pengaruh metode pembelajaran bermain

advertisement
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BERMAIN
TERHADAPKECERDASAN EMOSIONAL ANAK
FAHRINA YUSTIASARI LIRIWATI
[email protected]
Dosen STAI Auliaurrasyidin Tembilahan
Abstrak
Kecerdasan emosional merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan
seseorang.Untuk itu, kecerdasan emosional ini semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan
dalam pengembangannya. Oleh karena itu, guru Pendidikan Anak Usia Dini dituntut untuk dapat
mengembangkan kecerdasan emosional anak melalui pemilihan metode yang tepat. Salah satu
metode yang dapat digunakan ialah metode pembelajaran bermain.Melalui kegiatan bermain
diharapkan seluruh potensi kecerdasan anak dapat dikembangkan. Selain itu, kegiatan bermain bagi
anak sangat mempengaruhi perkembangannya ada sebelas pengaruh bermain bagi anak, yaitu:
perkembangan fisik, dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi emosional yang terpendam,
penyaluran bagi keinginan dan kebutuhan, sumber belajar, rangsangan bagi kreativitas,
perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan
peran jenis kelamin, dan perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan.
Kata Kunci : Metode Bermain, Kecerdasan Emosional, Anak.
LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah merupakan aset
penting bagi kemajuan sebuah bangsa, oleh
karena itu setiap warga negara harus dan wajib
mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang
pendidikan anak usia dini , pendidikan dasar,
pendidikan menengah maupun tinggi. Dalam
bidang pendidikan seorang anak dari lahir
memerlukan pelayanan yang tepat dalam
pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai
dengan pemahaman mengenai karakteristik
anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya
akan sangat membantu dalam menyesuaikan
proses belajar bagi anak dengan usia,
kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik
secara intelektual, emosional dan sosial.
Kecerdasan emosional merupakan faktor
yang
paling
dominan
mempengaruhi
keberhasilan seseorang.Untuk itu, kecerdasan
emosional ini semakin perlu dipahami, dimiliki,
dan diperhatikan dalam pengembangannya,
karena mengingat generasi sekarang lebih
banyak mengalami kesulitan emosional.1
Kecerdasan emosional ini perlu dikembangkan
sejak usia dini karena pada usia dini, seseorang
sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat maka emosinya
masih mudah untuk diarahkan kepada hal yang
positif.
Untuk membantu dalam meningkatkan
kecerdasan emosional seseorang, perlu adanya
peran serta seorang guru agar kecerdasan
emosional anak tersebut dapat berkembang ke
arah yang lebih positif sehingga si anak dapat
mengendalikan emosinya dan mengarahkan
kepada hal yang lebih positif.
Perkembangan
emosi
anak
usia
dini
berlangsung lebih terperinci menyangkut
seluruh aspek perkembangan dan mereka
cenderung mengekspresikannya dengan bebas.
Ekspresi emosi anak mudah berubah dari satu
1
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak
& Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.
113
bentuk
ekspresi
ke
bentuk
ekpresi
lainnya.Dalam keadaan gembira tiba-tiba
berubah menjadi marah karena ada sesuatu yang
dirasakan tidak menyenangkan.Sebaliknya
ketika dalam keadaan marah, melalui bujukan
yang menyenangkan bisa berubah menjadi
riang.2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Metode
Pembelajaran
Bermain
Metode pembelajaran adalah pola
umum perbuatan guru dan murid dalam
permujudan
kegiatan
belajar
mengajar.3Bermain secara bahasa diartikan
sebagai suatu aktivitas yang langsung dan
spontan, dimana seorang anak berinteraksi
dengan
orang
lain,
benda-benda
disekitarnya, dilakukan dengan senang
(gembira),
atas
inisiatif
sendiri,
menggunakan daya khayal (imajinatif),
menggunakan panca indra, dan seluruh
anggota tubuhnya.4
Berdasarkan pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian metode
pembelajaran bermain ialah suatu cara atau
jalan pengajaran yang dilakukan oleh
seorang guru melalui permainan yang dapat
mengembangkan seluruh kemampuan yang
ada pada diri anak.
