PERANAN BADAN ARBITRASE INTERNASIONAL UNITED

advertisement
PERANAN BADAN ARBITRASE INTERNASIONAL UNITED NATIONS
COMMISSION ON INTERNATIONAL TRADE LAW (UNCITRAL) DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA DIVESTASI SAHAM ANTARA
PEMERINTAH INDONESIA DENGAN PT. NEWMONT NUSA TENGGARA
2008-2009
Dwi Fauziansyah Moenardy
Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Komputer Indonesia, Jalan Dipatiukur 112-116, Bandung, 40132, Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstract
This research background is the role of international arbitration as an alternative way to solve a dispute in
effective and fair manner. The purpose of this research is to investigate the role of the United Nation Commission on
International Trade Law (UNCITRAL) in resolution of divestment dispute between Indonesia governmant and
PT.Newmont Nusa Tenggara from 2008 until 2009. This study analyzes some key points, which are: the reason behind
UNCITRAL involvement; the dispute settlement process; UNCITRAL’s comprehensive moves in the process; and the
obstacles UNCITRAL had to face during the process.
The method used is qualitative method. The data collection incorporates interviews and literature study both
offline and online. Research conducted in the bureau of law and public relations of the Ministry of Energy Resources
and Mineral, PT. Newmont Nusa Tenggara, and UNCITRAL.
The results show the reason of UNCITRAL involvement based on arbitration clauses made on mutual
agreement in the appointment of UNCITRAL and also explains the problem solving process under UNCITRAL’s
Arbitration Rules and the decision of divestment dispute.
This research concludes the reason of UNCITRAL involvement based on the fact that as an independent actor
UNCITRAL would make the right decisions without affected by outsiders’ power or compulsion. Hence, by conducting
the dispute settlement process by Arbitral Assembly under the procedures of UNCITRAL then it proves UNCITRAL’s
role as an instrument used by Indonesia to get divestment of PT. Newmont Nusa Tenggara.
Keywords: Divestment Dispute, UNCITRAL, International Arbitration
.
Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi lembaga arbitrase internasional yang dipandang sebagai salah satu alternatif cara
penyelesaian sengketa yang efektif dan adil. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Badan
Arbitrase United Nation Commision on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Penyelesaian Sengketa Divestasi
Saham antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dengan batasan waktu penelitian dari tahun
2008 sampai tahun 2009. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk menganalisis apa alasan pemilihan UNCITRAL,
bagaimana proses penyelesaian sengketa, apa saja yang dilakukan UNCITRAL dalam penyelesaian sengketa, dan apa
saja kendala UNCITRAL dalam penyelesaian sengketa.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara
dan studi literatur serta penelusuran website. Penelitian dilakukan di Biro Hukum dan Humas Kementerian Energi
Sumber Daya dan Mineral, PT. Newmont Nusa Tenggara Jakarta, serta UNCITRAL.
Hasil penelitian ini menunjukan alasan dalam pemilihan UNCITRAL berdasarkan klausul arbitrase yang
dibuat atas kesepakatan bersama dalam penunjukan UNCITRAL dan penelitian ini juga menjelaskan mengenai proses
penyelesaiannya dibawah prosedur UNCITRAL Arbitration Rules dan hasil keputusan sengketa divestasi.
Hasil kesimpulan menunjukan alasan dibalik pemilihan UNCITRAL yaitu bahwa sebagai aktor independen
UNCITRAL dipercaya dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan
dari luar. Dan dengan berjalannya proses penyelesaian sengketa oleh Majelis Arbitrase dibawah prosedur UNCITRAL,
maka UNCITRAL menjalankan peranannya sebagai instrumen yang digunakan Indonesia untuk mencapai tujuannya
mendapat divestasi saham dari PT.NNT.
Kata kunci: Sengketa Divestasi, UNCITRAL, Arbitrase Internasional
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sebagai salah satu alternatif penyelesaian
sengketa, arbitrase dipandang sebagai cara
yang efektif dan adil. Badan arbitrase akan
berfungsi apabila para pihak sepakat untuk
menyerahkan sengketa kepadanya baik
sebelum sengketa muncul maupun setelah
sengketa muncul. Arbitrase merupakan cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan umum yang didasarkan pada
Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Arbitrase internasional telah banyak dipakai
oleh para pelaku bisnis yang notabene sering
terkait dengan kasus- kasus ekonomi,
utamanya perdagangan dengan nominal angka
yang
dipersengketakan
cukup
mencengangkan bagi orang pada umumnya.
Suatu arbitrase dianggap internasional apabila
para pihak pada saat dibuatnya perjanjian
yang bersangkutan mempunyai tempat usaha
mereka (place of business) di negara-negara
berbeda. Misalnya salah satu pihak memiliki
tempat usaha di Amerika, dan pihak lain
memiliki tempat usaha di Indonesia. Jika
terjadi perselisihan di antara mereka, dan
mereka memilih cara penyelesaian melalui
arbitrase, maka arbitrase ini tergolong
arbitrase internasional (Sefriani, 2009 : 339).
Sebagai salah satu badan arbitrase
internasional, United Nations Commision on
International Trade Law (UNCITRAL) yang
di bentuk pada sidang ke 19 Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dimuat dalam agenda
sementara
yaitu
pertimbangan
untuk
mengadakan
tindakan-tindakan
kearah
perkembangan yang progresif di bidang
hukum Perdata Internasional, khususnya
untuk
meningkatkan
perdagangan
internasional.
