PERANAN BADAN ARBITRASE INTERNASIONAL UNITED NATIONS COMMISSION ON INTERNATIONAL TRADE LAW (UNCITRAL) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DIVESTASI SAHAM ANTARA PEMERINTAH INDONESIA DENGAN PT. NEWMONT NUSA TENGGARA 2008-2009 Dwi Fauziansyah Moenardy Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Jalan Dipatiukur 112-116, Bandung, 40132, Indonesia E-mail : [email protected] Abstract This research background is the role of international arbitration as an alternative way to solve a dispute in effective and fair manner. The purpose of this research is to investigate the role of the United Nation Commission on International Trade Law (UNCITRAL) in resolution of divestment dispute between Indonesia governmant and PT.Newmont Nusa Tenggara from 2008 until 2009. This study analyzes some key points, which are: the reason behind UNCITRAL involvement; the dispute settlement process; UNCITRAL’s comprehensive moves in the process; and the obstacles UNCITRAL had to face during the process. The method used is qualitative method. The data collection incorporates interviews and literature study both offline and online. Research conducted in the bureau of law and public relations of the Ministry of Energy Resources and Mineral, PT. Newmont Nusa Tenggara, and UNCITRAL. The results show the reason of UNCITRAL involvement based on arbitration clauses made on mutual agreement in the appointment of UNCITRAL and also explains the problem solving process under UNCITRAL’s Arbitration Rules and the decision of divestment dispute. This research concludes the reason of UNCITRAL involvement based on the fact that as an independent actor UNCITRAL would make the right decisions without affected by outsiders’ power or compulsion. Hence, by conducting the dispute settlement process by Arbitral Assembly under the procedures of UNCITRAL then it proves UNCITRAL’s role as an instrument used by Indonesia to get divestment of PT. Newmont Nusa Tenggara. Keywords: Divestment Dispute, UNCITRAL, International Arbitration . Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi lembaga arbitrase internasional yang dipandang sebagai salah satu alternatif cara penyelesaian sengketa yang efektif dan adil. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Badan Arbitrase United Nation Commision on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Penyelesaian Sengketa Divestasi Saham antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dengan batasan waktu penelitian dari tahun 2008 sampai tahun 2009. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk menganalisis apa alasan pemilihan UNCITRAL, bagaimana proses penyelesaian sengketa, apa saja yang dilakukan UNCITRAL dalam penyelesaian sengketa, dan apa saja kendala UNCITRAL dalam penyelesaian sengketa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara dan studi literatur serta penelusuran website. Penelitian dilakukan di Biro Hukum dan Humas Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral, PT. Newmont Nusa Tenggara Jakarta, serta UNCITRAL. Hasil penelitian ini menunjukan alasan dalam pemilihan UNCITRAL berdasarkan klausul arbitrase yang dibuat atas kesepakatan bersama dalam penunjukan UNCITRAL dan penelitian ini juga menjelaskan mengenai proses penyelesaiannya dibawah prosedur UNCITRAL Arbitration Rules dan hasil keputusan sengketa divestasi. Hasil kesimpulan menunjukan alasan dibalik pemilihan UNCITRAL yaitu bahwa sebagai aktor independen UNCITRAL dipercaya dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar. Dan dengan berjalannya proses penyelesaian sengketa oleh Majelis Arbitrase dibawah prosedur UNCITRAL, maka UNCITRAL menjalankan peranannya sebagai instrumen yang digunakan Indonesia untuk mencapai tujuannya mendapat divestasi saham dari PT.NNT. Kata kunci: Sengketa Divestasi, UNCITRAL, Arbitrase Internasional 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase dipandang sebagai cara yang efektif dan adil. Badan arbitrase akan berfungsi apabila para pihak sepakat untuk menyerahkan sengketa kepadanya baik sebelum sengketa muncul maupun setelah sengketa muncul. Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase internasional telah banyak dipakai oleh para pelaku bisnis yang notabene sering terkait dengan kasus- kasus ekonomi, utamanya perdagangan dengan nominal angka yang dipersengketakan cukup mencengangkan bagi orang pada umumnya. Suatu arbitrase dianggap internasional apabila para pihak pada saat dibuatnya perjanjian yang bersangkutan mempunyai tempat usaha mereka (place of business) di negara-negara berbeda. Misalnya salah satu pihak memiliki tempat usaha di Amerika, dan pihak lain memiliki tempat usaha di Indonesia. Jika terjadi perselisihan di antara mereka, dan mereka memilih cara penyelesaian melalui arbitrase, maka arbitrase ini tergolong arbitrase internasional (Sefriani, 2009 : 339). Sebagai salah satu badan arbitrase internasional, United Nations Commision on International Trade Law (UNCITRAL) yang di bentuk pada sidang ke 19 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dimuat dalam agenda sementara yaitu pertimbangan untuk mengadakan tindakan-tindakan kearah perkembangan yang progresif di bidang hukum Perdata Internasional, khususnya untuk meningkatkan perdagangan internasional. Maka, United Nations Commision on International Trade Law (UNCITRAL) sebagai badan khusus dari Majelis Umum PBB, didirikan pada tanggal 17 Desember 1966 melalui Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 (XXI). Tugas utamanya dari UNCITRAL adalah mengurangi perbedaan-perbedaan hukum di antara negara-negara anggota yang dapat menjadi rintangan bagi perdagangan internasional dan menangani masalah Perdagangan Internasional dengan tujuan untuk mengharmonisasikan dan melakukan unifikasi hukum yang fokus ke perdagangan internasional, komisi ini membentuk UNCITRALnArbitrationn/Rulesn(http://www .kemlu.go.id/Magazines/Buletin%20Diplomas i%20Multilateral%2013 / di akses pada tanggal 7 Maret 2015). Sebagai cara penyelesaian sengketa yang efektif dan adil, para pihak yang bersengketa menggunakan metode arbitrase dengan menggunakan badan arbitrase yang telah terlembaga seperti UNCITRAL. Seperti halnya dalam perselisihan sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara yang diselesaikan melalui UNCITRAL yang akan diteliti oleh peneliti pada skripsi ini. Penanaman modal asing, dengan PT. Newmont Nusa Tenggara yang masuk ke Indonesia saat rezim Orde Baru masih berkuasa. Setelah cadangan minyak semakin menipis tahun 80-an, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang intinya mendorong pemodal asing agar tertarik berinvestasi di Indonesia. Paket Kebijakan yang diluncurkan 2 Mei 1986 berhasil menarik animo perusahaan asing untuk masuk ke berbagai sektor usaha, termasuk pertambangan, diantaranya Newmont Gold Company dari Amerika Serikat. Dewasa ini hampir di semua negara, khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing. Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Sengketa yang terjadi antara Pemerintah RI dengan PT. Newmont Nusa Tenggara (PT.NNT) terkait divestasi saham perusahaan. Pemerintah Indonesia mempermasalahkan kelalaian PT Newmont yang gagal melaksanakan kewajiban divestasi dan menyatakan bahwa dapat diakhirinya kontrak karya. Pada Pasal 24 ayat 3 Kontrak karya antara Pemerintah RI dan PT NNT menyatakan bahwa pemegang saham asing PT NNT diwajibkan menawarkan saham asing PT NNT sehingga pada tahun 2010 minimal 51% saham PT NNT akan beralih ke Pemerintah RI atau peserta Indonesia lainnya. Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mewakili Pemerintah Indonesia menggugat Newmont ke badan arbitrase internasional United Nation Commision on International Trade Law (UNCITRAL) pada 3 Maret 2008. Kementerian ESDM bertindak sebagai fasilitator dalam divestasi saham, Kementerian ESDM hanya sebagai principal Newmont atas nama pemerintah, untuk pengajuan gugatan ke arbitrase sebagai tindak lanjut peringatan yang telah berkali-kali disampaikan dan juga keputusan lalain(default)n(http://www.antaranews.com/0 0/27/40/newmont-ganti-gugat pemerintah-rike-arbitrase.htm / di akses 2 April 2015). 1.2. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana peranan Badan Arbitrase Internasional United Nation Commision on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Penyelesaian Sengketa Divestasi Saham antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dari tahun 20082009?” 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis peranan yang dilakukan oleh UNCITRAL dalam menyelesaikan sengketa, apa saja yang dilakukan, dan kendala yang dihadapi. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat diantaranya : 1) Aspek Teoritis, Diharapkan dapat memberikan atau menambah pembedaharaan pustaka, serta dapat memberikan sumbangan bagi Ilmu pengetahuan studi Ilmu Hubungan Internasional terutama mengenai tugas dan fungsi dari Arbitrase Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional secara damai. 2) Aspek Praktis, Diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan, pengalaman dan kemampuan peneliti di bidang Ilmu Hubungan Internasional dan bagi lembaga akedemik untuk bahan referensi bagi penstudi Hubungan Internasional dan umum 2. Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran 2.1. Hubungan Internasional Hubungan internasional yang pada dasarnya merupakan studi mengenai interaksi lintas batas negara oleh state actor maupun non-state actor memiliki berbagai macam pengertian. Dalam buku “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani. menyatakan bahwa: "Studi tentang hubungan internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batasbatas negara. Terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar“ (Perwita & Yani, 2005 : 3-4). 2.2. Organisasi Internasional Organisasi internasional dalam interaksi hubungan internasional telah mengantarnya menjadi salah satu aktor yang cukup berpengaruh dalam dialektika interaksi antaraktor Hubungan Internasional. Lain halnya dengan aktor negara yang pasti memiliki politik luar negeri yang kemudian menjadi kepentingan nasional sebuah negara untuk selalu dipegang dalam setiap proses interaksi internasional, organisasi internasional tidak memiliki politik luar negeri. Namun, organisasi internasional bisa menjadi instrumen bagi pelaksanaan kebijakan luar negeri negara-negara anggotanya. Adapun peranan organisasi internasional dalam politik dunia menurut Pentland (Little and Smith, 2006 : 242-243), yaitu: a. Sebagai instrumen dari kebijakan luar negeri negara-negara anggota, b. Untuk mengatur perilaku dan tindakan negara-negara anggota, c. Bertindak berdasar keputusannya sebagai aktor/lembaga yang mandiri (otonom). T. May Rudy Dalam bukunya ”Hukum Internasional 2”, beliau berpendapat bahwa secara sederhana Organisasi Internasional dapat didefinisikan sebagai setiap pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umunya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatankegiatan staf secara berkala (Rudy, 2002: 93). 2.3. Perjanjian Internasional Menurut T. May Rudy bahwa Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu jadi termasuk didalamnya perjanjian antar negara dan perjanjian antara suatu organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya. Juga yang dapat dianggap sebagai perjanjian internasional, perjanjian yang diadakan antara tahta suci dengan negara-negara (Rudy, 2002: 44). 2.4. Kerjasama Internasional Kerjasama internasional merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat yang saling tergantung satu dengan yang lain. Dalam melakukan kerjasama ini dibutuhkan suatu wadah yang dapat memperlancar kegiatan kerjasama tersebut. tujuan dari kerjasama ini ditentukan oleh persamaan kepentingan dari masing-masing pihak yang terlibat. Kerjasama internasional dapat terbentuk karena kehidupan internasional meliputi bidang, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan (Perwita & Yani, 2005: 34). 2.5. Sengketa Internasional Sengketa (dispute) menurut Merrils adalah ketidaksepahaman mengenai sesuatu. Adapun John Collier & Vaughan Lowe membedakan antara sengketa (dispute) dengan konflik (conflict) adalah: " Sebuah perselisihan yang spesifik mengenai soal fakta, hukum atau kebijakan di mana klaim atau pernyataan dari salah satu pihak mendapat penolakan, gugatan balik dari pihak lain” (Sefriani, 2009 : 322). Sedangkan konflik adalah istilah umum atau genus dari pertikaian (hostility) antara pihak-pihak yang sering kali tidak fokus. Dengan demikian, setiap sengketa adalah konflik, tetapi tidak semua konflik dapat dikategorikan sebagai sengketa. 2.6. Sengketa Ekonomi Masalah tuduhan terhadap suatu negara atau subjek hukum internasional yang diduga melakukan dumping, tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban suatu pihak dalam perjanjian, masalah nasionalisasi suatu perusahaan asing, adalah sedikit contoh kasus yang timbul dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional (Merrills dalam Adolf, 2010 : 229). Sengketa ekonomi adalah konflik yang terjadi dalam kaitannya dengan produksi dan operasi bisnis antara pemerintah dan organisasi, organisasi dan organisasi lainnya, organisasi dan individu, dan individu dan individu lain, baik domestik maupun luar negeri (Merrills dalam Adolf, 2010 : 231) 2.7. Divestasi Saham Menurut Pasal 1 angka 8 PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, divestasi saham adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia. Pengertian divestasi menurut Antoni K. Muda dalam kamus lengkap ekonomi menyatakan sebagai sebuah proses atau pelepasan investasi seperti pelepasan saham oleh pemilik saham lama, tindakan penarikan kembali penyertaan modal yang dilakukan perusahaan model ventura dari pasangan usahanya (Muda, 2003 : 117). Divestasi saham merupakan salah satu instrumen hukum dalam melakukan pengalihan saham dari penanaman modal asing atau investor asing kepada Pemerintah Indonesia, atau warga negara Indonesia, atau badan hukum Indonesia. Divestasi tidak hanya dapat dilakukan oleh badan hukum privat seperti perseroan terbatas, firma, CV, tetapi dapat juga dilakukan oleh badan hukum publik seperti negara, provinsi, kabupaten atau kota. Dalam melakukan transaksi yang bersifat privat, badan hukum publik diwakili oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menurut Flickinger, terdapat dua alasan dilakukannya divestasi oleh perusahaan yaitu: 1. Meningkatkan efisiensi; dan 2. Peningkatan pengelolaan investasi (Salim, 2010: 34-35). 