan dalam berpolitik karena agamalah
yang bisa mengantarkan kita untuk berperilaku politik yang baik”.59
Adapun konsekuensi ada dalam agama non Islam tercermin pula dalam
hasil wawancara pribadi dengan Lilly Walandha “Konsekuensi kalau kita
harus mempelajari tata cara/kebiasaan dari agama lain missal orang muslim
nah kita kadang-kadang berbuat salah tanpa kita tahu menurut muslim misal :
saat puasa tanpa kita tahu kita menawari makan, jadi saya berusaha untuk
mencari tahu dengan begitu mendekatkan saya agar lebih bertoleransi dalam
agama sehingga tidak terjadi konflik”.60
59
60
Wawancara Pribadi dengan Ali Taher Paransong, SH., MH, Jakarta, 29 Juni 2006
Wawancara Pribadi dengan Lilly Walandha, Jakarta, 29 Juni 2006
‫شش‬
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari kajian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Perilaku
Keagamaan Para Politisi DPP Partai Amanat Nasional tampak dalam beberapa
faktor:
1. Pola kehidupan keagamaan di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional
dalam menciptakan kerukunan beragama adalah dengan menjadikan nilai
agama menjadi tujuan pokok di dalam menggerakkan organisasi dan
programnya. Partai ini menganut prinsip non sectarian dan non
diskriminatif dan partai diikat oleh cita-cita politik dan landasan etika
sosial. Partai Amanat Nasional pun sangat mempedomani asas Pancasila
dan
UUD
1945
sebagai
dasar
perjuangan,
yang
kemudian,
diinterpretasikan ke dalam nilai-nilai yang menghargai perbedaan dan
menunjang berlangsungnya kehidupan keberagamaan.
2. Kehidupan keagamaan di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional, karena
mayoritas
politisinya
beragama
Islam,
maka
tampak
kehidupan
keagamaan, yang penuh dengan kegiatan-kegiatan keagamaan bernuansa
Islam. Namun bagi penganut non Islam toleransinya kurang menyeluruh
hanya sebagian orang saja terbukti dalam setiap kegiatan bertatap muka
dijalan.
66
‫تت‬
3. Perilaku keagamaan para politisi DPP Partai Amanat Nasional adalah
perilaku yang mayoritas mempraktikkan agama sebagai tuntunan, jalan
kehidupan atau titik tolak menuju tujuan (Tuhan).
4. Perilaku keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional dalam
menafsirkan ajaran-ajaran agama, tidak kaku. Artinya, nilai-nilai agama
yang diakui mempunyai kebenaran universal, dan hal itu mereka jadikan
perekat kebersamaan. Hal ini tergambarkan dalam peraturan Partai
Amanat Nasional dan peraturan organisasi.
B. Saran
1. Para politisi DPP Partai Amanat Nasional harus mampu memberikan
manfaat yang luas, baik kepada pengurus, simpatisan dan konstituen
pendukung partai.
2. Dalam bidang keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional, disarankan
memperbanyak pendekatan yang bersifat spiritual (Siraman Rohani).
Karena agama bisa menjadi pembisik / pengingat terhadap politisi.
Sehingga, mereka tidak terjerumus dalam perilaku menyeleweng /
menyimpang.
3. Para politisi dalam berperilaku hendaknya selalu menjaga citra Partai
Amanat Nasional yang bersifat terbuka dan mandiri. Para politisipun harus
mengedepankan aspirasi masyarakat dalam nilai-nilai demokrasi, yang
sesuai dengan tuntunan agama. Dan para politisi harus mampu menjaga
kerukunan hidup seagama, antara agama dan antar pemerintah, dengan
‫ثث‬
cara ini komitmen terhadap kehidupan beragama dengan mengaktualkan
secara total wawasan kebangsaan dan keagamaan. Dan hal ini harus
didukung nilai-nilai kejujuran dan keadilan dalam bersikap dan
berperilaku.
