Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kematangan Emosi 2.1.1. Kematangan Emosi Kinney (dalam Mokoginta, 2011) menyatakan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri kematangan emosi yaitu : a. Dapat berdiri sendiri dimana individu tidak terus menerus membutuhkan dukungan dari keluarga dan tidak tergantung pada nasehat dan perlindungan orangtuanya serta mampu mengambil keputusan sendiri. b. Mampu menerima sikap dan perilaku orang lain dimana cara berpikir, berperilaku dan berpakaian mirip teman sebaya, ia memiliki saluran sosial untuk energinya, jika ia berada dengan orang lain maka ia mampu menerima perbedaan itu. Menurut Manoharan dan Dr. Does, (dalam Wardani, 2011), orang yang matang emosinya adalah orang yang mampu menampilkan emosi sesuai dengan drajat kontrol yang wajar. Seperti orang yang akan mengekspresikan emosi dimana secara sosial cara tersebut diinginkan dan dia akan di pandu oleh kecerdasan dari pola emosinya. Menurut Young dalam Kusumawanta (2009) kematangan emosi adalah kemampuan individu untuk dapat mengontrol dan mengendalikan emosi yang dimilikinya. Menurut Sukadji (dalam Ratnawati, 2005) kematangan emosi adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengarahkan emosi dasar yang kuat kepada penyaluran yang mencapai satu tujuan, dan tujuan ini memuaskan diri sendiri dan dapat 1 diterima di lingkungan. Menurut Smithson dalam Panicker (2012) kematangan emosi adalah suatu proses di mana kepribadian terus berjuang untuk rasa yang lebih besar dari kesehatan emosional, baik intra-psikis & intrapersonal. 2.1.1.1. Emosi Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, émotion, dari émouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa Latin emovere, dari e(varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak' (Ekman, 1994). Secara harafiah menurut Oxford English Dictionary (dalam Goleman, 2002). Emosi didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pengolahan pikiran, perasaan, nafsu setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Goleman (2002) menganggap emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya suatu keadaan biologis, psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Berbagai emosi yang muncul disebut dengan berbagai nama seperti sedih, gembira, kecewa, semangat, marah, benci, dan cinta. Sebutan yang diberikan kepada perasaan tertentu, mempengaruhi bagaimana individu itu berpikir mengenai perasaan itu dan bagaimana individu bertindak. Chaplin (1981) menyebutkan bahwa emosi (Emotion) dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dengan perubahan-perubahan yang mendalam yang menyertai emosi itu sendiri serta mencirikan individu yang mudah terangsang untuk menampilkan tingkah laku emosional disebut dengan emosional. 2 2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kematangan Emosi Menurut Young (1950) faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi yang lain adalah : a. Faktor fisik Dalam studi yang dilakukan oleh Davidson dan Gottlieb (dalam Powell, 1963) ternyata ditemukan adanya perbedaan tingkat perkembangan emosi maupun intelegensi antara wanita yang belum mengalami menarche (pre-menarcheal girls). Wanita yang telah mengalami masa menarche memiliki tingkat perkembangan emosi maupun inteligensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang belum mengalami masa menarche. Hal tersebut diakibatkan karena terjadinya perubahan hormonal tubuh yang dimilikinya. Dalam studi lainnya dengan subjek yang berjenis kelamin laki-laki, Mussen dan Jones (dalam Powell, 1963) menunjukkan hasil studinya bahwa anak laki-laki yang terlambat matang secara fisik (physically retarded) ternyata menunjukkan kebutuhan akan social-acceptance dan agresivitas yang tinggi bila dibandingkan dengan anak laki-laki yang telah masak secara cepat, setelah subjek diperintahkan untuk merating dari sembilan jenis kebutuhan yang disediakan. Hal ini dikarenakan, anak laki-laki yang secara fisik terlambat masak memiliki rasa insecure dan dependence yang lebih besar. b. Pola-pola Kontrol Terhadap Emosi Livson dan Bronson (dalam Powell, 1963) berpendapat bahwa dalam mencapai kematangan emosi, pola-pola kontrol emosi yang ideal perlu dimiliki oleh individu, misalnya tidak melakukan represi- 3 represi emosi yang tidak perlu dan mengendalikan emosi dengan wajar dan sesuai dengan harapan-harapan sosial. c. Intelegensi Faktor-faktor intelegensi berpengaruh dalam persepsi diri, self evaluation, atau penilaian (appraisal) terhadap orang lain dan situasi lingkungan. Individu dengan inteligensi tinggi, kemungkinan akan memperoleh insight