SYOK ANAFILAKTIK Di susun Oleh : 1. Ana Kustianingsih 2. Asih Purwati 3. Aprilia Andina 4. Hilda Putri 5. Nurul Fajar 6. Oktaris Prayogi 7. Mira Fitriani D-3 KEPERAWATAN 3B STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat untuk diagnosis, pengobatan dan pencegahan telah menimbulkan reaksi obat yang tidak dikehendaki yang disebut sebagai efek samping. Reaksi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru disamping penyakit dasarnya, tetapi kadang-kadang dapat menimbulkan maut juga. Hipokalemi, intoksikasi digitalis, keracunan aminofilin dan reaksi anafilaktik merupakan contoh-contoh efek samping yang potensial bebahaya. Gatal-gatal karena alergi obat, mengantuk karena pemakaian antihistamin merupakan contoh lain reaksi efek samping yang ringan. Diperkirakan efek samping terjadi pada 6 sampai 15% pasien yang dirawat di rumah sakit, sedangkan alergi obat berkisar antara 6-10% dari efek samping. 40-60% disebabkan oeh gigitaan serangga, 20-40% disebabkan oleh zat kontrasradiografi, 10-20% disebabkan oleh penicillin. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh reasi alergi. (Prof.Dr. H. Tabrani Rab, Agenda Gawat Darurat (Critical Care), Hal.1033 ). Syok anafilaksis adalah suatu keadaan yang dipicu oleh respon hipersensivitas generalisata yang diperantai oleh IgE menyebabkan vasodilatasi sistemik dan peningkatan permeabilitas vascular.(Robbins & Cotrain (Dasar Patologi Penyakit Edisi 7, hal 144). B. Patofisiologi Syok anafilaktik terjadi setelah pajanan antigen terhadap sistem imun yang menghasilkan dreganulasi sel mast dan pelepasan mediator. Aktivasi sel mast dapat terjadi baik oleh jalur yang dimediasi imunoglobulin E (IgE) (anafilaktik) maupun yang tidak dimediasi IgE (anafilaktoid ). Pencetus syok anafilaktik meliputi gigitan atau sengatan serangga, obat-obatan dan makanan; anafilaksis dapat juga bersifat idiopatik. Mediator gadar meliputi histamine, leukotriene, triptase, dan prostaglandin. Bila dilepaskan, mediator menyebabkan peningkatan sekresi mucus, peningkatan tonus otot polos bronkus, edema saluran napas, penurunan tonus vascular, dan kebocoran kapiler. Konstelasi mekanisme tersebut menyebabkan gangguan pernapasan dan kolaps kardiovaskular. ( Michael I. Greenberg, Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan, Hal. 24) Antigen masuk ke dalam tubuh dapat melalui bermacam cara yaitu kontak langsung melalui kulit, inhalasi, saluran cerna dan melalui tusukan / suntikan. Pada reaksi anafilaksis, kejadian masuknya antigen yang paling sering adalah melalui tusukan / suntikan. Begitu memasuki tubuh, antigen akan diikat langsung oleh protein yang spesifik (seperti albumin). Hasil ikatan ini selanjutnya menempel pada dinding sel makrofag dan dengan segera akan merangsang membrane sel makrofag untuk melepaskan sel precursor pembentuk reagen antibody immunoglobulin E atau reagenic ( IgE) antibody forming precursor cell. Selsel precursor ini lalu mengadakan mitosis dan menghasilkan serta membebaskan antibody IgE yang spesifik. IgE yang terbebaskan ini akan diikat oleh reseptor spesifik yang berada pada dinding sel mast dan basofil membentuk reseptor baru yaitu F ab. Reseptor F ab ini berperan sebagai pengenal dan pengikat antigen yang sama. Proses yang berlangsung sampai di sini disebut proses sensitisasi. Pada suatu saat dimana tubuh kemasukan lagi antigen yang sama, maka antigen ini akan segera sikenali oleh reseptor F ab yang telah terbentuk dan diikat membentuk ikatan IgE – Ag. Adanya ikatan ini menyebabkan dinding sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepaskan mediatormediator endogen seperti histamine, kinin, serotonin, Platelet Activating Factor (PAF). Mediator-mediator ini selanjutnya menuju dan mempengaruhi sel-sel target yaitu sel otot polos. Proses merupakan reaksi hipersensitivitas. Pelepasan endogen tersebut bila berlangsung cepat disebut fase akut dan karena dapat dilepaskan dalam jumlah yang besar, maka biasanya