BAB II - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi dan Pengertian Manajemen
2.1.1. Definisi Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi
manajemen itu. Jadi manajemen itu suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang
diinginkan. Ada beberapa definisi tentang manajemen pada umumnya, walaupun
definisi itu beragam bunyinya, tetapi pada pokoknya unsur-unsur yang ada
didalamnya adalah sama diantaranya adalah :
Handoko (2003 : 8) mengatakan bahwa Manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan
Hasibuan (2010 : 2) mengatakan bahwa Manajemen adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Definisi di atas menjelaskan manajemen adalah usaha mencapai tujuan
tertentu melaluai kegiatan orang-orang. Dalam definisi ini manajemen menitikberatkan pada usaha memanfaatkan orang lain dalam pencapaian tujuan tersebut,
maka orang-orang dalam organisasi harus jelas wewenang, tugas dan tanggung
jawab pekerjaannya.
Terry, Hasibuan (dalam Permadi 2008 : 8) mengemukakan bahwa
Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating,
and controlling, performed to determine and accomplish stated objectives by the
use human being and other resources.
Apabila diterjemahkan secara bebas maka pengertian manajemen adalah
suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
11
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
Pengertian dari masing-masing proses tersebut adalah sebagai berikut :
• Perencanaan, berarti bahwa para manajer memikirkan kegiatan-kegiatan
mereka sebelum dilaksanakan. Berbagai kegiatan ini biasanya didasarkan pada
berbagai metode, rencana atau logika, bukan hanya atas dasar dugaan atau
firasat.
• Pengorganisasian, berarti para manajer mengkoordinasikan sumber daya,
sumber daya manusia dan material organisasi. Semakin terkoordinasi dan
terintegrasi kerja organisasi, semakin efektif pencapaian tujuan-tujuan
organisasi. Pengkoordinasian merupakan bagian vital pekerjaan manajer.
• Pengarahan, berarti bahwa para manajer mengarahkan, memimpin dan
mempengaruhi bawahan. Manajer tidak melakukan semua kegiatan sendiri,
tetapi menyelesaikan tugas-tugas melalui orang-orang lain. Mereka juga tidak
sekedar memberikan perintah, tetapi menciptakan iklim yang dapat membantu
para bawahan melakukan pekerjaan secara paling baik.
• Pengawasan, berarti para manajer berupaya untuk menjamin bahwa organisasi
bergerak ke arah tujuan-tujuannya. Bila beberapa bagian organisasi ada pada
jalur yang salah, manajer harus membetulkannya.
Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen
merupakan perpaduan antara ilmu dan seni. Manajemen merupakan proses yang
sistematis, terkoordinasi, kooperatif, dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsurunsurnya (men, money, methods, materials, machines and market, yang disingkat
6M).
2.1.2. Fungsi Manajemen
Manajemen terdiri dari beberapa fungsi, yaitu perencanaan (planning),
pengorganisasian
(organizing), pengarahan
(directing),
dan
pengendalian
(controlling).
12
a. Perencanaan (planning)
Merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pemilihan alternatif-alternatif,
kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, dan program-program sebagai
bentuk usaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
4 (empat) tingkat kemampuan dasar dalam kegiatan perencanaan:
1.
Insight: kemampuan untuk menghimpun fakta dengan jalan mengadakan
penyelidikan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang
direncanakan.
2.
Forsight: kemampuan untuk memproyeksikan atau menggambarkan jalan atau
cara-cara yang akan ditempuh, memperkirakan keadaan-keadaan yang
mungkin timbul sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan.
3.
Studi eksploratif: kemampuan untuk melihat segala sesuau secara keseluruhan,
sehingga diperoleh gambaran secara integral dari kondisi yang ada.
4.
Doorsight:
kemampuan
untuk
mengetahui
segala
cara
yang
dapat
menyamarkan pandangan, sehingga memungkinkan untuk dapat mengambil
keputusan.
Perencanaan jangka panjang memiliki 2 karakteristik utama, yaitu:
1.
Tujuan dan sasaran: merupakan dasar bagi strategi perusahaan
2.
Peramalan (forecasting) jangka panjang: langkah awal sebelum membuat
perencanaan
b. Pengorganisasian (organizing)
Merupakan suatu tindakan atau kegiatan menggabungkan seluruh potensi
yang ada dari seluruh bagian dalam suatu kelompok orang atau badan atau
organisasi untuk bekerja secara bersama-sama guna mencapai tujuan yang telah
ditentukan bersama, baik untuk tujuan pribadi atau tujuan kelompok dan
organisasi.
13
Dalam pengorganisasian dikenal istilah KISS (koordinasi, integrasi,
simplifikasi, dan sinkronisasi) dalam rangka menciptakan keharmonisan dalam
kegiatan organisasi.
c. Pelaksanaan atau penerapan (actuating)
Merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian, dimana
seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi tersebut
bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing untuk dapat
mewujudkan tujuan.
d. Pengawasan (controlling)
Merupakan pengendalian semua kegiatan dari proses perencanaan,
pengorganisasian dan pelaksanaan, apakah semua kegiatan tersebut memberikan
hasil yang efektif dan efisien serta bernilai guna dan berhasil guna.
Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.
2.2. Manajemen Sumberdaya Manusia
2.2.1. Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia
Adapun pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia, penulis kutip dari
beberapa para ahli sebagai berikut :
Ranupanojo dan Husnan (dalam permadi 2008 : 10) mengemukakan bahwa
manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan
dari
pengadaan,
pengembangan,
pemberian
kompensasi,
pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud untuk membantu
mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat.
Manulang (dalam Permadi 2008 : 11) mengemukakan bahwa Manajemen
personalia adalah seni dan ilmu memperoleh, memajukan dan memanfaatkan
tenaga kerja, sehingga tujuan organisasi dapat direalisir secara daya guna
sekaligus adanya penggairahan bekerja dan para pekerja.
14
Nitisemito (dalam Permadi 2008 : 11) mengemukakan bahwa Manajemen
adalah ilmu dan seni untuk melaksanakan antara planning, organizing, controlling,
sehingga efektivitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal
mungkin dalam pencapaian tujuan.
Dari beberapa pengertian di atas maka Manajemen Personalia merupakan
bagian dari manajemen yang menitik-beratkan kepada urusan kepegawaian atau
seni mengatur dalam hal kepegawaian dengan melaksanakan proses pencapaian,
pelaksanaan dan pengontrolan yang berhubungan dengan mendapatkan,
mengembangkan, memelihara dan memanfaatkan. Ini berarti meliputi kegiatan
mulai dari penentuan, penarikan, menseleksi, menempatkan, mendidik dan
melatih, memberikan balas jasa sampai kepada memotivasi para pegawai untuk
mendapatkan kepuasan kerja sehingga menimbulkan semangat kerja yang tinggi
terhadap para pegawai dalam pencapaian tujuan. Dalam perkataan lain
manajemen personalia menyangkut usaha penciptaan kondisi pekerjaan yang lebih
baik serta hubungan kemanusiaan yang layak sehingga tujuan perusahaan,
pegawai dan masyarakat dapat terwujud.
