BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN a. Latar

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1. PERMASALAHAN
a. Latar Belakang Masalah
Kemajemukan agama yang ada di Indonesia saat ini dapat dikatakan sebagai
keistimewaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Namun, dengan tujuh agama yang ada di
Indonesia1, tentunya memiliki konsekuensi, yaitu pluralitas agama sebagai realita yang
harus dihadapi secara serius oleh setiap agama. Kenyataan dari pluralitas agama telah
W
D
K
U
©
menjadi masalah yang ditandai dengan polemik yang cukup besar dan berkepanjangan.
Permasalahan tersebut dapat terjadi karena pluralisme agama telah bersifat aktif seiring
dengan penjumpaan antar agama.2 Masalah yang muncul dari fenomena pluralisme
agama adalah permasalahan dari klaim-klaim kebenaran tentang pemahaman
keselamatan, yang kemudian menjadi penyulut perdebatan abadi sepanjang masa.3
Klaim kebenaran (truth claims) atas satu agama terhadap agama lain adalah
bagian yang melekat dan tidak dapat dilepaskan dari setiap agama. Oleh karena itu,
ajaran keselamatan di dalam agama menjadi bagian penting yang harus dipegang teguh
oleh pemeluknya dan menjadi pedoman penting dalam melakukan ritual-ritual sebagai
orang beragama. Pemahaman akan keselamatan yang ada di dalam agama-agama saat ini,
nampaknya sudah menjadi hal yang dicari-cari orang semenjak filsafat Yunani berkuasa,
sekitar empat atau lima ratus tahun sebelum masehi. Sejarah mencatat bahwa
keselamatan pada waktu itu didapatkan melalui dewa-dewi mitologi Yunani yang
dipercaya akan memberikan keselamatan melalui persembahan atau sesaji, bahkan
memerlukan ritus inisiasi.4
1
Agama yang saat ini ada di Indonesia adalah; Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, dan Baha'i.
Th. Sumartana “Theologia Religionum”, dalam Tim Balitbang PGI (Peny): Merentas Jalan Teologi Agama-agama di
Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), h. 19.
3
Budhy Munawar-Rahman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta: Penerbit Paramadina,
2001), h. 31.
4
William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari: Surat Roma, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), h. 33.
2
1
Kepercayaan akan dewa-dewi Yunani dapat tersebar luas, karena kekuasaan
kekaisaran Romawi membawa warisan kebudayaan Yunani ke seluruh daerah
kekuasaannya.5 Inilah yang kemudian menjadi tantangan rasul Paulus, ketika mewartakan
Injil di dunia Helenis, dia harus berhadapan dengan mitologi dewa-dewi Yunani. Rasul
Paulus kemudian menggunakan ide-ide Helenis di dalam mewartakan Injil dengan tetap
memakai dasar iman yang merupakan kelanjutan dari Yudaisme. Hal tersebut dilakukan
supaya dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat di dunia Helenis. Namun, dengan
tegas rasul Paulus mewartakan bahwa Kekristenan adalah satu-satunya agama yang
membawa kebenaran (keselamatan). Bahkan, rasul Paulus menyebut mereka sebagai
musuh-musuh Kristus (1 Korintus 15:22-25; 8:5-6; 10; 20-22), lalu gelar Tuhan (κύριος)
W
D
K
U
©
diberikan kepada Yesus.6
Rasul Paulus merupakan seorang tokoh di dalam Alkitab yang memiliki peranan
penting dalam sejarah Kekristenan. Selain terkenal melalui surat-suratnya di dalam
Perjanjian Baru, rasul Paulus merupakan sosok pribadi yang unik dan berbeda dari para
rasul Tuhan Yesus yang lain.7 Bahkan, usaha rasul Paulus dalam memberitakan Injil
tentang Yesus Kristus kepada orang-orang di luar Yahudi sebenarnya telah menerobos
batasan-batasan suku, dan agama. Dari kunjungan-kunjungannya, orang-orang bukanYahudi kemudian menjadi percaya kepada Yesus Kristus, tanpa harus disunat dan
melakukan peraturan-peraturan dari hukum Taurat.
Sebagai rasul bukan-Yahudi, maka dirinya harus menghadapi permasalahan yang
muncul di antara Kekristenan Yahudi dan Kekristenan bukan-Yahudi. Dari surat Galatia
dapat dipahami, bahwa permasalahan tersebut muncul ketika pembawa berita dari
Yerusalem datang dan mengacaukan jemaat Kristen yang telah dibangun oleh rasul
Paulus.8 Orang-orang bukan-Yahudi yang baru menjadi Kristen itu mulai membaca
Perjanjian Lama di bawah bimbingan orang Kristen Yahudi, dan menemukan begitu
5
Everet Ferguson, Backgrounds of Early Christianity, (USA: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 2003), h. 167.
