BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pembelajran Matematika a. Belajar Menurut Herman Hudojo (2005: 83) belajar merupakan proses dalam memperoleh pengetahuan baru sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dalam proses belajar terjadi karena interaksi dengan lingkungan (Oemar Hamalik, 2008: 28). Nasution (1995: 35) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainka juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai aspek atau pribadi seseorang. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003: 2). Belajar menurut Endang Supartini (2002: 5) adalah suatu proses usaha yang dilakukan dengan lingkungannya, supaya terjadi perubahan perilaku atau pribadi kearah lebih baik. Dari berbagai pendapat tentang pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha perubahan tingkah laku 10 seseorang atau individu untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku karena interaksi dengan lingkungan sekitarnya. b. Pembelajaran Menurut Erman Suherman (2003: 9) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti proses pembelajaran adalah proses sosialisasi siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru dan teman sesama siswa. Uzer Usman (2002: 4) juga menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses yang mengandung serangkaian tindakan guru dan siswa atas dadar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2005: 57). Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas, 2004: 7). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajaran pada suatu lingkungan belajar (Sisdiknas, 2003: 2). Peraturan Mentri 11 Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomer 41 tahun 2007 tentang Standar Proses menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses belajar perlu melalui: 1) Perencanaan pembelajaran yang meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); 2) Pelaksanaan pembelajaran yang merupakan implimentasi dari RPP dan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup; 3) Penilaian pembelajaran yang dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru, siswa, sumber belajar yang melalui suatu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian (evaluai) yang dilakukan oleh guru, dimana dalam perencanaan tersebut meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam situasi edukatif sehingga menghasilkan perubahan yang relatif pada pengetahuan dan tingkah laku untuk mencapai tujuan pembelajaran. c. Matematika Menurut James yang dikutip oleh Erman Suherman (2003: 19), mengatakan matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, 12 susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu Aljabar, Analisis dan Geometri. Herman Hudojo (2005: 36) menyatakan bahwa matematika sebagai ilmu yang berkenan. Menurut Johnson dan Rising (Erman Suherman, 2003: 19) matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis. Chambers (2008: 9) menyatakan bahwa, “Mathematics is the study of patterns abstracted from the word around us-os anything learn in maths has literally thousands of applications, in arts, sciences, finance, health and recreation”. Matematika adalah studi tentang pola diabstraksikan dari dunia disekitar kita, segala sesuatu yang kita pelajari di matematika memiliki ribuan aplikasi, dalam seni, ilmu, keuangan, kesehatan dan rekreasi. Seodjadi (2000: 11) menyatakan beberapa definisi matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, sebagai berikut: “Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematis; Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi; Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan; Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah ruang dan bentuk; Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic; Matematika pengetahuan tentang aturan yang ketat”. 13 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulakan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-sruktur, dan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak terstruktur dan terorganisir secara sistematis dalam rangkaian urutan yang logis. Matematika terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. d. Pembelajaran Matematika 1) Pembelajaran Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang berarti self instruction dan external instruction. Pembelajaran yang bersifat eksternal yang berasal dari guru disebut teaching atau pengajaran (Achmad Sugandi, 2004: 9). Tujuan perubahan pembelajaran yang diinginkan memberikan atau deskripsi deskripsi produk tentang yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi. Untuk mengukur kemampuan pembelajar di dalam mencapai tujuan pembelajaran diperlukan pengamatan kinerja (performance) pembelajar selama dan setelah pembelajaran berlangsung. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, peserta didik dan konteks pembelajaran. 14 Proses pembelajaran merupakan proses interaksi antara dua manusia yakni pembelajaran sebagai pihak yang belajar dan pembelajaran sebagai pihak yang mengkondisikan terjadinya kegiatan belajar (Yamin, Martinis, 2004: 132). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan guru yang direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik. Tujuan pembelajaran dirumuskan oleh guru berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan biasa dinamakan sasaran belajar bagi peserta didik. Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan belajar mengajar yang menitikberatkan pada matematika. Dalam pembelajaran ini peserta didik diharapkan mampu berlatih untuk bekerja mandiri atau bekerjasama dalam kelompok, bersikap kritis dan kreatif, mampu berfikir logis dan sistematis, dapat menghargai pendapat orang lain, serta bertindak jujur dan tanggung jawab. 2) Pengertian Matematika Secara etimologi, istilah mathematics (inggris), mathematic (jerman), mathematique (perancis), matematicio (Italia), matematiceski (rusia), atau mathematic/wikunde (belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike, yang berarti “relating to learning”. 15 Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (Mutadi, 2007: 14). Menurut R. Soedjadi (2000: 11), matematika adalah ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara sistematis, terstruktur serta menggunakan aturan-aturan yang ketat dengan mengungkap beberapa fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. Matematika adalah telaah tentang hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Beberapa definisi atau pengertian matematika diantaranya adalah: a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. Menurut Erman Suherman (2003: 15), matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk matematika itu sendiri. Matematika itu ilmu tentang struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, ketat dan sebagainya. 16 2. Hasil Belajar a. Definisi Hasil Belajar Hasil belajar sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikian dimungkinkan karena pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang termasuk pendidikan (Purwanto, 2009). Gagne membagi lima kategori hasil belajar (Agus Suprijono, 2010), yakni: 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan presentasikan konsep dan lambang. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. 4) Keterampilan motoric yaitu kemampuan melakukan gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmanai. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek tersebut. 17 b. Tujuan Belajar Hasil belajar tidak bisa lepas dari tujuan pembelajaran karena keseluruhan dari tujuan pendidikan dibagi atas hierarki atau taksonomi menurut Benjamin Bloom menjadi tiga kawasan (dominan) yaitu: Pertama, domain kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enam macam kemampuan yang disusun secara hierarki dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis, penilaian. Kedua, domain afektif mencakup kemampuan-kemapuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarki yaitu kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan karakterisasi diri (S. Nasution, 2008: 178). Ketiga, domain psikomotor yaitu kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan terdiri dari: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan jasmani, gerakan terlatih, dan komunikasi nondiskursif (Wahidin, 2008: 22). c. Keterkaitan tujuan dengan hasil belajar Dari ketiga tujuan diatas maka pencapaian hasil belajar akan lebih maksimal karena ranah yang ingin dicapai jelas dan berorientasi pada perkembanagan kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta 18 didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsle membagi tiga macam hasil belajar, yakni: 1) Keterampilan dan kebiasaan 2) Pengetahuan dan pengertian 3) Sikap dan cita-cita Belajar yang berkenaan dengan hasil, (dalam pengertian banyak hubungannya dengan tujuan pengajaran), Gagne mengemukakan 5 jenis/ 5 tipe, hasil belajar yakni (Wina Sanjaya, 2007: 288): a) Belajar kemahiran intelektual (kognitif). b) Belajar informasi verbal. c) Belajar mengatur kegiatan intelektual. d) Belajar sikap. e) Belajar ketrampilan motorik. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Bloom dkk mengemukakan tiga ranah atau aspek hasil belajar, yaitu (Achmad Sugandi, dkk., 2004: 24-27): 1) Ranah kognitif Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa perubahan, kemampuan dan kemahiran intelektual. ranah kognitif mencakup enam kategori yang tersusun secara herarki yang berarti tujuan pada tingkat atas dapat tercapai bila tujuan pada tingkat bawahnya telah dikuasai. