PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BERMAIN TERHADAPKECERDASAN EMOSIONAL ANAK FAHRINA YUSTIASARI LIRIWATI [email protected] Dosen STAI Auliaurrasyidin Tembilahan Abstrak Kecerdasan emosional merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan seseorang.Untuk itu, kecerdasan emosional ini semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan dalam pengembangannya. Oleh karena itu, guru Pendidikan Anak Usia Dini dituntut untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional anak melalui pemilihan metode yang tepat. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah metode pembelajaran bermain.Melalui kegiatan bermain diharapkan seluruh potensi kecerdasan anak dapat dikembangkan. Selain itu, kegiatan bermain bagi anak sangat mempengaruhi perkembangannya ada sebelas pengaruh bermain bagi anak, yaitu: perkembangan fisik, dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi emosional yang terpendam, penyaluran bagi keinginan dan kebutuhan, sumber belajar, rangsangan bagi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin, dan perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan. Kata Kunci : Metode Bermain, Kecerdasan Emosional, Anak. LATAR BELAKANG Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa, oleh karena itu setiap warga negara harus dan wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang pendidikan anak usia dini , pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun tinggi. Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial. Kecerdasan emosional merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan seseorang.Untuk itu, kecerdasan emosional ini semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan dalam pengembangannya, karena mengingat generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional.1 Kecerdasan emosional ini perlu dikembangkan sejak usia dini karena pada usia dini, seseorang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat maka emosinya masih mudah untuk diarahkan kepada hal yang positif. Untuk membantu dalam meningkatkan kecerdasan emosional seseorang, perlu adanya peran serta seorang guru agar kecerdasan emosional anak tersebut dapat berkembang ke arah yang lebih positif sehingga si anak dapat mengendalikan emosinya dan mengarahkan kepada hal yang lebih positif. Perkembangan emosi anak usia dini berlangsung lebih terperinci menyangkut seluruh aspek perkembangan dan mereka cenderung mengekspresikannya dengan bebas. Ekspresi emosi anak mudah berubah dari satu 1 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 113 bentuk ekspresi ke bentuk ekpresi lainnya.Dalam keadaan gembira tiba-tiba berubah menjadi marah karena ada sesuatu yang dirasakan tidak menyenangkan.Sebaliknya ketika dalam keadaan marah, melalui bujukan yang menyenangkan bisa berubah menjadi riang.2 PEMBAHASAN A. Pengertian Metode Pembelajaran Bermain Metode pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan murid dalam permujudan kegiatan belajar mengajar.3Bermain secara bahasa diartikan sebagai suatu aktivitas yang langsung dan spontan, dimana seorang anak berinteraksi dengan orang lain, benda-benda disekitarnya, dilakukan dengan senang (gembira), atas inisiatif sendiri, menggunakan daya khayal (imajinatif), menggunakan panca indra, dan seluruh anggota tubuhnya.4 Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian metode pembelajaran bermain ialah suatu cara atau jalan pengajaran yang dilakukan oleh seorang guru melalui permainan yang dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang ada pada diri anak. Bermain bagi anak usia dini dapat mempelajari dan belajar banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi, kerjasama, dan menjunjung tinggi sportivitas. Dengan demikian, dalam pendidikan anak usia dini, guru harus pandai memilih permainan yang dibutuhkan dan paling tepat untuk menjadi metode pembelajaran.5 Bermain sebagai metode pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan perkembangan usia dan kemampuan anak, 2 E. Mulyasa, Manajemen Paud, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 