BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu pemilu baik itu pemilu presiden, pemilu legislatif maupun pemilukada, setiap kandidat pasti berusaha sebesar mungkin untuk mendapatkan hati masyarakat secara persuasif untuk memilihnya. Sehingga sebelum pemungutan suara dilakukan, mereka telah terlebih dahulu turun ke tengah masyarakat secara langsung dengan berbagai political marketing yang tujuan utamanya adalah agar masyarakat memilihnya pada hari pemungutan suara. Para kandidat tersebut telah mempersiapkan dan memikirkan dengan matang-matang mengenai strategi untuk memasarkan diri mereka kepada masyarakat. Pihak-pihak lain pun ada dibalik mereka seperti partai yang menaunginya, kader partai, simpatisan, tim sukses akan turut membantu melaksakan berbagai macam strategi untuk meningkatkan elektabilitas kandidat tersebut. Pemilu sekarang sangat berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Selera pemilih saat ini adalah baru, muda, segar, dan tidak punya catatan miring. Masyarakat Indonesia sekarang ini sudah semakin selektif dan bijak dalam menentukan pilihannya untuk memimpin Indonesia kedepan. Aburizal Bakrie (ARB) merupakan capres dari Partai Golkar yang hingga kini elektabilitasnya masih rendah. Berdasarkan Rapimnas Golkar pada tahun 2012 dan merupakan keputusan dari seluruh DPD Partai Golkar Provinsi di seluruh Indonesia, ia telah diputuskan untuk maju sebagai capres di Pemilu Presiden 2014. ARB bukan 1 merupakan tokoh muda dan segar. Akan tetapi ia menganggap bahwa ia masi mampu menjalankan tugas sebagai presiden jika dirinya terpilih. Disisi lain, ia juga memiliki catatan kelam mengenai musibah lumpur Lapindo. Sehingga hal tersebut menambah ketidaksukaan masyarakat terhadap dirinya. Kemungkinan masyarakat Indonesia beranggapan bahwa bagaimana ARB bisa memimpin bangsa ini sedangkan urusan mengenai Lumpur Lapindo saja sampai sekarang belum terselesaikan. Hal tersebut menjadi salah satu alasan keengganan masyarakat untuk memilih ARB sebagai presiden. Padahal sebenarnya ARB sudah menggelontorkan dana sebesar 9,7 triliun rupiah sebagai bentuk dari tanggungjawabnya atas musibah lumpur Lapindo tersebut. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa itu masih belum cukup untuk mengganti kerugian atas musibah tersebut. Sehingga dampak besarnya adalah kesulitan ARB dalam memikat hati masyarakat untuk memilihnya dalam pemilu presiden. Hingga kini (2014) berdasarkan pengamatan penulis, elektabilitas ARB masih stabil sejak tahun 2012. Belum ada peningkatan elektabilitas yang signifikan untuk ARB. Elektabilitasnya masi dibawah pesaingnya Jokowi yang baru-baru ini dideklarasikan oleh PDIP sebagai capres. Bahkan elektabilitas ARB masih berada dibawah Prabowo Subianto. Walaupun elektabilitasnya stabil, padahal ARB merupakan capres yang terlebih dahulu mendeklarasikan dirinya sejak tahun 2012, akan tetapi ia tetap yakin dengan keinginannya untuk maju dipertarungan pemilu presiden. Sehingga dibutuhkan kerja keras yang harus ekstra 2 agar sedikit demi sedikit elektabilitas ARB mampu menyaingi pesaingpesaingnya. ARB yakin bahwa dirinya akan mampu bersaing dengan capres lainnya. Padahal ia sendiri menyadari bahwa elektabilitasnya tak kunjung naik secara drastis. Sudah sejak lama ARB rajin untuk mengenalkan dirinya kepada masyarakat melalui berbagai macam iklan-iklan politiknya yang tampil di stasiun televisi swastanya yaitu TVOne dan ANTV. Nampaknya iklan-iklan politik tersebut tak juga membawa dampak positif yang mempengaruhi elektabilitas ARB. Padahal intensitas kemunculan iklan-iklan politik pencitraan tersebut cukup intens tayang dilayar kaca masyarakat Indonesia. Tetapi masyarakat tidak terpengaruh oleh berbagai tayangan mengenai hal yang positif tentang diri ARB. Buktinya pun hingga kini kebersediaan masyarakat untuk memilih ARB berdasarkan hasil survei-survei yang ada sebagai pemimpin negara ini masih cukup rendah. Masyarakat belum yakin dan percaya bahwa ARB mampu memimpin negara ini hingga dampaknya pun cukup jelas yaitu ia belum bisa memperoleh suara banyak dari masyarakat untuk memilihnya dalam pemilu presiden 2014 mendatang. Pemilu tanpa adanya suatu political marketing yang dilakukan oleh pihakpihak yang berkepentingan bagaikan sayur tanpa garam. Pihak yang memiliki pengaruh besar untuk meningkatkan elektabilitas seorang kandidat adalah kandidat itu sendiri dan partai politik tempatnya berteduh. Dimana partai politik yang mengusung seorang calon kandidat untuk maju didalam pemilu, pasti akan berusaha semaksimal mungkin mendukung kandidat tersebut. Sehingga, jika 3 kandidat tersebut ingin elektabilitasnya tinggi maka ia