Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dunia bisnis dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan
lingkungan untuk meminimalkan atau menyiasati kondisi uncertainty guna
mencapai keberhasilan dalam derajat persaingan bisnis yang kian menajam.
Salah satu industri yang tidak terlepas dari kondisi ini adalah industri ritel
tradisional. Berkembang nya perekonomian Asia akhir-akhir ini merupakan salah
satu faktor semakin berkembangnya bisnis ritel terutama bisnis ritel modern,
banyak perusahaan-perusahaan asing yang berinvestasi di sektor ritel modern.
Usaha ritel modern merupakan usaha yang sangat diminati oleh kalangan dunia
usaha karena perannya yang sangat strategis.
Pangsa pasar ritel modern terbesar terhadap pangsa pasar-pasar tradisional di
Asia dipegang oleh Singapura dengan prosentase 78% untuk ritel modern, Cina
dengan 53% pangsa pasar ritel modern, Thailand dengan 39% pangsa pasar ritel
modern, sedangkan Indonesia dengan prosentase 28,2% ritel modern dengan
71,8% pangsa pasar tradisional.
(www.ritelonline.com/AC Nielsen,2009).
Tabel 1.1
Prosentase Ritel Modern Dengan Ritel Tradisional Di 4 Negara Asia
100
80
60
Modern
40
Tradisional
20
0
Singapura
China
Thailand
1
Indonesia
Menurut asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, bisnis ritel di Indonesia
dapat di bedakan menjadi dua kelompok besar,yaitu ritel tradisional dan ritel
modern.ritel
modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel
tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan
perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang membuat masyarakat
menuntut kenyamanan yang lebih dalam berbelanja. Ritel Tradisional merupakan
ritel sederhana dengan tempat yang tidak terlalu luas,barang yang di jual
terbatas jenisnya.Sistem manajemen yang sederhana memungkinkan adanya
proses tawar menawar harga.Bentuknya bisa berupa warung,toko dan
pasar.Dengan pesatnya perkembangan sektor ritel khususnya modern,ternyata
membawa dampak negative bagi Pasar Tradisional. Bagi sebagian konsumen
ritel modern banyak memberikan alternative belanja.Disisi lain pasar tradisional
masih harus berurusan dengan permasalahan klasik seputar pengelolaan yang
kurang professional dan ketidaknyamanan belanja.
Dewasa ini ketika dunia sedang mengalami krisis global, perekonomian
nasional pun terkena dampak krisis ekonomi global tersebut begitu pula dengan
hal nya ritel tradisional yang menunjukan penurunan pertumbuhan yang
signifikan. Lingkungan persaingan yang dinamis antara pasar tradisional dan
modern mengakibatkan posisi pasar tradisional mengalami pergesaran dengan
dugaan terjadinya penurunan daya tarik pasar tradisional seiring dengan
perubahan dinamis pasar modern yang disesuaikan dengan kondisi pembeli.
Revitalisasi beberapa pasar tradisional yang telah dilakukan di Indonesia melalui
renovasi bangunan ternyata belum cukup untuk meningkatkan daya tarik. Tabel
1.2 dibawah ini menunjukan pertumbuhan ritel tradisional di Indonesia sebagai
berikut.