Maka,
United
Nations
Commision on International Trade Law
(UNCITRAL) sebagai badan khusus dari
Majelis Umum PBB, didirikan pada tanggal
17 Desember 1966 melalui Resolusi Majelis
Umum PBB Nomor 2205 (XXI). Tugas
utamanya
dari
UNCITRAL
adalah
mengurangi perbedaan-perbedaan hukum di
antara negara-negara anggota yang dapat
menjadi
rintangan
bagi
perdagangan
internasional dan menangani masalah
Perdagangan Internasional dengan tujuan
untuk mengharmonisasikan dan melakukan
unifikasi hukum yang fokus ke perdagangan
internasional,
komisi
ini
membentuk
UNCITRALnArbitrationn/Rulesn(http://www
.kemlu.go.id/Magazines/Buletin%20Diplomas
i%20Multilateral%2013 / di akses pada
tanggal 7 Maret 2015).
Sebagai cara penyelesaian sengketa yang
efektif dan adil, para pihak yang bersengketa
menggunakan metode arbitrase dengan
menggunakan badan arbitrase yang telah
terlembaga seperti UNCITRAL. Seperti
halnya dalam perselisihan sengketa divestasi
saham antara Pemerintah Indonesia dan PT.
Newmont Nusa Tenggara yang diselesaikan
melalui UNCITRAL yang akan diteliti oleh
peneliti pada skripsi ini. Penanaman modal
asing, dengan PT. Newmont Nusa Tenggara
yang masuk ke Indonesia saat rezim Orde
Baru masih berkuasa. Setelah cadangan
minyak semakin menipis tahun 80-an,
pemerintah
mengeluarkan
serangkaian
kebijakan yang intinya mendorong pemodal
asing agar tertarik berinvestasi di Indonesia.
Paket Kebijakan yang diluncurkan 2 Mei
1986 berhasil menarik animo perusahaan
asing untuk masuk ke berbagai sektor usaha,
termasuk
pertambangan,
diantaranya
Newmont Gold Company dari Amerika
Serikat. Dewasa ini hampir di semua negara,
khususnya negara berkembang membutuhkan
modal asing. Modal asing itu merupakan
suatu hal yang semakin penting bagi
pembangunan suatu negara. Sehingga
kehadiran investor asing nampaknya tidak
mungkin dihindari.
Sengketa yang terjadi antara Pemerintah
RI dengan PT. Newmont Nusa Tenggara
(PT.NNT) terkait divestasi saham perusahaan.
Pemerintah Indonesia mempermasalahkan
kelalaian PT Newmont yang gagal
melaksanakan kewajiban divestasi dan
menyatakan bahwa dapat diakhirinya kontrak
karya. Pada Pasal 24 ayat 3 Kontrak karya
antara Pemerintah RI dan PT NNT
menyatakan bahwa pemegang saham asing
PT NNT diwajibkan menawarkan saham
asing PT NNT sehingga pada tahun 2010
minimal 51% saham PT NNT akan beralih ke
Pemerintah RI atau peserta Indonesia lainnya.
Menteri Energi Sumber Daya dan
Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro
mewakili Pemerintah Indonesia menggugat
Newmont ke badan arbitrase internasional
United Nation Commision on International
Trade Law (UNCITRAL) pada 3 Maret
2008. Kementerian ESDM bertindak sebagai
fasilitator
dalam
divestasi
saham,
Kementerian ESDM hanya sebagai principal
Newmont atas nama pemerintah, untuk
pengajuan gugatan ke arbitrase sebagai tindak
lanjut peringatan yang telah berkali-kali
disampaikan
dan
juga
keputusan
lalain(default)n(http://www.antaranews.com/0
0/27/40/newmont-ganti-gugat pemerintah-rike-arbitrase.htm / di akses 2 April 2015).
1.2. Rumusan Masalah
Dalam
penelitian
ini
peneliti
mengajukan rumusan masalah sebagai
berikut: “Bagaimana peranan Badan Arbitrase
Internasional United Nation Commision on
International Trade Law (UNCITRAL) dalam
Penyelesaian Sengketa Divestasi Saham
antara Pemerintah Indonesia dengan PT.
Newmont Nusa Tenggara dari tahun 20082009?”
1.3. Maksud dan Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganilisis peranan yang dilakukan oleh
UNCITRAL dalam menyelesaikan sengketa,
apa saja yang dilakukan, dan kendala yang
dihadapi.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan
beberapa manfaat diantaranya : 1) Aspek
Teoritis, Diharapkan dapat memberikan atau
menambah pembedaharaan pustaka, serta
dapat memberikan sumbangan bagi Ilmu
pengetahuan
studi
Ilmu
Hubungan
Internasional terutama mengenai tugas dan
fungsi dari Arbitrase Internasional dalam
menyelesaikan sengketa internasional secara
damai. 2) Aspek Praktis, Diharapkan dapat
menambah wawasan, ilmu pengetahuan,
pengalaman dan kemampuan peneliti di
bidang Ilmu Hubungan Internasional dan bagi
lembaga akedemik untuk bahan referensi bagi
penstudi Hubungan Internasional dan umum
2. Kajian Pustaka dan Kerangka
Pemikiran
2.1. Hubungan Internasional
Hubungan internasional yang pada
dasarnya merupakan studi mengenai interaksi
lintas batas negara oleh state actor maupun
non-state actor memiliki berbagai macam
pengertian. Dalam buku “Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional” Agung Banyu
Perwita & Yanyan Mochamad Yani.
menyatakan bahwa:
"Studi tentang hubungan internasional
banyak diartikan sebagai suatu studi tentang
interaksi antar aktor yang melewati batasbatas
negara.
Terjadinya
hubungan
internasional merupakan suatu keharusan
sebagai akibat adanya saling ketergantungan
dan bertambah kompleksnya kehidupan
manusia dalam masyarakat internasional
sehingga
interdependensi
tidak
memungkinkan adanya suatu negara yang
menutup diri terhadap dunia luar“ (Perwita &
Yani, 2005 : 3-4).