2.2.2. Fungsi-fungsi Manajemen Sumberdaya Manusia
Penyelenggaraan manajemen sumberdaya manusia mengandung beberapa
macam kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memperoleh gambaran kerja
tentang pembagian kerja/fungsi dan aktivitas manajemen personalia, sebagaimana
pendapat beberapa para ahli, yang diantaranya :
Flippo (Dalam Permadi 2008 : 12), mengemukakan bahwa fungsi-fungsi
manajemen tersebut adalah sebagai berikut :
• Managerial Function
• Planning (Perencanaan)
• Organizing (Pengorganisasian)
• Directing (Pengarahan)
• Controlling (Pengendalian)
• Operative Function
15
• Procurement (pengadaan)
• Development (Pengembangan)
• Compensation (Pengaturan Balas Jasa)
• Integration (Integrasi)
• Maintenance (Pemeliharaan)
• Separation (Pemberhentian)
Penerapan dari fungsi manajerial tersebut dalam manajemen personalia
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Planning
Untuk manajer personalia perencanaan berarti bahwa menentukan lebih dulu
program personalia yang akan membantu pencapaian tujuan perusahaan yang
telah ditetapkan.
b. Organizing
Setelah apa yang akan dilakukan telah diputuskan, maka perlu dibuat
organisasi untuk melaksanakannya. Jika perusahaan telah menentukan fungsifungsi yang harus dijalankan oleh karyawan, maka manajer personalia haruslah
membentuk organisasi dengan merancang susunan dari berbagai hubungan
antara jabatan, personalia dan faktor-faktor fisik.
c. Directing
Kalau kita sudah punya rencana tersebut, maka sudah selayaknya kalau fungsi
selanjutnya adalah melaksanakan pekerjaan tersebut. Berarti mengusahakan
agar karyawan mau bekerja sama secara efektif.
d. Controlling
Setelah fungsi-fungsi personalia dilaksanakan maka fungsi selanjutnya yang
harus dilaksanakan adalah pengawasan, yaitu mengamati dan membandingkan
pelaksanaan dengan rencana dan mengoreksinya apabila terjadi penyimpangan,
atau jika perlu menyesuaikan kembali dengan rencana yang telah dibuat.
Selanjutnya penerapan dari fungsi operatif dalam manajemen personalia
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Procurement
16
Fungsi ini bertujuan untuk memperoleh jumlah dan jenis karyawan yang tepat
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam fungsi ini tercakup penentuan bahan
tenaga kerja dan penarikannya, seleksi dan penempatannya.
b. Development
Setelah pegawai diperoleh, maka tugas selanjutnya adalah meningkatkan
pengetahuan, keterampilan serta kecakapannya melalui pendidikan dan latihan
untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan sebaik mungkin. Kegiatan ini
menjadi penting sehubungan dengan perkembangan teknologi dan makin
kompleksnya tugas manajer.
c. Compensation
Fungsi ini dirumuskan sebagai pemberian balas jasa atau imbalan yang
memadai dan layak kepada karyawan dengan kontribusi yang telah mereka
berikan kepada perusahaan.
d. Integration
Integrasi merupakan suatu tindakan yang menyangkut penyesuaian keinginan
dari para pegawai dengan keinginan organisasi, untuk itu para manajer perlu
memahami sikap dari karyawan untuk mempertimbangkan dalam pembuatan
berbagai kebijaksanaan organisasi.
e. Maintenance
Fungsi ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi-kondisi
yang telah ada, yang meliputi pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja
serta komunikasi dengan pegawai.
f. Separation
Merupakan fungsi terakhir, jika pada fungsi operasional yang pertama,
perusahaan berusaha untuk memperoleh/menarik tenaga kerja maka fungsi
terakhir
untuk
meningkatkan
efektivitas
kerja
karyawan
diperlukan
penyempurnaan dalam pelaksanaan tugas, apabila tindakan-tindakan lain dalam
penyempurnaan tugas tidak efektif, maka pemutusan hubungan kerja (PHK)
merupakan jalan terakhir setelah sebelumnya diberi surat peringatan terlebih
dahulu, yang pada akhirnya perusahaan harus mengembalikannya lagi ke
dalam kondisi yang sebaik mungkin.
17
2.3. Motivasi Kerja Karyawan
Untuk dapat memotivasi seseorang diperlukan adanya pemahaman
mengenai bagaimana proses terbentuknya motiasi pada karyawan. Pada dasarnya
manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun
non fisik. Kebutuhan yang tidak terpuaskan dari seseorang akan mengakibatkan
suatu situasi yang tidak menyenangkan. Situasi tersebut mendorong manusia
untuk memenuhinya, yang kemudian akan menimbulkan suatu tujuan, dimana
untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tindakan. Selanjutnya, proses motivasi
itu sendiri tidak dapat terlihat secara langsung, yang terlihat adalah perilakunya
terhadap sesuatu sehingga untuk melihat motivasi, dapat dilihat dari tingkat usaha
yang dilakukan seseorang. Semakin tinggi tingkat usaha yang diberikan seseorang
terhadap suatu kegiatan, dapat dikatakan semakin termotivasi orang tersebut.
Selanjutnya, usaha untuk memotivasi berarti memunculkan faktor-faktor
(motif) yang mendorong orang berperilaku tertentu. Motif dapat diartikan sebagai
daya pendorong (driving force) yang menggerakan manusia untuk bertingkah laku
dan bertindak untuk mencapai tujuan tertentu, di mana daya pendorong tersebut
dapat berupa kebutuhan maupun keinginan. Untuk lebih jelasnya akan
dikemukakan definisi menenai motivasi tersebut.
Siswanto Sastro Hadiwiryo (2003:267) mendefinisikan keadaan kejiwaan
dan sikap mental manusia yang memberikan energi, dorongan, kegiatan atau
menggerakan atau menyalurkan perilaku ke arah pencapaian kebutuhan yang
memberi kepuasaan atau mengurangi ketidak seimbangan.
Sedangkan Anwar Prabu Mangkunegara. Dalam bukunya Manajemen
Sumber Daya Manusia (2007 : 93) berpendapat bahwa motivasi merupakan proses
yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu
kearah pencapaian sasaran.