‫خخ‬
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti, Agama dan Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Depag RI, 1972
Ashiddieqy, Hasbi, Al-Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1952
Asy – Syannawi, Fahmi, Politik, Bandung ; Pustakasetia, 2006
Budiarjo, Meriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1995
Darajat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
________ , Peran Agama dan Kesehatan Mental, Jakarta: Agung, 1969
Fatwa, AM., Partai Amanat Nasional Mengangkat Harkat dan Martabat Bangsa,
Jakarta: Intrans, 2003
________ , Dari Cipinang ke Senayan ; Catatan Gerakan Reformasi dan Aktifitas
Legislatif hingga ST MPR 2002, Jakarta : Intrans, 2003
Gunarsa, D. Singgih, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta BPK
Gunung Mulia, 1995
Haryanto, Sistem Politik, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1982
Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: PT. Kanisius, 1983
Isjwara, F. S. H. LLM, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Dhiwantara, 1987
Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000
Madjid, Nurcholis, Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina, 1997
Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2002
Najib, Muhammad, Sejarah Berdirinya Partai Amanat Nasional, Jakarta:
Copyright DPP, 2006.
________, Melawan Arus Pemikiran dan Langkah Politik Amien Rais, Jakarta:
Serambi, 2001
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1990
‫ذذ‬
________, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Banding: CV. Pustaka Setia, 1996
Sekretariat Jendral, Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional, Buku
Platform Partai Amanat Nasional 2005-2010
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Masyarakat, Bandung: Mizan, 1997.
Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, Jakarta: CV. Rajawali Press, 1993
Sunarto, Kamanto, Pengantar Soisologi, Edisi Kedua, Jakarta: FEUI, 2000
Suparlan, Parsudi, Kata Pengantar, dalam Roland Robertson, ed., “Agama dalam
Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1993
Suparyogo, Imam, dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2001
Syafiie, Inu Kencana, Ilmu Poilitik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. I, 1997
Turner, S. Baryan, Agama dan Teori Sosial, Yogyakarta: IRCiSoD, 2003
Taimiyah, Ibnu, Siyasah Syariyah ”Etika Politik Islam”, Surabaya ; Risalah
Gusti, 1995
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, UIN Jakarta Press, 2002.
Veeger, K.J., Realitas Sosial, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993
Yin, K., Robert, Studi Kasus, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001
www.PartaiAmanatNasional-Wikipedia.com
www.kpu.go.id
[email protected]
‫ضض‬
HASIL WAWANCARA
Profil Identitas Informen/Responden
Nama
: Lilly Walandha
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 38 Tahun
Status
: Single
Agama
: Kristen Protestan
Jabatan
: Ketua Badan Buruh/Pekerja, Tani dan Nelayan
Tingkat Pendidikan
: S2 Ekonomi
Tempat Tinggal
: Kondominium Taman Anggrek Tower 6 No. 19A
Asal Daerah
: Manado
1. Pen: Bagaimana pemahaman Ibu tentang agama?
Res: Agama itu adalah sebuah hubungan vertikal antara individu dengan
Tuhan, individu dengan individu, yang dimaksud adalah saling
mengasihi sesama manusia dalam arti kehidupan vertikal, dan ke atasnya
mengasihi Tuhan. Pada dasarnya semua agama itu baik kemudian dan
semua orang yang beragama pun pasti orang baik tetapi di dunia politik
agama selalu dipermainkan/dimanipulasi untuk mendapatkan konsituer.
Dilihat menguntungkan dipakai agama, padahal itu adalah satu wadah
untuk bagaimana kita membantu orang lain dan tidak berbuat semenamena. Jadi keselamatan itu ada di masing-masing individu tidak ada satu
orang pun yang bisa mempengaruhi.
2. Pen: Bisakah ibu gambarkan kehidupan keagamaan di lingkungan DPP Partai
Amanat Nasional?