harus mampu bersinergi dengan berbagai macam pihak terutama partai politik pengusung. Oleh karena itu untuk mempengaruhi, meyakinkan atau membuat masyarakat bersedia memilih, maka diperlukan berbagai macam political marketing yang mampu menunjang hal tersebut. ARB pun berusaha untuk turun ketengah masyarakat dan memastikan bahwa dirinya mendapatkan tempat dihati masyarakat. Sehingga sudah wajar bila banyak political marketing yang ARB lakukan untuk memikat hati konstituen agar bersedia untuk memilihnya didalam Pemilu. Persaingan antara satu kandidat dengan kandidat lainnya akan semakin sengit demi meningkatkan elektabilitas mereka masing-masing. Dimana masing-masing calon presiden tersebut pasti saling bersaing untuk mayakinkan masyarakat bahwa mereka lebih baik dari yang lainnya. Partai Golkar yakin dengan elektabilitas ARB yang akan perlahan-lahan meningkat hingga pada waktunya nanti. Sehingga mereka tetap optimis dengan mencalonkan ARB dalam pemilu presiden. Partai Golkar mempunyai kewenangan untuk campur tangan dalam hal meningkatkan elektabilitas ARB. ARB sampai dicalonkan sebagai presiden karena pasti partai dengan warna kuning yang dominan itu menemukan sebuah hal didalam diri ARB yang dianggap pantas dan layak didukung untuk maju dalam pemilu presiden 2014. Sebagai calon Presiden dari partai sebesar partai Golkar tentulah ARB didukung oleh berbagai pihak-pihak yang mengupayakan kemenangannya dalam 4 pemilu Presiden 2014 mendatang. Tidak bisa dipungkiri bahwa partai politik merupakan salah satu kendaraan utama seorang figur untuk memimpin bangsanya. Partai politik wajib mencalonkan figur yang bisa diterima dan dicintai oleh rakyat jika ingin eksistensi suatu partai politik itu dapat terus terjaga. Pemilu sekarang ini memang lebih mengedepankan sosok dari capres itu sendiri. Sekarang ini ideologi yang diusung sudah tidak terlalu bisa mempengaruhi pikiran masyarakat lagi. Masyarakat melihat semua tergantung pada realita yang sebelumnya telah dilihat dari capres tersebut. Masyarakat lebih menagih bukti nyata daripada mempercayai janji-janji politik semata. Sehingga sosok ARB yang notabene memiliki rekam jejak yang kurang memuaskan dimata masyarakat menjadi persoalan utama yang harus dipecahkan untuk memuluskan langkahnya kedepan. Kepercayaan diri ARB yang begitu besar untuk mencalonkan diri meski masih memiliki elektabilitas yang kecil karena peran politik dari semua orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya. Salah satu hal yang menyebabkan ARB tidak memiliki elektabilitas yang tinggi adalah karena ia tidak memiliki figur kepemimpinan yang kuat. Ia tidak memiliki kharisma sebagai pemimpin yang diidamkan oleh rakyat Indonesia. Sehingga perlu usaha keras darinya agar tingkat elektabilitasnya bisa naik dan jika mungkin mampu mengalahkan elektabilitas kandidat capres lainnya. Dalam beberapa survei, ARB jarang menduduki peringkat pertama tokoh capres yang disukai oleh masyarakat. Akan tetapi ARB tetap percaya diri untuk maju dalam pemilu Presiden tersebut. Sikap optimisnya baik untuk ditiru oleh semua orang, akan tetapi pertimbangan matang perlu dilakukan. Dan nampaknya Partai Golkar 5 memang sudah mempertimbangkan dengan matang mengenai pencapresan ARB tersebut. Ekspektasi ARB dan Partai Golkar adalah bahwa seiring berjalannya waktu maka elektabilitas ARB akan meningkat. Oleh karena itu, seluruh elemen partai Golkar bekerja serius dalam hal memenangkan partai Golkar dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden mendatang. Strategi political marketing banyak dilakukan oleh ARB dan Partai Golkar Provinsi ditiap-tiap wilayah provinsi Indonesia. ARB dengan tenang menghadapi capres-capres lain yang memiliki elektabilitas lebih tinggi daripada dirinya. Masalah pencapresan ARB sudah ditetapkan melalui Rapimnas sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan lain yang akan membatalkan partai Golkar dalam mengusung ARB sebagai capres. Sehingga keputusan tersebut sudah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Mungkin jika ada solusi lain untuk menaikkan tingkat elektabilitas ARB adalah dengan mengusung cawapres muda atau yang lainnya. Akan tetapi, nampaknya untuk meningkatkan elektabilitas, ARB akan banyak menemui aral rintangan yang menghadangnya. UU tentang Pilpres No. 42 tahun 2008 menyatakan bahwa penetapan Capres dari setiap partai politik itu sebaiknya demokratis dan terbuka. ARB yang diusulkan menjadi capres berdasarkan Rapimnas Partai Golkar tersebut sudah bisa dikatakan demokratis dan terbuka. Namun tinggal bagaimana ia merangkai semuanya itu untuk tidak mengecewakan pendukungnya. Tinggal sejauh