2.2. Organisasi Internasional
Organisasi internasional dalam interaksi
hubungan internasional telah mengantarnya
menjadi salah satu aktor yang cukup
berpengaruh dalam dialektika interaksi antaraktor Hubungan Internasional. Lain halnya
dengan aktor negara yang pasti memiliki
politik luar negeri yang kemudian menjadi
kepentingan nasional sebuah negara untuk
selalu dipegang dalam setiap proses interaksi
internasional, organisasi internasional tidak
memiliki politik luar negeri. Namun,
organisasi
internasional
bisa
menjadi
instrumen bagi pelaksanaan kebijakan luar
negeri negara-negara anggotanya. Adapun
peranan organisasi internasional dalam politik
dunia menurut Pentland (Little and Smith,
2006 : 242-243), yaitu:
a. Sebagai instrumen dari kebijakan luar
negeri negara-negara anggota,
b. Untuk mengatur perilaku dan tindakan
negara-negara anggota,
c. Bertindak berdasar keputusannya sebagai
aktor/lembaga yang mandiri (otonom).
T. May Rudy Dalam bukunya ”Hukum
Internasional 2”, beliau berpendapat bahwa
secara sederhana Organisasi Internasional
dapat didefinisikan sebagai setiap pengaturan
bentuk
kerjasama
internasional
yang
melembaga antara negara-negara, umunya
berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk
melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi
manfaat timbal balik yang diejawantahkan
melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatankegiatan staf secara berkala (Rudy, 2002:
93).
2.3. Perjanjian Internasional
Menurut T. May Rudy bahwa Perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan
antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan
bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum
tertentu jadi termasuk didalamnya perjanjian
antar negara dan perjanjian antara suatu
organisasi internasional dengan organisasi
internasional lainnya. Juga yang dapat
dianggap sebagai perjanjian internasional,
perjanjian yang diadakan antara tahta suci
dengan negara-negara (Rudy, 2002: 44).
2.4. Kerjasama Internasional
Kerjasama internasional merupakan
suatu perwujudan kondisi masyarakat yang
saling tergantung satu dengan yang lain.
Dalam melakukan kerjasama ini dibutuhkan
suatu wadah yang dapat memperlancar
kegiatan kerjasama tersebut. tujuan dari
kerjasama ini ditentukan oleh persamaan
kepentingan dari masing-masing pihak yang
terlibat. Kerjasama internasional dapat
terbentuk karena kehidupan internasional
meliputi bidang, seperti ideologi, politik,
ekonomi,
sosial,
lingkungan
hidup,
kebudayaan, pertahanan dan keamanan
(Perwita & Yani, 2005: 34).
2.5. Sengketa Internasional
Sengketa (dispute) menurut Merrils
adalah ketidaksepahaman mengenai sesuatu.
Adapun John Collier & Vaughan Lowe
membedakan antara sengketa (dispute)
dengan konflik (conflict) adalah:
" Sebuah perselisihan yang spesifik
mengenai soal fakta, hukum atau
kebijakan di mana klaim atau pernyataan
dari salah satu pihak mendapat
penolakan, gugatan balik dari pihak lain”
(Sefriani, 2009 : 322).
Sedangkan konflik adalah istilah umum
atau genus dari pertikaian (hostility) antara
pihak-pihak yang sering kali tidak fokus.
Dengan demikian, setiap sengketa adalah
konflik, tetapi tidak semua konflik dapat
dikategorikan sebagai sengketa.
2.6. Sengketa Ekonomi
Masalah tuduhan terhadap suatu negara
atau subjek hukum internasional yang diduga
melakukan dumping, tidak dilaksanakannya
kewajiban-kewajiban suatu pihak dalam
perjanjian, masalah nasionalisasi suatu
perusahaan asing, adalah sedikit contoh kasus
yang timbul dalam hubungan-hubungan
ekonomi internasional (Merrills dalam Adolf,
2010 : 229).
Sengketa ekonomi adalah konflik yang
terjadi dalam kaitannya dengan produksi dan
operasi bisnis antara pemerintah dan
organisasi, organisasi dan organisasi lainnya,
organisasi dan individu, dan individu dan
individu lain, baik domestik maupun luar
negeri (Merrills dalam Adolf, 2010 : 231)
2.7. Divestasi Saham
Menurut Pasal 1 angka 8 PP No. 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,
divestasi saham adalah jumlah saham asing
yang harus ditawarkan untuk dijual kepada
peserta Indonesia. Pengertian divestasi
menurut Antoni K. Muda dalam kamus
lengkap ekonomi menyatakan sebagai sebuah
proses atau pelepasan investasi seperti
pelepasan saham oleh pemilik saham lama,
tindakan penarikan kembali penyertaan modal
yang dilakukan perusahaan model ventura
dari pasangan usahanya (Muda, 2003 : 117).
Divestasi saham merupakan salah satu
instrumen
hukum
dalam
melakukan
pengalihan saham dari penanaman modal
asing atau investor asing kepada Pemerintah
Indonesia, atau warga negara Indonesia, atau
badan hukum Indonesia. Divestasi tidak
hanya dapat dilakukan oleh badan hukum
privat seperti perseroan terbatas, firma, CV,
tetapi dapat juga dilakukan oleh badan hukum
publik seperti negara, provinsi, kabupaten
atau kota. Dalam melakukan transaksi yang
bersifat privat, badan hukum publik diwakili
oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Menurut Flickinger, terdapat dua alasan
dilakukannya divestasi oleh perusahaan yaitu:
1. Meningkatkan efisiensi; dan
2. Peningkatan pengelolaan investasi
(Salim, 2010: 34-35).
