BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
2.1.1. Pengertian Pemasaran
Pemasaran dapat diartikan secara sosial atau sosial manajerial. Pengertian
sosial menunjukan peran yang dimainkan pemasaran di masyarakat. Pemasaran
adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan
apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. (Kotler dan
Keller, 2007). Secara manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni
menjual produk-produk, sedangkan AMA (American Marketing Association)
mendefinisikan pemasaran sebagai suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses
untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan
dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan
organisasi dan pemangku kepentingannya ( dalam Kotler dan Keller, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas maka
dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan dalam organisasi
dengan proses menciptakan, mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai kepada
pelanggan untuk menjalin hubungan dengan pelanggan agar menguntungkan bagi
organisasi dan stokeholder sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya.
2.1.2 Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang
pelaksanaan dari aktivitas pemasaran. Dengan menerapkan ilmu manajemen
pemasaran, perusahaan dapat menentukan pasar yang dituju dan membina
hubungan yang baik dengan pasar sasaran tersebut. Pengertian manajemen
pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih,
mempertahankan,
serta
menumbuhkan
pelanggan
dengan
menciptakan,
menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul (Kotler
dan Keller, 2007) sedangkan pengertian manajemen pemasaran lainnya adalah
10
pelaksanaan tugas untuk mencapai pertukaran yang diharapkan dengan pasar
sasaran (Sunarto 2006).
Berdasarkan kedua pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
manajemen pemasaran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
suatu perusahaan atau organisasi memilih pasar sasaran yang sesuai, yang dapat
mendukung terciptanya tujuan perusahaan dan menjalin hubungan yang baik
dengan pasar sasaran tersebut.
2.2
Jasa dan Karakteristik Jasa
2.2.1 Pengertian Jasa
Banyaknya kebutuhan konsumen untuk membeli jasa, mendorong para
pengusaha untuk menggunakan peluang yang ada tersebut sehingga mendorong
timbulnya perhatian untuk mengembangkan usaha dalam bidang jasa. Adapun
definisi jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan suatu
pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan sesuatu (Kotler & Keller, 2007). Definisi jasa lainnya
adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk, dikonsumsi
bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti
kenikmatan, hiburan santai, dan sehat) bersifat tidak berwujud (Zethaml & Bitner
yang dikutip oleh Alma, 2003)
Menurut definisi diatas dapat disimplkan bahwa jasa adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang ditawarkan oleh produsen untuk memberikan manfaat atau
kepuasan kepada konsumen yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan terhadap sesuatu. Jasa dikonsumsi bersamaan dengan
waktu produksi dan mampu memberikan nilai tambah seperti kenikmatan,
hiburan, santai dan sehat yang sifatnya tidak berwujud.
Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dari barang,
(Kotler, 2006) yaitu :
1. Tidak berwujud (Intangibility)
Jasa mempunyai sifat tidak berwujud karena tidak bisa dilihat, dirasa,
didengar, diraba, atau dicium sebelum ada transaksi pembelian.
11
2. Tidak dapat dipisahkan (Inseperability)
Suatu bentuk jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, apakah sumber
itu merupakan orang atau mesin.
3. Berubah-ubah (Variability)
Jasa sebenarnya sangat mudah berubah-ubah karena jasa ini sangat
bergantung pada siapa yang menyajikan, kapan dan dimana disajikan.
4. Daya tahan (Perishability)
Daya tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah jika permintaan selalu
ada dan mantap karena menghasilkan jasa di muka dengan mudah.
