HIPERSENSITIVITAS Anastasia Setyopuspito P., M.Si., Apt. Nisa Haraya Nur Fitriani 20713023 Menguntungkan Respon Imun Merugikan Imunopatologi Merupakan gangguan fisiologi yang terjadi melalui mekanisme imunologik Terdiri atas : ◦ ◦ ◦ ◦ Reaksi hipersensitivitas Autoimun Imunodefisiensi Transplantasi organ/cangkok organ Reaksi hipersensitivitas dibedakan berdasarkan molekul efektor yang memicu terjadinya reaksi tersebut Terbagi atas : ◦ ◦ ◦ ◦ Reaksi Reaksi Reaksi Reaksi hipersensitivitas tipe hipersensitivitas tipe hipersensitivitas tipe hipersensitivitas tipe 1 2 3 4 1. Alergen/Antigen 2. Sel mast/basofil 3. IgE Sel mast ditemukan di connective tissue, terutama di sekitar darah dan pembuluh limfatik, terdapat juga di kulit, membran mukosa respirasi & gastrointestinal. Basofil memiliki porsi 0,5-1% dari leukosit yang bersirkulasi Baik sel mast maupun basofil mengandung mediator aktif seperti histamin, heparin, PAF, PGE Serum normal IgE berada pada rentang 0,1-0,4 µg/m IgE terdiri dari 2 rantai berat & 2 rantai ringan dengan BM 190.000 besarnya BM dikarenakan keberadaan domain tambahan (CH4) sehingga memungkinkan bagian Fc untuk berikatan dengan reseptor glikoprotein pada permukaan basofil & sel mast Sifat reaginik IgE ditentukan oleh kemampuan bagian Fc dari rantai berat ε-nya untuk berikatan dengan sebuah reseptor spesifik Terdapat 2 kelas FcεR yaitu FcεRI dan FcεRII Sel mast & basofil mengekspresikan FcεRI yang akan berikatan dengan IgE pada afinitas yang tinggi Reseptor FcεRI mengandung 4 rantai polipeptida (1 rantai α, 1 rantai β, dan 2 rantai γ identik yang dihubungkan oleh jembatan disulfida) FcεRI berinteraksi dengan domain CH3/CH3 dan CH4/CH4 dari molekul IgE Tiap rantai γ memiliki ITAM (immunoreceptor tyrosinebased activation motif) Motif ITAM berinteraksi dengan protein tirosin kinase untuk mentransduksi sinyal yang teraktivasi ke sel. Allergen-mediated crosslinkage of the bound IgE menyebabkan agregasi dari reseptor FcεRI dan fosforilasi cepat tirosin yang menginisiasi terjadinya degranulasi sel mast Spesifik untuk domain CH3/CH3 dari IgE dan memiliki afinitas yang rendah untuk IgE Memiliki peranan dalam mengatur intensitas respon dari IgE Allergen crosslinkage of the IgE bound to FcεRII menyebabkan aktivasi sel B, makrofag alveolar, dan eosinofil. Ketika reseptor ini terblok oleh antibodi monoklonal, sekresi IgE oleh sel B akan berkurang FcεRII dalam bentuk terlarut menyebabkan peningkatan produksi IgE oleh sel B berkaitan dengan mediator aktif yang dilepaskan pada saat terjadinya degranulasi sel Gejala tergantung pada organ targetnya Dapat bersifat sistemik maupun lokal ◦ Sistemik Onset berlangsung dalam hitungan menit Shock-like dan seringkali berada dalam kondisi fatal Penanganan : epinefrin ◦ Lokal Reaksi terbatas pada target jaringan/organ tertentu Seringkali melibatkan sel epitelial dari sisi pemasukan alergen Contoh : rhinitis alergi, asthma, alergi makanan, dermatitis atopik Skin Test ◦ Sejumlah kecil alergen disuntikan ke kulit secara intradermal pada bagian lengan dalam ◦ Jika seseorang alergi terhadap suatu allergen sel mast akan terdegranulasi pelepasan histamin atau mediator lainnya pembengkakan dalam waktu kurang lebih 30 menit. ◦ Keuntungan : relatif tidak mahal & dapat menskrining sejumlah allergen dalam waktu yang bersamaan ◦ Kekurangan : pada beberapa orang alergi justru dapat mensensitisasi dengan allergen yang baru & pada kasus yang jarang mungkin dapat menginduksi terjadinya syok anafilaktik. Penentuan kadar serum IgE melalui radioimmunosorbent (RIST) Serum pasien direaksikan dengan agarose