BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.1.1. Pengertian Pemasaran Pemasaran dapat diartikan secara sosial atau sosial manajerial. Pengertian sosial menunjukan peran yang dimainkan pemasaran di masyarakat. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. (Kotler dan Keller, 2007). Secara manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk-produk, sedangkan AMA (American Marketing Association) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya ( dalam Kotler dan Keller, 2007). Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan dalam organisasi dengan proses menciptakan, mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai kepada pelanggan untuk menjalin hubungan dengan pelanggan agar menguntungkan bagi organisasi dan stokeholder sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya. 2.1.2 Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang pelaksanaan dari aktivitas pemasaran. Dengan menerapkan ilmu manajemen pemasaran, perusahaan dapat menentukan pasar yang dituju dan membina hubungan yang baik dengan pasar sasaran tersebut. Pengertian manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul (Kotler dan Keller, 2007) sedangkan pengertian manajemen pemasaran lainnya adalah 10 pelaksanaan tugas untuk mencapai pertukaran yang diharapkan dengan pasar sasaran (Sunarto 2006). Berdasarkan kedua pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen pemasaran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu perusahaan atau organisasi memilih pasar sasaran yang sesuai, yang dapat mendukung terciptanya tujuan perusahaan dan menjalin hubungan yang baik dengan pasar sasaran tersebut. 2.2 Jasa dan Karakteristik Jasa 2.2.1 Pengertian Jasa Banyaknya kebutuhan konsumen untuk membeli jasa, mendorong para pengusaha untuk menggunakan peluang yang ada tersebut sehingga mendorong timbulnya perhatian untuk mengembangkan usaha dalam bidang jasa. Adapun definisi jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu (Kotler & Keller, 2007). Definisi jasa lainnya adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk, dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan santai, dan sehat) bersifat tidak berwujud (Zethaml & Bitner yang dikutip oleh Alma, 2003) Menurut definisi diatas dapat disimplkan bahwa jasa adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang ditawarkan oleh produsen untuk memberikan manfaat atau kepuasan kepada konsumen yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan terhadap sesuatu. Jasa dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan mampu memberikan nilai tambah seperti kenikmatan, hiburan, santai dan sehat yang sifatnya tidak berwujud. Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dari barang, (Kotler, 2006) yaitu : 1. Tidak berwujud (Intangibility) Jasa mempunyai sifat tidak berwujud karena tidak bisa dilihat, dirasa, didengar, diraba, atau dicium sebelum ada transaksi pembelian. 11 2. Tidak dapat dipisahkan (Inseperability) Suatu bentuk jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, apakah sumber itu merupakan orang atau mesin. 3. Berubah-ubah (Variability) Jasa sebenarnya sangat mudah berubah-ubah karena jasa ini sangat bergantung pada siapa yang menyajikan, kapan dan dimana disajikan. 4. Daya tahan (Perishability) Daya tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah jika permintaan selalu ada dan mantap karena menghasilkan jasa di muka dengan mudah. 2.3 Market Orientation 2.3.1 Pengertian Market Orientation Konsep market orientation mempunyai arti yang sama dengan marketing concept yang sangat penting dimana organisasi harus peka terhadap perkembangan pasar serta harus mampu memenuhui kebutuhan konsumen dan sangat berpengaruh pada performance jangka panjang (Ruekert,1992; Webster,1998). Orientasi pasar adalah sebuah filosofi bisnis dan sesuatu yang menjadi tujuan atau pernyataan mengenai kebijakan perusahaan. Orientasi pasar sebagai sebuah filosofi bisnis dapat diartikan dengan bagaimana sebuah organisasi mengimplementasikan konsep orientasi pasar yang dapat dilihat dari aktifitas dan perilaku organisasi bersangkutan (repository.petra.ac.id/2011). Menurut Henry (2005), market orientation