29 3 Ibid, hlm. 108 4 Ibid, hlm. 77 5 E. Mulyasa, Manajemen Paud, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 166-167 yang secara berangsur-angsur perlu dikembangkan dari bermain sambil belajar (bermain lebih dominan) menjadi belajar sambil bermain (belajar lebih dominan).6 Dworetzky dalam Mukhtar Latif memberikan batasan bermain, setidaknya ada lima kriteria dalam bermain, yaitu: (1)motivasi intrinsik: motivasi bermain muncul dari dalam diri anak itu sendiri, bukan karena ada tuntutan atau paksaan dari luar dirinya; (2) pengaruh positif: kegiatan bermain merupakan tingkah laku yang menyenangkan atau menggembirakan; (3) bukan dikerjakan sambil lalu: kegiatan main merupakan kegiatan utama anak dan lebih bersifat pura-pura; (4) cara atau tujuan: cara bermain lebih diutamakan daripada tujuan bermain; dan (5) kelenturan: kelenturan ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta berlaku dalam setiap situasi. B. Fungsi Bermain bagi Anak Usia Dini Bermain bagi anak usia dini merupakan kegiatan yang dapat disamakan dengan bekerja pada orang dewasa. Bermain memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan anak, sehingga dapat diidentifikasikan bahwa fungsi bermain adalah sebagai berikut: 1. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan kordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar, dan keseimbangan karena ketika bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya. 2. Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang, atau karakter orang lain. Anak juga belajar melihat dari sisi orang lain (empati). 3. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya karena melalui bermain anak seringkali melakukan eksporasi 6 Ibid, hlm. 167 terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dari rasa keingintahuannya. 4. Dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan, dan berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan serta kelebihannya.7 Agar fungsi bermain dapat terlaksana dengan baik, ada enam karakteristik yang harus dipahami oleh stimulator (guru paud), sebagai berikut: 1. Bermain datang dari dalam diri anak, artinya keinginan bermain harus muncul dari dalam diri anak sehingga anak dapat menikmati dan bermain sesuai dengan caranya sendiri. Itu artinya bermain dilakukan dengan kesukarelaan, bukan paksaan. 2. Bermain harus terbebas dari aturan yang mengikat, karena bermain adalah suatu kegiatan untuk dinikmati, anak memiliki cara bermainnya sendiri. Oleh karena itu, bermain pada anak selalu menyenangkan, mengasyikan, dan menggairahkan. 3. Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya, oleh karenanya bermain melibatkan partisipasi aktif baik secara fisik maupun mental, seperti saat anak berekplorasi dengan bermain air. 4. Bermain fokus pada proses daripada hasil, artinya dalam bermain anak mengenal dan mengetahui apa yang ia mainkan dan mendapatkan keterampilan baru. 5. Bermain didominasi oleh pemain, dimana pemainnya ialah anak itu sendiri, bukan didominasi oleh guru. 6. Bermain melibatkan pemain secara aktif, artinya anak sebagai pemain harus terjun langsung dalam bermain. Jika anak pasif dalam bermain maka ia tidak akan memperoleh pengalaman baru karena bagi anak bermain dan keterampilan baru.8 Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi bermain pada anak usia dini adalah untuk dapat mengembangkan berbagai kecerdasan atau potensi yang ada pada anak, baik kognitif, sosial, bahasa, emosional, dan kreativitasnya. C. Jenis Permainan Terdapat banyak jenis permainan yang dapat digunakan dalam pembelajaran anak usia dini. Bahkan segala hal yang menarik bagi anak dapat digunakan sebagai permainan. Permainan tidak harus yang berbentuk alat-alat modern, akan tetapi permainan dapat berupa hal-hal yang bersifat tradisional. Selama itu menyenangkan bagi anak dan memiliki nilai pembelajaran, maka dapat pula dikatakan sebagai permainan.9Hurlock dalam M. Fadlillah, dkk menggolongkan permainan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut: 1. Bermain aktif Bermain aktif ialah bermain yang kegembiraannya timbul dari apa yang dilakukan anak itu sendiri. Kebanyakan anak melakukan berbagai bentuk bermain aktif, tetapi banyaknya waktu yang digunakan dan banyaknya kegembiraan yang akan diperoleh dari setiap permainan sangat bervariasi. Dalam hal ini, kesenangan anak timbul dari apa yang dilakukan individu atau anak yang bersangkutan. 