Analisis Gaya Komunikasi Abu Rizal Bakri : Tinjauan Komunikasi Antarbudaya Rahma Santhi Zinaida, S.Si., M.IKom Universitas Bina Darma Palembang 0813-777-555-36 [email protected] Abstrak Setiap Manusia memiliki gaya berkomunikasi yang berbeda-beda. Gaya komunikasipun dapat mengikuti kondisi dan situasi sehingga setiap individu dapat memiliki beberapa macam gaya komunikasi. Terlebih lagi menjelang pemilihan presiden Indonesia tahun 2014 ini, bermunculan tokoh-tokoh yang berniat memimpin negara ini untuk lima tahun kedepan, baik itu tokoh baru maupun tokoh lama di dunia politik. Tentunya masingmasing memiliki gaya komunikasi yang diharapkan dapat memikat hati masyarakat, ada yang jujur mengekspresikan gaya komunikasinya, ada yang dibuat-buat dan juga ada yang meniru gaya komunikasi oranglain, bisa dikategorikan gaya komunikasi yang dominant, dramatic, atau impresive leaving dan yang lainnya. ARB adalah salah satu calon presiden yang memiliki gaya komunikasi yang khas, secara tidak langsung gaya komunikasi ARB bisa menjadi pisau marketing politiknya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus dan Aburizal Bakri sebagai subjek penelitian, penelitian di fokuskan pada iklan politik ARB menjelang pemilihan presiden RI tahun 2014. Peneliti menggunakan Teknik analisis bodgan and taylor yaitu dengan mereduksi data, menyajikannya dan menarik kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah penulis melihat kecenderungan gaya komunikasi ARB pada gaya impression leaving dimana ARB memiliki kemampuan seorang komunikator dalam membentuk kesan pada pendengarnya, dengan menggunakan bahasa daerah setempat. ARB cukup berhasil menjalin komunikasi antarbudaya antara dirinya dengan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, dalam komunikasi antar budaya gaya komunikasi ARB termasuk dalam konteks high context culture dimana pertalian komunikasi antar pribadinya sangat kuat. Kata Kunci : ARB, Gaya Komunikasi, Impression leaving, High context culture BAB 1. PENDAHULUAN Perhelatan lima tahunan akan segera digelar, Pemilihan presiden RI selalu menjadi momentum dimana banyak sekali muncul tokoh-tokoh baru yang akan bersaing dengan tokoh terdahulu yang sudah dikenal oleh publik. Tahun 2014 merupakan tahun politik yang diperkirakan banyak kalangan akan menjadi tahun pembaharuan bagi Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan akan ada pemimpin baru yang tampil sebagai presiden RI dengan berakhirnya jatah bagi SBY untuk duduk sebagai RI satu. Banyak sekali penggiat politik dari kalangan tua muda yang ikut ambil bagian dalam pencarian presiden baru. Indonesia memang memiliki banyak orang-orang hebat, hebat dalam banyak arti, mulai dari hebat sesungguhnya dengan kompetensi yang baik dan ilmu kenegaraan yang matang sampai hebat merebut hati rakyat walaupun dengan kompetensi yang kurang baik, namun semua hal tersebut diatas tergantung dari gaya komunikasi masing-masing calon presiden, karena persepsi masyarakat Indonesia yang berubah setiap saat membuat masyarakat dapat merubah keputusan atau idolanya dengan sangat cepat. Saat ini, banyak banyak generasi muda yang berani tampil mencalonkan diri sebagai calon presiden walaupun bukan dari kalangan politikus. artis, musisi dan bahkan seorang koruptor pun kini berani tampil untuk memperebutkan hati dan dukungan masyarakat, menurut banyak pakar komunikasi politik hal ini merupakan fenomena baru didunia politik Indonesia, namun di Amerika bukan merupakan hal yang baru karena kursi kepresidenan AS pernah dijabat oleh artis film dan televisi yaitu Ronald Reagen. Di Indonesia saat ini hampir seluruh partai politik memiliki kader dari kalangan artis, belum bisa disimpulkan apakah ini strategi yang berhasil atau tidak karena pesta demokrasi belum usai jadi belum diketahui sejauh mana branding sebuah partai dengan menggandeng banyak ’orang terkenal’ seperti artis misalnya dapat memilki citra yang baik dan memiliki hati masyarakat. terdapat tiga sampai dengan empat artis yang mengisi tempat di berbagai partai, mereka dianggap dapat menjadi vote gatherer yang akan menaikan citra partainya sehingga akan mendongkrak perolehan suara. BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Komunikasi 2.1.1 Definisi Gaya Komunikasi Gaya Komunikasi(communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antar pribadi yang terspesialisasi yang di gunakan dalam suatu situasi tertentu(a spesialized set of interpersonal behaviors that are used in a given situation). Masing-masing gaya Komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respons atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula.Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan,bergantung pada maksud dari pengiriman (sender) dan harapan dari penerima (receiver). Menurut whorf (1956) dalam Wood (2013:100) gaya komunikasi erat kaitannya dengan bahasa, dengan adanya teori determinisme linguistik yang menjelaskan bahwa bahasa mempengaruhi cara pandang dan cara berfikir manusia. 2.1.2 Macam Gaya Komunikasi Setiap orang memiliki gaya komunikasi masing-masing. Menurut Norton (1983) dalam wood (2013:86) gaya komunikasi dibagi menjadil menjadi sepuluh, yaitu (a) dominant, Komunikator dominan dalam berinteraksi. Orang seperti cenderung ingin menguasai pembicaraan,dan tidak suka dipotong pembicaraannya.(b) dramatic, Dalam bekomunikasi cenderung berlebihan, menggunakan hal-hal yang mengandung kiasan, metaphora, cerita, fantasi dan permainan suara. (c) animated expresive, Komunikator cenderung menggunakan bahasa nonverbal, untuk memberi warna dalam berkomunikasi, seperti kontak mata, ekspresi wajaf, gesture dan gerak badan (d) open, Komunikator bersikap terbuka, ramah tamah, gregarious, tidak ada rahasia dan approachable, sehingga timbul rasa percaya dan terbentuk komunikasi dua arah. (e) argumentative, Komunikator cenderung suka berargumen dan agresif dalam berkomunikasi (f) relaxed, Komunikator lebih tenang, sabar, dan menyenangkan (g) friendly, Komunikator mampu bersikap positif dan saling mendukung terhadap orang lain. (h) attentive, Komunikator berinteraksi dengan orang lain dengan menjadi pendengar yang aktif,empati dan sensitif (i) precise, Komunikator lebih fokus pada ketelitian, dokumentasi dan bukti dalam informasi dan argumentasi dan (j) impression leaving, kemampuan seorang komunikator dalam membentuk kesan pada pendengarnya. Gaya komunikasi ARB cenderung ke arah Impresion Leaving dikarenakan terkait dengan judul penelitian ini bahwa ARB selalu dapat menyesuaikan kondisi dan tempat dia berada dengan bahasa yang akan digunakannya. 2.1.3. Jenis Gaya Komunikasi Ada enam jenis gaya komunikasi yang sudah lazim diketahui (wood, 2013:140) yaitu : 1. The Controling Style Gaya Komunikasi yang bersifat mengendalikan ini ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi,memaksa dan mengatur perilaku,pikiran dan tanggapan orang lain.orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama Komunikator satu arah atau one-way communicators. 2. The dinamic style Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki arah agresif,karena pengiriman pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dinamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawahi para wiraniaga (salesman atau saleswomen) 3. The Equalitarium style Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan.The equalitarian style of communication ini ditandai dengan menyebarnya pesan-pesan verbal secara lisan maupun tulisan yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication). tindak komunikasi dilakukan secara terbuka pada gaya ini. Artinya,setiap orang dapat mengungkapkan opini atau pendapatnya dalam suasana informal.dalam suasana yang demikian ,memungkinkan setiap masyarakat bersama. mencapai kesepakatan dan pengertian 4. The Relinquishing style Gaya komunikasi ini lebih cenderung kearah kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, dari pada keinginan untuk memberi perintah, walaupun pengirim pesan(sender) mmpunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain. 5. The withrawal style Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi,artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain,karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antar pribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut. 2.2 Komunikasi Antar Budaya Menurut Liliweri (2001: 170), komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antar pribadi diantara para peserta komunikasi yang berbeda latar belakang budayanya. Menurut Proser dalam Liliweri, komunikasi antarbudaya juga merupakan komunikasi antarpribadi pada tingkat individu dari anggota kelompok-kelompok budaya berbeda. Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Banyak pengertian tentang kebudayaan maka penulis mengartikan kebudayaan adalah pandangan hidup dari sekelompok orang yang berbentuk pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, agama, dan aturan-aturan didalamnya yang telah ada dari generasi terdahulu sampai generasi sekarang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Komunikasi antarbudaya terjadi apabila komunikan dan komunikator berasal dari kebudayaan yang berbeda. Komunikasi kebudayaan (intercultural communications) yaitu proses komunikasi antar satu orang dengan orang lain bahkan lebih yang berbeda budaya, berbeda ras, etnik, serta bahasa. Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi, apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan dan bagaimana cara mengkomunikasikanya. 2.2.1 Pola Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya intercultural communications is defined as the symbolic exchange process where from two(or more) different cultural communities negotiate shared meaning in an interactive situation. Yaitu suatu proses pertukaran simbolik dimana two individu atau lebih dengan budaya yang berbeda saling menegosiasikan makna dalam segala situasi yang terjadi dalam interaksi.hal tersebut mengakibatkan tiap individu harus berusaha mengembangkan komunikasi yang baik tentunya sehingga terjadi komunikasi antar budaya yang baik pula.. Kita ketahui bahwa setiap kebudayaan mengajarkan berbagai macam cara-cara tersendiri dalam melakukan pertukaran informasi. untuk itu kebudayaaan ten tunya memilki prosedur tertentu agar pengiriman informasi yang dialihkan dan dapat diterima itu menjadi lebih mudah dikomunikasikan. Dalam budaya tertentu memilki yang disebut dengan High Context Culture (HCC) dan Low Context Culture(LCC).Uraian di bawah ini akan memperjelas perbedaan keduanya yang diolah dari sumbernya (Liliweri 2007:116-118). 2.2.2 Pola budaya Budaya Konteks Tinggi / High Context Culture (HCC) 1. Persepsi terhadap isu yang ada dan orang yang menyebarkan isu. Dalam hal ini HCC tidak memisahkan isu dan orang yang mengkomunikasikannya. Sehingga yang terjadi adalah kadang-kadang isu itu dianggap benar tergantung dari siapa yang mengatakannya. Bahkan terkadang seseorang akan menolak orang.yang memberikan isu sekaligus menolak informasi yang diberikan. 2. persepsi pada relasi tugas. Dalam budaya HCC mengutamakan relasi sosial dalam melaksanakan tugas karena berorientasi pada orientasi sosial dan pada hubungan personal (personal relations). 3. persepsi terhadap logis tidaknya informasi. Budaya HCC tidak meyukai sesuatu yang terlalu rasional, cenderung mengutamakan emosi dalam mengakses informasi .Mereka lebih menyukai basa nasi. 4. persepsi terhadap Gaya KomunikasiDalam budaya HCC selalu menggunakan gaya komunikasi tidak langsung, gaya komunikasi yang kurang formal dan mengutamakan dengan pesan nonverbal. 5. persepsi terhadap pola negosiasi. Anggota masyarakat dalam budaya HCC mengutamakan perundingan yang mengutamakan faktor-faktor relasi antar manusia dengan mengutamakan perasaan dan intuisi serta mengutamakan hati. 6. persepsi terhadap informasi mengani individu. Budaya HCC mengutamakan kehadiran individu dengan dukungan faktor sosial, mereka tidak mempedulikan siapa dia, pekerjaan apa, benar salah, ahli atau tidak. Budaya HCC ini lbih mendengarkan loyalitas kelompoknya. 7. Bentuk pesannya sebagian besar merupakan pesan-pesan implisit yang tersembunyi. 8. Dalam melakukan reaksi terhadap sesuatu tidak selalu tampak. 9. dalam memandang ingroup (yang ada dalam kelompoknya) dan outgroupnya (yang berda diluar kelompoknya)selalu luwes dalam melihat perbedaan. 10. pertalian antar pribadinya sangat kuat. 11. konsep terhadap waktunya sangat terbuka dan luwes. 2.2.3 Pola Budaya Konteks Rendah / Low Context Culture (LCC). 