HIPERSENSITIFITAS Lisa Andina, S.farm, Apt. Pengertian • Hipersentifitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan yang terjadi pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen • Paparan kedua suatu Ag dapat menimbulkan respon imun sekunder yang berlebihan . • Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi, Gell dan Coomb membagi reaksi hipersensitifitas menjadi 4 golongan, yaitu: 1. 2. 3. 4. Tipe I (reaksi anafilaktik) Tipe II (reaksi sitotoksik) Tipe III (reaksi kompleks imun) Tipe IV (reaksi tipe lambat) Hipersensitifitas Tipe I (Reaksi Anafilaktik) • Terjadi dalam waktu cepat (2-30 menit) setelah paparan kedua. • Reaksi dapat terjadi bila: – Jumlah Ag yg masuk cukup banyak – Status imunologik humoral/seluler meningkat • Faktor penting reaksi anafilaktik adalah IgE. • Umumnya reaksi anafilaktik bersifat sistemik sehingga menyebabkan syok dan depresi pernafasan yg dpt berakibat fatal. • Reaksi anafilaktik juga dapat bersifat reaksi lokal termasuk reaksi alergi seperti asma dan kemerahan pada kulit. Mekanisme reaksi tipe I • Sel mast dan basofil mempunyai sekitar 500.000 situs tempat menempelnya IgE • Apabila IgE yang melekat pada sel mastosit terpapar dengan alergen yang spesifik, maka akan diikat oleh IgE sedemikian sehingga alergen tersebut membentuk jembatan atau crosslinking di antara kedua molekul IgE >> degranulasi sel mastosit dan basofil • Lepasnya mediator kimiawi: histamin, heparin, eosinophil cemotactic factor, leukotrin, prostaglandin • Akibatnya: – – – – – Vasodilatasi Peningkatan permeabilitas vaskular Penyempitan saluran bronkus Edema pada mukosa Hipersekresi lendir Hipersensitifitas Tipe II (Reaksi Sitotoksik) • Umumnya terjadi akibat aktifasi sitem komplemen setelah mendapat rangsangan kompleks antigen-antibodi • Kompleks antigen-antibodi pada permukaan sel sasaran akan dihancurkan komplemen, makrofag, limfosit T-sitotoksik dan sel NK • Beberapa contoh reaksi hipersensitivitas II: – Reaksi yang terjadi pada transfusi darah • Apabila golongan darah tidak sesuai pada saat transfusi, misalnya gol. B di transfusikan pada gol. A, maka antigen yg terdapat pd permukaan sel darah gol B akan bereaksi dengan anti-B pada serum penerima. • Reaksi ini akan mengaktifasi komplemen, sehingga menyebabkan hemolisis sel darah merah donor ketika masuk ke dalam tubuh penerima donor. – Reaksi penolakan jaringan transplantasi • Terjadi apabila penerima sebelumnya pernah terpapar antigen jaringan transplantasi tersebut atau karena sistem imun mengenali jaringan transplantasi tersebut sebagai nonself. – Anemia hemolitik akibat obat • Molekul obat dapat berfungsi sebagai hapten, karena molekulnya terlalu kecil untuk bersifat sebagai antigenik • Tetapi apabila obat dapat menempel pada sel trombosit maka kompleks ini akan bersifat sebagai antigen yang dapat merangsang pembentukan antibodi • Contohnya : – obat sedormid dapat mengikat sel trombosit, merangsang antibodi dan mengaktifkan komplemen sehingga dapat melisiskan trombosit dan menyebabkan trombositopenik pupura – Kloramfenikol dapat mengikat sel darah putih menyebabkan agranulositosis – Fenasetin, kina, sulfonamid, klorpromazin dapat mengikat sel darah merah dan meyebabkan anemia hemolitik – Reaksi hemolitik pada bayi baru lahir akibat faktor rhesus • Penyakit yang berhubungan dengan reaksi hemolitik akibat faktor rhesus disebut hemolytic disease of the newborn (HDNB) • Terjadi apabila wanita dengan Rh- menikah dengan pria Rh+, maka kemungkinan 50% bayinya akan Rh+ • Jika bayi yang dilahirkan mempunyai Rh+, maka ibu yang Rh- akan terpapar antigen Rh pada waktu melahirkan bayinya melalui darah plasenta • Sebagian sel darah merah bayi masuk ke sirkulasi darah ibu • Di dalam tubuh ibunya akan terbentuk antibodi terhadap Rh+ (IgG) • Pada kehamilan berikutnya, jika janin Rh+ maka pada saat dilahirkan , antibodi terhadap Rh+ akan masuk ke dalam janin dan merusak sel darah merah janin • Pada saat dalam kandungan, sirkulasi ibunya dapat menetralkan racun dan produk disintegrasi darah janin • Pada saat dilahirkan darah janin tdk lagi mendapatkan perlindungan >> anemia berat dan jaundice • HDNB dapat dicegah dengan imunisasi pasif yang mengandung antiRh pada ibu Rh- , diharapkan jika antibodi Rh dan darah janin Rh+ memasuki darah ibu tidak memproduksi anti-Rh • Jika HDNB tdk dapat dicegah, maka dilakukan transfusi darah untuk menyelamatkan bayi Hipersensitifitas Tipe III (Reaksi kompleks imun) • Reaksi yang melibatkan antibodi terhadap antigen yang larut dan bersirkulasi dalam serum • Berbeda dengan reaksi hipersentifitas II yang ditujukan kepada antigen yang berada pada sel atau permukaan sel • Kompleks antigen dan antibodi tersebut mengendap pada jaringan tertentu • Pembentkan kompleks ini akan mengakibatkan inflamasi • Apabila kompleks tersebut mengendap, maka terjadi aktifasi komplemen • Aktifasi komplemen tersebut tidak hanya menghancurkan kompleks antigen-antibodi, tetapi juga merusak jaringan di sekitarnya. • Contoh: – Glomerulonefritis Hipersensitifitas Tipe IV (Reaksi tipe lambat) • Reaksi hipersensitifitas tipe IV atau tipe lambat merupakan reaksi yang melibatkan respon imun selular khususnya oleh sel T • Reaksi ini terjadi akibat paparan antigen asing, khususnya pada jaringan tubuh yang ditangkap oleh sel fagosit yaitu makrofag yang kemudian disajika ke pada sel T dengan determinan antigenik Perbedaan reaksi hipersensitifitas tipe I, II, III & IV Karakteristik Reaksi tipe I Reaksi tipe II Reaksi tipe III Reaksi tipe IV Jenis antibodi IgE IgG, IgM IgG, IgM Tidak ada Jenis antigen Eksogen Permukaan sel Antigen larut organ dan jaringan Waktu respon 15-30 menit Menit-jam 3-8 jam 48-72 jam Keadaan fisik Kemerahan, panas dan bengkak Lisis dan nekrosis Eritema, nekrosis, edema eritema, dan indurasi Diperantarai oleh Antibodi Antibodi Antibodi Sel T Histologi Sel basofil dan eosinofil Antibodi dan komplemen Komplemen dan neutrofil Monosit dan limfosit Contoh reaksi Alergi, asma,demam Erythroblastosis fetalis, goodpasture’s nephritis SLE, farmer’s lung disease Tes tuberkulin poison ivy, granuloma