SYOK HIPOVOLEMIK Kelompok 1 Disusun Oleh : 1. Ahmad Mukhlisin (106112036) 2. Rizka Fitria Deol (106112044) 3. Dina Firdous (106113001) 4. RizkyRosiana (106113002) 5. PancaAzhari (106113003) 6. AnjarRuhyana(106113004) 7. Devitasari (106113005) PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES ) AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006). B. RumusanMasalah 1. Bagaimana definisi syok hipovolemik? 2. Bagaimana patofisiologi syok hipovolemik? 3. Bagaimana manifestasi klinis syok hipovolemik ? 4. Bagaimana penatalaksanaan syok hipovolemik? 5. Bagaimanadefinisi diare? 6. Bagaimanapatofisiologi diare? 7. Bagaimanamanifestasi klinis diare? 8. Bagaimanapenatalaksanaan diare? C. Tujuan 1. Agar mahasiswa mengetahui definisi syok hipovolemik 2. Agar mahasiswa mengetahuipatofisiologi syok hipovolemik. 3. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis syok hipovolemik. 4. Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan syok hipovolemik. 5. Agar mahasiswamengetahuidefinisi diare. 6. Agar mahasiswamengetahuipatofisiologi diare 7. Agar mahasiswamengetahuimanifestasi klinis diare 8. Agar mahasiswamengetahuipenatalaksanaan diare BAB II PEMBAHASAN A. SYOK HIPOVOLEMIK 1. Pengertian Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok). Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006). 2. Patofisiologi Tubuh manusia mengaktivasi berespon sistem terhadap fisiologi utama perdarahan sebagai akut dengan berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin. a. Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna. b. Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal. c. Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air. d. Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle. 3. ManifesatsiKlinis Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah: a. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan. b. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan. c. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg. d. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam. 4. Penatalaksanaan a. Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah : 1) memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. 2) meredistribusi volume cairan 3) memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin. b. TerapiFarmakologi Obatanlgetika yang direkomendasikan : 1) Morfin 10-15 mg IM atau 15 mg IV 2) Petidin 50-100 mg per oral 3) Parasetamol 500 mg per oral 4) Parasetamoldancodein 30 mg per oral 5) Tradamol oral atau IM 50 mg atausupossitaria 100 mg c. Terapi non farmakologi 1) Pengobatan penyebab yang mendasari Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal. 2) Penggantiancairandandarah Pemasangan dua jalur intra vena dengan kjarum besar dipasang untuk membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6 %). 3) RedistribusiCairan Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi. 4) Military anti syoc trousersn(MAST) Adalah pakain yang dirancang untuk memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia dengan memberikan tekanan balik disekitar tungkai dan abdomen.Alat ini menciptakan tahanan perifer artificial dan membantu menahan perfusi coroner. 5. Diare a. Pengertian Diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja lembek sampai mencair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih) dalam sehari (DepkesRI, 2002), sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. b. Patofisiologi Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah: 1) Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. 3) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain. Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah. c. Manifestasiklinis 1) Buang air besar yang menjadi sering (berair, berbusa, tidak ada lendir, berbau asam ) 2) Frekuensi buang air besar melebihi normal (tiga kali berturutturut atau lebih dalam sehari). 