2.3
Market Orientation
2.3.1
Pengertian Market Orientation
Konsep market orientation mempunyai arti yang sama dengan marketing
concept
yang
sangat
penting dimana organisasi
harus peka terhadap
perkembangan pasar serta harus mampu memenuhui kebutuhan konsumen dan
sangat
berpengaruh
pada
performance
jangka
panjang
(Ruekert,1992;
Webster,1998). Orientasi pasar adalah sebuah filosofi bisnis dan sesuatu yang
menjadi tujuan atau pernyataan mengenai kebijakan perusahaan. Orientasi pasar
sebagai sebuah filosofi bisnis dapat diartikan dengan bagaimana sebuah organisasi
mengimplementasikan konsep orientasi pasar yang dapat dilihat dari aktifitas dan
perilaku organisasi bersangkutan (repository.petra.ac.id/2011). Menurut Henry
(2005), market orientation merupakan budaya yang menerap didalam organisasi
yang dimana setiap anggota organisasi tersebut mengikuti setiap unsur budaya
yang ada di organisasi tersebut. Apabila budaya tersebut dapat dilakukan dengan
baik, akan menjadikan salah satu keuntungan tersendiri yang akan berdampak
pada value added dalam bersaing.
Diawal tahun 1990an, dua artikel seminal muncul, yaitu: Kohli & Jaworski
(1990) dan Narver & Slater (1990) yang mengemukakan konsep yang lebih
operasional serta alat ukur market orientation. Mereka menyatakan bahwa market
orientation terdiri dari tiga komponen behavioral, yaitu:
12
1. Customer orientation
Dalam hal ini pemahaman atas kebutuhan-kebutuhan konsumen saat ini
dan yang akan datang yang ditujukan bagi penciptaan nilai yang lebih
baik dibanding pesaing. Diharapkan semua pemain pasar harus bisa
memberikan yang terbaik seperti inovasi-inovasi produk yang dibutuhkan
oleh konsumen. Hal ini konsisten dengan persepsi Narver & Slater (1990)
bahwa inti dari market orientation adalah fokus pada konsumen.
2. Competitior orientation
Menyangkut usaha mendapatkan informasi tentang pesaing-pesaing yang
ada maupun yang potensial menjadi pesaing. Informasi ini menyangkut
kekuatan, kelemahan, dan kapabilitas jangka panjang. Informasi ini sangat
penting agar organisasi dapat merancang strategi untuk bersaing secara
efektif.
3. Inter-functional coordination
Menyangkut koordinasi sumber daya khususnya pada karyawan yang
dimilki organisasi yang ditujukan untuk usaha penciptaan nilai yang lebih
baik bagi konsumen. Setiap fungsi dalam organisasi sangat penting dan
masing-masing bekerja sesuai job description masing-masing yang dalam
penciptaan nilai bagi konsumen.
Disisi lain, Kohli & Jaworski (1990) mengemukakan bahwa market
orientation merupakan berbagai macam perilaku didalam organisasi yang bertujuan untuk
memuaskan dan memenuhi kebutuhan konsumen. Ada tiga hal penting yang
terkandung dalam definisi Kohli & Jaworski (1990) yaitu:
1. Intelligience generation
Setiap organisasi harus mampu menerpakan market orientation dengan
baik. Hal ini lebih kepada bagaimana sebuah organisasi mampu
mendapatkan informasi tentang kebutuhan konsumen dan perilaku
pesaing. Kohli & Jaworski menganjurkan agar semua informasi yang
didapat harus disebarluaskan secara terpadu ke setiap komponen yang
berada dalam organisasi.
13
2. Intelligience dissemination
Dalam hal ini perlunya adanya komunikasi, diseminasi, dan bahkan
menjual market intelligience (Kohli & Jaworski, 1990). Hal ini bertujuan
utnuk menciptakan suatu komunikasi yang baik dalam organisasi, yang
akan mempermudah dalam penyebaran informasi berharga yang
menyangkut kebutuhan konsumen yang bisa dipahami oleh seluruh bagian
dalam organisasi.
3. Responsiveness
Hal ini menyangkut bagaimana organisasi mampu melakukan tindakan
atas informasi yang didapat dan disebarkan. Responsiveness dibagi dalam
dua jenis aktivitas, yaitu: respon design (penggunaan market intelligience
dalam
mengembangkan
rencana),
dan
respon
implementation
(implementasi rencana yang telah disusun atas dasar market intelligience).