1. Persepsi terhadap isu yang ada dan orang yang menyebarkan isu. Dalam hal ini LCC memisahkan isu dan orang yang mengkomunikasikannya. Sehingga yang terjadi adalah kadang-kadang isu itu dianggap benar tergantung dari siapa yang mengatakannya.Dalam budaya LCC lebih mengutamakan isi informasi dan tidak mempersoalkan asal informasi. . 2. persepsi pada relasi tugas. Dalam budaya LCC mengutamakan relasi sosial yang ada berdasarkan relasi tugas(task oriented) dan pada hubungan impersonal (impersonal relations). 3. persepsi terhadap logis tidaknya informasi. Budaya HCC tidak meyukai sesuatu yang terlalu rasional, cenderung mengutamakan emosi dalam mengakses informasi .Mereka lebih menyukai basa nasi. 4. persepsi terhadap Gaya Komunikasi dalam budaya LCC selalu menggunakan gaya komunikasi langsung, gaya komunikasi yang formal dan mengutamakan dengan pesan verbal. 5. persepsi terhadap pola negosiasi. Anggota masyarakat dalam budaya LCC mengutamakan perundingan melalui bargaining.yang mengutamakan faktor-faktor otak daripada hati.Pilihan kopmunikasi meliputi pertimbangan rasional. 6. Persepsi terhadap informasi mengani individu. Budaya LCC mengutamakan kapasitas individu tanpa memperhatikan faktor sosial, mereka mengutamakan informasi seorang individu, aspek-aspek indoividu harus lengkap dan mereka tidak mengutamakan pertimbangan latarbelakang keanggotaan individu 7. Bentuk pesannya sebagian besar jelas dan merupakan pesan-pesan eksplisit 8. Dalam melakukan reaksi terhadap sesuatu selalu tampak. 9. Selalu meisahkan kepentingan ingroup (yang ada dalam kelompoknya) dan outgroupnya (yang berada diluar kelompoknya). 10. pertalian antar pribadinya sangat lemah. 11. konsep terhadap waktunya sangat terorganisir. BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah fokus mengenai kajian yang telah diteliti. Pada penelitian ini peneliti mengabil subjek penelitian pada iklan politik dan pengamatan pada beberapa pidato dari calon presiden dari Partai Golongan Karya (Golkar) yang sekaligus adalah ketua umumnya yaitu Abu Rizalbakri. 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Tylor mengatakan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong 2000: 3). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) yang melibatkan banyak metode, dalam menalaah masalah penelitiannya. Menurut Mulyana (2010: 148), mengatakan metode kualitatif dilakukan dengan cara deskriptif (wawancara mendalam, wawancara tak langsung, serta pengamatan), studi kasus, penafsiran sangat ditekankan pada pengamatan subjek. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode pengamatan dan penafsiran untuk melihat gaya komunikasi ARB, hal ini dikarenakan gaya komunikasi haruslah diamati dari sudut pandang orang lain, tidak cocok dilakukan dengan teknik wawancara dengan subjek penelitian itu sendiri karena akan bersifat sangat subjektif menilai diri sendiri. 3.3 Teknik Analisis Data Teknik analisis data diartikan sebagai cara melaksanakan analisis data yang didapat setelah hasil dari wawancara, observasi, dan dokumentasi yang diolah menjadi informasi dan menarik kesimpulan tentang subjek yang diteliti. (Abdurrahaman dan Muhdin, 2011:145). Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tetentu. Miles dan Hubermen (Sugiyono, 2008: 9), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntaas,sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reduction and Display Data 4.1.1 ARB dan Iklan Kampanye Politiknya Dalam iklan politiknya yang terakhir menjelang pemilihan anggota legislative bulan april 2014 yang lalu, ARD memberikan pencitraan dirinya menjadi pemimpin yang mengedepankan komunikasi antar budaya. Hal ini tercermin dari iklan politiknya yang dimana ARB dapat memposisikan dirinya dimanapun dia berada. Dengan dapat menggunakan berbagai bahasa daerah dimanapun dia berada, meskipun hanya bahasa sapaan dan penggunaan bahasa yang sederhana hal tersebut sudah dapat merepresentasikan komunikasi antarbudaya. ARB dalam masa kampanye politiknya menuju RI 1 memiliki lebih dari 10 jenis iklan yang tayang di televisi. Dari iklan terakhir yang ada di televisi, terlihat ARB mengedapankan aspek kedekatan dengan masyarakatnya, dengan mencoba menggunakan bahasa setempat, mengikuti budaya setempat dan meleburnya dengan kebudayaan asli kita sebagai perwujudan komunikasi antar budaya. Dalam sebuah iklan, penggunaan bahasa adalah kuncinya, karena