2. KONTEKS SOSIO HISTORIS INJIL 2 KORINTUS 2.1. Penulis Banyak pendapat para penafsir mengenai kapan tepatnya Injil 2 Korintus ditulis. Jika dilihat dari keadaan yang digambarkan dalam tulisan, beberapa ahli mengemukakan penulisan Injil 2 Korintus di tulis sekitar pada tahun 56 ZB. Menurut buku pembimbing ke dalam perjanjian baru Duyverman waktu penulisan di lihat dari Kis 20:6 dimana Paulus berangkat dari Filipi ke Yerusalem sesudah hari raya roti yang berlangsung mengikuti Paskah kira-kira pada bulan ke 4 tahun 56 ZB. Atau satu tahun setelah surat 1 Korintus dikirim yaitu pada 55 ZB. Para ahli juga melihat perjalanaan memberitakan injil Paulus yang ketiga maka dapat dilihat bahwa Penulisan surat ini terjadi ketika perjalanan Rasul Paulus yang ketiga ke Makedonia. Surat ini dengan jelas ditulis di Makedonia. Surat ini dikirim setelah Paulus bertemu dengan Titus di Makedonia.9 Setelah Paulus selesai menulis surat 2 Korintus ini ia mengirim melalui Titus. Penulis surat ini adalah Paulus sendiri karena dapat diperkuat oleh pengunaan gaya bahasa Paulus yang berbentuk kata kerja lampau untuk menjelaskan peristiwa yang sedang berlangsung. Bahasa yang digunakan juga adalah gaya bahasa sarkasme yang merupakan sindiran tajam maupun halus.10 Surat 2 Korintus juga merupakan surat yang sering dipertanyakan tentang keutuhan dari surat ini dan beberapa para penafsir ada yang beranggapan bahwa surat 2 Korintus merupakan satu surat yang utuh atau gabungan bagian-bagian dari beberapa surat. Sehingga surat 2 Korintus merupakan surat yang memiliki banyak kesulitan-kesulitan.11 2.2. Maksud dan Tujuan Surat 2 Korintus menunjukkan bahwa nama baik Paulus di jemaat Korintus sedang dicemari. Hal ini terjadi karena orang-orang Korintus salah paham terhadap tindakan Paulus. Orang-orang yang memusuhi Paulus juga sedang berusaha mempengaruhi jemaat Korintus. Mereka membandingkan diri mereka sendiri dengan Paulus, yaitu dengan cara meragukan jabatan Paulus sebagai Rasul.12 Pada sisi yang lain Paulus tampak optimis mengenai kegairahaan orang-orang Korintus untuk memberikan persembahan; pada sisi yang lain ia beralih ke pembelaan terhadap kewibawaanya sebagai rasul mereka. Pembelaan kewibawaanya secara jelas 9 M. E. Duyverman, Pembimbing Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 107. Roger L. Omanson dan Jhon Ellington, Surat Paulus yang Kedua Kepada Jemaat di Korintus: Pedoman Penafsiran Alkitab (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2013), 4-5. 11 Omanson dan Ellington, Surat Paulus, 3. 12 Omanson dan Ellington, Surat Paulus, 3. 10 sangat terlihat dan menonjol, tuntutan-tuntutan akan kewibawaan ilahi yang paling jelas disuarakan. Paulus juga mengeluarkan pembelaan yang penuh semangat atas pelayan, kewibawaan dan martabatnya sebagai rasul Kristus. Meskipun dalam keadaan yang sangat sulit rasul Paulus tetap memberi himbauan terhadap jemaat Korintus untuk tetap memberikan persembahan. Serta memberikan penjelasan tentang kesatuan tubuh Kristus dan sekaligus menjelaskan berbagai karunia yang Allah berikan kepada setiap orang gereja adalah untuk saling melayani dan saling melengkapi hingga pekabaran Injil Kerajaan Allah dapat berjalan dengan baik.13 2.3. Letak Geografis Kota Korintus memiliki lokasi geografis yang unik