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar 19 intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemajaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2) Ranah Afektif Ranah afektif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan perasaan, sikap, minat dan nilai. Tujuan pembelajaran tersebut menggambarkan proses seseorang mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu menjadi pedoman dalam bertingkah laku. Berkanaan dengan ranah afektif terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. 3) Ranah Psikomotorik Hasil belajar ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf. Berkanaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikimotorik, yakni: (a) Gerakan reflek, (b) Ketrampilan gerakan dasar, (c) Kemampuan perseptual, (d) Keharmonisan atau ketepatan, (e) Gerakan ketrampilan komplek, (f) Gerakan ekspresif dan interpretatif. Mengelompokkan kondisi-kondisi belajar (sistem lingkungan belajar) sesuai dengan tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai. Gagne mengemukakan lima macam kemampuan manusia yang 20 merupakan hasil belajar, sehingga membutuhkan sekian macam kondisi belajar (atau sistem lingkungan belajar) untuk pencapaiannya. Kelima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah: a) Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik). b) Strategi kognitif, mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. c) Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. d) keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah, antara lain keterampilan menulis, mengetik, menggunakan jangka, menggambar, dan lain sebagainya. e) Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang, sebagaimana dapat, disimpulkan dari kecenderungannya bertingkah-laku terhadap orang, barang, atau kejadian. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 36) dalam bukunya Dasar– Dasar Evaluasi Pendidikan menjelaskan, tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil pembelajaran pada setiap atau sekelompok peserta didik. Ada dua macam yaitu pretes dan post tes (tes formatif). 21 Jika dilihat dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tes dan bukan tes. Bentuk tes ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan), ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, ada juga tes tertulis (menuntut jawaban dalam bentuk tulisan), tes ini disusun secara objektif dan uraian, serta tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Sedangkan bahan tes sebagai alat penilaiannya mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala sosiometri dan studi kasus. 3. Model Pembelajaran Kooperatif a. Pembelajaran Kooperatif Cooperative learning adalah sebuah grup kecil yang bekerja sama sebagai sebuah tim untuk memecahkan masalah (solve a problem), melengkapi latihan (complete a task), atau untuk mencapai tujuan tertentu (accomplish a common goal) (Mutadi, 2007: 36-38). Menurut Wina Sanjaya (2007: 242) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Berdasarkan kelompok belajar dalam pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari dua sampai enam anak. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan besarnya kelompok belajar, 22 yaitu (1) kemampuan anak, (2) ketersediaan bahan, (3) ketersediaan waktu. Kelompok belajar hendaknya sekecil mungkin agar semua anak aktif menyelesaikan tugas–tugas mereka (Mulyono Abdurrahman, 2003: 125). Sistem pengajaran kooperatif bisa didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima pokok, yaitu: 1) Ketergantungan Positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap peserta didik mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin diatas nilai rata-rata mereka. Beberapa peserta didik yang kurang mampu tidak akan minder terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan. Malah mereka akan terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan demikian menaikkan nilai mereka. Sebaliknya, peserta didik yang lebih pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan mereka (Anita Lie, 2002: 32). Untuk terciptanya kelompok yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan 23 tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerjasama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya. 2) Tanggung Jawab Perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola pemikiran dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap peserta didik akan meras bertanggungjawab melakukan yang terbaik. 3) Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesmpatan untuk bertemu muka dan diskusi, kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. 