II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus Ikan arwana adalah ikan hias air tawar yang berasal dari daerah tropis. Daerah penyebaran ikan arwana meliputi Amerika Selatan, Afrika Tengah dan Barat, Asia Tenggara, Papua New Guinea serta Australia bagian utara (Machmud dan Perkasa, 2008). Peta penyebaran berbagai ikan arwana di seluruh dunia dapat dilihat pada Gambar 1. 4 2 1 3 5,6,7 Keterangan: (1) Scleropages formosus, (2) S. jardini, (3) S. leichardi (4) Heterotis niloticus, (5) Arapaima gigas (6) Osteoglossum bicirrhosum, (7) O. ferreirai. Gambar 1. Peta penyebaran berbagai ikan arwana di seluruh dunia. Ikan arwana termasuk famili Osteoglossidae dan ordo Osteoglossiformes (Machmud dan Perkasa, 2008). Ikan ini terdiri dari beberapa spesies yaitu Arapaima gigas, Osteoglossum bicirrhosum, O. ferrerai, Clupisudis niloticus atau Heterotis niloticus, Scleropages guntheri, S. jardini, S. leichardi dan S. formosus (Susanto, 2007). Ikan arwana super red S. formosus menyebar di perairan Sumatera (Jambi, Riau dan Lampung) serta Kalimantan Barat (Sungai Kapuas Hulu, Pontianak). Lingkungan alami ikan ini adalah sungai berarus sedang dengan dasar tidak berbatu (Machmud dan Hartono, 2005). Ikan arwana super red merupakan salah satu spesies arwana asli Indonesia yang hampir mengalami kepunahan. Ikan ini sudah masuk Red Data Book volume IV, dalam kategori Depleted Species (spesies rawan) sejak 1969. Pada 1945 3 Muller & Schlegel memperkenalkan ikan ini dengan nama ilmiah Osteoglossum formosum. Pada 1913 Weber dan De Beaufort memasukannya ke dalam genus S. formosus (Susanto, 2007). Berikut ini adalah klasifikasi ikan arwana super red menurut Saanin (1984): Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub filum : Pisces Kelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Osteoglossidae Genus : Scleropages Spesies : Scleropages formosus Ikan arwana super red baru matang gonad setelah berumur 7 tahun. Ratarata jumlah telur yang dihasilkan seekor induk arwana adalah 20-55 butir per tahun dengan persentase telur yang menetas dan hidup menjadi ikan arwana remaja tidak lebih dari 50%. Telur-telur yang dierami oleh induk jantan akan menetas setelah 41 hari sejak proses pembuahan (Machmud dan Hartono, 2005). Ikan arwana super red Scleropages formosus dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Ikan arwana super red Scleropages formosus (www.photomedia.com). Pada habitat asalnya ikan ini sangat menyukai pakan hidup (Machmud dan Hartono, 2005). Susanto (2007) menambahkan bahwa ikan ini tergolong karnivora, makanan aslinya adalah ikan kecil, kelabang dan katak. Ikan ini berburu dengan cara menyemprotkan air kearah mangsanya dan menyambarnya seperti yang dilakukan ikan sumpit Toxetes jaculator. 4 Ikan arwana super red memiliki harga paling mahal di bandingkan tiga spesies Scleropages yang lain karena kelangkaannya. Ikan arwana super red yang memiliki panjang tubuh 20 cm laku dijual dengan harga Rp 5-7 juta per ekor, sementara yang memiliki bentuk istimewa seperti ikan arwana punggung unta dan tiew lung (garis lurus) harganya bisa mencapai Rp 15 juta per ekor (Susanto, 2007). Ikan arwana punggung unta memiliki bentuk punggung yang meninggi. Ikan ini unik dan hanya ditemukan sebanyak 5 ekor diantara 50 anak ikan arwana. Ikan arwana tiew lung mempunyai ciri pada sisik kelima dan keenam dari kepalanya tidak terpecah. Pada ikan arwana biasa sisik kelima atau keenam dari kepalanya terdapat dua sisik sehingga barisan sisik tampak terbagi dua atau pecah. Ikan arwana punggung unta dan tiew lung (ikan ke-4 dari atas) dapat dilihat pada Gambar 3. 