2.8. Kerangka Pemikiran
Dalam kontrak karya antara Pemerintah
Indonesia dengan PT. Newmont Nusa
Tenggara yaitu berupa kerjasama investasi
pertambangan. Kerjasama internasional ini
telah
mempertemukan
kepentingankepentingan dari kedua belah pihak yang
tidak dapat dipenuhi sendiri seperti yang
dikemukakan oleh
Perwita dan Yani
mengenai kerjasama internasional.
Sengketa yang terjadi antara Pemerintah
Indonesia dengan PT. NNT, dalam
penyelesaian sengketanya melalui arbitrase
internasional
yang
merupakan
cara
pengakhiran sengketa yang telah disepakati
antara pemerintah Indonesia dengan PT.
Newmont Nusa Tenggara. Kesepakatan ini
telah dituangkan dalam dokumen kontrak
karya PT. Newmont Nusa Tenggara. Cara
yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa
itu adalah melaui Badan Arbitrase
Internasional UNCITRAL di New York.
UNCITRAL merupakan organisasi
internasional yang berperan sebagai aktor
hubungan internasional karena UNCITRAL
sebagai wadah atau instrument bagi koalisi
antar anggota atau koordinasi kebijakan antar
pemerintah dan mengatur hubungan antar
aktor dan menyediakan jalur penyelesaian
apabila timbul masalah dalam penelitian ini
UNCITRAL berperan dalam penyelesaian
sengketa melalui arbitrase antara Pemerintah
Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara.
Dalam penelitian ini UNCITRAL
selaku lembaga arbitrase internasional dapat
menyelesaikan sengketa divestasi saham
antara Pemerintah Indonesia dan PT.
Newmont Nusa Tenggara. UNCITRAL yang
juga menjadi aktor independen dapat
membuat keputusan- keputusan sendiri tanpa
dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari
luar organisasi, hal ini dapat dilihat dari awal
sengketa ini dimulai Pemerintah indonesia
menggugat PT. Newmont Nusa Tenggara ke
UNCITRAL yang menjadi subyek hukum
sebagai badan hukum yang dapat mempunyai
hak dan kewajiban menyelesaikan sengketa
bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya
dengan membentuk Majelis Arbitrase
(Arbitral Tribunal) berdasarkan aturan dari
UNCITRAL untuk menjalankan hak dan
kewajibannya dalam menyelesaikan sengketa.
3. Objek dan Metode Penelitian
3.1 Objek Penelitian
3.1.1Tinjauan Umum United Nation
Commission on International Trade
Law(UNCITRAL)
Di dalam pergaulan dunia internasional
yang saling memiliki ketergantungan terhadap
kegiatan ekonomi tentu membutuhkan suatu
kerangka hukum yang lebih seragam, agar
kegiatankegiatan ekonomi itu dapat berjalan
dengan teratur. Ini menjadi salah satu alasan
munculnya UNCITRAL. Melalui Resolusi
Majelis Umum PBB nomor 2205 (XXI)
tertanggal 17 Desember 1966 inilah
UNCITRAL ditetapkan. Yang selanjutnya
ditugaskan untuk melakukan mandat dalam
rangka
mengharmonisasikan
dan
memodernisasikan
aturan
hukum
perdagangan
internasional.
Dalam
perjalanannya
UNCITRAL berkembang
menjadi legal body PBB yang berwenang
menangani berbagai isu terkait perdagangan
internasionalv(http://www.uncitral.org/uncitra
l/en/about/origin.html / di akses pada tanggal
8 Junin2015).
3.1.2 Newmont Mining Corporation di
Indonesia
Newmont Mining Corporation, yang
berbasis di Denver, Colorado, Amerika
Serikat, adalah perusahaan produsen emas
kedua terbesar dunia, dengan tambangtambang yang aktif di Kanada, Bolivia,
Australia, Indonesia, Selandia Baru, Turki,
Peru dan Uzbekistan. Perusahaan-perusahaan
miliknya termasuk Battle Mountain Gold,
Normandy Mining, dan Franco-Nevada Corp.
Newmont memiliki sebuah proyek patungan
dengan Southwestern Resources Corporation
untuk melakukan eksplorasi dan penggalian
berbagai logam berharga. Operasi-operasi
subsidernya termasuk Yunnan Porphyry
Copper and Gold Project di Tiongkok, dan
Liam Gold-Silver Project di Peru. Newmont
memproduksi sekitar 7,5 juta troy ounce
(233.000 kg) emas per tahunnya dan memiliki
cadangan sekitar 90 juta troy ounce
(2.800.000
kg)
emas.
(http://www.newmont.com/aboutus/history/default.aspx / di akses pada tanggal
8 Juli 2015).
Newmont Mining Corporation masuk
ke Indonesia saat rezim Orde Baru masih
berkuasa. Setelah cadangan minyak semakin
menipis
tahun
80-an,
pemerintah
mengeluarkan serangkaian kebijakan yang
intinya mendorong pemodal asing agar
tertarik berinvestasi di Indonesia. Paket
Kebijakan yang diluncurkan 2 Mei 1986 ini
berhasil menarik animo perusahaan asing
untuk masuk ke berbagai sektor usaha,
termasuk
pertambangan,
diantaranya
Newmont Mining Corporation dari Amerika
Serikat.
Salah satu cabang di bawah Newmont
Mining Corporation di Indonesia adalah
pertambangan PT Newmont Minahasa Raya
sejak tahun 1996, dimana Newmont Mining
Corporation di bawah cabangnya PT.