merupakan budaya yang menerap didalam organisasi yang dimana setiap anggota organisasi tersebut mengikuti setiap unsur budaya yang ada di organisasi tersebut. Apabila budaya tersebut dapat dilakukan dengan baik, akan menjadikan salah satu keuntungan tersendiri yang akan berdampak pada value added dalam bersaing. Diawal tahun 1990an, dua artikel seminal muncul, yaitu: Kohli & Jaworski (1990) dan Narver & Slater (1990) yang mengemukakan konsep yang lebih operasional serta alat ukur market orientation. Mereka menyatakan bahwa market orientation terdiri dari tiga komponen behavioral, yaitu: 12 1. Customer orientation Dalam hal ini pemahaman atas kebutuhan-kebutuhan konsumen saat ini dan yang akan datang yang ditujukan bagi penciptaan nilai yang lebih baik dibanding pesaing. Diharapkan semua pemain pasar harus bisa memberikan yang terbaik seperti inovasi-inovasi produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Hal ini konsisten dengan persepsi Narver & Slater (1990) bahwa inti dari market orientation adalah fokus pada konsumen. 2. Competitior orientation Menyangkut usaha mendapatkan informasi tentang pesaing-pesaing yang ada maupun yang potensial menjadi pesaing. Informasi ini menyangkut kekuatan, kelemahan, dan kapabilitas jangka panjang. Informasi ini sangat penting agar organisasi dapat merancang strategi untuk bersaing secara efektif. 3. Inter-functional coordination Menyangkut koordinasi sumber daya khususnya pada karyawan yang dimilki organisasi yang ditujukan untuk usaha penciptaan nilai yang lebih baik bagi konsumen. Setiap fungsi dalam organisasi sangat penting dan masing-masing bekerja sesuai job description masing-masing yang dalam penciptaan nilai bagi konsumen. Disisi lain, Kohli & Jaworski (1990) mengemukakan bahwa market orientation merupakan berbagai macam perilaku didalam organisasi yang bertujuan untuk memuaskan dan memenuhi kebutuhan konsumen. Ada tiga hal penting yang terkandung dalam definisi Kohli & Jaworski (1990) yaitu: 1. Intelligience generation Setiap organisasi harus mampu menerpakan market orientation dengan baik. Hal ini lebih kepada bagaimana sebuah organisasi mampu mendapatkan informasi tentang kebutuhan konsumen dan perilaku pesaing. Kohli & Jaworski menganjurkan agar semua informasi yang didapat harus disebarluaskan secara terpadu ke setiap komponen yang berada dalam organisasi. 13 2. Intelligience dissemination Dalam hal ini perlunya adanya komunikasi, diseminasi, dan bahkan menjual market intelligience (Kohli & Jaworski, 1990). Hal ini bertujuan utnuk menciptakan suatu komunikasi yang baik dalam organisasi, yang akan mempermudah dalam penyebaran informasi berharga yang menyangkut kebutuhan konsumen yang bisa dipahami oleh seluruh bagian dalam organisasi. 3. Responsiveness Hal ini menyangkut bagaimana organisasi mampu melakukan tindakan atas informasi yang didapat dan disebarkan. Responsiveness dibagi dalam dua jenis aktivitas, yaitu: respon design (penggunaan market intelligience dalam mengembangkan rencana), dan respon implementation (implementasi rencana yang telah disusun atas dasar market intelligience). Selain ditentukan oleh tiga faktor yang mendukung tersebut diatas, orientasi pasar juga memiliki tiga konsekuensi, yaitu: 1. Respon Konsumen Hal ini menyangkut bagaimana tugas organisasi untuk menciptakan konsumen yang puas, sehingga dengan sendirinya mereka akan selalu membeli produk-produk perusahaan. 2. Kinerja Bisnis Berarti orientasi pasar membantu memperjelas fokus dan tujuan organisasi. Karena semakin baik orientasi pasar organisasi, semakin baik pula kinerja bisnisnya. 