Bermain bagi anak usia dini dapat
mempelajari dan belajar banyak hal, dapat
mengenal
aturan,
bersosialisasi,
menempatkan diri, menata emosi, toleransi,
kerjasama,
dan
menjunjung
tinggi
sportivitas. Dengan demikian, dalam
pendidikan anak usia dini, guru harus pandai
memilih permainan yang dibutuhkan dan
paling tepat untuk menjadi metode
pembelajaran.5
Bermain sebagai metode pembelajaran
hendaknya
disesuaikan
dengan
perkembangan usia dan kemampuan anak,
2
E. Mulyasa, Manajemen Paud, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 29
3
Ibid, hlm. 108
4
Ibid, hlm. 77
5
E. Mulyasa, Manajemen Paud, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 166-167
yang
secara
berangsur-angsur
perlu
dikembangkan dari bermain sambil belajar
(bermain lebih dominan) menjadi belajar
sambil bermain (belajar lebih dominan).6
Dworetzky dalam Mukhtar Latif
memberikan batasan bermain, setidaknya
ada lima kriteria dalam bermain, yaitu:
(1)motivasi intrinsik: motivasi bermain
muncul dari dalam diri anak itu sendiri,
bukan karena ada tuntutan atau paksaan dari
luar dirinya; (2) pengaruh positif: kegiatan
bermain merupakan tingkah laku yang
menyenangkan atau menggembirakan; (3)
bukan dikerjakan sambil lalu: kegiatan main
merupakan kegiatan utama anak dan lebih
bersifat pura-pura; (4) cara atau tujuan: cara
bermain lebih diutamakan daripada tujuan
bermain; dan (5) kelenturan: kelenturan
ditunjukkan baik dalam bentuk maupun
dalam hubungan serta berlaku dalam setiap
situasi.
B. Fungsi Bermain bagi Anak Usia Dini
Bermain bagi anak usia dini merupakan
kegiatan yang dapat disamakan dengan
bekerja pada orang dewasa. Bermain
memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan anak, sehingga
dapat diidentifikasikan bahwa fungsi
bermain adalah sebagai berikut:
1. Dapat memperkuat dan mengembangkan
otot dan kordinasinya melalui gerak,
melatih motorik halus, motorik kasar,
dan keseimbangan karena ketika
bermain fisik anak juga belajar
memahami bagaimana kerja tubuhnya.
2. Dapat mengembangkan keterampilan
emosinya, rasa percaya diri pada orang
lain, kemandirian dan keberanian untuk
berinisiatif karena saat bermain anak
sering bermain pura-pura menjadi orang
lain, binatang, atau karakter orang lain.
Anak juga belajar melihat dari sisi orang
lain (empati).
3. Dapat mengembangkan kemampuan
intelektualnya karena melalui bermain
anak seringkali melakukan eksporasi
6
Ibid, hlm. 167
terhadap segala sesuatu yang ada
dilingkungan sekitarnya sebagai wujud
dari rasa keingintahuannya.
4. Dapat mengembangkan kemandiriannya
dan menjadi dirinya sendiri karena
melalui bermain anak selalu bertanya,
meneliti lingkungan, belajar mengambil
keputusan, dan berlatih peran sosial
sehingga anak menyadari kemampuan
serta kelebihannya.7
Agar fungsi bermain dapat terlaksana
dengan baik, ada enam karakteristik yang
harus dipahami oleh stimulator (guru paud),
sebagai berikut:
1. Bermain datang dari dalam diri anak,
artinya keinginan bermain harus muncul
dari dalam diri anak sehingga anak dapat
menikmati dan bermain sesuai dengan
caranya sendiri. Itu artinya bermain
dilakukan dengan kesukarelaan, bukan
paksaan.
2. Bermain harus terbebas dari aturan yang
mengikat, karena bermain adalah suatu
kegiatan untuk dinikmati, anak memiliki
cara bermainnya sendiri. Oleh karena
itu, bermain pada anak selalu
menyenangkan,
mengasyikan,
dan
menggairahkan.
3. Bermain adalah aktivitas nyata atau
sesungguhnya, oleh karenanya bermain
melibatkan partisipasi aktif baik secara
fisik maupun mental, seperti saat anak
berekplorasi dengan bermain air.
4. Bermain fokus pada proses daripada
hasil, artinya dalam bermain anak
mengenal dan mengetahui apa yang ia
mainkan dan mendapatkan keterampilan
baru.
5. Bermain didominasi oleh pemain,
dimana pemainnya ialah anak itu sendiri,
bukan didominasi oleh guru.