4) Komunikasi antar anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan 24 peserta didik mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. 5) Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari aktivitas Cooperatif Learning diantaranya: 1) Mengurangi kecemasan (Reduction of Anxiety), seperti: - menghilangkan perasaan “terisolasi” dan panik. - menggantikan bentuk persaingan (competition) dengan saling kerja sama (cooperation) - melibatkan peserta didik untuk aktif di dalam proses belajar. - menciptakan suasana kelas yang lebih rilek dan tidak terlalu resmi (more relaxed and informal classroom). - karena bekerja di dalam grup yang kecil hambatan rasa malu (barriers of shyness) dan ras kurang percaya diri (lack of confidence) dapat dikurangi. 25 2) Belajar melalui komunikasi (Learning through communication), seperti: - mereka belajar dengan berbicara dan mendengarkan satu dengan yang lainnya. - mereka dapat berdiskusi (discuss), berdebat (debate), adu gagasan (wrestle with idea), konsep dan keahlian sampai benarbenar memahaminya. - mereka memiliki rasa peduli (care), rasa tanggung jawab (take responsibility) terhadap teman lain dalam proses belajarnya. - mereka dapat belajar menghargai (learn to appreciate) perbedaan etnik (ethnicity), perbedaan tingkat kemampuan (performance level), dan cacat fisik (disability) 3) Dengan cooperative learning memungkinkan peserta didik dapat belajar bersama, saling membantu, mengintegrasikan pengetahuan baru (new knowledge) dengan pengetahuan yang telah ia miliki (prior knowledge) dan menemukan pemahannya sendiri lewat ekspositori, diskusi, menjelaskan, mencari hubungan (relate) dan mempertanyakan gagasan-gagasan baru yang muncul dikelompoknya. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari aktivitas Cooperatif Learning diantaranya: 1) Terhambatnya cara berpikir peserta didik yang mempunyai kemampuan lebih terhadap peserta didik yang kurang. 26 2) Memerlukan waktu yang lama. 3) Apa yang dipelajarai dan dipahami belum seluruhnya dicapai oleh peserta didik. 4) Penilaian yang diberikan bukanlah nilai kelompok melainkan nilai atau hasil dari prestasi setiap individu (Wina Sanjaya, 2007: 250). Menurut Richard I. Arrends (2008: 5) model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting: prestasi akademik, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Ragam model pembelajaran kooperatif cukup banyak seperti STAD (Student Teams Achievment Divisions), TGT (Teams Games Tournament), TAI (Team Assisted Individualization), Jigsaw, Jigsaw II, CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition), dan sebagainya. b. Model pembelajaran CIRC CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Composition (Robert E. Slavin, 2008: 200). CIRC merupakan program komprehensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada kelas sekolah dasar pada tingkat yang lebih tinggi dan juga pada tingkat menengah. Dalam kelompok kecil, para peserta didik diberi suatu teks/bacaan (cerita atau novel), kemudian peserta didik latihan membaca atau saling membaca, memahami ide pokok, saling merevisi, 27 dan menulis ikhtisar cerita atau memberikan tanggapan terhadap isi cerita, atau untuk mempersiapkan tugas tertentu dari guru. Dalam model pembelajaran CIRC, peserta didik ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 peserta didik. Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan peserta didik. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada peserta didik yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing peserta didik sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas (Robert E. Slavin, 2008: 203). Unsur utama dari CIRC adalah sebagai berikut: 1) Kelompok Membaca. Jika menggunakan kelompok membaca, peserta didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang berdasarkan tingkat kemampuan membaca. 2) Tim Peserta didik dibagi ke dalam pasangan (trio) dalam kelompok membaca. Selanjutnya pasangan-pasangan tersebut dibagi ke dalam tim yang terdiri dari pasangan-pasangan dari dua kelompok membaca. 28 3) Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan membaca Diskusi mengenai cerita disusun untuk menekankan kemampuan-kemampuan tertentu seperti membuat dan mendukung prediksi dan mengindentifikasi masalah dalam bentuk narasi. 4) Pemeriksaan oleh pasangan Setelah selesai menyelesaikan semua kegiatan, pasanagn memberikan formulir tugas peserta didik yang mengidentifikasikan bahwa telah selesai mengerjakan tugas. 5) Tes Peserta didik diberikan tes untuk mengetahui seberapa besar kemampuan membaca. Pada tes ini peserta didik tidak diperbolehkan saling membantu. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat digunakan dalam pembelajaran matematika khusus pada materi pemecahan masalah bentuk soal cerita, pada penelitian ini akan diterapkan pada materi pokok koordinat Kartesius, maka langakah yang ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut: 1) Guru menerangkan tentang cara membuat model matematika dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan koordinat Kartesius. 2) Guru memberikan latihan soal termasuk cara menyelesaikan soal cerita. 29 3) Guru siap melatih peserta didik untuk meningkatkan keterampilan peserta didiknya dalam menyelesaikan soal cerita melalui penerapan Cooperative Learning tipe CIRC. 4) Guru membentuk kelompok-kelompok belajar peserta didik (Learning Society) yang heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 45 peserta didik. 5) Guru mempersiapkan 1 atau 2 soal cerita dan membagikannya kepada setiap peserta didik dalam kelompok yang sudah terbentuk. 6) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkain kegiatan spesifik sebagai berikut.(a) salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca soal cerita tersebut, (b) membuat prediksi atau penafsiran atas isi soal cerita, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan yang ditanyakan dengan varibel tertentu, (c) saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita, (d) menuliskan penyelesaian soal ceritanya secara urut (menuliskan urutan komposisi penyelesaiannya), (e) saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi), dan (f) menyerahkan hasil tugas kelompok kepada guru. 7) Setiap kelompok bekerja berdasarkan serangkaian kegiatan pola CIRC (Team Study). Guru berkeliling mengawasi kerja kelompok. 30 8) Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada kelompok secara proporsional. 9) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal cerita yang diberikan oleh guru. 10) Guru meminta kepada perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan temuannya di depan kelas. 11) Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan. 12) Guru memberikan tugas/PR soal cerita secara individual kepada peserta didik tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari. 13) Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan peserta didik ke tempat duduknya masing-masing. 14) Menjelang akhir waktu pembelajaran, guru dapat mengulang secara klasikal tentang strategi pemecahan soal cerita. 15) Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para peserta didik dapat meningkatkan pikiran menumbuhkan rasa social yang tinggi. 31 kritisnya, kreatif, dan 4. Materi Koordinat Kartesius Kompetensi dasar: 3.2. Menjelaskan kedudukan titik dalam bidang koordinat Kartesius yang dihubungkan dengan masalah kontekstual; 4.2. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kedudukan titik dalam bidang koordinat Kartesius. a. Pengertian Kartesius Istilah Cartesius (baca: Kartesius) adalah latinisasi untuk Descartes. Istilah ini digunakan mengenang ahli matematika sekaligus filsuf asal negara Prancis yaitu Descartes, yang berperan besar dalam menggabungkan aljabar dan geometri. Ia memperkenalkan ide baru untuk menggambarkan posisi titik atau objek pada sebuah permukaan dengan menggunakan dua sumbu yang bertegak lurus antar satu dengan yang lain. Koordinat Kartesius digunakan untuk menentukan objek titik-titik pada satuan bidang dengan menggunakan dua bilangan yang biasa disebut dengan koordinat dan koordinat dari titik-titik tersebut. Untuk mendefinisikan koordinat diperlukan dua garis berarah tegak lurus satu sama lain (sumbu- dan sumbu- ), dan panjang unit yang dibuat tanda-tanda pada kedua sumbu tersebut. Titik-titik pada bidang koordinat Kartesius memiliki jarak terhadap sumbu- dan sumbu- . 32 Gambar 1. Koordinat Kartesius Dari Gambar 1. dapat ditulis posisi titik-titik, sebagai berikut: Titik A berjarak 3 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 6 satuan dari sumbu-X. Titik B berjarak 4 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 4 satuan dari sumbu-X. Titik C berjarak 4 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 3 satuan dari sumbu-X. Titik D berjarak 6 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 5 satuan dari sumbu-X. Titik E berjarak 5 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 5 satuan dari sumbu-X. Titik F berjarak 3 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 3 satuan dari sumbu-X. Titik G berjarak 2 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 6 satuan dari sumbu-X. Titik H berjarak 6 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 5 satuan dari sumbu-X. 1) Posisi Titik Teerhadap Sumbu-X dan Sumbu-Y Posisi titik pada koordinat Kartesius ditulis dalam pasangan berurut (x,y). Bilangan x menyatakan jarak titik itu dari sumbu-Y dan bilangan y menyatakan jarak titik itu dari sumbu-X. 33 Sumbu-X dan sumbu-Y