tidak dapat diatasi dengan hanya memberikan antihistamin. Pada saat fase akut ini berlangsung, pada membran sel mast dan basofil terjadi pula proses yang lain. Fosfolipid yang terdapat di membrane sel mast dan basofil oleh pengaruh enzim fosfolipase berubah menjadi asam arakidonat dan kemudian akan menjadi prostaglandin, tromboksan dan leukotrien / SRSA ( Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) yang juga merupakan mediator-mediator endogen anafilaksis. Karena proses terbentuknya mediator yang terakhir ini lebih lambat, maka disebut dengan fase lambat anafilaksis. Melalui mekanisme yang berbeda, bahan yang masuk ke dalam tubuh dapat lasung mengaktivasi permukaan reseptor sel plasma dan menyebabkan pembebasan histamine oleh sel mast dan basofil tanpa melalui pembentukan IgE dan reaksi ikatan IgE-Ag. Proses ini disebut reaksi anafilaktoid, yang memberikan gejala dan tanda serta akibat yang sama seperti reaksi anafilaksis. Beberapa sistem yang dapat mengaktivasi komplemen yaitu, obat-obatan, aktivasi kinin, pelepasan histamine secara langsung, narkotika, obat pelemas otot : d-tubokurarin, atrakurium, antibiotika : vankomisin, polimiksin B. Pada reaksi anafilaksis, histamine dan mediator lainnya yang terbebaskan akan mempengaruhi sel target yaitu sel otot polos dan sel lainnya. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa: 1. Terjadinya vasodilatasi sehingga terjadi hipovolemi yang relative. 2. Terjadinya kontraksi dari otot-otot polos seperti spasme bronkus mengakibatkan sesak nafas, kontraksi vesika urinaria menyebabkan inkontinensia uri, kontraksi usus menyebabkan diare. 3. Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan edema karena pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial dan menyebabkan hipovolemi intravaskuler dan syok. Edema yang dapat terjadi terutama di kulit, bronkus, epiglottis dan laring. 4. Pada jantung dapat terjadi spasme arteri koronaria dan depresi miokardium. 5. Terjadinya spasme arteri koronaria dan depresi miokardium yang bila sangat hebat dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Leukotrin (SRSA) dan tromboksan yang terbebaskan pada fase lambat dapat menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat dibandingkan dengan yang disebabkan oleh histamine. Prostaglandin selain dapat menyebabkan bronkokonstriksi juga dapat meningkatkan pelepasan histamine. Peningkatan pelepasan histamine ini dapat pula disebabkan oleh PAF. C. Manifestasi klinis Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran: 1. Umum : Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan Prodormal : rasa tak enak di dada, dan perut, rasa gatal di hidung dan Palatum. 2. Pernapasan : a. Hidung : hidung gatal, bersin, dan tersumbat b. Laring : rasa tercekik, suara serak, sesak napas, stridor, edema. c. Lidah : edema d. Bronkus : batuk, sesak, mengi, spasme. 3. Kardiovaskuler : pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi sampai syok, aritmia. Kelainan EKG : gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard 4. Gastrointestinal : disfagia, mual, muntah, kolik,diare yang kadang- kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi. 5. Kulit : urtika, angiodema di bibir, muka, atau ekstermitas. 6. Mata : gatal, lakrimasi 7. Susunan saraf pusat : gelisah, kejang D. Terapi farmakologi suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnose dan pengelolaannya. 1. Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Hal ini disebabkan 3 faktor yaitu : a. Adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat , sehingga penderita dengan cepat terhindar dari hipoksia yang merupakan pembunuh utama. b. Adrenalin merupakan vasokonstriktor pembuluh darah dan inotropik yang kuat sehingga tekanan darah dengan cepat naik kembali. c. Adrenalin merupakan histamin bloker, melalui peningkatan produksi cyclic AMP sehingga produksi dan pelepasan chemical mediator dapat berkurang atau berhenti. Dosis dan cara pemberiannya. 