4 A B Gambar 3. Ikan arwana punggung unta (A) dan ikan arwana TiewLung (B). Ikan arwana super red merupakan organisme poikilotermik (suhu tubuh berfluktuasi sesuai suhu lingkungan) yang proses fisiologisnya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Setiap perubahan lingkungan yang ekstrim seperti suhu dan pH bisa menyebabkan ikan ini stres, keadaan ini berpengaruh pada turunnya status kesehatannya. Ikan ini hidup dalam sistem akuatik yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang berinteraksi satu sama lain. Komponen abiotik terdiri dari faktor fisik dan kimia, sedangkan komponen biotik patogen berperan dalam menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan pada ikan arwana super red. Timbulnya penyakit infeksi pada ikan disebabkan terjadinya ketidakseimbangan hubungan inang, patogen dan lingkungannya. Penyakit non infeksi disebabkan oleh kondisi kesehatan ikan yang menurun atau lingkungan yang kurang mendukung, sehingga ikan mengalami stres. Hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan ikan untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit 5 dan akhirnya ikan menjadi sakit (Kordi, 2004). Interaksi antara penyakit (D), patogen (P), inang atau ikan (I) dan lingkungan (L) dapat dilihat pada Gambar 4. P L D I Gambar 4. Interaksi antara penyakit (D), patogen (P), inang atau ikan (I) dan lingkungan (L) (Kordi, 2004). Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan dan status kesehatan ikan arwana super red. Berikut ini adalah kisaran kualitas air ikan arwana super red di akuarium. Tabel 1. Kisaran kualitas air untuk ikan arwana super red, Scleropages formosus di akuarium (Machmud dan Hartono, 2005 ; Nirmala, 2004). Fisika-Kimia air Suhu pH DO Kekeruhan Ammonia Kisaran optimum 26-29 0C 6,5-7,5 > 5 ppm < 20 NTU < 1 ppm Sumber pustaka Machmud dan Hartono (2005) Machmud dan Hartono (2005) Machmud dan Hartono (2005) Nirmala (2004) Nirmala (2004) Keterangan: NTU: Netelsons Turbidity unit. Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Pengaruh suhu terhadap kehidupan organisme perairan yaitu: meningkatkan atau menurunkan laju metabolik (pertumbuhan), menstimulasi pertumbuhan, mempengaruhi pemijahan, penetasan telur dan aktivitas kehidupan (Effendi, 2004). Pada dasarnya ikan arwana hidup di daerah tropis dengan temperatur udara sekitar 26-29 0C. Temperatur yang terlalu tinggi menyebabkan meningkatnya toksisitas kontaminan-kontaminan terlarut serta mendukung perkembangan dan tingkat serangan patogen ikan. Meningkatnya temperatur tubuh dan laju metabolik ikan menyebabkan respon kekebalan tubuh kian meningkat, sedangkan temperatur 6 tubuh ikan yang rendah dapat menekan respon kekebalan, menurunkan nafsu makan, aktivitas dan pertumbuhan ikan (Nirmala, 2004). Ikan arwana akan stres jika temperatur airnya terlalu rendah karena nafsu makan hilang dan biasanya ikan akan berdiam diri di sudut akuarium (Perkasa dan Machmud, 2003). Adanya penyakit ikan berhubungan dengan naik turunnya nilai pH. Biasanya bakteri akan tumbuh baik pada pH basa (6,5-7,5) sedangkan cendawan tumbuh baik pada pH asam (3,8-5,6) (Lesmana, 2003). Kemasaman dapat mengganggu kesehatan ikan yaitu: mempengaruhi transpor ion pada insang, kegagalan osmoregulasi, meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksius dan kematian (Nirmala, 2004). Pada ikan oksigen digunakan untuk respirasi dan reaksi-reaksi biokimia bahan organik (feses dan sisa pakan). Pengaruh kandungan O2 air yang rendah terhadap ikan menyebabkan gangguan pada kesehatan ikan. Beberapa pengaruhnya yaitu: anorexia (gejala sakit berupa hilangnya nafsu makan), stres respirasi, hypoxia jaringan, pingsan dan kematian (Nirmala, 2004). Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, proses pernapasan, daya lihat organisme akuatik serta menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Selain itu, kekeruhan yang disebabkan oleh lumpur akan memperlambat pertumbuhan ikan (Effendi, 2004). Kekeruhan lebih dari 20 NTU dapat mengakibatkan ikan sulit menghindari pemangsaan, mendapatkan makanan, menghambat perkembangan telur selama inkubasi, mengotori insang, stres dan penurunan resistensi terhadap penyakit. Ammonia berasal dari metabolisme ikan dan perombakan bahan organik nitrogenik (sisa pakan dan feses ikan). Ammonia dalam darah lebih berbahaya dari ammonia dalam lingkungan. Pengaruh ammonia lebih dari 0,02 ppm adalah hypertrophy insang, hyperplasia, separasi lamellar, hemoragi dan lesi necrotic di thymus, serta meningkatkan kerentanan ikan terhadap infeksi (Nirmala, 2004). 2.2 Bakteri Bakteri merupakan organisme uniseluler, berukuran 0,5–1,5x11,0-3,0 mikrometer, tergolong protista prokariot yang dicirikan dengan tidak adanya 7 membran yang memisahkan inti dengan sitoplasma. Secara umum bakteri berbentuk bulat, batang dan spiral dengan sifat Gram positif dan Gram negatif. Bakteri ada yang berperan sebagai bakteri probiotik, flora normal dan patogen. Probiotik adalah mikroba pengendali biologis yang berperan dalam membatasi atau membunuh hama dan penyakit, memperbaiki kualitas air dan meningkatkan respon imun (Irianto, 2003). Flora normal adalah populasi mikroba yang normal dan sehat yang berasosiasi dengan beberapa sistem organ yang bekerja normal (Vaughn, 1993). Patogen adalah organisme yang mampu menyebabkan penyakit (Irianto, 2005). Bakteri patogen ikan tergolong mesofilik (bakteri yang tumbuh dengan baik pada suhu 10-30 0C). Umumnya bersifat Gram negatif dan berbentuk batang. Namun beberapa patogen berbentuk batang atau bulat dan beberapa diantaranya berbentuk batang tahan asam dengan sifat Gram positif (Alifuddin, 2001). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dapat terlihat pada bagian luar (eksternal) berupa erosi pada kulit. Kolumnaris adalah suatu contoh penyakit infeksi atau peradangan oleh bakteri eksternal, yang dapat disebabkan penanganan yang kasar dan kurang baik (Lesmana, 2003). Selain itu dapat pula ditandai dengan borok dan haemoragik sepanjang dinding badan, di sekitar mata dan mulut. Selain itu juga dapat menyebabkan mata menonjol dan perut membesar yang berisi cairan (Lesmana, 2003). Menurut Richard dan Robert dalam Afrianto dan Liviawati (1992) bakteri yang mampu menyebabkan penyakit pada ikan (patogen) hampir selalu terdapat pada bagian tubuh baik eksternal maupun internal. Semua ikan rentan terhadap infeksi bakteri yang dapat mengakibatkan berjangkitnya penyakit dan tingkat kematian yang tinggi, baik itu pada spesies liar maupun budidaya (Frerichs dan Millar, 1993). Beberapa bakteri yang biasa menyerang ikan adalah Staphylococcus sp., Bacillus sp. dan Aeromonas sp. (Austin dan Austin, 1993). Staphylococcus sp. memiliki sebaran yang luas pada kulit manusia dan vertebrata lain serta bersifat patogen oportunis (dapat menyerang inang pada kondisi yang cocok). Staphylococcus yang bersifat patogen adalah Staphylococcus auereus (Greenwood et al. 1995), sedangkan Staphylococcus yang bersifat saprofit adalah Staphylococcus citreus (Jordan dan Burrows, 1945). Menurut 8 Hadioetomo et al. (1988) adanya luka pada tubuh menjadi gerbang masuk bagi Staphylococcus sp. dan menyebabkan infeksi setempat seperti timbulnya bisul pada permukaan tubuh. Pramono et al. (1982) menambahkan bahwa bakteri Staphylococcus auereus ditemukan pada ikan yang mengalami bercak merah. Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri yang mudah tumbuh dan berkembang dalam perairan (Greenwood et al. 1995). Bacillus spp. merupakan bakteri yang bersifat patogen pada ikan. Bakteri ini menyerang berbagai ikan air tawar dan menyebabkan penyakit septisemia (penyakit sistemik yang disebabkan penyerbuan dan perkembangbiakan bakteri patogen di dalam aliran darah) (Irianto, 2007). Bacillus sp. yang bersifat patogen memasuki tubuh inang melalui goresan atau luka pada kulit kemudian menyebar ke seluruh permukaan tubuh melalui sistem peredaran darah (Hadioetomo et al., 1988). Bakteri Aeromonas sp. diketahui lebih mengganggu kesehatan ikan dibandingkan bakteri lain. Ikan yang terinfeksi menunjukan gejala seperti warna tubuh menjadi lebih gelap, timbul luka dan pendarahan pada kulit kemudian menjadi borok, gerakan menjadi lebih lambat, lemah dan mudah ditangkap, bila dibedah terjadi kerusakan hati, ginjal dan limfa, sering disertai dengan exothalmia (kerusakan pada mata) serta insang menjadi putih. Bakteri Aeromonas sp. umumnya hidup di perairan tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Penularan Aeromonas sp. dapat berlangsung melalui air, sentuhan langsung atau dari peralatan yang tercemar. Bakteri ini merupakan bakteri patogen yang menyebabkan penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau ”Hemorrhage Septicemia” (Kordi, 2004). Listeria sp. merupakan bakteri patogen bagi manusia dan hewan (Kwantes dan Isaac, 1975). Salah satu spesies bakteri ini yaitu Listeria monocytogenes yang menyebabkan penyakit Listeriosis. L. monocytogenes ditemukan pada ikan yang hidup di lingkungan yang terkontaminasi oleh polusi dan limbah. Gejala Listeriosis termasuk septisemia (infeksi pada aliran darah), meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada otak dan selaputnya) dan encephalitis (radang otak). L. monocytogenes dapat menyerang epithelium (permukaan dinding) dan saluran pencernaan. Jika bakteri ini memasuki sel darah 9 putih (tipe monocyte, macrophage atau polymorphonuclear) akan masuk ke aliran darah (septisemia) dan dapat berkembang biak selain itu keberadaannya dalam sel fagosit memungkinkannya memasuki otak (Gandhipekerjanegara’s.blog.htm). Menurut Wilson dan Miles (1975) Corynebacterium sp. merupakan bakteri yang terdapat terutama pada kulit dan membran mukus. Corynebacterium yang patogen adalah Corynebacterium ovis dan Corynebacterium equi. Corynebacterium spp. merupakan penyebab penyakit ginjal pada ikan (Nabib dan Pasaribu, 1989). Bakteri dari famili Enterobacteriaceae yang bersifat patogen pada ikan yaitu: Edwarsiella ictaluri yang menyebabkan septisemia enterik, E. tarda yang menyebabkan penyakit redpest, edwardsiellosi dan emphysematous putrefactive disease pada catfish (Irianto, 2005). E. ictaluri merupakan bakteri yang menyerang ikan arwana. Gejala yang ditimbulkan adalah luka kecil di kulit dan daging