Pengertian Motivasi lainnya dikemukakan oleh Bernardine (2007 : 82)
menjelaskan bahwa motivasi ialah cara bagaimana dorongan, keinginan,
rangsangan, aspirasi, semangat atau kebutuhan mengendalikan atau menerangkan
perilaku manusia.
18
Jika dilihat dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya kebutuhan dan keinginan pribadi seseorang dapat melandasi atau
berpengaruh kepada perilaku individu tersebut. Dimana perilaku individu tersebut
tercipta karena adanya interaksi dengan lingkungannya, yang memberikan
dampak kebutuhan tersebut semakin bervariasi. Dengan demikian kita dapat
mengetahui bahwa setiap perilaku individu dipengaruhi faktor-faktor motivasi,
yaitu keinginan, tujuan, kebutuhan, atau dorongan-dorongan tertentu yang
diwujudkan melalui tidakan-tindakan individu tersebut.
2.3.1. Teori Motivasi
Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti
dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian
motivasi bisa dikatakan suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab
seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.
Sehubungan dengan uraian di atas, dapat dibedakan dua bentuk motivasi
kerja. Kedua bentuk tersebut adalah sebagai berikut:
1) Motivasi Intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam
diri pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau
manfaat/makna pekerjaan yang dilaksankannya.
2) Motivasi Ekstrensik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri
pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya
melaksanakan pekerjaan secara optimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam
bekerja karena upah/gaji yang tinggi, jabatan/posisi yang terhormat atau memiliki
kekuasaan yang besar, pujian, hukuman dan lain-lain.
Lingkungan
suatu
organisasi/perusahaan
terlihat
kecenderungan
penggunaan motivasi ekstrinsik lebih dominan daripada motivasi intrinsik.
Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan kesadaran dari
dalam diri pekerja, sementara kondisi kerja di sekitarnya lebih banyak
menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari
luar dirinya.
19
Manusia merupakan makhluk yang keinginannya tidak terbatas atau tanpa
henti, alat motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya
berjenjang, artinya jika kebutuhan yang pertama terpenuhi maka kebutuhan
tingkat kedua akan menjadi yang pertama, dan berlaku seperti itu. Semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam masyarakat dan organisasi maka akan semakin tinggi
faktor yang dirasakan menjadi kebutuhan orang tersebut.
Untuk menjelaskan tentang beberapa teori motivasi, berikut ini akan
dikemukakan teori motivasi yang dikutip oleh Pandji Anoraga (2009), yaitu:
2.3.1.1. Teori Kebutuhan
Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa motivasi adalah dorongan kerja
yang timbul pada diri seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Teori ini
menitikberatkan pada faktor-faktor dalam diri orang, yang menggerakan,
mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku. Yang termasuk dalam
kelompok teori ini adalah:
a.
Teori Hierarki Kebutuhan – Maslow
Abraham Maslow, penyusun teori ini, menghipotesiskan bahwa dalam diri
setiap manusia terdapat lima tingkatan kebutuhan, yaitu:
1.
Kebutuhan fisiologis, termasuk lapar, haus, tempat bertenduh, hubungan
intim, dan kebutuhan badaniah lainnya.
2.
Kebutuhan akan rasa aman, termasuk keamanan dan perlindungan terhadap
gangguan fisik serta emosional.
3.
Kebutuhan sosial, termasuk kasih saying, penerimaan oleh masyarakat,
keanggotaan kelompok, dan kesetiakawanan.
4.
Kebutuhan penghargaan, termasuk harga diri, kemandirian, keberhasilan,
status, pengakuan, dan perhatian.
5.
Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan berkembang,
kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan m encukupi diri sendiri.
20
Aktualisasi diri
Penghargaan diri
Kepemilikan sosial
Rasa aman
Kebutuhan fisiologis
Gambar 2.1 Lima Tingkatan Kebutuhan Maslow
Sumber : Mangkunegara (2007:95)
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal
pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat
klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Kebutuhan manusia itu tidak hanya
bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan
juga spiritual.
b.
Teori Dua faktor Herzberg
Herzberg dikutip oleh Umar (1999) mengemukakan teori dua faktor atau
sering disebut sebagai Herzberg two factor motivation theory. Menurutnya
pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi dua faktor utama yang
merupakan kebutuhan, yaitu:
1) Maintenance Factor (faktor pemeliharaan atau faktor higinis)
Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu keadaan
pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan. Kondisi ini
adalah faktor yang membuat orang tidak puas, disebut juga higiene factor, karena
faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah,
21
yaitu tingkat tidak ada kepastian. Faktor ini berhubungan dengan hakikat pekerja
yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman) badaniah. Kebutuhan ini akan
berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol
setelah dipenuhi. Faktor pemeliharaan ini meliputi balas jasa (gaji dan upah),
kondisi kerja, kebijakan serta administrasi perusahaan, kepastian pekerjaan,
hubungan antar pribadi (atasan dan bawahan), kualitas supervisi, kestabilan kerja,
dan kehidupan pribadi.
2) Motivation Factor (faktor motivasi)
Merupakan faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang
berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung
berkaitan dengan pekerjaan. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik,
kepuasan kerja yang diperoleh dalam pekerjaan akan mendorong motivasi yang
kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Faktor-faktor tersebut
meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan,
pengembangan potensi individu, ruangan yang nyaman, dan penempatan kerja
yang sesuai.
c.
Teori ERG Alderfer
Menurut teori ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok manusia yaitu: ERG
(Existence, Relation Needs, dan Growth Needs).
Teori kebutuhan ERG mempunyai asumsi sebagai berikut:
“Apabila kebutuhan keberadaan kurang terpenuhi, individu terdorong untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.”
“Apabila kebutuhan berhubungan dengan orang lain kurang terpenuhi maka
individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan keberadaan.”
“Apabila kebutuhan akan pertumbuhan kurang terpenuhi maka makin besar
hasrat untuk memenuhi kebutuhan akan pertumbuhan tersebut.”
d.
Teori Kebutuhan – Mc Clelland
Menurut teori ini kebutuhan manusia ada tiga, yaitu kebutuhan akan
kekuasaan, kebutuhan akan berafiliasi, dan kebutuhan akan berprestasi. Apabila
22
orang kebutuhannya akan kekuasaan mendesak maka orang tersebut akan
termotivasi untuk memenuhinya. Jika kebutuhan kekuasaan makin tinggi maka
orang akan berusaha untuk bersikap: senang member perhatian untuk
mempengaruhi dan mengendalikan orang lain, mencari posisi pimpinan, dan
berusana tampil berbicara di muka umum.