mana juga ARB bisa mendapatkan elektabilitas yang tinggi dari masyarakat Indonesia. Tentunya dengan pencalonannya sebagai capres, ARB dan partai Golkar pasti 6 memiliki berbagai macam political marketing yang gencar mereka lakukan. Strategi yang matang, terencana dan terimplementasi dengan baik akan sangat membantu seseorang untuk mensukseskan visi dan misinya. Sebenarnya masyarakat hanya akan memilih tokoh calon presiden yang mereka anggap pantas, layak, kompeten, berkualitas serta mampu merepresentasikan apa yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat. Sehingga jika masyarakat menemukan semua itu dalam diri seseorang maka mereka akan memilih capres tersebut dalam pemilu. Namun, hingga kini nampaknya masyarakat belum melihat hal itu semua didalam diri ARB sehingga elektabilitas ARB masih lebih rendah. Oleh karena itu, ARB tidak hanya duduk berpangku tangan dan melihat elektabilitasnya yang stabil dan belum mendapatkan peningkatan. Hal tersebut yang akan penulis uraikan dalam tulisan ini dan akan penulis cari alurnya untuk mencapai sebuah kesimpulan yang memuaskan. Lokus bahasan penulis adalah wilayah Kota Yogyakarta. Sehingga penulis akan menjelaskan mengenai political marketing ARB dan Partai Golkar DIY di wilayah Kota Yogyakarta. Selanjutnya pun penulis tertarik untuk membahas respon DPD tingkat II Partai Golkar Kota Yogyakarta terkait dengan pencapresan ARB dan juga mengenai political marketing yang sudah dilakukan di Kota Yogyakarta. Bagian mengenai respon ini menjadi penting untuk menjadi kajian penulis karena respon dari DPD tingkat II Partai Golkar Kota Yogyakarta menjadi relevan kaitannya dengan inti pembahasan dari tulisan ini. 7 Bagi penulis penting untuk meneliti Respon Golkar khususnya di DPD tingkat II Partai Golkar Kota Yogyakarta karena DPD tingkat II yang paling dekat dengan kelompok grass roots dan mengerti tentang keluh kesah maupun keinginan yang ada dimasyarakat. Dengan meneliti respon lokal ini maka akan mampu mengungkapkan kebenaran dari apa yang terjadi di level lokal. Mengingat bahwa jika dilevel Pusat terlalu banyak pihak yang berkepentingan. Selain itu, alasan penting lainnya untuk meneliti respon terhadap pencapresan maupun political marketing yang ada dilevel lokal akan mampu meningkatkan kinerja dari pihak-pihak yang terkait. Hal tersebut karena untuk mengkoreksi diri sendiri lebih baik dilakukan oleh orang lain karena jika kita sendiri yang menilai maka akan selalu timbul perasaan paling benar dan paling hebat. Oleh karena itulah diperlukan respon dari orang lain yang mampu menilai secara netral tentang kinerja dan persoalan sesuatu. Respon dari DPD tingkat II partai Golkar Kota Yogyakarta akan sangat membantu penulis untuk mengembangkan hasil dari penelitian ini lebih jauh. Dengan begitu penelitian ini akan relevan dengan konteks yang menjadi pokok permasalahan. Penulis akan menjabarkan tentang respon di tingkat lokal terhadap pencapresan ARB dan political marketing yang dijalankannya bersama Partai Golkar DIY diwilayah Kota Yogyakarta secara spesifik. Alasan lainnya adalah karena lokus penelitian ini ada diwilayah kota Yogyakarta jadi akan sangat penting untuk mengetahui respon yang ada dilevel lokal untuk membantu penulis menjawab seluruh pertanyaan penilitian ini. 8 Respon dari DPD tingkat II Partai Golkar Kota Yogyakarta terkait dengan pencapresan ARB sangat penting untuk diketahui. Respon positif maupun negatif yang nantinya akan kita ketahui bersama merupakan salah satu tujuan dari penulisan ini. Dengan begitu secara keseluruhan isi dari tulisan ini mampu menggambarkan mengenai political marketing ARB dan Partai Golkar DIY beserta tanggapan atas hal tersebut dari DPD tingkat II Partai Golkar Kota Yogyakarta. ARB yang tetap teguh untuk melanjutkan langkahnya bisa menjadi beban Partai juga. Hal tersebut tidak menampik kenyataan karena akan memerlukan usaha ekstra dari berbagai macam pihak untuk membantu ARB melakukan strategi political marketingnya. ARB yang terkesan memaksakan elektabilitasnya yang rendah sebagai capres, hingga solusinya tentu saja ARB dan Partai Golkar harus gencar mengembangkan dan melaksanakan strategi political marketingnya untuk meningkatkan elektabilitas ARB. Dalam melakukan political marketing di Kota Yogyakarta sesusai dengan lokus penelitian penulis, Partai Golkar DIY juga turut membantu ARB dengan harapan elektabilitas ARB di DIY akan semakin meningkat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis penelitian ini. Penulis pun menulis rumusan masalah seperti berikut ini: B. Rumusan Masalah 1. Apa saja Political Marketing/ Marketing politik yang gencar dilakukan oleh Aburizal Bakrie (ARB) dan Partai Golongan Karya DIY untuk 9 meningkatkan elektabilitas ARB di Kota Yogyakarta dalam Pemilihan Umum Presiden 2014? 