Hari Kustono, “Aspek Interkultural dalam Perjanjian Baru”, dalam Teologi Dalam Silang Budaya: Menguak Makna
Teologi Interkultural serta Peranannya Bagi Upaya Berolah Teologi di Tengah-tengah Pluralisme Masyarakat
Indonesia, Ed. Kees de Jong & Yusak Tridarmanto, (Yogyakarta: Yayasan TPK Indonesia, 2015), h. 123.
7
Tiga belas surat di dalam Perjanjian Baru selalu dikaitkan dengan nama rasul Paulus, walaupun semua surat
tersebut tidak berasal langsung dari Paulus, yang paling jelas membawa ciri-ciri dari rasul Paulus adalah surat-surat
Roma, Korintus, Galatia, dan Filemon. S. Wismoady Wahono, Di sini Kutemukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009), h. 426.
8
Galatia 2:11-14
6
2
banyak peraturan untuk memperoleh keselamatan. Sebagian besar dari orang-orang
Kristen baru itu kemudian mulai melakukan peraturan-peraturan (tradisi) hukum Taurat,
seperti memelihara hari sabat dan melakukan sunat.9
Ketika mendengar berita, bahwa orang-orang Kristen bukan-Yahudi mulai
mengikuti peraturan di Perjanjian Lama untuk mendapatkan keselamatan, maka rasul
Paulus menjadi sangat marah. Karena tidak mungkin untuk dapat langsung mengunjungi
jemaat-jemaat tersebut, maka rasul Paulus memutuskan untuk menulis surat kepada
mereka.10 Namun, persoalan-persoalan di dalam jemaat yang harus dijawab oleh rasul
Paulus tidak hanya mengenai bagaimana cara hidup sebagai orang Kristen baru.
W
D
K
U
©
Perselisihan antar orang Kristen Yahudi dan bukan-Yahudi tentang pemahaman
bagaimana memperoleh keselamatan juga menjadi persoalan yang harus dijawab oleh
rasul Paulus. Ajaran tentang keselamatan yang berusaha diberitakan oleh rasul Paulus
dapat dilihat melalui surat Roma. Melalui surat Roma juga, rasul Paulus memperkenalkan
diri sebagai seorang utusan Allah supaya jemaat di Roma dapat menerimanya sebagai
rasul bagi orang-orang bukan-Yahudi.11 Dengan memahami tujuan Paulus menulis suratsuratnya, maka dapat dipahami jika tulisan-tulisan rasul Paulus yang saat ini tersusun
menjadi bagian dari Perjanjian Baru merupakan kumpulan surat-surat yang ditulis dengan
alasan-alasan khusus kepada penerima-penerima tertentu. Surat-surat yang ditulis oleh
rasul Paulus merupakan bentuk perhatian dan bimbingan bagi orang-orang Kristen yang
ada di bawah pembinaannya, yaitu dengan menjawab persoalan-persoalan yang ada di
dalam jemaat.
Dalam pemaparannya di surat Roma, rasul Paulus menjelaskan bahwa semua
orang telah jatuh ke dalam dosa sehingga harus menerima hukuman maut, dan manusia
dapat selamat hanya melalui iman dalam darah-Nya (kematian dan kebangkitan Yesus
Kristus).12 Melalui argumentasi tersebut, Paulus mendasarkan pandangannya bahwa
setiap orang memerlukan keselamatan, dan hanya melalui karya Yesus Kristus maka
semua orang dapat diselamatkan. Maka, melalui surat kepada jemaat di Roma, rasul
Paulus ingin menyampaikan pesan, bahwa jalan keselamatan telah terbuka bagi orang-
9
Memelihara hari sabat di dalam Galatia 4:8-11, dan mengenai sunat ada di dalam Galatia 5:2-12
John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012) h. 319.
11
Roma 11:13
12
Roma 3:9-20: Semua manusia adalah orang berdosa di dan 3:21-31: Manusia dibenarkan karena iman
10
3
orang bukan-Yahudi, tetapi tanpa harus menolak orang Yahudi sebagai umat pilihan
Allah yang pertama. Pandangan rasul Paulus akan keselamatan sebenarnya tidak dapat
dilepaskan dari apa yang telah dialaminya, ketika mengenal Yesus Kristus dan
pergumulannya di dalam jemaat yang tidak dapat dilepaskan dari tradisi keyahudian.