2.8. Kerangka Pemikiran Dalam kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara yaitu berupa kerjasama investasi pertambangan. Kerjasama internasional ini telah mempertemukan kepentingankepentingan dari kedua belah pihak yang tidak dapat dipenuhi sendiri seperti yang dikemukakan oleh Perwita dan Yani mengenai kerjasama internasional. Sengketa yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan PT. NNT, dalam penyelesaian sengketanya melalui arbitrase internasional yang merupakan cara pengakhiran sengketa yang telah disepakati antara pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Kesepakatan ini telah dituangkan dalam dokumen kontrak karya PT. Newmont Nusa Tenggara. Cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa itu adalah melaui Badan Arbitrase Internasional UNCITRAL di New York. UNCITRAL merupakan organisasi internasional yang berperan sebagai aktor hubungan internasional karena UNCITRAL sebagai wadah atau instrument bagi koalisi antar anggota atau koordinasi kebijakan antar pemerintah dan mengatur hubungan antar aktor dan menyediakan jalur penyelesaian apabila timbul masalah dalam penelitian ini UNCITRAL berperan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase antara Pemerintah Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara. Dalam penelitian ini UNCITRAL selaku lembaga arbitrase internasional dapat menyelesaikan sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara. UNCITRAL yang juga menjadi aktor independen dapat membuat keputusan- keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi, hal ini dapat dilihat dari awal sengketa ini dimulai Pemerintah indonesia menggugat PT. Newmont Nusa Tenggara ke UNCITRAL yang menjadi subyek hukum sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menyelesaikan sengketa bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya dengan membentuk Majelis Arbitrase (Arbitral Tribunal) berdasarkan aturan dari UNCITRAL untuk menjalankan hak dan kewajibannya dalam menyelesaikan sengketa. 3. Objek dan Metode Penelitian 3.1 Objek Penelitian 3.1.1Tinjauan Umum United Nation Commission on International Trade Law(UNCITRAL) Di dalam pergaulan dunia internasional yang saling memiliki ketergantungan terhadap kegiatan ekonomi tentu membutuhkan suatu kerangka hukum yang lebih seragam, agar kegiatankegiatan ekonomi itu dapat berjalan dengan teratur. Ini menjadi salah satu alasan munculnya UNCITRAL. Melalui Resolusi Majelis Umum PBB nomor 2205 (XXI) tertanggal 17 Desember 1966 inilah UNCITRAL ditetapkan. Yang selanjutnya ditugaskan untuk melakukan mandat dalam rangka mengharmonisasikan dan memodernisasikan aturan hukum perdagangan internasional. Dalam perjalanannya UNCITRAL berkembang menjadi legal body PBB yang berwenang menangani berbagai isu terkait perdagangan internasionalv(http://www.uncitral.org/uncitra l/en/about/origin.html / di akses pada tanggal 8 Junin2015). 3.1.2 Newmont Mining Corporation di Indonesia Newmont Mining Corporation, yang berbasis di Denver, Colorado, Amerika Serikat, adalah perusahaan produsen emas kedua terbesar dunia, dengan tambangtambang yang aktif di Kanada, Bolivia, Australia, Indonesia, Selandia Baru, Turki, Peru dan Uzbekistan. Perusahaan-perusahaan miliknya termasuk Battle Mountain Gold, Normandy Mining, dan Franco-Nevada Corp. Newmont memiliki sebuah proyek patungan dengan Southwestern Resources Corporation untuk melakukan eksplorasi dan penggalian berbagai logam berharga. Operasi-operasi subsidernya termasuk Yunnan Porphyry Copper and Gold Project di Tiongkok, dan Liam Gold-Silver Project di Peru. Newmont memproduksi sekitar 7,5 juta troy ounce (233.000 kg) emas per tahunnya dan memiliki cadangan sekitar 90 juta troy ounce (2.800.000 kg) emas. (http://www.newmont.com/aboutus/history/default.aspx / di akses pada tanggal 8 Juli 2015). Newmont Mining Corporation masuk ke Indonesia saat rezim Orde Baru masih berkuasa. Setelah cadangan minyak semakin menipis