2
Tabel 1.2
Pertumbuhan Ritel Tradisional dan Modern di Indonesia
Tipe Pasar
Tahun
Persentase
Jumlah
(%)
(unit)
2009
15
2.545.000
2010
8,1
1.957.105
Modern
2009
38
11.927
(Minimarket)
2010
42
16.922
Tradisional
Sumber : Nielsen Retail Esthablisment Survey/Desember 2010
Dari
tabel
1.2
menunjukan
adanya
permasalahan
pada
proses
pertumbuhan khusus nya ritel tradisional. Semakin lama terlihat peningkatan
pertumbuhan ritel modern (Minimarket) dan menyebabkan penurunan ritel
tradisional, data Nielsen tahun 2009-2010 menunjukan pasar tradisional di kota
besar dan perdesaan turun 15% di tahun 2009 dan turun kembali di tahun 2010
sebesar 8,1%. Dengan begitu secara kesuluruhan dari tahun 2009-2010 jumlah
pasar tradisional menciut 23,1 % dari 2.545.000 unit pada 2009-2010 menjadi
1.957.105 unit. Penurunan pertumbuhan ritel tradisional dari tahun-ketahun,
diduga karena maraknya pertumbuhan ritel modern dari Eropa dan Amerika yang
mencapai 1-3% pertahun, serta mulai banyak berkembangnya bisnis franchise
minimarket dimana minimarket banyak dilirik masyarakat karena kemudahan dan
kedekatan berbelanja. Perbedaan pertumbuhan pasar modern dibanding pasar
tradisional, dari hasil survei terlihat peran pasar tradisional masih relevan pada
konsumen Indonesia. Kebanyakan rumah tangga Indonesia berkunjung ke pasar
tradisional sekali sehari. Konsumen Indonesia masih mencari bahan makanan
segar dari pasar tradisional, seperti sayuran, daging, dan buah segar. Tetapi,
hubungan personal dan emosional di pasar tradisional itu perlu diperbaiki dengan
membersihkan pasar tradisional.
3
Kondisi tersebut jelas merugikan para pedagang pasar tradisional karena
menyebabkan
pangsa pasar
ritel
tradisional
menurun
setiap
tahunnya
dikarenakan konsumen ritel tradisional berpindah dari ritel tradisional ke ritel
modern, hal tersebut dapat dilihat jelas dalam tabel 1.3 menunjukan pangsa
pasar ritel tradisional di Indonesia.
Tabel 1.3
Pangsa Pasar Ritel Tradisional dan Modern di Indonesia
Jenis Pasar
Tahun
Pangsa Pasar
(%)
Tradisional
2009
80
2010
70-60
2009
30
2010
Sumber : AC Nielsen tahun 2010
37
Modern
Dari tabel 1.3 tersebut menunjukan adanya penurunan pangsa pasar ritel
tradisional yang mencapai 80% di tahun 2009, Di tahun 2010 kembali terjadi
penurunan pangsa pasar ritel tradisional menjadi 70% - 67%, sedangkan pasar
modern meningkat 30% - 37% masing-masing di tahun 2009-2010. Hal ini
setidaknya menggambarkan pasang surut perkembangan pasar tradisional di
tengah geliatnya arena kompetisi pasar ritel. Pasang surutnya perkembangan
pasar tradisional, setidaknya dipengaruhi oleh faktor pesatnya pertumbuhan
usaha ritel modern. Berdasarkan data Nielsen per tahun 2010, pertumbuhan
gerai Alfamart mencapai 4.000 gerai, sedangkan Indomart berjumlah 4.110 gerai.
Statistik pertumbuhan pasar modern ini menunjukkan persaingan antara pasar
tradisional dan modern, dimulai dari perang harga, kualitas barang, kenyamanan
belanja, dan ketersediaan lokasi pasar.
Pada hakekatnya manusia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang
sangat beragam. Kebutuhan dan keinginan itu bermacam-macam baik fisik
4
maupun non fisik,sehingga apabila setiap kebutuhan dan keinginan tersebut
dapat dipenuhi maka akan terpuaskan, tetapi jika kebutuhan tidak terpenuhi akan
menimbulkan rasa tidak puas. Kebutuhan terdiri dari bermacam-macam mulai
dari kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi secara rutin disebut juga
kebutuhan sehari-hari hingga pada kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan barang dan jasa, hal ini
membuat peluang bagi produsen untuk menyediakan dan menghasilkan
berbagai macam barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan tersebut.Usaha seperti inilah yang sering disebut usaha eceran yaitu
bisnis yang seluruh aktivitasnya langsung berhubungan dengan penjualan
barang dan jasa ke konsumen akhir.