Res: Toeransi agama di kehidupan DPP ini ada cuma belum menyeluruh antar
sesama pemeluk agama lain (hanya sebagian orang saja yang
menghormati), namun Partai Amanat Nasional sangat mengedepankan
sistem persatuan dan kesatuan secara utuh. Hingga agama non-Islam
‫غغ‬
tidak merasa tertindas atau terdiskriminatifkan, karena di DPP ini
mayoritas 67% dari Muhammadiyah dan kemudian yang lain-lain
muslimnya 90% lebih maka memang sangat kental nuansa islamiyahnya,
hanya saja memang ada beberapa sebagian orang yang kalau menyapa
itu selalu menggunakan dan menghormati. Misalnya mengucapkan
“salam sejahtera” atau apalah yang bukan muslim, ada beberapa orang
termasuk Pa Amien Rais, Pa Sayuti dan Pa. M. Najib.
3. Pen: Bagaimana ibu memperoleh pengetahuan keagamaan?
Res: Pada awalnya agama dari orang tua adalah Kong Hu Cu, akan tetapi
agama tersebut tidak diakui maka di KTP agama saya dan orang tua
Budha dan kebetulan saya dari kecil sampai dewasa bersekolah di
Katholik maka dari sekolah itulah saya memperoleh agama Katholik
hingga saya pun pindah agama dari Buhda, karena saya tidak
mengetahui pengetahuan agama Budah, maka saya menjadi Katholik
hingga sekarang.
4. Pen: Apakah pengetahuan itu dapat menambah keyakinan agama yang ibu
anut?
Res: Iya, kalo dibilang agama yah kalau kita ngga percaya maksudnya itu
ngga masuk logika jadi itu abstrak yang penting kita percaya aja,
sehingga kalau kita percaya kita ingin berbuat apa yang sudah diajarkan
dan itu semua baik. Bagaimana di dalam 10 hukum itu kan ada
menghormati orang tua, jangan mencuri, jangan berbuat cabul, jangan
ingin memiliki hak orang lain secara tidak adil, nah itu yang membuat
hidup kita lebih baik, saya berusaha untuk menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Pen: Praktek keagamaan apa yang pernah ibu lakukan?
Res: Dulu umur sepuluh tahun nenek saya mengajak ke Wihara dan sekarang
ini saya sibuk jadi jarang ke Gereja Cuma saya berprinsip idelanya lebih
‫ظظ‬
bagus apabila kita setiap minggu ke Gereja kemudian mengamalkannya.
Nah tapi juga kadang-kadang orang-orang ke Greja hanya topeng
kemudiannya kelakuannya tidak sama dan saya memilih iya sudah lah
alfa-alfa ke Gereja tapi yang penting saya mengamalkannya padahal itu
di tengah-tengahnya bukan yang terbaik. Tapi itu cukuplah untuk
sekarang ini, kalau sekarang ini memang jarang kalau tidak ada acaraacara yang penting-penting banget seperti natal, kenaikan dan kematian.
6. Pen: Bagaimana ibu melaksanakan ibadah wajib dan sunah dalam agama
yang ibu anut?
Res: Ibadah wajib dan sunnah dalam agama saya tidak ada kalau pun pergi ke
Gereja itu tidak wajib-wajib banget atau sunah dan juga tidak dosa tapi
kalau kita dapat mendapat pahala sesibuk apa pun kita sempatsempatkan pergi ke Gereja semakin banyak pengetahuan kita semakin
penuh pengetahuan yang kita peroleh untuk menimba ilmu di Gereja
dalam agama di setiap khutbah-khutbah pastur.
7. Pen: Apa peran atau fungsi agama bagi ibu dalam kehidupan?
Res: Membatasi kita untuk berbuat jahat terhadap orang lain, jadi kita dituntut
dalam agama bagaimana yang mendasar sekali dalam Katholik itu cinta
kasih jadi bagaimana ktia mencintai orang lain seperti ktia mencintai diri
kita sendiri. Jadi membuat kita jadi orang yang toleransi, pemurah dan
sabar.
