Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Kompetisi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kompetensi Interpersonal
1. Pengertian Kompetensi Interpersonal
Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan
interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam
Anastasia, 2004). Kompetensi menurut Poerwadarminta
(dalam Anastasia, 2004) adalah suatu kesanggupan,
kecakapan, dan kekuatan yang dapat diukur dari tingkah
laku. Kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan yang dimiliki
misalnya menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Sementara yang dimaksud dengan hubungan interpersonal
menurut Kartono (dalam Anastasia, 2004) adalah hubungan
antara individu-individu, di mana individu yang satu dengan
yang lain saling memengaruhi.
Dalam kaitan dengan hubungan interpersonal,
kompetensi interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach
(dalam Anastasia, 2004) adalah kemampuan individu untuk
melakukan komunikasi secara efektif. Ditambahkan oleh De
Vito (dalam Anastasia, 2004) berkomunikasi secara efektif
tersebut ditandai oleh karakteristik-karakteristik psikologis
tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan
membina
hubungan
antar
pribadi
yang
baik
dan
memuaskan. Di dalamnya termasuk pengetahuan tentang
konteks yang ada dalam interaksi, pengetahuan tentang
perilaku
non-verbal
orang
9
lain,
kemampuan
untuk
10
menyesuaikan komunikasi dengan konteks dari interaksi
yang sedang berlangsung, menyesuaikan dengan orang yang
ada dalam interaksi tersebut.
Buhrmester dkk (dalam Nashori, 2003) mengatakan
bahwa kompetensi interpersonal meliputi kemampuan
berinisiatif membina hubungan interpersonal, kemampuan
membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan
untuk memberikan dukungan emosional dan kemampuan
untuk mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul
dalam hubungan interpersonal.
Dari
beberapa
teori
di
atas
peneliti
ingin
menggunakan definisi dari Buhrmester dkk hal ini
dikarenakan definisi dari Buhrmester dkk sudah mencakup
semua pengertian dari teori-teori kompetensi interpersonal
yang sudah peneliti tuliskan yang mana definisi dari
Buhrmester dkk (dalam Nashori, 2003) mengatakan bahwa
kompetensi interpersonal meliputi kemampuan berinisiatif
membina hubungan interpersonal, kemampuan membuka
diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan untuk
memberikan dukungan emosional dan kemampuan untuk
mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul
dalam hubungan interpersonal.
2. Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal
Kompetensi interpersonal memiliki beberapa aspek.
Menurut
Buhrmester
dkk.
(dalam
Nashori,
2003),
kompetensi interpersonal meliputi aspek-aspek berinisiatif
untuk memulai suatu hubungan interpersonal, kemampuan
membuka
diri,
kemampuan
untuk
bersikap
asertif,
11
kemampuan
untuk
memberikan
dukungan
emosional
kepada orang lain, serta kemampuan mengelola dan
mengatasi konflik dengan orang lain, yang mana penjelasan
setiap
aspek-aspek
kompetensi
interpersonal
dari
Buhrmester dkk tersebut diuraikan oleh Nashori.
a. Kemampuan Berinisiatif.
Menurut Buhrmester dkk. (dalam Nashori,
2003), inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu
bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain atau
dengan lingkungan sosial yang lebih besar.
b. Kemampuan untuk Bersikap Terbuka (Self Disclosure).
Kemampuan membuka diri sangat berguna agar
perkenalan yang sudah berlangsung dapat berkembang
ke hubungan yang lebih pribadi dan mendalam. Kartono
dan Gulo (dalam Nashori, 2003) mengungkapkan bahwa
self disclosure adalah suatu proses yang dilakukan
seseorang hingga dirinya dikenal oleh orang lain. Dalam
pengungkapan diri, menurut Wrightsman dan Deaux
(dalam Nashori, 2003), seseorang mengungkapkan
informasi yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan
memberikan perhatian kepada orang lain, sebagai suatu
bentuk penghargaan yang akan memperluas kesempatan
terjadinya sharing.
c. Kemampuan untuk Bersikap Asertif.
Dalam
seringkali
konteks
harus
komunikasi
mampu
interpersonal
mengungkapkan
ketidaksetujuan atas berbagai macam hal atau peristiwa
yang tidak sesuai dengan alam pikirannya. Itu berarti
12
diperlukan adanya asertivitas dalam diri orang tersebut.