Jika kebutuhan akan afiliasi mendesak, orang akan bersikap dan bertindak
untuk membentuk orang lain yang membutuhkan, berusaha membina hubungan
yang menyenangkan dan saling perhatian. Jika kebutuhan untuk berprestasi makin
tinggi maka orang akan berusaha menetapkan suatu tujuan yang penuh tantangan
namun masih mungkin dicapai, melakukan pendekatan yang realistis terhadap
resiko, dan bertanggung jawab atas penyelesaiannya.
2.3.1.2. Teori Proses
Teori ini menitik beratkan pada bagaimana perilaku itu digerakkan,
diarahkan, didukung, dan dihentikan. Yang termasuk dalam kelompok teori ini
adalah:
1. Teori Ekspektasi (Teori Pengharapan)
Teori ini merupakan pengungkapan dari hasil pengamatan Martin Luther
bahwa segala sesuatu yang dilakukkan di dunia dilandasi oleh harapan. Menurut
Victor Vroom, perilaku kerja individu ditentukan dengan memperkirakan hasil
alternative yang akan diperoleh melalui perilaku tersebut. Menurutnya orang
dapat dimotivasi untuk berperilaku kerja tertentu bila:
“Ada harapan bahwa bila usaha ditingkatkan akan mendapatkan balas jasa.”
“Adanya prestasi dari orang yang bersangkutan bahwa ada kemungkinan
tujuan akan tercapai dan ia akan menerima jasa.”
Motivasi merupakan fungsi dari valensi dan ekspektasi. Valensi merupakan
penilaian atas balas jasa yang diterima sebagai hasil usahanya. Ekspektasi
merupakan harapan individu bahwa peningkatan usahanya akan mengarah pada
meningkatan balas jasa.
23
Menurut Porter dan Lawer, teori ekpektasi menekankan pada orientasi masa
datang serta antisipasi individu terhadap hasil yang akan diterima. Proses
berlakunya teori ini adalah saat pertama kalinya individu mempunyai harapan atas
nilai balas jasa yang akan diterima, serta adanya kemungkinan besarnya energy
yang harus dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan yang akan menimbulkan
suatu usaha. Usaha ini dipadukan dengan kemampuan yang dimiliki serta prestasi
atas tugas
yang dijalankan sehingga menghasilkan prestasi yang merupakan
syarat untuk menerima ganjaran, baik instrinsik maupun ekstrinsik, dan persepsi
atas layak tidaknya ibalan yang diterima. Pada akhirnya individu akan
memperoleh kepuasan yang pada gilirannya akan mengarah pada tugas-tugas dan
kepuasan dimasa yang akan datang.
2. Teori Pembentukan Perilaku oleh Skinner
Teorinya didasarkan pada hokum pengaruh, bahwa perilaku individu yang
mempunyai konsekuensi negatif cenderung tidak diulang dan yang mempunyai
konsekuensi positif cenderung diulang.
3. Teori Keadilan (Equity Theory)
Menurut teori ini perilaku individu dipengaruhi oleh rasa keadilan dan
ketidakadilan. Dalam menilai keadilan tersebut, individu akan memperhatikan
faktor:
Input, yaitu sesuatu yang diserahkan individu dalam menyelenggarakan
tugas pekerjaannya, misalnya pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, dan
pengalaman.
Outcome, yaitu sesuatu yang diterima dari perusahaan sebagai imbalan atas
tugas, misalnya yang diterima sebagai perumahan, kesehatan, dan kondisi kerja.
Comarison
Person,
yaitu
individu
lain
kepada
siapa
karyawan
membandingkan antara input dan outcome. Individu tersebut dapat karyawan
ditempat kerjanya atau di luar kerja.
24
2.3.2. Metode-metode Motivasi
Terdapat dua metode motivasi yang biasa digunakan oleh perusahaan atau
manajer, yaitu:
1.
Metode Langsung (Direct Motivation)
Metode Langsung adalah motivasi baik materiil dan non materiil yang
diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian,
penghargaan, bonus, piagam dan lain sebagainya.
2.
Metode Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Metode Tidak Langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau
kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan
pekerjaannya.
2.3.3. Proses Motivasi
Hasibuan (2003;151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai
berikut :
•
Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi.
Baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
•
Mengetahui kepentingan
hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan
karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau
perusahaan saja.
•
Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan
bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa
saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
25
•
Integrasi tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan
kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk
memperoleh laba serta perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu
karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan
tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian
motivasi.
•
Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan
individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
Seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
•
Team Work
Manajer harus membentuk Team work yang terkoordinasi baik yang bias
mencapai tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu perusahaan
biasanya terdapat banyak bagian.
2.3.4. Jenis-jenis Motivasi
Jenis-jenis motivasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
•
Motivasi Positif, manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah
kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat
kerja bawahan akan meningkat karena manusia pada umumnya senang
menerima yang baik-baik saja.
•
Motivasi Negatif, manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan
hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah).
Dalam memotivasi negatif ini semangat kerja dalam jangka waktu pendek
akan meningkat, karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu
panjang akan berakibat kurang baik.
26
Dalam prakteknya kedua jenis motivasi ini sering digunakan oleh manajer
suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang, supaya dapat
meningkatkan semangat kerja karyawan.
2.3.5. Tujuan Motivasi
Pada hakekatnya pemberian motivasi kepada pegawai tersebut mempunyai
tujuan yang dapat meningkatkan berbagai hal, menurut Hasibuan (2003:146)
tujuan pemberian motivasi kepada karyawan adalah untuk:
•
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
•
Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
•
Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
•
Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
•
Mengefektifkan pengadaan karyawan.
•
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
•
Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
•
Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
•
Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
•
Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
2.3.6. Model-Model Motivasi
Veithzal Rivai (2005;470), mengatakan bahwa model-model motivasi
adalah sebagai berikut :
a. Model Tradisional
Model tradisional ini digunakan untuk memberikan dorongan kepada
karyawan agar melakukan tugas mereka dengan berhasil, para menajer
menggunkan sistem upah insentif, semakin banyak mereka menghasilkan atau
mencapai hasil kerja yang sempurna, semakin besar penghasilan mereka.
27
b. Model Hubungan Manusiawi
Model hubungan tradisional yaitu para manajer dianjurkan untuk bisa
memotivasi para karyawan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan dengan
membuat mereka merasa penting dan berguna, sehingga dapat meningkatkan
kepuasan kerjanya. Para karyawan diberi lebih banyak waktu kebebasan untuk
mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaannya.
c. Model Sumber Daya Manusia
Model Sumber Daya Manusia yaitu karyawan mempunyai motivasi yang
sangat beraneka ragam, bukan hanya motivasi karena uang ataupn keinginan akan
kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan mempunyai arti dalam
bekerja. Tugas manajer dalam model ini, bukanlah menyuap para karyawan
dengan upah atau uang saja tetapi juga untuk mengembangkan rasa tanggung
jawab bersama dalam mencapai tujuan organisasi dan anggotanya, dimana setiap
karyawan menyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya
masing-masing.