6. Bermain melibatkan pemain secara aktif,
artinya anak sebagai pemain harus terjun
langsung dalam bermain. Jika anak pasif
dalam bermain maka ia tidak akan
memperoleh pengalaman baru karena
bagi anak bermain dan keterampilan
baru.8
Berdasarkan paparan diatas, dapat
disimpulkan bahwa fungsi bermain pada
anak usia dini adalah untuk dapat
mengembangkan berbagai kecerdasan atau
potensi yang ada pada anak, baik kognitif,
sosial,
bahasa,
emosional,
dan
kreativitasnya.
C. Jenis Permainan
Terdapat banyak jenis permainan yang
dapat digunakan dalam pembelajaran anak
usia dini. Bahkan segala hal yang menarik
bagi anak dapat digunakan sebagai
permainan. Permainan tidak harus yang
berbentuk alat-alat modern, akan tetapi
permainan dapat berupa hal-hal yang
bersifat
tradisional.
Selama
itu
menyenangkan bagi anak dan memiliki nilai
pembelajaran, maka dapat pula dikatakan
sebagai permainan.9Hurlock dalam M.
Fadlillah, dkk menggolongkan permainan
menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
1. Bermain aktif
Bermain aktif ialah bermain yang
kegembiraannya timbul dari apa yang
dilakukan anak itu sendiri. Kebanyakan
anak melakukan berbagai bentuk
bermain aktif, tetapi banyaknya waktu
yang
digunakan
dan
banyaknya
kegembiraan yang akan diperoleh dari
setiap permainan sangat bervariasi.
Dalam hal ini, kesenangan anak timbul
dari apa yang dilakukan individu atau
anak yang bersangkutan.
2. Bermain pasif
Bermain pasif yaitu permainan
yang bersifat hiburan semata. Artinya,
anak tidak ikut secara aktif dalam proses
permainan. Dalam hal ini, kegembiraan
anak diperoleh dengan memperharikan
aktivitas orang lain.10
D. Bentuk-bentuk Permainan
8
Ibid, hlm. 37
M. Fadlillah, dkk, Edutainment Pendidikan
Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 36
10
Ibid, hlm. 37
9
7
Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono,
Bermain Kreatif, (Jakarta: PT. Indeks, 2010), hlm. 36-37
Ada enam bentuk interaksi antar anak
yang terjadi saat mereka bermain serta
terlihat adanya peningkatan kadar interaksi
sosial mulai dari kegiatan bermain sendiri
sampai bermain bersama:
1. Unoccupied Play (Tidak Peduli)
Anak tidak benar-benar terlibat
dalam kegiatan bermain, tetapi hanya
mengamati kejadian disekitarnya yang
menarik perhatiannya. Bila tidak ada hal
yang menarik, anak akan menyibukkan
diri dengan melakukan berbagai hal
seperti memainkan anggota tubuhnya,
mengikuti orang lain, berkeliling, atau
naik turun kursi tanpa tujuan yang jelas.
2. Solitary Play (Bermain Sendiri)
Anak sibuk bermain sendiri dan
tampaknya
tidak
memerulukan
kehadiran anak-anak lain disekitarnya.
Perilakunya bersifat egosentris yang
ditunjukkan antara lain tidak ada usaha
berinteraksi
dengan
orang
lain,
mencerminkan
sikap
memusatkan
perhatian pada diri sendiri dan
kegiatannya sendiri. Anak lain baru
dirasakan kehadirannya apabila misalnya
anak
tersebut
mengambil
alat
permainannya.
3. Onlooker Play (Pengamat)
Pada umumnya tampak pada anak
berusia dua tahun, yaitu kegiatan
bermain dengan mengamati anak-anak
lain melakukan kegiatan bermain dan
tampak ada minat yang semakin besar
terhadap kegiatan anak lain yang
diamatinya. Dapat juga tampak pada
anak yang belum kenal dengan anak lain
di suatu lingkungan baru sehingga malu
atau ragu-ragu untuk ikut bergabung.
Sambil mengamati anak mungkin juga
mengajukan
pertanyaan
serta
memperhatikan perilaku dan percakapan
anak-anak yang diamatinya.