dengan adanya tanah genting (daratan sempit yang menghubungkan dua daratan yang lebih luas) yang menghubungkan dua daratan Yunani dan Peloponesia di selatan, Korintus berada di persimpangan jalur perjalanan darat yaitu utara-selatan sekaligus perjalanan laut yaitu timur-barat.14 Korintus juga dikelilingi 3 kota lainnya yaitu, Lekhaeum di ujung barat tanah genting, Kengkrea di unjung timur dan Skhoenus di dekatnya.15 Dengan memiliki dua pelabuhan maka Korintus menjadi kota Kosmopolitan dan sebuah pusat perdangangan yang mendatangkan berbagai banyak latar belakang penduduk sehingga menghasilkan keragaman kehidupan di masyarakat Korintus. Sistem perdagangan dan kegiatan komersialnya bercirikan sebuah kota Romawi, walaupun secara geografis Korintus adalah sebuah kota Yunani dengan tradisi dan filsafat kebudayaan Yunani.16 2.4. Kondisi Sosial Masyarakat Korintus adalah masyarakat yang beranekaragam sehingga dalam kehidupan masyarakat ini banyak perbuatan buruk yang dilakukan seperti perzinahan, percabulan dan hidup dalam norma-norma kuno, menyembah dewa-dewi dan kuil-kuil. Menurut I Kor 6: 9-11 menjelaskan kehidupan masyarakat Korintus yang dulunya mereka hidup sebagai penyembah berhala, melakukan perzinahan dan segala bentuk perbuatan amoral lainya. Sebagian besar dari mereka adalah orang non-Yahudi yang tidak berpendidikan yang melakukan perbuatan tersebut 13 Third Millennium Ministries, Intisari teologi Paulus: Paulus dan Jemaat Korintus (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012),16. 14 Peter Walker, In The Steps of Saint Paul (Jogjakarta: Kanisus, 2009), 123. 15 William Barclay, Pemahaman Alkitab Sehari-hari: Surat 1 dan 2 Korintus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 11. 16 Debora K. Malik, Kesatuan dalam Keragaman: Pendekatan Pengembalaan Paulus Di Gereja Korintus dan Relevansinya untuk Gereja Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 8. dan sebagian masyarakat yang mengenal perjanjian lama tidak melakukan perbuatan tersebut. Kehidupan masyarakat ini juga berkelimpahan dalam segi materi karena Korintus merupakan pusat perdangangan.17 2.5. Kondisi Jemaat Jemaat Korintus adalah jemaat yang cukup besar dan bebas dari ancaman penindasan. Ada beberapa orang Yahudi yang menjadi anggotanya terdiri dari orang Kristen non-Yahudi dan orang Kristen yang sifatnya kafir, serta mencakup banyak orang yang sudah dibebaskan dari kedudukan sebagai sampah masyarakat. Sebagian anggota jemaat di Korintus masih menaati beberapa syarat hukum taurat, dan sebagian lagi hidup menurut pola ajaran Kristus yang di beritakan oleh Paulus. Kedua hal inilah yang menjadi perhatian Rasul Paulus karena terjadi perpecahaan dalam jemaat Korintus dan pembentukan golongan-golongan dalam jemaat Korintus. Jemaat Korintus juga di kenal dengan kehidupan seksual masyarakatnya yang tak bermoral dan kepercayaan terhadap dewa-dewa.18 2.6. Konteks Masyarakat disekitar Penulisan Injil 2 Korintus 2.6.1. Kehidupan Masyarakat Yahudi di Korintus Jemaat Korintus terdiri dari beberapa jemaat dan salah satunya adalah jemaat Yahudi. Jemaat ini merupakan jemaat yang cukup besar karena diberikan keluasaan oleh pemerintah Romawi untuk menyebarkan ajarannya. Jemaat Yahudi juga adalah jemaat yang sangat taat terhadap aturan