Newmont Minahasa Raya memanfaatkan
teluk Buyat yang merupakan teluk kecil yang
terletak di pantai selatan Semenanjung
Minahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. Secara
administratif, teluk ini berada di Kabupaten
Minahasa
Tenggara.
sebagai
aliran
penempatan tailing (limbah pertambangan)
untuk aktivitas pertambangan emasnya
(http://manado.tribunnews.com/2014/09/24/in
i-yang-dilakukan-pt-newmont-minahasa-rayausai-tutup-tambang / di akses pada tanggal 9
Juli 2015).
3.2 Metode Penelitian
penelitian ini adalah menggunakan
metode penelitian kualitatif. Metode ini
dipilih karena penelitian kualitatif bisa
dilakukan oleh peneliti di bidang ilmu sosial
dan perilaku, penelitian dalam metode ini
menyoroti
masalah
yang
terkait
dengan perilaku dan peranan organisasi,
kelompok dan individu. Sesuai dengan
masalah pada penelitian ini yang akan
menyoroti
terkait
peranan
organisasi
internasional. Merujuk pada permasalahan
yang diangkat serta variabel yang tersedia,
maka peneliti melakukan analisa data
berdasarkan data-data serta informasi yang
dikeluarkan
oleh
situs-situs
resmi
UNCITRAL, dan PT. Newmont Nusa
Tenggara, lalu kemudian diimplementasikan
dengan teori-teori dalam kajian Hubungan
Internasional.
4.
Analisa
Pembahasan
Hasil
Penelitian
dan
4.1 Alasan pemilihan UNCITRAL
Penentuan
pemilihan
UNCITRAL
sebagai lembaga arbitrase penyelesaian
sengketa antara Pemerintah Indonesia dan PT.
Newmont Nusa Tenggara merupakan bentuk
Factum De Compromitendo yang merupakan
Klausula Arbitrase yang tercantum dalam
perjanjian kontrak karya yang berarti
UNCITRAL telah di tunjuk oleh kedua belah
pihak yang ada didalam perjanjian kontrak
karya untuk menyelesaikan sengketa sebelum
timbul sengketa. Atau Didalam Factum De
Compromitendo, para pihak yang membuat
kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa
yang mungkin timbul melalui forum arbitrase.
Perjanjian arbitrase ini melekat pada suatu
perjanjian yang dibuat oleh para pihak,
merupakan bagian dari suatu perjanjian
tertentu, maka disebut Klausul arbitrase.
Dilihat dari keanggotaan pun negara
anggota ICSID merupakan negara anggota
dari Bank Dunia dan anggota dari Bank Dunia
adalah seluruh anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) begitupun keanggotaan dari
UNCITRAL yang merupakan negara anggota
dari PBB, maka dapat dilihat perbedaan
pemilihan UNCITRAL dibandingkan dengan
ICSID dilihat dari wewenang penanganan
kasusnya serta pelaksanaan putusannya.
4.2nPenyelesaian
Saham
Sengketa
Divestasi
Dalam pasal 24 ayat 3 KK. PT.NNT,
disebutkan bahwa PT.NNT harus menjamin
bahwa sahamnya yang dimiliki oleh penanam
modal asing akan ditawarkan untuk dijual
pertama kepada Pemerintah Indonesia, kedua,
jika Pemerintah tidak menyetujui penewaran
tersebut dalam 30 (tiga puluh) hari, kepada
warga negara Indonesia, atau perusahaan yang
dikendalikan oleh warga negara Indonesia.
Untuk melaksanakan divestasi sesuai
dengan ketentuan diatas, pada 15 Agustus
2005, Direktur Jenderal Mineral, Batu bara
dan Panas Bumi (Dirjen Minerbapabum)
mengirimkan surat kepada Presiden Direktur
PT. NNT yang isinya menyampaikan bahwa
PT. NNT harus menawarkan 3% saham
Peserta Asing kepada Peserta Indonesia pada
akhir maret 2006. Dengan demikian, PT.NNT
tidak melaksanakan perjanjiannya sesuai pasal
24 kontrak karya, dimana PT.NNT tidak
mendivestasikan sahamnya yang seharusnya
dilakukan 3% pada 2006 dan 7% pada 2007.
Karena dipandang tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana diatur dalam KK,
maka sesuai pasal 20, pasal 21, dan pasal 24
KK, pemerintah pada tanggal 11 februari
2008 mengeluarkan surat lalai (Default)
kepada PT. NNT.
Pernyataan Notice of Arbitration pada 3
Maret 2008 oleh Menteri ESDM dinyatakan
dimulainya arbitrase. Proses penyelesaian
dimulai dengan penunjukan arbiter sesuai
dengan Pasal 5 mengenai jumlah arbiter yang
menyatakan bahwa para pihak bebas untuk
menentukan jumlah arbiter. Selanjutnya
dalam penunjukan arbitrator sesuai dengan
pasal 6 Pemerintah Indonesia menunjuk Prof.
M. Sornarajah dari National University of
Singapore sebagai Arbitrator tunggal.
Status Pemerintah Indonesia dalam
arbitrase tersebut bertindak selaku Claimant
(Penggugat) dan PT. NNT selaku Respondent
(Tergugat), alasan Pemerintah Indonesia
memilih menunjuk Prof. M. Sornarajah
dengan mempertimbangkan riwayat dan latar
belakang Prof. M. Sornarajah yang dalam
perannya sebagai arbitrator lebih memihak
kepada negara-negara berkembang.
Namun kemudian PT. NNT menolak
arbiter tunggal yang telah ditunjuk
Pemerintah Indonesia sebelumnya yang telah
sesuai dengan pasal 6 ayat 2 yang dimana
pihak lainnya diberikan waktu 60 hari untuk
menyetujui penunjukan arbitrator dan apabila
tidak maka di pasal 6 ayat 3 permintaan salah
satu
pihak
yaitu
PT.NNT
mengkomunikasikan
kepada
pihak
Pemerintah Indonesia untuk menunjukan 3
orang arbitrator.
