BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN

advertisement
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG
Match Day 14
METODE PENYELESAIAN SENGKETA
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. Introduction
Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai dari jual
beli barang, pengiriman dan penerimaan barang, produksi barang dan jasa
berdasarkan suatu kontrak dan lain-lain. Semua transaksi tersebut sarat dengan
potensi melahirkan sengketa.1
Istilah sengketa internasional menurut J.G Starke bukan saja mencakup
sengketa antara negara-negara, melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam
lingkup pengaturan internasional, yakni beberapa kategori sengketa tertentu antara
negara di satu pihak dan individu-individu, badan-badan korporasi serta badanbadan bukan negara di pihak lain.2
Umumnya sengketa-sengketa dagang kerap didahului oleh penyelesaian oleh
negosiasi. Jika cara penyelesaian ini gagal atau tidak berhasil, barulah ditempuh
cara-cara lainnya seperti penyelesaian melalui pengadilan atau arbitrase.3 Langkahlangkah yang ditempuh untuk menyelesaikan sebuah sengketa seringkali didasarkan
pada suatu perjanjian antara para pihak. Langkah biasa yang sering ditempuh adalah
memasukkan suatu klausul penyelesaian sengketa ke dalam kontrak atau perjanjian
yang mereka buat.
Pada dasarnya, selain melalui forum pengadilan atau arbitrase, para pihak
dapat pula menyerahkan sengketanya kepada cara alternative penyelesaian sengketa
yang lazim dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution) atau APS (Alternatif
Penyelesaian Sengketa)
B. Para Pihak Dalam Sengketa Dagang Internasional4
Dalam uraian berikut, para pihak yang menjadi pembahasan dibatasi pada
pihak pedagang (badan hukum dan individu) dan negara. Karena sifat dari hukum
perdagangan internasional adalah lintas batas, pembahasan pun dibatasi hanya
antara pedagang dan pedagang serta pedagang dan negara asing.
1
2
3
4
Huala Adolf, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 191.
J.G.Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 645.
Huala Adolf, Op.cit.
Disarikan dari Ibid., hlm. 194-195.
1. Sengketa antara padagang dan pedagang
Sengketa antara pedagang dan pedagang adalah sengketa yang sering dan paling
banyak terjadi. sengketanya diselesaikan melalui berbagai cara. Cara tersebut
semuanya bergantung pada kebebasan dan kesepakatan para pihak.
2. Sengketa antara pedagang dan negara asing
Kontrak-kontrak dagang antara pedagang dan negara sudah lazim ditandatangani.
Kontrak-kontrak seperti ini biasanya dalam jumlah (nilai) yang relatif besar.
Termasuk di dalamnya adalah kontrak-kontrak pembangunan (development
contracts), misalnya kontrak di bidang pertambangan.
Yang menjadi masalah adalah adanya konsep imunitas negara, suatu negara
dalam situasi apapun tidak akan pernah dapat diadili di hadapan badan-badan
peradilan asing. Namun demikian, hukum internasional ternyata flexibel, hukum
internasional tidak semata-mata mengakui atribut negara sebagai subjek hukum
internasional yang sempurna (par excellence). Hukum internasional menghormati
pula individu (pedagang) sebagai subjek hukum internasional terbatas.
Oleh karena itu dalam hukum internasional berkembang pengertian jure
imperii dan jure gestiones. Jure imperii adalah tindakan-tindakan negara di bidang
publik dalam kapasitasnya sebagai suatu negara berdaulat. Oleh karena itu,
tindakan-tindakan seperti itu tidak akan pernah dapat diuji atau diadili di hadapan
badan peradilan.
Jure gestiones, yaitu tindakan-tindakan negara di bidang keperdataan atau
dagang. Oleh karena itu, tindakan-tindakan seperti itu tidak lain adalah tindakantindakan negara dalam kapasitasnya seperti orang-perorangan (pedagang atau
privat), sehingga tindakan-tindakan seperti itu dapat dianggap sebagai tindakan
sebagaimana layaknya para pedagang biasa. Oleh karena itu, tindakan-tindakan
seperti itu yang kemudian menimbulkan sengketa dapat saja diselesaikan di hadapan
badan-badan peradilan umum, arbitrase, dan lain-lain.
C. Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Dagang Internasional5
Terdapat beberapa prinsip dalam penyelesaian sengketa perdagangan
internasional. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Prinsip kesepakatan para pihak (consensus)
Prinsip kesepakatan merupakan prinsip fundamental dalam menyelesaiakan
sengketa perdagangan internasional. Prinsip inilah yang menjadi dasar untuk
dilaksanakan atau tidaknya suatu proses penyelesaian sengketa. Prinsip ini pula
5
Ibid., hlm 196-199.
dapat menjadi dasar apakah suatu proses penyelesaian sengketa yang sudah
berlangsung diakhiri.
2. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa
Prinsip ini juga penting, dimana para pihak memiliki kebebasan penuh untuk
menentukan
dan
memilih
cara
atau
mekanisme
bagaimana
sengketanya
diselesaikan (principle of free choice of means).
3. Prinsip kebebasan memilih hukum
Para pihak bebas menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan (bila
sengketanya diselesaikan) oleh badan peradilan arbitrase terhadap pokok
sengketa. Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk
kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono). Prinsip
yang terakhir ini adalah sumber dimana pengadilan akan memutus sengketa
berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, kepatutan atau kelayakan suatu penyelesaian
sengketa.
4. Prinsip iktikad baik (good faith)
Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya iktikad baik dari para pihak
dalam menyelesaikan sengketanya. Dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini
tercermin dalam dua tahap. Pertama, prinsip iktikad baik disyaratkan untuk
mencegah timbulnya sengketa yang dapat mempengaruhi hubungan-hubungan
baik di antara negara. Kedua, prinsip ini disyaratkan harus ada ketika para pihak
menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara penyelesaian sengketa yang dikenal
dalam hukum perdagangan internasional, yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi,
arbitrase, pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak lainnya.
5. Prinsip exhaustion of local remedies
Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum
para pihak mengajukan sengketanya ke pangadilan internasional, langkah-langkah
penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu
negara harus ditempuh terlebih dahulu (exhausted).
D. Forum Penyelesaian Sengketa Dagang Internasional6
Forum penyelesaian sengketa perdagangan internasional pada prinsipnya
sama dengan forum yang dikenal dalam hukum penyelesaian sengketa hukum
(internasional) pada umumnya. Forum tersebut antara lain:
6
Ibid., hlm. 200-213.
1. Negosiasi
Adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua
digunakan. Alasan utama digunakan cara ini adalah karena para pihak dapat
mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya. Setiap penyelesaiannya pun
didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak. Kelemahan utama dalam
penggunaan cara ini adalah, pertama ketika para pihak berkedudukan tidak
seimbang. Salah satu pihak kuat, yang lain lemah. Dalam keadaan ini, salah satu
pihak kuat berada dalam posisi menekan pihak lainnya. Hal ini acap kali terjadi ketika
kedua belah pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka.
Kelemahan kedua adalah proses berlangsungnya negosiasi acap kali lambat
dan bisa memakan waktu lama. Ini terutama karena sulitnya permasalahanpermasalahan yang timbul di antara para pihak. Selain itu jarang sekali ada
persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya melalui negosiasi ini.
Kelemahan
ketiga
adalah
ketika
suatu
pihak
terlalu
keras
dengan
pendiriannya. Keadaan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi ini menjadi tidak
produktif.
Mengenai pelaksanaan negosiasi, prosedur-prosedur yang terdapat di
dalamnya perlu dibedakan sebagai berikut. Pertama, negosiasi digunakan ketika
suatu sengketa belum lahir (disebut pula sebagai konsultasi); dan kedua, negosiasi
digunakan ketika suatu sengketa telah lahir, prosedur negosiasi ini merupakan
proses penyelesaian sengketa oleh para pihak (dalam arti negosiasi).
2. Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga
tersebut bisa individu (pengusaha) atau lembaga atau organisasi profesi atau
dagang. Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya ia, dengan
kapasitasnya sebagai pihak netral, berupaya mendamaikan para pihak dengan
memberikan saran penyelesaian sengketa.
Usulan-usulan penyelesaian melalui mediasi dibuat agak tidak resmi
(informal). Usulan ini dibuat berdasarkan informasi-informasi yang diberikan oleh
para pihak, bukan atas penyelidikannya. Jika usulan tersebut tidak diterima, mediator
masih dapat tetap melanjutkan fungsi mediasinya dengan membuat usulan-usulan
baru.
Gerald Cooke menggambarkan kelebihan mediasi adalah quick, cheap and
effective result. Cooke juga dengan benar mengingatkan bahwa penyelesaian melalui
mediasi ini tidaklah mengikat. Artinya, para pihak meski telah sepakat untuk
menyelesaikan sengketanya melalui mediasi, namun mereka tidak wajib atau harus
menyelesaikan sengketanya melalui mediasi.