Menurut Perlman dan Cozby (dalam Nashori, 2003),
asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu
untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas
dan dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas.
Diungkapkan oleh Calhoun dan Acocella (dalam
Nashori, 2003), bahwa kemampuan bersikap asertif
adalah kemampuan untuk meminta orang lain untuk
melakukan sesuatu yang diinginkan atau menolak untuk
melakukan hal yang tidak diinginkan.
d. Kemampuan Memberikan Dukungan Emosional.
Kemampuan memberikan dukungan emosional
sangat berguna untuk mengoptimalkan komunikasi
interpersonal antardua pribadi. Menurut Barker dan
Lemle (dalam Nashori, 2003), dukungan emosional
mencakup
kemampuan
untuk
menenangkan
dan
memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang
tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah.
Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri
seseorang. Menurut Kartono dan Gulo (dalam Nashori,
2003), empati adalah kemampuan untuk memahami
perasaan emosi orang lain. Orang yang memiliki
kemampuan untuk berempati tinggi akan memiliki
keinginan untuk menolong yang tinggi pula.
e. Kemampuan dalam Mengatasi Konflik.
Setiap hubungan antar pribadi mengandung
unsur-unsur
konflik
atau
perbedaan
kepentingan.
Johnson (dalam Nashori, 2003) mengatakan konflik
13
merupakan situasi yang ditandai oleh adanya tindakan
salah satu pihak yang menghalangi, menghambat, dan
mengganggu tindakan pihak lain. Dalam situasi konflik
terjadi empat kemungkingan, yaitu memutuskan untuk
mengakhiri hubungan, mengharapkan keadaan membaik
dengan sendirinya, menunggu masalah lebih memburuk,
dan berusaha menyelesaikan permasalahan (dalam
Nashori, 2003).
Sementara, the personal psychology centre (dalam
Nashori,
2000)
menyatakan
8
aspek
kompetensi
interpersonal yaitu :
a. Kemampuan Empati
Yaitu kemampuan untuk dapat merasakan apa
yang sedang dirasakan oleh orang lain.
b. Kemampuan Membangun Diri
Yaitu kemampuan membangun, memotivasi,
mendukung diri sendiri, seperti konsep diri yang positif.
c. Kemampuan Bekerja Sama
Yaitu kemampuan melakukan hubungan timbal
balik yang saling menguntungkan dengan orang lain,
seperti perilaku saling bekerja sama dalam suatu
kepantiaan.
d. Kemampuan dalam Negosiasi
Yaitu
kemampuan
untuk
melakukan
perundingan atau negosiasi dengan orang lain atau dapat
melakukan hubungan persuasif dengan orang lain.
14
Seperti menjadi juru bicara terhadap pihak yang sedang
bertikai.
e. Kemampuan Diplomasi
Yaitu kemampuan untuk melakukan hubungan
dengan sekelompok orang atau organisasi guna tujuan
yang lebih besar.
f. Kemampuan Manajemen Konflik
Kemampuan untuk memecahkan masalah dan
mencari solusi atau nasalah yang sedang dihadapi
dengan tidak ada pihak yang dirugikan.
g. Kemampuan Menghargai Orang Lain
Kemampuan
untuk
menghargai
dan
menghormati orang lain dan memperlakukan orang lain
dengan hormat.
h. Kemampuan Menjadi Tim
Kemampuan untuk dapat bekerja sama dengan
orang lan dalam suatu kelompok kerja, sehingga dapat
menjadi tim kerja yang kompak dan produktif.
Berdasarkan
menggunakan
uraian
aspek
di
atas,
kompetensi
peneliti
interpersonal
akan
dari
Buhrmester dkk (dalam Nashori, 2003) yaitu lima aspek
yang meliputi kemampuan berinisiatif, kemampuan untuk
bersikap terbuka (self disclosure), kemampuan untuk
bersikap
asertif,
kemampuan
memberikan
dukungan
emosional, kemampuan dalam mengatasi konflik. Untuk
selanjutnya kelima aspek tersebut akan dijadikan indikator
alat ukur kompetensi interpersonal dalam penelitian, untuk
15
mengungkap sejauh mana kompetensi interpersonal subjek
penelitian.
