OLEH LUCKY SUSILO NO. REG : 7526130955 UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA PROGRAM STUDI PASCA SARJANA DIKDAS 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Perkembangan Emosi Anak Usia Sekolah Dasar ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah, Pendidikan Anak Usia Sekolah Dasar. Makalah ini menjelaskan lebih mendalam mengenai perkembangan emosi anak pada usia sekolah dasar dengan bahasa yang lebih mudah untuk di cerna dan di pahami. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Perkembangan emosi anak, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan perkembangan emosi anak usia sekolah dasar. Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai perkembangan emosi anak yang ditinjau dari usia sekolah dasar, khususnya bagi penulis. Akhir kata, mungkin dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran tentunya sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................... i DAFTAR ISI ............................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ............................................................................. 1 B. Rumusan masalah ....................................................................... 2 C. Tujuan .......................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian emosi ......................................................................... 3 B. Perkembangan emosi anak .......................................................... 6 C. Macam – macam ekspresi emosi anak ........................................ 12 D. Ciri khas emosi anak .................................................................... 20 E. Tingkat perkembangan emosi ...................................................... 22 F. Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi ......... 23 G. Kecerdasan emosi ....................................................................... 26 BAB III IMPLIKASI PERKEMBANGAN EMOSI TERHADAP KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR A. Implikasi perkembangan emosi anak terhadap kurikulum ............. 30 B. Implikasi perkembangan emosi anak terhadap pembelajaran ...... 32 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 34 B. Implikasi ....................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 35 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seorang anak dalam perkembangannya memiliki banyak keunikan yang terkadang mengejutkan. Keunikan dalam perkembangan tersebut sulit dimengerti oleh orang dewasa khususnya orang tua,Sehingga banyak kejadian orang tua bersikap kasar kepada anaknya ketika anak memunculkan beberapa sifat khasnya. Hal yang sama tidak jarang hal itu terjadi pada dewan pendidik di sekolah. Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek. Salah satu aspek perkembangan yang sering sekali menjadi masalah adalah perkembangan emosi anak. Hal yang sangat sering di permasalahkan orang tua pada umumnya adalah anak bergitu nakal. Mungkin saja hal itu bersifat normal tetapi ada kemungkinan merupakan gangguan yang terjadi dari perkembangan emosi. Banyaknya fenomena yang sering ditemui kemungkinan besar karena baik orang tua maupun guru hanya belum mengerti tahap-tahap perkembangan anak tersebut. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang akan merugikan anak, penulis akan memaparkan tentang perkembangan emosi anak usia sekolah dasar. B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang tentang isi makalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Apakah yang dimaksud emosi? 2. Bagaimanakah perkembangan emosi pada anak usia sekolah dasar? 3. Apa sajakah macam ekspresi emosi pada anak usia sekolah dasar? 4. Apakah ciri khas emosi pada anak usia sekolah dasar? 5. Bagaimanakah tingkatan perkembangan emosi? 6. Apa sajakah factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada anak usia sekolah dasar? 7. Bagaimana cara mengembangkan kecerdasan emosi anak usia sekolah dasar? C. TUJUAN Penyusunan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Kepada orang tua, Semoga dapat dijadikan pedoman untuk memahami perkembangan anak khususnya di sekolah dasar. 2. Kepada guru, Semoga dapat dijadikan bekal untuk mendidik anak yang perkembangan masih labil. Agar hak-hak anak dalam pendidikan dapat terpenuhi. 3. Kepada penulis, Semoga dapat dijadikan pelajaran dan dapat dijadikan bekal untuk menjalani profesi nantinya. Selain itu, semoga dapat dijadikan batu loncatan untuk menyusun makalah yang lebih baik lagi. BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN EMOSI Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995). Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan. Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan perasaan, kendati dengan makna yang berbeda. Senang termasuk perasaan, sedangkan takut termasuk emosi. Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling) seperti halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu yang dirasakan indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga perasaan bersifat menetap menjadi suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal. Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan jika seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat melihat film atau sinetron dramatis. Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Seperti halnya perasaan, emosi juga membentuk suatu kontinum atau garis yang bergerak dari emosi positif sampai negatif. Minimal ada empat ciri emosi, yaitu : 1. Pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu yang satu dengan lainnya; 2. Ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat); 3. Diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia; 4. Sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak barang. (Kurnia, 2008 : 2.23). Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi. B. PERKEMBANGAN EMOSI ANAK Tahun-tahun awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwaperistiwa yang bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang bersifat interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan pengasuh atau babysitter, yang dapat menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi negatif ini sangat penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan dan berkaitan dengan kemampuan kognitif dan kompetensi sosial (Garner dan Landry, 1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan, 1994 dalam Pamela W., 1995:417). Perilaku awal emosi dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan kemampuan afektif (Cicchetti, Ganiban dan Barnet, 1991 dalam Pamela W., 1995:417). Keluarga dengan orang tua yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan perkembangan emosi yang juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422). Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak. Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu : 1. Dicintai, 2. Dihargai, 3. Merasa aman, 4. Merasa kompeten, 5. Mengoptimalkan kompetensi Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif. Hurlock, 1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial dan anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi sebagai berikut. 1. Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi adalah luapan perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan. Luapan ini menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk memperluas wawasannya. 2. Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai contoh kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika timbul amarah. Apabila persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak. 3. Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak mengganggu kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan motorik anak. 4. Emosi merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh, suara, dan sebagainya merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyatakan perasaan dan pikiran (komunikasi non verbal). 5. Emosi mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir, berkonsentrasi, belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu, pada anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat mengganggu aktivitas mentalnya. 6. Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi anak dalam menilai dirinya sendiri. 7. Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam aktivitas sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut. 8. Emosi mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga mengajarkan kepada anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan tuntutan lingkungan sosial. 9. Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak biasanya ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau cemberut. Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak. 10. Emosi mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong lingkungan untuk memberikan umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, dia akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula, sehingga anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan. 11. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Setiap ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik tertentu akan sangat sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan dengan mengulang-ulang perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi kebiasaan yang positif pula. Anak mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini perlu kita cermati karena bersifat spontan dan seringkali dilakukan tanpa sadar. Dengan memahami bahasa tubuh inilah kita dapat memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain : ekspresi wajah, napas, ruang gerak, dan pergerakan tangan dan lengan. Pada usia sekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan emosi (Saarni, Mumme, dan Campos, 1998 dalam De Hart, 1992:348). Pada usia 6 tahun anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan (De Hart, 1992:348), tetapi anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang lain (Friend and Davis, 1993). Pada tahapan ini anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup : 1. Kapasitas untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional. 2. Menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman emosional. Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu : a. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara. b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan menverbalsasikan rasa konflik malu emosi dan yang bangga. Anak dialaminya. dapat Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain. c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006). d. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam. Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud adalah : a. Merupakan bentuk komunikasi. b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. e. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak (Resa, 2010). C. MACAM EKSPRESI EMOSI ANAK Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia SD/MI adalah rasa takut, khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan sedih, ingin tahu, gembira/senang, cinta dan kasih sayang. Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008) 1. Rasa takut Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan. a. Mula-mula tidak takut, karena anak belum kemungkinan yang terdapat pada objek. b. Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya. sanggup melihat c. Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya. 2. Rasa malu Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa. 3. Rasa canggung Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress). 4. Rasa khawatir Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun. 5. Rasa cemas Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai. 6. Rasa marah Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka. 7. Rasa cemburu Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang. 8. Duka cita Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai. 9. Keingintahuan Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri. 10. Kegembiraan Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbedabeda intensitas kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua. Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh sesuatu yang jelas penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena adanya ancaman oleh sesuatu yang tidak terlalu jelas penyebabnya. Ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat karena mengakibatkan seseorang tetap waspada dan berharap agar situasi menjadi lebih baik. Biasanya anak takut akan kegelapan, ditinggal sendirian, terhadap binatang tertentu, serta tidak disayang dan diterima oleh keluarga dan teman sebaya. Terjadi variasi rasa takut pada anak yang dipengaruhi oleh tingkat intelegensi, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan kelahiran, dan kepribadian anak (introvert atau ekstrovert). Rasa takut pada anak biasanya berkaitan dengan rasa malu yang merupakan bentuk penarikan diri anak dari hubungan dengan orang lain, juga dengan rasa canggung dan ragu apabila ada orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal dengan penampilan tidak seperti biasanya. Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi lebih disebabkan karena membayangkan situasi bahaya atau kesakitan yang mungkin terjadi. Biasanya terekspresikan dalam bentuk perilaku yang murung, gugup, mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak, dan cepat marah. Dapat juga sebaliknya. Anak menyelubungi rasa takut, khawatir, dan cemas dengan berperilaku tidak sebagaimana biasanya, seperti makan berlebihan, menonton televisi berlebihan, dan menyalahkan orang lain. Tingkat kekhawatiran dan kecemasan tergantung pada kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang dibayangkan akan terjadi. Rasa marah merupakan suatu perasaan yang yang dihayati oleh anak yang cenderung bersifat menyerang. Cukup banyak diekspresikan oleh anak karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak dibandingkan dengan rangsangan yang menimbulkan rasa takut. Sebagaimana halnya variasi rasa takut, rasa marah pada setiap anak juga berbeda-beda. Ada anak yang dapat menghadapi dan mengatasi rasa marah lebi baik dibandingkan anak lainnya. Rangsangan yang biasa menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan (dari orang lain ataupun ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang diinginkan anak, juga rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan anak, serta sejumlah kejengkelan yang bertumpuk. Reaksi anak terhadap kemarahan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu : 1. Reaksi impulsif biasa disebut juga agresi, berupa rekasi fisik maupun kata-kata yang ditujukan kepada orang lain, binatang, maupun benda. Ledakan kemarahan pada anak kecil disebut “temper tantrum” dengan cara memukul, menggigit, meludah, dan menyepak; 2. Kemarahan yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri, mengasihani diri, atau mengancam untuk melarikan diri, juga bersikap apatis/masa bodoh. Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan atau kesalahan dalam melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Rasa sedih juga dapat diisebabkan oleh hilangnya sesuatu yang sangat dicintai atau disayang atau kehilangan seseorang, dan binatang atau benda permainan kesayangan. Perasaan ini merupakan salah satu emosi yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak terhindar atau sedikit mungkin mengalami kesedihan karena dianggap dapat merusak kebahagiaan anak. Anak, terutama apabila masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan lama dan mudah dialihkan rasa sedihnya kepada mainan atau orang yang disayangi. Ekspresi rasa sedih pada anak umumnya tampak dengan menangis. Tangisan anak ada yang memilukan dan berlarut-larut bahkan sampai ada yang mendekati histeris. Akan tetapi, ada juga anak yang menekan rasa sedih, ditandai oleh hilangnya minat terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, hilang selera makan, sukar tidur, mimpi menakutkan, dan menolak untuk bermain. Rasa sedih yang berlarut-larut dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan dan meng-ganggu kebahagiaan anak. Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan emosi yang menyenangkan. Setiap anak berbeda variasi kegembiraannya. Hal itu dipengaruhi oleh perbedaan usia anak. Pada peserta didik usia SD/MI, kegembiraan antara lain disebabkan oleh kondsi fisik yang sehat sehingga dapat melakukan berbagai aktivitas dan permainan, keberhasilan mengatasi rintangan sehingga mencapai tujuan seperti yang telah mereka tetapkan, dan dapat memenuhi harapan dari orang-orang yang dikasihinya. Reaksi kegembiraan anak diekspresikan dari sekedar senyum sampai tertawa gembira sambil menggerakkan tubuh, dan bertepuk tangan. Tuntutan sosial memaksa anak yang semakin besar untuk semakin dapat mengendalikan ekspresi kegembiraannya. Cemburu dan kasih sayang merupakan bentuk emosi yang umum terjadi pada peserta didik usia sekolah dasar. Cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyaata dan adanya ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu sering berasal dari rasa takut yang dikombinasikan dengan kejengkelan ataupun kemarahan karena orang tua atau guru bersikap pilih kasih, dan anak merasa ditelantarkan terhadap kepemilikan barang permainan. Rasa cemburu biasanya hilang apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di sekolah, dan dapat muncul kembali apabila guru membandingkannya dengan anak atau teman lain. Reaksi langsung rasa cemburu diekspresikan dengan perilaku perlawanan agresif seperti memukul, mendorong, dan berusaha mencelakaiorang yang dianggap saingannya. Reaksi tidak langsung terhadap cemburu ditunjukkan dengan bersikap kekanakan atau infantil, seperti mengisap jempol, ngompol, dan ngambek, untuk mendapat perhatian dari orang tua atau guru. Perasaan dikasihi atau disayangi sangat penting bagi anak. Adanya rasa dikasihi menyebabkan anak merasa aman dan nyaman. Kasih sayang melibatkan empati dan berusaha membuat orang yang dikasihi menjadi bahagia atau senang. Rasa ingin tahu merupakan reaksi emosi terhadap hal-hal yang baru, aneh, dan misterius yang terjadi di lingkungannya. Anak usia sekolah dasar akan bergerak ke sumbernya dan mempunyai minat terhadap segala sesuatu di lingkungannya, termasuk dirinya sendiri. Semakin luas lingkungan gerak atau area penjelajahan anak, semakin besar dan luas pula rasa ingin tahunya. Anak bertanya atau menanyakan segala macam yang mereka amati di sekitarnya. Semakin anak besar, aktivitas bertanyanya digantikan dengan membaca, dan melakukan eksperimen untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Peringatan dan hukuman dapat mengendalikan anak melakukan penjelajahan untuk memuaskan rasa ingin tahunya. D. CIRI KHAS EMOSI ANAK Ciri khas emosi pada anak antara lain : 1. Emosi yang kuat Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele. 2. Emosi seringkali tampak Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukuman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima. 3. Emosi bersifat sementara Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu : a. Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang. b. Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas. c. Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap. 4. Reaksi mencerminkan individualitas Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung seseorang. 5. Emosi berubah kekuatannya Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai. 6. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol. E. TINGKAT PERKEMBANGAN EMOSI Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang terjadi akibat dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak langsung. Reaksi tersebut dapat tercermin dalam individu yang meningkatkan aktivitas kelenjar tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi umumnya berkurang sesuai proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan oleh pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan penyebab ketakutan pada diri seseorang anak mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya. Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang meliputi : 1. Emosi stabil Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali. 2. Emosi stabil rata-rata Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak, berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan terkadang menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian daripada kebiasaan. 3. Emosi labil Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004). F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEPENGARUHI PERKEMBANGAN EMOSI. Berberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi anak adlah sebagai berikut. 