Maka, melalui surat yang ditujukan kepada jemaat di Roma, Paulus kemudian
merumuskan “pengakuan iman”-nya di dalam Rm. 10:9: “Sebab jika kamu mengaku
dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah
telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”.
Dengan demikian pandangan Paulus akan keselamatan dapat terlihat di dalam Surat
W
D
K
U
©
Roma, selain memiliki uraian-uraian yang lebih jelas dan teratur dibandingkan tulisantulisan Paulus yang lain, ayat tersebut telah menjelaskan cara untuk mendapatkan
keselamatan. Melalui surat Roma juga dapat diketahui jika keselamatan ialah anugerah
Allah yang diberikan secara cuma-cuma dalam iman kepada Yesus Kristus.13
b. Rumusan Masalah
Melalui tulisan Paulus di surat Roma, maka dapat dimengerti jika tujuan
utamanya adalah mengabarkan Injil kepada komunitas di luar Yahudi. Oleh karena itu,
rasul Paulus sebenarnya dapat disebut sebagai rasul Yesus Kristus yang universal, karena
dia memiliki keharusan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa bukan-Yahudi.14
Di dalam surat-suratnya, orang-orang Kristen bukan-Yahudi tidak perlu mengikuti
hukum Taurat untuk mendapatkan keselamatan, cukup hanya dengan mengaku, bahwa
Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hati, bahwa Allah telah membangkitkan Yesus
dari antara orang mati, maka orang itu akan diselamatkan.15
Sosok Paulus memang seorang rasul Yesus Kristus yang berbeda dari para rasul
Tuhan Yesus yang lain, karena berani menerobos batasan-batasan suku, dan agama.16
Rasul Paulus juga mempertentangkan dirinya terhadap warisan Yahudi (Fil. 3:5-6,8)
bahkan menyebut dirinya sebagai mantan dari seorang beragama Yahudi dan
13
Roma 3:24, 10:9-10
Lebih lanjut ada di dalam 1 Korintus 9:16
15
Roma 10:9
16
Yusak Tridarmanto “Melacak Kembali Metodologi Rasul Paulus Dalam Berteologi” dalam Gema Teologi: Jurnal
Fakultas Theologia Vol. 32. No. 2, Oktober 2008 (Yogyakarta: Fakultas Teologi UKDW, 2008), h. 135
14
4
menganggap tujuh identitas ke-Yahudian yang ada di dalam dirinya sebagai “sampah”
(σκύβαλα).17 Nampaknya rasul Paulus berusaha menyingkirkan tradisi-tradisi dalam
Taurat untuk mengabarkan bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan keselamatan.
Pandangan rasul Paulus akan keselamatan dalam surat Roma sebenarnya sangat
sederhana, yaitu sebagai sebuah anugerah Allah dalam iman kepada Yesus Kristus.
Karena keselamatan itu hanya ada di dalam Yesus Kristus, yaitu dengan percaya dan
mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Selain itu, rasul Paulus juga menekankan bahwa
hanya ada satu Allah yang adalah Tuhan dari semua orang, dan hanya dengan berseru
kepada Tuhan (Yesus Kristus) maka orang akan diselamatkan.18
W
D
K
U
©
Bagi Kekristenan, pandangan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Yesus
Kristus tentunya akan mudah untuk diterima. Namun jika diperhadapkan dengan agamaagama lain, dapat dipastikan bahwa pandangan itu adalah sikap eksklusif dari
Kekristenan. Jadi, dapat dikatakan jika konsep keselamatan rasul Paulus adalah sebuah
paham eksklusifisme akan klaim kebenaran dalam agama. Tentunya konsep keselamatan
dari rasul Paulus sangatlah bertolak belakang dengan paham dari pluralisme agamaagama yang mempercayai bahwa setiap agama memiliki kebenaran dan keselamatan
yang terikat dalam satu ikatan, yang kemudian menyatakan diri dalam berbagai macam
wujud yang diungkapkan oleh Nurcholis Madjid, sebagai pertalian sejati kebhinekaan
dalam ikatan-ikatan ke-adab-an. Bahkan pluralisme juga diungkapkan sebagai suatu
keharusan bagi umat manusia sebagai sarana keselamatan, yang diperoleh melalui
mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang berasal dari kitab suci. Mekanisme itu
menyebutkan bahwa Allah menciptakan mekanisme pengawasan dan pengimbangan
antara sesama manusia untuk memelihara keutuhan di bumi, dan hal tersebut merupakan
salah satu wujud dari kemurahan Tuhan yang melimpah kepada umat manusia.19
Dari pemaparan tentang konsep keselamatan rasul Paulus yang bertolak belakang
dengan pemahaman pluralisme agama di Indonesia, penyusun melihat bahwa hal itu
adalah sebuah permasalahan yang harus dihadapi secara serius. Oleh karena itu,
17
James C. Miller “Paul and His Ethnicity: Reframing The Categories” dalam Paul as A Missionary: Indentity,
Activity, Theology, and Practice, ed. Trevor J. Burke & Brian S. Rosner, (New York: T&T Clark International, 2011) h.