2. Bagaimanakah Respon DPD tingkat II Partai Golkar Kota Yogyakarta terkait dengan Pencapresan ARB dan Political Marketing yang sudah diimplementasikan di wilayah Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa saja political marketing yang gencar dilakukan oleh ARB dan Partai Golkar DIY untuk meningkatkan elektabilitas ARB 2. Untuk mengetahui respon DPD tingkat II Partai Golkar Kota Yogyakarta atas pencapresan ARB dan political marketing yang sudah diimplementasikan di wilayah Kota Yogyakarta. 3. Untuk memberikan sumbangsih keilmuan baru, khususnya dalam bidang ilmu politik dan pemerintahan. D. Manfaat Penulisan Melalui penulisan ini penulis berharap dapat memberikan kontribusi keilmuan baru khususnya pada Ilmu Politik dan Pemerintahan. Selain itu juga diharapkan melalui penulisan ini dapat bermanfaat bagi praktisi politik, maupun bagi akademisi dan tentunya untuk mahasiswa politik dan pemerintahan. Manfaat praktis yang diharapkan bisa disumbangkan oleh penulisan ini adalah pemahaman yang komprehensif mengenai strategi-strategi politik suatu partai politik dan kandidatnya untuk menarik hati konstituen dan memenangkan pemilu, yang 10 mungkin bisa dipergunakan kembali oleh partai politik lainnya dan menambah wawasan dalam Pemilu-pemilu yang akan datang. E. Kerangka Teori Untuk membuktikan bahwa skripsi penulis ini juga berdasarkan dengan berbagai macam teori-teori yang sudah ada sebelumnya, maka pada bagian ini penulis akan memaparkan berbagai macam teori yang akan mendukung data penulis nanti. Teori akan sangat membantu penulis dalam mengolah data kedepannya. 1. Teori Respon Respon merupakan tanggapan dari seseorang atau sekelompok orang dalam menyikapi suatu hal yang mereka nilai benar ataupun salah. Sehingga respon merupakan timbal balik suatu aksi yang sebelumnya telah terjadi dan dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Didalam respon ini ada respon positif maupun respon negatif. Respon positif merupakan respon yang mengindikasikan bahwa pihak yang memberi tanggapan menganggap bahwa pihak yang diberi tanggapan telah melakukan hal yang baik dan benar menurut mereka. Sedangkan respon negatif merupakan kebalikannya. Pihak yang merespon merupakan pihak yang memiliki hak penuh untuk menilai sesuatu yang direspon tersebut adalah sesuatu yang benar atau salah. Sehingga pihak yang direspon harus menerima dengan bijaksana segala macam respon yang ia peroleh dari pihak yang merespon. Respon sangat dibutuhkan 11 untuk meningkatkan suatu kualitas kerja atau diri pihak yang direspon. Sehingga ia mampu belajar dengan baik mengenai kesalahan yang mungkin ia telah perbuat. Didalam merespon harus terdapat indikasi yang logis dan netral dalam menilai. Respon pada dasarnya didahului oleh sikap seseorang atau sekelompok orang. Hal tersebut dikarenakan oleh sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku ketika ia menghadapi suatu pemicu tertentu. Sehingga yang utama dalam respon adalah membahas mengenai sikap atau tingkah laku yang berwujud baik sebelum memahami sesuatu dengan mendetail, penilaian, penerimaan, penolakan, dukungan, maupun suka atau tidak terhadap suatu fenomena tertentu. Tanggapan dan reaksi merupakan bagian dari respon. Ketika merespon sesuatu maka tentulah memberikan tanggapan akan hal tersebut. Lalu reaksi mengikuti setelah memberikan tanggapan. Dalam memberikan reaksi, pihak yang merespon bebas melakukan reaksinya. Sehingga respon merupakan reaksi atas stimulus yang terjadi didalam interaksi yang membuat perespon menanggapinya dengan tindakan maupun tanpa tindakan. Respon secara singkat dapat juga diartikan sebagai suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada suatu stimulus. Sehingga yang menentukan bentuk respon adalah dari stimulus itu sendiri. Respon seseorang dapat dalam bentuk positif atau negatif, baik atau buruk, mendukung atau menolak. Apabila respon yang didapatkan adalah positif maka seseorang atau sekelompok orang yang bersangkutan akan cenderung untuk menyukai atau mendekati stimulus, 12 sedangkan jika yang didapat merupakan respon negatif maka cenderung untuk menjauhi stimulus tersebut. 2. Political Marketing (Marketing Politik) Marketing politik sebagai suatu domain baru tidak terlepas dari polemik yang menyertainya. Marketing politik merupakan penerapan ilmu marketing dalam kehidupan politik. 