2.3.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Gellerman dikutip oleh Martharia (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor
motivasi kerja yang paling kuat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk
mempertahankan hidup yaitu makan, minum, tempat tinggal, dan sejenisnya.
Kemudian kebutuhannya meningkat yaitu keinginan mendapatkan keamanan
hidup. Dalam taraf yang lebih maju, bila rasa aman telah terpenuhi mereka
mendambakan barang mewah, status, dan kemudian prestasi.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai, organisasi perlu melakukan perbaikan
kinerja. Dalam hal ini, menurut Furtwengler (2003) terdapat sejumlah faktor yang
perlu diperhatian oleh suatu organisasi di dalam melakukan perbaikan kinerja,
yaitu faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai. Selain keempat faktor tersebut,
juga terdapat faktor lainnya yang turut mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu
keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk berubah,
kreativitas,
terampil
berkomunikasi,
inisiatif,
serta
kemampuan
dalam
28
merencanakan dan mengorganisir kegiatan yang menjadi tugasnya. Faktor-faktor
tersebut memang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan, namun memiliki
bobot pengaruh yang sama.
Menurut teori situasi kerja Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman (1994), situasi
kerja yang dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah:
a. Kebijakan perusahaan, seperti skala upah dan tunjangan pegawai (cuff,
pensiun dan tunjangan-tunjangan), umumnya mempunyai dampak kecil terhadap
prestasi individu. Namun kebijaksanaan ini benar-benar mempengaruhi keinginan
karyawan untuk tetap bergabung dengan atau meninggalkan organisasi yang
bersangkutan dan kemampuan organisasi untuk menarik karyawan baru.
b. Sistem balas jasa atau sistem imbalan, kenaikan gaji, bonus, dan promosi
dapat menjadi motivator yang kuat bagi prestasi seseorang jika dikelola secara
efektif. Upah harus dikaitkan dengan peningkatan prestasi sehingga jelas mengapa
upah tersebut diberikan, dan upah harus dilihat sebagai sesuatu yang adil oleh
orang-orang lain dalam kelompok kerja, sehingga mereka tidak akan merasa
dengki dan membalas dendam dengan menurunkan prestasi kerja mereka.
c. Kultur organisasi, meliputi norma, nilai, dan keyakinan bersama
anggotanya meningkatkan atau menurunkan prestasi individu. Kultur yang
membantu pengembangan rasa hormat kepada karyawan, yang melibatkan mereka
dalam proses pengambilan keputusan dan yang memberi mereka otonomi dalam
merencanakan dan melaksanakan tugas mendorong prestasi yang lebih baik dari
pada kultur yang dingin, acuh tak acuh, dan sangat ketat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktorfaktor yang mempengaruhi motivasi kerja sangat bervariasi. Namun secara umum
faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi
kerja, yang datangnya dari dalam diri seseorang. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja yang bersumber
dari lingkungan kerja perusahaan.
29
2.3.8. Pengukuran Motivasi
Pengukuran motivasi menurut R.B Siswanto Sastro Hadiwiryo (2003;275),
Kekuatan motivasi tenaga kerja untuk bekerja secara langsung tercermin sebagai
upaya seberapa jauh karyawan bekerja keras. Upaya ini mungkin menghasilkan
hasil kerja yang baik atau sebaliknya, karena ada dua faktor yang harus benar jika
upaya itu akan diubah menjadi kinerja, yaitu:
1.
Tenaga kerja harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk
mengerjakan tugasnya dengan baik. Tanpa kemampuan dan upaya yang tinggi,
tidak mungkin menghasilkan kinerja yang baik.
2.
Persepsi tenaga kerja yang bersangkutan tentang bagaimana upayanya
dapat diubah sebaik-baiknya menjadi kinerja. Diasumsikan bahwa persepsi
tersebut dipelajari individu dari pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama.
“persepsi bagaimana harus dikerjakan”, ini jelas sangat berbeda mengenai
kecermatannya jika terdapat persepsi yang salah, kinerja akan rendah meskipun
upaya dn motivasi mungkin tinggi.
Salah satu cara untuk mengukur motivasi tenaga kerja adalah dengan
menggunakan teori pengharapan (expectation theory). Teori pengharapan
mengemukakan bahwa adalah bermanfaat untuk mengukur sikap para individu
guna membuat diagnosis permasalahan motivasi. Pengukuran semacam ini dapat
membantu manajemen tenaga kerja memahami mengapa para tenaga kerja
terdorong bekerja atau tidak, apa yang memotivasinya di berbagai bagian dlam
perusahaan.
Dan
berapa
jauh
berbagai
cara
pengubahan
data
efektif
memotivasikan kinerja.
2.3.9. Indikator - indikator Motivasi
Menurut Siswanto Sastro Hadiwiryo (2003), menjelaskan bahwa motivasi
kerja karyawan dipengaruhi oleh Hubungan antara Atasan dan Bawahan,
Hubungan antara Sesama Rekan Kerja, Kebijakan Perusahaan, Kondisi Kerja,
Kompensasi, dan Kesehatan. Kemudian dari faktor kebutuhan tersebut diturunkan
menjadi indicator-indokator untuk mengetahui tingkat motivasi kerja karyawan,
yaitu:
30
a. Hubungan antara Atasan dan Bawahan, ditunjukkan dengan: perhatian dan
tanggapan, pujian, teguran, dan sikap.
b. Hubungan antara Sesama Rekan Kerja, ditunjukkan dengan: dukungan, pujian,
dan persaingan.
c. Kebijakan Perusahaan, ditunjukkan dengan: peraturan-peraturan perusahaan,
nilai-nilai perusahaan.
d. Kondisi Kerja, ditunjukkan dengan: lingkungan kerja, lingkungan perusahaan,
dan fasilitas perusahaan.
e. Kompensasi, ditunjukkan dengan: tunjangan-tunjangan, penghitungan upah
lebih atau bonus.
f. Kesehatan ditunjukkan dengan: keselamatan kerja, asuransi kesehatan, dan
tanggapan kecelakaan kerja.