Selain ditentukan oleh tiga faktor yang mendukung tersebut diatas,
orientasi pasar juga memiliki tiga konsekuensi, yaitu:
1. Respon Konsumen
Hal ini menyangkut bagaimana tugas organisasi untuk menciptakan
konsumen yang puas, sehingga dengan sendirinya mereka akan selalu
membeli produk-produk perusahaan.
2. Kinerja Bisnis
Berarti orientasi pasar membantu memperjelas fokus dan tujuan
organisasi. Karena semakin baik orientasi pasar organisasi, semakin baik
pula kinerja bisnisnya.
3. Respon Pekerja
Hal ini menerangkan jika semakin baik orientasi pasar organisasi, semakin
besar pula semangat kelompok, kepuasan kerja, dan komitmen mereka
terhadap perusahaan.
Dampak konsekuensi orientasi pasar terhadap kinerja bisnis menurut
(Narver dan Slater, 1990) adalah determinan yang penting bagi organisasi dan
merupakan hubungan yang kuat diantara keduanya sehingga menghasilkan kinerja
dan profitabilitas yang maksimal bagi organisasi. Organisasi jasa yang
14
menerapkan market orientation mendapatkan manfaat penting, baik terhadap
internal organisasi maupun eksternal organisasi. Dengan demikian begitu penting
apabila setiap organisasi jasa bisa menjadi organisasi yang market oriented,
karena apabila itu dilakukan performance organisasi tersebut akan menjadi lebih
baik.
2.4
Marketing Performance
2.4.1 Pengertian Marketing Performance
Marketing performance adalah suatu konsekuensi dari seluruh kegiatan
pemasaran total yang dilakukan oleh organisasi dan juga sebagai timbal balik
kinerja karyawan bagi organisasi dari serangkaian manajemen marketing. Timbal
balik karyawan terhadap organisasi sangatlah penting, dimana karyawan
merupakan orang yang terdepan didalam sebuah organisasi yang mampu
menghasilkan informasi bagi organisasi. Hal ini mempunyai efek yang kuat bagi
organisasi, dimana mampu merubah sikap dan perilaku manajerial ke arah yang
lebih baik (Miller, 1994).
Banyak organisasi yang terus berusaha untuk bisa menekan input dan
memaksimalkan output. Peran manajer puncak dalam hal ini ialah bagaimana
manajer puncak bisa merubah dan meningkatkan performa para karyawan dan hal
ini sangat penting untuk dilakukan pada setiap organisasi. Performance dari setiap
organisasi selalu berubah-ubah. Berhasilnya marketing campaign dilihat dari
seberapa besar harapan yang dilakukan oleh para top manajer dibandingkan hasil
yang dicapai (Bonoma, 1989).
2.4.2 Dimensi Marketing Performance
Morgan, Clark dan Gooner (2002) memberikan gambaran bahwa alat
ukur marketing performance baiknya diukur dari aspek efisiensi, efektivitas, dan
adaptabilitias organisasi. Efisiensi disebut juga sebagai produktivitas yang
merupakan hasil perbandingan antara output dengan input. Efisiensi menekankan
pentingnya para manajer untuk berfokus kepada pemakaian sumber daya, yang
mana dengan kata lain
meminimalisir
penggunaan sumber daya dan
meningkatkan performance akan lebih baik.
15
Perspektif efektivitas lebih kepada pencapaian tujuan organisasi untuk
bisa mencapai target (Bonoma dan Clark, 1988). Adaptabilitas merupakan
kemampuan organisasi dalam penerapan program baru mampu beradaptasi
dengan lingkungan eksternal organisasi.
Gambar 2
Morgan, Clark dan Gooner, 2002
2.4.3
Marketing Efficiency
Marketing efficiency telah menjadi bidang studi yang penting bagi kinerja
pemasaran. Efficiency
merupakan perbandingan antara input dan output dari
proses pemasaran, dengan tujuan memaksimalkan sumber daya yang ada
(Bonoma & Clark, 1988). Efficiency juga dapat diartikan produktivitas pemasaran,
dimana pendekatan efisiensi meneliti bagaimana cara yang baik dalam
mengalokasikan sumber daya yang ada untuk bisa menghasilkan output yang baik
(Bonoma & Clark, 1988). Walker & Ruekert (1987) mendefinisikan efficiency
sebagai hasil dari program bisnis yang berkaitan dengan sumber daya yang
dialokasikan.