2. Bermain pasif Bermain pasif yaitu permainan yang bersifat hiburan semata. Artinya, anak tidak ikut secara aktif dalam proses permainan. Dalam hal ini, kegembiraan anak diperoleh dengan memperharikan aktivitas orang lain.10 D. Bentuk-bentuk Permainan 8 Ibid, hlm. 37 M. Fadlillah, dkk, Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 36 10 Ibid, hlm. 37 9 7 Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono, Bermain Kreatif, (Jakarta: PT. Indeks, 2010), hlm. 36-37 Ada enam bentuk interaksi antar anak yang terjadi saat mereka bermain serta terlihat adanya peningkatan kadar interaksi sosial mulai dari kegiatan bermain sendiri sampai bermain bersama: 1. Unoccupied Play (Tidak Peduli) Anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, tetapi hanya mengamati kejadian disekitarnya yang menarik perhatiannya. Bila tidak ada hal yang menarik, anak akan menyibukkan diri dengan melakukan berbagai hal seperti memainkan anggota tubuhnya, mengikuti orang lain, berkeliling, atau naik turun kursi tanpa tujuan yang jelas. 2. Solitary Play (Bermain Sendiri) Anak sibuk bermain sendiri dan tampaknya tidak memerulukan kehadiran anak-anak lain disekitarnya. Perilakunya bersifat egosentris yang ditunjukkan antara lain tidak ada usaha berinteraksi dengan orang lain, mencerminkan sikap memusatkan perhatian pada diri sendiri dan kegiatannya sendiri. Anak lain baru dirasakan kehadirannya apabila misalnya anak tersebut mengambil alat permainannya. 3. Onlooker Play (Pengamat) Pada umumnya tampak pada anak berusia dua tahun, yaitu kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan bermain dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya. Dapat juga tampak pada anak yang belum kenal dengan anak lain di suatu lingkungan baru sehingga malu atau ragu-ragu untuk ikut bergabung. Sambil mengamati anak mungkin juga mengajukan pertanyaan serta memperhatikan perilaku dan percakapan anak-anak yang diamatinya. 4. Paralel Play (Bermain Paralel) Tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama, tetapi bila diperhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak ada interaksi diantara mereka. Contohnya saat anak- anak bermain mobil-mobilan, membuat bangunan dari alat permainan lego atau balok-balok menurut kreasi masingmasing, bermain sepeda atau sepatu roda tanpa berinteraksi. Mereka melakukan kegiatan paralel, bukan kerja sama karena pada dasarnya mereka masih sangat egosentris dan belum mampu memahami atau berbagi rasa dan kegiatan dengan anak lain. 5. Assosiatif Play (Bermain Asosiatif) Kegiatan bermain ini ditandai dengan adanya interaksi anak-anak yang bermain yaitu dengan saling tukar alat permainan. Akan tetapi, bila diamati akan tampak bahwa masing-masing anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerja sama. Misalnya dalam kegiatan menggambar, anak dapat saling memberi komentar, berbagi pensil warna, dan ada interaksi antar mereka. Namun sebenarnya kegiatan menggambar itu mereka lakukan sendiri-sendiri. Kegiatan bermain asosiatif ini bisa terlihat pada anak usia prasekolah. 6. Cooperative Play (Bermain Bersama) Ditandai dengan adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Misalnya bermain dokter-dokteran, bekerja sama membuat bangunan dari balok-balok, dan lain-lain. Kegiatan ini sudah tampak pada anak usia sekitar lima tahun.11 E. Kecerdasan Emosional Anak 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Secara harfiah menurut Oxford English Dictonary mendefinisikan emosi sebagai "setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluapluap".Menurut Daniel Goleman yang dikutip oleh Yatim Riyanto, “emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan 11 228-230 Christiana Hari