3. Konsiliasi
Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi. Kedua cara melibatkan pihak
ketiga untuk menyelesaikan sengketanya secara damai. Sulit dibedakan antara
keduanya, namun menurut Behrens, konsiliasi lebih formal daripada mediasi.
Konsiliasi bisa juga diselesaikan oleh seorang individu atau suatu badan yang disebut
dengan badan atau komisi konsiliasi. Komisi konsiliasi bisa yang sudah terlembaga
atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun, putusannya tidaklah mengikat
para pihak.
Persidangan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri dari dua tahap yaitu
tahap tertulis dan tahap lisan. Pertama, sengketa (yang diuraikan secara tertulis)
diserahkan kepada badan konsiliasi. Kemudian, badan ini akan mendengarkan
keterangan lisan dari para pihak. Para pihak dapat hadir pada tahap pendengaran
tersebut, tetapi bisa juga diwakili oleh kuasanya. Berdasarkan fakta-fakta yang
diperolehnya, konsiliator atau badan konsiliasi akan menyerahkan laporannya kepada
para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan-usulan penyelesaian sengketanya.
Sekali lagi, usulan ini sifatnya tidaklah mengikat. Oleh karena itu, diterima tidaknya
usulan tersebut bergantung sepenuhnya kepada para pihak.
Contoh komisi konsiliasi yang sudah terlembaga adalah bentukan Bank dunia
untuk menyelesaikan sengketa penanaman modal asing yaitu the ICSID Rules of
Procedure for Consiliation Proceedings (Conciliation Rules).
4. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga
netral. Pihak ketiga ini bisa individu, arbitrase terlembaga atau arbitrase sementara
(ad hoc). Beberapa kelebihan arbitrase adalah sebagai berikut:
a) Penyelesaiannya relatif lebih cepat daripada proses berperkara melalui
pengadilan.
b) Sifat kerahasiannya, baik kerahasiaan mengenai persidangannya maupun
kerahasiaan putusan arbitrasenya.
c) Para pihak memiliki kebebasan untuk memilih “hakimnya” (arbiter) yang
menurut mereka netral dan ahli atau spesialis mengenai pokok sengketa yang
mereka hadapi.
d) Dimungkinkannya para arbiter untuk menerapkan sengektanya berdasarkan
kelayakan dan kepatutan (apabila memang para pihak menghendakinya)
e) Putusan arbitrasenya relatif dapat dilaksanakan di negara lain dibandingkan
apabila sengketa tersebut diselesaikan melalui misalnya pengadilan.
Lembaga-lembaga arbitrase yang ada dalam perdagangan inetrnasional
antara lain London Court of International Arbitration (LCIA), the Court of Arbitration
of the International Chamber of Commerce (ICC), the Arbitration Institute of the
Stockholm Chamber of Commerce (SCC) dan Model Law on International Commercial
Arbitration.
5. Pengadilan (Nasional dan Internasional)
Metode yang memungkinkan untuk menyelesaikan sengketa selain cara-cara
di atas adalah melalui pengadilan nasional atau internasional. Penggunaan cara ini
biasanya ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil.
Penyelesaian
sengketa
dagang
melalui
badan
peradilan
biasanya
dimungkinkan ketika para pihak sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam klausul
penyelesaian sengketa dalam kontrak dagang para pihak. Dalam klausul tersebut
biasanya ditegaskan bahwa jika timbul sengketa dari hubungan dagang mereka,
mereka sepakat untuk menyerahakan sengketanya kepada suatu pengadilan (negeri)
suatu negara tertentu. Kemungkinan kedua para pihak dapat menyerahkan
sengketanya kepada badan pengadilan internasional. Salah satu badan peradilan
yang menangani sengketa dagang ini misalnya saja adalah WTO. Namun, perlu
ditekankan disini bahwa WTO hanya menangani sengketa antar negara anggota
WTO. Umumnya pun sengketanya lahir karena adanya suautu pihak (pengusaha
atau negara) yang dirugikan karena adanya kebijakan perdagangan negara lain
anggota WTO yang merugikannya.
Alternatif lain adalah melalui Mahkamah Internasional (International Court of
Justice) namun penyelesaian sengketa ke Mahkamah Internasional, menurut hasil
pengamatan beberapa sarjana kurang diminati oleh negara-negara. Bentuk lainnya
adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus.