8. Pen: Apakah agama itu menjadi pedoman bagi ibu?
Res: Iyah, sehari-hari saya berusaha, kalau saya mau berdusta aja kan saya
ingat wah nanti saya dosa nih dan katanya dosa yang dibuat itu nanti
lama-lama keseringan jadi yang pertama kali itu yang paling susuah,
contoh sekali kita mencuri yang kedua kalinya lebih gampang karena
sudah pernah. Nah itu yang saya berusaha setiap hari kalau bisa tidak
melakukan dosa apalagi merugikan orang lain dan benar agama itu
‫أأأ‬
menjadi tuntunan ibu untuk berbuat baik disamping itu juga ada yang
tidak eksplesit yang diajarkan agama tetapi digaydents di KUHP/UUD
aturan kenegaraan yang lain yang juga harus kita patuhi.
9. Pen: Apakah agama itu bisa menjadi penenang ketika ibu dilanda
kegelisahan?
Res: Memang semua menganggap agama menjadi penenang ketika dilanda
kegelisahan dan saya rasa itu mujarab dalam arti misalnya ada yang
menpu kita lalu kita kan gondoknya setengah mati pengen membalas
tapi dalam al-kitab dibilang kalau ada yang lempar batu ke kita balasnya
harus dengan kapas memang sih tidak masuk di akal cuma memang
begitu lah kadang-kadang kita kemudian ya udah lah katanya nanti kita
kan mendapat pahala kemudian orang yang membuat dosa kekita
mendapatkan kutukan (ulah). Jadi kadang-kadang kita menyerahkan
seluruh beban itu sehingga kita akhirnya tidak memikirkan kan lagi ya
udah biar Tuhan yang membalas.
10. Pen: Apakah agama itu berguna dalam mengambil keputusan-keputusan yang
ibu jalani baik dalam politik maupun kehidupan sehari-hari?
Res: Sangat iyah, kalau saya tidak beragama mungkin saya dalam mencapai
tujuan saya dan cita-cita saya dalam politik yang carut marut ini tetapi di
sini saya selalu berusaha menerapkan aturan-aturan misalnya aturan
pakai itu juga bagian dari agama. Bahwa kita juga ingin memiliki hak
orang lain secara tidak adil.
11. Pen: Bisakah ibu menceritakan pengalaman religius yang ibu alami dalam
kehidupan ini?
Res: Ada, dan ada hubungannya juga dengan umat muslim. Dulu kan rumah
saya itu di depannya toko-toko banyak muslim yah udah lah saya janji
mau kurban kepada salah seorang tante dari teman saya dia seorang
dokter yang muslim, saya mau kurban kemudian malah lupa terus saya
‫ببب‬
sakit masuk rumah sakit dan bayar rumah sakit lebih mahal dari harga
hewan kurban itu mungkin teguran/peringatan Tuhan kepada saya karena
saya lupa untuk berkurban dan itulah pengalaman religius yang saya
alami.
12. Pen: Bagaimana konsekuensi ibu sebagai seorang politisi yang beragama?
Res: Konsekuensinya kalau saya kita harus mempelajari tata cara / kebiasaan
dari agama lain misal orang muslim nah kita kadang-kadang berbuat
salah tanp kita tahu menurut kita tidak salah tapi ternyata kita sudah
menyakiti orang muslim misalnya saat puasa tanpa kita tahu kita
menawari makan jadi saya berusaha untuk mencari tahu dengan begitu
mendekatkan saya agar lebih bertoleransi dalam agama sehingga tidak
terjadi konflik seperti di Ambon .