dalam pemecahan masalah emosianalnya secara lebih besar. d. Jenis Kelamin Perbedaan hormonal maupun kondisi psikologis antara lakilaki dan wanita menyebabkan perbedaan karakteristik emosi di antara keduanya. Kahn (dalam Hasanat, 1994) menyatakan bahwa wanita mempunyai kehangatan emosionalitas, sikap hati-hati dan sensitif serta kondisi yang tinggi daripada laki-laki. Oleh karena itu, laki-laki lebih tinggi dalam hal stabilitas emosi daripada wanita. Lone (1986) menerangkan penyebab mengapa wanita lebih bersifat emosionalitas daripada laki-laki. Hal tersebut terjadi karena wanita memiliki kondisi emosi didasarkan peran sosial yang diberikan oleh masyarakat, yaitu wanita harus mengontrol perilaku agresif dan asertifnya, tidak seperti peran sosial laki-laki. Hal ini menyebabkan wanita kurang dapat mengontrol lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan kecemasan-kecemasan. e. Usia Kematangan emosi seseorang, perkembangannya seiring dengan pertambahan usia. Hal ini dikarenakan kematangan emosi 4 dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisik-fisiologis daripada seseorang. Sedangkan aspek fisik- fisiologis sudah dengan sendirinya ditentukan oleh faktor usia. Akan tetapi, tiap-tiap individu adalah berbeda Faktor fisik-fisiologis (menurut pendekatan ideografi). juga tentu sepenuhnya belum mutlak mempengaruhi pekembangan kematangan emosi, karena kematangan emosi merupakan salah satu fenomena psikis. Tentunya determinan psikis terhadap kematangan emosi ini beragam, baik faktor pola asuh keluarga, lingkungan sosial, pendidikan dan sebagainya. Jelasnya individu pada usia yang sama belum tentu mencapai tarap kemasakan emosi yang sama pula. 2.1.3. Aspek-Aspek Kematangan Emosi Dr. Fadil (Wardani, 2011) mengatakan tanda-tanda kematangan emosi antara lain : a. Realitas, berbuat sesuai dengan kondisi, mengetahui dan menafsirkan permasalahan tidak hanya satu sisi. b. Mengetahui mana yang harus di dahulukan, mampu menimbang dengan baik diantara beberapa hal dalam kehidupan. Mengetahui mana yang terpenting diantara yang penting. Tidak mendahulukan permasalahan yang kecil dan mengakhiri masalah yang besar. c. Mengetahui tujuan jangka panjang, diwujudkan dengan kemampuan mengendalikan keinginan atau kebutuhan demi kepentingan yang lebih penting ada masa yang akan datang. 5 d. Menerima tanggung jawab dan menunaikan kewajiban dengan teratur, optimis dalam melakukan tugas, dan mampu hidup di bawah aturan tertentu. e. Menerima kegagalan, bisa menyikapi kegagalan dan dewasa dalam menghadapi segala kemungkinan yang tidak menentu guna mencapai sebuah kemakmuran, serta mencurahkan segala potensi guna mencapai tujuan. f. Hubungan emosional. Seseorang tidak hanya mempertimbangkan diri sendiri tapi mulai membiarkan perhatiannya pada orang lain. Pencarian yang serius tentang jati diri serta komunitas sosial. g. Bertahap dalam memberikan reaksi. Mampu mengendalikan saat kondisi kejiwaan memuncak. h. Kepekaan sosial dan perhatian terhadap nilai-nilai, dapat diwujudkan dengan kemampuan mengendalikan perangai dan disesuaikan dengan nilai dan kondisi sosial yang bisa diterima. Baik itu yang bersifat akhlak, agama, maupun adat. Ciri-ciri kematangan emosi menurut Anderson (dalam Mappiare, 1983), yaitu: a) Kasih sayang, individu mempunyai rasa kasih saying seperti yang didapatkan dari orang tua atau keluarganya sehingga dapat diwujudkan secara wajar terhadap orang lain sesuai dengan norma sosial yang ada. b) Emosi terkendali, individu dapat menyetir perasaan-perasaan terutama terhadap orang lain, dapat mengendalikan mengekspresikan emosinya dengan baik. 6 emosi dan c) Emosi terbuka lapang, individu menerima kritik dan saran dari orang lain sehubungan dengan kelemahan yang diperbuat demi pengembangan diri, mempunyai pemahaman mendalam tentang keadaan dirinya. Jersild (dalam Sobur, 2003) menjelaskan ciri-ciri individu yang memiliki kematangan emosi, antara lain: a) Penerimaan diri yang baik Individu yang memiliki kematangan emosi akan dapat menerima kondisi fisik maupun psikisnya, baik secara pribadi maupun secara sosial. b) Kemampuan dalam mengontrol emosi dorongan yang muncul dalam diri individu untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku akan dapat dikendalikan dan diorganisasikan ke arah yang baik. c) Objektif Individu akan memandang kejadian berdasarkan dunia orang lain dan tidak hanya dari sudut pandang pribadi. Sedangkan menurut Walgito (2004) seseorang yang telah matang emosinya ciri-cirinya adalah sebagai berikut: a) Bahwa orang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa adanya. Hal ini seperti telah