ikan arwana yang disertai pendarahan. Luka tersebut akan menjadi bisul dan mengeluarkan nanah, serangan selanjutnya dapat meyebabkan luka pada hati dan ginjal (Apin, 2004). Kurthia sp. tidak bersifat patogen dan biasanya terdapat pada lingkungan dan feses hewan (Holt et al., 1994). Selain itu Kurthia sp. pun merupakan flora normal pada perairan ikan salmon Scomberomus sp. (Snow dan Bread, 1939). Faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit bakterial pada ikan adalah fluktuasi suhu yang tinggi (terjadi perubahan lebih dari 5 0C dari kisaran suhu optimum) yang menyebabkan ikan stres sehingga mudah terserang penyakit, kandungan oksigen yang menurun (<3 ppm), pH dan pencemaran (logam berat), sisa metabolisme ikan dan pakan yang tidak termakan (Lesmana, 2003). Salah satu contoh penyakit yang menyerang ikan arwana adalah penyakit kembang sisik. Penyakit kembang sisik disebabkan oleh berbagai kuman yang menimbulkan pembengkakan dan peradangan kulit, kualitas air yang jelek (kadar ammonia > 0,02 ppm), suhu > 24 0C karena pada kondisi ini dapat menyebabkan ikan shock sehingga memicu bakteri cepat berkembang biak serta perubahan kualitas air yang drastis (suhu, pH, salinitas dan lain-lain). Penyakit kembang sisik dapat dilihat pada Gambar 5. 10 Gambar 5. Penyakit kembang sisik pada ikan arwana super red Scleropages. 2.3 Cendawan Fungi atau cendawan adalah organisme eukariotik heterotrofik (konsumen bahan organik), tidak berklorofil, bereproduksi dengan membentuk spora secara seksual dan aseksual, biasanya berbentuk benang, berlubang dan bercabang, dinding sel terbuat dari khitin, selulosa atau tanpa selulosa dan bahan organik lainnya. Cendawan air memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Cendawan yang hidup dari benda organik yang terlarut disebut saprofit, sedangkan cendawan yang mendapatkan kebutuhan esensialnya dari inang disebut parasit. Beberapa cendawan meskipun saprofitik, dapat juga menyerang inang yang hidup lalu tumbuh dengan subur sebagai parasit. Cendawan dapat menimbulkan penyakit pada manusia, tumbuhan dan hewan. Kelompok cendawan air yang sering ditemukan menyerang ikan budidaya adalah Saprolegnia, Achlya dan Aphanomyces (Bruno dan Wood, 1999). Ada tiga bentuk garis pertahanan ikan menghadapi serangan cendawan (Bruno dan Wood, 1999) yaitu: 1. Kulit merupakan tempat kontak pertama terjadinya infeksi. Sekresi lendir akan meningkat mengikuti kontak dengan zoospora sekunder yang bertujuan mengurangi keberadaan cendawan pada permukaan tubuh ikan. 2. Lendir bagian luar yang dapat mencegah miselia tumbuh dari spora. 3. Respon selular yang terdeteksi oleh lendir eksternal. Lapisan lendir berperan utama sebagai penghalang fisik koloni cendawan ataupun agen infeksi lain. 11 2.3.1 Saprolegnia sp. Saprolegnia sp. termasuk dalam filum Phycomycetes, kelas Oomycetes, ordo Saprolegniales, famili Saprolegniaceae dan genus Saprolegnia (Scott, 1961). Ciri umum genus ini antara lain hidup di daerah tropis dengan suhu > 24 0C, saprofit, mudah menyerang telur ikan, tidak hidup di air laut, hidup pada salinitas rendah, sporangia dan zoospora diproduksi setelah 48 sampai 72 jam (Willoughby, 1994). Saprolegnia juga ditemukan pada daerah subtropis dan menyerang salmon atlantik, trout rainbow, trout coklat, coho salmon dan di Jepang juga menyerang ikan ayu (Brown dan Bruno, 2002). Oleh sebab itu Saprolegnia juga dikenal sebagai winter fungi. Ciri-ciri lain yang dimiliki oleh genus