keagamaannya, sehingga bagi setiap orang yang masuk dalam agama Yahudi harus dapat mematuhi atau mentaati aturan agama yang diberlakukan. Kehidupaan jemaat Yahudi di Korintus juga di lengkapi dengan Sinagoge yang di bangun oleh mereka untuk memelihara ajaran mereka sekaligus merupakan tempat beribadah dan tempat dimana berbagai macam masalah dibicarakan dan diputuskan. Kehidupan masyarakat Yahudi di Korintus sangat menolak ajaran lain dan masuknya injil dalam kehidupan keagamaan mereka dan menjadi suatu perselisihan antara ajaran rasul Paulus tentang injil Kristus dengan ajaran Yahudi yang mereka pegang teguh yaitu hukum taurat.19 17 D. Guthrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius-Wahyu (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 471. 18 Guthrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, 471. 19 John Stambaugh dan David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 47- 48. Penyebaran agama Yahudi di Korintus dilakukan dengan cara mereka masuk dalam kehidupan bangsa-bangsa yang melakukan ritual-ritual penyembahan terhadap dewa-dewa lain dan masuk dalam kehidupan mayarakat yang tidak memiliki agama atau kafir. Pada umumnya orang-orang Yahudi melakukan penyesuaian dengan meningalkan tata cara Yahudi dan masuk dalam dunia kafir. Bahkan dengan melakukan persembahan kepada dewa yang tidak bernama yang di bangun. Namun usaha yang dilakukan tidak membuat orang-orang Yahudi melupakan ajaran Yahudi dan tetap mematuhi taurat Yahudi, yang dalam hal ini bertentangan dengan dunia di sekitar mereka. Penyebaran yang dilakukan oleh bangsa Yahudi terus berjalan dan untuk menghindari masalah, mereka sering mengajukan permohonan pembebasan khusus dari penguasa, dengan alasan bahwa meskipun Tora melangar pelaksananaan aturan-aturan tertentu, mereka adalah anggota-anggota masyarakat yang setia dan berdoa untuk penguasa sesuai dengan cara nenek moyang mereka.20 2.6.2. Kehidupan Masyarakat Romawi di Korintus Masyarakat kota dunia Romawi di Korintus terdiri dari kelompok orang yang berasal dari etnik, kekayaan, kekuasaan dan status yang berbeda. Masyarakat sangat terobsesi oleh tingkat sosial dan status seseorang yang ditandai oleh sistem hierarki yang tajam dan perbedaan status yang jelas antara kelompok minoritas yaitu kaum elite dan kelompok mayoritas yaitu orang banyak. Posisi kehormatan, wewenang, dan kekayaan tertinggi adalah milik kaisar dan keluarganya. Tingkat di bawah kaisar adalah tiga kelas aristokrat yang terdiri dari kaum terhormat Romawi: para senator, para equestarian atau ahli penungang kerta kuda dan orangorang kaya lokal. Hierarki sosial ditekankan dan dinyatakan dalam kehidupan politik dan keagamaan, juga dalm kegiatan-kegiatan publik. Tingkat sosial diperlihatkan dengan berbagai cara dalam hidup sehari-hari, misalnya dalam pakaian yang dikenakan dan tempat duduk di tempat umum. Semua orang dari berbagai kelas sosial diharapkan untuk mengetahui tempatnya masing-masing dan berperilaku sesuai dengan kelas sosialnya. Masyarakat Romawi terbagi atas tingkatan-tingkatan sosial, namun sistem ini tidak sepenuhnya tertutup. Orang masih mempunyai kesempatan untuk naik ke tingkat sosial yang lebih tinggi, misalnya dari seorang budak menjadi merdeka.21 20 21 Stambaugh dan Balch, Dunia Sosial, 