BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pembelajaran Sains Di Taman

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Hakikat Pembelajaran Sains Di Taman Kanak-Kanak
2.1.1 Pengertian Pembelajaran Sains Di Taman Kanak - Kanak
Menurut Mardiyanto (2007: 1) bahwa Taman Kanak-kanak adalah pendidikan untuk anak
usia prasekolah. Taman Kanak-kanak merupakan pendidikan untuk usia prasekolah sehingga
kegiatannya mencakup kegiatan pendidikan, penanaman nilai, sikap dan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan dalam Permen No. 58 Tahun 2009 di Taman Kanak-Kanak
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal bagi anak
usia empat tahun sampai enam tahun. Berdasarkan definisi di atas, anak Taman Kanak-Kanak
(TK) adalah anak usia prasekolah yang berada dalam rentang usia antara empat sampai enam
tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanti (2005:23) yang menyatakan bahwa anak Taman
Kanak-kanak (TK) adalah anak-anak usia antara lima sampai dengan enam tahun.
Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu untuk mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung ingin menyenangkan orang dewasa, senang
bermain bersama tiga atau empat teman pada saat yang bersamaan, tetapi mereka juga ingin
menang sendiri dan sering merubah aturan main untuk kepentingannya sendiri (Juwita 2007: 27).
Pada masa itu, anak menjadi sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh
potensi yang dimilikinya. Pada masa itu pula terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis
yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan sehingga dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin,
kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama.
Dalam Permen No. 58 Tahun 2009 Taman Kanak-kanak (TK) menguraikan bahwa
pendekatan pembelajaran pada pendidikan TK dilakukan dengan berpedoman pada suatu
program kegiatan yang telah disusun sehingga seluruh pembiasaan dan kemampuan dasar yang
ada pada anak dapat dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Pendekatan pembelajaran pada anak
TK hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Berorientasi pada kebutuhan
anak. Anak TK adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis
yang meliputi intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional. Dengan demikian berbagai jenis
kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan
berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak. (2) Bermain Sambil
Belajar. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anakanak usia Taman Kanak-Kanak. Untuk itu dalam memberikan pendidikan pada anak usia Taman
Kanak-Kanak harus dilakukan dalam situasi yang menyenangkan sehingga ia tidak merasa bosan
dalam mengikuti pelajaran. Selain menyenangkan, metode, materi dan media yang digunakan
harus menarik perhatian serta mudah diikuti sehingga anak akan termotivasi untuk belajar.
Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan
objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain
bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, mempelajari keterampilan
yang baru dan dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunianya. (3) kreatif dan
inovatif .
Proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan
rasa ingin tahu, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan
pembelajaran hendaknya juga dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya dijadikan
sebagai objek, tetapi juga dijadikan subyek dalam proses pembelajaran.