membagi bidang koordinat Kartesius menjadi 4 kuadran, yaitu Kuadran I : koordinat-x positif dan koordinat-y positif Kuadran II : koordinat-x negatif dan koordinat-y positif Kuadran III : koordinat-x negatif dan koordinat-y negatif Kuadran IV : koordinat-x positif dan koordinat-y negatif Gambar 2. Empat kuadran bidang koordinat Dalam bidang koordinat di atas Titik P memiliki koordinat (-2, 1), koordinat-x : -2, koordinat-y : 1 Titik Q memiliki koordinat (2, 3), koordinat-x : 2, koordinat-y : 3 34 2) Posisi Titik terhadap Titik Asal (0, 0) dan Titik Tertentu (a, b) Gambar 3. Denah Perkemahan Posisi beberapa objek terhadap pos utama dan posisi beberapa tempat terhadap tanah lapang dan kolam dapat dituliskan pada Tabel 2. Tabel 2. Posisi tempat pada bidang koordinat Kartesius 35 3) Memahami Posisi Garis terhadap Sumbu-X dan Sumbu-Y Garis l, garis m, dan garis n pada koordinat Kartesius di bawah ini terhadap sumbu-X dan sumbu-Y Gambar 4. Garis-garis pada bidang koordinat Kartesius Berdasarkan Gambar 4, dapat ditulis beberapa garis sebagai berikut. 36 Tabel 3. Garis-garis yang sejajar, tegak lurus, dan memotong sumbu-X dan sumbu-Y B. Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis tentang hasilhasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Zakiah tahun 2015 jurusan Pendidikan Matematika Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Reading and Composition (CIRC) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”. kemampuan Berdasarkan menyelesaikan hasil soal penelitian cerita disimpulkan pelajaran Fikih bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC sebanyak 84% siswa telah mampu menyelesaikan soal cerita bahasa inggris secara benar. Sedangkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, hanya 52% saja siswa yang telah mampu menyelesaikan soal cerita benar dan mampu memahami makna dari isi soal cerita. Selebihnya masih harus di bimbing dalam setiap langkah untuk menyelsaikan soal cerita. 37 2. Penelitian yang digunakan oleh Lestary Permata Sari tahun 2015 Jurusan Pendidikan IPS Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Reading and Composition (CIRC) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi Siswa di SMN 86”. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar ekonomi setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran CIRC. Dalam penelitian ini terdapat kesamaan dalam menggunakan model pembelajaran. Tetapi berbeda dalam jurusan, mate pelajaran, tempat, waktu, materi, dan tujuan penelitian. C. Kerangka Berfikir Keberhasilan pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam pelaksanaan pendidikan. Salah satunya adalah keberhasilan dalam belajar matematika, karena matematika merupakan satu alat bantu yang urgen bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu. Namun dalam kenyataannya peserta didik banyak mengalami kesulitan dalam belajar matematika., salah satunya dalam materi koordinat kartesius dalam menyelesaikan masalah. Sehingga guru dituntut untuk memilih model pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk guru sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika sekaligus dapat meningkatkan aktifitas peserta didik, serta memberikan iklim yang kondusif dalam perkembangan daya nalar dan kreatifitas peserta didik adalah dengan pembelajaran kooperatif. Berdasarkan pembelajaran kooperatif ini peserta 38 didik termotivasi untuk belajar menyampaikan pendapat dan bersosialisasi dengan teman. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengelompokkan peserta didik dengan tingkat kemampuan yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC merupakan salah satu model pembelajaran yang mengikutsertakan peserta didik secara langsung dalam pembelajaran. Masing-masing peserta didik mempunyai kelompok kecil untuk belajar bersama. Dalam pembelajaran kooperatif tipe CIRC, tiap peserta didik diajarkan bekerja sama dalam suatu kelompok sehingga dapat memberikan penjelasan kepada teman-teman sekelompok yang belum mengerti tanpa ada rasa malu atau takut. Dengan demikian diharapkan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC hasil belajar matematika khususnya materi koordinat kartesius peserta didik dapat meningkat. Adapun bagan kerangka berfikir peneliti terhadap penelitian inni adalah sebagai berikut: Gambar 5. Bagan kerangka berfikir penelitian 39 D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian masalah yang ada di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Pelaksanaan implementasi metode pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Godean untuk meningkatkan hasil belajar siswa berjalan baik. 2. Model pembelajaran dengan CIRC dapat meningkatkan hasil belajar siswa VIII SMP Negeri 2 Godean. 40