‫ججج‬
HASIL WAWANCARA
Profil Identitas Informen/Responden
Nama
: Ir. Muhammad Najib, M.Sc
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Jabatan
: Ketua MPP PAN
Tingkat Pendidikan
: S2 (Sarjana Teknologi)
Tempat Tinggal
: Komplek Perumahan Bumi Bekasi
Jl. P. Ratu No. 61 Ujung Bekasi Jakarta
Asal Daerah
: Bali
1. Pen: Bagaimana pemahaman bapak tentang agama?
Res: Agama itu adalah sebuah pegangan/keyakinan hidup dan itu harus
tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pen: Bisakah bapak gambarkan kehidupan keagamaan di lingkungan DPP
Partai Amanat Nasional?
Res: Secara fisik di DPP setiap kepengurusan secara langsung dan tidak
langsung merujuk berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang kita anut
hanya saja tidak secara explisit barang kali kita mengartikulasikan
keputusan-keputusan politik itu secara subtansial bukan secara formal.
tetapi memang dalam mengartikulasikan sikap-sikap politik itu kita
menggunakan ayat-ayat yang bersifat universal dan spesifik, biarlah
menjadi keyakinan pribadi di dalam acara-acara perkaderan.
3. Pen: Bagaimana bapak memperoleh pengetahuan keagamaan?
Res: Saya memperoleh pengetahuan keagamaan secara informal jelas sejak
saya kecil dari orang tua yang selalu memberikan wejangan-wejangan
‫ددد‬
tentang keagamaan, adapun secara formal saya peroleh sejak duduk di
bangku Madrasah Ibtidaiyah hingga universitas.
4. Pen: Apakah pengetahuan itu dapat menambah keyakinan agama yang bapak
anut?
Res: Tentu, karena agama itu sebagai spirit dan motivator saya dalam
menjalani kehidupan.
5. Pen: Praktek keagamaan apa yang pernah bapak lakukan?
Res: Praktek agama yang pernah saya lakukan yah seperti apa yang agama
ajarkan.
1. Syahadat
2. Sholat
3. Puasa
4. Zakat
5. Haji dan alhamdulillah semua sudah saya lakukan
6. Pen: Bagaimana bapak melaksanakan ibadah wajib dan sunah dalam agama
yang bapak anut?
Res: Saya rasa ibadah wajib merupakan kebutuhan, jadi mau tidak mau kita
wajib melaksanakan kalaupun memungkinkan ibadah sunnah pun saya
akan berusaha melaksanakan.
7. Pen: Apa peran atau fungsi agama bagi bapak dalam kehidupan?
Res: Fungsi agama sangat berpengaruh dalam setiap kehidupan, karena di
setiap ajaran agama ada norma-norma, hingga dapat mengontrol diri
untuk tidak berbuat jahat.
8. Pen: Apakah agama itu menjadi pedoman bagi bapak?
Res: Hidup saya itu selalu merasa kesulitan-kesulitan dan tantangantantangan berat khususnya ketika harus menghadapi persoalan-persoalan
‫ﻩﻩﻩ‬
dan saya merasa Tuhan tidak adil pada saya tetapi belakangan ketika
saya dewasa baru saya mengerti bahwa kesulitan yang saya alami
merupakan motivasi saya untuk hidup tegar.
9. Pen: Apakah agama itu bisa menjadi penenang ketika bapak dilanda
kegelisahan?
Res: Dunia politik itu medan berdakwah dan medan berjuang dan saya
berusaha untuk mengumpulkan amal di panggung politik ini dan saya
berusaha untuk memanfaatkan ini sebagai lading untuk beramal.
10. Pen: Apakah agama itu berguna dalam mengambil keputusan-keputusan yang
bapak jalani baik dalam politik maupun kehidupan sehari-hari?
Res: Pasti, karena di setiap keputusan-keputusan sehari-hari maupun politik
saya selalu berdasarkan agama yang saya percayai.
11. Pen: Bisakah bapak menceritakan pengalaman religius yang bapak alami
dalam kehidupan ini?
Res: Dalam setiap kejadian yang saya alami merupakan pengalaman religius
terlebih jika kita punya niat baik pasti Tuhan akan memberi jalan hingga
menggapai cita-cita.
