Unifikasi dan Harmonisasi Hukum Perdagangan Internasional

advertisement
1.
2.
NEGOSIASI / MEDIASI (NON LITIGASI)
ARBITRASE
alasan :
a. Penyerahan sengketa baik kepada pengadilan
maupun ke arbitrase kerap kali didasarkan
pada suatu perjanjian di antara para pihak.
Langkah yang biasa ditempuh adalah dengan
membuat suatu perjanjian atau memasukkan
suatu klausul penyelesaian sengketa ke dalam
kontrak atau perjanjian yang mereka buat,
baik ke pengadilan atau ke badan arbitrase
b. Yang menjadi dasar hukum bagi forum
atau badan penyelesaian sengketa yang
akan menangani sengketa adalah
kesepakatan para pihak. Kesepakatan
inilah hukum. Kesepakatan tersebut
diletakkan baik pada waktu kontrak
ditandatangani atau setelah sengketa
timbul.
 dalam
sistem hukum (Common Law) dikenal
dengan konsep 'long arm' jurisdiction.
menurut konsep ini pengadilan dapat
menyatakan kewenangannya untuk menerima
setiap sengketa yang dibawa ke hadapannya
meskipun hubungan antara pengadilan
dengan sengketa tersebut tipis sekal
3. para pihak dapat pula menyerahkan
sengketanya kepada cara alternatif
penyelesaian sengketa, yang lazim dikenal
sebagai ADR (alternative dispute resolution)
atau APS (alternatif penyelesaian sengketa).
1.
2.
Pedagang dengan pedagang
Pedagang dengan negara asing
 memakai konsep jure gesiones, yaitu
tindakan-tindaka negara dibidang keperdataan
atau dagang.
Karena itu, tindakan-tindakan seperti itu tidak
lain adalah tindakan-tindakan negara dalam
kapasitasnya seperti orang-perorangan
(pedagang atau privat).
Karena itu tindakan-tindakan seperti itu yang
kemudian menimbulkan sengketa, dapat saja
diselesaikan di hadapan badan-badan peradilan
umum, arbitrase.
1.
Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus)
a. bahwa salah satu pihak atau kedua belah
pihak tidak berupaya menipu, menekan
atau menyesatkan pihak lainnya;
b. bahwa perubahan atas kesepakatan harus
berasal dari kesepakatan kedua belah
pihak.
 pengakhirankesepakatan atau revisi
terhadap muatan kesepakatan harus
pula berdasarkan pada kesepakatan kedua
belah pihak
2. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara
Penyelesaian Sengketa
 prinsip dimana para pihak memiliki
kebebasan penuh untuk menentukan dan
memilih cara atau mekanisme bagaimana
sengketanya diselesaikan (principle of free
choice of means).
3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum
 prinsip kebebasan para pihak untuk
menentukan sendiri hukum apa yang akan
diterapkan (bila sengketanya diselesaikan) oleh
badan peradilan (arbitrase) terhadap pokok
sengketa
 Kebebasan para pihak untuk menentukan
hukum ini termasuk kebebasan untuk
memilih kepatutan dan kelayakan
(ex aequo et bono).
Yang terakhir ini adalah sumber di mana
pengadilan akan memutus sengketa
berdasarkan prinsip-prinsip keadilan,
kepatutan atau kelayakan suatu penyelesaian
sengketa
4. Prinsip Itikad Baik (Good Faith)
Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan
adanya itikad baik dari para pihak dalam
menyelesaikan sengketanya.
ada 2 hal yg di persyaratkan dalam prinsip
ini:
a. prinsip itikad baik disyaratkan untuk
mencegah timbulnya sengketa yang dapat
mempengaruhi hubungan-hubungan baik
di antara negara
b. prinsip ini disyaratkan harus ada ketika
para pihak menyelesaikan sengketanya
melalui cara-cara penyelesaian
sengketa yang dikenal dalam hukum
(perdagangan) internasional, yakni
negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase,
pengadilan atau cara-cara pilihan para
pihak lainnya
5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies
 sebenarnya semula lahir dari prinsip hukum
kebiasaan internasional. Dalam upayanya
merumuskan pengaturan mengenai prinsip
ini, Komisi Hukum Internasional PBB
(International Law Commission) memuat
aturan khusus mengenai prinsip ini dalam
pasal 22 mengenai ILC Draft Articles on State
Responsibility
Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan
internasional menetapkan bahwa sebelum
para pihak mengajukan sengketanya ke
pengadilan internasional, maka langkahlangkah penyelesaian sengketa yang
tersedia atau diberikan oleh hukum nasional
suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh
(exhausted).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
NEGOSIASI
MEDIASI
KONSILIASI
INQUIRY / PENYELIDIKAN
ARBITRASE
AJUDIKASI (PENYELESAIAN MELALUI
PENGADILAN)
Pilihan hukum (choice of law, proper law atau
applicable law) suatu hukum nasional dari
Suatu negara t3 tidak berarti bhw
badan peradilan negara tsb scr otomatis yang
berwenang menyelesaikan sengketanya. Yang
terakhir ini disebut juga choice of forum
 choice of law tidak sama dengan choice of
forum.
Peran choice of law di sini adalah hukum yang
akan digunakan oleh badan peradilan
(pengadilan atau arbitrase) untuk:
1. menentukan keabsahan suatu kontrak
dagang;
2. menafsirkan suatu kesepakatankesepakatan dalam kontrak;
3. menentukan telah dilaksanakan atau tidak
dilaksanakannya suatu prestasi
(pelaksanaan suatu kontrak dagang); dan
4. menentukan akibat-akibat hukum dari
adanya pelanggaran terhadap kontrak
Hukum yang akan berlaku ini dapat mencakup
beberapa macam hukum. Hukum-hukum
tersebut adalah:
1. hukum yang akan diterapkan terhadap
pokok sengketa (applicable substantive law
atau lex causae);
2.
hukum yang akan berlaku untuk
persidangan (procedural law);
Note : hukum yg berlaku tergantung pada
kesepakatan para pihak
Kebebasan dalam memilih hukum yang berlaku ini
(lex causae) sudah barang tentu ada batasbatasnya. Yaitu:
(1) tidak bertentangan dengan UU atau ketertiban
umum;
(2) kebebasan tersebut harus dilaksanakan
dengan itikad baik;
(3) hanya berlaku untuk hubungan dagang;
(4) hanya berlaku dalam bidang hukum kontrak
(dagang);
(5) tidak berlaku untuk menyelesaikan sengketa
tanah; dan
(6) tidak untuk menyelundupkan hukum.
Pelaksanaan putusan alternatif penyelesaian
sengketa
 tergantung itikad baik para pihak
2. Pelaksanaan putusan arbitrase (asing)
3. Pelaksanaan putusan pengadilan
Untuk supaya putusan tersebut dapat dilaksanakan
di suatu negara lain, ada dua kemungkinan berikut:
1.
(1) menyidangkan kembali kasus tersebut dari awal
sebagai suatu sengketa baru di pengadilan
tersebut (di mana putusan dimintakan
pelaksanaannya);
(2) pelaksanaan putusan pengadilan di suatu
negara dapat dilaksanakan apabila negaranegara yang terkait (kedua negara, dimana
pelaksanaa putusan dimintakan) terikat baik
apda suatu perjanjian bilateral atau perjanjian
multilateral mengenai pelaksanaan putusan
pengadilan di bidang sengketasengketa
dagang (padanan kata asingnya yaitu
sengketa-sengketa komersial).
Download