BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pembelajaran Sains Di Taman Kanak-Kanak 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Sains Di Taman Kanak - Kanak Menurut Mardiyanto (2007: 1) bahwa Taman Kanak-kanak adalah pendidikan untuk anak usia prasekolah. Taman Kanak-kanak merupakan pendidikan untuk usia prasekolah sehingga kegiatannya mencakup kegiatan pendidikan, penanaman nilai, sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan dalam Permen No. 58 Tahun 2009 di Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun. Berdasarkan definisi di atas, anak Taman Kanak-Kanak (TK) adalah anak usia prasekolah yang berada dalam rentang usia antara empat sampai enam tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanti (2005:23) yang menyatakan bahwa anak Taman Kanak-kanak (TK) adalah anak-anak usia antara lima sampai dengan enam tahun. Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung ingin menyenangkan orang dewasa, senang bermain bersama tiga atau empat teman pada saat yang bersamaan, tetapi mereka juga ingin menang sendiri dan sering merubah aturan main untuk kepentingannya sendiri (Juwita 2007: 27). Pada masa itu, anak menjadi sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi yang dimilikinya. Pada masa itu pula terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama. Dalam Permen No. 58 Tahun 2009 Taman Kanak-kanak (TK) menguraikan bahwa pendekatan pembelajaran pada pendidikan TK dilakukan dengan berpedoman pada suatu program kegiatan yang telah disusun sehingga seluruh pembiasaan dan kemampuan dasar yang ada pada anak dapat dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Pendekatan pembelajaran pada anak TK hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Berorientasi pada kebutuhan anak. Anak TK adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis yang meliputi intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak. (2) Bermain Sambil Belajar. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anakanak usia Taman Kanak-Kanak. Untuk itu dalam memberikan pendidikan pada anak usia Taman Kanak-Kanak harus dilakukan dalam situasi yang menyenangkan sehingga ia tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Selain menyenangkan, metode, materi dan media yang digunakan harus menarik perhatian serta mudah diikuti sehingga anak akan termotivasi untuk belajar. Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, mempelajari keterampilan yang baru dan dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunianya. (3) kreatif dan inovatif . Proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya juga dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya dijadikan sebagai objek, tetapi juga dijadikan subyek dalam proses pembelajaran. Kegiatan belajar di Taman Kanak-Kanak dirancang untuk membentuk perilaku dan mengembangkan kemampuan dasar yang ada dalam diri anak usia Taman Kanak-kanak, tetapi dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangannya. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di Taman Kanak-Kanak, seorang guru harus memahami dan menguasai metode pembelajaran yang digunakan. Dengan menguasai metode pembelajaran ini, diharapkan tujuan pendidikan yang di antaranya untuk mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama dapat tercapai secara optimal. 2.1.2 Tujuan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini Menurut Jalal (2003: 91) bahwa pada hakikatnya pendidikan sains bertujuan untuk: (a) Memberi pengetahuan sebagai bekal hidup kepada anak tentang dunia dimana mereka hidup, agar anak tidak keliru terhadap alam sekitar, (b) Memberi bekal pengetahuan praktis, agar anak dapat menyongsong dan menghadapi kehidupan modern yang serba praktis dan tepat, (c) Menanamkan sikap hidup yang ilmiah; seperti sikap objektif, tidak tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan, terbuka, dapat membedakan antara fakta dan opini, bersifat hati-hati, dan mempunyai rasa ingin menyelidiki. (d) Memberikan keterampilan yang dapat digunakan dalam mengatasi segala permasalahan yang ditemukan dalam kehidupannya, (e) Menanamkan rasa hormat dan menghargai kepada penemu-penemu IPA, yang telah banyak berjasa bagi kesejahteraan dunia dan manusia, (f) Menanamkan rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Secara khusus permainan sains di Taman Kanak-kanak menurut