BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat akan informasi dan pengetahuan serta pesatnya laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, menuntut perpustakaan semakin profesional. Perpustakaan sebagai salah satu basis penyangga peradaban bangsa diharapkan dapat memberi sumbangsih untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sejalan dengan tujuan berbangsa dan bernegara. Hal ini tentunya berkaitan dengan mutu pendidikan di Indonesia yang kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah yang secara langsung berpengaruh pada sektor pembangunan, ekonomi dan kesehatan. Keadaan tersebut lebih diperburuk dengan masih dominannya budaya tutur (lisan) daripada budaya baca. Budaya ini menjadi kendala utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat yang seharusnya mampu mengembangkan diri dalam menambah ilmu pengetahuannya secara mandiri melalui membaca. Kebiasaan membaca perlu dimulai dari usia dini sejak di rumah, di sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan atas hingga perguruan tinggi. Tanpa kebiasaan membaca, maka akan sangat sulit untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang kesemuanya berada dalam buku-buku. Kebiasaan membaca dan penguasaan Iptek bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan dengan banyak membaca akan banyak mendapatkan pengetahuan, dan orang yang menguasai ilmu pengetahuan ialah orang yang memiliki sumber daya yang berkualitas yang dapat melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan semua bangsa. Minat baca, buku dan perpustakaan adalah tiga elemen pokok dalam suatu sistem pendidikan yang dapat menciptakan kualitas sumber daya manusia. Sebuah negara yang kaya sumber daya manusia akan lebih unggul daripada suatu negara yang kaya sumber daya alam.1 Pemerintah pada saat sekarang ini memberikan perhatian yang besar terhadap dunia pendidikan. Banyak kebijakan yang sudah mulai dikeluarkan, baik yang berkaitan dengan sarana fisik maupun non-fisik. Berkaitan dengan sarana fisik, pemerintah berupaya membangun dan memperbaiki gedunggedung sekolah serta melengkapi sarana dan prasarana. Dimana Perpustakaan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan sumber daya manusia guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, mapan, sejahtera lahir dana batin. Menyadari posisi strategis perpustakaan sebagai saran pendidikan non formal, dalam skala luas sangat dibutuhkan untuk menunjang program belajar sepanjang hayat (long live education) bagi masyarakat, maka pemerintah tentu saja terus berupaya mengembangkan dan meningkatkan kualitas berbagai jenis perpustakaan. Salah satu kebijakan pemerintah yang cukup penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yaitu meningkatkan minat baca melalui Gerakan Membaca Nasional. Gerakan membaca ini 1 Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Kencana, 2009, h. 2. dicanangkan mulai dari tingkat nasional sampai ke tingkat kabupaten dan kota. Program ini berupaya merubah budaya masyarakat dari budaya tutur kepada budaya baca. Pemerintah juga membuat payung hukum untuk menunjukkan keseriusan dalam meningkatkan minat baca, seperti yang tertuang dalam UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pencanangan Gerakan Membaca Nasional (November 2003). Hal ini menyiratkan bahwa minat baca itu perlu dibangkitkan sejak dini, dimulai dengan perkenalan hurufhuruf dan angka pada masa pendidikan pra-sekolah hingga mantapnya penguasaan baca-tulis-hitung (calistung). Minat baca yang dibangkitkan pada usia dini selanjutnya dapat dijadikan landasan bagi berkembangnya budaya baca. Suburnya perkembangan budaya baca tentu sangat tergantung dari tersedianya bahan bacaan yang dibutuhkan dan tentunya tidak lepas dari Tugas Pemerintah dari Pemerintah Pusat sampai ke Daerah. Tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3) menyebutkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang serta Pasal 31 ayat (5) menyebutkan Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Didalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab III Pasal 4 ayat 5, menjelaskan bahwa :2 ”Salah satu 2 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III Pasal 4 Ayat (5) cara penyelenggaraan pendidikan adalah dengan mengembangkan budaya baca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat”. Berdasarkan pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus urusan sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonom dan tugas pembantuan. Mengenai hal tersebut diatas tentunya berkaitan dengan tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah pusat kepada pemerintah Daerah dan atau Desa meliputi sebagian tugas-tugas. Pemerintah yang apabila dilaksanakan oleh daerah dan atau desa akan lebih efisien dan efektif. Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten kepada Desa mencakup sebagian tugas-tugas kabupaten di bidang pemerintahan yang menjadi wewenang Kabupaten. Sehubungan dengan Gerakan Nasional Gemar membaca maka terkait tujuan dari Pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 serta diatur lebih lanjut dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 , maka Pemerintah telah melakukan pembangunan di bidang pendidikan baik melalui jalur pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Di sinilah pemerintah dan masyarakat dituntut untuk bekerja sama demi terciptanya kualitas pemberdayaan manusia yang diinginkan. Satu sisi dengan adanya penyediaan wadah tersebut, melalui aturan-aturan, memgembangkan nilai-nilai yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tertentu. Oleh karena itu, lembaga sosial berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok secara tertib dan teratur.3 Masalah pendidikan nasional seperti yang dikemukakan di atas adalah sekaligus juga merupakan penyebab sejumlah masalah yang dihadapi dalam menumbuh-kembangkan minat, kegemaran, dan kebiasaan membaca sehingga membudaya di kalangan masyarakat. Membaca itu dapat dianggap telah membudaya apabila kegiatan membaca telah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara berkelanjutan dan bagian dari kebutuhan hidup sehari-hari. Belum meratanya kesempatan memperoleh layanan pendidikan mengakibatkan belum meratanya juga kesempatan mengembangkan kemampuan membaca, yang berarti juga belum dapat menjadikan membaca menjadi suatu kegiatan apalagi kebiasaan. Kemampuan dan keterampilan membaca mempunyai pengaruh yang sangat berarti terhadap hasil belajar. Dengan demikian, rendahnya mutu pendidikan menunjukkan indikasi rendahnya kemampuan dan keterampilan membaca peserta didik. Pengelolaan pendidikan yang kurang profesional dapat mengakibatkan penyediaan dana, sarana dan prasarana pendidikan tidak efektif dan tidak efisien. Buku adalah bagian dari sarana pendidikan yang sangat diperlukan sebagai sumber bacaan. Kurangnya jumlah dan jenis buku di 3 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, 1982, h, 31. lembaga-lembaga pendidikan memberikan pengaruh negatif terhadap pengembangan minat membaca peserta didik. Sementara itu pada saat ini sehubungan dengan rendahnya minat membaca dan mutu pendidikan di Indonesia, dalam hal ini Pemerintah baik dari Pemerintah Pusat sampai ke Pemerintah Daerah diminta untuk bekerja ekstra keras dalam menangani masalah terebut dan tentunya tidak terlepas dari peran Pemerintah Pusat dalam mencanangkan program Gerakan Naional Gemar Membaca. Terkait dengan tugas Pemerintah berdasarkan Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pelaksanaan desentralisasi yang diwujudkan dengan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, pemerataan, keadilan, peran serta masyarakat, peningkatan daya saing daerah, efisiensi dan efektivitas, keanekaragaman daerah menurut prinsip-prinsip demokrasi dengan memperhatikan aspirasi melalui partisipasi masyarakat.4 Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota. Daerah provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintah daerah yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota memiliki kepala daerah 4 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 Ayat (1) sebagai kepala pemerintahan. Kepala daerah provinsi disebut Gubernur, kepala daerah kabupaten disebut Bupati dan kepala daerah kota disebut Walikota. Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah melaksanakan desentralisasi yang merupakan penyerahan kewenangan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi dalam penyelenggaraan memberikan kesempatan dan pemerintahan keleluasaan kepada daerah, daerah dengan untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.5 Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsi-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman antar daerah. Dalam arti bahwa dalam penyelenggaraan kebijakan otonomi daerah, menyangkut pengalihan kewenangan dari pemerintahan kemasyarakat, yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang, terkait penyelenggaraan otonomi daerah sehubungan dengan Tugas Pembantuan untuk melaksanakan program pemerintah. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa: “Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Dan ayat (2) menyebutkan bahwa: “Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah 5 Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Di Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, pendidikan merupakan salah satu aspek yang mendapat perhatian serius dari pemerintah kota. Hal ini tercermin dalam salah satu misi kota Salatiga yaitu menyediakan pemenuhan kebutuhan dasar yang mencakup peningkatan akses pendidikan, peningkatan akses pelayanan kesehatan, dan peningkatan akses air bersih dan sanitasi6. Selain itu, Pemerintah Kota Salatiga juga telah menetapkan Salatiga sebagai Kota Pendidikan dan Olahraga, sebagai salah satu dari trifungsi kota Salatiga7. Dinas pendidikan kota salatiga juga telah menetapkan salah satu misinya yaitu mewujudkan sistem pendidikan secara demokratis dan bermutu. Misi ini mengandung makna bahwa dalam upaya mewujudkan visi harus didukung sisem pendidikan yang demokratis dan bermutu, yang nantinya akan memberikan kesempatan bagi masyarakat yang kurang beruntung untuk memperoleh pendidikan yang bermutu serta mendorong ke arah terwujudnya potensi penyelenggaraan pendidikan8. Salah satu sarana untuk menunjang peyelenggaraan pendidikan yang bermutu di kota salatiga adalah dengan Perpustakaan Kota Salatiga. Sebagai daerah yang berotonom keberadaan perpustakaan umum kota salatiga sejatinya berfungsi sebagai tempat bagi masyarakat Salatiga untuk memperluas wawasan. Meski demikian, ada masyarakat Salatiga yang masih 6 Visi dan Misi Kota Salatiga, diunduh dari http://www.pemkot-salatiga.go.id/PemerintahanVisiMisi.php tanggal 10 Februari 2013 7 Visi misi dan Trifungsi Kota Salatiga, di unduh dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2218822-visi-misi-dan-trifungsikota/ tanggal 10 Februari 2013 8 Misi Dinas Pendidikan Kota Salatiga, diunduh dari http://disdiksala3.host22.com/?page_id=78 tanggal 10 Februari 2013 mengeluhkan fungsi dari Perpustakaan ini yang terkesan terbengkalai dan kurang terurus9. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk penyelesaian permasalahan hukum yakni terkait dengan Tugas Pembantuan Pemerintah Daerah/Kota Salatiga terhadap program Gerakan Nasional Gemar Membaca apakah telah atau belum terlaksana sesuai dengan kaidah/norma berlandaskan otonomi daerah pada fungsi kepala daerah dalam melaksanakan kehidupan demokrasi didalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan bunyi Pasal 27 Ayat (1) huruf (d) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU No 43 Tahun 2007 Pasal 51 dari Undang-Undang dinyatakan bahwa pembudayaan gemar membaca dilakukan melalui Program Gerakan Nasional Gemar Membaca, dan dilaksanakan oleh pemerintah yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini Perpustakaan Daerah Kota Salatiga yang mempunyai tugas melaksanakannya, sehingga perpustakaan wajib berperan aktif dengan menyediakan karya tulis, karya cetak, dan karya rekam. Kaidah yang rumusan tertuang dalam kontitusi mengharuskan peran Pemerintah, Sekolah dan Masyarakat untuk menjalankan amanat dari rumusan tersebut. Sejalan dengan pengaturan tersebut, penulis melakukan observasi dengan cara wawancara untuk mengetahui masalah yang dialami pihak Sekolah di Salatiga. Adapun beberapa Sekolah dalam Kota Salatiga yang diwawancari oleh penulis meliputi : SMU Negeri 1 Salatiga, SMU Negeri 2 Salatiga, dan SMU Negeri 3 Salatiga. 9 Surat Pembaca, HATI BERIMAN, Majalah Berita Warga Kota Salatiga Vol. 2 No. 2 Tahun 2008, Salatiga, Kantor Komunikasi dan Informasi Kota Salatiga . Dalam hasil wawancara tersebut, ada beberapa point yang menjadi masalah dalam penerapan Program Nasional Gemar Membaca tersebut, Pointpoint tersebut penulis jabarkan di bawah ini: 1. Kurang aktifnya pengadaan buku dan proses pengadaan buku masih melibatkan murid-murid. 2. Keuangan dalam pengadaan buku-buku. Uang dalam pengadaan buku didapatkan oleh orang murid, denda, dan sumbangan dari murid. 3. Belum adanya kerjasama antara sekolah dengan sekolah lain dalam hal pengadaan buku. 4. Kekurangan petugas perpustakaan dalam hal ini pustakawan. 5. Promosi tentang perpustakaan dari sekolah itu sendiri masih kurang efektif. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis melihat bahwa ada masalah yang masih dialami oleh pihak sekolah dalam menerapkan Gerakan Nasional Gemar Membaca, tentunya dengan kekurangan keuangan dalam pengadaan buku, kekurangan petugas pustakawan dan kurangnya promosi perpustakaan di sekolah. Tentunya tidak terlepas dari tugas Pemerintah Kota Salatiga dalam hal ini Perpustakaan sebagai pelaksana Program Gerakan Nasional Gemar Membaca sehingga membuat penulis ingin melakukan Penelitian dengan judul : “IMPLEMENTASI ASAS TUGAS PEMBANTUAN (MEDEBEWIND) DI PEMERINTAH DAERAH KOTA SALATIGA DALAM RANGKA GERAKAN NASIONAL GEMAR MEMBACA” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di muka, maka isu hukum yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan Tugas Pembantuan di Perpustakaan Daerah Kota Salatiga dalam rangka Gerakan Nasional Gemar Membaca ? 2. Sejauh mana peran Pemerintah Daerah ( Perpustakaan Daerah ) Kota Salatiga dalam menerapkan Program Gerakan Nasional Gemar Membaca ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Tugas Pembantuan di Perpustakaan Daerah Kota Salatiga dalam rangka Gerakan Nasional Gemar Membaca 2. Untuk mengetahui sejauh mana peran Pemerintah Daerah ( Perpustakaan Daerah ) Kota Salatiga dalam menerapkan Program Nasional Gemar Membaca. D. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian dalam penulisan karya tulis ini adalah : 1. Secara Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum. Dan sebagai tambahan wacana referensi acuan penelitian yang sejenis dari permasalahan yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memajukan perkembangan Ilmu Hukum khususnya yang berkaitan dengan Program Gerakan Nasional Gemar Membaca. 2. Secara Praktis a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan Hukum Administrasi Negara terutama mengenai pelakasanaa dan peran Perpustakaan Daerah dalam penyelenggaraan Program Gerakan Nasional Gemar Membaca. b. Sarana praktis atau terapan penelitian ini berguna untuk sedapat mungkin memberikan sebuah pilihan kearah yang lebih baik kepada berbagai pihak terutama dalam hal pelaksanaan program Gerakan Nasional Gemar Membaca. E. Metode Penelitian Metodelogi penelitian merupakan proses-proses yang menjadi syarat utama bagi kegiatan penulisan ilmiah dan dengan sendirinya juga belaku bagi segala macam kegiatan penelitian dibidang ilmu sosial.10 1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan dan peran Perpustakaan dalam penyelenggaraan Program Gerakan Gemar Membaca. Deskripsi disini bukan dalam arti sempit karena akan memberi gambaran tentang fenomena yang ada yang dilakukan sesuai dengan metode penelitian dan fakta-fakta yang ada digambarkan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan 10 1984, h. 5-6. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, pengetahuan umum karena fakta tidak akan mempunyai arti tanpa interpretasi, evaluasi dan pengetahuan umum.11 Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan dari objek atau masalah yang diteliti tanpa bermaksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum. 2. Metode Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis yuridis sosiologis. David William mendefinisikan penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah12. Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia . Dalam penelitian kualitatif diperoleh data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari informan atau orangorang dan perilaku yang diamati. Data tertulis dari informan dan perilakunya dalam hal ini adalah berkaitan dengan bagaimana dan sejauh mana Perpustakaan berperan dalam penyelenggaraan program Gerakan Nasional Gemar membaca. 3. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang di ambil penulis adalah sebagai berikut : a. Data Primer Pengumpulan Data Primer diperoleh dengan mewancarai, metode ini terapkan secara langsung terhadap : 11 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, h. 35. 12 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 2006, h. 5. a. 1. Pengurus/Staf Perpustakaan di Sekolah-sekolah di Kota Salatiga. a. 2. Pengurus/Staf Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. b. Data sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, meliputi rancangan undangundang, hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum, buku-buku literatur, karya ilmiah dari para sarjana dan dokumen resmi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti. 4. Unit Amatan dan Unit Analisa a. Unit Amatan : Para pihak yang terkait dalam Implementasi Peran dan Fungsi Tugas Pembantuan (medebewind) di Pemerintah Kota Salatiga dalam rangka Gerakan Nasional Gemar Membaca. 1. Pengurus/Staf Perpustakaan Sekolah di Kota Salatiga 2. Perpustakaan Daerah Kota Salatiga b. Unit Analisa : Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dan peran Perpustakaan Daerah Kota Salatiga terhadap penerapan Pasal 51 mengenai Gerakan Nasional Gemar Membaca dalam UU No 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.