1. Keadaan anak Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya. 2. Faktor belajar Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain: a. Belajar dengan coba-coba Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan. b. Belajar dengan meniru Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati. c. Belajar dengan mempersamakan diri Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. d. Belajar melalui pengondisian Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka. e. Belajar dengan bimbingan dan pengawasan Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006). 3. Konflik – konflik dalam proses perkembangan Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi. 4. Lingkungan keluarga Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya. Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif (Syamsu, 2008). G. KECERDASAN EMOSIONAL Menurut Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang individu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik. Faktor kematangan dan pengalaman belajar, juga kondisi lainnya mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Pada perkembangan emosi peserta didik, pengaruh faktor belajar lebih penting karena belajar merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Terdapat berbagai cara untuk mengendalikan lingkungan dan pengalaman belajar emosi, baik untuk memperkuat pola reaksi emosi yang diinginkan, atau menghilangkan pola reaksi yang tidak diinginkan. Perkembangan emosi dapat dipelajari antara lain dengan cara atau metode berikut. (Kurnia, 2008 : 2.29) 1. Belajar emosi dengan cara coba dan ralat (trial and error), terutama melibatkan aspek reaksi. Anak mencoba-coba dalam mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang dapat diterima. 2. Belajar dengan cara meniru (imitasi) dilakukan melalui pengamatan yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain. Anak belajar bereaksi dengan cara yang sama dengan ekspresi dari orang yang diamati dan ditiru perilakunya. 3. Belajar dengan cara mempersamakan diri (identifikasi) dengan orang lain yang dikagumi atau mempunyai ikatan emosional dengan anak lebih kuat dibandingkan dengan motivasi untuk meniru sembarang orang. 4. Belajar melalui pengkondisian berarti belajar perkembangan emosi dengan cara asoiasi atau menghubungkan antara stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi). Pengkondisian lebih cepat terjadi pada anak kecilyang mempelajari perkembangan perilaku karrena anak kurang mampu menalar, dan kurang pengalaman. 5. Belajar melalui pelatihan (training) dibawah bimbingan dan pengawasan guru atau orang tua. Dengan pelatihan, anak dirangsang untuk bereaksi terhadap hal-hal tertentu dan belajar mengendalikan lingkungan atau emosi dirinya. Pada diri setiap individu, termasuk peserta didik usia sekolah dasar, ada emosi dominan yaitu satu atau beberapa emosi yang menimbulkan pengaruh terkuat terhadap perilaku seseorang dan mempengaruhi kepribadian anak, khususnya dalam penyesuaian pribadi dan sosial. Emosi dominan ini biasanya terbentuk dan bergantung pada lingkungan tempat anak hidupa dan menjalin hubungan dengan orang-orang yang berarti atau berpengaruh dalam kehidupannya, seperti kondisi kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan teman sebaya, perlindungan aspirasi orang tua, serta cara mendidik dan bimbingan orang tua. Emosi dominan ini akan mewarnai temperamen anak dan bersifat menetap. Anak yang bertemperamen periang akan memandang ringan rintangan yang menghalangi langkahnya. Demikian juga, besarnya pengaruh emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang dan kebahagiaan menyebabkan timbulnya perasaan aman yang akan membantu anak dalam menghadapi masalah dengan penuh ketenangan, kepercayaan dan keyakinan dapat mengatasinya, bereaksi terhadap rintangan denga ketegangan emosi yang minimal, dan dapat emosi yang mempertahankan keseimbangan emosi. Kesimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara : pengendalian lingkungan dengan tujuan agar tidak/kurang menyenangkan dapat cepat diimbangi dengan emosi yang menyenangkan; mengembangkan toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan untuk menghambat pengaruh emosi yang tidak menyenangkan (marah, kecemasan, dan frustrasi) dan belajar menerima kegembiraan dan kasih sayang. Terjadinya ketidakseimbangan antara emosi yang menyenangkan dan tidak menyenagkan akan membuat anak menjadi murung, cepat marah, dan watak negatif lainnya. Untuk itu diperlukan “katarsis emosi” yaitu keluarnya energi emosional yang dapat mengakngkat sebab terpendam, dan sekaligus membersihkan tubuh dan jiwa dari gangguan emosional. Kondisi emosi yang meninggi antara lain disebabkan oleh kondisi fisik (kesehatan buruk, gangguan kronis, perubahan dalam tubuh), kondisi psikologis (kecerdasan rendah, kecemasan, kegagalan mencapai aspirasi), dan kondisi lingkungan (ketegangan karena pertengkaran, sikap orang tua/guru yang otoriter, dll). BAB III IMPLIKASI PERKEMBANGAN EMOSI TERHADAP KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR C. Implikasi perkembangan emosi anak terhadap kurikulum Memasuki abad ke-21, para ahli psikologi mulai melakukan pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan emosi, yang dikenal dengan kecerdasan emosional. Menurut Goleman (Kurnia, 2008 : 2.30), orang yang memiliki keceradasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu mengendalikan diri dan gejolak emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres, mampu menerima kenyataan, dan dapat merasakan kesenangan meskipun dalam keadaan sulit. Pelatihan kecerdasan emosional dimulai dengan cara mengenali diri (kekuatan,kelemahan, cita-cita, dan harapan) serta perasaanperasaan yang ada pada diri seseorang, termasuk mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosi dengan perilaku yang dapat diterima. Belajar mengendalikan perasaan atau emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran emosi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Untuk mencapai pengendalian emosi, seseorang perlu memberikan perhatian pada aspek mental emosi sebanyak perhatiannya pada aspek fisik. Jadi, selain belajar cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi, anak juga harus belajar cara mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi tersebut. Anak harus mampu menilai rangsangan dan menentukan reaksi emosinya secara benar. Tercapainya pengendalian emosi penting bagi perkembangan anak secara keseluruhan. Semua kelompok sosial mengharap bahwa semua anak belajar mengendalikan emosinya. Semakin dini anak belajar mengendalikan emosinya, semakin lebih mudah pula mengendalikan dirinya. Kurikulum yang dikembangkan saat ini sangat mendukung terhadap perkembangan emosi anak. Mengembangkan emosi terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu anak untuk meningkatkan semangat dan kreatifitas dalam proses pembelajaran.perkembangan emosi yang tepat dapat mengarahkan anak untuk memenuhi tujuantujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya secara maksimal. Terutama dalam hal belajar, mengembangkan emosi anak terhadap suatu pelajaran sangat diperlukan. Anak akan tertarik untuk belajar apapun jika dilandasi dengan perkembangan emosi yang positif. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain; 1. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai kebutuhannya, 2. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik, 3. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin. Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut; 1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik, 2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak, 3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak, 4. Metode yang digunakan selalu merangsang perkembangan emosi anak didik, dan 5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus. D. Implikasi perkembangan emosi anak terhadap proses pembelajaran Perkembangan emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku siswa, dalam hal ini termasuk pula perilaku dalam belajar.Perkembangan emosi yang positif seperti perasaan senang, bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi siswa untuk berkonsentrasi terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan sebagainya.jika yang menyertai proses belajar itu emosi negatif seperti perasaan tidak senang dan kecewa, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti peserta didik tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Begitu pentingnya faktor perkembangan emosional dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik, Memperhatikan dan memahami emosi siswa dapat membantu pendidik mempercepat proses pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen. Memperhatikan dan memahami emosi siswa berarti membangun ikatan emosional dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Melalui kondisi belajar di maksud, para siswa akan lebih ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran. BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Dari uraian pembahasan tentang perkembangan emosi anak, dapat disimpulkan bahwa anak memiliki tahap-tahap perkembangan emosi dan setiap tahapnya memiliki keunikan tersendiri. Setiap tahap perkembangan emosi, orang tua dan guru harus mengetahui, Agar perkembangan emosi anak pada usia sekolah dasar dapat terarah. Hak-hak anak dalam perkembangannya harus dipenuhi untuk memaksimalkan kecerdasan emosinya, Orang tua agar mengetahui factor-faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi pada anak. B. SARAN Dari uraian tentang perkembangan emosi anak di atas penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut. 1. Kepada orang tua, Agar dapat memaksimalkan potensi anak khususnya dalam perkembangan emosi anak. 2. Kepada guru, Agar dapat memahami setiap tahap-tahap perkembangan emosi anak. Sehingga hak-hak anak dapat dipenuhi secara maksimal. 3. Kepada penulis, Agar dapat menambah pengetahuannya tentang perkembangan emosi anak. DAFTAR PUSTAKA Kurnia, Ingridwati. dkk. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Puspita, Widaya Ayu. 2008. Perkembangan Emosi Anak. http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/perkembangan-emosi anak.html. Diakses pada tgl 11 Febuari 2014. Reza, Muhammad. 2010. Memahami Ekspresi Emosi. http://muhammadreza.blogspot.com/2010/01/memahami-ekspresi-emosi.html. Diakses pada tgl 11 Febuari 2014. Sunarto & Agung, Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Hamalik, O. 2012. Manajemen Perkembangan Kurikulum. Cetakan ke-5. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.