1 Dalam marketing politik yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Hubungan ini diartikan secara luas, dari kontak fisik selama periode kampanye sampai dengan komunikasi tidak langsung melalui pemberitaan dimedia massa.2 Selain itu, Adman Nursal berpendapat bahwa marketing politik merupakan serangkaian aktivitas terencana, strategis tapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarluaskan makna politik kepada pemilih. Tujuannya adalah membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan, orientasi, dan perilaku pemilih3 Menurut O’Shaughnessy (2001), marketing politik menjadi suatu konsep pengelolaan strategi dan aktivitas politik yang terkait dengan kebijakan dan program kerja politik suatu partai. Sementara itu Smith dan Hirst (2001) melihat 1 Firmanzah, (2012), Marketing Politik, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, h. 148 Ibid., h. 128 3 Nursal, Adman, (2004), Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, h. 23 2 13 bahwa fenomena ini semakin menunjukkan bahwa marketing politik telah masuk pada area strategi marketing. Sehingga bisa disimpulkan bahwa aktivitas marketing merupakan suatu proses jangka panjang dan terus menerus dilakukan oleh partai politik maupun seorang kandidatnya untuk pembentukan image politik yang baik di mata masyarakat agar tujuan politiknya dapat tercapai. Selanjutnya marketing berkontribusi besar terhadap partai politik dalam cara mengemas pesan politik yang berbentuk iklan (Rothschild, 1978; Jamieson et al., 1999), dalam cara mentransfer pesan politik ke publik (Elebash, 1984), juga bagi masyarakat umum dalam memetakan posisi sebuah partai politik diantara partai politik lainnya (Butler & Collins, 1996), membantu partai politik dalam segmentasi pemilih berdasarkan geografis, demografi, perilaku, dan psikografi (Smith & Hirst, 2001). Disamping itu marketing berkontribusi besar terhadap pemilihan media yang paling efektif berdasarkan kondisi sosio-budaya sebuah negara, sehingga pesan politik yang disampaikan oleh partai politik bisa tepat sasaran. Sepeti ditunjukkan oleh Zhao dan Chaffe (1995) betapa efektivitas berita di TV dan informasi kampanye berpengaruh terhadap perilaku pemilih. Selain itu, dengan menggunakan metode marketing, partai politik bisa mengukur konsekuensi dan efektivitas media serta metode yang digunakan, misalnya pengarus debat antar calon presiden atau antarwakil-wakil partai dalam memengaruhi perilaku pemilih (Schrott, 1990).4 4 Ibid., h. 151 14 Dalam tulisan Bruce I. Newman dan Richard M. Perloff tentang Political Marketing; atheory, Research, and Application yang dikutip oleh Prisgunanto (2008) dari Handbook of Political Communication Research, pemasaran politik didefinisikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip pemasaran dalam kampanye politik yang beraneka ragam individu, organisasi, prossedur-prosedur, dan melibatkan analisis, pengembangan, eksekusi, dan strategi manajemen kampanye oleh kandidat, partai politik, pemerintah, pelobi, kelompok-kelompok tertentu yang bisa digunakan untuk mengarahkan opini publik terhadap ideologi mereka.5 Dari konteks aktivitas politik, pemasaran politik dimaksudkan adalah penyebarluasan informasi tentang kandidat, partai dan program yang dilakukan oleh aktor-aktor politik (komunikator) melalui saluran-saluran komunikasi tertentu yang ditujukan kepada segmen (sasaran) tertentu dengan tujuan mengubah wawasan, pengetahuan, sikap, dan perilaku para calon pemilih sesuai dengan keinginan pemberi informasi. Ia terdiri atas kombinasi elemen terbaik dari pendekatan tradisional dan penggunaan teknologi komunikasi serta keterampilan (talenta) pemasaran. Tujuan pemasaran politik tidak jauh beda dengan prinsip pemasaran komersial, yakni proses perencanaan dan penetapan harga, promosi dan penyebaran ide-ide, barang dan layanan jasa untuk menciptakan pertukaran guna memenuhi kepuasaan individu dan tujuan organisasi (David J. Rahman, 1987).6 Nursal (2004) mengkategorikan tiga pendekatan yang dapat dilakukan partai politik untuk mencari dan mengembangkan pendukung selama proses 5 Cangara, Prof. Dr. Hafied, (2009), Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, Jakarta: Rajawali Pers, h. 277 6 Ibid., h. 277 15 kampanye politik. Strategi pertama adalah push-marketing. dalam strategi ini partai politik berusaha untuk mendapatkan dukungan melalui stimulan yang diberikan kepada pemilih. Masyarakat perlu mendapatkan dorongan dan energi untuk pergi ke bilik suara dan mencoblos suatu kontestan. Disamping itu, partai politik perlu menyediakan alasan yang rasional maupun emosional kepada para pemilih untuk bisa memotivasi mereka agar tergerak dan bersedia mendukung suatu kontestan. Tanpa alasan-alasan ini, pemilih akan merasa ogah-ogahan karena mereka