Lingkungan persaingan antara pasar tradisional dan modern di Indonesia
mengakibatkan posisi pasar tradisional di Kota Bandung mengalami pergesaran
dengan
terjadinya penurunan daya tarik pasar tradisional seiring dengan
perubahan dinamis pasar modern yang disesuaikan dengan kondisi pembeli,
tabel 1.4 dibawah ini menunjukan pertumbuhan ritel tradisional di Kota Bandung
sebagai berikut.
Tabel 1.4
Pertumbuhan Ritel Tradisional dan Modern di Kota Bandung
Jenis Pasar
Tahun
Jumlah
(Unit)
Tradisional
2010
40
2011
35
Modern
2010
400
(Minimarket)
2011
420
Sumber : AC Nielsen tahun 2011/APPSI DPW Jawa Barat tahun 2011
Tabel 1.4 menjelaskan pertumbuhan ritel modern dari tahun 2010-2011 di
Kota Bandung mengalami peningkatan sebesar 20 unit minimarket, pada tahun
5
2010 berjumlah 400 unit dan pada tahun 2011 menjadi 420 unit minimarket.
Sedangkan berdasarkan tabel 1.4 pertumbuhan pasar tradisional dari tahun
2010-2011 di Kota Bandung mengalami penurunan sebesar 5 unit, pada tahun
2010 berjumlah 40 unit dan pada tahun 2011 menjadi 35 unit pasar tradisional.
Pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bandung mengalami penurunan kembali
dikarenakan semakin menjamurnya pasar-pasar modern di Kota Bandung, dan
tata kelola pasar. Problem tata kelola pasar memang masih menjadi perkara
panjang yang dirasakan dalam upaya pembangunan pasar tradisional. Selama
ini mudah kita temukan berbagai alasan sederhana terkait sikap konsumen pasar
tradisional yang berpaling ke pasar modern, di antranya karena lokasi pasar yang
tidak strategis dan terpusat. Misalkan, dalam satu kecamatan hanya terdapat 1-2
pasar tradisional saja, sedangkan pasar modern jauh lebih menjamur dan hampir
di setiap lokasi strategis. Selain itu, pengelolaan pasar perlu dilakukan dengan
tujuan meningkatkan kenyaman transaksi jual beli.
Persaingan antara pasar tradisional dan pasar modern semakin membuat
animo masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional
tergeserkan, sedangkan pemerintah menginginkan perubahan pasar tradisional
menjadi pasar modern serta banyaknya pasar tradisional yang mengalami
musibah penggusuran dan kebakaran. Keberadaan ritel modern di Kota Bandung
tersebut jelas berdampak negatif pada ritel pasar tradisional, perkembangan
yang semakin pesat dalam pasar modern membuat pasar tradisional terusik
keberadaannya.
Dengan tingkat persaingan yang ketat maka Pasar tradisional dituntut
untuk mampu menawarkan strategi bauran penjualan eceran yang baik kepada
konsumen dengan kelima faktornya, lokasi yang strategis serta kemudahan
akses untuk menuju ritel tersebut, barang dagangan yang beragam, harga yang
pas serta kompetitif, potongan harga yang ditawarkan menarik minat dan
pelayanan yang memuaskan konsumen. Karena konsep bauran pemasaran
dalam industri ritel ini merupakan inti atau penggerak semua aspek operasional
dari manajemen ritel (CW. Utami,2009,“Retailing Mix”, Artikel FE Widya Mandala
Surabaya).