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kompetensi Interpersonal
Faktor-faktor
yang
dinilai
memiliki
peranan
terhadap kompetensi interpersonal adalah faktor-faktor
internal individu, di antaranya adalah konsep diri (dalam
Nashori, 2003) dan kematangan beragama. Sejauh mana
tingkat kompetensi interpersonal seseorang juga bergantung
kepada sejauh mana persepsi seseorang terhadap dirinya.
Kalau persepsi terhadap diri sendiri positif, seseorang akan
cenderung melakukan komunikasi interpersonal dengan
orang lain secara baik. Konsep diri yang ada dalam diri
seseorang diduga memiliki sumbangan terhadap kompetensi
interpersonal seseorang. Hasil penelitian Nashori (dalam
Nashori, 2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara konsep diri dan kompetensi interpersonal mahasiswa.
Semakin tinggi konsep diri semakin tinggi kompetensi
interpersonalnya.
Kematangan
beragama
yang
ada
dalam
diri
seseorang juga memengaruhi kompetensi interpersonalnya.
Bila individu dapat mengetahui dan menghayati ajaran
agama secara mendalam, serta memiliki konsistensi moral
terhadapnya, mereka memiliki sebagian dari ciri-ciri orang
yang matang dalam beragama. Orang yang memiliki
kematangan beragama dinilai memiliki modal untuk
memiliki kompetensi interpersonal. Hasil penelitian yang
dilakukan Nashori (2003) menunjukkan bahwa semakin
16
tinggi kematangan beragama semakin tinggi kompetensi
interpersonalnya.
Menurut Willis (1981) ada dua faktor yang
memengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor internal
yang berasal dari dalam diri individu yang merupakan
karakteristik yang khas dari diri individu dan faktor
eksternal yaitu faktor di luar individu yang memengaruhi
kompetensi interpersonal seseorang.
a. Faktor Internal
Menurut Willis (1981) terdapat tujuh faktor
internal dalam kompetensi interpersonal, yaitu :
1. Usia
Semakin individu bertambah usia, bertambah
dewasa individu semakin banyak melakukan kontak
dengan orang lain individu belajar bagaimana
bersikap terhadap orang lain.
2. Jenis Kelamin
Pada hakekatnya laki-laki dan perempuan
mempunyai kompetensi interpersonal yang sama.
3. Konsep Diri
Merupakan kemampuan untuk menerima diri
apa
adanya
dengan
segala
kelebihan
dan
kekurangan. Dengan konsep diri seseorang dapat
memiliki cara pandang yang menyeluruh tentang
dirinya
sendiri
berdasarkan
interaksi dengan orang lain.
4. Kemampuan Menyesuaikan Diri
pengalaman
dan
17
Kemampuan seseorang dalam melakukan
penyesuaikan secara wajar dengan lingkungan
sekitarnya.
5. Kemampuan Berempati
Kemampuan untuk merasakan apa yang
orang lain rasakan. Empati merupakan inti dari
hubungan interpersonal.
6. Kemampuan Menghargai Orang lain
Untuk dapat diterima oleh orang lain, maka
individu harus bisa untuk dapat menghargai orang
lain dengan baik.
7. Kemampuan Berkomunikasi
Dengan melakukan komunikasi dengan baik,
maka apa yang individu sampaikan dapat di tangkap
dengan baik oleh lawan bicaranya.
b. Faktor Eksternal
Menurut Willis (1981) terdapat empat faktor
eksternal dalam kompetensi interpersonal, yaitu:
1. Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal berpengaruh
besar terhadap perkembangan jiwa seseorang bila
lingkungan menunjang. Seperti adanya fasilitas yang
memadai untuk saling berinteraksi, maka diharapkan
pula individu akan menampilkan sikap yang
bersahabat dalam pergaulan.
2. Pola Asuh Orang Tua
18
Di dalam keluarga, anak akan menuruni
perasaan dan sikap, di samping bahasa, tingkah laku
dan perbuatan orang tua untuk berperilaku.
3. Latar Belakang Sosial Pendidikan dan Ekonomi
Latar
ekonomi
belakang
sangat
besar
sosial
pendidikan
pengaruhnya
dan
terhadap
kompetensi interpersonal masing-masing remaja.
4. Dominasi Kelompok
Pergaulan pada remaja sangat dipengaruhi
oleh lingkungan sekitarnya, terutama oleh dominasi
kelompok sekitar maupun di dalam lingkungan di
mana remaja itu berada.