tidak punya cukup alasan untuk menyuarakan aspirasi mereka. Startegi kedua yang bisa digunakan adalah pass-marketing. Strategi ini menggunakan individu maupun kelompok yang dapat memengaruhi opini pemilih. Sukses tidaknya penggalangan massa akan sangat ditentukan oleh pemilihan para influencer ini. Strategi ketiga adalah pull-marketing. Strategi jenis ini menitikberatkan pada pembentukan image politik yang positif.7 Membangun suatu image politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi politik. Komunikasi politik yang dimaksud dalam hal ini adalah semua hal yang dilakukan oleh partai politik untuk mentransfer sekaligus menerima umpan balik tentang isu-isu politik berdasarkan semua aktivitas yang dilakukannya terhadap masyarakat. isu politik ini dilihat dalam perspektif yang sangat luas dan sangat terkait dengan usaha partai politik untuk memposisikan dirinya dan membangun identitas dalam rangka memperkuat image-nya dalam benak masyarakat; isu politik tersebut dapat berupa ideologi partai, program kerja partai, figur pemimpin partai, latar belakang pendirian partai, visi dan tujuan 7 Firmanzah, (2012), Marketing Politik, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia h. 217-218 16 jangka panjang partai, dan permasalahan-permasalahan yang diungkapkannya. Komunikasi dalam hal ini diartikan sebagai komunikasi dyadic, yaitu komunikasi dua arah (Barry & Crant, 1997). Dua arah berarti komunikasi yang tidak hanya dilakukan oleh partai politik kepada masyarakat, tetapi juga dari masyarakat kepada partai politik.8 Tujuan pemasaran politik tidak jauh beda dengan prinsip pemasaran komersial, yakni proses perencanaan dan penetapan harga, promosi dan penyebaran ide-ide, barang dan layanan jasa untuk menciptakan pertukaran guna memenuhi kepuasan individu dan tujuan organisasi (David J. Rahman, 1987).9 Elemen pertama dari marketing politik adalah ”Positioning” dimana merupakan tindakan untuk menancapkan citra tertentu kedalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kontestan yang memiliki posisi khas, yang jelas mencari jendela didalam otak dalam pemikiran pemilih. Dalam disiplin marketing, “menempatkan” seorang kandidat atau sebuah partai dalam dalam pikiran para pemilih disebut positioning. Positioning yang efektif akan menunjukkan perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan dibandingkan dengan kontestan pesaing, bahwa pesaing tidak dapat mewujudkan tawarantawaran tertentu sebagai pihak yang mencanangkan positioning tersebut.10 Singkatnya positioning merupakan semua aktifitas untuk menanamkan pesan dibenak pemilih agar mereka bisa membedakan produk dan jasa dihasilkan oleh organisasi bersangkutan. Selain itu, untuk mencitrakan bahwa kontestan yang 8 Ibid., h. 257 Opcit., H. 277 10 Nursal, Adman (2004), Political Marketing, Strategi Memenagkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden, Jakarta: PT Gramedia, h. 296-300. 9 17 ditawarkan lebih baik dan unggul dari kontestan lainnya. . contohnya dalam marketing politik yang penulis bahas yaitu Partai Golkar dan ARB ingin meyakinkan kepada pemilih bahwa ARB lebih unggul daripada calon presiden lainnya dengan cara membangun image dan citra positif dibenak para pemilih. Nursal (dalam Firmanzah, 2007) mengatakan bahwa tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencari dan memperoleh dukungan politik atau memasarkan produk politik, yaitu Pertama, Push Marketing, dimana kandidat atau partai politik berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulan yang diberikan secara langsung kepada pemilih. Kedua, Pass Marketing, dimana pemasaran produk politik melalui orang atau kelompok berpengaruh yang mampu mempengaruhi opini pemilih. Ketiga, Pull Marketing, dimana pemasaran produk politik melalui media massa yang menitikberatkan pada image atau citra produk politik tersebut.11 Berdasarkan pemaparan teori yang dikemukakan oleh Nursal sebelumnya maka penulis akan menjelaskan mengenai bagan strategi marketing politik tersebut yaitu dimana ketika pertama kali seorang kandidat ingin “memasarkan” dirinya ditengah masyarakat maka ia harus membuat positioning akan dirinya. Dimana positioning yang dimaksud disini adalah ia harus mampu membuat citra positif mengenai dirinya dan melakukan berbagai macam hal yang positif agar image dirinya dimata publik baik. Lalu setelah positioning dilakukan maka untuk mendapatkan hasil maksimal kandidat harus melakukan push marketing, pass marketing dan pull marketing. Didalam push marketing kandidat “memasarkan” 11 Opcit., h. 220 18 dirinya secara langsung kepada masyarakat. Pass Marketing yaitu dimana kandidat harus mampu