dijelaskan di muka bahwa orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara baik, dapat berpikir secara obyektif. b) Orang yang telah matang emosinya pada umumnya tidak bersifat impulsif. Ia akan merespon stimulus dengan cara berpikir baik, dapat mengatur pikirannya, untuk dapat memberikan tanggapan terhadap 7 stimulus yang mengenainya. Orang yang bersifat impulsive, yang segera bertindak sebelum dipikirkan dengan baik, satu pertanda emosinya belum matang. c) Orang yang telah matang emosinya seperti telah dikemukakan di muka akan dapat mengontrol emosinya dengan baik, dapat mengontrol ekspresi emosinya. Walaupun seseorang dalam keadaan marah, tetapi kemarahan itu tidak ditampakkan keluar, dapat mengatur kapan kemarahan itu dapat dimanifistasikan. d) Karena orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara obyektif, maka orang yang telah matang emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian, dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik. e) Orang yang telah matang emosinya akan mempunyai tanggungjawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi, dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian. 2.2. Pengertian Kinerja 2.2.1. Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk. Manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda–tanda peringatan adanya kinerja yang merosot. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2006) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang 8 dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003) Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2007) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Kinerja menurut Wirawan (2009) adalah suatu output yang dihasilkan dari indikator suatu pekerjaan dalam waktu tertentu oleh seseorang karyawan. Menurut peneliti, kinerja adalah suatu hasil dari faktor internal maupun faktor eksternal karyawan dan hasil tersebut dapat dinilai dan diobservasi. 2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006), ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan individual yaitu sebagai berikut: a. Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan b. Tingkat usaha yang dicurahkan c. Dukungan organisasi. Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur manajemen sebagai: Kinerja ( Performance- P) = Kemampuan ( Ability- A ) x Usaha ( EffortE ) x Dukungan ( Support- S ) 9 Menurut Mangkunegara (2006) faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : 1. Faktor kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (Knowledge dan skill). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. 2. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan. Menurut Wirawan (2009), faktor yang berpengaruh terhadap kinerja adalah : a. Faktor internal pegawai Faktor internal pegawai yaitu faktor-faktor yang ada dalam pegawai itu sendiri, bawaan lahir atau hal-hal yang didapat pegawai itu ketika mengalami proses pembelajaran. Wirawan (2009) berasumsi jika makin tinggi faktor-faktor bawaan dari karyawan itu 10 sendiri, semakin tinggi pula kinerja dari pegawai tersebut dan sebaliknya. b. Faktor lingkungan internal organisasi Dukungan dalam organisasi diperlukan pegawai dalam melaksakan tugas perusahaan. Dukungan tersebut mempengaruhi kinerja, misalnya dengan teknologi robot, mesin canggih, atau software yang terbaru. c. Faktor lingkungan eksternal organisasi Keadaan, fenomena, atau situasi yang terjadi di sekitar perusahaan juga mempengaruhi kinerja dari pegawai itu sendiri. 11 Lingkungan Eksternal : 1. 2. 3. 4. Kehidupan Ekonomi Kehidupan Politik Kehidupan Sosial Budaya dan Agama Masyarakat 5. Kompetitor Perilaku Kerja Karyawan : Lingkungan Internal Karyawan : 1. Bakat dan sifat pribadi 2. Kreativitas 3. Pengetahuan dan Keterampilan 4. Kompetensi 5. Pengalaman kerja 6. Keadaan Fisik 7. Keadaan psikologi 1. Etos kerja 2. Disiplin kerja 3. Motivasi kerja 4. Semangat kerja 5. Sikap kerja 6. Stress kerja 7. Keterlibatan kerja 8. Kepemimpinan 9. Kepuasan kerja 10. Keloyalan Kinerja Karyawan Lingkungan Internal Organisasi: 1. Visi, misi, dan tujuan organisasi 2. Kebijakan organisasi 3. Bahan Mentah 4. Teknologi 5. Strategi Organisasi 6. Sistem Manajemen 7. Kompensasi 8. Kepemimpinan 9. Modal 10. Budaya Organisasi 11. Iklim Organisasi 12. Teman Sekerja Kinerja Organisasi Gambar 2.1 Faktor –faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Wirawan (2009) 12 2.2.3. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Rivai dan Sagala (2009) penilaian kinerja adalah suatu sistim formal dan terstruktur yang digunakan dalam suatu perusahaan untuk mengukur, menilai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, hasil, dan tingkat kehadiran. Menurut Anwar P Mangkunegara (2009) penilaian kinerja adalah suatu proses yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Penilaian kinerja juga berarti proses sistematis dan periodik yang menilai prestasi kerja atau kinerja karyawan individu dan produktivitas dalam kaitannya dengan beberapa pra-kriteria yang telah ditentukan dan tujuan organisasi (AbuDoleh, Weir, 2007). 2.2.4. Manfaat Penilaian Kinerja Menurut Lynch dan Cross, dalam Yuwono (2004) manfaat pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut: a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan 13 b. Memotivasi pegawai untnk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan dan pemasok internal c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste) d. Membuat suatu tujuan strategi yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu pembahan dengan memberi "reward" atas perilaku yang diharapkan tersebut. 2.2.5. Indikator Kinerja Menurut Fausino Cordoso Gomez (2003), Tipe Kriteria Perfomance yang menilai dan mengevaluasi performance pekerja bedasarkan deskripsi perilaku yang spesifik diantaranya yaitu quality of work, quantity of work, job knowledge, creativeness, cooperation, dependability, initiative, personnal qualities. Indikator-indikator kinerja karyawan yang baik dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Quality of work, kualitas yang dicapai berdasarkan syaratsyarat kesesuaian dan kesiapannya dari karyawan itu sendiri. b. Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode tertentu dan waktu yang telah ditentukan oleh perusahaan. c. Job knowledge, pengetahuan keterampilannya. 14 mengenai pekerjaan dan d. Creativeness, gagasan yang berasal dari pemikirannya sendiri, lalu dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. e. Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain. f. Dependability, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja. g. Initiative, semangat untuk menyelesaikan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya h. Personal qualities, kepemimpinan dan integritas pribadi terhadap perusahan. PT. Gilang Agung Persada memiliki standar penilaian untuk menilai kinerja karyawannya, yaitu : 1. Job Management : a. Planning and Action Mengerahkan sumber daya manusia dan lainnya untuk memenuhi target dan standar. b. Judgement Evaluasi fakta dan opini dalam peluang, sampai pada keputusan yang berarti. c. Independent Memiliki keyakinan pada diri sendiri. Bukan “yes man atau woman”. Mempertahankan keyakinan selama itu masih masuk akal. Tidak butuh pengawasan lebih ketika dalam menjalankan tugas. d. Quality of Work 15 Rapih, teliti, akurat, dan baik dalam pekerjaan. e. Job Knowledge Pengetahuan untuk dapat mengemban tugas secara efektif dan efisien. 2. Potential Contribution to Bussiness a. Entrepreneurship Selalu mencari kesempatan, berani mengambil resiko dan memiliki sifat yang inovatif untuk memulai konfigurasi. b. Costumer Emphaty Menyadari kebutuhan konsumen. c. Teamwork Aktif dan terlibat dalam mencapai tujuan bersama walaupun tidak mendapat secara langsung. d. Achievement Orientation Menetapkan dan mencapai standar kerja yang tinggi. Dapat dipercayai dalam mengemban tugas yang lebih berat. e. Decisiveness Lakukan apa yang harus dilakukan dan lakukan secepatnya. f. Flexibility Menyusun taktik agar tetap efektif. Dapat berbaur dengan lingkungan sekitar, tugas yang diberikan, dan orang tersebut dapat berkembang. g. Stress Tolerance Kemampuan mengemban tugas dalam keadaan sulit dan tertekan. 16 h. Management Style Kemampuan untuk melaksanakan peraturan yang ada dalam perusahaan dan bagaimana seseorang tersebut dalam menangani berbagai macam situasi. 3. Basic Competencies a. Written Communication Pesan yang diberikan dapat dipahami dan dapat dijalankan. b. Oral Communication Dapat menjelaskan instruksi dengan jelas dan sederhana. c. Computer Literacy Kemampuan untuk menggunakan software standar perusahaan. 4. Personality a. Disciplinary Kehadiran dalam kantor. b. Attitude Working Behavior. 2.3. Karyawan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://pusatbahasa. kemdiknas.go.id/kbbi/, 2008), karyawan adalah seseorang yang bekerja pada suatu lembaga, institusi, perusahaan, atau organisasi dan dibayar melalui upah atau gaji. 17 2.4. Hipotesis H0 = Tidak Ada korelasi antara kematangan emosional dengan kinerja karyawan pada PT. Gilang Agung Persada H1 = Ada korelasi antara kematangan emosional dengan kinerja karyawan pada PT. Gilang Agung Persada 2.5. Kerangka Berpikir Gambar 2.2 Kerangka Berpikir 18