tahun 80-an, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang intinya mendorong pemodal asing agar tertarik berinvestasi di Indonesia. Paket Kebijakan yang diluncurkan 2 Mei 1986 ini berhasil menarik animo perusahaan asing untuk masuk ke berbagai sektor usaha, termasuk pertambangan, diantaranya Newmont Mining Corporation dari Amerika Serikat. Salah satu cabang di bawah Newmont Mining Corporation di Indonesia adalah pertambangan PT Newmont Minahasa Raya sejak tahun 1996, dimana Newmont Mining Corporation di bawah cabangnya PT. Newmont Minahasa Raya memanfaatkan teluk Buyat yang merupakan teluk kecil yang terletak di pantai selatan Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. Secara administratif, teluk ini berada di Kabupaten Minahasa Tenggara. sebagai aliran penempatan tailing (limbah pertambangan) untuk aktivitas pertambangan emasnya (http://manado.tribunnews.com/2014/09/24/in i-yang-dilakukan-pt-newmont-minahasa-rayausai-tutup-tambang / di akses pada tanggal 9 Juli 2015). 3.2 Metode Penelitian penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode ini dipilih karena penelitian kualitatif bisa dilakukan oleh peneliti di bidang ilmu sosial dan perilaku, penelitian dalam metode ini menyoroti masalah yang terkait dengan perilaku dan peranan organisasi, kelompok dan individu. Sesuai dengan masalah pada penelitian ini yang akan menyoroti terkait peranan organisasi internasional. Merujuk pada permasalahan yang diangkat serta variabel yang tersedia, maka peneliti melakukan analisa data berdasarkan data-data serta informasi yang dikeluarkan oleh situs-situs resmi UNCITRAL, dan PT. Newmont Nusa Tenggara, lalu kemudian diimplementasikan dengan teori-teori dalam kajian Hubungan Internasional. 4. Analisa Pembahasan Hasil Penelitian dan 4.1 Alasan pemilihan UNCITRAL Penentuan pemilihan UNCITRAL sebagai lembaga arbitrase penyelesaian sengketa antara Pemerintah Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan bentuk Factum De Compromitendo yang merupakan Klausula Arbitrase yang tercantum dalam perjanjian kontrak karya yang berarti UNCITRAL telah di tunjuk oleh kedua belah pihak yang ada didalam perjanjian kontrak karya untuk menyelesaikan sengketa sebelum timbul sengketa. Atau Didalam Factum De Compromitendo, para pihak yang membuat kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul melalui forum arbitrase. Perjanjian arbitrase ini melekat pada suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, merupakan bagian dari suatu perjanjian tertentu, maka disebut Klausul arbitrase. Dilihat dari keanggotaan pun negara anggota ICSID merupakan negara anggota dari Bank Dunia dan anggota dari Bank Dunia adalah seluruh anggota Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) begitupun keanggotaan dari UNCITRAL yang merupakan negara anggota dari PBB, maka dapat dilihat perbedaan pemilihan UNCITRAL dibandingkan dengan ICSID dilihat dari wewenang penanganan kasusnya serta pelaksanaan putusannya. 4.2nPenyelesaian Saham Sengketa Divestasi Dalam pasal 24 ayat 3 KK. PT.NNT, disebutkan bahwa PT.NNT harus menjamin bahwa sahamnya yang dimiliki oleh penanam modal asing akan ditawarkan untuk dijual pertama kepada Pemerintah Indonesia, kedua, jika Pemerintah tidak menyetujui penewaran tersebut dalam 30 (tiga puluh) hari, kepada warga negara Indonesia, atau perusahaan yang dikendalikan oleh warga negara Indonesia. Untuk melaksanakan divestasi sesuai dengan ketentuan diatas, pada 15 Agustus 2005, Direktur Jenderal Mineral, Batu bara dan Panas Bumi (Dirjen Minerbapabum) mengirimkan surat kepada Presiden Direktur PT. NNT yang isinya menyampaikan bahwa PT. NNT harus menawarkan 3% saham Peserta Asing kepada Peserta Indonesia pada akhir maret 2006. Dengan demikian, PT.NNT tidak melaksanakan perjanjiannya sesuai pasal 24 kontrak karya, dimana PT.NNT tidak mendivestasikan sahamnya yang seharusnya dilakukan 3% pada 2006 dan 7% pada 2007. Karena dipandang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam KK, maka sesuai pasal 20, pasal 21, dan pasal 24 KK, pemerintah pada tanggal 11 februari 2008 mengeluarkan surat lalai (Default) kepada PT. NNT. Pernyataan Notice of Arbitration pada 3 Maret 2008 oleh Menteri ESDM dinyatakan dimulainya arbitrase. Proses penyelesaian dimulai dengan penunjukan arbiter sesuai dengan Pasal 5 mengenai jumlah arbiter yang menyatakan bahwa para pihak bebas untuk menentukan jumlah arbiter. Selanjutnya dalam penunjukan arbitrator sesuai dengan pasal 6 Pemerintah Indonesia menunjuk Prof. M. Sornarajah dari National University of Singapore sebagai Arbitrator tunggal. Status Pemerintah Indonesia