3. Respon Pekerja Hal ini menerangkan jika semakin baik orientasi pasar organisasi, semakin besar pula semangat kelompok, kepuasan kerja, dan komitmen mereka terhadap perusahaan. Dampak konsekuensi orientasi pasar terhadap kinerja bisnis menurut (Narver dan Slater, 1990) adalah determinan yang penting bagi organisasi dan merupakan hubungan yang kuat diantara keduanya sehingga menghasilkan kinerja dan profitabilitas yang maksimal bagi organisasi. Organisasi jasa yang 14 menerapkan market orientation mendapatkan manfaat penting, baik terhadap internal organisasi maupun eksternal organisasi. Dengan demikian begitu penting apabila setiap organisasi jasa bisa menjadi organisasi yang market oriented, karena apabila itu dilakukan performance organisasi tersebut akan menjadi lebih baik. 2.4 Marketing Performance 2.4.1 Pengertian Marketing Performance Marketing performance adalah suatu konsekuensi dari seluruh kegiatan pemasaran total yang dilakukan oleh organisasi dan juga sebagai timbal balik kinerja karyawan bagi organisasi dari serangkaian manajemen marketing. Timbal balik karyawan terhadap organisasi sangatlah penting, dimana karyawan merupakan orang yang terdepan didalam sebuah organisasi yang mampu menghasilkan informasi bagi organisasi. Hal ini mempunyai efek yang kuat bagi organisasi, dimana mampu merubah sikap dan perilaku manajerial ke arah yang lebih baik (Miller, 1994). Banyak organisasi yang terus berusaha untuk bisa menekan input dan memaksimalkan output. Peran manajer puncak dalam hal ini ialah bagaimana manajer puncak bisa merubah dan meningkatkan performa para karyawan dan hal ini sangat penting untuk dilakukan pada setiap organisasi. Performance dari setiap organisasi selalu berubah-ubah. Berhasilnya marketing campaign dilihat dari seberapa besar harapan yang dilakukan oleh para top manajer dibandingkan hasil yang dicapai (Bonoma, 1989). 2.4.2 Dimensi Marketing Performance Morgan, Clark dan Gooner (2002) memberikan gambaran bahwa alat ukur marketing performance baiknya diukur dari aspek efisiensi, efektivitas, dan adaptabilitias organisasi. Efisiensi disebut juga sebagai produktivitas yang merupakan hasil perbandingan antara output dengan input. Efisiensi menekankan pentingnya para manajer untuk berfokus kepada pemakaian sumber daya, yang mana dengan kata lain meminimalisir penggunaan sumber daya dan meningkatkan performance akan lebih baik. 15 Perspektif efektivitas lebih kepada pencapaian tujuan organisasi untuk bisa mencapai target (Bonoma dan Clark, 1988). Adaptabilitas merupakan kemampuan organisasi dalam penerapan program baru mampu beradaptasi dengan lingkungan eksternal organisasi. Gambar 2 Morgan, Clark dan Gooner, 2002 2.4.3 Marketing Efficiency Marketing efficiency telah menjadi bidang studi yang penting bagi kinerja pemasaran. Efficiency merupakan perbandingan antara input dan output dari proses pemasaran, dengan tujuan memaksimalkan sumber daya yang ada (Bonoma & Clark, 1988). Efficiency juga dapat diartikan produktivitas pemasaran, dimana pendekatan efisiensi meneliti bagaimana cara yang baik dalam mengalokasikan sumber daya yang ada untuk bisa menghasilkan output yang baik (Bonoma & Clark, 1988). Walker & Ruekert (1987) mendefinisikan efficiency sebagai hasil dari program bisnis yang berkaitan dengan sumber daya yang dialokasikan. Hampir semua penelitian awal dalam penilaian marketing performance mempunyai arti yang sama, bahwa ukuran efficiency dilihat dari seberapa 16 besarnya sumber daya yang dialokasikan dan seberapa baiknya output yang dihasilkan. Efficiency sangat menyarankan para manajer harus mampu untuk melihat hubungan negatif antara sumber daya dan kinerja. Pada tingkat output, sumber daya yang sedikit harus lebih baik. Namun ada berbagai macam input (uang, keterampilan dan waktu) yang dapat digunakan sebagai sumber daya. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa upaya manajerial akan menjadi suatu rujukan yang sangat penting (Clark, 2000). Pertama, dalam hal ini para peneliti menyarankan didalam pemasaran bahwa perhatian manajemen dan usaha dari semua bagian organisasi merupakan sumber daya yang benar-benar langka. (Bonoma dan Crittenden, 1988; Cespedes, 1990). Sebuah program yang membutuhkan usaha manajemen yang substansial adalah lebih efisien daripada yang beroperasi lancar dengan sedikit perhatian. Banyak bukti dalam psikologi menyarankan bahwa ciri khas adalah sebuah faktor penting dalam menentukan informasi apa yang digunakan oleh individu (Fiske dan Taylor, 1991; Hutchinson dan Alba, 1991). Kedua, usaha manajemen sangat penting bagi para manajer. Hal ini berkaitan dengan bagaimana semua informasi yang ada bisa digunakan oleh individu sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Dukungan struktural memiliki dua konsekuensi. Pertama, sebuah program yang ada membutuhkan input yang sedikit dibandingkan dengan program baru yang membutuhkan sumber daya yang baru. Pada tingkat ini, yang harus dilihat seberapa efisien input yang digunakan dalam setiap program. Kedua, sejauh mana program ini didukudng dengan baik oleh system dan prosedur yang ada (Bonoma dan Clark, 1988). 