Saprolegnia adalah memiliki sporangium yang berdiameter 100 mikron lebih lebar dari hifanya. Saprolegnia patogen pada ikan yaitu Saprolegnia parasitica (penyebab ulcerative dermal necrosis pada salmon Atlantik), Saprolegnia diclina dan Saprolegnia ferax (Neish dan Hughes, 1980). Saprolegniasis diteliti sebagai penyakit infeksi cendawan kronis, dengan penampakan seperti tumpukan kapas pada kulit dan insang pada ikan dan telur yang menyebar pada seluruh permukaan tubuh (Neish dan Hughes, 1980). Pada infeksi awal lesi pada kulit berwarna abu-abu atau putih, berbentuk melingkar atau sepeti sabit yang dapat berkembang dengan cepat dan menyebabkan kerusakan pada epidermis. Ikan yang terinfeksi menjadi lesu, kehilangan keseimbangan dan menyebabkan ikan lebih mudah untuk dimangsa (Willoughby, 1994). 2.3.2 Aphanomyces sp. Aphanomyces sp. termasuk dalam filum Phycomycetes, kelas Oomycetes, Ordo Saprolegniales, famili Saprolegniaceae dan genus Aphanomyces (Scott, 1961). Ciri-ciri biologis Aphanomyces yaitu memiliki miselium berdiameter 5-15 mikron. Hifanya bercabang, tidak bersepta dan berpigmen. Zoospora muncul pada ujung sporangium dalam bentuk memanjang, kemudian menjadi kista di sekitar ujung sporangium. Zoospora dibentuk dari hifa vegetatif dengan diameter sama dan tidak digunakan untuk berkembang biak. Salah satu ciri Aphanomyces parasitik adalah menghasilkan kantung spora lebih dari satu dan keluar dari bagian 12 tengah (samping) hifa sedangkan Aphanomyces saprofitik hanya menghasilkan satu cluster spora dan keluar dari bagian terminal/ujung hifa (Alderman, 1982). Aphanomyces sp. adalah salah satu cendawan yang dihubungkan sebagai penyebab utama penyakit EUS (Ulcerative Epizootic Syndrome). Hal ini dikarenakan pada 1984 Aphanomyces sp. ditemukan saat terjangkitnya EUS di Kalimantan Timur (Rukyani, 1994). Pada penelitian tentang EUS di Filipina, tim peneliti Fish Health Section of the Bureau Fisheries and Aquatic Resources berhasil mengisolasi cendawan patogen yang diduga Aphanomyces sp. dari luka ikan yang terserang penyakit (Catap dan Paclibare, 1994). Aphanomyces sp. memiliki tingkat penyebaran yang luas dan jumlah spesies ikan yang diserang pun banyak baik ikan air tawar maupun air payau (Noga, 2000). Aphanomyces sp. yang bersifat patogen dapat menembus organ utama sehingga disebut dermatomycosis atau mycotic dermatomycosis. Penyebab kematian sebenarnya dihubungkan dengan kegagalan osmoregulasi atau kesulitan respirasi ketika infeksi terjadi pada insang (Bruno dan Stamps dalam Bruno dan Wood, 1999). Lesi berawal pada daerah yang berhubungan dengan luka fisik, bersamaan dengan infeksi patogen lain atau perbedaan jenis kelamin inang, kemudian akan dihubungkan dengan perbedaan jumlah sel goblet pada kulit ikan jantan dan betina (Neish dan Hughes, 1980). 2.3.3 Achlya sp. Achlya sp. termasuk dalam filum Phycomycetes, kelas Oomycetes, Ordo Saprolegniales, famili Saprolegniaceae dan genus Achlya (Scott, 1961). Menurut Mulyani (2006) infeksi Achlya sp. menyebabkan luka kemerahan pada kulit (organ yang pertama kali diserang). Serangan cendawan ini diawali oleh perubahan lingkungan (perubahan suhu secara mendadak >5 0C dari kisaran suhu optimum) yang menyebabkan ikan stres dan lebih mudah terinfeksi. Menurut Sharma (1989) cendawan ini mirip dengan Saprolegnia sp. hanya saja terdapat perbedaan berupa: sporangiumnya terbentuk di ujung hifa, memiliki tiga tahap zoospora sehingga disebut polyplanetism, dimana