dalam arbitrase tersebut bertindak selaku Claimant (Penggugat) dan PT. NNT selaku Respondent (Tergugat), alasan Pemerintah Indonesia memilih menunjuk Prof. M. Sornarajah dengan mempertimbangkan riwayat dan latar belakang Prof. M. Sornarajah yang dalam perannya sebagai arbitrator lebih memihak kepada negara-negara berkembang. Namun kemudian PT. NNT menolak arbiter tunggal yang telah ditunjuk Pemerintah Indonesia sebelumnya yang telah sesuai dengan pasal 6 ayat 2 yang dimana pihak lainnya diberikan waktu 60 hari untuk menyetujui penunjukan arbitrator dan apabila tidak maka di pasal 6 ayat 3 permintaan salah satu pihak yaitu PT.NNT mengkomunikasikan kepada pihak Pemerintah Indonesia untuk menunjukan 3 orang arbitrator. Maka PT.NNT menunjuk Stephen Schwebel selaku co-arbitrator alasan memilih Stephen Schwebel karena Stephen Schwebel sering menangani arbitrase komersial internasional (termasuk investasi sengketa antara negara dan investor asing) dan satu ahli independen yang dipilih oleh kedua belah pihak yang bersengketa sebagai ketua panel yaitu Robert Briner asal Jerman yang merupakan ahli hukum perdagangan, dengan ini maka ada 3 arbiter yang dimana sesuai dengan pasal 5 mengenai jumlah arbiter apabila gagal dalam penentuan arbiter tunggal maka jumlah arbiter harus 3. Dalam perkembangan proses penyelesaian sengketa divestasi saham, diketahui bahwa PT.NNT telah menggadaikan sahamnya kepada 3 bank asing, yaitu ExportImport Bank of the United States (Amerika Serikat), The Japan Bank for International Cooperation (Jepang), dan Kreditanstalt fur Wiedereufbau (Jerman). PT. NNT menanggapi dengan menyatakan bahwa tidak bisa melepaskan jaminan atas saham divestasi. Sebagai tanggapan berikutnya pada tanggal 16 Juni 2008, Direktur Jenderal Mineral, Batu bara dan Panas Bumi, Menyatakan PT.NNT telah lalai / default atas kewajibannya melakukan divestasi saham tahun 2008 sebesar 7%. PT. NNT keberatan dan tidak setuju atas pernyataan lalai tersebut dan mengusulkan untuk menggabungkan penyelesaian permasalahan divestasi tahun 2008 dalam proses arbitrase yang sedang berjalan. Bentuk-bentuk dalam proses arbitrase UNCITRAL diatur di pasal 18 UNCITRAL Arbitration Rules yang menitikberatkan pada proses dan bentuk. Bentuk setiap pernyataan yang berisi tuntutan (statement of claimant) yang dibuat pihak claimant. Selanjutnya tata cara pengajuan bantahan dari pihak tergugat (statement of defense). Setiap jawaban yang berisi bantahan ditujukan untuk menangkis hal-hal yang berkenaan dengan fakta-fakta yang dikemukakan oleh claimant serta membantah pokok masalah yang disengketakan ataupun cara penyelesaian yang sulit dikemukakan claimant di dalam jawaban bantahan 4.3 Tindakan UNCITRAL dalam penyelesaian sengketa divestasi saham Penentuan jumlah arbitrator dan pengangkatannya menggunakan ketentuan di UNCITRAL Arbitration Rules bab III mengenai komposisi dari Majelis Arbitrase pasal 5 mengenai jumlah arbiter UNCITRAL menyatakan bahwa para pihak bebas dalam menentukan jumlah arbiter. Dalam kasus sengketa antara Pemerintah Indonesia dan PT.NNT tidak mencapai kesepakatan mengenai jumlah arbitrator yang ditunjuk dari pihak Pemerintah Indonesia menunjuk Prof. M. Sornarajah dari National University of Singapore sebagai Arbitrator tunggal sehingga pasal 5 dijelaskan pula jika gagal mencapai kesepakatan maka jumlah arbiter harus tiga. PT. NNT menolak arbiter tunggal yang telah ditunjuk Pemerintah Indonesia sebelumnya yang telah sesuai dengan pasal 6 ayat 2 yang dimana pihak lainnya diberikan waktu 60 hari untuk menyetujui penunjukan arbitrator dan apabila tidak maka di pasal 6 ayat 3 permintaan salah satu pihak yaitu PT.NNT mengkomunikasikan kepada pihak Pemerintah Indonesia untuk menunjukan 3 orang arbitrator. Selanjutnya dalam penunjukan arbiter para pihak mengacu pada Arbitration Rules dari UNCITRAL pasal 6 ayat 4 menjelaskan dalam penunjukan arbiter kewarganegaraan bukanlah menjadi masalah, kecuali disetujui oleh pihak lainnya. Saat penunjukan ketiga arbiter yaitu Prof. M. Sornarajah berasal dari Singapura, Stephen Schwebel berasal dari New York, Amerika, dan Dr. Robert Briner yang berasal dari German, kedua belah pihak yang bersengketa menyetujui. Dibawah prosedur penyelesaian sengketa UNCITRAL masing-masing pihak yang bersengketa diberikan kebebasan memilih atau menunjuk arbitrator dengan kesepakatan bersama dan tetap sesuai ketentuan didalam UNCITRAL Arbitration Rules. Dalam proses penyelesaian Majelis Arbitrase UNCITRAL memiliki kekuasaan untuk menentukan diterimanya, relevansi bukti yang akurat dan relevan. Selanjutnya permulaan dari proses arbitrase