pesan itu tersirat lewat pemaknaan dari kata-kata dan intonasi penyampai pesan. Dua iklan politik ARB diakhir masa kampanyenye adalah iklan versi Indonesia manise dan versi sunda. ARB menggunakan musik atau lagu backsoud yang merupakan lagu yang didaurulang dari seseorang bernama zen yang berasal dari papua dengan ada dan intonasi khas Maluku. Iklan ini mengedepankan nilai-nilai budaya Indonesia dimana berbeda dengan iklan-iklan politik capres dan papol lainnya yang mayoritas menggunakan artis ibukota atau lagu dari artis tersebut yang di daur ulang menjadi lirik-lirik kampaye. Namun sayangnya, ditengah usaha kampanye mengedepankan komunikasi antarbudaya yang sebenarnya cukup efektif sebagai pencitraan, kata-kata dalam lirik lagu Indonesia manise tersebut sedikit salah dibagian refrain yang notabene sangat penting. Bagian yang dirasa salah adalah bagian “dari ujung banda aceh sampai ujung papua kita semua bersaudara”. kalimat ini sekilas tidak ada masalah, namun apabila diingat kembali, Indonesia titik nol nya berada di sabang, bukan di banda aceh. Jadi sepertinya komunikasi antarbudaya nya dalam iklan ARB versi Indonesia manise tidak berhasil. Namun, diluar ketidak berhasilan iklan versi ini, ARB cukup berhasil mengedepankan nuansa komunikasi antarbudaya dalam setiap iklannya, mulai dari bahasa daerah yang digunakan ARB disetiap kesempatannya berkampanye di daerah-daerah, sampai dengan penggunaan music, tarian, budaya, dan seni khas Indonesia yang memang memiliki keragaman budaya dan adat istiadat. 4.1.2. Gaya Komunikasi ARB Di Iklan kampanye politik ARB versi sunda, pada salah satu bagiannya, ARB terlihat sedang berbicaa di depan warga masyarakat Jawa Barat dan ARB menggunakan bahasa sunda saat menyapa masyarakat bandung dengan sapaan “kumaha urang sadayana, damang? Yang artinya apakabar masyarakat sekalian, sehat? ” , diperlihatkan di iklan tersebut, masyarakat menyambut sapaan ARB dengan gembira dan merasa dihormati. Dalam konteks pola budaya dalam komunikasi antar budaya, gaya komunikasi ARB di iklan politik ini mengacu pada persepsi terhadap Gaya Komunikasi dalam budaya HCC selalu menggunakan gaya komunikasi langsung dan jelas. gaya komunikasi yang formal dan mengutamakan dengan pesan verbal. dalam memandang ingroup (yang ada dalam kelompoknya) dan outgroupnya (yang berda diluar kelompoknya) ARB selalu luwes dalam melihat perbedaan dan pertalian komunikasi antar pribadinya sangat kuat. Gaya Komunikasi ARB dilihat dari beberapa pidatonya di televisi dan iklan-iklan politiknya, bersifat High context culture, diamana gaya komunikasi langsungnya tidak bertele-tele, tegas dan pertalian komunikasi antar individunya cukup kuat. ARB memiliki gaya komunikasi yang open, dimana berarti komunikator (ARB) bersikap terbuka, ramah tamah, gregarious, tidak ada rahasia dan approachable, sehingga timbul rasa percaya antar dirinya dan receivernya sehingga terbentuk komunikasi dua arah. Selain gaya komuniikasi yang open, ARB juga memiliki gaya komunikasi yang mengarah pada gaya komunikasi impression leaving, yang dimaksud impression leaving adalah kemampuan seorang komunikator dalam membentuk kesan pada pendengarnya.misalnya pada iklan politiknya, ARB menggunakan bahasa daerah setempat untuk berkampanye, hal ini membuat kesan pendengarnya lebih merasa dekat dengan si komunikator (ARB). Gaya komunikasi ARB cenderung ke arah Impresion Leaving dikarenakan terkait dengan judul penelitian ini bahwa ARB selalu dapat menyesuaikan kondisi dan tempat dia berada dengan bahasa yang akan digunakannya. 4.1.3 The Equalitarium style ala ARB ARB sebagai calon presiden RI juga memiliki gaya komunikasi pemimpin seperti The Equalitarium style. Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini terlihat dengan terjadinya gelombang penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang lebih ke arah komunikasi dua arah (two-way traffic of communication). Keterbukaan merupakan kunci dari gaya komunikasi ini, Artinya,orang yang kita ajak bicara dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana rileks,santai dan informal.dalam suasana yang demikian ,memungkinkan setiap proses komunikasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama. ARB berdasarkan gaya komunikasinya adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi dan dinilai dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam bermasyarakat. .The equalitarian style ini akan lebih memudahkan tindak komunikasi dalam berkampanye, pada beberapa kesempatan ARB berpidato politik di masa kampanye nya, ARB memberikan kesempatan bagi para simpatisannya untuk bertanya, memberikan saran, bahan mengkritisi visi misi dan tujuannya menjadi presiden. Hal ini memperlihatkan gaya komunikasi ARB yang selain open dan impression leaving, namun sebagai pemimpin, ARB juga memiliki jiwa The equalitarian style BAB 5. KESIMPULAN Kesimpulan terhadap hasil tinjuan analisa gaya komunikasi Aburizal Bakri sebagai calon presiden RI, ARB memiliki gaya komunikasi yang khas dalam hal kemampuannya mensejajarkan antara dirinya dan masyarakat yang diajak bicara. Diluar banyaknya persepsi miring masyarakat terhadap sosok ARB akibat belum terselesaikannya lumpur lapindo, ARB yang merupakan ketua umum partai golkar bahkan partainya tersebut masih menduduki peringkat kedua dalam pemilihan calon legislative tahun 2014. Gaya komunikasi ARB yang ramah namun tetap berwibawa semakin lengkap dipadukan dengan kemampuannya mengkolaborasikan politk dengan komunikasi antarbudaya. Gaya komunikasi ARB berdasarkan jenisnya termasuk kedalam gaya komunikasi pemimpin seperti The Equalitarium style. Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. Selain gaya komuniikasi yang open, ARB juga memiliki gaya komunikasi yang mengarah pada gaya komunikasi impression leaving, yang dimaksud impression leaving adalah kemampuan seorang komunikator dalam membentuk kesan pada pendengarnya. ARB juga cenderung memiliki pola budaya dalam berkomunikasi pada high context culture dimana Gaya Komunikasi dalam budaya HCC selalu menggunakan gaya komunikasi langsung dan jelas. gaya komunikasi yang formal dan mengutamakan dengan pesan verbal. dalam memandang ingroup (yang ada dalam kelompoknya) dan outgroupnya (yang berda diluar kelompoknya) ARB selalu luwes dalam melihat perbedaan dan pertalian komunikasi antar pribadinya sangat kuat. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahaman, Maman dan Ali Muhdin Sambas. 2011. Panduan Praktis Memahami Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia. Liliweri, Alo. 2001. Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. PT Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, Dedy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Wood, Julia T. 2013. Komunikasi Interpersonal : Interaksi Keseharian Edisi 6. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika. Sumber Lain : Muharik. 2014. Pola-Pola Budaya, melalui : <http://muharrik004.wordpress.com/2014/03/10/pola-pola-budaya-menurut-edward-t-hallpada-budaya-konteks-tinggi-dan-konteks-rendah/> Geovanie, Jefri, 2013. Mencermati gaya komunikasi capres, melalui : <http://ekbis.sindonews.com/read/2013/03/16/18/727891/mencermati-gayakomunikasi-capres> Sitter,V, L.2003. Communication Style as a Predictor of Interactional Justice ://www.regent.edu/acad/sls/publications/conference_proceedings/international_leade rship_conference/2003pdf/ Ivan . 2014. Memahami gaya komunikasi. Melalui : <http://harmonipsikologi.blogspot.com/2012/01/memahami-gaya-komunikasi.html> http://tabbycommunications.blogspot.com/2013/04/memahami-gaya-komunikasianda.html Personal Profile Rahma Santhi Zinaida, S.Si, M.I.Kom adalah dosen di fakultas ilmu komunikasi Universitas Bina Darma Palembang, Rahma meraih gelar sarjananya di The London School of Public Relations Jakarta dengan konsentrasi Public Relations (2007) dan menyelesaikan program masternya di Universitas Mercu Buana Jakarta dengan konsentrasi Corporate and Marketing Communication (2012). Sebelum menjadi akademisi, Rahma pernah berkecipung di dunia media elektronik televisi (Global TV) dan radio (OZ Radio) juga menjadi Public Relations di berbagai perusahaan. Rahma juga aktif sebagai pembicara di berbagai seminar, trainer di berbagai pelatihan dan mengembangkan usaha di bidang event organizer. Saat ini rahma dipercaya sebagai direktur Bina Darma Entrepreneur Centre (BDEC) yang merupakan pusat kewirausahaan di Universitas BIna Darma Palembang.