2.4.Pengertian Prestasi Kerja
Seseorang setelah diterima disebuah perusahaan dengan melalui proses penyeleksian
karyawan yang beragam dan selanjutnya tahap penggembangan potensi pegawai
yang diberi penilaian prestasi kerjakaryawan oleh perusahaan. Penilaian ini
mutlak dilakukan untuk mengetahui prestasi yang dicapai karyawan. Pendapatpendapat para ahli mengenai prestasi kerja diantaranyasebagai berikut:
Mangkunegara (2007) mendefinisikan bahwa prestasi kerja yaitu hasil kerja
secara kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Bernardin dan Russel diacu dalam Ruky (2006) mendefinisikan prestasi
sebagai suatu catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu selama kurun waktu tertentu.
Suprihanto (2006) mengatakan bahwa pada dasarnya prestasi kerja adalah
hasil kerja seseorang dalam periode tertentu dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
31
2.4.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja.
Prestasi kerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalammelaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
ataskapan pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja ini memiliki
tiga faktor
penting yaitu kemampuan dan minat seseorang pekerja, kemampuan
dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan motivasi
seorang pekerja semakin tinggi ketiga faktor diatas, maka Makin besarlah prestasi
kerjakaryawan bersangkutan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan, yaitu:
a.
.Upah / Gaji
Salah
satu
faktor
dari
pada
keinginan
untuk
bekerja
adalah
untuk mendapatkan gaji atau upah berupa uang yang dibayarkan perusahaan
sebagaiimbalan jasa yang diberikan oleh karyawan. Gaji atau upah yang
diterimakaryawan tersebut merupakan jaminan biaya hidup.Berdasarkan upah
atau gaji yang diterima oleh karyawan disesuaikan dengan pengorbanan yang
dilakukan. Semakin tinggi upah yang diberikan makakaryawan akan berusaha
untuk berkerja sebaik mungkin sehingga akhirnyaakan menyebabkan
terjadinya peningkatan terhadap prestasi kerja mereka.
b.
Lembur / Premi
Bagi karyawan yang berkerja melebihi standar dan jam kerja yang
telahditetapka maka perusahaan akan memberikan premi atau upah lembur
dan premi ini telah ditetapkan sebelumnya. Semakin tinggi premi dan
lembur yang diberikan perusahaan maka karyawan akan semakin giat bekerja
danmeningkatkan prestasinya untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi
dari biasanya.
c.
Penghargaan-penghargaan
Pemberian penghargaan juga diperlukan oleh karyawan. Karena
denganadanya penghargaan ini, maka karyawan akan merasa diperhatikan
oleh perusahaan. Jadi, dengan adanya pemberian penghargaan ini mereka
akan bekerja semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
32
d.
Hadiah
Hadiah
merupakan
penghargaan
kepada
karyawan
yang
dapat
menunjukkan prestasinya dengan baik. Dengan pemberian hadiah, maka
karyawan akanmerasa bahwa kerja keras yang dilakukannya telah dihargai
perusahaansehingga dia akan berusaha lagi dengan sebaik-baiknya pada waktu
yangakan datang. Tujuan permberian hadiah dan penghargaan ini tidak
jauh berbeda.
Hadiah
biasanya
dapat
berupa
uang,
sedangkan
penghargaan biasanya berbentuk piagam.
e.
Tunjangan Kesehatan
Tunjangan kesahatan sangat diperlukan oleh karyawan karena dengan
adanyatunjangan ini karyawan akan dapat bekerja tanpa ketakutan atas
kemungkinanyang terjadi di dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya apabila
karyawan pada suatu saat jatuh sakit, maka la dapat berobat kerumah sakit
yang mana biasanya akan ditanggung oleh perusahaan.
f.
Santunan Hari Tua
Untuk memupuk semangat dan gairah kerja pada karyawan, mereka
harusmempunyai
perasaan
ama
terhadap
masa.
depan
karyawannya,
maka perusahaan sebaiknya memberikan santunan/jaminan hari tua.Dengan
adanya santunan hari tua ini, maka karyawan pada sebelum menjalanimasa
pensiunnya, akan bekerja sebaik mungkin untuk meningkatkan prestasinya
karena mereka sudah merasa aman dengan adanya santunan haritua ini.
2.4.2. Penilaian Prestasi Kerja
Ukuran terakhir keberhasilan dari suatu departemen personalia adalah
prestasi kerja. Karena baik departemen itu sendiri maupun karyawan memerlukan
umpan balik atas upayanya masing-masing, maka prestasi kerja dari setiap
karyawan perlu dinilai. Oleh karena itu Penilaian prestasi kerja adalah proses
melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja
menurut Heidrahman dan Suad Husnan (1990:126), di bawah ini adalah obyek
dan faktor-faktor penilaian prestasi kerja:
33
1. Obyek Penilaian Prestasi Kerja:
a.
Hasil kerja individu
Jika mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen melakukan penilaian
prestasi kerja dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya berlaku pada
bagian produksi dengan indikator penilaian output yang dihasilkan, sisa dan
biaya per-unit yang dikeluarkan.
b.
Perilaku
Untuk tugas yang bersifat instrinsik, misalnya sekretaris atau manajer, maka
penilaian prestasi kerja ditekankan pada penilaian terhadap perilaku, seperti
ketepatan waktu memberikan laporan, kesesuaian gaya kepemimpinan,
efisiensi dan efektivitas pengambilan keputusan, tingkat absensi.
c.
Sifat
Merupakan obyek penilaian yang dianggap paling lemah dari kriteria
penilaian prestasi kerja, karena sulit diukur atau tidak dapat dihubungkan
dengan hasil tugas yang positif, seperti sikap yang baik, rasa percaya diri,
dapat diandalkan, mampu bekerja sama.
2. Faktor-faktor prestasi kerja yang perlu dinilai adalah sebagai berikut :
a. Kuantitas Kerja
Banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, yang perlu
diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat
diselesaikan.
b. Kualitas kerja
Mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Biasanya
diukur melalui ketepatan, ketelitian, ketrampilan, kebersihan hasil kerja.
c. Keandalan
Dapat atau tidaknya karyawan diandalkan adalah kemampuan memenuhi atau
mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan dan kerjasama
d. Inisiatif
Kemampuan
mengenali
masalah
dan
mengambil
tindakan
korektif,
memberikan saran-saran untuk peningkatan dan menerima tanggung jawab
menyelesaikan.
34
e. Kerajinan
Kesediaan melakukan tugas tanpa adanya paksaan dan juga yang bersifat
rutin.
f. Sikap
Perilaku karyawan terhadap perusahaan atau atasan atau teman kerja
g. Kehadiran
Keberadaan karyawan di tempat kerja untuk bekerja sesuai dengan waktu/jam
kerja yang telah ditentukan.
2.4.3. Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia
dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja
mereka. Oleh karena itu kegunaan penilaian prestasi kerja dapat dirinci sebagai
berikut:
1. Perbaikan Prestasi Kerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan
departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka.