UNCITRAL, sengketa disampaikan oleh pihak Pemerintah Indonesia (Claimant) melalui Surat Kuasa Khusus dengan hak subtitusi Nomor : 001 KU/06/MEM/2008 tanggal 3 Maret dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI kepada dewan arbitrase UNCITRAL di New York, Amerika yang selanjutnya diteruskan dan diterima oleh pihak (Respondent) PT.NNT. 1.4 Kendala UNCITRAL Penyelesaian Sengketa Saham dalam Divestasi Dalam menjalankan proses penyelesaian sengketa dibawah prosedur UNCITRAL, Majelis Arbitrase telah menentukan proses dalam menyelesaikan sengketa. Kedua belah pihak Pemerintah Indonesia dan PT.NNT diperlakukan dengan kesetaraan dan masing-masing pihak diberikan peluang untuk menyampaikan kasusnya. Selanjutnya dalam proses penyelesaian sengketanya terdapat kendala yang dimana Majelis Arbitrase UNCITRAL mendapati kurangnya bukti pihak PT.NNT (Respondent) mengenai status gadai yang disanggakan oleh pihak Pemerintah Indonesia selaku Claimant yang dimana saat proses arbitrase dimulai pihak PT. NNT menawarkan saham untuk tahun 2008 akan tetapi ditolak karena harga saham yang ditawarkan tidak sesuai. Dan akhirnya melalui proses pemeriksaan buktibukti yang ada diketahui bahwa PT.NNT telah menggadaikan sahamnya kepada 3 bank asing, yaitu Export-Import Bank of the United States (Amerika Serikat), The Japan Bank for International Cooperation (Jepang), dan Kreditanstalt fur Wiedereufbau (Jerman). 5. Kesimpulan dan Rekomondasi Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab I dan memberikan saran bagi berbagai pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti menyimpulkan bahwa: 1. Penentuan pemilihan UNCITRAL sebagai lembaga arbitrase penyelesaian sengketa antara Pemerintah Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan Klausula Arbitrase (Factum De Compromitendo) yang berarti UNCITRAL telah di tunjuk oleh kedua belah pihak yang ada didalam perjanjian kontrak karya untuk menyelesaikan sengketa sebelum timbul sengketa. Perjanjian arbitrase ini melekat pada perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara didalam kontrak karya. 2. Pemilihan UNCITRAL merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan PT. Newmon Nusa Tenggara yang saling mendekati dengan penyelesaian yang diusulkan dan membahas untuk menyetujui pilihan yang ditentukan yang memuaskan kedua belah pihak. Pilihan terhadap UNCITRAL merupakan sebagai aktor independen yang dipercaya dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar. 3. Dengan berjalannya proses penyelesaian sengketa oleh Majelis Arbitrase dibawah prosedur UNCITRAL maka UNCITRAL menjalankan peranannya sebagai instrumen yang digunakan Indonesia untuk mencapai tujuannya mendapat divestasi saham dari PT.NNT. 4. Pemerintah Indonesia dan PT.NNT sebagai subjek hukum internasional mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian kontrak karya. Tidak dilaksanakannya kewajiban divestasi saham dalam kontrak karya oleh PT.NNT merupakan sebuah sengketa internasional yang melibatkan pihak Pemerintah Indonesia. Berdasarkan kriterianya secara objektif dengan melihat fakta-fakta yang ada serta Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak (Pemerintah Indonesia dan PT.NNT) yang bersengketa 5. Dalam peranannya menyelesaikan sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara, UNCITRAL menghadapi beberapa kendala. Kendala yang pertama terkait dengan pengangkatan Majelis Arbitrase tunggal oleh Pemerintah Indonesia yang tidak mendapat persetujuan dari PT. Newmont Nusa Tenggara sehingga UNCITRAL memutuskan jumlah Majelis Arbitrase haruslah berjumlah tiga. Kendala kedua yaitu kurangnya buktibukti mengenai penggadaian saham oleh PT. Newmont Nusa Tenggara. Daftar Pustaka Acuan dari buku : A. BUKU Adolf, Huala. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Bandung: Sinar Grafika. ___________.2010. Hukum Ekonomi Internasional. Bandung: Rajagrafindo Persada. Antoni, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Ekonomi. Jakarta: Gita Media Pers. Archer, Clive. 2001. International Organization 3rd Edition. London: Rouledge. Bennet, Alvin LeRoy. 2002. International Organizations: Principles and Issues. New Jersey: Prentice Hall. Betsill, Michele M and Elisabeth Corel (Ed). 2008. NGO Diplomacy: The Influence of Nongovernmental Organizations in International Environmental Negotiations. Cambridge: The MIT Press. Collier & Lowe, John & Vaughan. 2000. The Settlement of Disputes in International Law, Oxford University Press. Harahap, M Yahya. 2003. Arbitrase Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. Harjono, Dhaniswara K. 2007. Hukum Penanaman Modal Jakarta: Balai Pustaka Hero, Johansen & Page, G Terry. 