beads atau cakram kertas yang dilapisi dengan anti-IgE dari kelinci beads atau cakram dicuci 125I labeled rabbit anti-IgE ditambahkan Radioaktifitas dari beads atau cakram diukur dengan gamma counter yang sebanding dengan kadar IgE dari serum pasien Penentuan kadar serum IgE melalui radioallergosorbent (RAST) Alergen dipasangkan dengan beads atau cakram serum pasien ditambahan antibodi yang tidak berikatan dicuci Jumlah spesifik dari ikatan IgE dengan allergen fasa padat diukur dengan menambahkan 125I labeled rabbit anti-IgE beads dicuci dan radioaktivitas ikatan dihitung. Hindari kontak dengan allergen Hiposensitisasi : allergen dipaparkan secara berulang dalam dosis yang semakin meningkat memicu pembentukan IgG allergen akan berikatan dengan IgG dan akan difagositosis Pemberian anti-IgE monoklonal yang akan berikatan dengan IgE, namun hanya jika IgE tidak berikatan dengan FcRI. Terdapat beberapa obat-obatan untuk penanganan reaksi hipersensitivitas tipe 1. ◦ Antihistamin berikatan dengan reseptor histamin ◦ Chromolin natrium memblokade influks Ca2+ ke dalam sel mast ◦ Teofilin menginhibisi fosfodiesterase yang mengkatalisis pemecahan cAMP menjadi 5’-AMP sehingga memblokade terjadinya degranulasi sel ◦ Epinefrin menstimulasi produksi cAMP melalui ikatan dengan reseptor β-adrenergik pada sel mast. Peningkatan cAMP memicu relaksasi otot bronkhial dan menurunkan degranulasi sel mast. ◦ Kortison mereduksi kadar histamin melalui penghambatan konversi histidin menjadi histamin dan menstimulasi produksi cAMP sel mast. Melibatkan destruksi sel yang dimediasi oleh Ab ◦ Ab dapat mengaktivasi sistem komplemen dan membentuk pori pada membran sel asing ◦ Ab memediasi destruksi sel melalui mekanisme ADCC Ab yang berikatan dengan sel asing juga dapat bertindak sebagai opsonin yang memperantarai proses fagositosis Contoh reaksi hipersensitivitas tipe 2 ◦ Transfusi darah tidak segolongan ◦ Erythroblast fetalis Antibodi yang terlibat IgM Ketika seseorang bergolongan darah A ditransfusi dengan golongan darah B maka reaksi transfusi akan terjadi dimana anti-B akan akan berikatan antigen B memicu aktivasi sistem komplemen lisis sel Dalam hitungan jam biasanya dapat ditemukan hemoglobin bebas di dalam plasma kemudian hemoglobin ini akan difiltrasi didalam ginjal hemoglobinuria. Sebagian hemoglobin dikonversi menjadi bilirubin dimana kadar bilirubin dalam jumlah tinggi bersifat toksik. Simptom yang terjadi dapat berupa demam, muntah, tromboemboli, hemoglobinuria Antibodi yang terlibat IgG (tembus plasenta) Selama masa kehamilan sel darah merah fetus dipisahkan dari sirkulasi ibunya oleh lapisan sel pada plasenta yang disebut trofoblast. Pada masa kehamilan anak pertama Rh+, ibu dengan Rhbiasanya tidak cukup terpapar dengan sel darah merah fetus untuk mengaktifkan sel B. Pada saat persalinan, sejumlah besar darah dari fetal umbilicalcord akan masuk ke dalam sirkulasi ibu sehingga mengkativasi sel B dan dihasilkan plasma sel serta sel memori spesifik Rh. Pada kehamilan kedua, sel memori akan teraktivasi dan disekrasikan IgG anti-Rh yang dapat tembus plasenta dan merusak sel darah merah fetus. Anemia ringan hingga berat dapat terjadi pada fetus. Selain itu, konversi hemoglobin menjadi bilirubin dapat menyebabkan bilirubin terakumulasi di otak dan menyebabkan kerusakan pada otak fetus. Erythroblast fetalis dapat dicegah dengan pemberian antibodi anti-Rh kepada ibu 2448 jam setelah persalinan pertama. Antibodi ini disebut dengan Rhogam yang akan berikatan dengan sel darah merah fetus yang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu dan