Kegiatan belajar di Taman Kanak-Kanak dirancang untuk membentuk perilaku dan
mengembangkan kemampuan dasar yang ada dalam diri anak usia Taman Kanak-kanak, tetapi
dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangannya. Dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar di Taman Kanak-Kanak, seorang guru harus memahami dan
menguasai metode pembelajaran yang digunakan. Dengan menguasai metode pembelajaran ini,
diharapkan tujuan pendidikan yang di antaranya untuk mengembangkan kemampuan fisik,
kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai
agama dapat tercapai secara optimal.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini
Menurut Jalal (2003: 91) bahwa pada hakikatnya pendidikan sains bertujuan untuk: (a)
Memberi pengetahuan sebagai bekal hidup kepada anak tentang dunia dimana mereka hidup,
agar anak tidak keliru terhadap alam sekitar, (b) Memberi bekal pengetahuan praktis, agar anak
dapat menyongsong dan menghadapi kehidupan modern yang serba praktis dan tepat, (c)
Menanamkan sikap hidup yang ilmiah; seperti sikap objektif, tidak tergesa-gesa dalam
mengambil kesimpulan, terbuka, dapat membedakan antara fakta dan opini, bersifat hati-hati,
dan mempunyai rasa ingin menyelidiki. (d) Memberikan keterampilan yang dapat digunakan
dalam mengatasi segala permasalahan yang ditemukan dalam kehidupannya, (e) Menanamkan
rasa hormat dan menghargai kepada penemu-penemu IPA, yang telah banyak berjasa bagi
kesejahteraan dunia dan manusia, (f) Menanamkan rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga
menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
Secara khusus permainan sains di Taman Kanak-kanak menurut Ritayanti (2008:129)
bertujuan agar anak memiliki kemampuan yang terdiri dari (a) mengamati perubahan-perubahan
yang terjadi di sekitarnya, seperti perubahan anatara pagi, siang dan malam ataupun perubahan
dari bentuk padat menjadi cair, (b) Melakukan percobaan-percobaan sederhana, sepeti biji buah
yang ditanam akan tumbuh atau percobaan pada balon yang diisi gas akan terang bila dilepaskan
ke udara, (c) Melakukan kegiatan membandingkan, memperkirakan, mengklasifikasikan serta
mengkomunikasikan tentang sesuatu sebagai hasil sebuah pengamatan yang sudah dilakukannya.
Seperti badan sapi lebih besar dari badan kambing tetapi badan sapi lebih kecil dari badan gajah,
(d) Meningkatkan kemampuan belajar sains sederhana dan keinovasian, khususnya dalam bidang
ilmu pengetahuan alam, sehingga anak akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Seperti anak dapat menjangkau buah jambu di atas pohon dengan cara menyambung dua batang
kayu yang pendek sehingga menjadi lebih panjang dan dapat dipergunakan sebagai alat bantu
dalam bekerja.
Tujuan pembelajaran sains pada anak usia dini menurut Leeper (dalam Nurgraha (2008:
25) hendaknya ditujukan untuk merealisasikan empat hal, yaitu (a) Pengembangan pembelajaran
sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah
yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi
terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya, (b) Pengembangan pembelajaran
sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak memiliki sikap-sikap ilmiah. Hal yang
mendasar, misalkan tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan, dapat melihat segala sesuatu
dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi-informasi yang diterimanya serta
bersifat terbuka, (c) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anakanak mendapatkan pengetahuan dan informasi ilmiah (yang lebih percaya dan baik), maksudnya
adalah segala informasi yang diperoleh anak berdasarkan standar keilmuan yang semestinya,
karena informasi yang disajikan merupakan hasil temuan dan rumusan yang obyektif serta sesuai
kaidah-kaidah keilmuan yang menaunginya, (d) Pengembangan pembelajaran sains pada anak
usia dini ditujukan agar anak-anak menjadi lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains
yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya.
Keempat tujuan umum pengembangan pembelajaran sains tersebut, diharapkan juga
dapat berdampak pada meningkatnya kecerdasan dan pemahaman anak tentang alam beserta
isinya serta segala ragam rahasianya. Nurgraha (2005:34) menyajikan tujuan pengembangan
pembelajran sains agar lebih mudah untuk diidentifikasi dan diorganisasikan, khususnya oleh
para pengajar sains pada tingkat anak usia dini, maka tujuan-tujuan pengajaran sains bagi anak
dapat disimpulkan menjadi tiga dimensi utama bagi sasaran pokoknya, yaitu dimensi produk,
dimensi proses serta dimensi sikap sains.