Ritayanti (2008:129) bertujuan agar anak memiliki kemampuan yang terdiri dari (a) mengamati perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya, seperti perubahan anatara pagi, siang dan malam ataupun perubahan dari bentuk padat menjadi cair, (b) Melakukan percobaan-percobaan sederhana, sepeti biji buah yang ditanam akan tumbuh atau percobaan pada balon yang diisi gas akan terang bila dilepaskan ke udara, (c) Melakukan kegiatan membandingkan, memperkirakan, mengklasifikasikan serta mengkomunikasikan tentang sesuatu sebagai hasil sebuah pengamatan yang sudah dilakukannya. Seperti badan sapi lebih besar dari badan kambing tetapi badan sapi lebih kecil dari badan gajah, (d) Meningkatkan kemampuan belajar sains sederhana dan keinovasian, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan alam, sehingga anak akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Seperti anak dapat menjangkau buah jambu di atas pohon dengan cara menyambung dua batang kayu yang pendek sehingga menjadi lebih panjang dan dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam bekerja. Tujuan pembelajaran sains pada anak usia dini menurut Leeper (dalam Nurgraha (2008: 25) hendaknya ditujukan untuk merealisasikan empat hal, yaitu (a) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya, (b) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak memiliki sikap-sikap ilmiah. Hal yang mendasar, misalkan tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan, dapat melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi-informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka, (c) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anakanak mendapatkan pengetahuan dan informasi ilmiah (yang lebih percaya dan baik), maksudnya adalah segala informasi yang diperoleh anak berdasarkan standar keilmuan yang semestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasil temuan dan rumusan yang obyektif serta sesuai kaidah-kaidah keilmuan yang menaunginya, (d) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak menjadi lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya. Keempat tujuan umum pengembangan pembelajaran sains tersebut, diharapkan juga dapat berdampak pada meningkatnya kecerdasan dan pemahaman anak tentang alam beserta isinya serta segala ragam rahasianya. Nurgraha (2005:34) menyajikan tujuan pengembangan pembelajran sains agar lebih mudah untuk diidentifikasi dan diorganisasikan, khususnya oleh para pengajar sains pada tingkat anak usia dini, maka tujuan-tujuan pengajaran sains bagi anak dapat disimpulkan menjadi tiga dimensi utama bagi sasaran pokoknya, yaitu dimensi produk, dimensi proses serta dimensi sikap sains. Penjabaran tujuan pendidikan dan pembelajaran sains yang dikaitkan dengan ketiga dimensi uatama di atas dapat dijelaskan masing-masing sebagai berikut : Pertama, tujuan pengembangan pembelajaran sains dari dimensi sains sebagai produk. Tujuan-tujuan pengembangan pembelajaran sains yang terkait dengan dimensi produk adalah pendidikan sains diarahkan pada pengenalan dan penguasaan fakta, konsep, prinsip, teori maupun aspek-aspek lain yang terkait dengan hal-hal yang ditemukan dalam bidang sains itu sediri. Masih terkait dengan dimensi produk, disamping tuntutan pengembangan pembelajaran sains difokuskan pada mengenali dan menguasai kumpulan pengetahuan, yang terpenting juga adalah diarahkan pada kemampuan anak untuk dapat menjelaskan yang diketahuinya secara memadai kepada orang lain, bisa kepada guru atau kepada teman-temannya. Bahkan lebih jauh, masih terkait dengan dimensi produk, anak juga diharapkan mampu menyampaikan cara-cara yang digunakannya dalam menguasai produk-produk pengetahuan yang sampai kepadanya tersebut. Dengan demikian, perolehan sains sebagai produk disini bersifat lebih bermakna dan memadai. Walaupun tuntutannya seperti itu, tetapi tetap level, kualitas dan kuantitasnya sangat disesuaikan dengan kemampuan, karakteristik dan tahapan-tahapan atau tugas-tugas perkembangan anak. Kedua, tujuan-tujuan program pengembangan pembelajaran sains yang dihubungkan dengan dimensi sains proses, yaitu tujuan diarahkan pada penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan dalam menggali dan mengenal sains. Kemampuan akhirnya adalah anak menguasai cara-cara kerja yang ditempuh dalam menyingkap alam dan menyelesaikan masalah yang