4. Paralel Play (Bermain Paralel)
Tampak saat dua anak atau lebih
bermain dengan jenis alat yang sama dan
melakukan gerakan atau kegiatan yang
sama, tetapi bila diperhatikan tampak
bahwa sebenarnya tidak ada interaksi
diantara mereka. Contohnya saat anak-
anak bermain mobil-mobilan, membuat
bangunan dari alat permainan lego atau
balok-balok menurut kreasi masingmasing, bermain sepeda atau sepatu roda
tanpa berinteraksi. Mereka melakukan
kegiatan paralel, bukan kerja sama
karena pada dasarnya mereka masih
sangat egosentris dan belum mampu
memahami atau berbagi rasa dan
kegiatan dengan anak lain.
5. Assosiatif Play (Bermain Asosiatif)
Kegiatan bermain ini ditandai
dengan adanya interaksi anak-anak yang
bermain yaitu dengan saling tukar alat
permainan. Akan tetapi, bila diamati
akan tampak bahwa masing-masing anak
sebenarnya tidak terlibat dalam kerja
sama.
Misalnya
dalam
kegiatan
menggambar, anak dapat saling memberi
komentar, berbagi pensil warna, dan ada
interaksi
antar
mereka.
Namun
sebenarnya kegiatan menggambar itu
mereka
lakukan
sendiri-sendiri.
Kegiatan bermain asosiatif ini bisa
terlihat pada anak usia prasekolah.
6. Cooperative Play (Bermain Bersama)
Ditandai dengan adanya kerja
sama atau pembagian tugas dan
pembagian peran antara anak-anak yang
terlibat
dalam
permainan
untuk
mencapai satu tujuan tertentu. Misalnya
bermain dokter-dokteran, bekerja sama
membuat bangunan dari balok-balok,
dan lain-lain. Kegiatan ini sudah tampak
pada anak usia sekitar lima tahun.11
E. Kecerdasan Emosional Anak
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Secara harfiah menurut Oxford
English Dictonary mendefinisikan emosi
sebagai "setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan
mental yang hebat atau meluapluap".Menurut Daniel Goleman yang
dikutip oleh Yatim Riyanto, “emosi
merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan
11
228-230
Christiana Hari Soetjiningsih, Op. Cit., hlm.
biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan
untuk
bertindak”.12Sedangkan menurut Sarlito
Wiraman Sarwono yang dikutip oleh
Syamsu Yusuf berpendapat bahwa
emosi merupakan "setiap keadaan pada
diri sesorang yang disertai warna afektif
baik pada tingkat lemah (dangkal)
maupun pada tingkat yang luas
(mendalam).”13Selanjutnya
dalam
pandangan Patricia Patton dalam Yatim
Riyanto,
kecerdasan
emosional
merupakan “kemampuan individu dalam
menggunakan (mengelola) emosinya
secara efektif untuk mencapai tujuan,
membangun hubungan yang produktif
dengan orang lain dan meraih
keberhasilan”.14
Kecerdasan emosional merupakan
kunci
keberhasilan
seseorang,
sebagaimana dikutip oleh Ary Ginanjar
Agustian bahwa "inti kemampuan
pribadi dan sosial yang merupakan
kemampuan kunci utama kwberhasilan
seseorang
sesungguhnya
adalah
15
kecerdasan emosi."
Berdasarkan beberapa definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional adalah suatu
perasaan yang merujuk pada keadaan
diri seseorang yang bergejolak agar
seseorang
dapat
menggunakan
(mengelola) emosinya secara efektif
untuk mencapai tujuan, membangun
hubungan yang produktif dengan orang
lain dan meraih keberhasilan.
Sedangkan pengertian anak ialah
individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang
12
Yatim
Riyanto,
Paradigma
Baru
Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 252
13
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), hlm. 115
14
Yatim Riyanto, Op. Cit., hlm. 25
15
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses
Membangun Kecersasan Emosi dan Spiritual (ESQ),
(Jakarta: Arga Publishing, 2009), hlm. 9
pesat, bahkan dikatakan sebagai
lompatan perkembangan.16
Berdasarkan Qur’an Surah AlMukminuun ayat 12-14 Allah SWT
berfirman:

















Artinya: “Dan sungguh, kami telah
menciptakan manusia dari saripati
(berasal dari tanah. Kemudian kami
menjadikannya
air
mani
(yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian, air mani itu Kami
jadikan sesuatu yang melekat, lalu
sesuatu yang melekat itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging
itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian, Kami
menjadikannya
makhluk
yang
(berbentuk) lain. Mahasuci Allah,
Pencipta yang paling baik.” (QS. 23 :
12-14).17
Berdasarkan ayat Al-Mukminuun
diatas, yang dimaksud dengan Anak
ialah manusia yang diciptakan oleh
Allah SWT yang berasal dari saripati
tanah, kemudian Allah SWT menjadikan
nutfah (sperma), kemudian menjadi
‘alaqah (embrio yang berbentuk
gumpalan darah), setelah itu berubah
mnejadi mudgah (segumpal daging).