Hampir semua penelitian awal dalam penilaian marketing performance
mempunyai arti yang sama, bahwa ukuran efficiency dilihat dari seberapa
16
besarnya sumber daya yang dialokasikan dan seberapa baiknya output yang
dihasilkan. Efficiency sangat menyarankan para manajer harus mampu untuk
melihat hubungan negatif antara sumber daya dan kinerja. Pada tingkat output,
sumber daya yang sedikit harus lebih baik. Namun ada berbagai macam input
(uang, keterampilan dan waktu) yang dapat digunakan sebagai sumber daya.
Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa upaya manajerial akan menjadi
suatu rujukan yang sangat penting (Clark, 2000). Pertama, dalam hal ini para
peneliti menyarankan didalam pemasaran bahwa perhatian manajemen dan usaha
dari semua bagian organisasi merupakan sumber daya yang benar-benar langka.
(Bonoma dan Crittenden, 1988; Cespedes, 1990). Sebuah program yang
membutuhkan usaha manajemen yang substansial adalah lebih efisien daripada
yang beroperasi lancar dengan sedikit perhatian. Banyak bukti dalam psikologi
menyarankan bahwa ciri khas adalah sebuah faktor penting dalam menentukan
informasi apa yang digunakan oleh individu (Fiske dan Taylor, 1991; Hutchinson
dan Alba, 1991). Kedua, usaha manajemen sangat penting bagi para manajer. Hal
ini berkaitan dengan bagaimana semua informasi yang ada bisa digunakan oleh
individu sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Dukungan struktural memiliki dua konsekuensi. Pertama, sebuah program
yang ada membutuhkan input yang sedikit dibandingkan dengan program baru
yang membutuhkan sumber daya yang baru. Pada tingkat ini, yang harus dilihat
seberapa efisien input yang digunakan dalam setiap program. Kedua, sejauh mana
program ini didukudng dengan baik oleh system dan prosedur yang ada (Bonoma
dan Clark, 1988).
2.4.4
Marketing Adaptability
Arti adaptabilitas ialah bagaimana sebuah organisasi mampu untuk
menyesuaikan programnya dengan lingkungan yang ada di luar organisasi.
adaptabilitas menggunakan rujukan eksternal, sebarap baik organisasi mampu
untuk menyesuaikan dengan keadaan lingkungan di luar organisasi. Organisasi
yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami kegagalan (Clark, 1999; Walker
& Ruekert, 1987). Hal tersebut sangat berhubungan dengan literatur strategi yang
mengusulkan bahwa kesuksesan akan muncul apabila strategi organisasi sesuai
17
dengan keadaan lingkunagn (Hari, 1989). Dengan demikian organisasi dituntut
untuk mampu melakukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan perkembangan
lingkungan. Ruekert (1987) mengusulkan beradaptasi dengan lingkunagan
merupakan salah satu konstruksi kinerja.
Perspektif
manajemen
lingkungan
dalam
pemasaran
berpendapat
perusahaan mampu bergerak apabila strategi yang dietarpakan sesuai dengan
lingkungan dan membentuk berbagai elemen lingkungan (Zeithaml dan Zeithaml,
1984; Clark et al., 1994). Dalam hal ini, peran seorang manjer pemasaran sangat
penting, dimana manajer tersebut harus mampu menyesuaikan strategi perusahaan
dengan lingkungan dengan cara yang akan menghasilkan respon yang baik dari
lingkungan.
2.4.5
Marketing Effectiveness
Pengertian effectiveness secara umum menunjukan sampai seberapa jauh
tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai
dengan pengertian lainnya bahwa effectiveness adalah suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target ( kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah
tercapai, dimana makin besar persentase yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya
( ahmadharnoto.blogspot.com/2011).