Soetjiningsih, Op. Cit., hlm. biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak”.12Sedangkan menurut Sarlito Wiraman Sarwono yang dikutip oleh Syamsu Yusuf berpendapat bahwa emosi merupakan "setiap keadaan pada diri sesorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).”13Selanjutnya dalam pandangan Patricia Patton dalam Yatim Riyanto, kecerdasan emosional merupakan “kemampuan individu dalam menggunakan (mengelola) emosinya secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan meraih keberhasilan”.14 Kecerdasan emosional merupakan kunci keberhasilan seseorang, sebagaimana dikutip oleh Ary Ginanjar Agustian bahwa "inti kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kemampuan kunci utama kwberhasilan seseorang sesungguhnya adalah 15 kecerdasan emosi." Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah suatu perasaan yang merujuk pada keadaan diri seseorang yang bergejolak agar seseorang dapat menggunakan (mengelola) emosinya secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan meraih keberhasilan. Sedangkan pengertian anak ialah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang 12 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 252 13 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 115 14 Yatim Riyanto, Op. Cit., hlm. 25 15 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecersasan Emosi dan Spiritual (ESQ), (Jakarta: Arga Publishing, 2009), hlm. 9 pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan.16 Berdasarkan Qur’an Surah AlMukminuun ayat 12-14 Allah SWT berfirman: Artinya: “Dan sungguh, kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal dari tanah. Kemudian kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. 23 : 12-14).17 Berdasarkan ayat Al-Mukminuun diatas, yang dimaksud dengan Anak ialah manusia yang diciptakan oleh Allah SWT yang berasal dari saripati tanah, kemudian Allah SWT menjadikan nutfah (sperma), kemudian menjadi ‘alaqah (embrio yang berbentuk gumpalan darah), setelah itu berubah mnejadi mudgah (segumpal daging). Lalu Allah SWT menjadikan izam 16 E. Mulyasa, Op. Cit., hlm. 16 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 6, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 475-476 17 (tulang belulang) dan tulang belulang itu dibalut dengan daging maka menjadi makhluk lain, yaitu manusia (anak). 2. Kematangan Emosi a. Pengertian Kematangan Emosi Kematangan (mature) berarti perkembangan yang penuh, pengertiannya secara psikologis bersifat fleksibel. Dalam pengertian psikologis, seorang anak dikatakan matang apabila ia telah mencapai perkembangan yang khas bagi usianya. Anak usia 4 (empat) tahun yang memperlihatkan sikap keras kepala satu kali saja dalam tiga atau empat minggu, dapat dianggap telah matang. Seorang remaja yang segera sembuh dari perasaan patah hati adalah matang untuk usianya.18Jadi, pengertian kematangan disini bukanlah sesuatu yang mutlak, melainkan suatu proses yang relatif berdasarkan usianya. b. Kriteria Untuk Kematangan Emosi Beberapa kriteria yang dapat dijadikan tujuan kematangan emosi adalah sebagai berikut: 1. Mampu menahan emosi yang negatif atau dapat menyatakannya secara langsung. 2. Membina dan mengembangkan emosi yang positif. Ini dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang berhasil. 3. Mengembangkan toleransi yang tinggi terhadap situasi-situasi atau hal-hal yang tidak berkenan dihati. 4. Memperoleh kepuasan sosial yang terus bertambah karena tindakan-tindakan yang sesuai dengan masyarakat. 5. Kebebasan dalam bertindak yang terus bertambah. 6. Kemampuan untuk melakukan pilihan. 7. Bebas dari rasa takut yang beralasan (tak masuk akal). 8. Bertindak sesuai dengan batasbatas kemampuan. 9. Berani berbuat salah tanpa ada perasaan tidak akan dihormati. 10. Sadar akan kemampuan dan prestasi orang lain. 11. Mampu meraih kemenangan secara terhormat. 12. Mampu bangkit kembali setelah mengalami pengalaman yang tidak menyenagkan atau kegagalan. 13. Mampu menangguhkan pemuasan dorongan-dorongan yang bersifat jasmaniah. 