37-38
18
Roma 10:12
19
Budhy Munawar-Rahman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Bariman, h. 31.
5
penyusun akan berusaha untuk menggumuli ajaran keselamatan tersebut serta bagaimana
implikasi dari konsep keselamatan menurut rasul Paulus di surat Roma dalam konteks
kehidupan umat beragama di Indonesia.
c. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan permasalahan yang dipaparkan sebelumnya, maka
penyusun membatasi permasalahan ini dengan harapan agar permasalahan yang akan
dibahas tidak melebar. Melalui pembatasan masalah tersebut, diharapakan subjek
penelitian semakin kecil ruang lingkupnya. Untuk itu, penyusun berusaha membatasi
penelitian dengan hanya memusatkan pembahasan dari tujuan utama Paulus menulis
W
D
K
U
©
surat yang ditujukannya kepada orang-orang di Roma, yaitu memberitakan “kabar baik”
tentang keselamatan melalui Anak Allah. Uraian Paulus tersebut dapat dipahami mulai
dari pasal 1 surat Roma, oleh sebab itu penyusun akan membatasi pembahasan hanya dari
pasal 1 dalam surat Roma untuk dapat memaparkan konsep keselamatan dari rasul Paulus
yang dapat dipahami melalui tujuan utama penulisan surat Roma.
Melalui alur pemikiran Paulus dalam surat Roma, penyusun lalu membatasi
pembahasan karya Anak Allah sebagai tindakan penyelamatan Allah, yang dijelaskan
Paulus hingga pasal 6. Hal tersebut berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat di Roma,
sehingga pembatasan berikutnya berkaitan dengan kondisi sosial dari masyarakat di
Roma. Kondisi tersebut berkaitan dengan pengajaran keselamatan Paulus yang dijelaskan
dengan tiga bentuk metafor dan keterangan waktu yang berbeda-beda, sehingga
pembatasan ini berkaitan dengan rumusan dari ajaran keselamatan yang disampaikannya
kepada jemaat di Roma.
Untuk pembatasan dalam hubungannya dengan masalah konteks di Indonesia,
penyusun akan membatasi konteks pembahasan dalam hubungan konteks keberagaman
agama di Indonesia. Penyusun kemudian membatasi keberagaman agama tersebut dalam
hal pandangan paham eksklusifisme dan pluralisme agama-agama yang saat ini menjadi
polemik di Indonesia.
6
2. JUDUL
Berdasarkan dari apa yang telah penyusun paparkan di atas, maka penyusun memilih
judul sebagai berikut:
Konsep Keselamatan Menurut Rasul Paulus Dalam Surat Roma Dan Implikasinya
Terhadap Kehidupan Umat Beragama Di Indonesia
3. METODE
Metode penulisan skripsi ini merupakan bagian dari studi teologi Perjanjian Baru
W
D
K
U
©
dengan mendalami karakter dan pergumulan dari teologi-teologi rasul Paulus yang
difokuskan pada konsep “keselamatan” di surat Roma. Supaya dapat mengemukakan
karakter rasul Paulus dalam menjawab pergumulan jemaat tentang keselamatan di surat
Roma, maka diperlukan penelitian literatur yang berasal dari buku-buku, artikel dan jurnal,
serta sumber-sumber lain yang mendukung. Dengan demikian penulisan skripsi sebenarnya
bagian dari studi teologi Perjanjian Baru tentang rasul Paulus dengan didasarkan dari
penelitian literatur.
Metode yang digunakan oleh penyusun diawali dengan memahami cara berpikir
Paulus sebelum dan setelah menjadi rasul, karena pemikiran Paulus sebelum dan setelah
mengenal Kristus sangatlah bertolak belakang. Perubahan cara berpikir Paulus berkaitan erat
dengan rumusan konsep keselamatan yang ada di dalam surat Roma. Sedangkan konsep yang
muncul dari pemikiran, tentu memiliki unsur yang disebut sebagai faktor subyektifitas oleh
Yusak Tridarmanto.20 Unsur tersebut ada sebagai proses alami dalam dunia sosiologis yang
ditunjukkan oleh Peter L. Berger melalui teori Kontruksi Realitas Sosial.21 Dengan demikian,
melalui kedua tokoh tersebut, penyusun akan berusaha menggunakan metode studi eksegetik
dengan perspektif sosial, berdasarkan teori-teori sosial.