6
Pada kenyataan dilapangan sebuah lembaga melakukan survey
mengenai presepsi konsumen terhadap Pasar tradisional dan modern di kota
Bandung, dan berikut bisa dilihat hasilnya pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5
Presepsi Konsumen Terhadap Pasar Tradisional dan Modern di Kota
Bandung
Aspek Pasar
Pasar
Pasar
(Bauran penjualan eceran)
Tradisional
Modern
(%)
(%)
No
Produk
1
Kualitas produk
5.59
7.03
2
Kualitas pelayanan
5.51
6.98
3
Variasi produk non pangan
6.35
7.04
4
Variasi produk pangan
5.43
7.15
5
Ragam merek
5.48
7.52
6
Kesesuaian
6.42
7.01
Pasar
Pasar
Tradisional
Modern
produk
dengan
kebutuhan
Aspek Pasar
No
Harga
7
Kewajaran harga
6.44
6.13
8
Harga yang lebih murah terhadap
6.49
5.74
pasar lain
9
Daya tarik harga
6.08
6.22
10
Kesesuaian harga dengan kualitas
6.04
7.16
Pasar
Pasar
Tradisional
Modern
No
Aspek Pasar
Lokasi
11
Jangkauan lokasi
6.75
6.87
12
Fasilitas publik
5.08
7.17
13
Kestrategisan lokasi
6.35
7.21
Sumber : Pengolahan Data Primer/Rina Indiastuti,Fitri Hastuti,dan Yudi Azis (FE
Unpad)
7
Berdasarkan Tabel 1.3 ini diketahui meski kewajaran harga di Pasar
Tradisional lebih besar (6,44%), harga yang lebih murah (6,49%), daya tarik
harga (6,08%), dan kesesuaian harga dengan kualitas (6,04%) bukan segalagalanya bagi konsumen. Ada faktor lain seperti kualitas produk (7,03%)
jangkauan lokasi (6,87%) dan sebagainya.
Salah satu pasar tradisional yang masih bertahan di Kota Bandung yaitu
pasar tradisional Ujungberung, pasar yang berfungsi untuk menyediakan
berbagai kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Ujungberung merupakan daerah
di sebuah kecamatan di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Kecamatan ini merupakan wilayah bottle neck atau leher botol di Kota Bandung
jika kita akan keluar kota khususnya ke luar kota di arah timur Kota Bandung.
Ujung berung dikenal sebagai kecamatan yang memiliki banyak pesantren dan
pemandangan yang indah, Selain itu seiring dengan pertumbuhan penduduk
perumahan-perumahan yang mulai banyak didirikan di Ujungberung. Dibukanya
ritel
modern
seperti
Minimarket
kemudian
hadirnya
Grosir-grosir
baru
menyebabkan persaingan untuk berbelanja semakin ketat. Dengan tingkat
persaingan yang ketat maka Pasar tradisional Ujungberung dituntut untuk
mampu menawarkan strategi bauran penjualan eceran yang baik kepada
konsumen.
Dari penjelasan diatas mengakibatkan berbagai macam dampak, salah
satunya adalah tingkat loyalitas pelanggan Pasar Ujung berung rendah dengan
adanya pilihan tempat belanja yang beragam. Persaingan bisnis ritel yang
semakin ketat di kawasan Ujung berung Bandung membuat Pasar Ujung berung
sulit mengharapkan pencapaian target penjualan maupun tingkat transaksi.
Loyalitas pelanggan dapat dilihat dari frekuensi dan peresentase
kunjungan konsumen, Seperti yang di alami oleh Pasar Ujung berung hasil
wawancara dengan pengelola Pasar Ujung berung menyatakan bahwa sejak
Pasar Ujung berung mengalami musibah kebakaran pada Minggu (17/1/2010)
malam, pelanggan Pasar Ujung berung mengalami penurunan. Pada Tabel 1.5
Penurunan jumlah pelanggan Pasar Ujung berung berdasarkan jumlah penduduk
Ujung berung sebagai berikut.