zoospora primer yang tidak memiliki flagel keluar secara bergerombol yang sebelumnya mengumpul di mulut zoosporangia, selanjutnya terjadi pembentukan zoospora sekunder dan tersier. Pembentukan siste primer terjadi di mulut sporangium, zoospora primer 13 masih bergerombol. Pembentukan sporangium kedua dengan cara membentuk cabang di bawah sporangium pertama yang telah kosong. Zoospora sekunder berbentuk reniform dan memiliki dua flagel, begitu pula zoospora tersier, sedangkan zoospora primer berbentuk seperti pyriform dan tidak memiliki flagel. Pada reproduksi seksual, setiap oogonia menghasilkan 1-10 oospora. 2.4 Parasit Parasit adalah organisme yang memperoleh makanannya (kebutuhankebutuhan metabolit esensial) dari inangnya (Hadioetomo, 1988). Parasit memiliki ketergantungan berupa kebutuhan kondisi tubuh, lingkungan dan nutrien yang terdapat dalam tubuh inang (Dogiel et al., 1970). Olsen (1974) menjelaskan bahwa berdasarkan cara hidupnya parasit dibagi menjadi dua, yaitu parasit obligat dan fakultatif. Parasit obligat adalah parasit sejati (hanya dapat hidup pada inang) sedangkan parasit fakultatif adalah parasit yang pada suatu waktu mampu hidup bebas dan di lain waktu dia hidup sebagai parasit. Hubungan spesifik antara inang dengan parasit ditentukan oleh keberhasilan parasit dalam menginfeksi, menempati dan berkembang biak pada tubuh inangnya. Keberhasilan parasit dalam menginfeksi inang ditentukan oleh keberhasilan parasit dalam menyerang, hidup dan berkembang biak didalam maupun diluar tubuh inang sedangkan keberhasilan parasit menyerang dan hidup pada tubuh inang tergantung pada kemampuan parasit menembus tubuh inang, ketersediaan kebutuhan parasit dalam tubuh inang dan kerentanan parasit. Disribusi parasit bergantung pada: 1) umur spesies, semakin tua umur parasit semakin lama waktu yang digunakan untuk berpencar, 2) kemungkinan parasit untuk berpencar, 3) kesempatan parasit untuk berpencar. Faktor ini berbeda-beda sesuai dengan kemampuan parasit untuk hidup terpisah dari inangnya. Infeksi parasit ke dalam individu inang pun dipengaruhi oleh spesies lain. Interaksi antar spesies tersebut dapat bersifat sinergis ataupun antagonis (Noble dan Noble, 1989). Penyebaran parasit ditentukan oleh: musim, lokasi geografis, umur, ukuran dan daya tahan inang,. Setiap parasit yang hidup dalam tubuh inang bisa 14 menimbulkan pengaruh yang berbahaya bagi inang. Pengaruh ini dapat menyebabkan perubahan yang luas pada organ maupun jaringan, bahkan dapat mengakibatkan perubahan karakter inang secara umum (Dogiel, 1970). Fernando et al. (1972) mengemukakan bahwa setiap jenis parasit mempunyai habitat tertentu pada organ inang sebagai tempat hidupnya. Parasit dapat menginfeksi pada bagian luar. Parasit pada bagian kulit dan sirip adalah protozoa, monogenea, copepoda, larva, digenea, glochida dan hirudenea dan pada insang adalah jamur, protozoa, monogenea, copepoda dan glochida. Menurut Sachlan (1978) beberapa parasit ikan yang sering ditemukan pada usaha budidaya ikan hias di Indonesia antara lain: Trichodina sp., Gyrodactylus, Dactylogyrus dan Lernea cyprinaeca L. Trichodina sp. adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam filum Protozoa, sub filum Ciliophora, ordo Mobilina, famili Urceolariidae dan genus Trichodina (Hoffman, 1967). Trichodina memiliki bentuk bermacam-macam, dari datar sampai berbentuk bel, tetapi permukaan aboralnya lebih cekung (Kabata, 1985). Trichodina terdapat