2.4.4 Marketing Adaptability Arti adaptabilitas ialah bagaimana sebuah organisasi mampu untuk menyesuaikan programnya dengan lingkungan yang ada di luar organisasi. adaptabilitas menggunakan rujukan eksternal, sebarap baik organisasi mampu untuk menyesuaikan dengan keadaan lingkungan di luar organisasi. Organisasi yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami kegagalan (Clark, 1999; Walker & Ruekert, 1987). Hal tersebut sangat berhubungan dengan literatur strategi yang mengusulkan bahwa kesuksesan akan muncul apabila strategi organisasi sesuai 17 dengan keadaan lingkunagn (Hari, 1989). Dengan demikian organisasi dituntut untuk mampu melakukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan perkembangan lingkungan. Ruekert (1987) mengusulkan beradaptasi dengan lingkunagan merupakan salah satu konstruksi kinerja. Perspektif manajemen lingkungan dalam pemasaran berpendapat perusahaan mampu bergerak apabila strategi yang dietarpakan sesuai dengan lingkungan dan membentuk berbagai elemen lingkungan (Zeithaml dan Zeithaml, 1984; Clark et al., 1994). Dalam hal ini, peran seorang manjer pemasaran sangat penting, dimana manajer tersebut harus mampu menyesuaikan strategi perusahaan dengan lingkungan dengan cara yang akan menghasilkan respon yang baik dari lingkungan. 2.4.5 Marketing Effectiveness Pengertian effectiveness secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian lainnya bahwa effectiveness adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target ( kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah tercapai, dimana makin besar persentase yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya ( ahmadharnoto.blogspot.com/2011). Clark (2000) berpendapat, efektifitas lebih mengacu kepada pencapaian tujuan organisasi, dimana para manajer yang kinerjanya mencapai atau melebihi sasaran organisasi dianggap efektif. Efektifitas sangat berbeda dengan efisiensi, dimana efektifitas mempunyai ukuran terhadap sasaran bukan input. Walker & Ruekert (1987) mendefinisikan efektifitas sebagai keberhasilan dibanding pesaing, dimana hal tersebut merupakan sasaran yang paling umum dalam kondisi persaingan. Robbins (1990;49) mendefinisikan efektifitas organisasi sebagai salah satu tingkat dimana suatu organisasi dapat merealisasikan tugasnya. Efektifitas dapat di diterminasikan ke dalam beberapa indikator (Robbins, 1990), diantaranya : 18 1. Hasil yang dicapai Sub indikator ini diartikan bahwa pelaksanaan tugas atau pekerjaan harus secara tepat, berhasilguna dan berdaya guna melebihi standar yang ditentukan, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. 2. Perilaku kerja pegawai Sub indikator ini berkaitan dengan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Penilainnya dapat diukur dari penguasaan akan tugas yang diberikan, keterampilan dan pengalaman kerja yang dimiliki, keseriusan melaksanakan tugas serta kemampuan berkomunikasi dengan pihak lain. Beberapa teori dan hasil penelitian telah menawarkan beberapa model pendekatan untuk menguji efektifitas organisasi. Pendekatan tradisional digunakan untuk mengukur efektifitas organisasi individual dalam rangka mempertemukan kemampuan dan tujuan organisasi sesuai bidangnya yang khusus. Beberapa alternatif model ditawarkan untuk mengatasi kelemahan dari pendekatan tradisional, diantaranya model kontijensi (Burrel dan Morgan, 1979), model populasi ekologi ( Aldrich, 1979), model ekonomi politik (Nord, 1983), model sistem (Weick dan Daft, 1983), dan model hiraki analitis (Cahn dan Lyn, 1993). Beberapa faktor kritis dalam keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada beberapa indikator. Robbins (1990;50) mengutip beberapa kriteia efektifitas organisasi yang disajikan pada table 1. Beberapa kriteria tersebut tidak mudah diukur secara kuantitatif seperti kepuasan, motivasi, dan moral. Kaplan dan Norton ( 1996 ) menemukan suatu model yang memberikan alternatif untuk perbaikan dalam pengukuran efektifitas atau kinerja organisasi yang dikenal dengan balanced scorecard yang melakukan pengukuran internal maupun eksternal, kuantitatif maupun kualitatif, yang dibagi dalam empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, internal proses, dan inovasi. 