8
Tabel 1.6
Jumlah Pelanggan Pasar Ujung berung Berdasarkan Peresntase Jumlah
Penduduk
Pasar
Ujung berung
Tahun
Jumlah
Persentase
Jumlah
Penduduk
(%)
Pelanggan
2010
62.898
80
50.318
2011
67.144
70
47.000
Sumber : Pengelola Pasar Ujung berung 2011
Dari Tabel 1.5 menjelaskan pelanggan Pasar Ujung berung dari tahun
2010-2011 mengalami penurunan sebanyak 3.318 orang pelanggan, pada tahun
2010 berjumlah 50.318 orang pelanggan dan pada tahun 2011 menjadi 47.000
orang pelanggan. Dari penjelasan di atas mengakibatkan berbagai macam
dampak, salah satunya adalah tingkat loyalitas pengunjung Pasar tradisional
Ujungberung dengan adanya pilihan tempat belanja yang beragam. Persaingan
bisnis ritel yang semakin ketat di kawasan Ujungberung Kota Bandung sulit
mengharapkan pencapaian target penjualan maupun tingkat transaksi pembelian
yang terus meningkat atau stabil.
Dari uraian diatas penurunan loyalitas pelanggan yang terjadi pada
Pasar Ujung berung diduga karena dari beberapa faktor bauran penjualan
eceran yang tidak sesuai dengan harapan konsumen. Dampak dari banyak nya
ritel modern yang menjamur di Kota besar membuat konsumen memiliki tempat
pilihan belanja utama namun tidak menjadikan konsumen loyal, karena
konsumen dapat dengan leluasa berpindah-pindah belanja dari satu gerai ke
gerai yang lain untuk mencari tempat yang paling cocok, faktor daya tariknya
mencakup aspek kenyamanan, tempat, dan penawaran harga produk. Jika
pelanggan mendapatkan faktor daya tarik tersebut akan menurunkan loyalitas
pelanggan, namun jika pasar tradisional Ujung berung mampu membenahi
9
bauran penjualan eceran nya hal ini akan menaikan loyalitas pelanggan. Jadi,
kesimpulannya bahwa bauran penjualan eceran akan mempengaruhi tingkat
loyalitas pelanggan.
Dengan memperhatikan masalah diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai bauran penjualan eceran. Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “ Pengaruh Bauran Penjualan Eceran Terhadap Loyalitas
Pelanggan Pasar Tradisional Ujung berung ”.
1.2. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas,maka
permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana bauran penjualan eceran pada pasar Ujung berung menurut
pengunjung?
2. Bagaimana Loyalitas pengunjung pada pasar Ujung berung?
3. Bagaimana pengaruh bauran bauran penjualan eceran terhadap loyalitas
pengunjung pada pasar Ujung berung?
1.3 Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menempuh ujian sidang sarjana Fakultas Bisnis & Manajemen, jurusan
Manajemen S-1 Universitas Widyatama. Sedangkan tujuan dari dilakukannya
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bauran penjualan eceran pada pasar Ujung berung.
2. Untuk mengetahui Loyalitas pengunjung pada pasar Ujung berung.
3. Untuk mengetahui pengaruh bauran penjualan eceran terhadap loyalitas
pengunjung pada pasar Ujung berung.
10
1.4 Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini, penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat berguna
bagi :
1. Penulis, yaitu untuk membandingkan antara teori-teori yang telah didapat
selama di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan
sehingga dapat mengimplementasikan teori tersebut dengan benar.
2. Perusahaan, yaitu sebagai bahan masukan maupun pertimbangan yang
dapat membantu perusahaan untuk menjalankan strategi pemasaran
dengan baik, khusus nya bauran penjualan eceran.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
Loyalitas pelanggan sebagai suatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dengan bauran penjualan eceran yang dilakukan oleh pemasar. Para pelanggan
yang puas akan menjadi pelanggan yang loyal terhadap perusahaan.
Perusahaan yang unggul dalam pasar harus mengamati harapan pelanggannya,
kinerja perusahaan yang dirasakan pelanggannya serta kepuasan bagi para
pelanggannya, karena bagi perusahaan yang berwawasan pelanggan adalah
sasaran sekaligus kiat bauran penjualan ecerannya.