Lalu Allah SWT menjadikan izam
16
E. Mulyasa, Op. Cit., hlm. 16
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan
Tafsirnya Jilid 6, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm.
475-476
17
(tulang belulang) dan tulang belulang itu
dibalut dengan daging maka menjadi
makhluk lain, yaitu manusia (anak).
2. Kematangan Emosi
a. Pengertian Kematangan Emosi
Kematangan (mature) berarti
perkembangan
yang
penuh,
pengertiannya secara psikologis
bersifat fleksibel. Dalam pengertian
psikologis, seorang anak dikatakan
matang apabila ia telah mencapai
perkembangan yang khas bagi
usianya. Anak usia 4 (empat) tahun
yang memperlihatkan sikap keras
kepala satu kali saja dalam tiga atau
empat minggu, dapat dianggap telah
matang. Seorang remaja yang segera
sembuh dari perasaan patah hati
adalah matang untuk usianya.18Jadi,
pengertian
kematangan
disini
bukanlah sesuatu yang mutlak,
melainkan suatu proses yang relatif
berdasarkan usianya.
b. Kriteria Untuk Kematangan Emosi
Beberapa kriteria yang dapat
dijadikan tujuan kematangan emosi
adalah sebagai berikut:
1. Mampu menahan emosi yang
negatif
atau
dapat
menyatakannya secara langsung.
2. Membina dan mengembangkan
emosi yang positif. Ini dapat
dilakukan dengan memberikan
pengalaman-pengalaman
yang
berhasil.
3. Mengembangkan toleransi yang
tinggi terhadap situasi-situasi
atau hal-hal yang tidak berkenan
dihati.
4. Memperoleh kepuasan sosial
yang terus bertambah karena
tindakan-tindakan yang sesuai
dengan masyarakat.
5. Kebebasan dalam bertindak yang
terus bertambah.
6. Kemampuan untuk melakukan
pilihan.
7. Bebas dari rasa takut yang
beralasan (tak masuk akal).
8. Bertindak sesuai dengan batasbatas kemampuan.
9. Berani berbuat salah tanpa ada
perasaan tidak akan dihormati.
10. Sadar akan kemampuan dan
prestasi orang lain.
11. Mampu meraih kemenangan
secara terhormat.
12. Mampu bangkit kembali setelah
mengalami pengalaman yang
tidak
menyenagkan
atau
kegagalan.
13. Mampu
menangguhkan
pemuasan
dorongan-dorongan
yang bersifat jasmaniah.
14. Kemampuan
untuk
bersifat
terbuka
dan
memerima
keterbukaan dalam hubunganhubungan interpersonal.
15. Merasa
senang
dengan
kehidupan sehari-hari. Latihanlatihan
yang
berhubungan
dengan
mental,
emosional,
spiritual, dan kegiatan-kegiatan
fisik adalah jalur-jalur yang akan
membawa kepada kepuasan
hidup sehari-hari.19
3. Karakteristik Emosi Anak Usia Dini
Karakteristik emosi anak usia dini
yang sering terlihat ialah: (1)
berlangsung singkat dan berakhir tibatiba, (2) terlihat lebih hebat/kuat, (3)
bersifat sementara/dangkal, (4) lebih
sering terjadi, dan (5) dapat diketahui
dengan
jelas
dari
tingkah
lakunya.20Emosi dapat memberikan
dampak terhadap perilau anak usia dini
seperti yang dikemukan oleh Willis
(2002) dikutip oleh Ahmad Susanto,
yaitu sebagai berikut:
a. Emosi menambah kesenangan hidup
anak,
semua
emosi
dapat
18
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan
Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), hlm.