19 Tabel 4 Kriteria Efektifitas Organisasi 2.4.4.1 Beberapa Pendekatan Dalam Efektifitas Organisasi Robbins (1990;53) mengklasifikasikan empat pendekatan dalam mempelajari efektifitas organisasi, yaitu: 1. Pendekatan Pencapaian Tujuan ( The Goal Attainment Approach ) Pendekatan ini menunjukan suatu efektifitas organisasi lebih berkaitannya dengan tujuan akhir daripada dengan prosesnya. Criteria yang umum dalam pendekatan ini ialah maksimasi laba. Dengan demikian asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini seluruh kriteria harus dapat diukur (meassureable). 2. Pendekatan Sistem ( The System Approach ) Pendekatan ini tidak menekankan pada tujuan akhir melainkan memasukan kriteria dalam satu elemen dan masing-masing akan saling berinteraksi. Pendekatan system ini berkaitan dengan kelangsungan hidup organisasi untuk jangka waktu panjang. 3. Pendekatan Konstituen Strategis ( The Strategic- Constituences ) Pendekatan ini menunjukan bahwa organisasi yang efektif adalah organisasi yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan konstituen dalam lingkungannya. Masing-masing konstituen berbeda –beda keinginannya. Pemilik berkeinginan untuk memiliki Return of Invesment 20 (ROI) yang tinggi, karyawan berkeinginan kompensasi yang memadai, pelanggan menginginkan kemampuan membayar hutang, demikian dengan pihak lain yang mempunyai keinginan yang unik. 4. Pendekatan Nilai-nilai Pelanggan ( The Competing-Value Approach ) Pendekatan ini menawarkan suatu kerangka yang lebih integrative dan variatif, karena kriteria yang dipilih dan digunakan tergantung pada possisi dan kepentingan masing-masing organisasi. Sehubungan dengan tingkat variatif dan relative tinggi, terdapat tiga perangkat dasar nilai-nilai, yaitu fleksibelitas versus pengendalian, manusia versus organisasi, dan proses versus tujuan akhir. Berdasarkan tingkat perangkat dasar tersebut dapat digambarkan empat nilai-nilai model efektifitas, yaitu human rational model, open system model, rational goal model, dan goal process model yang disajikan pada gambar 3 Gambar 3 Nilai-nilai Efektifitas 2.5. Hubungan antara Market Orientation dengan Marketing Performance Semua organisasi diharapkan harus bisa memberikan sesuatu yang beda, yang mampu memberikan nilai kepuasan yang lebih bagi konsumen. Pernyataan di atas mempunyai hubungan yang sangat erat dengan studi market orientation pada sektor jasa yang mengemukakan dimana organisasi yang mampu mengimplementasikan market orientation dengan baik akan mempengaruhi secara 21 positif terhadap performance organisasi. Organisasi yang berorientasi pasar adalah sebuah organisasi yang tindakannya konsisten dengan konsep pemasaran (dewey.petra.ac.id/2011). Dampak konsekuensi orientasi pasar terhadap kinerja bisnis menurut (Narver dan Slater, 1990) adalah determinan yang penting bagi organisasi dan merupakan hubungan yang kuat diantara keduanya sehingga menghasilkan kinerja dan profitabilitas yang maksimal bagi organisasi. Hal yang terpenting adalah apabila sebuah organisasi menjadi organisasi yang market-oriented maka akan menghasilkan performa yang baik (Naidu & Narayana, 1991; Caruana, Pitt, and Berthon, 1999; Wood, Bhuian, and Kiecker, 2000). Beberapa penelitian menemukan bahwa market orientation mempunyai dampak positif terhadap performance organisasi (Zhou et al. 2004). Dengan menerapkan market orientation secara baik, organisasi bisa mendapatkan dan menyebarkan informasi penting tentang pasar menyangkut kebutuhan konsumen baik saat ini maupun yang akan datang keseluruh bagian dalam organisasi (Kohli & Jaworski, 1990; Narver & Slater, 1990). Organisasi yang market oriented mempunyai banyak keuntungan dan kelebihan, karena organisasi tersebut mampu memahami, mencukupi, dan memuaskan konsumen dengan memberikan nilai yang tinggi pada konsumen yang ada maupun konsumen potensial, memampukan organisasi menghantarkan nilai yang lebih baik bagi kosumen dan peluang mencapai performance yang lebih baik. Teori market orientation dihadapkan pada penjelasan mengapa organisasi akan dapat memperbaiki performanya lebih baik dibanding pesaingnya (Narver, Slater, Maclachlan, 2000). Teori tersebut dapat diterangkan dengan jelas, semakin baik organisasi mengantarkan, memahami dan merespon semua keinginan/kebutuhan konsumen, maka performa akan semakin baik ( Day, 1994). 