Penjabaran tujuan pendidikan dan pembelajaran sains yang dikaitkan dengan ketiga
dimensi uatama di atas dapat dijelaskan masing-masing sebagai berikut : Pertama, tujuan
pengembangan pembelajaran sains dari dimensi sains sebagai produk. Tujuan-tujuan
pengembangan pembelajaran sains yang terkait dengan dimensi produk adalah pendidikan sains
diarahkan pada pengenalan dan penguasaan fakta, konsep, prinsip, teori maupun aspek-aspek
lain yang terkait dengan hal-hal yang ditemukan dalam bidang sains itu sediri. Masih terkait
dengan dimensi produk, disamping tuntutan pengembangan pembelajaran sains difokuskan pada
mengenali dan menguasai kumpulan pengetahuan, yang terpenting juga adalah diarahkan pada
kemampuan anak untuk dapat menjelaskan yang diketahuinya secara memadai kepada orang
lain, bisa kepada guru atau kepada teman-temannya. Bahkan lebih jauh, masih terkait dengan
dimensi produk, anak juga diharapkan mampu menyampaikan cara-cara yang digunakannya
dalam menguasai produk-produk pengetahuan yang sampai kepadanya tersebut. Dengan
demikian, perolehan sains sebagai produk disini bersifat lebih bermakna dan memadai.
Walaupun tuntutannya seperti itu, tetapi tetap level, kualitas dan kuantitasnya sangat disesuaikan
dengan kemampuan, karakteristik dan tahapan-tahapan atau tugas-tugas perkembangan anak.
Kedua, tujuan-tujuan program pengembangan pembelajaran sains yang dihubungkan
dengan dimensi sains proses, yaitu tujuan diarahkan pada penguasaan ketrampilan-ketrampilan
yang diperlukan dalam menggali dan mengenal sains. Kemampuan akhirnya adalah anak
menguasai cara-cara kerja yang ditempuh dalam menyingkap alam dan menyelesaikan masalah
yang terkait dengannya. Seseorang dikatakan menguasai sains dari dimensi proses, apabila cara
kerja dia dalam mengenal, menggali, dan mengungkapkan segala sesuatu yang terkait degan
alam ini serta segala permasalahannya: mengikuti proses ilmiah dengan kata lain menggunakan
metode ilmiah (scientific method). Bidang-bidang yang merupakan bagian yang harus dikuasai
anak dengan prosedur dan teknik yang benar dalam mengenal alam dan fenomenanya. Cara-cara
dan proses pengenalan obyek sains yang benar oleh anak perlu diperkenalkan sejak awal oleh
para guru atau pendidik. Melekat dan meningkatnya kemampuan anak dalam melakukan proes
sains secara benar merupakan indikator kunci bahwa sains yang diberikan pada anak terjadi
secara bermakna. Untuk itu guru atau pengajar bidang sains amat penting mengetahui standarstandar ketrampilan sains yang benar, serta mengetahui ketrampilan-ketrampilan sains mana
yang tepat dan sesuai untuk dilatihkan dan dikuasai anak sebagai bekal bagi kehidupannya kelak,
minimum bekal untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Ketiga, tujuan-tujuan program pengembangan pembelajaran sains yang dikaitkan dimensi
sains sebagai sikap, maskudnya adalah pengembangan sains pada anak usia dini secara bertahap
diarahkan pada suatu pembentukan pribadi atau karakter (character building), sehingga anak
sebagai sasaran dan yang akan menjadi output serta outcome pendidikan dan pembelajaran sains
sejak dini telah ditanamkan benih-benih sikap yang sesuai dengan tuntutan dan kriteria sebagai
seorang benar dalam memahami dan mendalami sains, dengan kata lain sikap ilmuwan
diperkenalkan secara berangsur-angsur sejak anak mulai atau mengenali sains.