Dalam menciptakan loyalitas bagi para pelanggannya perusahaan
memerlukan
penerapan
retailing
mix
pada
pada
pemasaran
bisnis
ritel/ecerannya. Ritel atau eceran harus mempunyai bauran yang penting untuk
diperhatikan demi kelangsungan bisnis ritel tersebut. Dengan memperhatikan
semua bauran tersebut, suatu bisnis ritel dapat menjadi lebih unggul
dibandingkan peritel lainnya.
Menurut Hendry Ma’ruf (2005;114) dan C.Widya Utami (2008;61) retailing
marketing mix terdiri dari 7 komponen yaitu :
1. Tempat (Place)
Tempat adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat
produk agar dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan pasaran.
11
2. Barang dagangan (Merchandise)
Produk adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan
bisnis yang dijalani gerai ( produk berbasis pakaian, makanan, barang
kebutuhan rumah tangga, produk umum, dan lain-lain atau kombinasi )
untuk disediakan dalam gerai pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai
untuk mencapai sasaran peritel.
3. Harga (Price)
Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk
mendapatkan produk.
4. Promosi (Promotion)
Promosi
adalah
kegiatan
yang
dilakukan
perusahaan
untuk
mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan
sasaran untuk membelinya.
5. Atmosfer toko (Store Atmosphere)
Atmosphere toko adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual,
pencahayaan, warna untuk merancang respon emosional dan persepsi
pelanggan dan untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli barang.
6. Layanan (Retail service)
Merupakan
pelayanan
yang
diberikan
pada
konsumen
untuk
mendefernsiasikan suatu gerai dengan gerai lainnya.
7. Orang (People)
Orang adalah pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan
dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk elemen ini
adalah personil perusahaan dan konsumen.
Menurut Kotler dan Amstrong ( 2007 : 333 ) retailing adalah : ” All
activities involved in selling goods or service directly to final consumer for
personal,non business use. ” Dari definisi tersebut dapat diartikan sebagai berikut
: retailing adalah semua aktivitas yang terlibat dalam penjualan barang-barang
atau jasa-jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan
pribadi dan bukan bisnis.
Bauran penjualan eceran meliputi kegiatan yang berhubungan secara
langsung dengan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk
keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangganya. Penjualan eceran dapat lebih
12
maju apabila mau bekerja lebih baik lagi guna membangun citra ritel yang lebih
baik dimata konsumen. Pada hakikatnya tujuan suatu bisnis adalah untuk
menciptakan dan mempertahankan para pelanggan. Pengunjung yang loyal
adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan dalam meningkatkan
profabilitas dalam jangka panjang.
Apabila penerapan Bauran penjualan eceran dapat dijalankan dengan
baik dan tepat sasaran, maka diharapkan pelanggan akan memiliki loyalitas.
Sedangkan definisi Loyalitas menurut Oliver (2007 : 175 ) Loyalitas
adalah komitmen yang dipegang kuat untuk membeli lagi produk atau jasa
tertentu dimasa depan meskipun ada pengaruh situasi dan usaha pemasaran
yang berpotensi menyebabkan peralihan perilaku.
Definisi Loyalitas menurut Griffin ( 2005 : 31 ) adalah orang yang
melakukan pembelian secara teratur, membeli antar lini produk dan jasa,
mereferensikan kepada orang lain, menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari
pesaing.
Pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi pebisnis. Hal ini dapat dilihat
dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan Griffin (2005:31).
Pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Melakukan pembelian secara teratur
2. Membeli diluar lini produk/jasa
3. Merekomendasikan produk lain
4. Menunjukan kekebalan daya tarik produk sejenis dari pesaing
Dari pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa loyalitas terbentuk
dari dua komponen; loyalitas sebagai perilaku yaitu pembelian ulang yang
konsisten dan loyalitas sebagai sikap yaitu sikap positif terhadap suatu bauran
eceran karena ditambah dengan pola pembelian yang konsisten. Serta loyalitas
juga mempunyai peran penting dalam sebuah bisnis, hal ini menjadi alasan
utama bagi sebuah bisnis untuk menarik dan mempertahankan pelanggan.