Maka PT.NNT menunjuk Stephen
Schwebel selaku co-arbitrator alasan memilih
Stephen Schwebel karena Stephen Schwebel
sering menangani arbitrase komersial
internasional (termasuk investasi sengketa
antara negara dan investor asing) dan satu ahli
independen yang dipilih oleh kedua belah
pihak yang bersengketa sebagai ketua panel
yaitu Robert Briner asal Jerman yang
merupakan ahli hukum perdagangan, dengan
ini maka ada 3 arbiter yang dimana sesuai
dengan pasal 5 mengenai jumlah arbiter
apabila gagal dalam penentuan arbiter tunggal
maka jumlah arbiter harus 3.
Dalam
perkembangan
proses
penyelesaian sengketa divestasi saham,
diketahui bahwa PT.NNT telah menggadaikan
sahamnya kepada 3 bank asing, yaitu ExportImport Bank of the United States (Amerika
Serikat), The Japan Bank for International
Cooperation (Jepang), dan Kreditanstalt fur
Wiedereufbau (Jerman).
PT.
NNT
menanggapi
dengan
menyatakan bahwa tidak bisa melepaskan
jaminan atas saham divestasi. Sebagai
tanggapan berikutnya pada tanggal 16 Juni
2008, Direktur Jenderal Mineral, Batu bara
dan Panas Bumi, Menyatakan PT.NNT telah
lalai / default atas kewajibannya melakukan
divestasi saham tahun 2008 sebesar 7%. PT.
NNT keberatan dan tidak setuju atas
pernyataan lalai tersebut dan mengusulkan
untuk
menggabungkan
penyelesaian
permasalahan divestasi tahun 2008 dalam
proses arbitrase yang sedang berjalan.
Bentuk-bentuk dalam proses arbitrase
UNCITRAL diatur di pasal 18 UNCITRAL
Arbitration Rules yang menitikberatkan pada
proses dan bentuk. Bentuk setiap pernyataan
yang berisi tuntutan (statement of claimant)
yang dibuat pihak claimant. Selanjutnya tata
cara pengajuan bantahan dari pihak tergugat
(statement of defense). Setiap jawaban yang
berisi bantahan ditujukan untuk menangkis
hal-hal yang berkenaan dengan fakta-fakta
yang dikemukakan oleh claimant serta
membantah
pokok
masalah
yang
disengketakan ataupun cara penyelesaian
yang sulit dikemukakan claimant di dalam
jawaban bantahan
4.3
Tindakan
UNCITRAL
dalam
penyelesaian sengketa divestasi saham
Penentuan jumlah arbitrator dan
pengangkatannya menggunakan ketentuan di
UNCITRAL Arbitration Rules bab III
mengenai komposisi dari Majelis Arbitrase
pasal 5 mengenai jumlah arbiter UNCITRAL
menyatakan bahwa para pihak bebas dalam
menentukan jumlah arbiter. Dalam kasus
sengketa antara Pemerintah Indonesia dan
PT.NNT tidak mencapai kesepakatan
mengenai jumlah arbitrator yang ditunjuk dari
pihak Pemerintah Indonesia menunjuk Prof.
M. Sornarajah dari National University of
Singapore
sebagai
Arbitrator
tunggal
sehingga pasal 5 dijelaskan pula jika gagal
mencapai kesepakatan maka jumlah arbiter
harus tiga.
PT. NNT menolak arbiter tunggal yang
telah
ditunjuk
Pemerintah
Indonesia
sebelumnya yang telah sesuai dengan pasal 6
ayat 2 yang dimana pihak lainnya diberikan
waktu 60 hari untuk menyetujui penunjukan
arbitrator dan apabila tidak maka di pasal 6
ayat 3 permintaan salah satu pihak yaitu
PT.NNT mengkomunikasikan kepada pihak
Pemerintah Indonesia untuk menunjukan 3
orang arbitrator.
Selanjutnya dalam penunjukan arbiter
para pihak mengacu pada Arbitration Rules
dari UNCITRAL pasal 6 ayat 4 menjelaskan
dalam penunjukan arbiter kewarganegaraan
bukanlah menjadi masalah, kecuali disetujui
oleh pihak lainnya. Saat penunjukan ketiga
arbiter yaitu Prof. M. Sornarajah berasal dari
Singapura, Stephen Schwebel berasal dari
New York, Amerika, dan Dr. Robert Briner
yang berasal dari German, kedua belah pihak
yang bersengketa menyetujui. Dibawah
prosedur penyelesaian sengketa UNCITRAL
masing-masing pihak yang bersengketa
diberikan kebebasan memilih atau menunjuk
arbitrator dengan kesepakatan bersama dan
tetap sesuai ketentuan didalam UNCITRAL
Arbitration Rules.
Dalam proses penyelesaian Majelis
Arbitrase UNCITRAL memiliki kekuasaan
untuk menentukan diterimanya, relevansi
bukti yang akurat dan relevan. Selanjutnya
permulaan dari proses arbitrase UNCITRAL,
sengketa disampaikan oleh pihak Pemerintah
Indonesia (Claimant) melalui Surat Kuasa
Khusus dengan hak subtitusi Nomor : 001
KU/06/MEM/2008 tanggal 3 Maret dari
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI
kepada dewan arbitrase UNCITRAL di New
York, Amerika yang selanjutnya diteruskan
dan diterima oleh pihak (Respondent)
PT.NNT.
1.4
Kendala
UNCITRAL
Penyelesaian
Sengketa
Saham
dalam
Divestasi
Dalam
menjalankan
proses
penyelesaian sengketa dibawah prosedur
UNCITRAL,
Majelis
Arbitrase
telah
menentukan proses dalam menyelesaikan
sengketa. Kedua belah pihak Pemerintah
Indonesia dan PT.NNT diperlakukan dengan
kesetaraan
dan
masing-masing
pihak
diberikan peluang untuk menyampaikan
kasusnya.