2.1.3 Tujuan Pengembangan Pembelajaran Sains untuk Anak Usia Dini
Ada beberapa pandangan ilmuwan terhadap pendidikan dan pembelajaran sains
menyatakan bahwa tujuan pendidikan sains sejalan dengan kurikulum sekolah, yakni
mengembangkan anak secara utuh baik aspek domain kognitif, aspek afektif maupun aspek
psikomotor anak ( Abruscato, 1928), Sedangkan Sumaji mengemukakan bahwa tujuan sains
yang mendasar adalah untuk memupuk pemahaman, minat dan penghargaan anak didik terhadap
dunia dimana dia hidup. Sedangkan menurut Liek wilarjo (1988) mengemukakan bahwa fokus
dan tekanan pendidikan sains terletak pada bagaimana kita membiarkan diri anak dididik oleh
alam agar menjadi lebih baik. Maknanya dididik dengan alam, melatih anak untuk jujur dan tak
berprasangka. Dari pengalaman bergumul keras untuk memecahkan persoalan dalam sains, kita
dilatih untuk gigih dan tekun dalam menghadapi berbagai kesulitan, meningkatkan kearifan, dan
meningkatkan mendewasaan pertimbangan
dalam menempuh jalan kehidupan. Dengan
demikian tujuan pembelajaran sains hendaknya diarahkan pada penguasaan konsep dan dimensidimensinya, kemampuan menggunakan metode ilmiah, dalam pemecahan suatu masalah,
sehingga terbangun kesadaran akan kebesaran Tuhan Yang Maha Pencipta Alam, yang ciptaanNya kita pelajari selama ini.
Leeper (1994) mengemukakan tujuan pembelajaran sains bagi anak usia dini adalah
sebagai berikut :
1. Agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui
penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam
menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya.
2. Agar anak memiliki sikap ilmiah. Hal-hal yang mendasar, misalnya : tidak cepat-cepat
dalam mengambil keputusan, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhatihati terhadap informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka.
3. Agar anak-anak mendapatkan penngetahuan dan informasi ilmiah yang lebih baik dan
dapat dipercaya, artinya informasi yang diperoleh anak berdasarkan pada standar
keilmuan yang semestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasil temuan dan
rumusan yang obyektif serta sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan yang menaunginya.
4. Agar anak lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan
di lingkungan dan alam sekitarnya.
Berdasarkan tujuan tersebut, jelaslah bahwa pengembangan pembelajaran sains bukan
saja membina domain kognitif anak saja, melainkan membina aspek afektif dan psikomotor
secara seimbang, bahkan lebih jauh diharapkan dengan mengembangkan pembelajaran sains
yang memadai (adequate) akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan berfikir kritis yang
semuanya akan sangat bermanfaat bagi aktualisasi dan kesiapan anak untuk menghadapi
perannya yang lebih luas dan kompleks pada masa akan datang.
Berdasarkan Kurikulum Permen Dikdas No. 58 Tahun 2009 Taman Kanak-Kanak
disebutkan bahwa salah satu hasil belajar dalam aspek kognitif adalah anak dapat mengenal
konsep-konsep Sains sederhana. Beberapa konsep sains sederhana yang dapat dipelajari anak
usia Taman Kanak-kanak adalah sebagai berikut: (1) Mengenali benda di sekitarnya menurut
ukuran (pengukuran), (2) Balon ditiup lalu dilepaskan, (3) Benda-benda dimasukkan ke dalam
air (terapung, melayang, tenggelam), (4) Benda-benda yang dijatuhkan (gravitasi), (5) Percobaan
dengan magnet, (6) Mengamati dengan kaca pembesar, (7) Mencoba dan membedakan
bermacam-macam rasa,bau dan suara
Pengetahuan mengenai konsep-konsep sains sederhana dapat diperkenalkan dan
dipelajari anak-anak melalui kegiatan bermain atau anak diajak untuk melakukan eksperimen
(percobaan sederhana). Dengan memberi kesempatan kepada anak untuk bereksperimen maka
anak telah didorong untuk selalu mencoba sesuatu yang baru sehingga dapat mengarahkan anak
menjadi seorang yang kreatif dan penuh inisiatif.