E. Hukum Yang Berlaku7
Masalah hukum yang akan diberlakukan atau diterapkan oleh badan peradilan
termasuk arbitrase adalah salah satu masalah krusial dalam hukum kontrak
internasional, termasuk dalam hukum perdagangan internasional. Perlu ditegaskan
disini bahwa pilihan hukum (choice of law, proper law atau applicable law) suatu
7
Ibid., hlm. 213-215
hukum nasional dari suatu Negara tertentu tidak berarti bahwa badan peradilan
negara tersebut secara otomatis yang berwenang menyelesaikan sengketanya. Yang
terakhir ini disebut juga choice of forum. Artinya, choice of law tidak sama dengan
choice of forum.
Peran choice of law disini adalah hukum yang akan digunakan oleh badan
peradilan (pengadilan atau arbitrase) untuk:
1. Menentukan keabsahan suatu kontrak dagang;
2. Menafsirkan suatu kesepakatan-kesepakatan dalam kontrak;
3. Menentukan telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu prestasi
(pelaksanaan suatu kontrak dagang); dan
4. Menentukan akibat-akibat hukum dari adanya pelanggaran terhadap kontrak.
Hukum yang akan berlaku ini dapat mencakup beberapa macam hukum.
Hukum-hukum tersebut adalah:
1. Hukum
yang
akan
diterapkan
terhadap
pokok
sengketa
(applicable
substantive law atau lex causae)
2. Hukum yang akan berlaku untuk persidangan (procedural law)
Hukum yang akan berlaku akan sedikit banyak bergantung pada kesepakatan
para pihak. Hukum yang akan berlaku tersebut dapat berupa hukum nasional suatu
negara tertentu. Biasanya hukum nasional tersebut ada atau terkait dengan
nasionalitas salah satu pihak. Cara pemilihan inilah yang lazim diterapkan dewasa ini.
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak sepakat mengenai salah satu
hukum nasional tersebut, biasanya kemudian mereka akan berupaya mencari hukum
nasional yang lebih netral.
Alternatif
lainnya
yang
memungkinkan
dalam
hukum
perdagangan
internasional adalah menerapkan prinsip-prinsip kepatutan dan kelayakan (ex aequo
et bono). Namun demikian, penerapan prinsip ini pun harus berdasarkan pada
kesepakatan para pihak.
F. Pelaksanaan Putusan Sengketa Dagang8
Dalam bagian ini, akan melihat secara singkat pelaksanaan dari putusan dari
masing-masing cara penyelesaian sengketa.
1. Pelaksanaan Putusan APS/ADR
Penyelesaian sengketa melalui alternative penyelesaian sengketa (APS)
memiliki resiko yang cukup tinggi dalam hal pihak yang kalah tidak mau
melaksanakan putusan yang dikeluarkan. Apalagi kalau putusan APS tersebut dibuat
8
Ibid., hlm. 219-223.
di luar negeri. Pelaksanaan putusan melalui APS lebih banyak bergantung pada
Iktikad baik para pihaknya.
2. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
Kendala dalam masalah ini adalah pelaksanaan (eksekusi) putusan oleh pihak
yang kalah. Untuk di Indonesia putusan arbitrase asing diatur dalam UU Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Bab VI tentang
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Bagian Kedua tentang Arbitrase Internasional Pasal
65-69.
3. Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Masalah pelaksanaan putusan pengadilan juga masih menjadi masalah yang
cukup serius. Pengadilan merupakan refleksi kedaulatan negara dalam mengadili
sesuatu sengketa. Oleh karena itu, utusan pengadilan tidak secara otomatis dapat
dilaksanakan di wilayah kedaulatan negara lain.
Supaya putusan tersebut dapat dilaksanakan di suatu negara lain, ada dua
kemungkinan, yaitu:
a. Menyidangkan kembali kasus tersebut dari awal sebagai suatu sengketa baru di
pengadilan tersebut (dimana putusan dimintakan pelaksanaannya);
b. Pelaksanaan putusan pengadilan di suatu negara dapat dilaksanakan apabila
negara-negara terkait (kedua negara, dimana pelaksana putusan dimintakan)
terikat baik pada suatu perjanjian bilateral atau multilateral mengenai
pelaksanaan
putusan
pengadilan
di
bidang
sengketa-sengketa
dagang
(padanan kata asingnya yaitu sengketa-sengketa komersial).
Melihat dua kemungkinan di atas, maka kemungkinan kedua merupakan
alternatif yang cukup layak. Sayangnya, perjanjian-perjanjian seperti ini baru berupa
perjanjian bilateral dan regional di Eropa Barat.
MP7™
Download