Clark (2000) berpendapat, efektifitas lebih mengacu kepada pencapaian
tujuan organisasi, dimana para manajer yang kinerjanya mencapai atau melebihi
sasaran organisasi dianggap efektif. Efektifitas sangat berbeda dengan efisiensi,
dimana efektifitas mempunyai ukuran terhadap sasaran bukan input. Walker &
Ruekert (1987) mendefinisikan efektifitas sebagai keberhasilan dibanding
pesaing, dimana hal tersebut merupakan sasaran yang paling umum dalam kondisi
persaingan. Robbins (1990;49) mendefinisikan efektifitas organisasi sebagai salah
satu tingkat dimana suatu organisasi dapat merealisasikan tugasnya.
Efektifitas dapat di diterminasikan ke dalam beberapa indikator (Robbins,
1990), diantaranya :
18
1. Hasil yang dicapai
Sub indikator ini diartikan bahwa pelaksanaan tugas atau pekerjaan harus
secara tepat, berhasilguna dan berdaya guna melebihi standar yang
ditentukan, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya.
2. Perilaku kerja pegawai
Sub indikator ini berkaitan dengan perilaku pegawai dalam melaksanakan
tugasnya. Penilainnya dapat diukur dari penguasaan akan tugas yang
diberikan, keterampilan dan pengalaman kerja yang dimiliki, keseriusan
melaksanakan tugas serta kemampuan berkomunikasi dengan pihak lain.
Beberapa teori dan hasil penelitian telah menawarkan beberapa model pendekatan
untuk menguji efektifitas organisasi. Pendekatan tradisional digunakan untuk
mengukur efektifitas organisasi individual dalam rangka mempertemukan
kemampuan dan tujuan organisasi sesuai bidangnya yang khusus. Beberapa
alternatif model ditawarkan untuk mengatasi kelemahan dari pendekatan
tradisional, diantaranya model kontijensi (Burrel dan Morgan, 1979), model
populasi ekologi ( Aldrich, 1979), model ekonomi politik (Nord, 1983), model
sistem (Weick dan Daft, 1983), dan model hiraki analitis (Cahn dan Lyn, 1993).
Beberapa faktor kritis dalam keberhasilan suatu organisasi tergantung
kepada beberapa indikator. Robbins (1990;50) mengutip beberapa kriteia
efektifitas organisasi yang disajikan pada table 1. Beberapa kriteria tersebut tidak
mudah diukur secara kuantitatif seperti kepuasan, motivasi, dan moral. Kaplan
dan Norton ( 1996 ) menemukan suatu model yang memberikan alternatif untuk
perbaikan dalam pengukuran efektifitas atau kinerja organisasi yang dikenal
dengan balanced scorecard yang melakukan pengukuran internal maupun
eksternal, kuantitatif maupun kualitatif, yang dibagi dalam empat perspektif, yaitu
keuangan, pelanggan, internal proses, dan inovasi.
19
Tabel 4
Kriteria Efektifitas Organisasi
2.4.4.1 Beberapa Pendekatan Dalam Efektifitas Organisasi
Robbins
(1990;53)
mengklasifikasikan
empat
pendekatan
dalam
mempelajari efektifitas organisasi, yaitu:
1. Pendekatan Pencapaian Tujuan ( The Goal Attainment Approach )
Pendekatan ini menunjukan suatu efektifitas organisasi lebih berkaitannya
dengan tujuan akhir daripada dengan prosesnya. Criteria yang umum
dalam pendekatan ini ialah maksimasi laba. Dengan demikian asumsi yang
digunakan dalam pendekatan ini seluruh kriteria harus dapat diukur
(meassureable).
2. Pendekatan Sistem ( The System Approach )
Pendekatan ini tidak menekankan pada tujuan akhir melainkan
memasukan kriteria dalam satu elemen dan masing-masing akan saling
berinteraksi. Pendekatan system ini berkaitan dengan kelangsungan hidup
organisasi untuk jangka waktu panjang.