2. Penyesuaian-Penyesuaian Kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalammenentukan
kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
3. Keputusan-Keputusan Penempatan
Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa
lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan
terhadap prestasi kerja masa lalu.
4. Kebutuhan-Kebutuhan Latihan dan Pengembangan
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian
juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus di
kembangkan.
5. Perencanaan dan Pengembangan Karir
Umpan balik prestasi kerja mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu
tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti
35
6. Penyimpangan-Penyimpangan Proses Staffing
Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan
prosedur staffing departemen personalia
7. Ketidak-akuratan Informasional
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam
informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau
komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Akibatnya
keputusan-keputusan yang diambil menjadi tidak tepat.
8. Kesalahan-Kesalahan Desain Pekejaan
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam
desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan
tersebut.
9. Kesempatan Kerja yang Adil
Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
10. Tantangan-Tantangan Eksternal
Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor di luar lingkungan kerja
seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi
lainnya. Dengan penilaian prestasi, departemen personalia mungkin dapat
menawarkan bantuan.(T. Hani Handoko,1987:135-136)
2.4.4. Tujuan Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian
prestasi
kerja
karyawan
berguna
untuk
perusahaan
dankaryawannya. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001;89) tujuan penilaian prestasi
kerja karyawan adalah sebagai berikut :
a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi,
demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa.
b. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bias sukses dalam
pekerjaannya
c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal
kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja,dan
peralatan kerja.
36
d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan perusahaan.
e. Sebagai indicator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan
yang berada didalam organisasi.
f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasu kerja karyawan sehingga
dicapaitujuan mendapatkan performance kerja yang baik.
g. Sebagai
alat
untuk
mendorong
atau
membiasakan
para
atasan
(Supervisor, Managers, administrator ) supaya diketahui minat dan kebutuhankebutuhan bawahaannya.
h. Sebagai alat untuk bias melihat kekurangan atau kelemahan dimasa
laludanmeningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
i. Sebagai kriteria didalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.
j. Sebagai
alat
untuk
mengidentifikasi
kelemahan-kelemahan
personel
dandemikian bias sebagai bahan pertimbangan agar bias diikutsertakan
dalam program latihan kerja tambahan.
k. Sebagai alat untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan ( Job
description).
2.4.5. Pengaruh dan Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
2.4.5.1. Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja
a. Terhadap Individu
Hasil penilaian prestasi kerja dapat berpengaruh positif maupun negatif
terhadap moral kerja pekerja. Hal ini dimungkinkan mengingat peranan hasil
penilaian pelatihan kerja yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan
manajemen SDM.
b. Terhadap Organisasi
Penilaian prestasi kerja mempengaruhi orgnisasi, khususnya pada proses
kegiatan SDM. Sebagaimana halnya dengan pengaruh penilaian prestasi kerja
terhadap individu, informasi hasil penilaian merupakan umpan balik sukses
tidanya fungsi personalia. Besar kecilnya pengaruh penilaian prestasi kerja pada
37
organisasi tergantung sedikit banyaknya pada penilaian prestasi kerja informasi
yang didapat dari hasil penilaian prestasi kerja tersebut.
2.4.5.2 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai
kepentingan seperti :
1. Mendorong Peningkatan Prestasi Kerja Dengan mengetahui hasil prestasi kerja,
ketiga pihak yang terlibat dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan
agar prestasi kerja para karyawan lebih meningkat lagi dimasa – masa yang
akan datang.
2. Sebagai Bahan Pengambilan Keputusan Dalam Pemberian Imbalan Keputusan
tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan tersebut dapat
didasarkan antara lain pada hasil penilaian atas prestasi kerja karyawan yang
bersangkutan.
3. Untuk Kepentingan Mutasi Pegawai Prestasi kerja seseorang dimasa lalu
merupakan dasar bagi pengambilan keputusan mutasi baginya dimasa depan,
apapun bentuk mutasi tersebut seperti promosi, alih tugas, alih wilayah maupun
demosi.
4. Guna Menyusun Program Pendidikan dan Pelatihan Baik yang dimaksut untuk
mengatasi
berbagai
kekurangan
dan
kelemahan
maupun
untuk
mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan
yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja.
5. Membantu Para Pegawai Membantu para pegawai menentukan rencana
karirnya dan dengan bantuan bagian kepegawaian menyusutkan program
pengembangan karir yang paling tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan
para pegawai dan dengan kepentingan organisasi.
38
2.4.6. Metode Penilaian Prestasi Kerja
Ada banyak metode untuk melakukan penilaian prestasi kerja karyawan,
namun tidak ada satupun metode yang dapat diberlakukan secara umum. Masingmasing mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri. jadi kuncinya adalah
mengenali keterbatasan metode yang dipergunakan perusahaan dan mengolahnya
sebisa mungkin. Kadang-kadang, pendekatan baru yang lebih rumit terhadap
penilaian prestasi kerja ternyata lebih buruk dari yang lebih sederhana.
Pendekatan yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat
banyak. Dari sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan menjadi
dua bagian, yaitu metode yang berorientasi masa lalu & metode yang berorientasi
masa depan.
A. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Lalu
1. Skala Grafik Dengan Rating
Skala grafik dengan rating atau juga dikenal dengan metode rating
konvensional, adalah metode yang banyak digunakan.
2. Metode Checklist
Metode checklist adalah metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada
uraian perilaku negatif atau positif pegawai/karyawan yang namanya
tertera dalam daftar.
3. Metode Esai
Pada metode ini, penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang
terbagi dalam beberapa kategori.
4. Metode Pencatatan Kejadian Kritis
Metode pencatatan kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja
yang menggunakan pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang
menggambarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau yang sangat
buruk.
5. Metode Wawancara
Selain kelima metode di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan
cara Wawancara. Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar
pegawai mengetahui posisi dan bagaimana cara kerja mereka.
39
B. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Lalu
1. Penilaian Diri (self appraisal)
Metode ini menekankan adanya penilaian yang dilakukan karyawan
terhadap diri sendiri dengan tujuan melihat potensi yang dapat
dikembangkan dari diri mereka.
2. Tes Psikologi
Biasanya dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam, tes psikologi,
diskusi, review terhadap hasil evaluasi pekerjaan karyawan. Tes ini
dilakukan oleh psikolog untuk mengetahui potensi karyawan yang dapat
dikembangkan dimasa datang.
3. Management By Objectives (MBO)
Management By Objectives (MBO) yang diperkenalkan oleh Peter Drucker
adalah sistem yang menggambarkan kajian tentang target/sasaran yang
hendak
dicapai
berdasarkan
kesepakatan
antara
supervisor
dan
bawahannya. (Handoko, 1994).