me-lobby orang-orang berpengaruh yang kiranya mampu mendukungnya dalam pemilihan umum. Dan pull marketing dimana media memegang peranan penting untuk mempromosikan kandidat kepada khalayak. Dalam mengimplementasikan push marketing, pass marketing maupun pull marketing akan sangat dibutuhkan presentasi yang baik dari partai maupun kandidat yang mampu meyakinkan masyarakat bahwa kelak yang akan mereka lakukan mampu lebih baik dari para kompetitornya yang lain. Dari berbagai macam pengertian mengenai marketing politik diatas, maka dapat dikatakan bahwa marketing politik merupakan berbagai macam aktivitas yang berusaha untuk mengenalkan dan menawarkan seorang kandidat atau sebuah partai kepada pemilih dalam sebuah pemilihan umum dimana pemilih diandaikan sebagai seorang konsumen yang bebas menentukan dan memilih kandidat ataupun partai mana yang mereka sukai. Oleh karena itu, kandidat maupun partai yang menjadi peserta pemilu dapat secara bebas bersaing untuk merebut dan memenangkan hati konstituen. Persaingan tersebut adalah persaingan yang menggunakan berbagai macam strategi marketing politik yang jika semuanya dilakukan dengan baik maka bukan tidak mungkin bahwa partai atau kandidat tersebut akan memenangkan pemilihan umum. sehingga perencanaan strategi marketing politik yang matang sangat penting untuk diterapkan dalam setiap marketing politik yang dilakukan oleh partai maupun kandidat yang bersangkutan. 19 F. Definisi Konseptual Definisi konseptual merupakan definisi yang berasal dari teori-teori atau konsep, atau merupakan penjelasan-penjelasan mengenai istilah-istilah, yang bersifat abstrak dan masih umum.12 Dalam penulisan ini penulis menggunakan bagian-bagian dari political marketing untuk menjadi definisi konseptual. G. Definisi Operasional Dari definisi konseptual yang telah dirumuskan, sebaiknya dirumuskan pula operasionalisasi definisinya. Definisi operasional merupakan rumusan definisi yang lebih konkret, tidak terlalu abstrak, dan dirumuskan kedalam indikator-indikator atau ciri-ciri tertentu, yang dapat diukur secara empirik.13 Dengan merumuskan sebuah definisi operasional, maka konsep pun dapat dioperasionalkan, sehingga akan mempermudah perolehan data empirik penulisan. Sesuai dengan definisi konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya. H. Metode Penulisan 1. Jenis Penulisan Penulisan ini menggunakan jenis penulisan kualitatif karena menyajikan data-data berupa data deskripsi maupun analisis serta tidak melakukan kuantifikasi terhadap data yang diperoleh. Hal seperti ini diungkapkan oleh Bogdon dan Taylor yang menyatakan bahwa penulisan 12 13 Amirin, Tatang M., (1986), Menyusun Rencana Penulisan, Jakarta: CV Rajawali, h. 45-47 Ibid., h. 45-47 20 kualitatif dijelaskan sebagai cara yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis dari orang yang diamati.14 Penulisan kualitatif mempergunakan data yang bersifat kualitatif, yakni data yang dinyatakan dalam bentuk-bentuk simbolik seperti pernyataan-pernyataan tafsira, tanggapan-tanggapan lisan harafiah, dan tanggapan-tanggapan non-verbal, dan grafik-grafik. Tujuan penulisan kualitatif ialah untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak mungkin ditunjukkan melalui hasil pengolahan statistik semata, serta mampu menunjukkan hubungan-hubungan atau situasi politik tertentu. Metode penulisan kuantitatif pada dasarnya mempergunakan pemikiran logis, analisa dengan logika, dengan induksi, deduksi, analogi, komparasi dan sejenisnya.15 Penulisan ini menggunakan studi kasus dimana penulis berusaha mendalami dengan baik suatu permasalahan yang ada. Disamping itu, penulis menggunakan studi kasus terlebih untuk mengeksplor suatu kasus yang penulis teliti, bukan untuk mengkonfirmasi kasus penulisan penulis. 2. Sumber Data 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari lapangan. Data primer ini merupakan hasil dari pembicaraan dan wawancara penulis dengan pihak-pihak terkait. Sehingga data primer ini merupakan data-data hasil penulisan yang penulis peroleh secara langsung baik dari hasil wawancara maupun observasi 14 15 Moleong, Lexy J, (1990), Metode Penulisan Kualitatif, Bandung: PT Remaja Karya Bandung, h. 3 Opcit., h. 95 21 2. Data Sekunder, yaitu data-data yang penulis peroleh dari berbagai macam literatur yang penulis baca maupun dokumentasi yang diberikan oleh DPD partai Golkar kota Yogyakarta. Data ini juga dapat berupa catatan tertulis, dokumen, arsip, artikel yang penulis cari sendiri maupun yang penulis peroleh dari sumber internal baik dari DPD Golkar kota Yogyakarta maupun dari sumber eksternal yang relevan dengan penulisan penulis. Jenis data yang diperoleh berdasarkan pengukurannya merupakan data kualitatif yakni data yang tidak bisa diukur dengan angka-angka, melainkan berupa tanggapan-tanggapan, pernyataan-pernyataan, dan juga analisa logis penulis. 