3. Pendekatan Konstituen Strategis ( The Strategic- Constituences )
Pendekatan ini menunjukan bahwa organisasi yang efektif adalah
organisasi yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan konstituen
dalam
lingkungannya.
Masing-masing
konstituen
berbeda
–beda
keinginannya. Pemilik berkeinginan untuk memiliki Return of Invesment
20
(ROI) yang tinggi, karyawan berkeinginan kompensasi yang memadai,
pelanggan menginginkan kemampuan membayar hutang, demikian dengan
pihak lain yang mempunyai keinginan yang unik.
4. Pendekatan Nilai-nilai Pelanggan ( The Competing-Value Approach )
Pendekatan ini menawarkan suatu kerangka yang lebih integrative dan
variatif, karena kriteria yang dipilih dan digunakan tergantung pada possisi
dan kepentingan masing-masing organisasi. Sehubungan dengan tingkat
variatif dan relative tinggi, terdapat tiga perangkat dasar nilai-nilai, yaitu
fleksibelitas versus pengendalian, manusia versus organisasi, dan proses
versus tujuan akhir. Berdasarkan tingkat perangkat dasar tersebut dapat
digambarkan empat nilai-nilai model efektifitas, yaitu human rational
model, open system model, rational goal model, dan goal process model
yang disajikan pada gambar 3
Gambar 3
Nilai-nilai Efektifitas
2.5. Hubungan antara Market Orientation dengan Marketing Performance
Semua organisasi diharapkan harus bisa memberikan sesuatu yang beda,
yang mampu memberikan nilai kepuasan yang lebih bagi konsumen. Pernyataan
di atas mempunyai hubungan yang sangat erat dengan studi market orientation
pada sektor jasa yang mengemukakan dimana organisasi yang mampu
mengimplementasikan market orientation dengan baik akan mempengaruhi secara
21
positif terhadap
performance organisasi. Organisasi yang berorientasi pasar
adalah sebuah organisasi yang tindakannya konsisten dengan konsep pemasaran
(dewey.petra.ac.id/2011).
Dampak konsekuensi orientasi pasar terhadap kinerja bisnis menurut
(Narver dan Slater, 1990) adalah determinan yang penting bagi organisasi dan
merupakan hubungan yang kuat diantara keduanya sehingga menghasilkan kinerja
dan profitabilitas yang maksimal bagi organisasi. Hal yang terpenting adalah
apabila sebuah organisasi menjadi organisasi yang market-oriented maka akan
menghasilkan performa yang baik (Naidu & Narayana, 1991; Caruana, Pitt, and
Berthon, 1999; Wood, Bhuian, and Kiecker, 2000).
Beberapa penelitian menemukan bahwa market orientation mempunyai
dampak positif terhadap performance organisasi (Zhou et al. 2004). Dengan
menerapkan market orientation secara baik, organisasi bisa mendapatkan dan
menyebarkan informasi penting tentang pasar menyangkut kebutuhan konsumen
baik saat ini maupun yang akan datang keseluruh bagian dalam organisasi (Kohli
& Jaworski, 1990; Narver & Slater, 1990). Organisasi yang market oriented
mempunyai banyak keuntungan dan kelebihan, karena organisasi tersebut mampu
memahami, mencukupi, dan memuaskan konsumen dengan memberikan nilai
yang tinggi pada konsumen yang ada maupun konsumen potensial, memampukan
organisasi menghantarkan nilai yang lebih baik bagi kosumen dan peluang
mencapai performance yang lebih baik.
Teori market orientation dihadapkan pada penjelasan mengapa organisasi
akan dapat memperbaiki performanya lebih baik dibanding pesaingnya (Narver,
Slater, Maclachlan, 2000). Teori tersebut dapat diterangkan dengan jelas, semakin
baik
organisasi
mengantarkan,
memahami
dan
merespon
semua
keinginan/kebutuhan konsumen, maka performa akan semakin baik ( Day, 1994).