12. Pen: Bagaimana konsekuensi bapak sebagai seorang politisi yang beragama?
Res: Sebagai seorang politisi yang beragama konsekuensinya saya harus
memberi contoh yang baik pada masyarakat terlebih pada keluarga,
karena setiap umur kita bertambah semakin bertambah juga tantangan
hidup kita untuk itu saya akan mendekatkan diri saya agar mendekatkan
diri dalam agama.
‫ووو‬
HASIL WAWANCARA
Profil Identitas Informen/Responden
Nama
: M. Junaedi, SE
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Jabatan
: Anggota MPP (Majelis Penashat Partai)
Tingkat Pendidikan
: S1 (Sarjana Ekonomi)
Tempat Tinggal
: Empu Kanwa Raya No. 38 Perum II
Karawaci Tangerang
Asal Daerah
: Bogor
1. Pen: Bagaimana pemahaman bapak tentang agama?
Res: Agama itu adalah secara prinsip hubungan vertikal Manusia dan Tuhan
yang di dalamnya terdapat konsekuensi-konsekuensi yang harus
dipahami serta dilaksanakan oleh pemeluknya.
2. Pen: Bisakah bapak gambarkan kehidupan keagamaan di lingkungan DPP
Partai Amanat Nasional?
Res: Lahirnya PAN yang ikut menelurkan memang Muhammadiyah tetapi
karena di plat form PAN itu pluralitas sehingga toleransi sesama non
muslim sangat menyeluruh sehingga toleransi artinya menghormati
sessama umat agama non Islam.
3. Pen: Bagaimana bapak memperoleh pengetahuan keagamaan?
Res: Saya memperoleh pengetahuan keagamaan sejak kecil dari awal lahir
orang tua beragama Islam, beliau selalu mengajarkan agama mulai dari
hal kecil seperti dalam melakukan hal apa pun Tuhan pasti melihat
sehingga pengetahuan yang orang tua berikan terbawa hingga sekarang.
‫ززز‬
Terlebih ditunjang oleh pendidikan mulai SD, SMP, SMA dan
Universitas saya yang bernuansa agamis.
4. Pen: Apakah pengetahuan itu dapat menambah keyakinan agama yang bapak
anut?
Res: Tentu, di setiap pengetahuan agama yang saya anut selalu dapat
menambah keyakinan agama, terlebih agama Islam itu sudah diakui oleh
pemerintah sebagai agama pertama yang mengajarkan hal-hal baik yah
walaupun semau agam itu juga mengajarkan hal-hal baik tetapi secara
keseluruhan Islam-lah yang terbaik. Pemerintah saja mengakui bahwa
agama Islam yang terbaik begitu pun saya sangat percaya akan agama
yang saya anut.
5. Pen: Praktek keagamaan apa yang pernah bapak lakukan?
Res: Iya, seperti apa yang sudah diajarkan agama sejak dulu, yaitu
1. Syahadat
2. Sholat
3. Puasa
4. Zakat
5. Haji, saya sudah lakukan dan insya Allah hal-hal lain saya pun
lakukan.
6. Pen: Bagaimana bapak melaksanakan ibadah wajib dan sunah dalam agama
yang bapak anut?
Res: Dalam setiap kegiatan saya selalu mengutamakan sholat wajib, tetapi
jika ada waktu saya akan melaksanakan sholat sunnah.
7. Pen: Apa peran atau fungsi agama bagi bapak dalam kehidupan?
Res: Fungsi agama bagi saya sebagai pengontrol hidup kita dalam segala hal
agar selalu berbuat baik pada orang lain terlebih pada diri sendiri.
‫ححح‬
8. Pen: Apakah agama itu menjadi pedoman bagi bapak?
Res: Tentu, agama yang saya anut selalu saya jadikan pedoman tuntunan
hidup saya dalam melakukan hal-hal baik.