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi
kompetensi
interpersonal
yaitu:
faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah Usia,
Jenis Kelamin, Konsep diri, kemampuan penyesuaian diri,
kemampuan berempati, kemampuan menghargai orang lain
dan kemampuan berkomunikasi. Sedangkan yang termasuk
faktor eksternal antara lain lingkungan, pola asuh orang tua,
status sosial ekonomi, dominasi kelompok dan latar
belakang pendidikan.
B. Kematangan Emosi
1. Pengertian Kematangan Emosi
Menurut kamus psikologi (Kartono dan Gulo, 2003)
kematangan emosi merupakan proses dimana individu
19
menjadi dewasa secara emosional, tidak terombang-ambing
oleh motif-motif kekanak-kanakan dan terkadang sering
dikaitkan dengan kematangan sosial. Budiharjo (dalam
Prastyaningsih, 2005) menyatakan bahwa kematangan
emosi adalah kecenderungan untuk mengadakan tanggapan
emosional yang matang sesuai usia seseorang dan
lingkungan masyarakat sekitarnya.
Dictionary of Behavioral Science karangan Wolman
(dalam Pratiwi, 2005) mendefinisikan kematangan emosi
sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi
dan permunculan perilaku emosi yang tepat sesuai dengan
usia dewasa daripada bertingkah laku seperti anak-anak.
Green (dalam Safaria dan Farni, 2006) yang
menyatakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan
seseorang untuk menyesuaikan diri, menempatkan diri, dan
menghadapi berbagai kondisi dengan suatu cara tertentu
Chaplin (2001) mengartikan kematangan emosi
adalah
kedewasaan
psikologis
yang
merupakan
perkembangan sepenuhnya dari intelegensi dan proses
emosional. Sedangkan Meichati (1983) mengungkapkan
bahwa kematangan emosi adalah kesanggupan untuk
menghadapi tantangan hidup yang ringan maupun berat.
Menurut Walgito (2002) bila seseorang telah matang
emosinya, telah dapat mengendalikan emosinya, maka
individu akan dapat berpikir secara matang, berpikir secara
baik, dan berpikir secara obyektif.
Dari
beberapa
teori
di
atas
peneliti
ingin
menggunakan definisi dari Walgito hal ini dikarenakan
20
definisi dari Walgito sudah mencakup semua pengertian
dari teori-teori kematangan emosi yang sudah peneliti
tuliskan yang mana definisi dari Walgito (2002) yang
menyatakan bahwa bila seseorang telah matang emosinya,
telah dapat mengendalikan emosinya, maka individu akan
dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik, dan
berpikir secara obyektif.
2. Aspek-aspek Kematangan Emosi
Menurut Walgito (2002) mengenai kematangan
emosi ada beberapa tanda yang dapat diberikan yaitu :
a. Dapat menerima keadaan diri sendiri maupun orang lain
seperti apa adanya sesuai dengan keadaan obyektifnya.
Hal ini disebabkan oleh orang yang telah matang
emosinya dapat berpikir secara baik dan obyektif.
b. Tidak bersifat impulsif yaitu merespon stimulus dengan
cara berpikir baik, dapat mengatur pikirannya untuk
memberikan
tanggapan
terhadap
stimulus
yang
mengenainya.
c. Dapat mengontrol emosi dan ekspresi emosi secara baik.
d. Dapat berpikir obyektif sehingga orang yang telah
matang emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian
dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi yang
baik.
e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri
sendiri, tidak mudah mengalami frustrasi dan akan
menghadapi masalah dengan penuh pengertian.
21
Menurut Anderson (dalam Mappiare, 1983) aspekaspek kematangan emosi terdiri dari :
a. Kasih sayang
Individu mempunyai rasa kasih sayang yang dalam
dan dapat diwujudkan secara wajar terhadap orang lain
untuk pengembangan drinya.
b. Emosi terkendali
Individu dapat mengendalikan perasaannya terutama
terhadap orang lain.
c. Emosi terbuka-lapang
Individu menerima kritik dan saran dari orang lain
sehubungan dengan kelemahan yang diperbuat demi
pengembangan diri.
Hurlock (1991) mengemukakan ciri-ciri individu
yang telah memiliki kematangan emosi adalah :
a. Adanya kontrol emosi
Individu yang masak emosinya akan berusaha untuk
mengontrol dan mengendalikan emosi sehingga tingkah
lakunya dapat diterima oleh masyarakat.
b. Self-knowledge
Pengetahuan akan diri yang berhubungan dengan
matang emosi seseorang akan mempelajari kontrol
untuk memuaskan kebutuhannya.
c. Penggunaan mental kritis
Orang yang matang emosinya akan menilai secara
kritis sebelum merespon emosinya.