2.1.4 Pengenalan Sains Sederhana dengan Bermain
Dunia anak adalah bermain. Dengan bermain, anak akan belajar berbagai macam hal
yang terjadi di sekitarnya. Bagi anak-anak, bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan
karena melalui kegiatan ini, anak dapat mengekspresikan berbagai perasaan maupun ide-ide yang
sedang dipikirkannya. Mereka juga dapat menjelajah ke dunia imajinasi atau khayalan sehingga
tanpa disadari mereka telah mengembangkan daya kemampuan belajar sains sederhana, daya
cipta dan juga kemampuan berpikirnya. Selain itu, anak dapat memuaskan rasa ingin tahunya
pada berbagai benda yang ada di sekitarnya. Sains merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan
yang bertujuan untuk mempelajari dan memahami kejadian atau fenomena alam yang terjadi di
lingkungan sekitar sehingga untuk memperkenalkan konsep sains pada anak dapat dilakukan
melalui kegiatan bermain. Di dalam kegiatan bermain tersebut anak diajak untuk bereksperimen.
Ketika anak menguji coba sesuatu yang memancing rasa ingin tahunya, sebenarnya dia telah
mencoba berlatih untuk berpikir kritis. Dengan demikian, penerapan metode bermain dengan
pendekatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain dapat memberikan kesempatan
pada anak untuk melatih kemampuan berpikir baik kemampuan berpikir kritis maupun kreatif
dan mempelajari berbagai macam konsep sederhana. Untuk melatih kemampuan berpikir kritis
dapat dilakukan dengan membedakan fakta dan opini, menemukan kesalahan dan menemukan
kemungkinan. Sedangkan untuk melatih kemampuan berpikir kreatif, dapat dilakukan dengan
membuat kombinasi baru, membandingkan dan menemukan alternatif lain.
Pengenalan sains sederhana dengan metode bermain sambil belajar untuk melatih
kemampuan berpikir anak dapat diterapkan karena anak Taman Kanak-kanak telah mampu
dalam hal menghitung bilangan. Selain itu, alat-alat yang digunakan merupakan alat-alat
sederhana dan mudah diperoleh di sekitar lingkungan tempat tinggal anak.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang menerapkan metode bermain, dapat
dipersiapkan Rencana Kegiatan Harian (RKH). Dalam RencanaKegiatan Harian (SKH) ini berisi
pelaksanaan kegiatan bermain dengan pendekatan bermain sambil belajar. Sedangkan
kemampuan berpikir anak dapat diketahui dan diamati dari lembar evaluasi bermain sambil
belajar yang berisi pertanyaan-pertanyaan. Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir anak baik kemampuan berpikir kritis dan
kreatif.
2.2
Karakteristik Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini, menurut Sujiono dan Sujiono (Yuliani
Nurani Sujiono, 2009: 138), pada dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret
berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang
diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus
dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
Atas dasar pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran untuk anak usia dini
memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi
(Slamet Suyanto,
2005: 133).
Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan
sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak
belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia.
Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan. Hasil belajar anak
menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya. Dalam
belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.
2. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu pada tiga hal penting, yaitu
: 1) berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada individu yang tepat, dan 3)
berorientasi pada konteks social budaya (Masitoh dkk., 2005: 3.12).
3. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia
anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai,
serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia tersebut.
4. Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi
pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi,
dan memenuhi harapan anak.
5. Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi
perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat
mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak
dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
2.2.1 Pentingnya Pengembangan Pembelajaran sains bagi Anak Usia Dini
Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses dengan demikian sains adalah
kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu.
Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. Sains sebagai proses
merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam
rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan
akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari sains ialah
kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Definisi sains yang merefleksikan pendekatan yang diterima secara umum dalam
pendidikan sains saat ini adalah : “sains merupakan suatu pembelajaran yang terakumulasi dan
sistimatik tentang fenomena alam. Kemajuan sains ditandai bukan hanya oleh suatu akumulasi
fakta, tetapi oleh berkembangnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.” Jadi sains merupakan proses
belajar yang dilakukan manusia untuk mempelajari fenomena-fenomena alam sehingga
menghasilkan sekumpulan fakta yang menuntun pada penemuan berbagai konsep, prinsip,
generalisasi, teori, dan hukum tentang alam sebagai wujud dari produk sains. Pengumpulan fakta
dilakukan melalui proses yaitu metode ilmiah dan sikap ilmiah yang memungkinkan keduanya
berkembang seiring dengan perkembangan pemahaman manusia tentang alam.