9. Pen: Apakah agama itu bisa menjadi penenang ketika bapak dilanda
kegelisahan?
Res: Di setiap saya kegelisahan saya selalu berdo’a dan sholat kepada Tuhan
yang saya anut dan alhamdulillah semuanya hilang, hingga memang
benar di setiap agama selalu menjadi obat penenang kita.
10. Pen: Apakah agama itu berguna dalam mengambil keputusan-keputusan yang
bapak jalani baik dalam politik maupun kehidupan sehari-hari?
Res: Sebelum saya mengambil keputusan dalam politik dan sehari-hari insya
Allah saya selalu berusaha menjalaninya sesuai ajaran-ajaran agama
yang saya anut.
11. Pen: Bisakah bapak menceritakan pengalaman religius yang bapak alami
dalam kehidupan ini?
Res: Saya tidak punya pengalaman yang begitu menarik, tetapi saya sangat
bersyukur atas apa saya minta alhamdulillah Tuhan pasti memberi jalan
hingga saya menjadi seorang anggota DPR RI.
12. Pen: Bagaimana konsekuensi bapak sebagai seorang politisi yang beragama?
Res: Sebagai konsekuensinya atas apa yang Tuhan beri saya akan melakukan
hal yang terbaik dalam sehari-hari terlebih dalam politik, sehingga saya
lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan masyarakat.
‫ططط‬
HASIL WAWANCARA
Profil Identitas Informen/Responden
Nama
: Ali Taher Parasong, SH, MH
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Jabatan
: Wakil Sekjen Badan Hubungan antar Lembaga
Tingkat Pendidikan
: S2 (SarjanaHukum)
Tempat Tinggal
: Singosari Raya No.23 Perumnas III Tangerang
Asal Daerah
: Ambon
1. Pen: Bagaimana pemahaman bapak tentang agama?
Res: Agama itu dalam konteks sejarah adalah merupakan ajaran yang
diturunkan oelh Allah SWT melalui para Nabi dan Rasul-Nya yang
dibekali wahyu yang menjadi rahmat bagi sekalian alam khususnya
untuk manusia agar mereka mendapat kebahagiaan duniawi dan
kebahagiaan ukhrawi baik materil maupun spiritual, mulai sejak Nabi
Adam as sampai Muhammad SAW dan agama itu harus ada unsurnya.
Ada unsur agama itu dikatakan agama apabila memenuhi 4 unsur: 1)
Agama harus mengajarkan konsep ketuhanan yang satu, 2) Mengajarkan
tentang wahyu sebagai risalah diberikan kepada Nabi dan Rasul, 3) harus
ada Nabi dan Rasul, 4) Untuk masyarakat tertentu kalau Muhammad
untuk manusia.
2. Pen: Bisakah bapak gambarkan kehidupan keagamaan di lingkungan DPP
Partai Amanat Nasional?
Res: Kalau menggambarkan ada 3 istilah:
1. Aspek normative : Partai ini dilandasi dengan moral agama
2. Aspek sosiolgi
: Kehidupan social di PAN lebih akrab kepada
suasana keagamaan.
‫ييي‬
3. Nilai Filosofis
: Bahwa PAN ini menjadi partai yang plure tetapi
menempatkan
moral
agama
sebagai
alat
perjuangan, maka persoalan yang menjadi
pokok adalah bahwa memang PAN harus
menjadikan nilai agama menjadi tujuan pokok di
dalam
menggerakkan
organisasi
dan
programnya.
3. Pen: Bagaimana bapak memperoleh pengetahuan keagamaan?
Res: Saya belajar agama secara otodidak dari majalah, Koran dan TV. Contoh
mendengarkan ceramah di waktu sholat Jum’at itu akan menambah
pengetahuan kita tentang keagamaan. Saya sendiri pun bukanlah seorang
agamawan yang bersekolah di sebuah sekolah Islam.