Setelah menguraikan konsep dari keselamatan di surat Roma, dengan melakukan
pendekatan melalui penelusuran terhadap istilah-istilah yang digunakan Paulus untuk
20
Yusak Tridarmanto “Melacak Kembali Metodologi Rasul Paulus Dalam Berteologi” dalam Gema Teologi: Jurnal
Fakultas Theologia Vol. 32. No. 2, Oktober 2008 (Yogyakarta: Fakultas Teologi UKDW, 2008), h. 142.
21
Peter L. Berger. The Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion (New York: Anchor Books,
1967), h. 4, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diberi judul: Langit Suci, Agama sebagai Realita Sosial,
(Jakarta: LP3ES, 1991).
7
menjelaskan “keselamatan” di surat Roma. Maka, penyusun menggunakan studi eksegetik
struktur bahasa tersebut dalam perspektif sosial dengan konteks kehidupan beragama di
Indonesia saat ini. Untuk itu penyusun akan menggunakan pemikiran dari Yusak
Tridarmanto dalam hal teologi Interkultural, yang diharapkan dapat menjadi jembatan dalam
menghubungkan konsep keselamatan rasul Paulus dan kehidupan umat beragama di
Indonesia. Maka metode yang digunakan penyusun dalam penulisan skripsi ini adalah
menjembatani penafsiran metode struktur bahasa dalam surat Roma, dengan perspektif sosial
yang disesuaikan dengan konteks kehidupan umat beragama di Indonesia. Selain metodemetode yang telah disebutkan, tentunya metode penafsiran historis kristis tidak akan dapat
dilepaskan dari penulisan skripsi ini.
W
D
K
U
©
4. SISTEMATIKA
Skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I.
PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang permasalahan, judul, metode, dan sistematika dari
penulisan skripsi
BAB II. RASUL PAULUS DAN LATAR BELAKANG SURAT ROMA
Dalam bab ini penyusun akan memaparkan dampak dari perubahan
kehidupan Paulus sebelum dan sesudah “mengalami” Yesus Kristus. Perubahan
itu ditunjukkan dengan cara berpikir Paulus yang mengalami perubahan secara
radikal, sehingga mengubah konsep keselamatan dari partikular ke universal.
Kondisi sosial jemaat di Roma juga membawa pengaruh besar bagi Paulus, dalam
merumuskan apa itu keselamatan bagi mereka. Terkait dengan konsep
keselamatan yang diberikan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Roma, penyusun
kemudian menunjukkan bagaimana konsep keselamatan itu mempengaruhi orang
Kristen Yahudi maupun bukan-Yahudi melalui susunan dan esensi surat Roma.
8
BAB III. KONSEP KESELAMATAN MENURUT RASUL PAULUS DI DALAM
SURAT ROMA
Pada bagian bab ini, merupakan penjelasan lebih lanjut dari dampak
perubahan kehidupan Paulus setelah “mengalami” Yesus, yaitu kesadaran dirinya
sebagai rasul Allah untuk memberitakan Injil tentang Anak Allah. Injil yang
adalah kekuatan Allah itu mampu menyelamatkan semua orang yang percaya
kepada Yesus hanya melalui iman. Penyelamatan Allah itu dilakukan melalui
karya pembenaran Yesus Kristus di kayu salib, sehingga setiap orang dapat
memperoleh keselamatan. Selain itu, bahasa-bahasa lain dan masa waktu akan
W
D
K
U
©
keselamatan yang digunakan rasul Paulus untuk menggambarkan keselamatan
yang telah diterima oleh orang percaya, juga akan dipaparkan dalam bab ini.
Penjelasan bagaimana cara untuk memperoleh keselamatan dan hidup setelah
memperoleh keselamatan dijelaskan di bagian akhir dalam bab ini.
BAB IV. IMPLIKASI KONSEP KESELAMATAN MENURUT RASUL PAULUS
TERHADAP KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA
Di dalam Bab ini akan dipaparkan implikasi dari konsep keselamatan
menurut rasul Paulus terhadap kehidupan umat beragama di Indonesia. Oleh
sebab itu, penyusun akan menjembatani konsep keselamatan rasul Paulus dengan
teori Kontruksi Realitas Sosial dari Peter L. Berger dan teologi Interkultural
menurut Yusak Tridarmanto.
BAB V. PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh tulisan dari penyusun, selain itu
akan ada refleksi teologis dan saran.
9
Download