22
Berdasarkan
uraian
di
atas,
peneliti
akan
menggunakan aspek kematangan emosi dari Walgito (2002)
yaitu lima aspek yang meliputi menerima keadaan diri
sendiri, tidak bersifat impulsif, memiliki kontrol emosi,
berpikir obyektif, dan memiliki tanggung jawab. Karena
kelima aspek tersebut sudah mencakup semua aspek yang
dikemukakan oleh Anderson (dalam Mappiare, 1983).
Untuk selanjutnya kelima aspek tersebut akan dijadikan
indikator alat ukur kematangan emosi dalam penelitian,
untuk mengungkap sejauh mana kematangan emosi subjek
penelitian.
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kematangan Emosi
Young
(1985)
menyatakan
3
faktor
yang
memengaruhi kematangan emosi seseorang, yaitu
a. Faktor lingkungan individu yang bersangkutan termasuk
lingkungan keluarga, sosial, dan masyarakat.
b. Faktor pengalaman, yaitu pengalaman hidup yang
diperoleh individu akan memengaruhi kematangan
emosinya. Pengalaman yang menyenangkan akan
memberi pengaruh positif terhadap individu, akan tetapi
pengalaman yang tidak menyenangkan bila terulang
akan dapat memberikan pengaruh negatif terhadap
individu maupun kematangan emosi individu tersebut.
c. Faktor individu, persepsi pada setiap individu dalam
mengartikan suatu hal yang dapat menimbulkan gejolak
emosi pada diri individu. Hal ini disebabkan oleh
pikiran negatif, tidak realistis, dan tidak sesuai
kenyataan.
23
Hurlock (1991) mengungkapkan faktor-faktor yang
memengaruhi kematangan emosi yaitu, adanya tegangan
emosi, faktor keluarga seperti pemberian kasih sayang, rasa
aman, dan perhatian yang membantu seseorang menghadapi
masalahnya.
C. Remaja Tengah
1. Pengertian Remaja Tengah
Menurut Konopka, (dalam Agustiani, 2006), secara
umum membagi masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu :
Masa remaja awal (12-15 tahun), Masa remaja pertengahan
(15-18 tahun), masa remaja akhir (19-22 tahun).
Masa remaja menurut Mönks dkk (1999) secara
global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan
pembagian 12-15 tahun : masa remaja awal, 15-18 tahun :
masa remaja pertengahan, 18-21 tahun : masa remaja akhir.
Dari
beberapa
teori
di
atas
peneliti
ingin
menggunakan definisi dari Mönks dkk (1999) hal ini
dikarenakan definisi dari Mönks dkk sudah memiliki
kesamaan dari definisi-definisi remaja tengah yang sudah
peneliti tuliskan yang mana definisi remaja tengah menurut
Mönks dkk (1999) menyatakan bahwa remaja tengah
dimulai dari usia 15 hingga 18 tahun
2. Ciri-ciri Masa Remaja Tengah
Menurut Konopka (dalam Agustiani, 2006) ciri-ciri
remaja tengah yaitu :
a. Berkembangnya kemampuan berpikir yang baru
24
b. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting,
namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri
sendiri (self-directed).
c. Remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah
laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat
keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan
vokasional yang ingin dicapai
d. Penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi
individu.
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Tengah
Pikunas (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan
beberapa tugas perkembangan yang penting pada tahap
pertengahan dan akhir masa remaja, yaitu:
a. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan
hal-hal yang berkaitan dengan fisiknya.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan
figur-figur otoritas
c. Mengembangkan
keterampilan
dalam
komunikasi
interpersonal, belajar membina relasi dengan teman
sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun
dalam kelompok
d. Menemukan model untuk identifikasi
e. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan
dan sumber-sumber yang ada pada dirinya
f. Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang ada
g. Meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian
yang kekanak-kanakan
25
D. Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Kompetensi
Interpersonal
Tugas perkembangan remaja tengah menurut Pikunas
(dalam
Agustiani,
2006)
menyatakan
bahwa
tugas
perkembangan yang penting pada tahap pertengahan masa
remaja di antaranya adalah mengembangkan keterampilan
dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi dengan
teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun
dalam kelompok. Selain itu remaja tengah juga harus mampu
meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang
kekanak-kanakan.