terkait dengannya. Seseorang dikatakan menguasai sains dari dimensi proses, apabila cara kerja dia dalam mengenal, menggali, dan mengungkapkan segala sesuatu yang terkait degan alam ini serta segala permasalahannya: mengikuti proses ilmiah dengan kata lain menggunakan metode ilmiah (scientific method). Bidang-bidang yang merupakan bagian yang harus dikuasai anak dengan prosedur dan teknik yang benar dalam mengenal alam dan fenomenanya. Cara-cara dan proses pengenalan obyek sains yang benar oleh anak perlu diperkenalkan sejak awal oleh para guru atau pendidik. Melekat dan meningkatnya kemampuan anak dalam melakukan proes sains secara benar merupakan indikator kunci bahwa sains yang diberikan pada anak terjadi secara bermakna. Untuk itu guru atau pengajar bidang sains amat penting mengetahui standarstandar ketrampilan sains yang benar, serta mengetahui ketrampilan-ketrampilan sains mana yang tepat dan sesuai untuk dilatihkan dan dikuasai anak sebagai bekal bagi kehidupannya kelak, minimum bekal untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Ketiga, tujuan-tujuan program pengembangan pembelajaran sains yang dikaitkan dimensi sains sebagai sikap, maskudnya adalah pengembangan sains pada anak usia dini secara bertahap diarahkan pada suatu pembentukan pribadi atau karakter (character building), sehingga anak sebagai sasaran dan yang akan menjadi output serta outcome pendidikan dan pembelajaran sains sejak dini telah ditanamkan benih-benih sikap yang sesuai dengan tuntutan dan kriteria sebagai seorang benar dalam memahami dan mendalami sains, dengan kata lain sikap ilmuwan diperkenalkan secara berangsur-angsur sejak anak mulai atau mengenali sains. 2.1.3 Tujuan Pengembangan Pembelajaran Sains untuk Anak Usia Dini Ada beberapa pandangan ilmuwan terhadap pendidikan dan pembelajaran sains menyatakan bahwa tujuan pendidikan sains sejalan dengan kurikulum sekolah, yakni mengembangkan anak secara utuh baik aspek domain kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotor anak ( Abruscato, 1928), Sedangkan Sumaji mengemukakan bahwa tujuan sains yang mendasar adalah untuk memupuk pemahaman, minat dan penghargaan anak didik terhadap dunia dimana dia hidup. Sedangkan menurut Liek wilarjo (1988) mengemukakan bahwa fokus dan tekanan pendidikan sains terletak pada bagaimana kita membiarkan diri anak dididik oleh alam agar menjadi lebih baik. Maknanya dididik dengan alam, melatih anak untuk jujur dan tak berprasangka. Dari pengalaman bergumul keras untuk memecahkan persoalan dalam sains, kita dilatih untuk gigih dan tekun dalam menghadapi berbagai kesulitan, meningkatkan kearifan, dan meningkatkan mendewasaan pertimbangan dalam menempuh jalan kehidupan. Dengan demikian tujuan pembelajaran sains hendaknya diarahkan pada penguasaan konsep dan dimensidimensinya, kemampuan menggunakan metode ilmiah, dalam pemecahan suatu masalah, sehingga terbangun kesadaran akan kebesaran Tuhan Yang Maha Pencipta Alam, yang ciptaanNya kita pelajari selama ini. Leeper (1994) mengemukakan tujuan pembelajaran sains bagi anak usia dini adalah sebagai berikut : 1. Agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya. 2. Agar anak memiliki sikap ilmiah. Hal-hal yang mendasar, misalnya : tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhatihati terhadap informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka. 3. Agar anak-anak mendapatkan penngetahuan dan informasi ilmiah yang lebih baik dan dapat dipercaya, artinya informasi yang diperoleh anak berdasarkan pada standar keilmuan yang semestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasil temuan dan rumusan yang obyektif serta sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan yang menaunginya. 