Menurut Robert Bacal (Bacal, 2002:116), ada 3 (tiga) pendekatan yang
paling sering dipakai dalam penilaian prestasi kerja karyawan:
1. Sistem Penilaian (Rating System).
Sistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu suatu daftar karakteristik, bidang,
ataupun perilaku yang akan dinilai dan sebuah skala ataupun cara lain untuk
menunjukkan
tingkat
kinerja
dari
tiap
halnya.
Perusahaan
yang
menggunakan sistem ini bertujuan untuk menciptakan keseragaman dan
konsistensi dalam proses penilaian prestasi kerja. Kelemahan sistem ini
adalah karena sangat mudahnya untuk dilakukan, para manajerpun jadi
mudah
lupa
mengapa
mereka
melakukannya
dan
sistem
inipun
disingkirkannya.
2. Sistem Peringkat (Ranking System).
Sistem peringkat memperbandingkan karyawan yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya, misalnya: total pendapatan ataupun kemampuan manajemen.
Sistem ini hampir selalu tidak tepat untuk digunakan, karena sistem ini
mempunyai efek samping yang lebih besar daripada keuntungannya. Sistem
40
ini memaksa karyawan untuk bersaing satu sama lain dalam pengertian yang
sebenarnya. Pada kejadian yang positif, para karyawan akan menunjukkan
kinerja yang lebih baik dan menghasilkan lebih banyak prestasi untuk bisa
mendapatkan peringkat yang lebih tinggi. Sedangkan pada kejadian yang
negatif, para karyawan akan berusaha untuk membuat rekan sekerja
(pesaing)-nya menghasilkan kinerja yang lebih buruk dan mencapai prestasi
yang lebih sedikit dibandingkan dirinya.
3. Sistem berdasarkan tujuan (object-based system).
Berbeda dengan kedua sistem di atas, penilaian prestasi berdasarkan tujuan
mengukur kinerja seseorang berdasarkan standar ataupun target yang
dirundingkan secara perorangan. Sasaran dan standar tersebut ditetapkan
secara perorangan agar memiliki fleksibilitas yang mencerminkan tingkat
perkembangan serta kemampuan setiap karyawan.
2.4.7. Kendala Dalam Penilaian Prestasi Kerja
a. Pemilihan Metode Terbaik
Menurut French (1986), metode PPK yang terbaik tergantung pada :
1.
Pendekatan pada metode penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai.
2.
Variasi faktor organisasi yang dapat menolong mengimplementasikan
program penilaian (Iklim organisasi, training prosedur penilaian, dan lainlain).
b. Kesalahan Penilaian
Kesalahan yang mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan faktor
manusia, dimana penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam manusia.
41
3.4.8. Indikator-indikator Prestasi Kerja
Indikator-indikator prestasi kerja menurut Mangkunegara (2007) adalah
sebagai berikut:
a. Kualitas kerja yang ditunjukan kepada ketelitian, penyelesaian tugas, dan
hasil dari kinerja.
b. Tanggung jawab terhadap pekerjaan yang ditunjukan kepada menanggung
jawabkan kebijaksanaan, pekerjaannya, dan hasil kerjanya,sarana dan prasarana
yang digunakannya, serta perilaku kerjanya.
c. Kerjasama dengan rekan kerja yang ditunjukan pada kerja sama antar divisi
atau saling membantu.
d. Orientasi terhadap konsumen yang ditunjukan pada hubungan dengan
pelanggan, inovasi untuk kepuasan pelanggan, dan pemberian pelayannan
terhadap pelanggan.
e. Inisiatif karyawan yang ditunjuka pada pemberian ide, inisiatif, dan juga
sikap karyawan.
2.5. Hubungan Motivasi Kerja Dengan Prestasi Kerja
Motivasi dapat dikatakan sebagai usaha atau kegiatan yang diberikan oleh
atasan untuk menimbulkan semangat dan gairah kerja pada karyawan. Dengan
memberikan motivasi yang tepat diharapkan para karyawan dapat terdorong untuk
bekerja lebih baik lagi.
Sedangkan prestasi kerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam pelaksanaan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Prestasi kerja merupakan suatu hal yang diharapkan oleh perusahaan dari
karyawannya, dalam rangka mengembangkan dan melancarkan setiap aktivitas
perusahaan.
Karyawan yang mempunyai motivasi tinggi akan menunjukan suatu sikap,
keinginan, dan kesanggupan yang diwujudkan dalam tindakan untuk mencapai
suatu prestasi dalam bekerja, yang sesuai dengan harapan dari perusahaan dan dari
diri karyawan itu sendiri. Pentingnya motivasi sebagai salah satu faktor yang
42
berhubungan dengan prestasi kerja atau performance telah di ungkapkan oleh
Chung dan Megginson yang dikutip oleh Gomes (2003:177), menyatakan:
“Motivasi dirumuskan sebagai prilaku yang ditujukan pada sasaran.
Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam
mengejar suatu tujuan... motivasi berkaitan erat dengan kepuasan kerja dan
performansi pekerjaan.”
Dari penjelasan ini nampak jelas bahwa prestasi kerja berkaitan erat dengan
tingkat usaha seseorang. Tingkat usaha ini berhubungan debgan konsep motivasi,
yaitu adanya keinginan, pemenuhan kebutuhan dan dorongan-dorongan untuk
mencapai tujuan tertentu. Dimana motivasi yang kuat akan membentuk tingkat
usaha yang keras untuk mencapai suatu prestasi kerja yang diharapkan oleh
perusahaa. Jadi melihat uraian diatas terliha bahwa motivasi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan.
Motivasi mempunyai hubungan dengan prestasi kerja sebab keberhasilan
seorang karyawan dalam mencapai tujuannya tergantung pada bagaimana
karyawan itu menciptakan motivasi di dalam diri sendiri. Motivasi merupakan hal
yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku dalam proses
pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, serta dapat membantu
terpenuhinya kebutuhan karyawan. Sebagaimana dikemukakan oleh Elton Mayo
yang dikutif oleh Gouzali Saydam dalam buku Manajemen Sumber daya Manusia
(1996:228)
“Pada hakekatnya tujuan dari pemberian motivasi kepada karyawan salah
satunya adalah untuk meningkatkan prestasi kerja”
Teori diatas cukup menjelaskan dan memperkuat adanya hubungan motivasi
dengan prestasi kerja, karena prestasi kerja akan efektif apabila terdapat motivasi
yang kuat didalam diri karyawan. Hal ini penting untuk selalu dilaksanakan oleh
perusahaan, agar perushaan dapat lebih baik meningkatkan prestasi kerja
karyawan.
43
Download