James B. Conant (2000:25), seorang ilmuwan bekebangsaan Amerika mendefinisikan
sains adalah serangkaian skema konsep-konsep dan konseptual yang telah dikembangkan sebagai
suatu hasil eksperimen dan pengamatan yang mendorong dilakukannya eksperimen dan
pengamatan lebih lanjut. Seperti halnya definisi pertama, definisi kedua pun menekankan bukan
hanya pada produk sains tetapi juga pada proses sains yaitu eksperimen dan pengamatan sebagai
suatu bentuk metode ilmiah yang juga di dalamnya terkandung sikap ilmiah. Produk sains yang
telah ditemukan mendorong untuk dilakukan eksperimen dan pengamatan lebih lanjut sehingga
memungkingkan berkembangnya metode ilmiah, sikap ilmiah, dan produk sains itu sendiri.
Istilah proses atau metode, pengamatan (observasi), dan sistematik yang digunakan dalam
difinisi sains menunjukkan adanya sifat dinamik dari sains baik dalam prinsip maupun praktik.
Implikasi yang penting dari definisi sains ini adalah: (1) Sains merupakan hasil dari aktivitas
manusia melalui proses sistematik yang disebut metode ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah;
(2) Sains memiliki otoritas yaitu observasi. Oleh karena itu, sains memiliki keterbatasan, segala
yang ada di luar jangkauan indra manusia sebagai alat observasi berada di luar batas sains.
Berdasarkan kajian terhadap dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sains pada
hakikatnya meliputi tiga unsur, yaitu:
1. Sikap : Keyakinan, nilai, pendapat, dan aspek afeksi lainnya yang melekat pada diri
individu yang aktualisasinya ditunjukkan oleh caranya dalam berpikir, bersikap, dan
bertindak.. Misalnya tidak tergesa-gesa menyimpulkan tanpa didukung oleh data yang
cukup dalam memecahkan masalah.
2. Proses atau metode : Proses penyeledikan yang dilakukan untuk memecahkan masalah.
Misalnya merumuskan hipotesis, merancang dan melakukan eksperimen, mengevaluasi
data, mengukur dan lain sebagainya.
3. Produk : Fakta-fata, prinsip-prinsip, hukum-hukum, teori-teori, dan lain sebagainya
sebagai kesimpulan dari serangkaian hasil proses ilmiah. Misalnya prinsip ilmiah :
Logam akan memuai jika dipanaskan.
Pengembangan pembelajaran sains bagi anak usia dini, harus memiliki arah dan tujuan
yang jelas, karena dengan tujuan yang jelas akan dapat dijadikan standar dalam menentukan
tingkat ketercapaian dan keberhasilan suatu tujuan pembelajaran yang dikembangkan dan
dilaksanakan. Suatu tujuan yang dianggap terstandar dan memiliki karakteristik yang ideal,
apabila tujuan yang dirumuskan memiliki tingkat ketepatan (validity), kebermaknaan
(meaningfulness), fungsional dan relevansi yang tinggi dengan kebutuhan serta karakteristik
sasaran. Mengingat pentingnya tujuan pembelajaran mempunyai keterukuran yang memadai,
artinya tujuan pembelajaran yang dikembangkan harus dapat diukur dengan mudah, sederhana
dan praktis. Prasyarat keterukuran suatu program menjadi suatu keharusan apabila pembelajaran
sains dipandang sebagai suatu proses yang dinamis, terus menerus, berkesinambungan dan
terintgrasi. Hasil pengukuran tersebut dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan programprogram berikutnya.
Download