Selanjutnya dalam proses penyelesaian
sengketanya terdapat kendala yang dimana
Majelis Arbitrase UNCITRAL mendapati
kurangnya bukti pihak PT.NNT (Respondent)
mengenai status gadai yang disanggakan oleh
pihak Pemerintah Indonesia selaku Claimant
yang dimana saat proses arbitrase dimulai
pihak PT. NNT menawarkan saham untuk
tahun 2008 akan tetapi ditolak karena harga
saham yang ditawarkan tidak sesuai. Dan
akhirnya melalui proses pemeriksaan buktibukti yang ada diketahui bahwa PT.NNT
telah menggadaikan sahamnya kepada 3 bank
asing, yaitu Export-Import Bank of the United
States (Amerika Serikat), The Japan Bank for
International Cooperation (Jepang), dan
Kreditanstalt fur Wiedereufbau (Jerman).
5. Kesimpulan dan Rekomondasi
Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan
hasil penelitian secara keseluruhan sesuai
dengan berbagai rumusan masalah yang
terdapat pada Bab I dan memberikan saran
bagi berbagai pihak yang terlibat dalam
proses penyelesaian sengketa divestasi saham
antara Pemerintah Indonesia dan PT.
Newmont Nusa Tenggara.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
maka peneliti menyimpulkan bahwa:
1.
Penentuan pemilihan UNCITRAL
sebagai lembaga arbitrase penyelesaian
sengketa antara Pemerintah Indonesia dan PT.
Newmont Nusa Tenggara merupakan
Klausula
Arbitrase
(Factum
De
Compromitendo) yang berarti UNCITRAL
telah di tunjuk oleh kedua belah pihak yang
ada didalam perjanjian kontrak karya untuk
menyelesaikan sengketa sebelum timbul
sengketa. Perjanjian arbitrase ini melekat pada
perjanjian yang dibuat oleh
Pemerintah
Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara
didalam kontrak karya.
2.
Pemilihan UNCITRAL merupakan
bentuk
kerjasama
antara
Pemerintah
Indonesia dan PT. Newmon Nusa Tenggara
yang saling mendekati dengan penyelesaian
yang diusulkan dan membahas untuk
menyetujui pilihan yang ditentukan yang
memuaskan kedua belah pihak. Pilihan
terhadap UNCITRAL merupakan sebagai
aktor independen yang dipercaya dapat
membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa
dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari
luar.
3.
Dengan
berjalannya
proses
penyelesaian sengketa oleh Majelis Arbitrase
dibawah prosedur UNCITRAL maka
UNCITRAL menjalankan peranannya sebagai
instrumen yang digunakan Indonesia untuk
mencapai tujuannya mendapat divestasi
saham dari PT.NNT.
4.
Pemerintah Indonesia dan PT.NNT
sebagai
subjek
hukum
internasional
mempunyai pandangan yang bertentangan
mengenai
dilaksanakan
atau
tidak
dilaksanakannya kewajiban-kewajiban yang
terdapat dalam perjanjian kontrak karya.
Tidak dilaksanakannya kewajiban divestasi
saham dalam kontrak karya oleh PT.NNT
merupakan sebuah sengketa internasional
yang melibatkan pihak Pemerintah Indonesia.
Berdasarkan kriterianya secara objektif
dengan melihat fakta-fakta yang ada serta
Adanya
sikap
yang
saling
bertentangan/berlawanan dari kedua belah
pihak (Pemerintah Indonesia dan PT.NNT)
yang bersengketa
5.
Dalam peranannya menyelesaikan
sengketa divestasi saham antara Pemerintah
Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara,
UNCITRAL menghadapi beberapa kendala.
Kendala yang pertama terkait dengan
pengangkatan Majelis Arbitrase tunggal oleh
Pemerintah Indonesia yang tidak mendapat
persetujuan dari PT. Newmont Nusa
Tenggara sehingga UNCITRAL memutuskan
jumlah Majelis Arbitrase haruslah berjumlah
tiga. Kendala kedua yaitu kurangnya buktibukti mengenai penggadaian saham oleh PT.
Newmont Nusa Tenggara.
Daftar Pustaka
Acuan dari buku :
A. BUKU
Adolf, Huala. 2004. Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional. Bandung: Sinar
Grafika.
___________.2010.
Hukum
Ekonomi
Internasional. Bandung: Rajagrafindo
Persada.
Antoni, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap
Ekonomi. Jakarta: Gita Media Pers.
Archer,
Clive.
2001.
International
Organization 3rd Edition. London:
Rouledge.
Bennet, Alvin LeRoy. 2002. International
Organizations: Principles and
Issues. New Jersey: Prentice Hall.
Betsill, Michele M and Elisabeth Corel (Ed).
2008. NGO Diplomacy: The Influence
of Nongovernmental Organizations in
International
Environmental
Negotiations. Cambridge: The MIT
Press.
Collier & Lowe, John & Vaughan. 2000. The
Settlement of Disputes in International
Law, Oxford University Press.
Harahap, M Yahya. 2003. Arbitrase Edisi
Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
Harjono, Dhaniswara K. 2007. Hukum
Penanaman Modal Jakarta: Balai
Pustaka
Hero, Johansen & Page, G Terry. 2002.
International
Dictionary
of
Management. New Delhi: Hagan Page
India PVT.Ltd
Ilmar, Aminudin. 2004. Hukum Penanaman
Modal Di Indonesia Jakarta: Balai
Pustaka
Little, Richard and Michael Smith. 2006.