4. Agar anak lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya. Berdasarkan tujuan tersebut, jelaslah bahwa pengembangan pembelajaran sains bukan saja membina domain kognitif anak saja, melainkan membina aspek afektif dan psikomotor secara seimbang, bahkan lebih jauh diharapkan dengan mengembangkan pembelajaran sains yang memadai (adequate) akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan berfikir kritis yang semuanya akan sangat bermanfaat bagi aktualisasi dan kesiapan anak untuk menghadapi perannya yang lebih luas dan kompleks pada masa akan datang. Berdasarkan Kurikulum Permen Dikdas No. 58 Tahun 2009 Taman Kanak-Kanak disebutkan bahwa salah satu hasil belajar dalam aspek kognitif adalah anak dapat mengenal konsep-konsep Sains sederhana. Beberapa konsep sains sederhana yang dapat dipelajari anak usia Taman Kanak-kanak adalah sebagai berikut: (1) Mengenali benda di sekitarnya menurut ukuran (pengukuran), (2) Balon ditiup lalu dilepaskan, (3) Benda-benda dimasukkan ke dalam air (terapung, melayang, tenggelam), (4) Benda-benda yang dijatuhkan (gravitasi), (5) Percobaan dengan magnet, (6) Mengamati dengan kaca pembesar, (7) Mencoba dan membedakan bermacam-macam rasa,bau dan suara Pengetahuan mengenai konsep-konsep sains sederhana dapat diperkenalkan dan dipelajari anak-anak melalui kegiatan bermain atau anak diajak untuk melakukan eksperimen (percobaan sederhana). Dengan memberi kesempatan kepada anak untuk bereksperimen maka anak telah didorong untuk selalu mencoba sesuatu yang baru sehingga dapat mengarahkan anak menjadi seorang yang kreatif dan penuh inisiatif. 2.1.4 Pengenalan Sains Sederhana dengan Bermain Dunia anak adalah bermain. Dengan bermain, anak akan belajar berbagai macam hal yang terjadi di sekitarnya. Bagi anak-anak, bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan karena melalui kegiatan ini, anak dapat mengekspresikan berbagai perasaan maupun ide-ide yang sedang dipikirkannya. Mereka juga dapat menjelajah ke dunia imajinasi atau khayalan sehingga tanpa disadari mereka telah mengembangkan daya kemampuan belajar sains sederhana, daya cipta dan juga kemampuan berpikirnya. Selain itu, anak dapat memuaskan rasa ingin tahunya pada berbagai benda yang ada di sekitarnya. Sains merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempelajari dan memahami kejadian atau fenomena alam yang terjadi di lingkungan sekitar sehingga untuk memperkenalkan konsep sains pada anak dapat dilakukan melalui kegiatan bermain. Di dalam kegiatan bermain tersebut anak diajak untuk bereksperimen. Ketika anak menguji coba sesuatu yang memancing rasa ingin tahunya, sebenarnya dia telah mencoba berlatih untuk berpikir kritis. Dengan demikian, penerapan metode bermain dengan pendekatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain dapat memberikan kesempatan pada anak untuk melatih kemampuan berpikir baik kemampuan berpikir kritis maupun kreatif dan mempelajari berbagai macam konsep sederhana. Untuk melatih kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan dengan membedakan fakta dan opini, menemukan kesalahan dan menemukan kemungkinan. Sedangkan untuk melatih kemampuan berpikir kreatif, dapat dilakukan dengan membuat kombinasi baru, membandingkan dan menemukan alternatif lain. Pengenalan sains sederhana dengan metode bermain sambil belajar untuk melatih kemampuan berpikir anak dapat diterapkan karena anak Taman Kanak-kanak telah mampu dalam hal menghitung bilangan. Selain itu, alat-alat yang digunakan merupakan alat-alat sederhana dan mudah diperoleh di sekitar lingkungan tempat tinggal anak. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang menerapkan metode bermain, dapat dipersiapkan Rencana Kegiatan Harian (RKH). Dalam RencanaKegiatan Harian (SKH) ini berisi pelaksanaan kegiatan bermain dengan pendekatan bermain sambil belajar. Sedangkan kemampuan berpikir anak dapat diketahui dan diamati dari lembar evaluasi bermain sambil belajar yang berisi pertanyaan-pertanyaan. Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir anak baik kemampuan berpikir kritis dan kreatif. 2.2 Karakteristik Pembelajaran untuk Anak Usia Dini Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini, menurut Sujiono dan Sujiono (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 138), pada dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak. Atas dasar pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran untuk anak usia dini memiliki karakteristik sebagai berikut. 1. Belajar, bermain, dan bernyanyi Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi (Slamet Suyanto, 2005: 133). Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan. Hasil belajar anak menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya. 2. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu pada tiga hal penting, yaitu : 1) berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada konteks social budaya (Masitoh dkk., 2005: 3.12). 3. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai, serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia tersebut. 4. Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan memenuhi harapan anak. 5. Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya. 2.2.1 Pentingnya Pengembangan Pembelajaran sains bagi Anak Usia Dini Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses dengan demikian sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas. Definisi sains yang merefleksikan pendekatan yang diterima secara umum dalam pendidikan sains saat ini adalah : “sains merupakan suatu pembelajaran yang terakumulasi dan sistimatik tentang fenomena alam. Kemajuan sains ditandai bukan hanya oleh suatu akumulasi fakta, tetapi oleh berkembangnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.” Jadi sains merupakan proses belajar yang dilakukan manusia untuk mempelajari fenomena-fenomena alam sehingga menghasilkan sekumpulan fakta yang menuntun pada penemuan berbagai konsep, prinsip, generalisasi, teori, dan hukum tentang alam sebagai wujud dari produk sains. Pengumpulan fakta dilakukan melalui proses yaitu metode ilmiah dan sikap ilmiah yang memungkinkan keduanya berkembang seiring dengan perkembangan pemahaman manusia tentang alam. James B. Conant (2000:25), seorang ilmuwan bekebangsaan Amerika mendefinisikan sains adalah serangkaian skema konsep-konsep dan konseptual yang telah dikembangkan sebagai suatu hasil eksperimen dan pengamatan yang mendorong dilakukannya eksperimen dan pengamatan lebih lanjut. Seperti halnya definisi pertama, definisi kedua pun menekankan bukan hanya pada produk sains tetapi juga pada proses sains yaitu eksperimen dan pengamatan sebagai suatu bentuk metode ilmiah yang juga di dalamnya terkandung sikap ilmiah. Produk sains yang telah ditemukan mendorong untuk dilakukan eksperimen dan pengamatan lebih lanjut sehingga memungkingkan berkembangnya metode ilmiah, sikap ilmiah, dan produk sains itu sendiri. Istilah proses atau metode, pengamatan (observasi), dan sistematik yang digunakan dalam difinisi sains menunjukkan adanya sifat dinamik dari sains baik dalam prinsip maupun praktik. Implikasi yang penting dari definisi sains ini adalah: (1) Sains merupakan hasil dari aktivitas manusia melalui proses sistematik yang disebut metode ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah; (2) Sains memiliki otoritas yaitu observasi. Oleh karena itu, sains memiliki keterbatasan, segala yang ada di luar jangkauan indra manusia sebagai alat observasi berada di luar batas sains. Berdasarkan kajian terhadap dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sains pada hakikatnya meliputi tiga unsur, yaitu: 1. Sikap : Keyakinan, nilai, pendapat, dan aspek afeksi lainnya yang melekat pada diri individu yang aktualisasinya ditunjukkan oleh caranya dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.. Misalnya tidak tergesa-gesa menyimpulkan tanpa didukung oleh data yang cukup dalam memecahkan masalah. 2. Proses atau metode : Proses penyeledikan yang dilakukan untuk memecahkan masalah. Misalnya merumuskan hipotesis, merancang dan melakukan eksperimen, mengevaluasi data, mengukur dan lain sebagainya. 3. Produk : Fakta-fata, prinsip-prinsip, hukum-hukum, teori-teori, dan lain sebagainya sebagai kesimpulan dari serangkaian hasil proses ilmiah. Misalnya prinsip ilmiah : Logam akan memuai jika dipanaskan. Pengembangan pembelajaran sains bagi anak usia dini, harus memiliki arah dan tujuan yang jelas, karena dengan tujuan yang jelas akan dapat dijadikan standar dalam menentukan tingkat ketercapaian dan keberhasilan suatu tujuan pembelajaran yang dikembangkan dan dilaksanakan. Suatu tujuan yang dianggap terstandar dan memiliki karakteristik yang ideal, apabila tujuan yang dirumuskan memiliki tingkat ketepatan (validity), kebermaknaan (meaningfulness), fungsional dan relevansi yang tinggi dengan kebutuhan serta karakteristik sasaran. Mengingat pentingnya tujuan pembelajaran mempunyai keterukuran yang memadai, artinya tujuan pembelajaran yang dikembangkan harus dapat diukur dengan mudah, sederhana dan praktis. Prasyarat keterukuran suatu program menjadi suatu keharusan apabila pembelajaran sains dipandang sebagai suatu proses yang dinamis, terus menerus, berkesinambungan dan terintgrasi. Hasil pengukuran tersebut dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan programprogram berikutnya.