13
Tujuan dari Bauran penjualan eceran adalah memberikan nilai pelanggan
dan ukuran keberhasilannya adalah kepuasan pelanggan dalam jangka panjang,
maka pelanggan wajib menjadi prioritas setiap perusahaan. Kepuasan
pelanggan merupakan modal besar bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas
pelanggan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bauran penjualan
eceran
merupakan
pembentukan
loyalitas
pelanggan
(
Fandy
Tjiptono,2000:161).
Melihat hal-hal yang diamati dan dikemukakan diatas, maka penulis
merumuskan hipotesis sebagai berikut: Terdapat hubungan yang positif
antara bauran penjualan eceran dengan loyalitas pelanggan.
Sugiyono ( 2004 : 51 ) mendefinisikan pengertian hipotesis yaitu sebagai
“jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian”. Dikatakan sementara
karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum
didasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data.
Gambar 1.5
Skema Model Penelitian
Bauran Penjualan Eceran
Loyalitas
(X)
(Y)
1.Tempat (Place)
1. Pembelian ulang
2. Barang dagangan (Merchandise)
2. Penggunaan fasilitas
lainnya
3.Harga (Price)
3. Rekomendasi
4.Promosi (Promotion)
4. Kekebalan
5.Atmosfer toko (Store atmosphere)
( Griffin, 2005 : 31 )
6.Layanan (Retail service)
7.Orang (People)
(Ma’ruf,2005;114)
14
Berdasarkan hipotesis diatas, penelitian ini mempelajari hubungan dua
variabel. Variabel pertama adalah bauran penjualan eceran sebagai variabel
bebas, yang diberi simbol X. Variabel kedua adalah loyalitas pelanggan, sebagai
variabel terikat yang diberi simbol Y.
1.6 Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode
deskriptif. Mohammad Nazir (2003:54) mendefinisikannya sebagai berikut:
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok
manusia, suatu pbjek, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa
pada masa sekarang.
Melalui jenis penelitian deskriptif maka dapat diperoleh deskripsi
masing-masing mengenai tanggapan responden terhadap tingkat bauran ritel
dan loyalitas pasar.
Sifat penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji
kebenaran dari suatu hipotesis yang ada di lapangan. Penelitian verifikatif
digunakan untuk meneliti pengaruh variabel independen dan variabel dependen
yaitu pengaruh antara bauran penjualan eceran terhadap loyalitas pelanggan
pasar tradisional Ujung berung. Data yang berhasil dikumpulkan selama
penelitian kemudian di analisis lebih lanjut dengan menggunakan dasar-dasar
teori yang ada, sehingga dapat memperjelas gambaran objek yang diteliti. Teknik
pengumpulan data yang di pergunakan dalam penelitian ini meliputi :
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang
di teliti untuk memperoleh data primer dilakukan melalui :
a) Kuesioner
Yaitu menyebarkan beberapa pertanyaan kepada responden
yang telah ditetapkan sebagai sampel.
b) Observasi
Yaitu melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung
mengenai objek yang diteliti, melihat, mengamati, dan mencatat
data yang di perlukan.
c) Wawancara
15
Yaitu
dilakukan
untuk
mempermudah
memperoleh
data.
Wawancara dilakukan kepada semua yang terkait dalam
memperoleh data dan informasi.
2. Penelitian Kepustakaan ( Library Research)
Dengan
membaca
berbagai
literatur
dan
bahan-bahan
yang
berhubungan dengan maslah yang dibahas untuk mencari teori-teori
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam rangka pengumpulan data untuk penyusunan skripsi ini, penulis
melakukan penelitian di pasar tradisional Ujung berung kota Bandung. Waktu
penelitian dimulai pada bulan Februari 2012 sampai skripsi ini selesai.
16
Download