97
19
20
Ibid, hlm. 97-98
Ibid, hlm. 116
merangsang dan membangkitkan
gairah anak.
b. Emosi dapat terlihat pada ekspresi
anak
seperti
emosi
yang
menyenagkan akan membuat anak
bahagia atau sebaliknya.
c. Emosi dapat mengganggu kualitas
intelektual anak, dimana emosi yang
kuat menyebabkan anak sulit belajar
dan sulit mengingat.
d. Emosi
dapat
menurunkan
keterampilan anak, misalnya anak
yang emosinya kuat akan menjadi
gugup dan grogi saat berbicara.
e. Emosi akan mencerminkan keadaan
perasaan anak dari raut mukanya dan
perubahan gerak tubuh anak.
f. Warna emosi akan tampak dalam
kehidupan anak, hal ini dapat terlihat
saat
emosi
sedang
hadir,
menandakan kehidupan anak di
keluarganya baik, dan sebaliknya
warna emosi tidak menyenangkan
merupakan pertanda kehidupan
dikeluarganya tidak bahagia.
g. Emosi dapat merangsang dan
membangkitkan
gairah
anak,
misalnya menimbulkan kesenangan,
cemburu, marah, takut, dan benci.
h. Kehidupan keluarga mempengaruhi
gejolak emosi anak, dimana keluarga
yang bahagia akan memberikan
pengaruh pada kehidupan dan
perilaku anak.21
4. Perkembangan Emosional Anak Usia
Dini
Perkembangan emosional anak
prasekolah atau anak usia dini agak
berbeda dari aspek perkembngan
lainnya.
Meskipun
pertumbuhan
emosional terjadi serentak dengan
perkembangan fisik, sosial, kognitif,
bahasa, dan kreatif saling bergantung
diantara mereka sepertinya seolah-olah
anak-anak
belum
terlihat
mantap.22Berikut
merupakan
perkembangan emosional anak usia
prasekolah atau anak usia dini yang
dapat diamati:
a. Melepaskan perasaan stres dengan
cara sesuai
Anak-anak yang tidak bisa
menangani perasaan mereka selama
masa-masa stres memperlihatkan
emosi yang dikenal sebagai distres.
Anak-anak mengekspresikan distres
dengan menangis, merajuk, atau
menunjukan wajah sedih.
b. Mengungkapkan kemarahan dengan
menggunakan
kata-kata,
bukan
dengan tindakan
Mengekspresikan
kemarahan
dalam kata-kata tidak mudah
awalnya. Itu tidak terjadi begitu saja
pada anak kecil, yang kemampuan
komunikasinya masih terbatas. Itu
bahkan lebih sulit bagi anak yang
diliputi kemarahan yang merasa lebih
mudah meluapkannya secara fisik,
berteriak, atau bahkan menangis.
Tetapi anak usia 3, 4, dan 5 tahun
bisa mempelajari respon dengan
memberi tahu perasaan mereka
dalam kata-kata.
c. Dapat tenang dalam situasi sulit atau
berbahaya
Situasi tagang yang mungkin
menyebabkan anak-anak takut di
ruang
kelas
prasekolah
bisa
disebabkan oleh sejumlah hal seperti
seorang
dewasa
meninggikan
suaranya pada seorang anak, seorang
anak yang kehilangan kendali yang
menyakiti anak lain, kedaruratan
seperti evakuasi bangunan karena
ancaman kebakaran atau bencana
alam, bahkan suara berisik seperti
suara sirine kendaraan atau bantingan
pintu yang nyaring dalam ruangan
bisa
menyebabkan
anak-anak
menegang,
berkerumun,
atau
22
21
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia
Dini, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 136-137
Janice J. Beaty, Observasi Perkembangan
Anak Usia Dini, Terj. Arif Rakhman, (Jakarta: Kencana,
2013), hlm. 92
d.
e.
f.
g.
menangis. Saat anak-anak melihat,
mendengar, atau merasakan adanya
sasuatu yang mengancam mereka
menjadi takut.
Mengatasi perasaan sedih dengan
cara yang tepat
Anak-anak
bersedih
saat
mereka mengalami kehilangan, saat
mereka ingin sesuatu yang mereka
tidak bisa miliki atau tidak dapatkan,
saat satu mainan rusak, saat teman
pindah atau mereka yang pindah, saat
mereka harus jauh dari rumah dalam
waktu yang lama atau saat keluarga
meraka sakit atau wafat.