4. Pen: Apakah pengetahuan itu dapat menambah keyakinan agama yang bapak
anut?
Res: Sangat menambaha keyakinan, karena dalam perjalanan hidup ternyata
interaksi saya sejak kecil hingga kini bahwa agama yang saya anut itu
adalah agama semakin menyakinkan pada saya yang benar. Agama yang
mengatur dalam hubungan antara Tuhan dengan manusia, manusia
dengan manusia dan manusia dengan alam semesta, dan juga manusia
dengan dirinya sendiri.
5. Pen: Praktek keagamaan apa yang pernah bapak lakukan?
Res: Praktek agama itu tidak jauh dari rukun Islam.
1. Syahadat
2. Sholat
3. Puasa
4. Zakat dan
5. Haji, Semua itu sudah dikerjakan semua dan semua itu adalah
praktek agama yang bersifat formal dalam rukun Islam.
‫ككك‬
Dalam praktek agama di luar rukun Islam itu juga ada, yaitu:
1. Baik pada semua orang
2. Baik pada tetangga
3. Baik pada lingkungan dimana kita bekerja
4. Dan saya selalu berbaik sangka pada setiap orang
6. Pen: Bagaimana bapak melaksanakan ibadah wajib dan sunah dalam agama
yang ibu anut?
Res: Alhamdulillah saya dalam melaksanakan ibadah wajib saya selalu
melaksanakan dan tidak boleh ketinggalan juga sholat-sholat sunnah
diusahakan tepat pada waktunya karena menghantarkan kita pada
ketenangan. Insya Allah sekali-kali sholat tahajud dan dhuha insya Allah
setiap hari membuka pintu rezeki dan kebahagiaan.
7. Pen: Apa peran atau fungsi agama bagi bapak dalam kehidupan?
Res: Fungsi agama itu mengantarkan kita pada jalan kebenaran, keteraturan
hidup dan kebahagiaan.
8. Pen: Apakah agama itu menjadi pedoman bagi bapak?
Res: Agama itu menjadi pedoman karena dia mampu mengarahkan kemana
kita pergi karena agama adalah cahaya kebenaran.
9. Pen: Apakah agama itu bisa menjadi penenang ketika bapak dilanda
kegelisahan?
Res: Saya merasa sangat tengan dengan dengan agama yang saya anut, karena
saya merasakan betul duku sekolah saya Kristen dan lingkungan pun
beragama Kristen tapi Allah telah memberikan saya pada hidayah dalam
keadaan Islam.
10. Pen: Apakah agama itu berguna dalam mengambil keputusan-keputusan yang
ibu jalani baik dalam politik maupun kehidupan sehari-hari?
‫للل‬
Res: Setiap dalam mengambil keputusan baik input dan output itu selalu saya
landasi dengan agama.
11. Pen: Bisakah bapak menceritakan pengalaman religius yang ibu alami dalam
kehidupan ini?
Res: Dulu saya pernah minta mati lebih awal, karena kehidupan saya sangat
susah karena saya tukang sapu di Jakarta keluarga jauh ibu meninggal
dan bapak petani saya benar-benar tidak kuat menanggung cobaan ini
tapi kemudian pada waktu malam hari ada seorang laki-laki
membangunkan saya untuk sholat tahajud dan mengaji padahal saya
belum bias mengajai tapi tiba-tiba malam itu saya langsug bisa mengaji.
12. Pen: Bagaimana konsekuensi ibu sebagai seorang politisi yang beragama?
Res: Alhamdulillah jadilah tauladan dalam kehidupan berpolitik. Perkataan
kita, hati kita, perbuatan kita menunujukkan bahwa agamalah yang bisa
mengantarkan kita untuk berperilaku politik yang baik. Dan politik itu
indah bagi orang yang memahami betapa indahnya politik itu, juga
politik bukanlah ingin meraih kekuasaan tetapi di situ adalah ibadah dan
silaturahim.
‫ممم‬
Download