I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan dalam dunia usaha, pemikiran yang berorientasi pasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan lagi di era globalisasi ini. Dimana era ini diyakini pula sebagai era ketidakpastian tinggi dengan munculnya fase pertumbuhan yang makin tidak menentu (Zuraida dan Uswatun, 2001). Salah satu penyebabnya adalah tingginya tingkat persaingan di dunia bisnis baik lokal maupun global. Fenomena tersebut secara nyata dapat disaksikan setiap hari yaitu semakin gencarnya perusahaan-perusahaan memasarkan produknya melalui iklan di berbagai media massa. Menurut data Nielsen Company (Nielsen), dapat dilihat dari perkembangan biaya belanja iklan yang semakin meningkat setiap tahunnya mulai dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Untuk lebih jelasnya perkembangan tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 1. 23% 16% 17% 30,025 19% 35,088 41,708 48,585 59,827 Y2006 Y2007 Y2008 Y2009 Y2010 Periode: Januari - Desember 2006 – 2010.Semua media yang dimonitor, berdasarkan gross rate card (tanpa memperhitungkan diskon, promo, dll), dalam Rp Miliar Sumber: www.agbnielsen.com Gambar 1. Perkembangan Biaya Belanja Iklan Biaya iklan telah tumbuh dan meningkat sangat tajam, terutama iklan yang ditayangkan melalui media televisi yang meningkat sebesar 26 persen. Sementara itu, belanja iklan surat kabar naik 19 persen, serta majalah dan tabloid sebesar 10 persen (www.agbnielsen.com). Pantauan Nielsen juga menunjukkan, televisi masih mendominasi pangsa iklan dengan meraup 62 persen dari total belanja iklan disusul surat kabar yang mencapai 35 persen, 2 serta majalah dan tabloid sebesar 3 persen (http://bataviase.co.id). Implikasi atas hal ini adalah secara umum dapat dikatakan bahwa perhatian produsen dan konsumen tumbuh sangat cepat terhadap suatu iklan. Ini berarti iklan telah berfungsi sebagai ujung tombak perusahaan dalam menembus pasar yang semakin ketat. Meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan dan konsumen, dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Bagi sebagian besar perusahaan, iklan di televisi menjadi suatu pilihan yang menarik, sebagai sumber informasi atau mengingatkan konsumen kepada perusahaan atau suatu merek yang diiklankan beserta berbagai fitur atau kelengkapan yang dimiliki dan juga keuntungan, manfaat, penggunaan, serta memperkuat citra produk bersangkutan sehingga konsumen akan cenderung membeli produk yang diiklankan itu. Disamping itu, iklan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, iklan harus dirancang sedemikian rupa dengan pertimbangan yang matang agar tujuan yang hendak dicapai melalui pesan iklan dapat tersampaikan secara efektif kepada konsumen. Agar suatu pesan iklan menjadi efektif proses pengiriman harus berhubungan dengan proses penerimaan si penerima, untuk itu komunikator harus merancang pesan agar menarik perhatian sasarannya. Salah satu iklan yang sering muncul di televisi dan banyak menarik perhatian pemirsa televisi yaitu iklan es krim Wall‟s Magnum versi Magnum Classic: Magnum Temptation Royal Treatment. Merupakan salah satu merek ice cream Unilever yang membawa kelezatan cokelat yang sesungguhnya untuk pasar es krim dewasa, kini hadir dengan varian baru menawarkan dengan pengalaman intens luar biasa dan memanjakan layaknya seorang Putri. Wall‟s Magnum dengan tiga varian, yaitu Wall‟s Magnum Classic, Wall‟s Magnum Almond dan Wall‟s Magnum Chocolate Truffle. Dengan hadirnya varian Wall‟s Magnum, konsumen dapat merasakan kenikmatan es krim premium dengan lapisan Belgian chocolate yang tebal dan renyah. Iklan Magnum diperagakan oleh si model dengan memakan es krim magnum, dalam hitungan detik di gigitan pertama secara tiba-tiba 3 disekelilingnya berubah menjadi zaman-zaman kerajaan Belgia, lalu si model menujukkan kalau es krim yang sedang dia makan itu enaknya luar biasa. Dari tayangan iklan tersebut, hampir semua kalangan masyarakat terbius dan ingin mencicipi es krim eksklusif ini, walaupun uang yang harus dikeluarkan juga cukup eksklusif untuk sebuah es krim “mini”, yaitu Rp 10.000. Bagi konsumen yang selalu bergelut dengan waktu dan kesibukan kehidupan modern, moment untuk merasakan pleasure indulgence seperti ini sulit untuk direalisasikan. Kebutuhan memanjakan diri seperti liburan keluar kota, santai di spa, dan sebagainya merupakan kebutuhan pelengkap dan menjadi bagian dari hak pribadi setiap orang. Melihat kebutuhan tersebut, “Wall‟s Magnum berperan untuk membantu para konsumen melepaskan diri dari kehidupan modern yang sangat sibuk untuk bisa merasakan kenikmatan luar biasa, intens, dan sensorial. Diluncurkannya iklan Magnum berhubungan dengan peremajaan produk dengan menciptakan image baru dari produk tersebut yang tujuannya untuk merubah sikap dan perilaku konsumen dalam pembelian. PT Unilever memberikan anggaran yang cukup besar dalam beriklan. Hal ini dapat dilihat pada tingginya frekuensi jam tayang iklan es krim Wall‟s Magnum, pada saat penayangan program televisi. Dalam komunikasi pemasaran, Unilever terlihat sangat agresif dibanding pemain lainnya. Berdasarkan pantauan Nielsen Media Research, total belanja iklan Wall‟s jauh dalam