Menangani situasi mengejutkan
dengan kontrol
Terkejut berbeda dari emosi
lainnya karena hanya berlangsung
beberapa saat, meskipun akibatnya
mungkin terus selama beberapa saat.
Menunjukan kesukaan, kasih sayang,
dan cinta terhadap orang lain
Anak kecil mempelajari kasih
sayang saat oarang-orang disekitar
mereka berkasih sayang. Mereka
belajar mencintai saat orang-orang
disekitar mereka menunjukan mereka
cinta.
Mereka
mengembangkan
kesukaan saat pengasuh mereka
memberi mereka perhatian dan cinta
yang konsisten. Sejak bayi kesukaan,
kasih sayang, dan cinta penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan
anak-anak layaknya makanan dan
minuman. Tanpanya, seorang bayi
mungkin akhirnya kering dan bahkan
mati.
Menunjukan minat dan perhatian
dalam ruangan kelas
Minat merupakan emosi paling
sering dan meluas yang dimiliki
manusia. Anak-anak menunjukan
minat dengan mengarahkan mata
mereka ke benda atau orang yang
menarik perhatian mereka,dan lalu
mengeksplorasinya dengan mata
mereka dan jika mungkin dengan
indera lain.
h. Tersenyum dan terlihat bahagia
sepanjang waktu
Bagi anak kecil sumber
kebahagiaan terbaik adalah bermain.
Orang-orang
mengekspresikan
kesenangan
dengan
tersenyum,
tertawa atau merona. Emosi ini
berlangsung tidak lama, tetapi
perasaan baik yang tercipta mungkin
mewarnai tindakan dan respon
seseorang selama berjam-jam.23
KESIMPULAN
Bermain bagi anak usia dini dapat
mempelajari dan belajar banyak hal, dapat
mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan
diri, menata emosi, toleransi, kerjasama, dan
menjunjung
tinggi
sportivitas.
Dengan
demikian, dalam pendidikan anak usia dini,
guru harus pandai memilih permainan yang
dibutuhkan dan paling tepat untuk menjadi
metode pembelajaran. Fungsi bermain pada
anak usia dini adalah untuk dapat
mengembangkan berbagai kecerdasan atau
potensi yang ada pada anak, baik kognitif,
sosial, bahasa, emosional, dan kreativitasnya.
Kecerdasan emosional anak ialah suatu perasaan
yang terjadi pada seorang anak yang sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan
agar anak tersebut dapat menggunakan
(mengelola) emosinya secara efektif untuk
mencapai tujuan, membangun hubungan yang
produktif dengan orang lain dan meraih
keberhasilannya. Kecerdasan emosional ini
perlu dikembangkan sejak usia dini karena pada
usia dini, seseorang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat
maka emosinya masih mudah untuk diarahkan
kepada hal yang positif.
REFERENSI
Ahmad Susanto. 2011.Perkembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Ary Ginanjar Agustian. 2009. Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan
23
Ibid, hlm. 95-123
Spiritual
(ESQ).
Publishing.
Jakarta:
Arga
Burhan Bungin. 2012.Metodologi Penelitian
Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media
Group.
Christiana
Hari
Soetjiningsih.
2014.
Perkembangan Anak. Jakarta: Prenada.
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan.2007.Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
E. Mulyasa. 2012.Manajemen Paud. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Janice
M.
Fadlillah,dkk.
2014.Edutainment
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Kencana.
Moelichatoen R. 2004. Metode Pengajaran di
Taman Kanak-kanak. Jakarta: Rineka
Cipta.
Muhammad Yaumi. 2013. Prinsip-prinsip
Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Mukhtar Latif, dkk. 2014.Orientasi Baru
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Kencana.
J.
Beaty.
2013.
Observasi
Perkembangan Anak Usia Dini, Terj.
Arif Rakhman. Jakarta: Kencana.
Oemar Hamalik. 2009. Psikologi Belajar dan
Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Kementerian Agama RI. 2011 Al-Qur’an dan
Tafsirnya Jilid 6. Jakarta: Widya
Cahaya.
Syamsu Yusuf.2007.Psikologi Perkembangan
Anak & Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Kementerian Agama RI. 2011 Al-Qur’an dan
Tafsirnya Jilid 7. Jakarta: Widya
Cahaya.
Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono.
2010.Bermain Kreatif. Jakarta: PT
Indeks.
Download