14. Kemampuan untuk bersifat terbuka dan memerima keterbukaan dalam hubunganhubungan interpersonal. 15. Merasa senang dengan kehidupan sehari-hari. Latihanlatihan yang berhubungan dengan mental, emosional, spiritual, dan kegiatan-kegiatan fisik adalah jalur-jalur yang akan membawa kepada kepuasan hidup sehari-hari.19 3. Karakteristik Emosi Anak Usia Dini Karakteristik emosi anak usia dini yang sering terlihat ialah: (1) berlangsung singkat dan berakhir tibatiba, (2) terlihat lebih hebat/kuat, (3) bersifat sementara/dangkal, (4) lebih sering terjadi, dan (5) dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.20Emosi dapat memberikan dampak terhadap perilau anak usia dini seperti yang dikemukan oleh Willis (2002) dikutip oleh Ahmad Susanto, yaitu sebagai berikut: a. Emosi menambah kesenangan hidup anak, semua emosi dapat 18 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), hlm. 97 19 20 Ibid, hlm. 97-98 Ibid, hlm. 116 merangsang dan membangkitkan gairah anak. b. Emosi dapat terlihat pada ekspresi anak seperti emosi yang menyenagkan akan membuat anak bahagia atau sebaliknya. c. Emosi dapat mengganggu kualitas intelektual anak, dimana emosi yang kuat menyebabkan anak sulit belajar dan sulit mengingat. d. Emosi dapat menurunkan keterampilan anak, misalnya anak yang emosinya kuat akan menjadi gugup dan grogi saat berbicara. e. Emosi akan mencerminkan keadaan perasaan anak dari raut mukanya dan perubahan gerak tubuh anak. f. Warna emosi akan tampak dalam kehidupan anak, hal ini dapat terlihat saat emosi sedang hadir, menandakan kehidupan anak di keluarganya baik, dan sebaliknya warna emosi tidak menyenangkan merupakan pertanda kehidupan dikeluarganya tidak bahagia. g. Emosi dapat merangsang dan membangkitkan gairah anak, misalnya menimbulkan kesenangan, cemburu, marah, takut, dan benci. h. Kehidupan keluarga mempengaruhi gejolak emosi anak, dimana keluarga yang bahagia akan memberikan pengaruh pada kehidupan dan perilaku anak.21 4. Perkembangan Emosional Anak Usia Dini Perkembangan emosional anak prasekolah atau anak usia dini agak berbeda dari aspek perkembngan lainnya. Meskipun pertumbuhan emosional terjadi serentak dengan perkembangan fisik, sosial, kognitif, bahasa, dan kreatif saling bergantung diantara mereka sepertinya seolah-olah anak-anak belum terlihat mantap.22Berikut merupakan perkembangan emosional anak usia prasekolah atau anak usia dini yang dapat diamati: a. Melepaskan perasaan stres dengan cara sesuai Anak-anak yang tidak bisa menangani perasaan mereka selama masa-masa stres memperlihatkan emosi yang dikenal sebagai distres. Anak-anak mengekspresikan distres dengan menangis, merajuk, atau menunjukan wajah sedih. b. Mengungkapkan kemarahan dengan menggunakan kata-kata, bukan dengan tindakan Mengekspresikan kemarahan dalam kata-kata tidak mudah awalnya. Itu tidak terjadi begitu saja pada anak kecil, yang kemampuan komunikasinya masih terbatas. Itu bahkan lebih sulit bagi anak yang diliputi kemarahan yang merasa lebih mudah meluapkannya secara fisik, berteriak, atau bahkan menangis. Tetapi anak usia 3, 4, dan 5 tahun bisa mempelajari respon dengan memberi tahu perasaan mereka dalam kata-kata. c. Dapat tenang dalam situasi sulit atau berbahaya Situasi tagang yang mungkin menyebabkan anak-anak takut di ruang kelas prasekolah bisa disebabkan oleh sejumlah hal seperti seorang dewasa meninggikan suaranya pada seorang anak, seorang anak yang kehilangan kendali yang menyakiti anak lain, kedaruratan seperti evakuasi bangunan karena ancaman kebakaran atau bencana alam, bahkan suara berisik seperti suara sirine kendaraan atau bantingan pintu yang nyaring dalam ruangan bisa menyebabkan anak-anak menegang, berkerumun, atau 22 21 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 136-137 Janice J. Beaty, Observasi Perkembangan Anak Usia Dini, Terj. Arif Rakhman, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 92 d. e. f. g. menangis. Saat anak-anak melihat, mendengar, atau merasakan adanya sasuatu yang mengancam mereka menjadi takut. Mengatasi perasaan sedih dengan cara yang tepat Anak-anak bersedih saat