2002. International Dictionary of Management. New Delhi: Hagan Page India PVT.Ltd Ilmar, Aminudin. 2004. Hukum Penanaman Modal Di Indonesia Jakarta: Balai Pustaka Little, Richard and Michael Smith. 2006. Perspectives on World Politics. Laos-Resolusi sengketa hukum mengenai ekonomi. 2005. Lao People’s Democratic Republic Peace Independence Democracy Unity Prosperity Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional Pengertian,peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Jakarta: Alumni Muda, Ahmad K. 2003. Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Gita Media Press Perwita, A.A Banyu, & Yanyan Moch. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pease, Kelly Kate. 2000. International Organization: Perspective on Governance in Twentieth first Century. New Jersey: Prenctice Hall. Inc. Parthiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju. Rudy, Teuku May. 2002. Hukum Internasional 2. Bandung: PT. Refika Aditama. Salim, HS. 2010. Hukum Divestasi di Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga Sefriani. 2009. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Yogyakarta: Rajawali Pers. Sitepu, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu. Slate, William K. Lieberman, Seth H. Weiner, Joseph R. Micanovic, Marko.2005 UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law) ITS WORKINGS IN INTERNATIONAL ARBITRATION AND A NEW MODEL CONCILIATION LAW Starke, G. John. 2006. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika. Suwardi, Sri Setianingsih. 2006. Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: UIPress. Suryokusumo, Sumaryo. 2010. Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: Tatanusa. Suryadinata, See Leo. Evi Nurvidya Arifin and Aris Ananta. 2003. Indonesia’s Oopulations: Ethnicity and Religion in New York: Routledge. a Changing Political Landscape. Singapore: ISEAS Usman, Rachmadi. 2003. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Widjaja, Gunawan & Yani, Ahmad. 2002. Seri Hukum Bisnis dan Kepailitan jakarta: Grafindo Persada. Wiraatmadja, Suwardi. 2006. Pengantar Hubungan Internasional Jakarta: Bhratara. B. JURNAL DAN KARYA ILMIAH Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh Prasetyo Budi Sunarso dari Universitas Jember pada September 2013 Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Arbitrase Internasional (Studi Kasus Pertamina vs Karaha Bodas Company (KBC) dan kasus PT. Newmont Nusa Tenggara) oleh Prisca Oktaviani Samosir pada tahun 2014. C. RUJUKAN ELEKTRONIK Indonesia irib. 2014. Dinamika hubungan internasional. http://www.theglobalreview.com[20/3/2015]. Diplomasinmultilateral.nhttp://www.kemlu.go .id/Magazines/Buletin%20Diplomasi%2 0Multilatera2013[7/3/2015]. TentangnPT.NewmontnNusanTenggaranhttp:/ /www.ptnnt.co.id/id/Default.aspx[8/3/2 015]. Sutisna Prawira. 2008. Keputusan Arbitrase Atas Sengketa Divestasi Saham PT Newmont Menangkan Indonesia. http://esdm.go.id/berita/55-siaranpers/2402[11/3/2015]. Penyelesaian sengketa dalam piagam PBB. http://unic.jakarta.org/2015/Peyelesaian -sengketa-dalam-piagamPBB%20/[16/3/2015]. Indra Arief Pibadi. 2014. Newmont ganti gugat pemerintahan RI. http://www.antaranews.com/00/27/40/n ewmont-ganti-gugat-pemerintah-ri-kearbitrase.html[24/2015]. UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration (1985), with amendments as adopted in 2006. 2006. http://www.uncitral.org/uncitral/en/unci tral_texts/arbitration/1985Model_arbitra tion.html[5/4/2015]. Pemerintah RI menjatuhkan status default. http://www.mpr.go.id/suratpembaca/read/1227[3/5/2015]. Siaran pers. 2009. Keputusan Arbitrase Atas Sengketa Divestasi Saham PT Newmont Menangkan Indonesia. http://esdm.go.id/berita/55-siaranpers/2402-putusan-arbitraseatassengketa-divestasi-sahammenangkan-indonesia.html[9/5/2015]. Origin, Mandate and Composition of UNCITRAL.http://www.uncitral.org/un citral/en/about/origin.html[8/6/2015]. MethodsnofnWork.nhttp://www.uncitral.org/u ncitral/en/about/methods.html[8/6/2015 ]. Origin, Mandate and Composition of UNCITRAL. http://www.uncitral.org/uncitral/en/abou t/origin.html[19/6/2015]. Tentang PT. Newmon Nusa Tenggara. 2012. http://www.ptnnt.co.id/id/tentangkami.aspx[2/7/2015]. Visi dan Misi PT. Newmont Nusa Tenggara. 2012. http://www.ptnnt.co.id/id/visidan-misi.aspx[2/7/2015]. Pemegang saham PT. Newmont Nusa Tenggara. 2012. http://www.ptnnt.co.id/id/pemegangsaham.aspx/[2/7/2015]. sekilas Indonesia. 2010. http://www.indonesia.go.id/[4/7/2015]. Kemenkeu. Perkuat rupiah, pemerintah keluarkan kebijakan ekonomi baru. 2007. http