Al Shabab, Klub Sepak Bola Muslim Pertama di Brasil

advertisement
Al Shabab, Klub Sepak Bola Muslim
Pertama di Brasil
Oleh Football Fandom | Arena – 19 jam yang lalu





Email
Cetak
Ilustrasi - Patung Kristus Sang Penebus di Gunung Corcovado. (Getty Images-Romano
Cagnoni).
Ditulis oleh: Yoga Cholandha
Patung Kristus Sang Penebus di Gunung Corcovado, Rio de Janeiro, adalah bukti betapa Brasil
adalah negara yang identik dengan agama Katolik. Meski demikian, tercatat ada 35 ribuan
muslim di sana (sensus 2010) yang sebagian besar menetap di negara bagian Sao Paulo dan
Parana.
Dari negara bagian Sao Paulo inilah cerita soal Al Shabab dimulai. Pada Mei 2012, sebagaimana
dilaporkan Brazil-Arab News Agency, seorang pebisnis keturunan Lebanon bernama Gaber
Arraji mendirikan klub sepak bola yang beranggotakan muslim, karena dia menyadari masih
sedikit orang Islam di Brasil yang berprofesi pemain sepak bola. Dalam bahasa Arab, Al Shabab
berarti pemuda.
Arraji kemudian menggandeng mantan pemain Atletico do Parana, Gustavo Caiche untuk
mewujudkan idenya ini. Untuk tahap awal, mereka mempromosikan klub ini ke sekolah-sekolah
Islam di kawasan Sao Paulo. Hasilnya lumayan. Hingga akhir tahun 2012, sudah ada 78
pesepakbola muda yang bergabung, semua berusia di bawah 20 tahun. Uniknya, justru hanya 12
yang muslim.
Di klub ini, aturan-aturan Islam ditegakkan, misalnya soal makanan, waktu salat, latihan di bulan
Ramadan, dan soal perlakuan pemain terhadap rekan-rekannya. Makanan haram tidak disajikan
di sini. Kemudian, ketika waktu salat tiba, latihan dihentikan. Pada bulan Ramadan, latihan
digeser ke malam hari seperti yang jamak kita temui di Indonesia.
Terakhir, di antara para pemain ini juga diterapkan larangan untuk mengumpat, bahkan untuk
sekadar mengejek rekannya “bodoh” sekalipun. Jika ketahuan, hukuman push-up dan squat-jump
siap menanti.
Di sini, para pemain, sering diberi wejangan mengenai agama Islam. Ada seorang ulama
setempat yang memberikan siraman rohani kepada para pemain. Dari sini, banyak pemain nonmuslim yang kemudian tertarik untuk mengetahui dan mempelajari Islam.
Meskipun tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, Arraji seperti dikutip Brazil-Arab
News Agency, mengatakan bahwa ada beberapa pemain non-muslim yang minta diajari agama
Islam secara lebih mendalam karena ingin menjadi mualaf.
Sejak Januari 2013, Al Shabab sudah mengikuti kompetisi junior tingkat negara bagian Sao
Paulo meski untuk itu, mereka harus bekerjasama dengan klub Sao Jose karena mereka belum
berafiliasi dengan federasi sepak bola Sao Paulo.
Di kejuaraan Sao Paulo de Juniores ini sendiri, yang akhirnya menjadi juara adalah Santos,
setelah menundukkan Goias di partai puncak. Sao Jose yang bekerjasama dengan Al Shabab
sendiri harus terhenti langkahnya di fase grup setelah menduduki posisi juru kunci tanpa meraih
satu poin pun. Mereka ditaklukkan Cruzeiro 1-4, kalah dari Sao Caetano 0-2, dan ditekuk Sao
Francisco 1-3.
Sampai saat ini, Al Shabab belum memiliki markas sendiri. Mereka masih harus menumpang
berlatih di Stadion Municipal Antonio Fernandes di Guaruja. Stadion ini sendiri merupakan
milik dari pemerintah kota Guaruja, sebuah kota kecil di tepi pantai negara bagian Sao Paulo.
Arraji berharap adanya kerjasama dengan komunitas Islam atau perusahaan yang dimiliki oleh
pengusaha Islam agar klub ini bisa bertahan dan berjalan secara mandiri. Arraji juga tidak
menutup kemungkinan untuk berafiliasi dengan klub yang lebih mapan, terutama klub-klub yang
berasal dari jazirah Arab.
Terlepas dari larangan makan makanan haram dan penghormatan atas ibadah salat dan puasa,
ajaran menghormati kolega yang ditanamkan di Al Shabab adalah nilai-nilai universal yang
sudah semestinya ditanamkan di mana pun.
Keberadaan tim seperti Al Shabab layak diapresiasi karena mereka tidak hanya bermanfaat di
satu bidang saja. Pada hakikatnya, sepak bola adalah milik masyarakat dan jika masyarakat bisa
mendapat manfaat dari sini, di situlah letak keberhasilan yang sesungguhnya.
Download