mereka mengalami kehilangan, saat mereka ingin sesuatu yang mereka tidak bisa miliki atau tidak dapatkan, saat satu mainan rusak, saat teman pindah atau mereka yang pindah, saat mereka harus jauh dari rumah dalam waktu yang lama atau saat keluarga meraka sakit atau wafat. Menangani situasi mengejutkan dengan kontrol Terkejut berbeda dari emosi lainnya karena hanya berlangsung beberapa saat, meskipun akibatnya mungkin terus selama beberapa saat. Menunjukan kesukaan, kasih sayang, dan cinta terhadap orang lain Anak kecil mempelajari kasih sayang saat oarang-orang disekitar mereka berkasih sayang. Mereka belajar mencintai saat orang-orang disekitar mereka menunjukan mereka cinta. Mereka mengembangkan kesukaan saat pengasuh mereka memberi mereka perhatian dan cinta yang konsisten. Sejak bayi kesukaan, kasih sayang, dan cinta penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak layaknya makanan dan minuman. Tanpanya, seorang bayi mungkin akhirnya kering dan bahkan mati. Menunjukan minat dan perhatian dalam ruangan kelas Minat merupakan emosi paling sering dan meluas yang dimiliki manusia. Anak-anak menunjukan minat dengan mengarahkan mata mereka ke benda atau orang yang menarik perhatian mereka,dan lalu mengeksplorasinya dengan mata mereka dan jika mungkin dengan indera lain. h. Tersenyum dan terlihat bahagia sepanjang waktu Bagi anak kecil sumber kebahagiaan terbaik adalah bermain. Orang-orang mengekspresikan kesenangan dengan tersenyum, tertawa atau merona. Emosi ini berlangsung tidak lama, tetapi perasaan baik yang tercipta mungkin mewarnai tindakan dan respon seseorang selama berjam-jam.23 KESIMPULAN Bermain bagi anak usia dini dapat mempelajari dan belajar banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi, kerjasama, dan menjunjung tinggi sportivitas. Dengan demikian, dalam pendidikan anak usia dini, guru harus pandai memilih permainan yang dibutuhkan dan paling tepat untuk menjadi metode pembelajaran. Fungsi bermain pada anak usia dini adalah untuk dapat mengembangkan berbagai kecerdasan atau potensi yang ada pada anak, baik kognitif, sosial, bahasa, emosional, dan kreativitasnya. Kecerdasan emosional anak ialah suatu perasaan yang terjadi pada seorang anak yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan agar anak tersebut dapat menggunakan (mengelola) emosinya secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan meraih keberhasilannya. Kecerdasan emosional ini perlu dikembangkan sejak usia dini karena pada usia dini, seseorang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat maka emosinya masih mudah untuk diarahkan kepada hal yang positif. REFERENSI Ahmad Susanto. 2011.Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana. Ary Ginanjar Agustian. 2009. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan 23 Ibid, hlm. 95-123 Spiritual (ESQ). Publishing. Jakarta: Arga Burhan Bungin. 2012.Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Christiana Hari Soetjiningsih. 2014. Perkembangan Anak. Jakarta: Prenada. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2007.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. E. Mulyasa. 2012.Manajemen Paud. Bandung: Remaja Rosdakarya. Janice M. Fadlillah,dkk. 2014.Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana. Moelichatoen R. 2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Rineka Cipta. Muhammad Yaumi. 2013. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Mukhtar Latif, dkk. 2014.Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana. J. Beaty. 2013. Observasi Perkembangan Anak Usia Dini, Terj. Arif Rakhman. Jakarta: Kencana. Oemar Hamalik. 2009. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Kementerian Agama RI. 2011 Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 6. Jakarta: Widya Cahaya. Syamsu Yusuf.2007.Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. Kementerian Agama RI. 2011 Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7. Jakarta: Widya Cahaya. Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono. 2010.Bermain Kreatif. Jakarta: PT Indeks.