Perspectives on World Politics.
Laos-Resolusi sengketa hukum mengenai
ekonomi.
2005.
Lao
People’s
Democratic
Republic
Peace
Independence
Democracy
Unity
Prosperity
Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional
Pengertian,peranan, dan Fungsi dalam
Era Dinamika Global. Jakarta: Alumni
Muda, Ahmad K. 2003. Kamus Lengkap
Ekonomi, Jakarta: Gita Media Press
Perwita, A.A Banyu, & Yanyan Moch. Yani.
2005. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Pease, Kelly Kate. 2000. International
Organization:
Perspective
on
Governance in Twentieth first Century.
New Jersey: Prenctice Hall. Inc.
Parthiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum
Internasional. Bandung: Mandar Maju.
Rudy,
Teuku
May.
2002.
Hukum
Internasional 2. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Salim, HS. 2010. Hukum Divestasi di
Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga
Sefriani. 2009. Hukum Internasional Suatu
Pengantar. Yogyakarta: Rajawali Pers.
Sitepu, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan
Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Slate, William K. Lieberman, Seth H. Weiner,
Joseph R. Micanovic, Marko.2005
UNCITRAL
(United
Nations
Commission on International Trade
Law)
ITS
WORKINGS
IN
INTERNATIONAL ARBITRATION AND
A NEW MODEL CONCILIATION LAW
Starke, G. John. 2006. Pengantar Hukum
Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Suwardi, Sri Setianingsih. 2006. Penyelesaian
Sengketa Internasional, Jakarta: UIPress.
Suryokusumo, Sumaryo. 2010. Pengantar
Hukum
Organisasi
Internasional,
Jakarta: Tatanusa.
Suryadinata, See Leo. Evi Nurvidya Arifin
and Aris Ananta. 2003. Indonesia’s
Oopulations:
Ethnicity and Religion in
New York: Routledge.
a Changing Political Landscape.
Singapore: ISEAS
Usman, Rachmadi. 2003. Penyelesaian
Sengketa
Di
Luar
Pengadilan.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Widjaja, Gunawan & Yani, Ahmad. 2002.
Seri Hukum Bisnis dan Kepailitan
jakarta: Grafindo Persada.
Wiraatmadja, Suwardi. 2006. Pengantar
Hubungan
Internasional
Jakarta:
Bhratara.
B. JURNAL DAN KARYA ILMIAH
Pelaksanaan Arbitrase Internasional di
Indonesia oleh Prasetyo Budi Sunarso
dari Universitas Jember pada September
2013
Penyelesaian Sengketa Internasional melalui
Arbitrase Internasional (Studi Kasus
Pertamina vs Karaha Bodas Company
(KBC) dan kasus PT. Newmont Nusa
Tenggara) oleh Prisca Oktaviani
Samosir pada tahun 2014.
C. RUJUKAN ELEKTRONIK
Indonesia irib. 2014. Dinamika hubungan
internasional.
http://www.theglobalreview.com[20/3/2015].
Diplomasinmultilateral.nhttp://www.kemlu.go
.id/Magazines/Buletin%20Diplomasi%2
0Multilatera2013[7/3/2015].
TentangnPT.NewmontnNusanTenggaranhttp:/
/www.ptnnt.co.id/id/Default.aspx[8/3/2
015].
Sutisna Prawira. 2008. Keputusan Arbitrase
Atas Sengketa Divestasi Saham PT
Newmont Menangkan Indonesia.
http://esdm.go.id/berita/55-siaranpers/2402[11/3/2015].
Penyelesaian sengketa dalam piagam PBB.
http://unic.jakarta.org/2015/Peyelesaian
-sengketa-dalam-piagamPBB%20/[16/3/2015].
Indra Arief Pibadi. 2014. Newmont ganti
gugat
pemerintahan
RI.
http://www.antaranews.com/00/27/40/n
ewmont-ganti-gugat-pemerintah-ri-kearbitrase.html[24/2015].
UNCITRAL Model Law on International
Commercial Arbitration (1985), with
amendments as adopted in 2006. 2006.
http://www.uncitral.org/uncitral/en/unci
tral_texts/arbitration/1985Model_arbitra
tion.html[5/4/2015].
Pemerintah RI menjatuhkan status default.
http://www.mpr.go.id/suratpembaca/read/1227[3/5/2015].
Siaran pers. 2009. Keputusan Arbitrase Atas
Sengketa Divestasi Saham PT Newmont
Menangkan
Indonesia.
http://esdm.go.id/berita/55-siaranpers/2402-putusan-arbitraseatassengketa-divestasi-sahammenangkan-indonesia.html[9/5/2015].
Origin, Mandate and Composition of
UNCITRAL.http://www.uncitral.org/un
citral/en/about/origin.html[8/6/2015].
MethodsnofnWork.nhttp://www.uncitral.org/u
ncitral/en/about/methods.html[8/6/2015
].
Origin, Mandate and Composition of
UNCITRAL.
http://www.uncitral.org/uncitral/en/abou
t/origin.html[19/6/2015].
Tentang PT. Newmon Nusa Tenggara. 2012.
http://www.ptnnt.co.id/id/tentangkami.aspx[2/7/2015].
Visi dan Misi PT. Newmont Nusa Tenggara.
2012.
http://www.ptnnt.co.id/id/visidan-misi.aspx[2/7/2015].
Pemegang saham PT. Newmont Nusa
Tenggara.
2012.
http://www.ptnnt.co.id/id/pemegangsaham.aspx/[2/7/2015].
sekilas
Indonesia.
2010.
http://www.indonesia.go.id/[4/7/2015].
Kemenkeu. Perkuat rupiah, pemerintah
keluarkan kebijakan ekonomi baru.
2007. http
Download