memfasilitasi pembersihannya sebelum sel B teraktivasi. Reaksi antara Ag & Ab memicu terbentuknya kompleks imun eliminasi oleh sel fagositik Pada beberapa kasus, besarnya jumlah kompleks imun memicu terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe 3 Derajat keparahan ditentukan oleh jumlah kompleks imun yang terdistribusi di tubuh dapat bersifat lokal maupun sistemik Deposit kompleks imun memicu rekruitmen netrofil kerusakan jaringan terjadi sebagai konsekuensi dari pelepasan granul dari netrofil Reaksi hipersensitivitas tipe 3 berkembang ketika kompleks imun mengaktivasi sistem komplemen Komponen komplemen seperti C3a, C4a, dan C5a menyebabkan degranulasi sel mast sehingga meningkatkan permeabilitas vaskular Komponen C3a dan C5a juga merupakan faktor kemotaktik yang akan menarik netrofil ke tempat dimana kompleks Ag-Ab terakumulasi Pada kebanyakan kasus kerusakan jaringan pada reaksi hipersensitivitas tipe 3 diperantarai oleh pelepasan enzim litik oleh netrofil. Selain itu pembentukan MAC (membrane attack complex) juga memainkan peranan dalam destruksi jaringan. Diinisiasi oleh pelepasan sitokin dari sel Th yang teraktivasi dan dikarakterisasi oleh tingginya influks sel inflamatori nonspesifik terutama makrofag. Sitokin yang dilepaskan oleh sel Th menginduksi monosit untuk menempel pada sel endotelial vaskular dan bermigrasi dari darah ke jaringan sekitar.Selama proses ini, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag yang aktif akan menaikan tingkat fagositosis dan meningkatkan kemampuan untuk membunuh mikroorganisme melalui berbagai mediator sitotoksik. Respon Hipersensitivitas tipe 4 dapat dibagi menjadi 2 fasa yaitu; ◦ Fasa sensitisasi awal Fasa ini terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah kontak pertama dengan Ag. Pada periode ini sel Th teraktivasi oleh kompeks AgMHC II yang disajikan oleh APC. ◦ Fasa efektor Pada paparan Ag yang selanjutnya, sel Th1 mensekresikan berbagai sitokin yang menarik dan mengaktivasi makrofag serta berbagai sel inflamatori nonspesifik lainnya. Reaksi hipersensitivitas tipe 4 ini biasanya tidak akan muncul sampai sekitar 24 jam setelah paparan kedua dengan Ag, umumnya puncak reaksi terjadi pada 24-48 jam setelah paparan kedua dengan Ag Onset yang tertunda ini menunjukkan waktu yang diperlukan oleh sitokin untuk menginduksi influks makrofag dan mengaktivasinya. IL-3 dan GM-CSF menginduksi proses hematopeisis lokal dari granulosit-monosit IFN-γ dan IFN-β (bersama dengan TNF-α dan IL-1 yang dilepaskan makrofag) bekerja pada sel-sel endotelial yang menginduksi sejumlah perubahan yang memfasilitasi ekstravasasi dari monosit dan sel inflamatori nonspesifik lainnya. Contoh dari reaksi hipersensitivitas tipe 4 adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak dapat dipicu oleh formaldehida, trinitrofenol, nikel, dan agen aktif dalam berbagai kosmetik. Kebanyakan dari substansi ini merupakan molekul kecil yang akan membentuk kompleks dengan protein kulit Kompleks ini akan diinternalisasi oleh APC di kulit (contoh: sel Langerhans) kemudian Ag yang terikat MHC II akan disajikan ke permukaan APC dan mengaktivasi sel Th. http://www.jyi.org/issue/the-springtime-bluesunderstanding-seasonal-allergies/ (diakses 3 April 2014, 20.00 WIB) http://www.pediatricsconsultant360.com/article/peanutallergy-diagnosis-simple-ara-h-1-2-and-3 (diakses 3 April 2014, 20.05 WIB) Goldsby, R.A., T. J. Kindt, B. A. Osborne, and J. Kuby, 2002, 5th ed., W. H. Freeman and C.,New York, 361-388. Roitt, I.M. and Delves P.J., 2001, Essential Immunology, 10th ed., Blackwell Sciene, London, 322-348.