di dalam atau pada ikan. Ujung posterior berupa piringan datar yang dilengkapi dengan lingkaran-lingkaran dari elemen seklet seperti gigi kutikuler. Organela lokomotor terdiri dari membranela posterior; terdapat “cirri” dan “velum” yang berombak. Hampir semua spesies berupa ektoparasit (Noble dan Noble, 1989). Penyakit gigit ekor yang disebabkan Trichodina sp. dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Penyakit gigit ekor pada ikan arwana Scleropages formosus yang disebabkan Trichodina sp. Gyrodactylus digolongkan ke dalam famili Gyrodactylidae, sub famili Gyrodactylinae dan genus Gyrodactylus (Hoffman, 1967). Gyrodactylus tidak memiliki dua pasang bintik mata pada bagian anterior dan terlihat sepasang kait 15 yang besar dan 16 kait kecil ditepinya, memiliki opisthaptor yang terletak pada posterior. Serangan dari parasit ini dapat menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder (Kabata, 1985). Dactylogyrus digolongkan ke dalam famili Dactylogyridae, sub famili Dactylogyrinae dan genus Dactylogyrus (Hoffman, 1967). Dactylogyrus diidentifikasi berdasarkan dua pasang bintik mata yang terdapat pada bagian anterior, haptor tidak memiliki struktur kutikular; memiliki 16 kait utama dan satu pasang kait yang sangat kecil. Dactylogyrus memiliki 4 tonjolan pada bagian anterior dan terdapat 14 kait marginal (Kabata, 1985). Learnea memiliki tubuh yang tidak bersegmen, silindris, memanjang dan dilengkapi dengan jangkar yang besar untuk pelekatannya pada inang (Kabata, 1985). Learnea lebih banyak menyerang jenis-jenis ikan air tawar dan lebih sering dijumpai pada musim kemarau karena pada saat itu Learnea melakukan reproduksi. Tergantung spesiesnya, Learnea hidup pada insang, kulit dan mata atau otot-otot ikan (Noga, 2000). Keberadaan parasit lernaeide ini sangat jarang sekali (Untergasser, 1989). Myxospora adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam filum Myxozoa, yang merupakan endoparasit. Kunci identifikasi yang penting parasit ini adalah sporanya, yang merupakan fase penyebaran resisten dan alat penyebaran populasi. Spora Myxospora terdiri atas dua valve, yang dibatasi oleh sebuah suture (Kabata, 1965 dan Hoffman, 1967). Pada valve terdapat satu atau dua polar kapsul yang penting untuk identifikasi. Ikan yang terserang parasit jenis ini akan terlihat memiliki bintil pada tubuhnya yang berwarna kemerah-merahan. Bintil ini sebenarnya berisi ribuan spora yang berukuran 0,01 mm-0,02 mm. Spora ini dapat menyebabkan tutup insang selalu terbuka (Hariyadi, 2006). Metasercaria merupakan salah satu fase kista Digenea. Pada stadia ini Digenea menginfeksi ikan melalui mulut menuju saluran pencernaan dan membentuk stadia pada organ inang (Hariyadi, 2006). Menurut Noble dan Noble (1989) parasit ini ditandai dengan batil isap berbentuk mangkuk, biasanya tanpa kait atau organ-organ lain untuk berpegang, dengan lubang-lubang genital yang biasanya bermuara di bagian ventral antara batil-batil isap serta lubang ekskretoris posteror. Digenea umumnya merupakan endoparasit. Bentuk tubuh pipih 16 dorsoventral, tidak bersegmen, biasanya berbentuk oval atau seperti wajik. Digenea dapat juga berbentuk oval secara melintang (lebar lebih dominan). Umumnya Digenea mempunyai dua penghisap: penghisap oral, yang terletak di dekat anterior dan penghisap ventral, yang letaknya bervariasi. Identifikasi Digenea dilakukan dengan mengamati organ dalam terutama organ reproduksi (Kabata, 1985). 17