0,3 – 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang dapat diulangi 5 – 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spoit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak terjadi. 2. Aminofilin Dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu. 3. Antihistamin dan kortikosteroid. Merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, sebab keduanya hanya mampu menetralkan chemical mediators yang lepas dan tidak menghentikan produksinya. Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5 – 20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrocortison 100 – 250 mg IV. E. Terapi non Farmakologi Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa dan sebaiknya dilakukan secara bersamaan. 1. Pemberian Oksigen Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3 – 5 ltr / menit harus dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan. 2. Posisi Trendelenburg Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi ) akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat. 3. Pemasangan infus. Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap rendah maka pemasangan infus sebaiknya dilakukan. Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil. 4. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP) Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga perangkat resusitasi(Resucitation kit ) untuk memudahkan tindakan secepatnya. F. Obat-obatan untuk gangguan saluran pernapasan dan jantung 1. Obat untuk gangguan saluran pernafasan a. Antihistaminika. Semua antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi alergi nasal, rhinitis alergik. Sifat antikolinergik pada kebanyakan antihistamiin menyebabkan mulut kering dan pengurangan sekresi, membuat zat ini berguna untuk mengobati rhinitis yang ditimbulkan oleh flu. Antihistamin juga mengurangi rasa gatal pada hidung yang menyebabkan penderita bersin banyak obat-obat flu yang dapat dibeli bebas mengandung antihistamin, yang dapat menimbulkan rasa mengantuk. Contoh obat antihistamin Nama obat Anti histamin dosis Difenhidramin D : PO : 25-50 mg, setiap 4-6 jam ( Benadryl ) D : PO, IM, IV : 5 mg/kg/h dalam 4 dosis terbagi, tidak lebih dari 300 mg/hari D : IM:IV: 10-50 mg dosis tumggal D: PO : 2-4 mg, setiap 4-6 jam Kloerfenilamen maleat A: 6-12 thn: 2 mg, setiap 4-6 jam A: 2-6 thn: PO, 1 mg, setiap 4-6 jam Fenotiasin (aksi antihistamin) D: PO: IM: 12,5-25 mg, setiap 4-6 jam Prometazine D: PO: 2,5 mg (4 x sehari) Timeprazine A: 3-12 thn: O: 2,5 (3x sehari) Turunan piperazine (aksi antihistamin) D: PO: 25-100 mg A: (<6thn):> Hydroxyzine Keterangan: D: Dewasa, A: anak-anak, PO: per oral, IM: intramuscular, IV: intravena b. Mukolitik Mukolitik berkerja sebagai deterjen dengan mencairkan dan mengencerkan secret mukosayang kental sehingga dapat dikeluarkan. Efek samping yang paling sering terjadi adalah mual dan muntah, maka penderita tukak lambung perlu waspada. Wanita hamil dan selama laktasi boleh menggunakan obat ini. Contoh obat : ambroxol, bromheksin. Dosis: * ambroksol: dewasa dan anak-anak >12 thn, sehari 3 x 30 mg untuk 2-3 hari pertama. Kemudian sehari 3 x 15 mg. Anak-anak 5-12 thn, sehari 2-3 x 15 mg Anak 2-5 thn, sehari 3 x 7,5 mg (2,5 ml sirop) Anak <2> * bromheksin: oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida) anak-anak 3 dd 1,6-8 mg. c. Inhalasi inhalasi adalah suatu cara penggunaan adrenergika dan korrtikosteroida yang memberikan beberapa keuntungan dibandingkan pengobatan per oral. Efeknya lebih cepat, dosisnya jauh lebih rendah dan tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya ringan sekali. Dalam sediaaninhalasi, obat dihisap sebagai aerosol (nebuhaler) atau sebagai serbuk halusv (turbuhaler). Inhalasi dilakukan 3-4 kali sehari 2 semprotan, sebaiknya pada saat-saat tertentu, seperti sebelum atau sesudah mengelularkan ternaga, setelah bersentuhan dengan zat-zat yang merangsang (asap rokok, kabut, alergan, dan saat sesak napas). Contoh obat : minyak angin (aromatis), Metaproterenol dosis: isoproterenol atau isuprel: 10-20 mg setiap 6-8 jam (dewasa). 