Ringkasan Khotbah Minggu, 9 Oktober 2016, oleh Ps. dr. Liem Pik Jiang YESUS GEMBALAKU YANG BAIK YOHANES 10:14-16 Cerintianisme adalah ajaran bidat berkaitan dengan pribadi Yesus yang diajarkan oleh seorang Yahudi bernama Cerinthus (meninggal kurang lebih tahun 100 Masehi). Ia dikenal sebagai salah satu antikristus pada masa awal gereja. Cerinthus dididik di Efesus dalam menangani segala permasalahan dalam pola berpikir/hikmat orang-orang Mesir. Jadi, ia memiliki suatu pandangan dari percampuran teologi Kristen dan paganisme (penyembahan berhala-politeisme) serta terpengaruh pada filsafat Yunani. Meskipun Cerinthus bukanlah termasuk dalam komunitas dan pengajaran rasuli, ia berani secara terang-terangan mempropagandakan ajarannya di depan Rasul Yohanes. Orang-orang Kristen di Efesus dan terlebih lagi Rasul Yohanes sangat terganggu dengan ulah Cerinthus dan pengikutnya. Para pemimpin jemaat di Efesus kemudian mendorong Rasul Yohanes untuk menuliskan Injil yang keempat. Ketiga Injil sebelumnya (Matius, Markus, dan Lukas) sudah memuat fakta-fakta tentang kehidupan Yesus Kristus, tetapi Rasul Yohanes menuliskan “makna rohani atas fakta- fakta itu”. Dalam melawan ajaran sesat Cerinthus, rasul Yohanes menulis Injil Yohanes, dan surat 1 dan 2 Yohanes. Rasul Yohanes menegaskan bahwa para antikristus adalah mereka yang berasal dari kalangan Kristen, namun mengajarkan ajaran yang lain (1 Yoh. 2:18-19). Ajaran sesat Cerinthus jelas sekali secara terang-terangan dilawan oleh rasul Yohanes dengan menulis dalam suratnya yang pertama (1 Yoh. 2:22-23). Rasul Yohanes jelas menegaskan kembali bahwa Yesus adalah Kristus dan setara dengan Bapa sebagai Allah Pencipta, bukan seperti yang diajarkan Cerinthus bahwa 'Yesus' dan 'Kristus' adalah 2 makluk yang berbeda. Di sisi lain, Cerinthus menganggap bahwa Yesus hanyalah manusia biasa secara biologis dari hubungan seksual, dan di sisi satunya, dia menganggap bahwa 'Kristus' adalah makhluk roh. Bukan hanya itu, Cerinthus juga menganggap bahwa Yesus tidak setara dengan 'Kristus' dan Bapa. Injil Lukas jelas membuktikan bahwa Yesus adalah Kristus (Luk. 2:10-12). Itulah sebabnya di bagian awal/pembuka Injilnya, Rasul Yohanes menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Firman Allah yang menjadi manusia, dan Firman Allah yang telah menjadikan segala sesuatu. Artinya, Firman Allah (Yesus) adalah Allah Pencipta (Yoh. 1:1-3; 1:14). Inti dari ajaran sehat yang rasul Yohanes nyatakan dalam tulisantulisannya adalah Allah yang telah menjadi manusia, Dialah Yesus Kristus yang datang dengan air dan darah (1 Yoh. 5:6, 20). Jadi secara ringkas dapat kita ketahui bahwa Rasul Yohanes menuliskan Injil Yohanes untuk membendung pengaruh ajaran sesat Cerintianisme terhadap jemaat di Efesus dan juga di kota-kota lain. Yohanes menyampaikan isi hati Tuhan Yesus untuk menggembalakan umat-Nya, melindungi umat Tuhan dari penyesatan. Yesus menggambarkan kita sebagai domba (Yoh. 10:24-30). Yesus sebagai Gembala yang baik (berkualitas). Akulah Gembala Yang Baik, ini adalah pernyatan keempat dari tujuh pernyataan Tuhan Yesus, ketika Dia mengatakan “Akulah…” yang merupakan keunikan Injil Yohanes dan hanya dicatat dalam Injil Yohanes. Ketujuh pernyataan "Akulah …" ini adalah: A. Akulah Roti Hidup (Yoh. 6:35), B. Akulah Terang Dunia (Yoh. 8:12), C. Akulah Pintu (Yoh. 10:7), D. Akulah Gembala yang Baik (Yoh. 10:11), E. Akulah Kebangkitan dan Hidup (Yoh. 11:25), F. Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup (Yoh. 14:6), G. Akulah Pokok Anggur yang Benar (Yoh. 15:1). Yesus berkata, ”Akulah gembala yang baik”, dalam penegasan “Akulah gembala yang baik,” Yesus sedang menyatakan bahwa diri-Nya adalah Pribadi Allah. Dia adalah gembala yang dijanjikan itu (Yeh. 34:15-16). Pada masa dimana umat Allah hidup dalam kekacauan dan tanpa pengharapan, Yesus datang sebagai gembala yang baik. Sebagai Gembala yang baik maka Yesus mengibaratkan dirinya sebagai "pintu". Dalam penggambaran ini, domba aman jika mereka masuk melalui pintu yang ada, dan domba kenyang jika mereka keluar melalui pintu yang ada, karena di situ ada padang rumput. Hal ini menggambarkan kehidupan kekal dan kelimpahan hidup yang ada di dalam Yesus Kristus. Dalam Perjanjian Lama, gembala digambarkan sebagai para pemimpin umat Allah, ada yang baik namun banyak yang menyimpang, dan hanya