Dari hal tersebut maka seorang remaja tengah dituntut
untuk memperluas pergaulan dan berinteraksi di lingkungan
sekitarnya dengan baik. Namun hal ini tentu saja bukanlah hal
yang mudah bagi seorang remaja tengah untuk menyesuaikan
diri pada lingkungan tempat dimana remaja tengah tersebut
berada. Hal ini dikarenakan seorang remaja tengah dituntut
untuk meninggalkan kebiasaaan-kebiasaannya di masa anakanak dan belajar menyesuaikan diri dengan norma-norma orang
dewasa.
Maka dari itu seorang remaja tengah perlu memiliki
kemampuan dalam melakukan hubungan interpersonal supaya
seorang
remaja
tengah
dapat
menjalankan
tugas-tugas
perkembangannya dengan baik. Penelitian Buhrmester (dalam
Anastasia, 2004) membuktikan bahwa kompetensi interpersonal
pada masa remaja berperan penting dalam keberhasilan remaja
menjalani kehidupan sosial di masa dewasa.
26
Menurut
Willis
(1981)
ada
dua
faktor
yang
memengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor internal dan
faktor eksternal, faktor internal itu sendiri meliputi usia, jenis
kelamin,
konsep
diri,
kemampuan
menyesuaikan
diri,
kemampuan berempati, kemampuan menghargai orang lain,
kemampuan berkomunikasi, dan faktor eksternal terdiri dari
lingkungan, pola asuh orang tua, latar belakang sosial
pendidikan dan ekonomi, dominasi kelompok.
Dari faktor-faktor yang telah dikemukakan oleh Willis
(1981) di atas di antaranya adalah kemampuan menyesuaikan
diri. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan
menyesuaikan
diri
merupakan
memengaruhi
perkembangan
salah
satu
kompetensi
faktor
yang
interpersonal.
Sedangkan kemampuan menyesuaikan diri memiliki hubungan
terhadap kematangan emosi, yang mana kematangan emosi
dapat memengaruhi perkembangan kemampuan menyesuaikan
diri. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan
Mahmoudi (2012) yang menyatakan bahwa ketika kematangan
emosional tinggi tingkat umum penyesuaian diri juga cukup
baik. Dari hal tersebut maka dapat dimungkinkan kematangan
emosi memiliki pengaruh terhadap perkembangan kompetensi
interpersonal.
Dari beberapa aspek-aspek kematangan emosi dari
Anderson (dalam Mapiare, 1983) di antaranya adalah kasih
sayang, bila seorang remaja tengah memiliki rasa kasih sayang
yang dalam dan mampu mengungkapkannya secara wajar
kepada orang lain, maka hal itu dapat membuat remaja tengah
menjadi mudah disukai oleh orang-orang di sekitarnya sehingga
27
dapat membantu seorang remaja tengah untuk menyesuaikan
diri di lingkungan remaja tengah berada. Hal ini juga didukung
oleh penelitian yang dilakukan Mahmoudi (2012) yang
menyatakan bahwa ketika kematangan emosional tinggi tingkat
umum penyesuaian diri juga cukup baik.
Menurut Meichati (1983) kematangan emosi adalah
kesanggupan untuk menghadapi tantangan hidup yang ringan
maupun berat. Dari pengertian tersebut maka dapat diketahui
bahwa dengan kematangan emosi yang baik maka akan
memudahkan seorang remaja tengah dalam mengatasi konflik
pada saat berhubungan dengan orang lain yang tentu saja akan
membantu
remaja
tengah
dalam
melakukan
hubungan
interpersonal.
Dari uraian di atas nampak bahwa kematangan emosi
merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh para remaja
tengah untuk mengembangkan kompetensi interpersonal remaja
tengah agar dapat menjalankan tugas-tugas perkembangan para
remaja tengah dengan baik.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Hipotesis alternatif (Ha : rxy > 0) : “Ada hubungan positif
signifikan antara kematangan emosi dengan kompetensi
interpersonal pada masa remaja tengah”
2. Hipotesis nihil (Ho : rxy ≤ 0)
positif
signifikan
antara
: “Tidak ada hubungan
kematangan
emosi
kompetensi interpersonal pada masa remaja tengah”
dengan
Download