5-10 mg setiap 6-8 jam. d. Kromoglikat Kromoglikat sangat efektif sebagai obat pencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat alergis, serta konjungtivitis atau rhinitis alergica dan alergi akibat bahan makanan. Efek samping berupa rangsangan lokal pada selaput lender tenggorok dan trachea, dengan gejala perasaan kering, batuk-batuk, kadangkadang kejang bronchi dan serangan asma selewat. Wanita hamil dapat menggunakan obat ini. Contoh obat : Natrium kromoglikat dipakai untuk pengobatan, pencegahan pada asma bronchial dan tidak dipakai untuk serangan asma akut. Metode pemberiannya adalah secara inhalasi dan obat ini dapat dipakai bersama dengan adrenergic beta dan derivate santin. Obai ini tidak boleh dihentikan secara mendadak karena dapat menimbulkan serangan asma., e. Kortikosteroid Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti peradangan dan gatal-gatal. Penggunaannya terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus, selian itu juga pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan. Untuk mengurangi hiperreaktivitas bronchi, zat-zat ini dapat diberikan per inhalasi atau peroral. Penggunaan oral untuk jangka waktu lama hendaknya dihindari, karena menekan fungsi anak ginjal dan dapat mengakibatkan osteoporosis. Contoh obat : hidrokortison, deksamethason, beklometason, budesonid. 2. Obat jantung a. Beta-blockers Dengan mengonsumsi obat ini, laju denyut jantung akan berkurang dan aliran darah akan menjadi lebih lancar. Ini berarti beban jantung akan berkurang sehingga serangan angina pun dapat dihindari. Jenis-jenis beta-blockers meliputiatenolol, bisoprolol, metoprolol, dan propranolol. b. Calcium channel blockers Calcium channel blockers (penghambat kanal kalsium) membuat dinding pembuluh darah melebar sehingga aliran darah ke jantung pun meningkat. c. Obat nitrat Cara kerja nitrat sama dengan cara kerja calcium channel blockers. Obat nitrat berfungsi untuk melebarkan diameter pembuluh darah sehingga memperlancar aliran darah ke jantung dan meredakan serangan angina. Obat ini tidak hanya berbentuk tablet, tapi juga dapat digunakan dalam bentuk semprot, gel, serta koyo. Kinerjanya juga ada yang singkat dan panjang. Jenis yang biasa digunakan adalah gliseril trinitrat and isosorbide mononitrate. d. Ivabradine Bagi pengidap penyakit jantung yang tidak bisa mengonsumsi beta-blockers(misalnya, karena mengalami infeksi paru-paru), obat ini sering diberikan oleh dokter. Ivabradine mengurangi beban jantung dengan cara memperlambat laju denyutnya. e. Nicorandil Obat ini dapat digunakan sebagai pengganti calcium channel blockers karena fungsinya yang sama. Nicorandil memperlancar aliran darah ke jantung dengan cara memperlebar diameter pembuluh darah. f. Ranolazine Obat ini bekerja dengan membuat otot jantung lebih rileks, tapi tidak memengaruhi laju detak jantung atau pembuluh darah. Karena itu, ranolazine sangat cocok digunakan untuk pengidap gagal jantung atau orang dengan ritme jantung yang abnormal. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh reasi alergi yang diperantai oleh IgE menyebabkan vasodilatasi sistemik dan peningkatan permeabilitas vascular. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi obat, makanan, serta gigitan serangga. Penatalaksaan dari syok anafilaktik mengacu pemfokusan pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler. Reaksi ini menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah, spasme pada bronkus, edema pada laring, dan mengenai hampir diseluruh sistem. Hal inilah yang menyebabkan syok anfilaktik masuk dalam tindakan kegawat daruratan yang harus cepat ditangani. B. Saran Sebab gawat dan darurat adalah kondisi dimana perlu pertolongan secara cepat dan tepat, maka dari itu penulis mengharapkan melalui makalah ini akibat fatal dari reaksi hipersensivitas ini dapat menurun.