3. Obyek Penulisan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan diawal maka yang akan menjadi obyek penulisan adalah DPD Partai Golkar kota Yogyakarta. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan triangulasi yaitu wawancara, observasi dan juga studi pustaka. Dimana penulis melihat bahwa triangulasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendapatkan data-data yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan. 22 1. Wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dengan sejumlah informan yang bisa memberikan informasi yang akurat dan terpercaya mengenai bagaimana strategi politik Golkar dan Aburizal Bakrie untuk memperpendek gap elektabilitas diantara mereka. Wawancara penulis akan fokus kepada DPD partai Golkar kota Yogyakarta karena penulis memfokuskan penulisan penulis ini dari sudut pandang partai politik itu sendiri agar lebih terfokus. 2. Observasi, yaitu dengan melakukan observasi pribadi melalui tayangan-tayangan televisi baik iklan maupun didalam berita yang mencitrakan sisi positif Aburizal Bakrie. Observasi ini akan fokus penulis lakukan di TVOne yang notabene merupakan stasiun TV swasta milik Aburizal Bakrie. 3. Studi pustaka, yaitu dimana penulis akan mengumpulkan data lain yang mendukung terhadap penulisan penulis ini melalui literatur-literatur terkait yang relevan dengan subyek penulisan penulis sehingga akan memperkaya data sekunder penulis. 5. Teknik Analisis Data Setelah berbagai macam data-data primer maupun sekunder untuk penulisan ini telah terkumpul maka untuk dapat menghasilkan suatu informasi untuk menjawab rumusan masalah, maka data-data tersebut pun 23 harus di olah terlebih dahulu. Teknik analisa yang digunakan bersifat kualitatif. Seiddel menjelaskan bahwa dalam analisis data kualitatif, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu dengan mencatat temuan dilapangan, mengumpulkan dan mengklasifikasi data, membuat kategorisasi data sehingga bermakna serta membuat temuan-temuan umum.16 Dari pernyataan Sieddel tersebut, maka penulis menganalisis data dengan diawali oleh mengumpulkan semua data primer yang diperoleh dilapangan serta mengumpulkan berbagai macam data-data sekunder yang telah diperoleh oleh penulis baik dari DPD Partai Golkar DIY maupun dari sumber pribadi yang penulis miliki. Lalu, data-data tersebut akan diklasifikasikan oleh penulis. Kemudian penulis akan menganalisis datadata yang telah dimiliki. Pada akhirnya penulis akan membuat kesimpulan. I. Sistematika Bab Secara keseluruhan penulisan ini akan menjabarkan tentang Political Marketing yang dilakukan oleh Aburizal Bakrie (ARB) dan Partai Golongan Karya untuk meningkatkan elektabilitas Aburizal Bakrie dalam Pemilu Presiden 2014 khususnya di wilayah kota Yogyakarta. Bab I menjadi pilar utama dan dasar teoritik yang akan memegang peranan penting dalam diskusi-diskusi pada bab-bab selanjutnya. Selain itu, pada bab 1 ini 16 Ibid., hal 248 24 juga berisi mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai political marketing. Singkatnya didalam bab 1 ini akan membimbing pembaca untuk mengetahui kunci-kunci penting dalam penulisan ini. Bab II Pada bab ini, penulis mulai menjelaskan mengenai basic dari partai Golkar dan juga calon Presiden yang diusungnya yaitu Aburizal Bakrie. Selain itu akan ada pemaparan singkat mengenai Kota Yogyakarta sebagai lokus penelitian. Pada bab ini pembaca akan mempunyai pegangan dasar yang kuat untuk memudahkan memahami substansi-substansi pada bab-bab selanjutnya. Dalam bab III, merupakan awal dari kontekstualisasi teori-teori yang sudah dipaparkan sebelumnya pada bab I. Penulis akan memulai diskusi khusus mengenai political marketing yang diaktualisasikan oleh Partai Golkar DIY dan Aburizal Bakrie. Dalam bab ini pembahasan mengenai political marketing ARB dan Partai Golkar DIY akan dibahas secara mendalam. Bab IV merupakan kelanjutan dari diskusi yang sebelumnya. Pada bab ini, penulis akan lebih memfokuskan terhadap respon dari DPD tingkat II Partai Golkar Kota Yogyakarta terkait dengan pencapresan ARB dan berbagai macam political marketing yang sudah diimplementasikan di wilayah Kota Yogyakarta. Sehingga ini akan lebih memperjelas bahasan dari penulis secara keseluruhan. Bab V merupakan sebuah kesimpulan mengenai penulisan ini dimana pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan oleh penulis dalam rumusan masalah akan dijawab didalam bab ini. 25