3) Kotoran encer 4) Sakit perut/kejang perut 5) Demam dan muntah sebelum dan sesudah diare, padabeberapa kasus 6) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah) 7) Dehidrasi (kekurangan cairan) d. Penatalaksanaan 1) Terapifarmakologi Berbagai obat yang digunakan dalam terapi diare dimasukan dalam kategori berikut: antimotilitas, adsorben, antisekretori, antibiotik, enzim dan mikroflora usus. Obat yang digunakan ini tidak menyembuhkan, namun bersifat paliatif (meringankan) (a) Opiat dan derivatnya. Opiat dan derivatnya meringankan gejala diare dengan cara menunda transit isi intraluminal atau dengan meningkatkan kapasitas usus, sehingga memperpanjang waktu kontak dan penyerapan. Enkefalin, uatu zat opiat endogen, yang mengatur gerakan fluida didalam mukosa dengan merangsang proses penyerapan. Dampak buruk penggunaan opiat adalah adanya resiko ketergantungan dan kemungkinan memperburuk diare akibat infeksi. Opiat umumnya bekerja melalui mekanisme sentral dan perifer kecuali pada loperamid. Loperamid merupakan antisekretori yang bekerja pada sistem perifer dengan menghambat pengikatan protein kalsium pada kalmodulin dan mengendalikan sekresi klorida. Loperamid tersedia dalam sediaan kapsul 2 mg atau larutan 1 mg/5 ml. Dosis lazim dewasa adalah 4 mg peroral pada awal pemakaian diikuti 2 mg setiap setelah devekasi hingga 16 mg perhari. Dephenoksilat adalah agen opiat lain yang digunakan dalam penanganan diare. Tersedia dalam sediaan tablet 2,5 mg atau larutan 2,5 mg/5 ml. Dosis pada orang dewasa 3 sampai 4 kali sehari 2,5-4 mg, dengan maksimum dosis 20 mg perhari. Selain itu defoksin, suatu turunan defenoksilat juga sering digunakan sebagai kombinasi dengan atropin. Dosis pemakaian pada dewasa adalah 2 mg pada awal pemakaian selanjutnya 1 mg setiap setelah devekasi, dosis maksimum 8 mg perhari. (b) Adsorben. Adsorben digunakan untuk mengatasi munculnya gejala diare. Dalam kerjanya, absorben bekerja secara tidak spesisfik dengan menyerap air, nutrisi, racun, maupun obat. Pemberian adsorben bersama obat lain, akan menurunkan bioavailabilitas obat lain tersebut. Polikarbofil terbukti efektif mampu menyerap 60 kali beratnya. Dosis pada orang dewasa adalah 4 kali sehari 500 mg hingga maksimum 6 gram perhari. Adsorben lain yang dapat digunakan adalah Campuran kaolin-pektin dengan dosis 30120 ml setiap setelah buang air besar, atau attapulgit dengan dosis 1200-1500 mg setiap setelah buang air besar. (c) Antisekretori. Bismut subsalisilat terbukti memeliki efek antisekretori, antiinflamasi dan antibakteri. Sediaan obat ini adalah tablet kunyah 262 mg/tablet atau 262 mg/5 ml larutan. Dosis pada orang dewasa adalah 2 tablet atau 30 ml larutan setiap 30 menit untuk 1 sampai 8 dosis perhari. Oktreotide suatu analog somatostatin endogen sintesis digunakan untuk mengatasi gejala karsinoid tumor dan vasoaktif peptida yang disekresikan tumor. Dosis oktreotide bervariasi tergantung indikasi. Oktreotide menghambat banyak aktivitas hormon gastrointestinal sehingga penggunaanya banyak menimbulkan efek samping. (d) Produk Lain. Sediaan laktobacilus dapat menggantikan mikroflora usus, sehingga membantu mengembalikan fungsi normal usus dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Namun, diet produk yang mengandung 200-400 mg laktosa atau dekstrin sama efektifnya dengan memproduksi rekolonisasi flora normal. Selain itu antikolinergik seperti atropin juga dapat membantu memperpanjang transit usus. 2) Terapi non farmakologis Diet merupakan prioritas utama dalam penanganan diare. Menghentikan konsumsi makanan padat dan susu perlu dilakukan. Rehidrasi dan maintenance air dan elektrolit merupakan terapi utama yang harus dilakukan hingga episode diare berakhir. Jika pasien kehilangan banyak cairan, rehidrasi harus ditujukan untuk menggantikan air dan elektrolit untuk komposisi tubuh normal. Sedangkan pada pasien yang tidak mengalami deplesi volume, pemberian cairan bertujuan untuk pemeliharaan cairan dan elektrolit. Pemberian cairan parenteral perlu dilakukan untuk memasok air dan elektrolit jika pasien mengalami muntah dan dehidrasi berat, selain untuk mencegah terjadinya hipernatremia. BAB III KESIMPULAN Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006). DAFTAR PUSTAKA Arief, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Jilid II Edisi 3. Media Aesculapius : Jakarta Dongoes , Mariliynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakart Carpenito-moyet, Lynda juall. 2007, “Buku Saku Diagnosis Keperawatan”, Jakarta