47. Malik, Kesatuan Dalam Keragaman,16-18. Kehidupan masyarakat Romawi juga merupakan kehidupan masyarakat campuran antara orang Yunani dan Romawi yang mempunyai banyak dewa-dewi yang mereka percayai seperti Poseidon, Helios, Afrodite, Apolos, Askleipios dan Zeus. Kehidupan keagamaan masyarakat ini di sebut dengan helenis, kehidupan masyarakat ini ditandai dengan pesta-pesta keagamaan baik dilakukan secara perseorangan maupun secara umum. Persembahan yang dikurbankan adalah binatang yang dimakan secara bersama-sama sebagai tanda penghormatan terhadap dewa-dewi. Kehidupan masyarakat Helenis ini termasuk dalam masyarakat yang berkecukupan dalam segala hal seperti adanya orang Yunani yang memiliki kedudukan dalam agama, filsafat dan kesenian.22 2.7. Pola Memberi dalam Budaya Korintus Masyarakat Korintus terdiri dari beberapa agama yang pada umumnya mengenal dewadewi yang mempunyai bakat, fungsi dan tugas tertentu untuk melindungi dan membekali masyarakatnya yaitu agama Romawi dan agama campuran Yunani-Romawi. Dewa-dewi yang disembah di tempat-tempat ziarah yang suci dan kuil-kuil dipersembahan korban-korban untuk dewa-dewi setempat. Selain itu tugu-tugu yang didirikan untuk dewa-dewi itu juga dipuja, khususnya di kota-kota besar di Korintus dan di tempat-tempat yang mencolok. Dalam kuil-kuil biasanya terdapat patung-patung dewa-dewi yang selalu digambarkan bangsa Yunani sebagai manusia-manusia yang berjiwa pahlawan. Maka itu pemberian kurban kepada kepada dewa-dewi adalah suatu pola “beri-terima” yang begitu khas dalam agama polities kuno dan dijelaskan sebagai berikut misalnya dewi yang begitu tenar dalam masayarakat campuran Yunani-Romawi yaitu dewi Fortuna, dewi ini bukan hanya menghadikan kebahagiaan perseorangan, melainkan kesejahteraan masyarakat, secara khusus komunitas masyarakat kota. Warga kota “mengembalikan” pemberian itu dalam rupa kepercayaan penuh kuat kuasa dan kekayaan dewi yang mereka sembah. “kerja sama” berfungsi menurut suatu rumus yang tersebar luas dan dipercayai oleh masayarakat campuran Yunani-Romawi yaitu: do ut des yang artinya saya beri, agar saya terima”.23 22 Malik, Kesatuan Dalam Keragaman,16-18. Ulrich Beyer dan Evalina Simamora, Memberi Dengan Sukacita:Tafsir dan Teologi Persembahan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 35-37. 23 Uang memainkan peranan yang penting dalam pelaksanaan pola hidup tersebut. Dimana uang digunakan untuk membeli kurban yang akan diberikan bagi dewa-dewi. Rumusan pemberian kurban atau persembahan itu berfungsi untuk dua arah yaitu: dari dewa-dewi menuju manusia dan dari manusia kepada ilah-ilah. Acuan ini mengandung hubungan manusia dengan sesamanya. Pertukaran timbal balik ini boleh juga digambarkan sebagai suatu lingkaran yang menguntungkan kedua belah pihak. Pemberi menghibahkan kebahagiaan pribadi dan kesejahteraan sosial, penerima membalasnya dengan pengakuan dan kepercayaan akan dewa pelindung, khususnya dengan mempersembahkan korban.24 Jadi dapat dikatakan bahwa pemberian persembahan telah ada pada saat itu dan telah berlangsung namun pemberian tersebut memakai kurban binatang yang berkenan kepada dewa-dewi yang disembah oleh sebagian masyarakat Korintus yang tidak mengenal agama Yahudi. 24 Beyer dan Simamora, Memberi Dengan Sukacita, 38.