mementingkan diri sendiri tanpa mengasihi umat Tuhan dengan sungguh, hingga pada zaman Tuhan Yesus. Yesus menegaskan bahwa Ia berbeda dibandingkan dengan gembala upahan. Ia bahkan memberikan nyawa-Nya untuk menyelamatkan dombadomba-Nya. Ini adalah nubuatan yang diucapkan-Nya. Sebagai Gembala, Yesus menegaskan peranan-Nya bagi umat Tuhan: A. Memberikan nyawa-Nya untuk menyelamatkan umat-Nya. B. Mengenal domba-domba-Nya. Ia mengenal karakter Petrus yang spontan, Tomas yang sulit percaya dan sering bimbang, Yudas yang mata duitan, dll. Ia mengenal kedalaman hati kita. Ia tahu bagaimana menolong dan mengubah kita. C. Ia tidak membedakan manusia. Yesus menggambarkan perbedaanNya dengan orang Farisi yang suka merasa hebat dan meremehkan bangsa lain serta orang berdosa. Ia bahkan mengasihi perempuan Samaria. Yesus menunjukkan kasih Tuhan pada segala bangsa. Di sini Yohanes menyerang pemahaman Cerinthus yang cenderung mengikuti Hukum Taurat secara buta. Mengapa manusia digambarkan sebagai "domba"? Yohanes mengutip perkataan Yesus bukan tanpa alasan. Ia mengingatkan jemaat akan pernyataan Yesus, sekaligus mengingatkan jemaat bahwa mereka adalah domba yang lemah, yang memerlukan Gembala sejati yang melindungi mereka dari serigala yang jahat seperti pengajar sesat. Domba dianggap sebagai hewan penurut, jinak, lemah, mudah hilang atau sesat. Domba juga terlihat tidak dapat membela dirinya sendiri terhadap orang yang menggunting bulunya atau terhadap orang yang akan membantainya. Maka tepatlah penggambaran ini kepada manusia. Domba digambarkan sebagai kefanaan manusia. Domba menggambarkan keberadaan manusia yang lemah, bodoh, tidak berdaya terhadap keadaannya dan seringkali tidak mampu mengontrol dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk yang mudah terjerumus dalam penipuan diri dan tidak mampu mengontrol dirinya sendiri. Contoh: sombong, merasa diri kuat atau lebih baik dibandingkan dengan orang lain. Bahkan seringkali sombong rohani. Kita kadang merasa bahwa kerohanian kita sangat baik, padahal keadaan mungkin sebaliknya. Sebenarnya kita adalah manusia yang rentan jatuh dalam dosa, sulit menguasai diri, dan mudah tersesat. Kita digambarkan sebagai domba agar kita menyadari bahwa kita mudah jatuh dalam dosa, lemah, dan memerlukan pertolongan Tuhan sebagai Gembala Agung kita. Jadi jika kita menyadari bahwa kita adalah domba yang lemah dan memerlukan Yesus Sang Gembala Agung, prinsip apakah yang harus kita lakukan sebagai umat Tuhan yang baik? 1. Mengizinkan Tuhan Yesus menuntun dan mengubah hidup kita. Bagaimana Tuhan membimbing umat-Nya? A. Melalui pengajaran. B. Melalui teguran dan nasehat. C. Melalui bimbingan dan dorongan. D. Melalui banyak cara yang lain. Dalam kasus penyesatan oleh Cerinthus, jemaat Efesus menemukan bimbingan melalui Rasul Yohanes. Jemaat Efesus dibimbing oleh Tuhan melalui pengajaran dalam Injil Yohanes, surat-surat Yohanes, penggembalaan Timotius, pelayanan Priskila dan Akwila, serta Apolos serta surat penggembalaan Rasul Paulus, dan bahkan teguran Tuhan dalam Kitab Wahyu (Why. 2:1-7). Yesus mengecam keras para rohaniwan Yahudi dan rakyat yang terus menolak Dia meskipun Ia memberikan bukti kepada mereka bahwa Ia adalah Mesias. Seringkali dalam hidup kita, keinginan daging kita yang menguasai hidup kita. Seringkali kita tidak merasa membutuhkan Tuhan. Kita lebih mengandalkan kekuatan kita, kecakapan kita, kepandaian kita, harta benda kita, lebih mengutamakan perasaan, dan harga diri kita (Gal. 5:16-26). 2. Meneladani kasih Tuhan Yesus. Yesus rela berkorban untuk umat-Nya, kita perlu meneladani hal ini dengan cara mengasihi sesama. Jangan hidup hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk sesama. Rela berkorban demi visi kerajaan Allah, rela berkorban demi menggenapkan rencana Tuhan, rela berkorban demi kemuliaan bagi nama Tuhan. Demi Kerajaan Allah saling mengampuni dan membangun sebagai sesama anggota tubuh Kristus (Rm. 8:13-14). Tuhan Yesus mengasihi kita meskipun kita tidak layak untuk dikasihi. Kasih dunia ini dalah kasih bersyarat. Kita hanya mau mengasihi, bersikap baik kepada orang-orang yang memperlakukan kita dengan manis, tetapi sebaliknya kita menolak bersikap bersahabat dengan orang yang menyakiti hati kita. Itulah kasih dunia ini. Kita dipanggil untuk memiliki kasih yang tidak bersyarat (Luk. 6:27-36). Amin!