2.6. Kerangka Kerja
Berdasarkan studi literatur yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya,
sebuah kerangka kerja dikembangkan sebagai acuan dalam menjelaskan hubungan
antar konstruk yang ada dalam cakupan penelitian ini. Kerangka kerja ini
22
menggambarkan kausalitas hubungan antar konstruk yang dioperasionalkan dalam
penelitian ini.
Masalah utama penelitian ini adalah marketing performance, yang dalam
penelitian ini dikonseptualisasikan sebagai efektifitas, efisiensi dan adaptabilitas
dari implementasi rencana yang dilakukan oleh hotel yang ada di Pangandaran
dilihat dari persepsi individu bagian hotel, baik pemilik hotel dan general
manager. Persepsi ini tentunya bervariasi. Variasi persepsi atas marketing
performance hotel yang diukur dari aspek efektivitas, efisiensi, dan adaptabilitas
ini akan dijelaskan melalui variasi persepsi individu atas market orientation yang
diukur melalui tiga buah dimensi, yaitu: customer orientation, competitor
orientation, dan inter-functional coordination.
Berdasarkan uraian diatas, maka model penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 4
Model Kerangka Kerja Penelitian
Market Orientation
4. Customer Orientation
5. Competitor Orientation
6. Inter-Functional Coordination
Marketing
Performance
Efektivitas
Efisiensi
Adaptabilitas
2.7
Hipotesis
Beberapa penelitian dapat menemukan bahwa market orientation
mempunyai dampak positif terhadap performance organisasi (Zhou et al. 2004).
Dengan menerpakan market orientation secara baik, organisasi bisa mendapatkan
dan menyebarkan informasi penting tentang pasar menyangkut kebutuhan
konsumen baik saat ini maupun yang akan datang keseluruh bagian dalam
organisasi (Kohli & Jaworski, 1990; Narver & Slater, 1990). Organisasi yang
market oriented mempunyai banyak keuntungan dan kelebihan, karena organisasi
tersebut mampu memahami, mencukupi, dan memuaskan konsumen dengan
23
memberikan nilai yang tinggi pada konsumen yang ada maupun konsumen
potensial, memampukan organisasi menghantarkan nilai yang lebih baik bagi
konsumen dan peluang mencapai performance yang lebih baik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa market orientation yang
diterapkan dengan baik akan memberikan pengaruh positif terhadap marketing
performance (lihat Gambar 4). Dengan demikian hipotesis penelitian ini adalah :
H
: Market orientation berpengaruh positif terhadap marketing performance
hotel di Pangandaran.
H1
:
Customer
orientation
berpengaruh
positif
terhadap
marketing
performance hotel di Pangandaran.
H2
:
Competitor orientation berpengaruh positif terhadap marketing
performance hotel di Pangandaran.
H3
: Inter-functional coordination berpengaruh positif terhadap marketing
performance hotel di Pangandaran.
H4
: Customer orientation berpengaruh positif terhadap marketing efektifitas
hotel di Pangandaran.
H5
: Inter-functional coordination berpengaruh positif terhadap marketing
efektifitas hotel di Pangandaran.
H6
: Competitor orientation berpengaruh positif terhadap marketing efektifitas
hotel di Pangandaran.
H7
:
Customer orientation berpengaruh positif terhadap marketing
adaptabilitas hotel di Pangandaran.
H8
:
Competitor orientation berpengaruh positif terhadap marketing
adaptabilitas hotel di Pangandaran.
H9
: Inter-functional coordination berpengaruh positif terhadap marketing
adaptabilitas hotel di Pangandaran.
24
H10
: Customer orientation berpengaruh positif terhadap marketing efisiensi
hotel di Pangandaran.
H11
: Competitor orientation berpengaruh positif terhadap marketing efisiensi
hotel di Pangandaran.
H12
: Inter-functional coordination berpengaruh positif terhadap marketing
efisiensi hotel di Pangandaran.
25
Download