2.6. Kerangka Kerja Berdasarkan studi literatur yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, sebuah kerangka kerja dikembangkan sebagai acuan dalam menjelaskan hubungan antar konstruk yang ada dalam cakupan penelitian ini. Kerangka kerja ini 22 menggambarkan kausalitas hubungan antar konstruk yang dioperasionalkan dalam penelitian ini. Masalah utama penelitian ini adalah marketing performance, yang dalam penelitian ini dikonseptualisasikan sebagai efektifitas, efisiensi dan adaptabilitas dari implementasi rencana yang dilakukan oleh hotel yang ada di Pangandaran dilihat dari persepsi individu bagian hotel, baik pemilik hotel dan general manager. Persepsi ini tentunya bervariasi. Variasi persepsi atas marketing performance hotel yang diukur dari aspek efektivitas, efisiensi, dan adaptabilitas ini akan dijelaskan melalui variasi persepsi individu atas market orientation yang diukur melalui tiga buah dimensi, yaitu: customer orientation, competitor orientation, dan inter-functional coordination. Berdasarkan uraian diatas, maka model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 4 Model Kerangka Kerja Penelitian Market Orientation 4. Customer Orientation 5. Competitor Orientation 6. Inter-Functional Coordination Marketing Performance Efektivitas Efisiensi Adaptabilitas 2.7 Hipotesis Beberapa penelitian dapat menemukan bahwa market orientation mempunyai dampak positif terhadap performance organisasi (Zhou et al. 2004). Dengan menerpakan market orientation secara baik, organisasi bisa mendapatkan dan menyebarkan informasi penting tentang pasar menyangkut kebutuhan konsumen baik saat ini maupun yang akan datang keseluruh bagian dalam organisasi (Kohli & Jaworski, 1990; Narver & Slater, 1990). Organisasi yang market oriented mempunyai banyak keuntungan dan kelebihan, karena organisasi tersebut mampu memahami, mencukupi, dan memuaskan konsumen dengan 23 memberikan nilai yang tinggi pada konsumen yang ada maupun konsumen potensial, memampukan organisasi menghantarkan nilai yang lebih baik bagi konsumen dan peluang mencapai performance yang lebih baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa market orientation yang diterapkan dengan baik akan memberikan pengaruh positif terhadap marketing performance (lihat Gambar 4). Dengan demikian hipotesis penelitian ini adalah : H : Market orientation berpengaruh positif terhadap marketing performance hotel di Pangandaran. H1 : Customer orientation berpengaruh positif terhadap marketing performance hotel di Pangandaran. H2 : Competitor orientation berpengaruh positif terhadap marketing performance hotel di Pangandaran. H3 : Inter-functional coordination berpengaruh positif terhadap marketing performance hotel di Pangandaran. H4 : Customer orientation berpengaruh positif terhadap marketing efektifitas hotel di Pangandaran. H5 : Inter-functional coordination berpengaruh positif terhadap marketing efektifitas hotel di Pangandaran. H6 : Competitor orientation berpengaruh positif terhadap marketing efektifitas hotel di Pangandaran. H7 : Customer orientation berpengaruh positif terhadap marketing adaptabilitas hotel di Pangandaran. H8 : Competitor orientation berpengaruh positif terhadap marketing adaptabilitas hotel di Pangandaran. H9 : Inter-functional coordination berpengaruh positif terhadap marketing adaptabilitas hotel di Pangandaran. 24 H10 : Customer orientation berpengaruh positif terhadap marketing efisiensi hotel di Pangandaran. H11 : Competitor orientation berpengaruh positif terhadap marketing efisiensi hotel di Pangandaran. H12 : Inter-functional coordination berpengaruh positif terhadap marketing efisiensi hotel di Pangandaran. 25