tiga tahun di atas pemain lainnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Total Belanja Iklan Walls dan Campina (2005-2007) Tahun Total BelanjaWalls Total Belanja Campina (dalam Milyar Rupiah) (dalam Milyar Rupiah) 2005 106 8,5 2006 120 12,6 2007 172 17,4 Sumber: Nielsen Media Research, 2008 (pada semua media) Produk keluaran PT Unilever Indonesia ini menguasai sekitar 45% pangsa pasar, sementara Campina 20%, diikuti Indomeiji 12%-14%. Dilihat dari segi product brand, Wall‟s masih menjadi pemimpin pasar diikuti Campina. Kedua pemain ini praktis yang menguasai industri ini (SWA Majalah). Iklan di televisi sekarang sudah memasyarakat, bahkan cenderung 4 membius. Sejauhmana iklan dapat mempengaruhi perilaku konsumen terhadap pembelian nyata terhadap merek yang diiklankan. Pengaruh iklan pada perilaku konsumen ini sangat variatif, mulai dari mendorong konsumen untuk mencari produk yang dimaksud sampai dengan mendorong orang yang sebelumnya tidak loyal menjadi loyal. Berkaitan dengan pengaruh iklan terhadap perilaku konsumen, SurveyOne telah melakukan survei mengenai pengaruh iklan/promo terhadap keputusan konsumen dalam membeli merek/produk. Survei yang melibatkan 1.800 responden ini menunjukkan adanya pengaruh iklan terhadap keputusan konsumen dalam membeli merek/produk. Sebanyak 37,6% responden menyatakan, pengaruh iklan dalam perilaku pembelian adalah besar dan sangat besar. Sekitar separuh responden merasa biasa saja, sedangkan 7% responden lainnya mengatakan kecil pengaruhnya (http://surveyone.co.id/). Ini tentunya merupakan tantangan bagi para advertiser untuk membuat iklan yang efektif sehingga dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Berdasarkan uraian di atas dan mengingat besarnya biaya iklan yang dikeluarkan oleh PT Unilever Indonesia Tbk, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif iklan televisi es krim Wall‟s Magnum versi Magnum Classic: Magnum Temptation Royal Treatment dalam mengkomunikasikan pesannya kepada konsumen. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, peneliti membahas bagaimana efektivitas iklan televisi es krim Wall‟s Magnum versi Magnum Classic: Magnum Temptation Royal Treatment dalam mengkomunikasikan pesannya kepada konsumen menggunakan model persamaan struktural terhadap variabel efektivitas iklan. Dengan menggunakan model CDM dengan enam variabel yang saling berhubungan, yaitu Pesan Iklan (F, Information), Pengenalan Merek (B, Brand Recognition), Kepercayaan Konsumen (C, Confidence), Sikap Konsumen (A, Attitude), Niat Beli (I, Intention), dan Pembelian Nyata (P, Purchase). 1.3. Tujuan Penelitian 5 Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yakni untuk mengetahui efektivitas iklan televisi es krim Magnum versi Magnum Classic: Magnum Temptation Royal Treatment dalam mengkomunikasikan pesannya kepada konsumen menggunakan model persamaan struktural terhadap variabel efektivitas iklan. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pihak perusahaan, untuk memberikan masukan bagi pihak PT Unilever Indonesia, Tbk tentang seberapa efektif penayangan iklan televisi es krim Wall‟s Magnum versi Magnum Classic: Magnum Temptation Royal Treatment yang telah dilakukan, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai evaluasi strategi pemasaran pada umumnya dan periklanan pada khususnya. 2. Kalangan akademis, untuk menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Jurusan Manajemen yang mana akan menjadi masukan bagi rekan-rekan mahasiswa yang mengadakan penelitian terhadap masalah yang sama dimasa yang akan datang. 3. Masyarakat yang ingin menambah pengetahuan serta wawasan mengenai efektivitas iklan terhadap keputusan konsumen dalam membeli produk. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ialah mencakup batasan yang akan dilakukan peneliti baik dari lokasi penelitian, pemilihan responden, pemakaian alat serta cakupan yang akan dibahas oleh peneliti agar dapat terkendali dan tidak melebihi apa yang akan dibahas. Ruang lingkup penelitian ini hanya akan menganalisis “Pengukuran Efektivitas Iklan Televisi Es Krim Wall‟s Magnum Terhadap Mahasiswa Program Diploma IPB Menggunakan Model Persamaan Struktural” dengan enam variabel efektivitas iklan yang saling berhubungan yaitu Pesan Iklan (F, Information), Pengenalan Merek (B, Brand Recognition), Kepercayaan Konsumen (C, Confidence), Sikap Konsumen (A, Attitude), Niat Beli (I, Intention), dan Pembelian Nyata (P, Purchase). 6 Penelitian ini menggunakan penelitian sebelumnya yaitu penelitian dari Rosi Arca yang berjudul “Analisis Efektivitas Iklan Televisi Es Krim Magnum dan Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Es Krim Berdasarkan Karakteristik Pengeluaran (Studi Kasus Mahasiswa Program Diploma IPB)“. Responden yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Mahasiswa/Mahasiswi Diploma Institut Pertanian Bogor yang pernah menonton iklan televisi es krim Wall‟s Magnum. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah Kampus Cilibende, Kampus Gunung Gede, dan Kampus Baranang Siang Diploma Institut Pertanian Bogor. Hal tersebut dilakukan karena adanya keterbatasan waktu dan biaya serta kemudahan dalam pengambilan sampel.